Anda di halaman 1dari 10

Istilah :

Otopsi : Autopsi (otopsi) adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, dengan tujuan menemukan
proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan
tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-
kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. (Mansjoer, 2000).
http://sampahtutorial.blogspot.com/
Paramedik : Tenaga paramedik adalah tenaga kesehatan sarjana muda atau.
setingkat menengah dan rendah;
http://www.toodoc.com/p2t_008/00873b5c61cc68f9fcdc15c126965f7d.html
Paramedis adalah profesi medis, biasanya anggota layanan medis darurat, yang terutama menyediakan
perawatan gawat darurat dan trauma lanjut pra-rumah sakit. Menurut UU Tahun 1964 No. 18 Tentang
Wajib Kerja Tenaga Para Medis Pasal 1, maka tenaga paramedis dimaksud tenaga kesehatan Sarjana
Muda, menengah dan rendah, antara lain :
di bidang farmasi :asisten apoteker dan sebagainya,
di bidang kebidanan : bidan dan sebagainya,
di bidang perawatan : perawat, phisie-terapis dan sebagainya,
di bidang kesehatan masyarakat :penilik kesehatan, nutrisionis dan lain-lain,
di bidang-bidang kesehatan lain (umpama untuk laboratorium, analis).
Paramedis bertugas mempersiapkan perawatan gawat darurat segera, krisis intervensi, stabilisasi
penyelamatan hidup, dan mengangkut pasien yang sakit atau terluka ke fasilitas perawatan gawat
darurat dan bedah seperti rumah sakit dan pusat trauma bila memungkinkan.
[1]

Istilah paramedis diserap oleh bahasa Indonesia dari bahasa Inggris paramedic, di mana istilah
ini berasal dari gabungan kata para- (bantu) +medical, yang berarti "berhubungan dengan
kedokteran dalam kapasitas bantuan
[2]
," lalu datanglah istilah militer paramedis, yang berarti
korps parasut medis. Di Perancis, Kanada, dan daerah lain di mana bahasa Perancis pernah
menjadi bahasa umum, istilah ini dapat dipertukarkan dengan Beignets-Tremper.
Seorang profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan
peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Profesional
Seorang profesional adalah orang yang menyadari betul arah kemana ia menjurus, mengapa ia
menempuh jalan itu, dan bagaimana caranya ia harus menuju sasarannya. Ia menyenangi
pekerjaannya karena ia bisa mengerjakannya dengan baik. Ia mengerjakannya dengan baik oleh
karena ia menyenangi pekerjaan itu. Seorang profesional adalah seorang yang senantiasa siap
siaga dengan gagasan bila diperlukan, ditambah dengan selusin gagasan lainnya sekalipun tidak
ada orang yang meminta daripadanya. Ia adalah seorang yang mau bekerja keras untuk mencapai
tujuannya, dan tetap juga tidak kehilangan semangat kerja keras itu dalam tugasnya.

Seorang professional adalah seseorang yang gairah kerjanya sangat mengagumkan. Ia adalah
seorang yang realistis, yang menyadari kemungkinannya membuat kesalahan. Akan tetapi ia
cukup bijaksana pula untuk tidak membuat kesalahan yang sama sampai dua kali.

Seorang profesional adalah orang yang cukup jujur mengakui kegagalannya, tetapi juga mampu
mengatasi rasa putus asanya, dan cukup tabah untuk mencoba lagi usahanya sampai berulang
kali. Ia memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang penting dan mana yang tidak
penting. Akan tetapi cukup bijaksana untuk menanggulangi segala kesulitan yang timbul.

Seorang profesional adalah seorang tukang khayal. Sekalipun angan-angannya melambung
tinggi, tetapi kakinya harus tetap berpijak di atas tanah. Ia memperhatikan sampai soal-soal yang
kecil, akan tetapi menolak soal-soal kecil itu mempengaruhi pikirannya sehingga menjadi cemas.
Ia tahu caranya memimpin tanpa bertindak sebagai diktator, tetapi tahu pula mengikuti tanpa
kehilangan kewibawaannya. Pada saat ia memimpin, ia memperkembangkan bibit-bibit
kepemimpinan kepada bawahannya; sedangkan pada saat ia bekerja, ia memperlihatkan contoh
bekerja yang baik bagi bawahannya. Ia tidak menunggu sampai ada orang lain mendorong dia
melakukan sesuatu, sebab ia tahu mengambil prakarsa sendiri.

Seorang profesional itu penuh daya cipta, tetapi tidak eksentrik. Ia berani mencoba sesuatu,
tetapi tidak pula sembrono. Ia mengabdikan diri penuh, tetapi tidak pula fanatik.

Seorang profesional adalah seorang yang senantiasa merampungkan pekerjaannya sampai
berhasil.

Berbahagialah kita memiliki jiwa semacam itu !
__________________
http://www.indonesiaindonesia.com/f/42930-arti-profesional/



Penatalaksanaan Gawat Darurat Korban Kecelakaan Sesuai Dengan Etika, Hukum, dan
Disiplin Profesi Kedokteran

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penderita gawat darurat adalah penderita yang oleh karena suatu penyebab
(penyakit, trauma, kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak segera ditolong akan
mengalami cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal. (Sudjito, 2003).
Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), pasal 2, setiap dokter
harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang
tertinggi, yaitu sesuai dengan perkembangan IPTEK kedokteran, etika umum, etika
kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/jenjang pelayanan kesehatan dan situasi
setempat. (MKEK, 2002).
Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 2:
Korban kecelakaan seorang wanita muda tanpa identitas dibawa penolong ke RS.
Korban dalam keadaan tidak sadar, dimasukkan imstalasi gawat darurat. Dokter
bersama paramedik dengan profesional memberikan pertolongan sesuai standar profesi.
Usaha penyelamatan pasien gagal, setelah dilakukan pertolongan di IGD selama 10
menit korban meninggal. Korban dibawa ke kamar jenasah untuk dilakukan otopsi untuk
mengetahui sebab kematian.
Autopsi (otopsi) adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, dengan tujuan
menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas
penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan
sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
(Mansjoer, 2000).
Dalam laporan ini, penulis mencoba menganalisis penatalaksanaan pasien gawat
darurat dari segala aspek yang terkait. Diharapkan mendatang apabila terdapat
permasalahan yang melibatkan berbagai aspek kehidupan, mahasiswa dapat
menyelesaikan permasalahan berdasarkan pengalaman yang telah diperoleh selama
pembelajaran.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana prosedur penatalaksanaan pasien gawat darurat sesuai standar profesi
kedokteran dan standar prosedur operasional?
Bagaimana prosedur penatalaksanaan post-mortem pasien tanpa identitas?
C. TUJUAN PENULISAN
Mengetahui prosedur penatalaksanaan pasien gawat darurat sesuai standar profesi
kedokteran dan standar prosedur operasional.
Mengetahui prosedur penatalaksanaan post-mortem pasien tanpa identitas.
D. MANFAAT PENULISAN
Mahasiswa dilatih untuk memecahkan berbagai macam kasus yang memerlukan
pertimbangan dari beberapa aspek terkait sesuai standar profesi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dokter dalam pelaksanaan praktiknya wajib memberikan pelayanan medis sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
(UU Pradok, 2004). Berdasarkan KODEKI pasal 13, setiap dokter wajib melakukan
pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
lain yang bersedia dan lebih mampu memberikan. (MKEK, 2002).
Dalam UU No. 29 tahun 2004, pasal 45 ayat 1, setiap tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan. (UU Pradok, 2004). Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Informed Consent menyatakan, dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak
didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat darurat
dan atau darurat yang memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak
diperlukan persetujuan dari siapapun. (Per. Menkes, 1989).
Dalam penanganan penderita gawat darurat yang terpenting bagi tenaga kesehatan
adalah mempertahankan jiwa penderita, mengurangi penyulit yang mungkin timbul,
meringankan penderitaan korban, dan melindungi diri dari kemungkinan penularan
penyakit menular dari penderita. (Sudjito, 2003).
Seorang tenaga kesehatan yang melakukan tindakan medik tanpa persetujuan
apapun dapat dianggap melakukan penganiayaan, diatur dalam pasal 351 KUHP. Apabila
mengakibatkan matinya orang, maka yang bersalah dipidana penjara paling lama tujuh
tahun. (KUHP, 2008). Namun, dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran juga
memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional. (UU Pradok, 2004).
Autopsi forensik/medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga
meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan,
pembunuhan, maupun bunuh diri. Tujuannya antara lain untuk mengidentifikasi mayat,
menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian. (Mansjoer,
2000).
Secara yuridis, persetujuan keluarga jenazah tidak diperlukan dalam prosedur
autopsi forensik. Dokter hanya merupakan pelaksana permohonan penyidik (dalam hal
ini Kepolisian) untuk melakukan autopsi, sehingga apabila keluarga keberatan atas
pelaksanaan autopsi, keberatan dapat disampaikan pada penyidik. (Hamdani, 1992).
Menurut Majma Fiqih Islami tahun 1987, tindakan autopsi diperbolehkan, untuk
mengetahui penyebab kematian, kepastian tentang penyebab suatu penyakit, dan untuk
pengajaran kedokteran. (Sarwat, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN
Sesuai dengan kaidah dasar bioetik, kewajiban menolong pasien gawat darurat
termasuk dalam konsep beneficence. Dalam penanganan pasien gawat darurat, dokter
harus memperhatikan standar profesi dan standar prosedur operasional. Pelayanan
terhadap pasien gawat darurat harus dilaksanakan sesegera mungkin, mengingat jiwa
pasien mungkin saja gagal diselamatkan apabila penanganan terlambat.
Apabila pasien tidak sadar dan tidak disertai keluarganya, maka dokter berhak
untuk memutuskan tindakan medik yang akan diambil tanpa persetujuan siapapun, dan
didasarkan pada kebutuhan medik pasien.
Apabila setelah dilakukan tindakan medis pasien meninggal, berarti hal ini
merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan (KTD). Perlu analisis lebih lanjut,
apakah kejadian ini akibat dari medical error atau tidak. Mungkin saja KTD terjadi akibat
risiko tindakan medis yang telah dianggap paling aman dan efektif dalam pengobatan
pasien. Dalam hal seperti ini, KTD tidak dapat digolongkan sebagai malpraktik.
Dokter dan tenaga kesehatan lain juga memperoleh perlindungan hukum,
sepanjang tindakan yang diambil sudah didasarkan pada standar profesi dan standar
prosedur operasional yang sesuai. Berbagai macam aspek dapat menjadi dasar
pertimbangan keputusan medis, dari etika, hukum (yuridispemerintah dan instansi,
maupun agama), dan disiplin profesi.
Autopsi, baik klinis, forensik, maupun anatomi memerlukan berbagai persyaratan
tertentu. Secara klinis, jenazah tanpa identitas dapat diautopsi jika diduga jenazah
menderita penyakit yang berbahaya bagi masyarakat, dan apabila dalam waktu 2x24 jam
tidak ada keluarga yang datang ke rumah sakit. Menurut prosedur autopsi forensik, dokter
dalam mengautopsi harus menerima surat perimtaan autopsi terlebih dahulu dari
penyidik, dalam hal ini Kepolisian.
Menurut agama Islam, autopsi dalam kasus ini diperbolehkan, karena untuk
mengetahui penyebab kematian. Namun menurut hukum, prosedur autopsi diatas masih
memerlukan beberapa syarat tertentu agar sesuai dengan hukum yang berlaku.
BAB IV
KESIMPULAN
Sesuai dengan sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional kedokteran,
penatalaksanaan pasien gawat darurat dapat dilaksanakan tanpa persetujuan tindakan
medik (informed consent) dari siapapun. Tenaga kesehatan harus mengusahakan
seoptimal mungkin agar pasien dapat bertahan hidup dan pulih dari keadaan gawat
darurat. Dalam KTD, sepanjang dokter dan paramedis telah berpegang pada konsep
standar profesi dan prosedur operasional, tindakan medis yang dilakukan tidak dapat
disebut malpraktik, dan tenaga kesehatan terlindung dari sanksi hukum oleh peraturan
kesehatan yang berlaku.
Pelaksanaan autopsi untuk kasus diatas selanjutnya dapat dilakukan apabila : 1)
ada surat permintaan dari Kepolisian, 2) dalam waktu 2x24 jam tidak ada keluarga
korban yang datang ke rumah sakit, dan 3) diduga jenazah menderita penyakit yang
berbahaya bagi masyarakat.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC.
Sudjito, M.H. 2003. Dasar-dasar Pengelolaan Penderita Gawat Darurat. Surakarta : UNS
Press.
Hamdani, Njowito. 1992. Ilmu Kedokteran Kehakiman Edisi Kedua. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran. 2002. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta : Majelis
Kehormatan Etika Kedokteran.
Mansjoer, Arif. Suprohaita. Wardhani, Wahyu Ika. Setiowulan, Wiwiek. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius.
Menteri Kesehatan RI. 1989. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 585/MENKES1PER/IX/1989
Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
Presiden RI. 2004. UU no. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
Sarwat, Ahmad. 2008. Hukum Mengotopsi Mayat. http://ustsarwat.eramuslim.com/search.php,
akses tanggal 20 Oktober 2008, 19:45.
Wujoso, Hari. 2008. Kaidah Dasar Bioetik.
Wujoso, Hari. 2008. KUHP.
Wujoso, Hari. 2008. Medical Error.

Abstrak:
Untuk memahami profesionalisme dalam bidang pediatri terapeutik ada baiknya ditelusuri lebih jauh
tentang profesionalisme kedokteran secara umum. Kita sudah lama mengenal istilah medicine is a
science and art. Sadar akan perkembangan ilmu pengetahuan, para pakar kedokteran kemudian
memahami bahwa medicine is an ever-changing science. Dalam buku teks Cecil Textbook of Medicine
edisi ke 21 karangan Goldman (2000) pada bagian I pasal 1 dengan judul: Medicine as a learned and
humane profession tertulis batasan ilmu kedokteran sebagai berikut: Medicine is not a science, but a
profession that encompasses medical sciences as well as personal, humanistic, and professional
attributes. Lebih jauh ditekankan bahwa profesionalisme dalam bidang kedokteran rnencakup:
Komitmen atau tanggung jawab dalam praktik kedokteran dengan standar tertinggi dan dalam
pengembangan dan peningkatan pengetahuan kedokteran
Komitmen dalam sikap dan perilaku yang dapat menopang kepentingan dan kesejahteraan pasien
Komitmen dalam aspek kebutuhan kesehatan di dalam masyarakat.

Profesionalisme kedokteran menginginkan altruisme, akuntabilitas, keunggulan, tugas, pelayanan,
kehormatan, integritas serta rasa saling menghargai. Dalam pengertian profesionalisme seperti di atas
inilah kita memaknai arti profesionalisme dalam bidang pediatri terapeutik.

Pengembangan kemampuan profesional yang sekarang dikenal sebagai continuing professional
development (CPD) mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan continuing medical
education (CME) karena selain pengembangan ilmu kedokteran, juga aspek profesional lainnya yakni
kompetensi (termasuk penalaran klinis dan keterampilan klinis), akuntabilitas, altruisme, kolegalitas
serta etika turut ditingkatkan dan dikembangkan. Semua komponen profesialisme tersebut di atas
terkait pula dengan aspek penanganan dan pengobatan penyakit. Peningkatan profesionalisme,
khususnya peningkatan dalam penanganan dan pengobatan pasien sekaligus bertujuan agar seorang
dokter, terutama klinikus, mempersiapkan diri terhadap rencana Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia (PB IDI) yang mengusulkan dimasukkannya audit medik dalam hukum kedokteran. Audit
medik perlu dilakukan sebagai upaya mengejawantahkan etika kedokteran dan melindungi pasien. Audit
medik merupakan jalan menuju pelayanan kedokteran yang lebih rasional, dengan kata lain agar dokter
lebih arif dan rasional dalam menuliskan resep bagi pasiennya.

Dalam elemen utama penataan klinis (clinical governance), audit klinis dan efektivitas klinis merupakan
dua unsur utama yang terkait erat dengan pengobatan. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan penataan
klinis di suatu rumah sakit, unsur terapi perlu dikuasai dan dijalani dalam kaitannya dengan audit klinis
dan efektivitas pengobatan.


Abstract:
http://www.digilib.ui.ac.id/helper/viewKoleksi.jsp?id=77488&lokasi=lokal&template=abstrak.d
etail.template

www.fk.uwks.ac.id/...Kedokteran/ETIKA%20KEDOKTERAN%20_%20KODEKI%20(4).pdf

Anda mungkin juga menyukai