MENELUSURI HAK POLITIK DAN PERSOALAN GENDER DALAM ISLAM
DOSEN : Drs. ACHMAD DISUSUN OLEH : NAMA : TENZARA TWIASYUNI NRP : 4112100018
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER (ITS) SURABAYA TAHUN AJARAN 2012-2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Saya panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Perempuan dan Kekuasaan (Menelusuri Hak politik dan Persoalan Gender dalam Islam) ini dengan lancar.. Maksud dan tujuan saya dalam menjalankan tugas makalah ini untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam. Saya menyadari bahwa makalah yang berjudul Perempuan dan Kekuasaan (Menelusuri Hak politik dan Persoalan Gender dalam Islam) ini masih jauh dari kata sempurna yang disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan saya. Meskipun demikian, saya telah berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuan saya disertai adanya dorongan dan bimbingan dari bebagai pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Saya berharap makalah yang berjudul Perempuan dan Kekuasaan (Menelusuri Hak politik dan Persoalan Gender dalam Islam) ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Surabaya, 12 September 2012 DAFTAR ISI
RINGKASAN
BAB I. PRINSIP PERSAMAAN GENDER
Islam datang membawa prinsip persamaan di antara seluruh manusia. Tidak ada perbedaan antara satu individu dengan individu lain. Sebab, Allah SWT menciptakan manusia dalam satu asal.
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al Hujuraat [49]: 13)
1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya [263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain [264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. AnNisaa [4]; 1)
Tidak ada perbedaaan gender antara laki-laki dan perempuan, sebab sebagian mereka berasal dari sebagian yang lain, laki-laki dari perempuan, dan perempuan dari laki-laki. Tidak ada perbedaan di antara mereka dalam hal esensi alami.
A. HAK DAN KEWAJIBAN Dalam persamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki terdapat beberapa contoh sebagai berikut:
1. Hak-hak Kewarganegaraan Perempuan secara sempurna sama dengan laki-laki dalam memperoleh hak-hak sipil.permpuan memilki hak penuh untuk memikul tanggung jawab, memilki dan bertindak karena persamaannya dengan kaki-laki. Perempuan mempunyai hak dalam memilih suami yang disukai. Syariat melarang perkawinan perempuan tanpa keridaannya.
Sebagian orang memandang bahwa Islam membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam masalah penting, yaitu waris.
11. Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak- anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan [272]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua [273], maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An Nisaa [4]:11)
176. Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah) [387]. Katakanlah : "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu) : jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An Nisaa [4]:176). Pembedaan itu dilakukan berdasarkan perbedaan dalam memikul tanggung jawab ekonomi dalam kehidupan yang dibebankan kepada mereka. Dalam waris, laki-laki memperoleh bagian dua kali dari bagian perempuan, hal itu kembali pada tanggung jawab yang dipikulnya dalam kehidupan.
Maka perbedaan tanggung jawab gender meyebabkan perbedaan dalam hak waris tanpa bertujuan melebihkan seseorang dari orang lain.
2. Hak menuntut Ilmu Islam mempersamakan antaera lik-laki dan perempuan dalam hak belajar. Masing-masing memiliki hak untuk memperoleh apa saja yang mereka inginkan, berupa berbagai jenis pengetahuan, sastra, dan budaya.
Prinsip pengajaran perempuan telah diterapkan pada zaman Rasullah saw. Dan dilanjutkan pada masa kekhalifahan Khulafaur Rasyidin. Maka Aisyah mendalami ilmu pengetahuan dan menjadi perempuan paling berilmu pada masanya. Juga termasuk orang-orang yang mencintai ilmu adalah Fatimah az Zahra, Sakinah binti Imam al-Husain, Asma binti abu Bakar, dan perempuan lainnya yang meraih ilmu sama seperti laki-laki.
Al-Quran mendorong seluruh manusia untuk mencari ilmu tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan.
18. Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang- orang yang berilmu [188] (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imran [3]: 18)
11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang- lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al. Mujaadilah [58]:11)
9. (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az. Zumar [39]: 9)
3. Hak Berpendapat Menurut syariat, perempuan mempunyai hak untuk mengemukaan pendapat dalam masalah-masalah dan urusan-urusan umum. Bahkan masalah ini sampai pada suatu batas terpenting dalam syariat Islam. Hal itu diungkapkan dalam Al Quran pada:
1. Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat [1462].
2. Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu- ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
3. Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
4. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. (QS. Al Mujaadilah [58]: 1-4)
Ayat-ayat ini, khususnya turun berkenaan dengan kasus yang terjadi antara Aws bin Al-Shamit dan istrinya Khawlah binti Tsalab. Sebab turunnya ayat ini ialah berhubungan dengan persoalan seorang wanita bernama Khaulah binti Tsa'labah yang telah dizhihar oleh suaminya Aus ibn Shamit, yaitu dengan mengatakan kepada isterinya: "Kamu bagiku seperti punggung ibuku" dengan maksud dia tidak boleh lagi menggauli isterinya, sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat Jahiliyah kalimat zhihar seperti itu sudah sama dengan menthalak isteri. Maka Khaulah mengadukan hal itu kepada Rasulullah SAW Rasulullah menjawab, bahwa dalam hal ini belum ada keputusan dari Allah. Dan pada riwayat yang lain Rasulullah mengatakan: "Engkau telah diharamkan bersetubuh dengan dia". Lalu Khaulah berkata: "Suamiku belum menyebutkan kata-kata thalak" Kemudian Khaulah berulang kali mendesak Rasulullah supaya menetapkan suatu keputusan dalam hal ini, sehingga kemudian turunlah ayat ini dan ayat-ayat berikutnya.
Surah ini mengungkapkan pemikiran perempuan dan merupakan lembaran Illahi yang kekalyang selama beberapa masa memancarkan penghargaan pada pendapat perempuan.
B. SANKSI DAN KEWAJIBAN Tugas-tugas (taklif) itu sama dalam Islam, baik berkaitan dengan laki-laki maupun perempuan. Kedua-duanya dibebani tugas-tugas ibadah dan hukum- hukum agama tanpa ada perbedaan. Salat, puasa, zakat, dan haji -ketika mampu- merupakan kewajiban agama, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Selain itu, perempuan --seperti laki-laki-- dibebani kewajiban menegakkan amar maruf nahi munkar dan pengajaran akhlak. Allah SWT berfirman :
71. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah [9]: 71)
Akan tetapi, Islam juga telah memperhatikan sifat biologis perempuan dalam menunaikan kewajiban-kewajibannya. Misalnya, gugurnya kewajiban salat pada waktu-waktu tertentu. Demikian pula puasa dengan syariat mengadanya pada waktu yang lain. Islam memperhatikan sifat perempuan dalam menunaikan kewajiban haji dengan tidak membolehkannya mengenakan pakaian ihram. Laki- laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pahala maupun menanggung dosa.
2. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS. An Nuur [24]:2)
32. Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An Nisaa' [4]: 32)
124. Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (QS. An Nisaa' [4]: 124)
97. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik [839] dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An Nahl [16]: 97)
BAB II. KEDUDUKAN HAK-HAK POLITIK PEREMPUAN Yang dimaksud dengan hak-hak politik adalah hak-hak yang ditetapkan dan diakui undang-undang atau konstitusi berdasarkan keanggotaan sebagai warga negara. Pada umunya, konstitusi mengaitkan antara pemenuhan hak-hak ini dan syarat kewarganegaraan. Artinya hak-hak ini tidak berlaku kecuali bagi warga negara setempat, bukan warga asing.
Hak- hak politik ini menyiratkan partisipasi individu dalam pembentukan pendapat umum, baik dalam pemilihan wakil-wakil mereka di majelis-majelis dan berbagai lembaga perwakilan atau pencalonan diri mereka untuk menjadi anggota majelis atau lembaga perwakilan tersebut. Hak-hak politik ini mencakup : 1. Hak dalam mengungkapkan pendapat dalam pemilihan dan referendum dengan berbagai cara. 2. Hak dalam pencalonan menjadi anggota lembaga perwakilan dam laembaga setempat. 3. Hak dalam pencalonan menjadi presiden, dan hal-hal lain yang mengandung persekutuan dan penyampain pendapat yang berkaitan dengan politik.
A.TENTANG HAK-HAK POLITIK Pendapat ini mengatakan bahwa Islam tidak menetapkan persamaan antara perempuan dan laki-laki, khususnya dalam memperoleh hak-hak politik. Pendapat inipun dikuatkan dengan fatwa dari al-Azhar pada Juni 1952 atau Ramadhan 137 H. Kutipan ringkasnya sebagai berikut.
Masalah hak perempuan dalam pencalonan memiliki dua dimensi lain, yaitu Pertama, perempuan menjadi anggota di parlemen. Kedua, ikut serta dalam pemilihan anggota parlemen.
Untuk mengetahui ketentuan dalam kedua masalah ini, yang pertama mengandung kewenangan dalam urusan-urusan umum, maka harus dijelaskan bahwa kewenangan itu ada dua, yaitu kewenangan umum dan kewenangan khusus. Kewenangan umum adalah kekuasaan dalam urusan-urusan masyarakat, seperti kewenangan pembuatan undang-undang, keputusan proses engadilan, implementas hukum, dan kontrol terhadap para penegak hukum.
Kewenangan khusus adalah kekuasaan mengatur masalah tertentu, seperti wasiat kepada anak yang masih kecil, kewenangan terhadap harta, dan pengaturan wakaf.
Syariat memberikan kesempatan kepada perempuan dalam kewenangan kedua di atas. Syariat menguasakan semua itu kepadanya dengan membimbingnya agar memelihara kehormatan dan kedudukannya.
B. KEWENANGAN UMUM Di antara hal terpenting bagi anggota parlemen adalaah kewenangan membuat undang-undang dan pengawasan pelaksanaannyasyariat Islam hanya membebankannya kepada laki-laki jika memenuhi syarat-syarat tertentu.
Kisah Safiqah Bani Saidah dalam pemilihan khalifah pertam sepeninggal Rasulullah saw. telah menimbulkan perbedaan pendapat yang sangat tajam. Kemudian permasalahannya diserahkan kepada Abu Bakar. Setelah itu Abu Bakar dibaiat secara umum di dalam masjid. Tidak ada partisipasi perempuan dengan laki- laki dalam bertukar pendapat di Safiqah itu, dan perempuan tidak diundang untuk itu. Sebagaimana juga perempuan tidak diundang dan tidak diikutsertakan dalam baiat umum tersebut.
1. Pendapat yang Tidak Memperbolehkan Perempuan Berpolitik a. Alquran Allah SWT. berfirman : (QS. Al Baqarah [2]: 228)
Maksud ayat ini adalah bahwa laki-laki memilki tingkatan yang lebih tinggi daripada perempuan dalam tanggung jawab rumah tangga, ketaatan pada perintah, pemberian nafkah, dan pemenuhan berbagai kepentingan.
Oleh karena itu, laki-laki memilki kelebihan daripada perempuan dalam mengatur kepentingan-kepentingan umum dan menikmati hak-hak politik. (QS. AL Ahzab [33]: 33)
Perempuan diharuskan selalu tinggal di rumahnya dan tidak boleh keluar kecuali karena suatu kepentingan yang mendesak. Inilah yang kemudian berpengarauh terhadap kehidupan politik pada umumnya.
b. Sunah Hadis Nabi Muhammad saw.: Tidak akan berjaya suatu kaum yang menyerahkan urusan kepada perempuan Dari hadis ini dapat disimpulkan menurut pendapat inibahwa perempuan tidak boleh menduduki jabatan umum apapun. Sebab, dalam hal itu tidak ada kemenangan dan kesuksesan. Maka dalam kemenangannya pun ada kerugian. Kerugian itu harus dihindari. Mereka merujukkan larangan ini pada emosi perempuan dan sifat-sifat kodratnya yang menjadikannya tidak mampu mengambil keputusan yang benar. Selain itu, perempuan tidak memilki kemauan yang teguh dalam masalah-masalh penting.
Perempuan punya kekurangan dalam akal dan agama Makna harfiah hadis itu sendiri sebagaimana pandangan para penganut pendapat iniadalah perempuan mempunyai kekurangan dalam akal dan agamanya. Selama keadaanya seperti itu, ia tidak diperkenankan menduduki jabatan umum.
Jika para pemimpin kamu adalah orang-orang jahat, kaum kaya di antara kamu adalah orang-orang bakhil, dan diserahkan urusanmu kepada kaum perempuan, maka isi bumi lebih baik ketimbang permukaannya maksud hadis ini adalah tidak diperkenankannya menyerahkan urusan kepada kaum perempuan.
c. Ijma Ijma adalah kesepakatan para mujtahid dari kalangan kaum Muslimpada suatu zaman untuk menetapkan hukum syariat. Pendapat ini pun didasarkan pada ijma untuk menguatkan pendapat mereka dan mereka mengatakn bahwa hal itu sudah dipraktekkanpada beberapa masa. Atau setidaknya pada masa Rasulullah saw. dan para khulafaur Rasyidi yang berlaku tanpa kesertaan perempuan dalam kehidupan politik negara. Kendati ada sejumlah besar kaum perempuan yang terlibat di bidang budaya dan intelektual pada masa awal Islam, seperti istri-istri Nabi Muhammad saw., tetapi mereak tidak berpartisipasi dalam masalah-masalah kenegaraan. Mereka pun tidak diminta untuk berpartisipasi dalam masalah itu.
d. Qiyas Qiyas adalah menggikutka suatu perkara yang tidak tercantum ketentuannya dalam Alquran, Sunah, atau ijma pada perakra lain yang diatur ketentuannya pada sumber-sumber di atas karena ada kesamaan illat hukum.
Dalam bersandar pada qiyas, para pencetus pendapat ini melihat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, memungkinkandilakukan qiyas dalam hal itu. Di antara contoh-contohnya adalah : a. Tidak aadanya perkenan untuk menjadi pemimpin bagi masyarakat umum dalam salat lima waktu, salat Jumat, dan salat Id b. Perempuan tidak mempunyai hak menentukan talak yang ditetapkan syariat melekat pada laki-lai , bukan pada perempuan. c. Perempuan tidak boleh berpergian sendiri tanpa diseratai muhrimnya atau teman yang dipercaya. d. Perempuan tidak diwajibkan salat Jumat dalam jamaah. Sebab, dalam hadist disebutkan
Pendapat ini berakhir pada anggapan bahwa syariat Islam tidak Memperbolehkan perempuan memperoleh hak-hak politik secara umum. Sebagaimana perempuan tidak boleh menduduki tugas apapun yang beralaitan dengan kekuasaan kehakiman. Sebab disitu terdapat tuntutan pendapat dan keteguhan keyakinan yang tidak dapat dilakukan kaum perempuan.
2. Pendapat yang Memperbolehkan Perempuan Berpolitik a. Alquran b. Hadis c. Ijma d. Qiyas
C. MENGGUNAKAN HAK-HAK POLITIK 1. Alquran 2. Sunah
D. HAK POLITIK DAN IRITASI KEKUASAAN
BAB III. EMANSIPASI ANTARA PERJUANGAN POLITIK DAN EKSISTENSIAL
A. HAK-HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM HUKUM MODERN 1. Pendapat Pertama 2. Pendapat Kedua B. KASUS MESIR MODERN C. TOKOH DAN GERAKAN 1. Rifaah Thahthawi 2. Qasim Amin 3. Malik Hafni Nashif 4. Huda Syarawi dan Munirah Tsabit Musa 5.