Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Dari bakteri aerob yang dominan ialah Stafilokokus aureus, Stafilokokus epidermidis,
Streptokokus viridans, sedangkan golongan anaerob ialah Peptokokus, Peptostreptokokus,
Bacteroides gram positif batang, Gram negatif kokus. Obat pilihan untuk abses dentogen
ialah penisilin (Gerico 181) Tetapi dari tahun ke tahun obat ini menimbulkan resistensi
terhadap bakteri, sehingga pada saat ini sudah banyak bakteri yang resisten terhadap
penisilin, hal ini karena bakteri dapat membentuk enzim betalaktamase yang
menghancurkan kerja antibiotika tersebut. Diantara bakteri tadi ialah bakteri anaerob seperti
Bacteroides corrodens, Bacteroides Melaninogenikus dll. Dengan mampunya bakteri
membentuk enzim ini maka terapi dengan penisilin akan gagal. Ampisilin merupakan derivat
dari penisilin yang dibuat secara sintetis. Obat ini masih berkhasiat tinggi untuk mengatasi
infeksi di dalam rongga mulut dan rahang. Namun kenyataanya di beberapa kota besar,
resistensi bakteri terhadap ampisilin pun telah meningkat. Di Bandung penelitian penulis
tahun 1969 terhadap absesabses di rongga mulut dan, rahang di RSHS menunjukkan sudah
adanya bakteri aerob maupun anaerob yang resisten terhadap antibiotika ini namun secara
statistik masih tergolong kecil (anaerob 3,8%, aerob 7%). Oleh karena itu masih dapat
digunakan didalam menanggulangi kasus-kasus infeksi dentogen
PENJALARAN INFEKSI
Infeksi yang berasal dari periapikal atau periodontal menembus tulang alveolar kearah intra
oral atau ekstra oral. Kalau intra oral setelah menembus tulang alveolar, infeksi terjadi di
awali periosteum menyebabkan periostitis yang kemudian berlanjut menjadi abses
subperiostal, infeksi kemudian akan menembus periost masuk ke dalan jaringan di atas
periost membentuk abses submukus karena abses masih terletak didalam jaringan submukosa
PUS akan mencari jalan keluar menembus submukus.
Abses Periapikal
Abses periapikal atau disebut juga abses alveolar akut yang dimulai di daerah periapikal
disebabkan oleh pulpa nekrotis. Abses ini terjadi segera setelah trauma pada jaringan pulpa
atau dapat juga setelah periode laten lama yang kemudian secara mendadak berkembang
menjadi infeksi akut dengan simptom inflamasi seperti rasa sakit yang hebat tanpa disertai
dengan pembengkakan. Tetapi infeksi dapat menjalar menembus tulang alveolar keluar dan
menimbulkan abses subperiostal atau supraperiostal. Sebelun menimbulkan abses-abses ini,
infeksi dapat menimbulkan selulitis pada regio jaringan yang bersangkutan. Jaringan lunak
menjadi padat dan keras pada palpasi, keadaan demikian disebut iridant Selama ini pasien
merasakan keadaan yang sangat tidak nenyenangkan sampai terbentuknya abses.
Perawatan ditujukan untuk mengobati dan melokalisir iridant selama periode indurasi,
membatasi infeksi pada tempat tersebut dan kemudian menghilangkan penyebab infeksi.
Pemberian antibiotika yang tepat baik dosis maupun waktunya dapat membantu mengatasi
keadaan infeksi yang hebat dan membahayakan. Untuk membantu melokalisasi infeksi dapat
dilakukan dengan kompres hangat dan sering kumur dengan air hangat Setelah terbentuk
abses baru dilakukan insisi dan drenase. Secara fisiologis pada saat ini tubuh telah
membentuk barier disekeling abses, sehingga pada palpasi dapat dirasakan adanya fluktuasi.
Semakin dalam letak abses semakin sukar untuk diketahui adanya fluktuasi dengan palpasi.
Tindakan selanjutnya ialah melakukan trepanasi gigi tersebut untuk mengurangi tekanan,
namun apabila dengan trepanasi tidak mengurangi rasa sakit, maka harus dilakukan
pencabutan gigi tersebut.
Filosofi untuk tidak melakukan pencabutan gigi dalam keadaan infeksi akut telah
ditinggalkan. Harus disadari bahwa tulang alveolar itu padat, sehingga satusatunya jalan
untuk mempercepat pengeluaran pus yang terkumpul di apeks gigi ialah dengan pencabutan.
Bila pencabutan ditundatunda maka infeksi dapat menyebar ke jaringan sekitarnya
menimbulkan septikemi atau osteomiolitis atau keduanya.
Pencabutan gigi dengan infeksi akut harus dilakukan setelah pasen dilindungi cukup dengan
antibiotika sampai konsentrasi dalam darah cukup tinggi. Antibiotika dipilih yang sesuai
nituk mikroorganisme penyebab. Ekstraksi gigi lebih dan satu atau pembedahan radikal harus
dihindarkan sampai infeksi reda.
Untuk abses periapikal yang telah menembus tulang dan membentuk abses di luar tulang
harus dilakukan insisi dan drenase abses serta pencabutan gigi sekaligus.
Bi1a gigi hendak dipertahankan, maka sebelumnya ditrepanasi dulu dan di insisi untuk
drenase abses. Insisi ekstra oral atau pun intra oral harus dipilih tempat yang tidak merusak
berkas neurovaskuler. Apabila sulit mencari yang aman, insisi dilakukan hanya sampai
submukus, kemudian dilanjutkan dengan arteri klem sampai ke tulang, kemudian arteri klem
dibuka sehingga pus akan mengalir keluar
Abses Pericoronal
Abses pericoronal sering timbul pada masa bayi, anakanak dan dewasa muda. Pada bayi
dan anak-anak abses perikoronal berhubungan dengan erupsi gigi. Yang paling sering ialah
infeksi perikoronal pada orang dewasa muda yaitu pada molar ketiga bawah. Simptom
penyakit bervariasi dan sering pasien merasakan sebagai infeksi di daerah tonsil atau
teggorokan sehingga pasien mencari pengobatan kepada dokter umum. Yang menarik dari
infeksi pericoronal ini ialah simpton dan tandatandanya seperti abses peritonsilar dan
infeksi streptokokal tenggorokan sehingga pasien dirawat untuk diagnosa penyakit itu dan
berulangulang. Sampai suatu saat gigi nolar ketiga dapat didiagnosa sebagai penyebab
penyakit tadi.
Simpton yang khas dari infeksi perikoronal molar tiga bawah ialah adanya limfadenopati,
trismus, sakit pada regio molar tiga dan keadaan umum yang gelisah disertai kenaikan suhu
tubuh. Simptom-simptom ini bervariasi dari setiap kasus yang timbul.
Adanya pembengkakan di sekitar gusi yang menutup gigi molar tiga bawah mengakibatkan
kesukaran mengunyah. Untuk mempercepat mengecilnya jaringan itu, maka perlu drenase
dengan dren karet atau perban yodoform yang ditetesi eugenol untuk mengurangi rasa sakit
dan tiap hari diganti. Pasien kumur air hangat selama lima menit dengan interval setengah
jam.
Pengobatan dengan antibiotika diberikan agar cepat mereda. Pengambilan gigi impaksi
dilakukan apabila keadaan gigi tersebut tidak mungkin erupsi dengan baik dan penyakit
sering kambuh. Apabila posisi baik, tempat cukup maka dapat dilakukan operkulektomi
untuk mempertahankan gigi tersebut.
Abses Periodontal
Abses berkembang dan infeksi periodontal yang disebabkan oleh bakteri pyogen. Pus yang
terbentuk di dalam soket akan dikeluarkan melalui saku periodontal. Tapi pada suatu saat
gusi pada permukaan saku menutup sehingga pus yang berada di dalam saku gusi tidak dapat
keluar menimbulkan suatu abses periodontal dengan gejalagejala klinis gigi sakit pada
sentuhan, gigi terasa memanjang, gigi goyang, pembengkakan pada gusi sekitar gigi tersebut,
eritema, pembengkakan kelenjar limf regional yang sakit pada perabaan.
Perawatan terdiri dari insisi untuk pembuatan drenase. Aplikasi arteri klem untuk
membesarkan lubang drenase harus mencapai dasar poket. Tindakan ini dikerjakan setelah
pasien dilindungi dengan antibiotika dulu sebelumnya untuk mencegah penyebaran infeksi ke
tulang alveolar dan penyebaran infeksi menjadi septikemi. Kalau fase akut telah reda, apabila
gigi masih dapat dipertahankan, karena kerusakan tulang hanya pada satu dinding alveolar,
dilakukan kuretase dan perawatan periodonsium lanjutan. Namun apabila tulang alveolar
sudah rusak lebih dari satu dinding maka pilihan utama ialah pencabutan gigi.
Infeksi Rongga Mastikasi
Rongga mastikasi termasuk regio subperiostal mandibula, dan rongga yang berisi ramus
mandibula dan otototot mastikasi yakni m. maseter, m. pterigoideus lateral dan medialis
dan m. temporalis.
Infeksi rongga mastikasi selalu berasal dan gigi, terutama molar bawah. Penting untuk diingat
bahwa abses pada rongga mastikasi sering menimbulkan infeksi rongga para faringeal. Kedua
macan abses ini harus dapat didiagnosa dengan tepat mengingat perawatannya sangat
berbeda.
Infeksi rongga mastikasi bertendensi besar untuk sering menimbulkan penyebaran infeksi ke
infra temporalis, rongga kelenjar parotis dan bahkan ke lateral parafaningeal.
Infeksi rongga mastikasi terjadi melalui
1. Infeksi melalui molar dua bawah terutama dari molar tiga bawah.
2. Tindakan anestesi yang tidak aseptis pada anestesi lokal untuk nervus mandibularis.
3. Trauma pada mandibula eksternal atau fraktura menyangkut molar tiga bawah.
Secara patologis, infeksi rongga mastikasi mempunyai karakteristik adanya mandibular
subperiostal abses dan selulitis mandibula, masseter dan pterigoid abses dapat terlibat. Bila
infeksi lebih ke anterior akan meliputi korpus mandibula
Pada keadan tertentu dapat timbul osteomielitis pada ramus mandibula, hal ini Lerutama
terjadi apabila tidak dilakukan drenase yang tepat.
Klinis abses rongga mastikasi ditandai terutama dengan adanya trismus, rasa sakit dan
pembengkakan yang terjadi beberapa jam setelah pengambilan gigi molar bawah atau oleh
karena trauma mandibula. Tandatanda klinis ini akan bekembang cepat dan mencapai
puncaknya pada hari ke 3 sampai hari ke tujuh. Trismus yang terjadi sangat parah karena
menyangkut m. masseter dan m. pterigoideus. Sakit terasa hebat, suhu tubuh meningkat, sakit
menelan
Terapi umumnya secara konservatif dulu, drenase multipel yaitu melalui ekstra oral dan intra
oral untuk memperlancar pengeluaran pus. Kadangkadang terjadi drenase secara spontan
pada hari ke empat sampai hari ke delapan. Pemberian khemoterapi saja tidak berguna kalau
sudah ada supurasi.
Infeksi Spasium Temporalis
Spasium Temporalis ada yang superfisial dan profunda. Infeksi spasium temporalis biasanya
terjadi secara sekunder setelah infeksi pertamatama pada ronggarongga mastikator,
ptenigopalatin dan rongga infratemporalis.
Klinis terdapat rasa sakit dan trismus, Ekstra oral pembengkakan di atas temporal jelas tapi
kadangkadang tidak jelas. Insisi untuk drenase dilakukan di atas lengkung zigoma
menembus kulit, fasia superfisialis dan fasia temporalis. Utuk mencapai rongga temporal
dalam perlu insisi menembus otot temporal
Rongga submandibula dan sublingual
Istilah rongga submandibula termasuk rongga submental karena kedua rongga ini saling
berhubungan. Rongga submental terletak ditengah antara simfisis dan tulang hioid. Lateral
dibatasi oleh m. digastrikus pars anterior. Dasarnya terbentuk oleh m. milohioid sedang
atapnya oleh bagian suprahioid fasia serfikal dalam. Dalam rongga ini berasal vena yugularis,
selain itu juga berisi kelenjar limfe submental.
Rongga submandibula atau rongga digastrik terletak lateral terhadap rongga submental,
dibelakang bawah dibatasi oleh otot stiloid dan m. digastrikus pars posterior. Antero
inferior oleh digastrikus pars anterior dan di atas oleh tepi bawah mandibula. Dasarnya
dibentuk oleh m. milohioid dan m. hioglosus. Rongga submandibula berisi kelenjar liur
submandibula dan arteri serta vena.
Rongga sublingual terletak di atas m. milohioid. Atapnya dibentuk oleh mukosa dasar mulut.
Ke arah lateral berhubungan dengan bagian dalam mandibula di atas linea milohioid. Ke
medial dibatasi oleh m. geniohioid dan m. genioglosus
Dasarnya adalah m. milohiold, rongga ini berisi kelenjar liur sublingualis, bagian dalam
kelenjar liur submandibula. dan saraf serta pembuluh darah.
Infeksi yang paling berbahaya yang menyangkut rongga submental, submandibula dan
sublingual ialah flegmon dasar mulut (Ludwig Angina).
Perawatan flegmon dasar mulut tidak dapat dilaksanakan di klinik gigi mengingat keadaan
pasien demikian memerlukan penanganan khusus. Pasien dengan fleganon dasar mulut
mebberi gejala dan tanda klinik yang berat antara lain pasien tampak sangat kesakitan, susah
bernapas apalagi dalam posisi terlentang, suhu tubuh meningkat, begitu pula nadi menjadi
cepat Pasien tampuk pucat karena sudah beberapa hari tidak masuk makanan.
Pembengkakan pada daerah leher dan dagu warna merah, pembengkakan keras seperti papan
dan tidak ada fluktuasi, pasien tidak dapat menutup mulut karena lidah terdesak keatas dan
kebelakang, air liur mengalir dari sudut mulut karena hipersalivasi dan pasien sukar menelan.
Perawatan terdiri dari perawatan umum dan lokal, perawatan ini terdiri dari peningkatan daya
tahan tubuh dengan pemberian cairan tinggi kalori dan protein melalui infus, serta pemberian
ruboransia. Pasien harus istirahat total di ruang perawatan dengan diperhatikan jalan napas
agar tetap lancar, keseimbangan cairan elektrolit dipertahankan. Antibiotika diberikan dosis
tinggi dan yang mencakup bakteri penyebab infeksi termasuk bakteri aerob dan anaerob,
sebelum dilakukan kultur bakteri dan pemeriksaan test senstifitas. Apabila pasien mendapat
kesukaran bernapas perlu dilakukan trakheostomi dan pemberian oksigen.
Insisi dan pembuatan drenase abses dikerjakan sesudah ada fluktuasi. Biasanya dilakukan
multipel drenase untuk memperlancar pengeluaran pus dan nengurangi ketegangan jaringan.
penusukan dengan arteri klem ditujukan kearah atas dan belakang lidah, dicari kirakira
tempat berkumpulnya pus. Pencabutan gigi penyebab dilakukan setelah infeksi reda dan
pasien sudah dapat membuka mulut.
Abses Parafaringeal
Rongga parafaringeal meluas dari basis kranii sampai ke batas tulang hioid. Di bagian medial
dibatasi oleh m. konstriktor faring, lateral oleh mandibula, otot pterigoideus medialis dan
bagian retro mandibula kelenjar parotis, didepan dibatasi oleh rongga pterigomandibula,
dibelakang oleh fasia prevertebra dan kearah superior oleh bagian petrosus tulang temporal
dan kebawah oleh perlekatan kapsul kelenjar submandibula ke sarung otot stilomandibula
dan bagian belakang otot digastrikus. Rongga ini dibagi dua oleh prosesus stiloideus menjadi
bagian anterior dan posterior Dua ruangan ini tidak terpisah sekali tapi nasih ada hubungan,
namun infeksi dapat mengenai hanya satu ruang saja.
Ruang depan berisi kelenjar limf, arteri faringeal asendens dan arteri fasialis dan jaringan
penyambung jarang. Ruang belakang
diisi oleh caroted sheath dengan arteri carotis interna, vena yugularis interna dan nervus
vagus juga m. glosofaringeus, aksesori hipoglosal dan trunkus simpatikus servikalis.
Infeksi rongga parafaringeal sangat berbahaya dan sering menimbulkan kenatian. Rongga ini
sering terinfeksi oleh penyebaran dari infeksi tonsila palatina, mastoid sel, kelenjar parotis
dan dapat juga oleh infeksi dan gigi yang menjalar dari infeksi rongga mastikasi.
Secara patologis infeksi di rongga parafaringeal berupa pembentukan abses, namun ada
kalanya tidak terjadi abses karena infeksi menyebar dengan cepat seperti halnya pasien
Angina Ludovici
Gambaran klinis tampak sebagai akibat penyebaran infeksi dan molar tiga atas, disertai
dengan kenaikan suhu dengan cepat, pasien menggigil bila terjadi septikemi. Tinitus jelas
sekali karena iritasi otot ptenigoideus medialis serta juga rasa sakit yang hebat. karena
tekanan tinggi akibat akumulasi pus antara otot pterigoideus medialis dan konstriktor
faringeus. Sakit menelan hebat, sesak napas tapi tidak menonjol seperti pada Angina
Ludovici
Bila infeksi mengenai ruang bagian depan, maka tampak pembengkakan ekstra oral disebelah
depan otot sternokleidonastoideus Pembengkakan inii mulai tampak pada angulus
mandibula, pembengkakan dapat menyebar ke atas ke kelenjar parotis. Di daiam rongga
mulut tampak penonjolan ke medial dan dinding faring dan mendorong tonsila palatina
ketengah. Infeksi di bagian ini mnenimbulkan sakit dan trismus hebat tetapi biasanya tidak
menunjukkan septikemi
Infeksi yang menyerang ruang bagian belakang parafaringeal, gambaran klinis yang terutama
ialah gejala septikemi, Sedikit trismus dan rasa sakit. pembengkakan ekstra oral tidak begitu
besar seperti pada abses yang terjadi di bagian depan
Di rongga mulut pembengkakan pada dinding faring di belakang arkus palatogiosus.
Komplikasi abses ini sangat gawat terutama bila telah menyangkut bagian belakang ruang
parafaringeal, komplikasi ini menyangkut :
1. paralisis pernapasan akibat dari edema laring,
2. trombosis vena yugularis interna dan
3. erosi arteri karotis interna.
Tindakan bedah untuk pembuatan drenase sangat diperlukan pada keadaan septikemi atau
hemoraghi. Tindakan bedah ini dapat secara ekstra oral atau intra oral. Insisi ekstra oral
diperlukan pada waktu menanggulangi hemoraghi. Insisi sepanjang tepi depan otot
sternomastoideus, meluas dari bawah kesudut mandibula ke sepertiga tengah kelenjar
submandibula. Insisi intra oral jangan dilakukan bila ada perdarahan hebat, tapi kalau tidak
ada maka insisi dibuat di bagian lateral rafe pterigomandibula dan memasukan hemostat
sepanjang ramus mandibula medial otot pterigoideus medialis dan lateral otot konstriktor
faring ke belakang. Pada keadaan tertentu diperlukan tindakan trakheostomi untuk menjaga
kelancaran jalan napas.

Anda mungkin juga menyukai