Anda di halaman 1dari 12

FARMAKODINAMIK

LAPORAN PRAKTIKUM







Oleh
Hans Kristian Owen 122010101053
Suci Rizalah Islamiyah 122010101055
Dzurrotul Athiyyat 122010101057
Samiyah 122010101060
Nugroho Priyo Utomo 122010101062
Imam Adi Nugroho 122010101077
Siti Sarah Hajar 122010101085
Chandra Puspita Kartikasari Sukrisno Putri 122010101093
Nindhya Kharisma Putri 122010101097









FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012







Tujuan
Menjelaskan prinsip kerja obat dalam menghasilkan efek
Menjelaskan hubungan antara dosis obat dengan efek
Menjelaskan hubungan antara waktu dengan efek
Menjelaskan perbedaan individu dalam respon terapi


Pendahuluan
Obat bekerja dalam tubuh pada dipengaruhi oleh dosis, waktu paruh, dan keadaan tiap individu. Cara
kerja obat ada yang menggunakan sifat fisikokimianya disebut kerja obat nonspesifik. Sedangkan
sebagian besar obat bekerja spesifik melalui sistem transpor, enzim, atau bekerja padaa reseptor. Saat
obat bekerja, tubuh akan mengeluarkan respon.
Efikasi adalah respon maksimal yang dihasilkan obat. Potensi adalah dosis yang dibutuhkan untuk
mencapai respon tertentu. Potensi diekspresikan seebagai dosis obat dimana mencapai efek terapi pada
50% populasi (ED
50
). Lethal Dose (LD
50
) adalah dosis yang dibutuhkan untuk membunuh 50% hewan
coba. Indeks terapi adalah ukuran keamanan obat dimana cara hitungnya (LD
50
) dibagi (ED
50
).
Golongan obat NSAID digunakan sebagai pengobatan Inflamasi. NSAID tergolong menjadi COX-1,
COX-2, dan COX-3. Pada golongan NSAID memiliki fungsi sebagai antiinflamasi, antipiretik, dan
analgesik (Anti nyeri).


Alat dan Bahan
Probandus (subyek yang diamati) semua anggota kelompok
Obat : NSAID sesuai dengan yang disediakan
Bak plastic besar
Es batu
Sphygmomanometer air raksa
Stetoskop
Stopwatch


Langkah Kerja
Tetapkan pemimpin kelompok sebelum memulai bekerja
Pemimpin kelompok membagi tugas dalam kelompok
Setiap kelompok dipilih satu orang sebagai timer yang memegang stopwatch dan satu orang
yang melakukan pencatatan
Anggota kelompok lain menjadi probandus
Dua jam sebelum praktikum dimulai setiap probandus meminum obat yang telah disediakan
Percobaan dengan es
Siapkan bak plastic besar yang diisi es, tambahkan air secukupnya sehingga dapat merendam
tangan
seluruh probandus memasukkan tangan kiri sedalam pergelangan tangan ke dalam bak yang
berisi es, pada saat yang bersamaan stopwatch dijalankan
Tanhan tangan berada dalam rendaman es sampai probandus tahan
Bila probandus sudah tidak tahan dapat diakhiri dan waktu dicatat untuk setiap probandus
Percobaan diulangi di hari yang lain tetapi tidak menggunakan obat
Percobaan dengan manset
Lakukan pengukuran tekanan darah untuk masing-masing probandus dan dicatat
Manset dipasang pada probandus dan dipompa, tekanan sphygmomanometer dipertahankan
antara tekanan darah sistolik dan diastolic, aktifkan stopwatch
Pertahankan manset sampai probandus tidak tahan dan dilepas, catat waktunya
Lakukan hal ini kepada seluruh anggota kelompok
Percobaan diulangi di hari lain tetapi tidak menggunakan obat
Amati


Hasil Pengamatan

Belum meminum obat golongan NSAID
G H I J K L
C P C P C P C P C P C P
390 49 615 57 97 104 195 183 70 206 556 42
660 84 370 116 22 58 20 161 510 127 66 35
690 63 339 101 83 52 930 365 540 147 97 45
90 53 78 71 48 104 34 150 508 185 840 90
966 91 980 156 129 115 28 99 107 89 840 44
775 68 243 98 636 78 30 89 224 143 41 83
1032 57 57 90 51 57 48 530 105 126 56 57
60 50 300 105 19 39 165 316 236 116 1830 45
2223 360 720 139 37 65
Sudah meminum obat golongan NSAID
G H I J K L
C P C P C P C P C P C P
24 70 250 63 528 61 458 243 43 115 76 105
41 55 276 121 102 148 45 117 54 189 52 134
52 108 48 107 48 86 600 494 600 197 57 43
41 54 54 121 576 115 90 150 747 273 480 90
41 101 990 100 964 172 240 180 39 186 78 82
45 71 26 83 1273 73 70 118 72 261 36 100
41 59 24 91 48 58 609 922 23 121 21 74
41 61 63 97 34 72 398 600 85 151 990 62
2340 251 804 152 32 78


Hasil Pembahasan

1. PRINSIP KERJA OBAT NSAID
Obat analgesic antipiretik serta obat anti inflamasi non steroid, merupakan suatu kelompok obat
yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian,
ternyata, obat-obat ini mempunyai persamaan dalam efek terapi maupun efek samping, yaitu
untuk menghambat biosintesis prostaglandin. Prostaglandin ini akan dilepaskan bila sel
mengalami kerusakan. NSAID menghambat enzim siklo-oksgenase sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PGG2 terganggu.

Obat yang digunakan dalam praktikum ini adalah golongan obat NSAID yang bersifat analgesic.
Sebagai analgesic, obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia dan nyeri lain yang berasal dari
integument, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Obat mirip aspirin
hanya mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tidak mempengaruhi sensorik yang lain.
Oleh karena itu, setelah probandus meminum obat analgesic tersebut, ketahanan probandus
terhadap rasa nyeri dari dinginnya es dan tekanan manset menjadi bertambah lama, dibandingkan
praktikum sebelumnya yang tanpa meminum obat. Namun, dalam praktikum masih ditemukan
beberapa probandus yang justru daya tahan terjadap es dan tekanan manset justru menurun. Hal
ini erat kaitannya dengan beberapa faktor yang mempengaruhi efek terapi obat. Salah satunya
waktu pemberian obat dan waktu paruh, dimana obat diberikan dua jam sebelum percobaan
dimulai, namun realitanya beberapa probandus tidak langsung melakukan percobaan dalam
waktu yang ditentukan (pukul 14.00 WIB) padahal waktu yang telah ditentukan itu merupakan
waktu dimana konsentrasi obat dalam kadar plasma tertinggi yang berarti memberikan efek
terapi paling baik. Pada beberapa probandus yang justru melakukan percobaan setelah pukul
14.00 WIB maka efek terapi obat jelas sudah menurun, sehingga NSAID tidak menghambat
pembentukan prostaglandin secara maksimal seperti pada pukul 14.00 WIB.

2. HUBUNGAN DOSIS OBAT DAN EFEK
DOSIS OBAT
Macam-macam dosis obat:
- Dosis toksik, yaitu dosis yang menimbulkan gejala keracunan.
- Dosis minimal, yaitu dosis yang paling kecil yang masih mempunyai efek terapeutik.
- Dosis maksimal,yaitu dosis terbesar yang mempunyai efek terapeutik, tanpa gejala/ efek toksik.
- Dosis terapeutik, yaitu dosis diantara dosis minimal dan maksimal yang dapat memberikan efek
menyembuhkan/terapeutik. Dosis ini dipengaruhi oleh Umur, Berat badan, jenis kelamin, waktu
pemberian obat, cara pemberian obat.
(Dewi, 2010)
Ada pula beberapa istilah yang berhubungan dengan dosis:


(Mutschler, 1991)

KONSENTRASI DAN RESPON OBAT
Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding langsung dengan dosis.
Namun, dengan meningkatnya dosis penigkatan respon menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis
yang tidak dapat meningkatkan respon lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan antara
konsentrasi obat dan efek obat digambarkan dengan kurva hiperbolik pada EC50, di mana E adalah
efek yang diamati pada konsentrasi C, Emaks adalah respons maksimal yang dapat dihasilkan oleh
obat. EC50 adalah konsentrasi obat yang menghasilkan 50% efek maksimal.
Hubungan dosis dan respons bertingkat
1. Efikasi (efficacy)
Efikasi adalah respon maksimal yang dihasilkan suatu obat. Efikasi tergantung pada jumlah
kompleks obat-reseptor yang terbentuk dan efisiensi reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan
suatu kerja seluler.
2. Potensi
Potensi yang disebut juga kosentrasi dosis efektif, adalah suatu ukuran berapa bannyak obat
dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respon tertentu. Makin rendah dosis yang dibutuhkan untuk
suatu respon yang diberikan, makin poten obat tersebut.Potensi paling sering dinyatakan sebagai
dosis obat yang memberikan 50% dari respon maksimal (ED50). Obat dengan ED50 yang rendah
lebih poten daripada obat dengan ED50 yang lebih besar.
3. Slope kurva dosis-respons
Slope kurva dosis-respons bervariasi sari suatu obat ke obat lainnya. Suatu slope yang curam
menunjukkan bahwa suatu peningkatan dosis yang kecil menghasilkan suatu perubahan yang besar.
(Katzung, 1989)

Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% individu (ED50) disebut juga dosis terapi median.
Dosis letal median adalah dosis yang emnimbulkan kematian pada 50% individu , sedangkan TD50
adalah dosis toksik 50% (Ganiswara, 1995).



Gambar 1. Kurva Dosis Terapi (ED50) dan Dosis Lethal (LD50)

Variabel Hubungan dosis-intensitas efek obat
Kurva sederhana yang menunjukkan hubungan dosis-intensitas efek obat selallu mempunyai 4
variabel karakteristik, yaitu: potensi, kecuraman (Slope), efek maksimal, dan variasi individual


a. Potensi: menunjukkan kisaran dosis obat yang menimbulkan efek. Besarnya ditentukan oleh kadar
obat yang mencapai reseptor.
b. Efek maksimal/efektivitas: respon maksimal yang dapat ditimbulkan oleh obat jika diberikan pada
dosis yang tinggi
c. Slope: menunjukkan batasan keamanan obat.
d. Variasi biologic: variasi antar individu dalam besarnya respons terhadap dosis obat yang sama
pada populasi yang sama.
(Farmakologi dan Terapi, 2007)

INDEKS TERAPI
Obat mempunyai respon farmasetik sepanjang masih adanya dosis obat yang terkandung dalam obat
dan berada dalam margin/ batas keamanan obat. Beberapa obat mempunyai batas terapi yang luas.
Ini menunjukkan bahwa pasien dapat diberikan dengan range tingkat dosis yang lebar tanpa terjadi
efek toksik. Obat lainnya mempunyai batas terapi yang sempit dimana perubahan sejumlah kecil
dosis obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan atau bahkan efek toksik ( Yesi,
2009 ).
Dosis yang memberikan efek terapi pada 50% individu disebut dosis terapi median atau dosis efektif
median ( ED 50 ). Dosis letal median ( LD 50 ) adalah dosis yang menimbulkan kematian pada 50%
individu, sedangkan TD 50 adalah dosis toksik pada 50% individu ( Departemen Farmakologik dan
Terapeutik, 2007 ).
Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan racun dengan dosis yang
menghasilkan respon klinis yang diinginkan atau efektif dalam populasi individu.


Dimana: TD50 adalah dosis obat yang menyebabkan respon beracun di 50% dari populasi dan ED50
adalah dosis terapi obat yang efektif dalam 50% dari populasi.
Baik ED50 dan TD50 dihitung dari kurva dosis respon quantal, yang merupakan frekuensi yang
masing-masing dosis obat memunculkan efek respon atau beracun yang diinginkan dalam populasi.


Ada beberapa karakteristik penting dari kurva dosis-respons quantal (lihat gambar di atas) yang patut
dicatat:
Dosis obat dalam plasma diplot dalam sumbu horisontal sedangkan persentase individu (hewan
atau manusia) yang menanggapi atau menunjukkan efek toksik direpresentasikan dalam sumbu
vertikal.
Beberapa contoh respon positif meliputi: bantuan, sakit kepala untuk obat antimigraine,
peningkatan denyut jantung minimal 20 bpm untuk stimulan jantung, atau 10 jatuh mmHg pada
tekanan darah diastolik untuk antihipertensi.
Data diperoleh dari suatu populasi. Tidak seperti grafik dosis-respons dinilai, data untuk kurva
dosis-respons quantal diperoleh dari banyak individu.
( Guzman, 2011 )

Grafik di bawah menunjukkan bagaimana ED50 dihitung.


Dosis yang diperlukan untuk menimbulkan efek terapi (respon positif) dalam 50% dari populasi
adalah ED50 tersebut.


Dosis yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek toksik di 50% dari populasi dikaji adalah TD50
tersebut. Untuk studi hewan, LD50 adalah dosis yang dapat menyebabkan kematian 50% dari
populasi ( Guzman, 2011 ).
3. HUBUNGAN WAKTU DAN EFEK OBAT
Waktu pemberian obat atau waktu minum obat erat kaitannya dengan waktu paruh obat. Waktu
paruh obat penting dalam menentukan frekuensi pemberian obat per hari agar tercapai konsentrasi
obat dalam plasma yang diinginkan. Waktu paruh obat juga berfungsi dalam berbagai kondisi kinetic
misalnya kapan obat akan habis dari dalam tubuh, kapan sebaiknya diberikan pemberian berulang,
(interval pemberian), kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai keadaan menetap (steady
state) . Bila obat diberikan berulang-ulang menurut interval yang teratur , pada suatu saat konsentrasi
obat dalam plasma tidak akan bertambah lagi karena pada saat ini kecepatan eliminasi obat akan
sama dengan kecepatan obat yang masuk. Eliminasi obat akan meningkat kecepatannya dengan
meningkatnya konsentrasi obat dalam plasma darah secara proporsional. Oleh karena itu akan tiba
suatu keadaan dimana konsentrasi obat yang dieliminasi sama dengan obat yang masuk dan keadaan
ketika konsentrasi obat dalam plasma ini menetap yang disebut keadaan menetap (steady state).
Pada praktikum kali ini, dilihat bahwa waktu pemberian obat adalah dua jam setelah uji tahan dingin
dan tekanan dimulai, hal ini berhubungan dengan respon yang didapat, yaitu, agar konsentrasi obat
dalam plasma mencapai tingkat yang diinginkan sehingga dapat benar-benar memberikan efek yang
sesuai dengan kinerja obat itu sendiri. Beberapa hasil yang tidak valid dari praktikum kali ini
dimungkinkan karena beberapa faktor yang selanjutnya akan dibahas di nomer selanjutnya,

4. PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM RESPON TERAPI
Perbedaan respon obat pada tiap individu dapat dipegaruhi oleh keadaan fisik (berat, usia, dan
jenis kelamin), lingkungan, penyakit, dan resistensi obat.
Pengaruh faktor genetic
Faktor genetic berperan dalam menentukan metabolism obat dalam tubuh manusia
Massa tubuh
Massa tubuh berkaitan dengan jumlah obat yang diberikan . dosis harus disesuaikan dengan
massa tubuh, sehingga semakin besar ukuran/massa tubuh semakin besar pula dosis yang
diberikan.
Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengruh terhadap efek obat karena perbedaan fisik antara pria dan
wanita. Pria biasanya mempunyai postur tubuh lebih besar daripada wanita sehingga bila suatu
dosis yang sama diberikan, tubuh pria akan lebih lambat di dalam melakukan metabolism obat.
Tubuh pria lebih banyak mengandung air, sedangkan tubuh wanita mengandung lemak dan obat-
obat tertentu dapat lebih cepat bereaksi dalam air atau dalam lemak.
Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap daya kerja obat terutama lingkungan yang dapat merubah obat
(missal cahaya), kepribadian pasien dan lingkungan pasien. Lingkungan fisik dapat juga
mempengaruhi daya kerja obat misalnya suhu lingkungan tinggi sehingga menyebabkan
pembuluh darah perifer melebar sehingga dapat meningkatkan daya kerja vasodilator.
Penyakit
Penyakit merupakan salah satu pertimbangan dalam pemberian obat. Kondisi penyakit
merupakan dasar dalam menentukan jenis obat dan dosis yang diberikan . obat dapat bereaksi
secara efektif dalam keadaan sakit. Misalnya, suhu badan orang yang demam dapat dirunkan
dengan paracetamol namun apabila diberikan pada orang yang tidak demam, paracetamol tidak
akan menurunkan suhu.
Faktor psikologis
Berkaitan dengan keefektivitasan obat. Orang yang mempercayai bahwa obat yang mereka
gunakan dapat mengatasi gangguan kesehatannya akan lebih efektif daya kerja obat yang dia
minum disbanding orang yang tidak percaya. Disebut sebagai placebo effect.
Resistensi obat
Pada seseorang yang memiliki resistensi terhadap obat tertentu maka akan membutuhkan dosis
yang lebih tinggi untuk memunculkan efek terapi.

Kesimpulan
Prinsip kerja obat NSAID adalah menghambat asam arakidonat menjadi enderoperokside, yaitu
dengan menghambat ikatan sisi reseptor dengan enzim siklooiksigenase sehingga tidak akan
terbentuk Prostaglandin, Tromboksan, A
2
dan prostaksiklin yang merupakan mediator nyeri.
Efek yang diberikan oleh obat tergantung pada dosis yang diberikan. Semakin besar dosis yang
diberikan maka efek yang diberikan semakin cepat.
Obat akan memberikan efek terapi jika dosis obat diberikan dengan tepat dan konsentrasi obat yang
diberikan tidak melebihi konsentrasi efektif minimum atau dibawah konsentrasi toksik minimum.
Indeks terapi menunjukkan batas keamanan obat yang diberikan.
Waktu pemberian obat erat kaitannya dengan waktu paruh obat, dimana hal ini akan berhubungan
dengan konsentrasi obat dalam plasma yang berefek pada respon terapi.
Perbedaan efek terapi atau respon obat pada tiap-tiap individu dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain, jenis kelamin, usia, massa tubuh, faktor genetik, faktor psikologis, resistensi obatm
lingkungan dan penyakit.

Saran
Untuk mendapatkan efek terapi atau respon obat yang sempurna maka perlu diperhatikan dosis,
waktu pemberian dan beberapa faktor yang mempengaruhi efek terapi obat itu sendiri sehingga
dapat dihasilkan hasil yang sesuai dengan teori pada farmakokinetik maupun farmakodinamik obat.

DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. UI-Press. Jakarta. Hal : 71 74
Anonim 2 , (2007), INTERAKSI OBAT, www.spiritia.or.id
Katzung,R-Bertram G., BASIC & CLINICAL PHARMACOLOGY, 9th Edition, Halaman 42-45
(Dalam bentuk Digital Text Book).

Lullmann, Heinz, dkk., (2000), COLOR ATLAS OF PHARMACOLOGY , Second Edition, Thieme
Stuttgart: New York, Halaman 52.
Muchtar, Armen, (1985), MONITORING KADAR TERAPEUTIK
OBAT, www.kalbe.co.id

Mycek, Mary J., (2001), FARMAKOLOGI ULASAN BERGAMBAR, Edisi 2, Widya Medika: Jakarta,
Halaman 21-23.

Walker, Roger & Clive Edwards, (2003), CLINICAL PHARMACY AND THREPEUTICS, Third
Edition, Churchill Livingstone: Edinburgh, Halaman 8.

Farmakologi dan Terapi, UI, Edisi 5, 2007

Anda mungkin juga menyukai