Anda di halaman 1dari 24

1

PRESENTASI KASUS

Asidosis Metabolik pada Gagal Ginjal Kronik






Disusun Oleh :

Rujitra Tanaya Namaskara (1102010259)




Pembimbing:

Dr. H. Hami Zulkifli Abbas, Sp. PD, M.HKes, FINANSIM

Dr. Sibli, Sp.PD


KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD ARJAWINANGUN 2014



2
BAB I
KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 24 Tahun
Alamat : Praja Kulon
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah
Tanggal masuk RS : 12-18-2014
Tanggal keluar RS : 15-08-2014

II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak nafas
Keluhan Tambahan :
Batuk, demam, pusing, mual, muntah dan nyeri di bagian punggung belakang bagian
bawah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak nafas, sesak
dirasakan memberat sejak 2 hari SMRS, sesak dirasakan saat beraktivitas maupun
saat beristirahat, sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pasien mengeluh
kepala pusing. Pasien mengeluh mual dan muntah sejak beberapa minggu SMRS.
Pasien juga merasakan sakit pinggang di bagian belakang sejak 3 bulan SMRS dan
pasien merasakan BAK yang sedikit 1 tutup botol air mineral, dengan frekuensi 3x
sehari dan berwarna kuning jernih, keluhan ini dirasakan 3 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal pernah menderita penyakit serupa sebelumnya. Pasien tidak ada
riwayat sesak nafas sebelumnya. Riwayat Hipertensi disangkal, riwayat DM
3
disangkal, Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi pemakaian obat-obatan dan
makanan sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa.
III. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 170/120 mmHg
- Nadi : 82 x / menit
- Pernapasan : 24 x /menit
- Suhu : 36.5
0
C
- Turgor kulit : Baik
- Tinggi Badan : tidak dilakukan pemeriksaan
- Berat badan : 55 Kg

KEPALA
- Bentuk : Normal, simetris
- Rambut : Hitam
- Mata : Konjungtiva anemis
sklera iktrerik
pupil isokor kanan = kiri,
Refleksi cahaya (+).
- Telinga : Bentuk normal, simetris
- Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi
- Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor
LEHER
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat deviasi trakhea dan tidak
ada pembesaran KGB. Tekanan Vena Jugularis tidak meningkat
4
THORAKS
Paru :
- Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri simetris
pergerakan napas kanan = kiri.
- Palpasi : Tidak teraba nyeri tekan
Fremitus taktil kanan = kiri
- Perkusi : Sonor pada lapang paru
- Auskultasi : Pernapasan vesikuler, Rh-/-, Wh -/-
Jantung :
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
- Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V garis midclaviculla kiri
- Perkusi : Pekak pada jantung
Batas atas : sela iga III garis sternalis kanan
Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan
Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
- Inspeksi : Perut tidak membesar, tidak terlihat erlihat adanya sikatriks
umbilikus tidak menonjol
- Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+) di daerah epigastrium
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Undulasi (-)
- Perkusi : Shifting dullnes (+)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal

GENITALIA
Tidak dilakukan pemeriksaan
EKSTREMITAS
- Superior : Hangat
Sianosis (-/-)
5
Edema (-/-)
- Inferior : Hangat
Edema (-/-)
Sianosis (-/-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin Tgl (12-08-2010)
JENIS NILAI
Keterangan
SATUAN KISARAN NORMAL
WBC 11.8 10
3
/l 4.0 12.0
Limfosit 1,0 10
3
/l 1- 5
Monosit 0,5 10
3
/l 0.1 1.0
Granulosit 7,4 10
3
/l 2 8
Limfosit 10,8 L % 25 50
Monosit 5,8 % 2 10
Granulosit 83,4 h % 50 80
Eritrosit 2,10 L 10
6
/l 4 6.2
Hemoglobin 5,4 L g/dl 11 17
Hematokrit 17,5 L % 33 55
MCV 83,3 m
3
80 100
MCH 25,7 l Pg 26 34
MCHC 30,9 l g/dl 31.0 35.5
RDW 15,9 % 10 16
Trombosit 229 10
3
/l 150 400
MPV 7,1 m
3
7.0 - 11.0
PCT 0.163 l % 0.200 0.500
PDW 13,2 % 10 18.0


Kimia klinik tgl 12-08-2010
Fungsi ginjal
6
Ureum 83,2 mg/dl 10 50
Kreatinin 9,59 mg/dl 0.6 1.38
Uric Acid 9,47 mg/dl 3.34 7.0

Elektrolit
Natrium 144 mmol/L 136 145
Kalium 4,6 mmol/L 3.5 5.1
Clorida 102 mmol/L 97 111
Kalsium 9,13 mmol/L 1.15 1.29


CCT dengan formula COCKROFT-GAULT :
CCT = (140-umur) x BB (kg) = (140-24) x 55 x 0,85 = 5423 = 7,85
72 x kdr keratin serum 72 x 9,59 690,48

Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak nafas. Pasien
mengeluh kepala pusing, mual dan muntah. Pasien juga merasakan sakit pinggang
bagian belakang.

Pada pemeriksaan fisik adanya tensi 180/90, pernapasan 28x/menit, konjungtiva
anemis, undulasi (-), shifting dullnes (-), dan edema (-).
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan HB 5,4 g/dl, ureum 83,2 mg/dl, kreatinin
9,59 mg/dl, asam urat 9,47 mg/dl, kolesterol total 157,2.

DIAGNOSA
Gagal ginjal kronik grade V
7

DIAGNOSA BANDING
1. Gagal ginjal akut
2. Glomerulonefritis
3. Nefrotik sindrom

V. PENATALAKSANAAN
1. Bed rest.
2. O
2
2-4 L/menit.
3. Diet rendah protein ( 1800 kkal dengan protein < 1 gr/KgBB/hr )
4. CaCO3
5. Natrium bikarbonat
6. Asam Folat
7. B12
8. Infus D 5% 20 gtt/menit.
9. Ranitidine 2 x 1gr IV.
10. Ketorolac
11. Transfusi PRC 2 labu
12. Amlodipin

VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam





8
FOLLOW UP
Tanggal
12-08-2010 13-08-2010 14-08-2010
Keluhan Sesak (+), Batuk
berdahak

Sesak (+), mual (-),
Muntah (-)

Sesak berkurang,
mual (-), muntah (-)
Pemeriksaan fisik
- Kesadaran
- TD
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu
- Berat badan

CM
170/120mmHg
82x/mnt
27x/mnt
36,5
0
C
55

CM
180/140mmHg
88x/mnt
28x/mnt
36,3
0
C
55

CM
160/100
100x/mnt
32x/mnt
36,5
0
C
55

Mata
- Conjungtiva anemis


Abdomen


Ekstremitas

(+)


Undulasi (-)
Shifting dullnes (-)

Akral hangat
Edema (-)

(+)


Undulasi (-)
Shifting dullnes (-)

Akral hangat
Edema (-)

(+)


Undulasi (-)
Shifting dullnes (-)

Akral hangat
Edema (-)


Diagnosa



Susp Sindroma
Nefrotik




Gagal ginjal kronik
grade V



Gagal ginjal kronik
grade V










Penatalaksanaan






Bed rest
O
2
2-4 L/menit.
Infus D 5% 20
gtt/menit.
Ranitidine 2 x 1gr
IV.
Ketorolac
Amlodipin
Transfusi PRC 2
lab


Bed rest
O
2
2-4 L/menit.
Infus D 5% 20
gtt/menit.
Ranitidine 2 x 1gr
IV.
Ketorolac
Amlodipin
Natrium bikarbonat
Asam folat, B12
CaCO3

Bed rest
O
2
2-4 L/menit.
Infus D 5% 20
gtt/menit.
Ranitidine 2 x 1gr
IV.
Ketorolac
Amlodipin
Natrium bikarbonat
Asam folat, B12,
CaCO3
9



Pemeriksaan anjuran
tambahan
darah rutin



















10
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap. Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan
fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau
penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal
kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya
berlangsung beberapa tahun.











11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika
tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai
laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2, seperti pada tabel 2.1 berikut:
Batasan penyakit ginjal kronik :
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan patologik Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau
kelainan pada pemeriksaan pencritaan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m2 selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju
filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi
glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam
lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih
normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium
3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan
ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal Hal ini
dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik

12
Stadium Deskripsi LFG (mL/menit/1.73 m2)
0 Risiko Meningkat
90 dengan faktor
risiko
1
Kerusakan ginjal disertai
LFG normal atau meninggi
90

2 Penurunan ringan LFG 60 - 89
3 Penurunan moderat LFG 30 - 59
4 Penurunan berat LFG 15 - 29
5 Gagal ginjal
< 15 atau dialisis


2.2. Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)
pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%).
a. Glomelurus
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak
jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada
glomerulurus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari
ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES),
13
mieloma multipel, atau amiloidosis
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara
kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik
yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis.
B. Diabetes melitus Menurut American Diabetes Association (2003)
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi
lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala
tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut
pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.
C. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90
mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer
yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut
juga hipertensi renal.
D. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista
yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena
kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal
polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang
lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney
14
disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun.
Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah
dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.
2.3. Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan
riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga.
2.4. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekresikan
kedalam urin) tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan mempengarui sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat.
Sehingga menyebabkan :
Gangguan klirens renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glumerulus yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi gomerulus (GFR), dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24
jam untuk pemeriksaaan kliren kreatitin. Menurunya filtrasi glumelurus (akibat tidak
berfungsinya glumeluri) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan
meningkat. Selain itu,kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan
medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium, Ginjal juga tidak mampu untuk mengosentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari- hari, tidak terjadi pasien
sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
15
kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium,y ang
semakin memperburuk status uremik.
Asidosis, Dengan berkembangnya peyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring
ketidakmampuan ginjal mengesekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi
asam terutama, akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3)
dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi.
Anemia, anemia terjadi karena akibat eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu
subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, disertai keletihan, agina dan nafas sesak.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada gagal
ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Dengan
menurunnya filtrasi malalui glumelurus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum
dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratoid. Namun demikian pada gagal ginjal , tubuh tidak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon dan akibatnya, kalsium di tulang menurun,
menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif
vitamin D (1,25dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun
seiring dengan berkembangnya ginjal.
Penyakit tulang uremik, Sering disebut osteodistrofienal, terjadi dari perubahan
komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal
kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya
16
hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau
mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada
mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.
2.5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna,
mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan
pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum
darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum
jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga
terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa
lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau
hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf
mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina
(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada
pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva
menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati
mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit
17
hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera
hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak
jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan
salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi,
dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK.
Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa
hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular,
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan
dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
2.6. Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
18
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan
yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan
pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit
termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik
(keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum
klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal
ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan
faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk
semua faktor pemburuk faal ginjal.
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG) : Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam
urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK) : Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia
darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit : Progresivitas penurunan
faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan
19
indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif
sesuai dengan tujuannya,
yaitu:
1) Diagnosis etiologi GGK Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto
polos perut, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi
antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).
2) Diagnosis pemburuk faal ginjal Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram)
dan pemeriksaan ultrasonografi (USG).
2.7. Penatalaksanaan
A. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
1) Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK
harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit
bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal
disease).
20
B. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolic, harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
2) Anemia, Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus
hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan
keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan
keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah
ulserasi mukosa dari mulut sampai anus . Tindakan yang harus dilakukan yaitu
program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit, Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
5) Kelainan neuromuscular, Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu
terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
6) Hipertensi, Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan
kardiovaskular yang diderita.
C. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal.
21
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang
belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin
> 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m2, mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di
pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-
anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita
penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan
stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri),
dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
22
program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

2.8. Komplikasi
a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebihan.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiostensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan kadar
alumunium.

23
2.9. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan
hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal),
pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan
aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.















24
DAFTAR PUSTAKA

1. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias in
Harrisons Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-Hill
Companies : 2005.p.586-92
2. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi
13. Jakarta: EGC, 2000. hal.1435-1443.
3. Collaghan C. At a Glance Sistem Ginjal, 2
nd
ed. Jakarta: Erlangga:2007; hal.29-44
4. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002. Hal. 118-123
5. Price, S. A. & Lorraine M., Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta : EGC. 2005. Hal. 1345-1360
6. Simardibrata, M., dkk., Penyakit Kronik dan Generatif. Penatalaksanaan Dalam
Praktik Sehari-hari. Jakarta : FKUI. 2003. Hal .270-287
7. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001. Hal.427-434.

Anda mungkin juga menyukai