Eunice Geraldine O. 010911071 Dhanang Hadi P. 010911076 Pipit Mei Sari 010911102 Eka Prasetya Budi M. 010911108 Reza Wisnu Wardana 010911109 Baskoro Kusumo R. 010911112
Syok Hipovolemik Syok hipovolemik merupakan syok yang disebabkan karena tubuh kehilangan darah, plasma, atau cairan tubuh yang lain, misalny ; pembedahan, trauma, luka bakar atau muntah dan diare. Kehilangan bentuk lain disebut third space loss, misalnya : peritonitis, pancreatitis, obstruksi ileus. (Wirjoatmodjo, 2000)
Patofisiologi dan Gambaran Klinis Pada syok hipovolemi, tekanan vena sentral turun akibat dari venous return yang berkurang. Sebagai akibatnya stroke volume menurun. Mekanisme kompensasi tubuh yang terjadi adalah meningkatkan tahanan pembuluh darah dan frekuensi dan kontrakbilitas jantung. Bila penyebab hipovolemia tersebut terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-ujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat. (Silbernagl and Lang, 2000) Berdasarkan kemampuan respon tubuh terhadap kehilangan volume sirkulasi tersebut maka secara klinis tahap syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu tahapan kompensasi, tahapan dekompensasi dan tahapan ireversibel. Pada tahapan kompensasi, mekanisme autoregulasi tubuh masih dapat mempertahankan fungsi sirkulasi dengan meningkatkan respon simpatis. Pada tahapan dekompensasi, tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsinya dengan baik untuk seluruh organ dan sistim organ. Pada tahapan ini melalui mekanisme autoregulasi tubuh berupaya memberikan perfusi ke jaringan organ-organ vital terutama otak dan terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas. Selanjutnya pada tahapan ireversibel terjadi bila kehilangan darah terus berlanjut sehingga menyebabkan kerusakan organ yang menetap dan tidak dapat diperbaiki (Pascoe dan Lynch, 2007)
Prinsip Penatalaksanaan perbaiki sistem pernafasan dengan membebaskan jalan nafas memberikan terapi oksigen dan nafas bantuan atau nafas buatan. pemberian cairan monitoring nadi, tekanan darah, perfusi perifer, dan produksi urin. hilangkan atau atasi penyebab dari syok. (Wirjoatmodjo, 2000) Jika hipovolemia yang terjadi bukan disebabkan karena perdarahan, misalnya karena diare atau muntah yang menyebabkan adanya dehidrasi, perlu ditentukan derajat dari dehidrasi tersebut.
Pembagian derajat dehidrasi menurut pierce Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau ringer laktat. Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20-40 ml/KgBB u pada dewasa muda selama 10-20 menit. Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan hemodinamiknya. Jika terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus dilanjutkan sampai target cairan dicapai. Pemberian cairan kristaloid sekitar 2-4 kali lipat perkiraan volume darah yang hilang dalam waktu satu jam Terapi Awal Cairan Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal karena dapat mengisi ruang intravaskuler dalam waktu singkat dan dapat menstabilkan volume vaskuler dengan cara mengganti kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama dan NaCl fisiologis adalah pilihan kedua, karena NaCl fisiologis dapat menyebabkan terjadinya asidosis hipokloremik. Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid. Sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang interstisial dan intraseluler, dikenal dengan hukum 3 untuk 1 (3 for 1 rule). Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab syok yang lain.
Respon Terhadap Resusitasi Cairan : 1. Respon baik : Jika, bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan maintenance hemodinamis akan tetap normal 2. Respon sementara (transient) : Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang masih berlangsung. 3. Respon minimal atau tanpa respon Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon.
Henti Nafas Henti nafas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap / uap / gas, obstruksi jalan nafas oleh benda asing, tersengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung, radang epligotis, tercekik (suffocation), trauma, dan lainnya.
Henti Jantung Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah ketidaksanggupan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal. Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardia tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (10%) dan terakhir oleh disosiasi elektrmekanik (5%). Fibrilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung menghilang. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tidak teraba (karotis, femoralis, radialis), disertai kebiruan, pernafasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnea), dilatasi pupil tak bereaksi dengan rangsang cahaya dan pasien dalam keadaan tidak sadar.
Resusitasi jantung paru diperlukan kalau O2 ke otak tidak cukup Iskemia melebihi 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap Faktor terjadinya cardiac arrest :Depresi pusat nafas yang bisa disebabkan oleh hipotensi, sengatan listrik, keracunan, trauma kepala, kegagalan saraf eferen yang bisa disebabkan oleh cedera sumsum tulang belakang, poliomyelitis, polyneuritis, kegagalan otot-otot pernafasan yang bisa disebabkan oleh Myasthenia gravis, Distrophia otot, gangguan elektrolit & asam-basa, Gangguan pengembangan paru-paru yang disebabkan oleh flail chest, hemothoraks, dan pneumothoraks.
Resusitasi Jantung-Paru-Otak Resusitasi Jantung-Paru adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas ke fungsi optimal untuk mencegah kematian biologis. Kematian biologis adalah kematian akibat kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki yang terjadi kurang lebih 4 menit setelah hilangnya nadi arteri karotis dan arteri pulmonalis, terhentinya denyut jantung atau pernafasan, dan penurunan/hilangnya kesadaran Pertolongan dasar (Basic life support): Airway control : membebaskan jalan nafas supaya terbuka dan bersih Breathing support : mempertahankan ventilasi dan oksigenasi paru secara adekuat Circulation support : mempertahankan sirkulasi darah dengan memijat jantung
Pertolongan lanjut (Advanced life support) Drug and fluid : pemberian obat-obatan dan cairan Elektrocardiography : penentuan irama jantung Fibrillation treatment : mengatasi fibrilasi ventrikel Pertolongan jangka panjang (Prolonged life support) Gaunging : memonitor dan mengevaluasi RJP, pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat tidaknya pasien diselamatkan dan diteruskan pengobatan. Human mentation : penentuan kerusakan otak dan resusitasi cerebral. Intensive care : perawatan intensif jangka panjang
Pertolongan Dasar (Basic Life Support) Tujuan utama untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah oksigenasi ke jaringan tubuh Umumnya pasien ditemukan dalam 3 keadaan yaitu : denyutan nadi tapi masih ada pernafasan , denyutan nadi tanpa pernafasan, atau tanpa denyutan nadi dan pernafasan. Pembebasan Jalan Nafas (Airway control) Head tilt-chin lift maneuver :Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi ke bawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dengan hati-hati, sehingga hidung menghadap ke atas dan epiglottis terbuka. Jaw-thrust maneuver (Perasat dorong rahang bawah ) :Pada pasien dengan trauma pada leher, rahang bawah diangkat lalu didorong ke depan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher. Karena lidah melekat pada rahang bawah, maka lidah ikut tertarik, dan jalan nafas terbuka. Jika henti jantung terjadi di luar rumah sakit : letakkan pasien dalam posisi terlentang, lakukan triple airway maneuver (kepala tengadah, rahang didorong ke depan, mulut dibuka) dan jika rongga mulut ada cairan, lender atau benda asing lainnya, bersihkan dahulu sebelum memberikan nafas buatan.
Breathing support Nafas buatan tanpa alat dapat dilakukan dengan cara mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke stoma trakeostomi, atau mulut ke mulut via sungkup muka.
Circulation support Pada bantuan sirkulasi, pasien ditidurkan terlentang pada alas keras, lakukan kompresi jantung luar. Pada pasien dewasa tekan tengah tulang dada ke bawah menuju tulang punggung sedalam 5 cm sebanyak 100 kali per menit. Tindakan ini akan memeras jantung yang letaknya terjepit oleh dua bangunan tulang yang keras yaitu tulang dada dan tulang punggung. Pijatan jantung yang baik akan menghasilkan denyut nadi pada karotis dan curah jantung sekitar 10-15 % dari normal.
Advanced life support Tujuan utama :untuk mengembalikan sirkulasi spontan dan stabilitas system kardiovaskular, yaitu dengan pemberian cairan dan obat-obat. Pemeriksaan EKG juga diperlukan. Drug and fluid : pemberian obat-obatan dan cairan Untuk mengatasi hipotensi, diberikan dopamine 200 mg yang dilarutkan dalam 250-500 ml garam fisiologis. Untuk mengatasi asidosis metabolic yang biasanya timbul beberapa menit setelah henti jantung, diberikan Na-bikarbonat. Dosis awal yang dianjurkan adalah 1mEq/kgBB i.v. atau sebagai dosis awal dapat diberikan 1 ampul 50 ml (7,5%) yang mengandung 44,6mEq ion Na. Pada henti jantung, selain asidosis metabolic dapat juga terjadi asidosis respiratorik atau bentuk campuran. Bila ada asidosis respiratorik maka pemberian Na-bikarbonat dapat menimbulkan alkalosis metabolik. Bila dapat ditentukan pH dan pCO2, maka pCO2 > 50 mmHg dan pH < 7,3 menunjukkan asidosis respiratorik, yang dapat diobati dengan ventilasi yang adekuat. Akan tetapi bila pCO2 < 35 mmHg dan pH rendah, menunjukkan suatu asidosis metabolik.
Elektrocardiography : penentuan irama jantung Pemeriksaan EKG. Fibrillation treatment Untuk mengobati fibrilasi ventrikel dilakukan DC-shock. Defibrilasi pertama diberikan 3 joule/kgBB. Dosis ulangan tertinggi adalah 5 joule/kgBB dengan maksimal 400 joule.
Prolonged life support Pertolongan jangka panjang (Prolonged life support) merupakan tindakan perawatan pasca resusitasi dimana harus dilakukan pertolongan sampai pasien sadar kembali Tahap ini terdiri dari : Gauging, human mentation dan intensive care Gauging yaitu mengevaluasi dan mengobati penyebabnya serta menilai kembali apakah pasien dapat diselamatkan dan apakah usaha pertolongan perlu dilanjutkan Resusitasi dihentikan bila :Setelah resusitasi diketahui pasien berada dalam stadium akhir suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan,irama dan pompa jantung tidak dapat dikembalikan dan denyut jantung tidak bertambah dengan pemberian atropine,telah terjadi kematian otak Human mentation :merupakan tindakan resusitasi lanjut dari otak dan sistem saraf untuk mencegah terjadinya kelainan neurologic yang menetap Intensive care merupakan perawatan intensif jangka panjang, yaitu berupa usaha mempertahankan homeostasis ekstrakranial dan intracranial, antara lain mengusahakan agar fungsi pernafasan, kardiovaskular, metabolic, fungsi ginjal dan hati menjadi optimal Kegawatan Pada Onkologi Kegawatdaruratan pada pasien onkologi terletak pada keadaan hipovolemik yang dapat diakibatkan oleh kehilangannya cairan gastrointestinal atau berkeringat. Dua tanda utama dari kehilangan cairan gastrointestinal adalah diare dan muntah. Tanda utama dari hipovolemi dapat dilihat dari ketidakmampuan tubuh untuk mengkompensasi hilangnya volume intravascular. BUN dapat menjadi marker untuk dehidrasi tetapi dapat meningkat dalam berbagai kondisi termasuk kehilangan darah dalam GI tract. BUN yang tinggi dan level bikarbonat yang rendah dapat menjadi prediksi untuk deficit cairan. Intake yang inadekuat dan loss yang berat akan menyebabkan pasien dalam keadaan hipovolemi dan berlanjut pada syok hipovolemi. Dibutuhkan segera tindakan operasi pada pasien terutama karsinoma GI tract. Tatalaksana mengkoreksi hipernatremi hipovolemi:Hitung deficit air, Hitung kebutuhan air sehari, Hitung kebutuhan sodium sehari, Berikan setengah dari defisit air dan hitung kebutuhan air yang dibutuhkan bersamaan dengan kebutuhan sodium dalam 24 jam pertama, Begitu jumlah urin yang keluar adekuat, masukkan potassium ke dalam cairan
Kasus pasien KASUS Identitias Pasien : Nama : Ny. M Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 40 tahun Berat badan : 45 kg Pendidikan terakhir : SD Pekerjaan : - Keterangan: Pasien RES Diagnosa : suspek tumor rectosigmoid
Kasus Pasien 2.2 Evaluasi di res Primary Survey Pasien mengalami penurunan kesadaran, unresponsive. A : Apneu B : Apneu C : PDKP, CRT sde D : Unrespon Terapi Resusitasi Pijat jantung + ventilasi 30:2 siap intubasi. Pastikan IV line lancer Intubasi + pijat jantung + adrenalin (2x) ROSC Manajemen post arrest
Kasus Pasien Secondary Survey S: Pasien dari VK bedah, sudah 1 hari berada di VK bedah. Masuk dengan keluhan badan lemas yang sebelumnya muncul keluhan mual muntah yang memberat 5 hari ini. Muntah sesuai makanan yang dimakan. Nyeri perut bawah dirasakan sejak 6 bulan SMRS. Keluhan disertai dengan keluhan perut membesar selama 3 bulan ini. Sempat mendapat perawatan di RSUD Kediri selama 1 bulan dengan keluhan diare. Riwayat di VK: TD : 72/57 N: 133,RR: 22 B1 : Airway bebas, tube in. Breathing: CR Acoma 14 x 360. Gerak dada simetris, suara nafas: ronkhi +/+, wheezing -/- SpO 2 99% B2 : perfusi hangat, kering, merah, CRT <2, TD 84/61 mmHg, N 118x/menit, reguler, lemah. Cor: S 1 S 2 tunggal murmur (-). Gallop (-) B3 : GCS 1x1 B4 : pasien terpasang kateter B5 : abdomen soepel, BU (+). B6 : edema +/+, piting +/+
Kasus Pasien Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (8-9-2014 pk. 10:46) Hb 4,7 g/dL Leu 12.000/ L Ly 19,7 % Mo 13,7 % Gr 66,6 % Hct 16,5 % MCV 92,5 fL MCH 26,4 pg MCHC 28,5 g/dL RDW 15,1 % Trombosit 465.000/L MPV 7,0 fL
Kasus Pasien SGOT/SGPT 12 U/L / 7 U/L GDA 79 mg/dL BUN 13,4 mg/dL Serum kreatinin 0,41 mg/dl Albumin 4,04 g/dL PPT 16,9 detik (c: 11,3 detik) APTT 68,5 detik (c: 24,4 detik) Kasus Pasien Na 144 mmol/ L K 2,9 mmol/ L Cl 108 mmol/ L HbsAg rapid test negatif Urin Lengkap (8-9-2014 pkl 11:34) Warna kuning Kejernihan jernih Glukosa negatif Bilirubin 2+ Keton negatif Berat jenis 1,025 Blood 3+
Kasus Pasien Analisa Gas Darah (8-9-2014 pk. 10:46) pH 7,564 pCO2 28.5 mmHg pO2 182.0 mmHg HCO3 26,0 mmol/l TCO2 26,9 mmol/l BEecf 3,7 mmol/l SO2 99.8 %
Kasus Pasien CT Abdomen (8-9-2014) Kesan: Slight enhancing penebalan dinding colon rectosigmoid sepanjang +/- 4,2 cm Efusi pleura bilateral
Colonoscopy (27-8-2014) Rectosigmoid: mukosa Nampak hiperemis + erosive. Saat scope masuk 15 cm dari anus, didapatkan tumor menutupi lumen, rapuh, dan mudah berdarah. Dengan peiupan maksimal, lumen tidak membuka. Dilakukan biopsy di tempat tumor. Anus: Nampak hemorrhoid externa
Kasus Pasien DIAGNOSIS PENYAKIT Suspek tumor rectosigmoid + post arrest ec hypovolemia.
PLANING TERAPI Oksigenasi CR Acoma 14 x 360. Rehidrasi 30 cc/kgBB = 1350 cepat Maintenance cairan 1500 cc/24 jam Transfusi PRC sampai Hb > 10