Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan pasar modal di Indonesia mengalami peningkatan yang
sangat pesat, hal ini dapat dilihat dari perusahaan go public semakin bertambah
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta masyarakat Indonesia semakin
banyak yang ikut serta di dunia pasar. Peran pasar modal adalah menjadi salah
satu sarana untuk melakukan investasi bagi investor dan sarana untuk memenuhi
kebutuhan dana bagi perusahaan, dengan kata lain pasar modal sebagai jembatan
penghubung antara pemilik modal (investor) dengan emiten (Haryanto, 2003).
Pasar modal memberikan informasi laporan keuangan perusahaan yang
dibutuhkan oleh investor sebagai dasar pengambilan keputusan dalam
menanamkan modal.
Tujuan penanaman modal yang dilakukan oleh investor adalah untuk
mendapatkan keuntungan yang berupa dividen maupun selisih dari penjualan
saham itu sendiri. Terdapat berbagai jenis instrumen pasar modal, namun saham
merupakan instrumen investasi yang memiliki tingkat return dan risiko yang
tinggi (Eduardus Tandelilin, 2001:26). Dua unsur tersebut memimbulkan dua
kemungkinan yang akan dihadapi investor pada umumnya, yaitu perolehan hasil
yang besar dengan risiko tertentu atau perolehan hasil tertentu dengan risiko yang
kecil dalam berinvestasi (Husnan, 2001:169).

2



Saham memiliki resiko tinggi yang peka terhadap suatu perubahan, baik
perubahan di luar negeri maupun di dalam negeri, perubahan ekonomi dan
perubahan politik. Perubahan tersebut berpengaruh positif yang berarti naiknya
harga saham dan berpengaruh negatif yang berarti turunnya harga saham (Indah
Lestari, 2007). Harga saham dapat dikatakan sebagai indikator keberhasilan
pengelolaan perusahaan, dimana kekuatan pasar ditunjukan dengan adanya
transaksi penjualan saham dipasar modal.
Investor perlu memiliki sejumlah informasi yang berkaitan dengan
dinamika harga saham agar bisa mengambil keputusan tentang saham perusahaan
yang layak untuk dipilih. Perlunya informasi tentang kinerja keuangan
perusahaan, manajemen perusahaan, kondisi ekonomi makro dan informasi
relevan lainnya untuk menilai saham secara akurat (Sugeng Mulyono, 2000:99).
Nilai saham menggambarkan nilai perusahaan, sehingga nilai saham sangat
dipengaruhi oleh prestasi dan kinerja perusahaan serta prospek perusahaan dalam
meningkatkan nilai perusahaan di masa yang akan datang. Prestasi dan kinerja
perushaan yang meningkat, akan meningkatkan penerimaan penghasilan dari
saham yang dimiliki oleh investor berupa dividend dan capital gain. Capital gain
pada perusahaan yang telah go public adalah selisih harga jual saham dengan
harga beli saham. Investor akan melihat besar kecilnya nominal harga saham,
karena kenaikan atau penurunan yang terjadi setiap saat dapat menentukan
keuntungan atau kerugian bagi investor terhadap suatu saham yang dimiliki.
Harga saham mencerminkan kondisi perusahaan dan minat investor
terhadap saham tersebut. Harga saham yang tinggi mencerminkan keberhasilan

3



perusahaan sehingga para investor atau calon investor tertarik dan percaya untuk
menginvestasikan dananya kepada perusahaan tersebut, semakin banyak
permintaan terhadap saham suatu emiten maka akan menaikkan harga saham
emiten tersebut, sebaliknya jika permintaan terhadap saham suatu emiten rendah
maka harga saham tersebut akan cenderung turun (Edi Subiyantoro dan Fransisca
Andreani, 2003). Harga saham akan turun pada saat kondisi ekonomi mengalami
resesi, oleh karena itu para analis (atau pemodal) perlu memperkirakan kapan
resesi tersebut akan berakhir dan berbalik ke kondisi yang membaik, sehingga
dapat memperkirakan kapan harga-harga saham akan membaik (Husnan,
2003:312).
Bursa Efek Indonesia memiliki beberapa indeks sektoral. Seluruh Indeks
saham sektoral yang tercatat di BEI yang diklasifikasikan ke dalam sembilan
sektor menurut klasifikasi industri yang telah ditetapkan BEI dan diberi nama
JASICA (Jakarta Industrial Classification). Salah satu sektor tersebut adalah
sektor properti dan real estate.
Sektor properti sebagai salah satu sektor yang penting di Indonesia. Sektor
properti merupakan indikator penting untuk menganalisis kesehatan ekonomi
suatu negara. Industri properti juga merupakan sektor yang pertama memberi
sinyal jatuh atau sedang bangunnya perekonomian sebuah negara (Santoso, 2005).
Sektor properti sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dalam negeri.
Perkembangan perekonomian tercermin dalam perkembangan Produk Domestik
Bruto, hal ini dapat dilihat pada persentase pertumbuhan Produk Domestik Bruto
dari beberapa sektor yang ditampilkan pada grafik dibawah ini.

4




Sumber: www.bps.go.id
Grafik 1.1
Perkembangan PDB dari Sembilan Sektor Ekonomi pada Tahun 2007-2012

Berdasarkan Grafik 1.1 dapat terlihat bahwa sektor pertanian mengalami
fluktuasi dari tahun 2007-2012 dengan konstribusi tertinggi terhadap persentase
PDB pada tahun 2009 sebesar 15,3%. Sektor pertambangan menurun pada tahun
2009 dan meningkat pada tahun 2010 dengan konstribusi tertinggi pada tahun
2012 sebesar 11,78%. Sektor industri pengolahan memberikan konstribusi
tertinggi kepada PDB di tahun 2008 sebesar 27,9% namun terus menurun pada
tahun-tahun selanjutnya. Sektor listrik, air dan gas cenderung stabil dengan rata-
rata konstribusi sebesar 0,80% terhadap PDB. Sektor properti memberikan
konstribusi terhadap persentase PDB yang terus mengalami peningkatan dari
tahun 2007 sebesar 7,7% menjadi 10,45% pada tahun 2012. Sektor perdagangan
dan sektor pengangkutan mengalami fluktuasi, sektor keuangan cenderung tetap
serta sektor jasa-jasa lainnya mengalami fluktuasi degan konstribusi tertinggi pada
tahun 2012 sebesar 10,78%, dari data tersebut penulis tertarik untuk meneliti
perusahaan sektor Property, Real Estate and Building Construction. Produk
0
5
10
15
20
25
30
2007
2008
2009
2010
2011

5



Domestik Bruto (PDB) termasuk faktor yang mempengaruhi perubahan harga
saham (Suramaya, 2012).
Investasi di bidang properti pada umumnya bersifat jangka panjang dan
akan bertumbuh sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (Anastasia, 2003).
Perkembangan sektor properti, real estate dan konstruksi bangunan tentu saja
akan menarik minat investor. Kenaikan harga properti disebabkan karena harga
tanah yang cenderung naik, supply tanah bersifat tetap sedangkan demand akan
selalu bertambah besar seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta
bertambahnya kebutuhan manusia akan tempat tinggal, perkantoran, pusat
perbelanjaan, taman hiburan dan lain-lain. Perusahaan pengembang yang
mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga properti tersebut dan dengan
keuntungan yang diperoleh maka sudah selayaknya perusahaan pengembang
dapat memperbaiki kinerja keuangannya sehingga dapat menaikkan harga saham.
Berikut ini disajikan data rata-rata harga saham perusahaan Property, Real Estate
and Building Construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-
2012 dalam bentuk Rupiah (Rp.) :

Grafik 1.2
Rata-Rata Harga Saham pada sektor Property, Real Estate and Building
Construction yang terdaftar di BEI tahun 2007-2012
624.59
222.27
266.95
431
561.95
953.95
0
150
300
450
600
750
900
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Rata-
rata
Harga
Saham

6



Grafik 1.2 menunjukkan bahwa pada tahun 2007 rata-rata harga saham
berada pada posisi Rp 624,59 dan terjadi penurunan yang sangat drastis menjadi
Rp 222,27 pada tahun 2008 karena pengaruh krisis keuangan di Amerika Serikat
hal ini tidak sejalan dengan meningkatnya konstribusi terhadap PDB di tahun
2008. Tahun 2009 harga saham mengalami peningkatan cukup lambat menjadi Rp
269,95. Pada tahun 2010 perkembangan sektor properti, real estate dan konstruksi
bangunan semakin terasa dengan naiknya harga saham menjadi Rp 431 dan tahun
2011 harga saham kembali naik menjadi Rp 561,95. Peningkatan yang sangat
pesat terjadi di tahun 2012 menjadi Rp 953,95.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menganalisis saham, tetapi
pada garis besarnya cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu analisis
teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal menggunakan data perubahan
harga dimasa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga sekuritas dimasa
yang akan datang (William F. Sharpe dialihbahasakan oleh Henry Njoo Liang
Tik, 2000:56). Analisis faktor fundamental didasarkan pada laporan keuangan
perusahaan yang dapat dianalisa melalui rasio-rasio keuangan dan ukuran-ukuran
lainnya seperti cash flow untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Rasio
keuangan dikelompokkan dalam lima jenis yaitu: (1) rasio likuiditas yaitu rasio
yang menyatakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam
jangka pendek, (2) rasio aktivitas yaitu kemampuan perusahaan dalam
memanfaatkan harta yang dimilikinya, (3) rasio profitabilitas yaitu kemampuan
dari perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, (4) rasio solvabilitas (leverage)
yaitu kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang dan (5)

7



rasio pasar yaitu informasi penting perusahaan dan diungkapkan dalam basis per
saham (Agus Sartono, 2001:114).
Harga saham mencerminkan harapan para investor atau pasar terhadap
masa depan suatu perusahaan, sehingga investor tidak hanya cukup melakukan
analisis teknikal saja, akan tetapi dibutuhkan analisis fundamental untuk
mengetahui harga saham dimasa yang akan datang.
Beberapa penelitian tentang faktor fundamental yang mempengaruhi harga
saham telah dilakukan. Zulkifli (2007) menguji ROA, DER, BVS dan beta saham
terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROA, DER, BVS dan beta saham
berpengaruh secara simultan terhadap harga saham, namun secara parsial hanya
BVS dan beta saham yang berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Bram Hadiyanto (2008) menguji pengaruh
EPS dan PER terhadap harga saham pada sektor perdagangan, mengemukakan
bahwa EPS dan PER baik secara parsial ataupun simultan berpengaruh positif
terhadap harga saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Anastasia (2003) menunjukkan bahwa
ROA, ROE, DER, BVS dan beta saham mempunyai pengaruh secara simultan
terhadap harga saham, namun hanya variabel BVS yang berpengaruh secara
parsial terhadap harga saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Haryanto (2003) menunjukkan bahwa
Return On Equity, Return On Asset dan Net Profit Margin secara simultan tidak
berpengaruh terhadap harga saham. Secara parsial Return On Equity berpengaruh

8



signifikan terhadap harga saham sedangkan Return On Asset dan Net Profit
Margin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham.
Menurut Husnan (2001:339) pada level perusahaan, perolehan per lembar
saham mencerminkan kombinasi dari faktor-faktor yang mempengaruhinya dan
harga saham dapat dianalisis melalui faktor-faktor fundamental. Faktor-faktor
fundamental yang dapat digunakan oleh investor dalam menganalisis pengaruh
harga saham adalah Laba Per Lembar Saham, Rasio Total Hutang Dengan
Ekuitas, Tingkat Pengembalian Atas Ekuitas, Nilai Buku Per Lembar Saham dan
Beta Saham.
Laba per lembar saham (Earning Per Share) merupakan salah satu
komponen utama dalam analisis fundamental pada level perusahaan (Tandelilin,
2001:232). Investor atau calon investor pada umumnya sangat tertarik akan
Earning Per Share (EPS), karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah yang
akan diperoleh untuk setiap lembar saham (Lukman, 2004:66). Laba per lembar
saham digunakan untuk menganalisis profitabilitas perusahaan, karena Laba per
lembar saham merupakan perbandingan antara laba bersih dengan jumlah saham
yang beredar. Laba per lembar saham dipilih sebagai salah satu variabel dalam
penelitian ini karena dengan Laba per lembar saham investor dapat menilai
potensi pendapatan yang akan diterima, dengan demikian EPS mencerminkan
pendapatan di masa yang akan datang. Menurut Arifin (2002:116) laba per lembar
saham merupakan data rasio dari laporan keuangan perusahaan dan merupakan
faktor fundamental yang mempengaruhi pergerakan harga saham.

9



Rasio Total Hutang Dengan Ekuitas (Debt to Equity Ratio) digunakan
untuk mengukur keseimbangan antara total hutang degan modal sendiri. Hutang
mencakup hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Teori
menyebutkan bahwa leverage semakin tinggi yang diwakili oleh Debt to Equity
Ratio (DER) mengakibatkan laba perusahaan yang diperoleh besar (Brigham
F.Eugene and Joel F.Houston dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto,
2011:104). Tingginya laba yang diterima akan meningkatkan daya tarik bagi
investor dan dapat meningkatkan permintaan terhadap saham sehingga harga
saham ikut meningkat, tetapi hal ini juga berarti bertambahnya tingkat resiko
finansial bagi investor. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi permintaan dan
penawaran saham yang secara bersamaan dapat mempengaruhi harga saham.
Rasio semakin besar maka tingkat resiko semakin besar pula, karena jumlah
hutang lebih besar dibandingkan dengan jumlah modal sendiri, dengan
mengetahui besar rasio tersebut maka para investor dapat melihat keadaan
perusahaan sebelum melakukan investasi. Selama ekonomi sulit dan suku bunga
tinggi, perusahaan yang memiliki debt rasio yang tinggi dapat mengalami
masalah keuangan, sebaliknya juga selama ekonomi baik dan suku bunga rendah
hutang dapat meningkatkan keuntungan (Fakhruddin, 2008).
Indikator penting untuk menilai prospek perusahaan dimasa datang adalah
dengan melihat sejauh mana pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Tingkat
pengembalian atas ekuitas (Return on Equity) adalah rasio penting bagi para
pemilik dan pemegang saham karena rasio tersebut menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam mengelola modal dari pemegang saham untuk mendapatkan

10



laba bersih (Lestari, Lutfi dan Syahyunan, 2007:5). Profitabilitas merupakan suatu
indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan
perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan. Return on Equity (ROE)
berpengaruh terhadap harga saham. Nilai ROE yang tinggi mengindikasikan nilai
kinerja perusahaan yang baik sehingga harga saham semakin tinggi (Willianto,
2012). Dengan demikian hal ini tentu dapat mempengaruhi keputusan investor
dalam berinvestasi.
Nilai buku per lembar saham (Book Value Per Share) menunjukkan aktiva
bersih yang dimiliki pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham
(Jogiyanto, 2001). Nilai buku suatu perusahaan akan terus naik seiring dengan
naiknya kinerja perusahaan demikian pula sebaliknya. Book value ini penting
untuk mengetahui kapasitas dari harga per lembar suatu saham serta dalam
penentuan wajar atau tidaknya harga saham di pasar, dengan demikian secara
tidak langsung dapat disimpulkan bahwa nilai buku per lembar saham
berpengaruh terhadap harga saham (Tryfino, 2009:10).
Beta saham merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi, karena fluktuasi resiko ini dipengaruhi faktor-faktor
makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan, seperti perubahan
tingkat bunga, kurs valuta asing, kebijakan pemerintah. Beta menurut Keown
yang dialihbahasakan oleh Marcus Prihminto Widodo (2008:208) merupakan alat
ukur untuk menilai risiko sistematis. Beta mengukur tingkat kepekaan masing-
masing saham terhadap risiko pasar. Beta sendiri dapat diukur dengan melakukan
uji regresi antara dua variabel, yaitu kelebihan tingkat keuntungan portofolio

11



pasar (excess return of the market portofolio) dan kelebihan keuntungan suatu
saham (excess return of stock) (Suad, 2005:166). Teori pasar modal menekankan
hubungan antara risiko pasar dan tingkat pengembalian merupakan hubungan
yang bersifat searah dan linier, artinya semakin besar risiko yang harus
ditanggung maka semakin besar pula return, hal tersebut akan mempengaruhi
harga saham (Tryfino, 2009).
Berdasarkan data laporan keuangan perusahaan yang telah dipublikasi di
Bursa Efek Indonesia (BEI) selama 6 tahun yaitu tahun 2007 sampai tahun 2012.
Berikut adalah tabel data rata-rata pertahun harga saham, EPS, DER, ROE, BVS
dan Beta saham pada sektor property, real estate and building construction di BEI
pada tahun 2007-2012, yaitu:
Tabel 1.1
Data Rata-rata Pertahun Harga saham, EPS, DER, ROE, BVS dan Beta Saham
pada Sektor Property, Real Estate and Building Construction di BEI pada Tahun
2007-2012
Rata-rata pertahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Harga Saham (Rp) 624,59 222,27 266,95 431 561,95 953,95
EPS (Rp) 21,05 8,24 34,85 47,4 79,57 107,89
DER (X) 1,97 1,66 1,50 1,14 1,06 0,92
ROE (%) 2,07 3,16 12,16 12,89 12,21 12,71
BVS (Rp) 480,54 410,96 435,99 466,24 599,85 661,22
Beta Saham 0,174 0,144 0,046 0,127 0,281 0,527
Sumber : www.idx.co.id periode 2007-2012 (data sudah diolah)
Berdasarkan data pengamatan menunjukkan bahwa EPS terendah terdapat
pada tahun 2008 sebesar Rp 8,24 sedangkan nilai tertinggi pada tahun 2012
sebesar Rp 107,89 hal yang sama terjadi pada harga saham. DER mengalami
penurunan, DER tertinggi pada tahun 2007 sebesar 1,97 kali dan DER terendah
pada tahun 2012 yaitu 0,92 kali sedangkan harga saham meningkat dari tahun

12



2008-2012. Berdasarkan data pengamatan menunjukkan rata-rata harga saham
yang mengalami peningkatan dari tahun 2009-2011, sejalan dengan rata-rata ROE
meningkat pesat di tahun 2009 namun cenderung tetap hingga tahun 2012. Pada
tahun 2010, ROE tertinggi mencapai 12,89% sedangkan ROE terendah di tahun
2007 sebesar 2,07%. BVS terendah pada tahun 2008 sebesar Rp 410,96 dan
pencapaian tertinggi pada tahun 2012 sebesar Rp 661,22. Pergerakan rata-rata
BVS searah dengan pergerakan harga saham pada tahun 2007-2012. Beta saham
mengalami penurunan pada tahun 2009, hal ini berlawanan arah dengan harga
saham, beta saham terendah pada tahun 2009 sebesar 0,046 dan beta tertinggi
sebesar 0,567 pada tahun 2012.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Laba Per Lembar Saham, Rasio
Total Hutang Dengan Ekuitas, Tingkat Pengembalian Atas Ekuitas, Nilai
Buku Per Lembar Saham dan Beta Saham terhadap Harga Saham pada
Sektor Property, Real Estate and Building Construction yang Terdaftar di BEI
tahun 2007-2012.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Laba Per Lembar Saham (Earning Per Share) pada tahun 2008 mengalami
penurunan, sejalan dengan harga saham yang pada tahun 2008 mengalami
penurunan, namun pada tahun 2009-2012 mengalami peningkatan.

13



2. Rasio Total Hutang Dengan Ekuitas (Debt to Equity Ratio) mengalami
penurunan dari tahun 2007-2012 bergerak berlawanan arah dengan harga
saham tahun 2009-2012.
3. Tingkat Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) tahun 2007-2012
mengalami peningkatan secara terus menerus berlawanan arah dengan harga
saham 2007-2008.
4. Nilai Buku Per Lembar Saham (Book Value Per share) pada tahun 2008
mengalami penurunan, sejalan dengan harga saham yang pada tahun 2008
mengalami penurunan dan kembali meningkat pada tahun 2009-2012.
5. Beta saham mengalami penurunan pada tahun 2009, hal ini berlawanan arah
dengan harga saham yang mengalami peningkatan.
6. Harga saham mengalami penurunan drastis pada tahun 2008 dan pada tahun-
tahun selanjutnya harga saham meningkat pesat.

1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas,
maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Laba Per Lembar Saham, Rasio Total Hutang Dengan Ekuitas,
Tingkat Pengembalian Atas Ekuitas, Nilai Buku Per Lembar Saham, Beta
Saham dan Harga Saham pada sektor property, real estate and building
construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007-2012.
2. Berapa besar pengaruh Laba Per Lembar Saham, Rasio Total Hutang Dengan
Ekuitas, Tingkat Pengembalian Atas Ekuitas, Nilai Buku Per Lembar Saham
dan Beta Saham terhadap Harga Saham secara parsial dan simultan pada

14



sektor property, real estate and building construction yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) tahun 2007-2012.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mendapatkan jawaban atas
permasalahan yang telah dirumuskan, yaitu :
1. Untuk mengetahui kondisi Laba Per Lembar Saham, Rasio Total Hutang
Dengan Ekuitas, Tingkat Pengembalian Atas Ekuitas, Nilai Buku Per Lembar
Saham, Beta Saham dan Harga Saham pada sektor property, real estate and
building construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2007-2012.
2. Untuk mengetahui besar pengaruh Laba Per Lembar Saham, Rasio Total
Hutang Dengan Ekuitas, Tingkat Pengembalian Atas Ekuitas, Nilai Buku Per
Lembar Saham dan Beta Saham terhadap Harga Saham secara parsial dan
simultan pada sektor property, real estate and building construction yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007-2012.

1.4 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan serta
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka kegunaannya adalah sebagai
berikut :
1.4.1 Kegunaan Teoritis
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
memperdalam dan mengaplikasikan teori-teori keuangan khususnya

15



mengenai Laba Per Lembar Saham, Rasio Total Hutang Dengan
Ekuitas, Tingkat Pengembalian Atas Ekuitas, Nilai Buku Per Lembar
Saham, Beta Saham dan Harga saham.
2. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
sumber informasi dan referensi untuk memungkinkan penelitian
selanjutnya dalam melakukan penelitian mengenai topik-topik yang
berkaitan dengan penelitian ini, baik yang bersifat melanjutkan
maupun melengkapi.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai Laba Per Lembar Saham, Rasio Total Hutang
Dengan Ekuitas, Tingkat Pengembalian Atas Ekuitas, Nilai Buku Per
Lembar Saham dan Beta Saham terhadap harga saham pada pada
property, real estate and building construction dalam pengambilan
keputusan investasi.
2. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini juga di harapkan dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi saham
khususnya pada pada sektor property, real estate and building
construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) berdasarkan
harga saham sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan berinvestasi.

Anda mungkin juga menyukai