Mempelajari Akuntansi forensik adalah sebuah proses yang unik terutama dikarenakan oleh sifat dasar ilmu akuntansi forensik itu sendiri. Berbagai literatur baik dari dalam maupun luar negeri telah ditulis sebagai upaya untuk memberikan gambaran tantang apa dan bagaimana akuntansi forensik itu sebenarnya. Namun demikian, muncul berbagai kebingungan terutama terkait dengan perbedaaan dari pandangan para penulis literatur literatur tersebut dalam menggambarkan proses proses yang ada dalam akuntansi forensik.
Adalah suatu hal yang umum apabila seseorang mempelajari ilmu akuntansi keuangan atau audit atas laporan keuangan maka salah satu standar kompetensi yang digunakan untuk mengukur penguasaan ilmu yang dipelajari adalah standar akuntansi dan standar audit yang berlaku misalnya Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan atau professional Akuntan Publik( SPAP). Dengan kata lain akuntansi keuangan adalah ilmu yang rule based yang mekanisme pelaksanaannya harus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Di sisi lain, ilmu akuntansi forensik sendiri adalah ilmu yang didesain untuk dapat selalu menyesuaikan dengan permasalahan yang ada atau dengan kata lain bersifat problem based. Sifat problem based inilah yang menjadikan ilmu akuntansi forensik selalu berubah mengikuti ruang dan waktu sejalan dengan perubahan permasalahan yang dihadapi.
Karakter inilah yang menjadi penyebab mengapa isi dari buku buku akuntansi forensik seringkali berbeda satu sama lain. Tiap penulis sering mempersepsikan problem yang dihadapi secara berbeda beda dan akan menyarankan mekanisme penyelesaian yang walaupun ada kemiripan namun banyak juga perbedaannya. Bahkan dalam pemilihan nama dan istilahpun sering berbeda seperti misalnya akuntansi forensik, akuntansi investigasi, pemeriksaan kecurangan dan lain sebagainya.
Karakter problem based dari ilmu akuntansi forensik menjadikan ilmu ini lebih fleksibel dalam mengikuti perkembangan jaman. Namun disisi lain ini juga menimbulkan MODUL AKUNTANSI FORENSI K DAN FRAUD AUDITI NG
tantangan dalam pelaksanaannya terutama terkait dengan evaluasi hasil kerja seorang akuntan forensik. Jika seorang auditor eksternal biasa dinilai kinerjanya dari kesesuaian hasil kerjanya dengan ketentuan/standar yang berlaku maka hal ini seringkali menjadi sulit bagi akuntan forensik dikarenakan akuntansi forensik tidak memiliki standar universal how to yang setara dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) ataupun Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Suatu audit forensik umunya dilakukan dengan guideline yang dikembangkan untuk satu atau sekelompok permasalahan khusus dan untuk dipraktekan di lingkungan tertentu. Intinya, prosedur akuntansi forensik dikembangkan menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan dari para praktisinya. Di Indonesia, walaupun pemberitaan tentang kasus kecurangan sering difokuskan pada kasus korupsi di lingkungan instansi pemerintah, kenyataannya masih banyak kasus kasus kecurangan yang lain yang menuntut pendekatan yang berbeda ketika dilakukan audit forensik.
Sifat problem based dari akuntansi forensik ini juga memunculkan tantangan dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang ini melalui jalur pendidikan. Dalam dunia pendidikan tinggi, sudah banyak perguruan tinggi yang mengintegrasikan akuntansi forensik ke dalam kurikulumnya. Namun demikian ketiadaan acuan how to adalah suatu tantangan tersendiri dalam proses pendidikan akuntansi forensik. Para pengajar dituntut untuk dapat memberikan materi pengajaran yang up to date yang sesuai dengan tuntutan kondisi saat ini. Konsekuensinya adalah bahwa kurikulum akuntansi forensik hendaknya senantiasa direview dan direvisi mengikuti perubahan kondisi dan situasi.
Pada prinsipnya, proses audit forensik adalah suatu proses menemukan jawaban dari satu atau sekelompok pertanyaan, mirip seperti proses penelitian. Audit forensik dianggap berhasil jika telah dapat menemukan jawaban dari pertanyaan yang ditetapkan di awal proses. Pertanyaan yang dimaksud seringkali terkait dengan aspek What, Who, Why, Where, When dan How dari suatu tindak kecurangan.
Audit forensik adalah suatu proses yang sangat penting yang tidak dapat diawali secara sembarangan. Proses awal audit forensik biasa disebut predication dimana pihak-pihak yang MODUL AKUNTANSI FORENSI K DAN FRAUD AUDITI NG
berkompeten mempunyai keyakinan bahwa berdasarkan informasi awal yang telah ada maka akuntansi forensik layak untuk dilaksanakan. Dengan kata lain, dasar memutuskan untuk mengawali audit forensik bukanlah berdasar prasangka semata malainkan fakta fakta awal yang didukung oleh bukti yang memadai.
Walaupun sering dikategorikan sebagai bagian dari ilmu akuntansi, dalam prakteknya akuntansi forensik sering mengadopsi bagian dari berbagai ilmu yang lain seperti misalnya, hukum, teknologi informasi, kriminologi dan psikologi. Sifat multidisiplin ilmu akuntansi forensik sangat erat kaitannya dengan sifat problem based nya dimana banyak aspek permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dengan hanya menggunakan pengetahuan akuntansi saja, sehingga dibutuhkan pengetahuan pengetahuan yang lain untuk mendukungnya. Oleh karena itu walaupun sering dianggap sebuah spesialisasi bidang akuntansi, terkait beragamnya permasalahan yang dihadapi, akuntansi forensik sebenarnya mempunyai sub- sub spesialisasi yang sangat banyak. Beberapa sub-spesialisasi yang paling dikenal adalah: anti - corruption, anti money laundering, counter- terrorist financing, dsb.
Proses pencarian jawaban dalam proses audit forensik tidak mengacu pada satu standar teknis yang universal melainkan menggunakan prosedur - prosedur yang menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Tiap - tiap lembaga yang berkompeten di bidang akuntansi forensik umumnya mempunyai Standard Operating Procedure (SOP) masing - masing yang mengatur tata cara pelaksanaan audit forensik di lingkungan profesinya masing - masing. Prosedur prosedur audit forensik tersebut umumnya disusun berdasarkan praktek praktek baik (best practice) yang pernah dilakukan sebelumnya. Buku ini akan membahas kaidah kaidah umum akuntansi forensik berdasarkan best practice yang ada. Kaidah kaidah tersebut diharapkan dapat dikembangkan dan digunakan baik di lingkungan pemerintah maupun swasta.
Satu hal yang menjadi kualifikasi utama seorang akuntan forensik adalah kemampuan untuk menjelaskan hal hal yang rumit menjadi mudah untuk dipahami yang biasanya akan terlihat dari proses penyusunan laporan investigasinya. Terkait dengan masalah kecurangan (fraud), dalam prakteknya tujuan akuntansi forensik seringkali difokuskan pada pembuktian MODUL AKUNTANSI FORENSI K DAN FRAUD AUDITI NG
benar tidaknya sebuah tuduhan (prove or disprove of allegation). Untuk dapat melaksanakan proses ini dengan sistematis maka akuntan forensik dapat menggunakan kerangka investigasi atau investigation framework sebagai acuan (lihat contoh di bawah ini).
Sumber: Diadaptasi dari ACFE, 2011
Kerangka investigasi seperti ini sangat penting fungsinya dalam pelaksanaan audit forensik terutama ketika seorang akuntan forensik harus menjelaskan proses investigasi yang telah dia lakukan di pengadilan sebagai seorang saksi ahli. Dalam kerangka tersebut diatas, proses investigasi diawali dengan identifikasi red flags atau tanda tanda kecurangan misalnya dari laporan atau informasi baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Setelah semua red flags diidentifikasi dan tahapan predication dilalui, maka audit forensik dapat dilaksanakan. MODUL AKUNTANSI FORENSI K DAN FRAUD AUDITI NG
Secara prinsip, proses pencarian jawaban dalam audit forensik dimulai dengan menentukan terlebih dahulu pertanyaan apa yang perlu dijawab. Dari pertanyaan tersebut maka akan dirumuskan hipotesis yang akan diuji terkait dengan pertanyaan tersebut. Hipotesis umumnya dirumuskan dengan menggunakan pendekatan worst case scenario yaitu dengan mengasumsikan kemungkinan terburuk seperti misalnya seseorang dalam organisasi telah menerima suap. Kemudian dengan menggunakan pendekatan what if scenario akuntan forensik akan mencari fakta untuk membuktikan atau menolak dugaan tersebut. Hasil investigasi kemudian akan dituangkan dalam sebuah laporan yang akan dibaca oleh pihak pihak yang berkepentingan seperti misalnya Board of Directors, shareholders, hakim, jaksa, masyarakat dan media massa dan lain-lain.
Satu sisi penting dari akuntansi forensik adalah aspek pencegahan kecurangan dimana seorang akuntan forensik dapat juga memberikan jasa assessment terhadap pengendalian internal di suatu organisasi untuk mengidentifikasi dan meminimalisir resiko kecurangan yang ada. Berdasarkan penelitian ACFE, setengah dari kasus kasus kecurangan di dunia kerugiannya tidak bisa dikembalikan. Ini menunjukkan arti pentingnya aspek pencegahan kecurangan. Dengan menganalogikan kecurangan sebagai sebuah penyakit maka mencegah lebih baik daripada mengobati. Dalam prakteknya pencegahan kecurangan adalah tanggung jawab semua komponen organisasi. Dalam sebuah negara, maka tanggung jawab pemberantasan kecurangan seperti misalnya korupsi, penyuapan dan lain sebagainya adalah tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat.
Seperti yang akan dibahas lebih lanjut di buku ini, salah satu faktor penting penyebab kecurangan adalah "rasionalisasi" yang merupakan suatu bentuk pembenaran terhadap tindak kecurangan yang dilakukan oleh pelaku. Penelitian membuktikan bahwa proses terbentuknya rasionalisasi kecurangan bukanlah proses yang instan. Rasionalisasi terbentuk sejak seorang manusia masih kecil mulai dari lingkungan keluarga kemudian sekolah dan akhirnya perguruan tinggi. Tiap - tiap lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap pola pikir para generasi muda yang yang akan terbawa sampai ketika mereka menjadi para profesional di bidangnya. MODUL AKUNTANSI FORENSI K DAN FRAUD AUDITI NG
Aspek perilaku manusia sendiri menjadi komponen penting dalam proses audit forensik. Seperti yang terlihat pada gambar kerangka investigasi diatas, akuntan/auditor forensik mulai menganalisa perilaku pelaku kecurangan sejak sebelum akuntansi resmi laksanakan dengan melihat pada red flags yang berupa behavioral symptoms. Contoh analisa perilaku yang biasa dilakukan adalah analisa gaya hidup dan analisa kedekatan dengan vendor dan pelanggan. Dalam proses pengumpulan bukti pun teknik analisa perilaku juga digunakan dalam wawancara investigatif melalui pengamatan terhadap pernyataan verbal, bahasa tubuh dan juga ekspresi wajah.
Diharapkan dengan berkembangnya ilmu akuntansi forensik di Indonesia maka akan menjadi sebuah solusi bagi permasalahan kecurangan yang selama ini sering terjadi seperti misalnya korupsi, penyuapan dan lain sebagainya. Akuntansi forensik diharapkan tidak hanya berguna dalam proses penyelidikan namun juga dapat menjadi suatu sarana untuk pencegahan kecurangan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.