JENIS-JENIS OBJEK PAJAK PENGHASILAN 1. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang PPh : Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti ; upah, gaji, premi asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya merupakan obyek pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura yang diberikan oleh non subyek pajak penghasilan. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan : Meliputi hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti ; hadiah undian tabungan, hadiah pertandingan olah raga, dan sebagainya. Yang dimaksud penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda- benda purbakala. 3. Laba usaha 4. Keuntungan penjualan atau pengalihan harta (capital gain): Keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta (aktiva) merupakan selisih lebih antara harga jual atau harga pasar wajar harta pada saat dijual/dialihkan dengan nilai perolehan (atas harta yang tidak dapat disusutkan) atau nilai sisa buku fiskal (nilai sisa buku berdasarkan penyusutan secara fiskal) atas harta yang disusutkan. Misalnya ; PT Abadi menjual sebuah aktiva berupa truk dengan harga jual Rp 80 Juta. Apabila nilai sisa buku fiskal truk tersebut sebesar Rp 20 Juta, maka keuntungannya adalah Rp 60 Juta (merupakan obyek Pajak Penghasilan). Apabila penjualan harta tersebut dilakukan antara badan usaha dengan pemegang sahamnya (pihak yang memiliki hubungan istimewa), maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung keuntungan tersebut adalah harga pasar. Misalnya ; PT Abadi dalam kasus di atas menjual truknya kepada Amin (pemegang saham) seharga Rp 40 Juta. Keuntungan PT Abadi yang merupakan obyek PPh tetap sebesar Rp 60 Juta (harga pasar wajar - nilai sisa buku fiskal). Bagi Amin pun jumlah sebesar Rp 40 merupakan obyek pajak penghasilan (nilai pasar wajar - jumlah yang dibayar). Keuntungan atas pengalihan harta bukan merupakan obyek PPh dalam hal : a. Pengalihan harta sebagai bantuan atau sumbangan atau hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk Koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan ( 604/KMK.04/1994). b. Pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha wajib pajak yang diperkenankan melakukan penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha dengan nilai buku (perusahaan yang akan menjual sahamnya di bursa efek). Lihat 422/KMK.04/1998 Jo 469/KMK.04/1998. Artinya, baik bagi pihak yang mengalihkan maupun pihak yang menerima pengalihan tidak terdapat keuntungan yang merupakan obyek PPh.Pihak yang mengalihkan pun tidak dapat membebankan nilai sisa buku fiskal aktiva tersebut sebagai biaya (non deductible sesuai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000). 5. Penerimaan kembali pajak yang semula telah dibebankan sebagai biaya : Pengembalian (restitusi pajak) yang semula telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak, merupakan obyek pajak penghasilan. Misalnya ; Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya yang karena suatu sebab dikembalikan. Jumlah yang dikembalikan tersebut merupakan penghasilan. 6. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan jaminan karena pengembalian utang : Premium terjadi apabila obligasi dijual di atas nilai nominalnya. Sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi, sedangkan diskonto merupakan penghasilan bagi pihak yang membeli obligasi. 7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, yaitu terdiri dari : Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor Pemberian saham bonus tanpa penyetoran, termasuk saham bonus dari kapitalisasi agio saham, kecuali : apabila jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tersebut tidak melebihi jumlah setoran modalnya ( Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 ) Pembagian laba dalam bentuk saham (dividen saham) Pencatatan tambahan modal tanpa penyetoran, kecuali yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap ( Peraturan Pemeritah Nomor 138 TAHUN 2000 ) Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetor, jika dalam tahun- tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali tersebut akibat dari pengecilan modal (statuter) yang dilakukan secara sah Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut Bagian laba sehubungan dengan kepemilikan obligasi Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota koperasi Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. 8. Royalti, yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan : Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, patent, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan. Hak atas harta berwujud, hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan, yaitu setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling rig). Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri atau bidang lainnya. 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran secara berkala, misalnya alimentasi atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu. 11. Keuntungan karena pembebasan utang : Pembebasan utang merupakan penghasilan bagi pihak yang semula berutang dan biaya bagi pihak yang semula berpiutang. Pembebasan utang debitur kecil, seperti Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit untuk Perumahan Sangat Sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai jumlah tertentu dikecualikan dari obyek PPh. Utang debitur kecil adalah utang usaha yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 350 Juta ( Peraturan Pemerintah Nomor 130 TAHUN 2000 ) 12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing : Dapat disebabkan oleh fluktuasi kurs mata uang asing atau adanya kebijakan Pemerintah di bidang moneter. Keuntungan selisih kurs yang disebabkan oleh fluktuasi kurs mata uang asing, pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut wajib pajak dengan syarat dilakukan secara taat asas. Apabila wajib pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis), keuntungan selisih kurs-nya diakui pada saat terjadinya realisasi mata uang asing tersebut. Apabila wajib pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun (per tanggal neraca), maka keuntungan selisih kurs-nya diakui pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun. Keuntungan selisih kurs karena kebijakan Pemerintah di bidang moneter dapat dibukukan dalam perkiraan sementara di neraca, dan diakui secara bertahap berdasarkan realisasi mata uang tersebut. 13. Premi asuransi yang diterima atau diperoleh perusahaan asuransi dari para peserta asuransi (pemegang polis). 14. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak: Tambahan kekayaan netto pada hakikatnya merupakan akumulasi penghasilan baik penghasilan yang telah dikenakan pajak, yang belum dikenakan pajak, maupun penghasilan yang bukan obyek pajak. Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan merupakan oyek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan (obyek pajak). PENGURANG OBJEK PAJAK
YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK 1. Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak, sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja, usaha, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; 2. Harta hibahan yang diterima oleh: Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau satu derajat; Badan keagamaan, pendidikan, sosial, pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Kepmenkeu sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan pihak-pihak yang bersangkutan; Warisan; Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham/sebagai pengganti penyertaan modal; 3. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diterima/diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari WP/pemerintah; 4. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan : asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, asuransi beasiswa. Dividen/bagian laba yang diterima/diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, yayasan/organisasi yang sejenis, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yg didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia syarat: kepemilikan saham 25% atau lebih dari jumlah modal disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham; dan dividen tersebut berasal dari cadangan laba di tahan (Jika penerima dividen tersebut koperasi, syaratnya hanya dividen yang berasal dari cadangan laba yang ditahan); 5. Iuran yang diterima/diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 6. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang penanaman modal tertentu yang ditetapkan Menkeu; 7. Bagian laba yang diterima/diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi; 8. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian/pemberian ijin usaha; 9. Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari pasangan usaha yg didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat: merupakan perusahaan kecil, menengah, atau menjalankan kegiatah sektor usaha yang ditetapkan Menteri Keuangan dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
KOMPENSASI KERUGIAN Bagaimana ketentuan mengenai kompensasi kerugian dalam aturan perpajakan? Apabila penghasilan bruto setelah dikurangi biaya-biaya yang diperkenankan oleh UU PPh didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikurangkan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
Pasal 6 ayat (2) UU PPh Berapa lama kerugian Wajib Pajak dapat dikompensasikan? Selama 5 tahun berturut-turut sejak Tahun Pajak berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian.
Pasal 6 ayat (2) UU PPh Bagaimana penghitungan kompensasi kerugian? Contoh : PT. Tridewo dalam tahun 1995 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000. Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT. Tridewo sebagai berikut :
Tahun laba rugi 1996 Rp200.000.000 1997 (Rp300.000.000) 1998 NIHIL 1999 Rp100.000.000 2000 Rp800.000.000
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut : Rugi fiskal 1995 (Rp1.200.000.000) Laba fiskal 1996 Rp200.000.000 Sisa rugi fiskal 1995 (Rp1.000.000.000) Rugi fiskal 1997 (Rp300.000.000) Sisa rugi fiskal 1995 (Rp1.000.000.000) Laba fiskal 1998 NIHIL Sisa rugi fiskal 1995 (Rp1.000.000.000) Laba fiskal 1999 Rp100.000.000 Sisa rugi fiskal 1995 (Rp900.000.000) Laba fiskal 2000 Rp800.000.000 Sisa rugi fiskal 1995 (Rp100.000.000)
Rugi fiskal tahun 1995 sebesar Rp100.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun 2000 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 1997 sebesar Rp300.000.000 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2001 dan taun 2002, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 1998 berakhir pada akhir tahun 2002
Pasal 6 ayat (2) UU PPh
PTKP DAN TARIF PAJAK Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, penghasilan neto dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Penyesuaian terhadap Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku efektif per 1 januari 2006 adalah sebagai berikut (137/PMK.03/2005) : a. Rp 13.200.000,00 = Untuk wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan; b. Rp 1.200.000,00 = Tambahan untuk wajib pajak yang kawin; c. Rp 13.200.000,00 = Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami d. Rp 1.200.000,00 = Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sejak (PTKP) tahun pajak 2005 adalah sebagai berikut (564/KMK.03/2004) : a. Rp 12.000.000,00 = Untuk wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan; b. Rp 1.200.000,00 = Tambahan untuk wajib pajak yang kawin; c. Rp 12.000.000,00 = Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami d. Rp 1.200.000,00 = Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga. Besarnya penghasilan tidak kena pajak sebelum tahun pajak 2005 adalah sebagai berikut : a. Rp 2.880.000,00 = Untuk wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan b. Rp 1.440.000,00 = Tambahan untuk wajib pajak yang kawin c. Rp 2.880.000,00 = Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami d. Rp 1.440.000,00 = Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Apa yang dimaksud hubungan keluarga sedarah dan semenda ? Hubungan keluarga sedarah dan semenda a. Sedarah lurus satu derajat : Ayah, ibu, anak kandung Sedarah ke samping satu derajat : Saudara kandung b. Semenda lurus satu derajat : Mertua, anak tiri Semenda ke samping satu derajat : Saudara Ipar Lihat penjelasan PTKP di PER - 15/PJ/2006 Dengan demikian saudara kandung dan saudara ipar yang menjadi tanggungan wajib pajak tidak memperoleh tambahan pengurangan PTKP. Saudara dari bapak/ibu tidak termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus. Pengertian anak angkat dalam perundang-undangan pajak adalah seseorang yang belum dewasa, bukan anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari wajib pajak yang bersangkutan.
Siapakah yang menjadi tanggungan sepenuhnya menurut Undang-undang Pajak Penghasilan ? Yang menjadi tanggungan sepenuhnya menurut undang-undang Pajak Penghasilan adalah anggota keluarga yang tinggal bersama wajib pajak, tidak dibantu oleh orang tua atau keluarga lainnya dan tidak memiliki penghasilan. Apabila wajib pajak hanya sekedar menyumbang atau membantu saja, maka tidak termasuk pengertian tanggungan sepenuhnya.
Terdiri dari apa sajakah status wajib pajak ? Status Wajib Pajak terdiri dari : TK/... Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga; K/... Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga; K/I/... Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga; PH Wajib pajak kawin yang secara tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; HB/... Wajib pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan anggota keluarga.
Bagaimanakah caranya apabila suami bagi karyawati kawin tidak menerima atau memperoleh penghasilan ? Dan Bagaimana kalau bagi karyawan atau karyawati yang belum kawin ? Bagi karyawati kawin yang dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemda setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan dapat diberikan tambahan PTKP sebesar Rp 1.200.000,00 dan ditambah PTKP untuk keluarganya. Bagi karyawan atau karyawati yang belum kawin dapat memperoleh tambahan pengurangan PTKP untuk dirinya dan tanggungannya sepanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan apakah besarnya PTKP ditentukan ? Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun takwim.
Berapakah besarnya PTKP bagi pegawai yang baru datang dan menetap di INdonesia dalam bagian tahun takwim ? Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan. Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2001 wajib pajak A berstatus kawin dengan tanggungan 1 orang anak. Apabila pada tanggal 1 Mei 2001 lahir anak yang kedua, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada wajib pajak A untuk tahun 2001 tetap dihitung berdasarkan status K/1 = Rp 2.880.000,00 + Rp 1.440.000.000,00 + Rp 1.440.000.000,00 = Rp 5.760.000,00
Tarif Pajak (Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh )
Berapa besarnya tarif PPh Wajib Pajak Badan? Lapisan Penghasilan Prosentase Sampai dengan 50 juta 10% 50 juta sampai dengan 100 juta 15% 100 juta keatas 30%
Berapa besarnya tarif PPh Wajib Pajak Orang Pribadi? Lapisan Penghasilan Prosentase Sampai dengan 25 juta 5% 25 juta sampai dengan 50 juta 10% 50 juta sampai dengan 100 juta 15% 100 juta sampai dengan 200 juta 25% 200 juta keatas 35%