Aneka Manfaat Buah Mangrove, dari Permen hingga Bedak
SECARA tradisional masyarakat pesisir dulunya sudah biasa mengonsumsi
buah mangrove sebagai pengganti nasi. Ketika perekonomian Indonesia sedang sulit sekitar tahun 1963-1965, masyarakat terpaksa mengonsumsi buah mangrove untuk mengganjal perut karena tidak ada alternatif lain.
Masyarakat yakin buah yang tumbuh liar di pesisir pantai ini bisa dimakan dan tidak memabukkan. Logikanya sangat sederhana, buah ini sering dimakan ulat dan ular pohon.
"Jika buah dimakan binatang, maka pasti bisa dimakan manusia," kata Ny Sena, istri nelayan di Kelurahan Margomulyo, Balikpapan, sambil mengingat masa kecilnya sekitar tahun 1965-an yang biasa memakan buah mangrove sebagai pengganti nasi.
Buah mangrove yang direbus tersebut biasanya dimakan dengan parutan kelapa dan supaya enak disantap hangat-hangat. Untuk menghilangkan rasa pahit yang melekat pada rebusan buah mangrove, biasanya ditaburi gula merah dari nira pohon kelapa yang banyak terdapat di sekitar pantai.
"Kalau terlalu banyak makannya, tetap saja kurang enak di perut seperti kembung. Namun, mau bagaimana lagi... saat itu sangat susah mencari beras," tambah Ny Siah sesama istri nelayan.
Teringat kenangan masa kecil, serta melihat kenyataan pohon mangrove yang banyak terdapat di sekitar pesisir Balikpapan tidak dimanfaatkan optimal, sejumlah istri nelayan mencoba mengolah buah mangrove menjadi berbagai makanan yang berguna.
Tidak langsung berhasil, justru beberapa kali gagal dengan beragam kekurangan. Namun, mereka tidak putus asa dan terus mencoba. Hasilnya, dari buah mangrove ternyata bisa dimanfaatkan untuk berbagai makanan yang rasanya gurih dan khas mangrove.
Meskipun demikian, tidak semua jenis mangrove bisa dibuat untuk makanan yang sama. Karena rasa mangrove sangat beragam, maka pembuatan makanan harus sesuai dengan rasa mangrove.
Mangrove jenis Avicennia alba serta Avicennia marina atau api-api lebih cocok untuk dibuat keripik karena ukurannya kecil seperti kacang kapri dan rasanya gurih serta renyah seperti emping melinjo. Adapun Rhizopora mucronata atau biasa disebut bakau perempuan yang tinggginya sekitar 70 sentimeter serta Rhizopora apiculata (bakau laki) yang tingginya sekitar 40 sentimeter, lebih cocok dibuat sayur asam karena rasanya segar.
Sonneratia alba yang disebut pedada atau perepat yang buahnya seperti granat nanas, lebih cocok untuk dibuat permen karena rasanya asam. Sedang Nypa frutican lebih cocok untuk dibuat kolak, Xylocarpus granatum atau boli lebih cocok untuk bedak.
PEMANFAATAN buah mangrove sebagai bahan makanan hanyalah sebagian kecil dari manfaat mangrove untuk masyarakat. Dampak yang lebih penting justru menjaga hutan mangrove yang tumbuh di pesisir pantai agar tetap lestari dan terpelihara baik.
"Konservasi hutan mangrove tidak akan mungkin berjalan baik jika tidak melibatkan masyarakat dan tidak memberikan keuntungan pada masyarakat," kata Yuyun, pendamping masyarakat Margomulyo dari Yayasan Selamatkan Teluk Balikpapan.
Kelestarian hutan mangrove ini penting, karena akar mangrove yang menjalar ke mana-mana menjadi habitat berbagai jenis biota perairan pantai seperti ikan, udang, kepiting dan kerang. Rusaknya hutan mangrove akan menyebabkan hilangnya berbagai jenis biota pantai yang tentu akan mengganggu kesetimbangan lingkungan, paling tidak pendapatan nelayan berkurang.
Pada sisi lain hutan mangrove juga berfungsi untuk menahan intrusi air laut yang terus merasuk ke daratan serta menahan abrasi di sepanjang pantai. Pengakaran mangrove yang kuat juga akan mampu menahan gelombang dan menetralisasi senyawa-senyawa yang mengandung racun.
Khusus untuk hutan mangrove di sekitar Teluk Balikpapan yang luasnya sekitar 16.918 hektar, memiliki arti lain dari sisi konservasi karena jenisnya sangat beragam. Dari 18 marga mangrove di Kalimantan, sekitar tujuh marga di antaranya ada di Teluk Balikpapan. Masyarakat sekitar Teluk Balikpapan sekarang sudah memahami pentingnya fungsi mangrove, terutama manfaat langsung pada perekonomian mereka, terutama pada masa-masa paceklik ikan, mereka tak lagi nganggur. (THY)
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0410/05/daerah/1305069.htm Selasa, 05 Oktober 2004
Keripik Buah Mangrove, Upaya untuk Melestarikan Hutan
IBU-ibu di Kelurahan Margomulyo, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, kaget luar biasa. Baru beberapa menit menjajakan keripik buah mangrove dalam suatu pameran, barang dagangannya habis diserbu pembeli. Mereka tidak menyangka barang dagangannya laris dan mendapat sambutan luar biasa.
BUKAN cuma keripik buah mangrove yang diserbu pembeli. Dodol mangrove, bolu atau cake mangrove, puding mangrove serta kue kelepon dari buah mangrove juga laris diminati pembeli. Boleh jadi, sebagian pembeli merasa aneh sehingga mencoba rasa buah mangrove yang biasanya dibuang percuma dan dibiarkan tumbuh liar di tepi pantai. Namun, setelah mencicipi buah mangrove atau sebagian orang menyebutnya buah bakau, mereka pun ketagihan dan membuat heboh saking lezatnya.
"Banyak yang mengira buah mangrove tak bisa dimakan dan bisa membuat mabuk, sehingga dibuang begitu saja. Padahal, asal pandai mengolahnya, buah mangrove memiliki rasa yang lezat," kata Ny Sena (40), seorang istri nelayan berpromosi.
Keripik buah mangrove, misalnya, rasanya tak jauh beda dengan emping melinjo. Gurih, sedikit terasa pekat di lidah, renyah dan yang pasti membuat ketagihan sehingga mulut tak mau berhenti mengunyah. Bentuk buah mangrove yang mirip kacang kapri, juga membuatnya praktis dimakan di mana saja.
Adapun dodol mangrove, cake mangrove, puding, dan kue kelepon dari buah mangrove semuanya memiliki rasa yang khas dan tak bisa digantikan rasa lain. Kini sedang dikembangkan pula permen atau gula- gula dari buah mangrove Sonneratia alba yang rasanya sedikit asam, namun segar saat sudah dimulut.
"Namun, khusus untuk permen, kami belum memasarkannya karena masih mencari adonan yang tepat," kata Ny Siah (39), salah seorang istri nelayan dari Kelompok Mangrove Lestari Balikpapan yang mengembangkan berbagai makanan dari buah mangrove.
MESKI hutan mangrove banyak terdapat di sepanjang pantai Kalimantan Timur, jangan berharap bisa gampang mencicipi berbagai makanan dari buah mangrove saat mengunjungi provinsi ini. Maklum saja, setiap berbagai makanan dibuat perajin pasti sudah ada pemesannya.
Bukan tidak ada keinginan untuk memproduksi berbagai makanan dari buah mangrove secara massal. Namun, kendala terbesar antara lain pohon mangrove yang tumbuh liar di kawasan pantai masa berbuahnya sangat pendek, hanya sekitar Januari dan Februari. Setelah bulan itu, buah mangrove sangat sedikit dan sulit dijangkau karena berada di pucuk-pucuk pohon. Sementara batang pohonnya kecil, tidak mudah dipanjat.
"Jika kurang terampil memanjat pohon mangrove, malah bisa kecebur ke laut," kata Ny Siah mengingatkan.
Kalaupun buah mangrove sudah diperoleh, tidak bisa langsung begitu saja diolah menjadi makanan. Dibutuhkan pengolahan yang panjang dan cermat agar buah mangrove lezat untuk dimakan.
Langkah pertama adalah mengupas kulit buah mangrove kemudian buah dibelah untuk menghilangkan bagian tanin yang mirip kapas kecil berwarna putih dan lengket. Bagian ini jika tidak dihilangkan dan terebus, maka seluruh buah mangrove akan berwarna biru keunguan dan tercium bau tembakau rokok sehingga tak enak lagi dimakan.
"Bagian ini seperti empedu pada ayam. Jika pecah semuanya akan pahit, namun pada mangrove jika terebus akan berwarna biru dan bau rokok," kata Katimin, salah seorang tokoh pelestari hutan mangrove di Balikpapan.
Sebelum direbus, buah mangrove harus lebih dulu direndam dalam air tawar selama tiga hari. Setiap hari saat pagi dan sore, air rendaman buah mangrove harus diganti untuk menghilangkan getah yang menempel. Setelah tiga hari direndam, buah mangrove siap digunakan untuk makanan apa saja. Jika mau dibuat keripik, misalnya, tinggal ditambah bumbu berupa garam, bawang merah dan bawah putih siap digoreng.
Adapun jika mau dibuat dodol, cake maupun berbagai macam kue, buah mangrove yang sudah direbus harus dihaluskan lebih dulu menggunakan blender. Setelah halus barulah dicampur dengan bahan-bahan lainnya seperti tepung, gula, mentega dan bahan lainnya sesuai dengan selera. Jika ingin rasa buah mangrove lebih dominan, maka campuran buah mangrove yang sudah dihaluskan harus lebih banyak dari bahan lainnya.
Saat menghaluskan buah mangrove ini jangan coba-coba menggunakan alat penumbuk (lumpang) dari batu atau kayu, karena tidak akan berhasil. Buah mangrove ini sangat kenyal, seperti penghapus pensil sehingga saat ditumbuk akan berloncatan tak karuan.
KELOMPOK Mangrove Lestari Balikpapan yang sebagian besar para istri nelayan, boleh dibilang sebagai perintis berbagai makanan yang terbuat dari mangrove, setidaknya di Kalimantan Timur. Meski usaha ini secara efektif baru berjalan setahun, namun usahanya sudah berkembang dan pemasarannya menjangkau berbagai wilayah. Bahkan, untuk berbagai jenis makanan seperti keripik mangrove, dodol, bolu dan puding sudah mendapat sertifikat dari Dinas Kesehatan Kalimantan Timur.
September ini beberapa jenis makanan terbuat dari buah mangrove akan dibawa ke Pulau Jawa untuk mendapat sertifikat hak paten. Bukan berarti pembuatan makanan dari buah mangrove akan dimonopoli, justru berbagai makanan dari buah mangrove ini akan dipromosikan dan dikembangkan. Bahkan, kalau bisa, dikembangkan ke seluruh Tanah Air karena hutan mangrove tersebar di seluruh Indonesia.
"Kami akan senang jika perekonomian keluarga nelayan meningkat dari mengolah buah mangrove, karena selama ini buah mangrove dibuang begitu saja," kata Katimin, seorang pelestari hutan mangrove di Balikpapan.
Pengajuan paten tersebut untuk mendapat pengakuan atas usaha para istri nelayan, jangan sampai seperti tempe pemilik patennya justru dari Jepang dan Amerika Serikat. Untuk mendapatkan resep makanan dari buah mangrove harus berkali- kali mencoba sampai akhirnya bisa berhasil seperti sekarang.
Untuk mendapatkan formula keripik buah mangrove, misalnya, semula buah mangrove Avicennia alba atau masyarakat nelayan menyebutnya api- api, setelah dikupas dari kulitnya langsung direndam dalam air tawar. Ternyata hasilnya buah mangrove semuanya berwarna biru keunguan dan bau rokok, karena tanin yang menyerupai kapas di bagian tengah buah tidak dibuang lebih dulu.
Begitu pun saat merendam. Para istri nelayan semula merendam sampai seminggu dengan harapan buah mangrove akan lebih lunak. "Ternyata buah mangrove malah hancur. Rupanya waktu merendam yang tepat adalah tiga hari," kata Ny Siah, istri nelayan yang menjadi perajin keripik buah mangrove.
Pengalaman menggelikan juga dialami istri-istri nelayan ketika mencoba membuat kue dari buah mangrove, tetapi yang dipilih mangrove jenis Sonneratia alba masyarakat nelayan menyebutnya pedada. Hasilnya, kue berwarna hijau dan rasanya kecut.
"Mangrove jenis ini memang tidak cocok untuk kue, tetapi lebih cocok untuk dibuat permen karena rasanya sedikit asam," kaya Yuyun, pendamping masyarakat Kelurahan Margomulyo dari Yayasan Selamatkan Teluk Balikpapan (YSTB).
KELUARGA nelayan di Kelurahan Margomulyo, Balikpapan, kini sudah mendapat manfaat langsung dari buah mangrove. Limbah ini ternyata bisa menghasilkan rupiah yang jumlahnya lumayan untuk ukuran keluarga nelayan. Masa paceklik ikan yang biasanya tidak ada kegiatan, kini diisi dengan membuat berbagai makanan dari buah mangrove.
Sebungkus keripik buah mangrove yang beratnya sekitar satu ons dijual Rp 2.500 per bungkus. Adapun dodol mangrove dijual Rp 5.000 per bungkus, puding Rp 25.000 dan kue bolu Rp 27.500 per buah.
Namun, bukan sekadar keuntungan finansial yang diperoleh para nelayan. Justru keuntungan yang tak ternilai harganya adalah kesadaran masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian hutan mangrove yang selama ini selalu terjarah.
Karena untuk memperoleh buahnya masyarakat tidak lagi mau menebang pohon mangrove untuk kayu bakar atau arang kayu yang lebih banyak rusaknya daripada nilai ekonomisnya. Justru masyarakat berlomba-lomba memelihara dan bahkan menanam mangrove di areal yang terbuka.
Dampak penanaman mangrove ini perlahan-lahan mulai terasa. Karena mengrove merupakan habitat serta tempat berkembangbiaknya ikan, kepiting, udang, kerang dan berbagai biota laut, maka hutan mangrove yang lestari telah menyebabkan perolehan ikan nelayan meningkat.
Pada sisi lain, karena akar mangrove sangat kokoh telah mampu menahan abrasi, hembasan gelombang dan bahkan menetralisasi senyawa-senyawa yang mengandung racun. Banyaknya hutan mangrove juga telah mampu menahan intrusi air laut di Teluk Balikpapan