Anda di halaman 1dari 2

Hubungan inflamasi pasien dengan sinusitis

Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan
jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen
pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya, inflamasi adalah reaksi vascular
yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah
ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis.
Inflamasi diklasifikasikan menjadi 2 : inflamasi akut dan kronis

Pada skenario, pasien mengalami inflamasi akut pada cavum nasi, disebabkan oleh karena pasien
memiliki rhinitis alergi, sehingga pada paparan allergen yang berulang-ulang dapat
menyebabkan inflamasi.

Berikut gambaran singkatnya :

Adanya stimulus (berupa allergen) reaksi hipersensitivitas tipe 1 IgE meningkat
degranulasi sel mast (tipe cepat) atau degranulasi sel basofil (tipe lambat) menginduksi
berbagai mediator, utamanya histamine vasodilatasi arteriol pada cavum nasi
mikrovaskuler jejas melebar perlambatan aliran darah bendungan eritrosit pada mukosa
cavum nasi (hiperemia) peningkatan permeabilitas endotel eksudasi protein plasma dan
sel-sel leukosit (neutrofil) pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi
mendesak cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial peningkatan konsentrasi protein
plasma tekanan osmotic intraskuler menurun, tekanan osmotic interstitium meningkat
keluarnya air dan ion-ion ke ektravaskuler akumulasi cairan di ekstravaskuler (edema)
sumbatan pada cavum nasi gangguan penghidu

Sedangkan pada kompleks osteomeatal, edema mengakibatkan silia-silia tidak bisa bergerak
bebas (akibat terlalu berdekatan) aliran sekret dari sinus terganggu penumpukan sekret
pada sinus sinusitis

Inflamasi kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-minggu
hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan,
dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan
vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai
oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan
perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis). Perubahan
radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda,
disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan
normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas
memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut.
Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh
mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur
tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit
autoimun.

Sumber :
Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation. Dalam S. L. Robbins &
V. Kumar, Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: Elsevier Saunders.
http://ikma10fkmua.files.wordpress.com/2011/03/inflamasi-akut-dan-kronik-s1-fkm-nila.pdf
[diakses : September 2014]

Anda mungkin juga menyukai