FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA RANTAUPRAPAT KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan paper saya yang berjudul KOMPLIKASI HIPERTENSI DAN PENANGANANNYA, paper ini ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam melaksanakan Kepanitraan Klinik Senior (KKS) dibagian ilmu penyakit dalam RSUD Rantauprapat. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Nina Karmila Sp.PD atas bimbingannya sehingga paper ini dapat saya selesaikan. Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan paper ini. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan paper ini dimasa yang akan datang. Semoga paper ini bermanfaat bagi kita semua.
Rantauprapat,20 September 2013
Penulis
KOMPLIKASI HIPERTENSI DAN PENANGANANNYA
1.PENDAHULUAN Salah satu penyakit yang sering muncul seiring berjalannya waktu, terutama jika dalam silsilah keluarga ada yang menderita adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi. Secara visual, penyakit ini memang tidak tampak mengerikan, namun bias membuat penderita terancam jiwanya atau paling tidak menurunkan kualitas hidupnya. Karenanya, hipertensi dijuluki penyakit terselubung atau silent killer. Hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis atau dalam jangka waktu lama. Hipertensi adalah penyakit yang disebabkan oleh tekanan darah yang melewati batas tekanan darah normal. Tekanan darah tinggi tidak hanya menimpa kaum lansia, tapi siapapun orangnya apabila tidak bisa menjaga kesehatan akan mudah diserang tekanan darah tinggi. Secara global, kasus hipertensi terus meningkat di banyak Negara. Pada tahun 2003, prevalensi hipertensi di Negara mau sekitar 20% dan meningkat menjadi 37% pada tahun 2005. Berdasarkan data Lance (2008), jumlah pasien hpertensi di seluruh dunia terus meningkat. Di India jumlah pasien hipertensi m3encapai 60,4 juta orang pada tahun 2002 dan diperkirakan menjadi 151,7 juta or Cang pada tahun 2025. Saat ini penderita hipertensi di Indonesia, diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang cotrolled hypertension. Hipertensi terkendali adalah mereka yang menderita hipertensi dan tahu bahwa mereka menderita hipertensi dan sedang berobat untuk itu. Sebagai gambaran umum untuk masalah hipertensi ini adalah tingkat prevalensi sebesar 6-15% pada orang dewasa, sebesar 50% penderita tidak menyadari diri sebagai penderita hipertensi, sebanyak 70% adalah hipertensi ringan, dan sejumlah 90% hipertensi esensial.
KOMPLIKASI HIPERTENSI
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang diakibatkan adanya peningkatan yang persisten dari tekanan pembuluh darah arteri yakni tekanan diastolic diatas 90 mmHg sedangkan tekanan darah yang normal umumnya tekanan sistolik tidak melebihi 140 mmHg dan diastolic tidak melebihi 90 mmHg. Hipertensi merupakan factor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua system organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan system organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara lansung maupun tidak lansung. Kerusakan organ-organ target yang umum di temui pada pasien hipertensi adalah: 1. Jantung Hipertropi ventrikel kiri Angina atau infark miokard Gagal jantung 2. Otak Srtoke atau transient ischemic attack 3. penyakit ginjal kronis 4. penyakit arteri perifer 5. retinopati
A. Komplikasi Hipertensi pada Jantung Peningkatan tekanan darah pada arteri diseluruh jaringan tubuh, dimana mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah melalui pembuluh darah mengakibatkan pembesaran otot jantung. Dan ini dapat menjadi suatu pertanda dari gagal jantung, penyakit jantung koroner, dan suatu kelainan irama jantung (cardiac arrhythmia). Hipertrofi ventrikel kiri merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan factor neurohormonal yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung. Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Ragsangan simpatis dan aktivasi system RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolic ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan gangguan fungsi sistolik). Iskemia miokard (asimtomatik, angina pectoris, infark jantung dll) dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi. Infark miokard dan angina terjadi jika aliran darah koroner secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Injuri ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok , hipertensi, dan akumulasi lipid. PENANGANANNYA Penatalaksanaan umum hipertensi mengacu kepada tuntunan umum (JNC VII 2003, ESH/ESC 2003). Pasien hipertensi pasca infark jantung sangat mendapat manfaat pengobatan dengan penyekat beta, penghambat ACE atau antialdosteron. Penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina pectoris stabil, pilihan obat pertama blocker (BB) dan sebagai alternatif calcium channel blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut pengobatan hipertensi mulai dengan BB dan Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan kemudian dapat menambahkan anti hipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien pasca infark miokard, ACEI, BB dan antagonis aldosteron terbukti sangat menguntungkan tanpa melupakan penatalaksanaan lipid profil yang itensif dan penggunaan aspirin. Pasien hipertensi dengan resiko PJK yang tinggi mendapat manfaat dengan pengobatan diuretic, penyekat beta dan penghambat kalsium. Pasien hipertensi dengan gangguan fungsi ventrikel mendapat manfaat tinggi dengan pengobatan diuretic, penghambat, ACE/ARB, penyekat beta dan antagonis aldosteron. Bila sudah dalam tahap gagal jantung hipertensi, maka prinsip pengobatannya sama dengan pengobatan gagal jantung yang lain yaitu diuretic, penghambat ACE/ARB, penghambat beta dan penghambat aldosteron. B. Komplikasi Hipertensi pada otak Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke baik non perdarahan atau perdarahan, dan juga menjadi faktor terjadinya gangguan jantung yang menjadi penyebab munculnya emboli otak. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke, yang dapat menjurus pada kerusakkan otak atau syaraf hingga hemorrge (kebocoran darah/leaking blood) atau gumpalan darah (thrombosis) dari pembuluh darah yang mensupali darah ke otak. Hipertensi sangat berpengaruh pada peredaran darah otak, karena menyebabkan terjadinya penebalan dan remodeling pembuluh darah hingga memperkecil diameternya. Perubahan ini menaikkan tahanan vascular dan memicu terjadinya artheroclerosis, hipertensi juga merubah kemampuan sel-sel endotel untuk melepas zat vasoaktif dan menimbulkan kenaikan tonus otot dan menyebabkan mudah terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, selain itu hipertensi juga mengganggu mekanisme autoregulasi pembuluh darah otak, yang mengatur kestabilan cerebral blood flow, yakni jika terjadi perubahan tekanan perfusi ke otak yaitu diantara 70-150 mmHg. Hipertensi yang menahun merubah rentang autoregulasi hingga tekanan perfusi menurun hingga otak lebih mudah terkena gangguan aliran darah/iskemik. Gangguan autoregulasi dan kenaikan komplian pembuluh darah menyebabkan penurunan tekanan perfusi darah dan aliran darah ke otak, selain itu terjadi gangguan relaksasi endotel, menggangu mekanisme pembuluh darah untuk melebar untuk dapat mensuplai darah ke bagian yang mengalami iskemik. PENANGANANNYA Oleh karena hipertensi merupakan faktor resiko utama maka penderita hipertensi dapat dianggap sebagai Stroke prone patient. Pengendalian hipertensi sebagai faktor resiko akan menurunkan kejadian stroke sebanyak 32%. Pengendalian stroke dengan faktor resiko hipertensi mempunyai penatalaksanaan yang spesifik. Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas stroke. 1. Stroke iskemik akut Tidak direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut, kecuali terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu >220 mmHg atau diastolic >120 mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai kerusakan target organ lain Obat-obat anti hipertensi yang sudah dikonsumsi sebelum serangan stroke diteruskan. Pada fase awal stroke obat anti hipertensi yang baru ditunda sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke. Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20-25% dari tekanan darah semula. Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan tekanan darah diastolic 105-120 mmHg, terapi darurat harus ditunda, kecuali terdapat perdarahan intra serebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi. Jika peninggian tekanan darah itu menetap pada 2 kali pengukuran selang waktu 60 ,enit, maka diberikan candesartan cilexetil 4-16 mg oral selang 12 jam. Jika monoterapioral tidak berhasil atau jika obat tidak dapat diberikan peroral, maka diberikan obat intravena yang tersedia. Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20- 25% dari tekanan darah semula. 2. Stroke hemoragik akut Batas penurunan tekanan darah maksimal 20-25% dari tekanan darah semula. Pada penderita dengan riwayat hipertensi sasaran tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolic 90 mmHg. Bila tekanan darah sistolik >230 mmHg atau tekanan darah diastolic >140 mmHg, berikan nicardipin/diltiazem/nimodipin drip dan dititrasi dosisnya sampai dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolic 90 mmHg.
C. Komplikasi Hipertensi pada ginjal Renin-Angiotensinogen-Aldosteron (RAA) system berperan penting dalam memelihara hemodinamik dan homeostasis kardiovaskuler. Sistem RAA dianggap sebagai suatu homeostatic feed back loop dimana ginjal dapat mengeluarkan rennin sebagai respons terhadap rangsangan seperti tekanan darah rendah, stress simpatetik, berkurangnya volume darah dan bila keadaan-keadaan ini normal kembali maka RAA system tidak teraktivasi. Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan sebaliknya hipertensi dalam jangka waktu lama dapat mengganggu ginjal. Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama makin berat komplikasi yang dapat ditimbulkan. Penelitian-penelitian selama ini membuktikan bahwa hipertensi merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal di samping faktor-faktor lain seperti proteinuria, jenis penyakit ginjal, hiperglikemia, hiperlipidemia dan beratnya fungsi ginjal sejak awal. Upaya menurunkan tekanan darah jelas akan menurunkan faktor resiko kardiovaskular. Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit ginjal akut maupun penyakit ginjal kronik baik pada kelainan glomerulus maupun pada kelainan vascular. Hipertensi pada penyakit ginjal dapat dikelompokkan dalam : 1. Pada penyakit glomerulus akut : GN pasca streptokokus, Nefropati, Membranosa. 2. Pada penyakit vascular : vaskulitis, scleroderma. 3. Pada penyakit ginjal kronik : CKD stage III-V 4. Penyakit glomerulus kronik : tekanan darah normal tinggi. Penyakit glomerulus akut hipertensi terjadi karena adanya retensi natrium yang menyebabkan hipervolemi. Retensi natrium terjadi akibat adanya peningkatan reabsorbsi Na di duktus koligentes. Peningkatan ini dimungkinkan oleh karena adanya resistensi relative terhadap hormone natriuretik peptide dan peningkatan aktivitas pompa Na-K-ATPase di duktus koligentes. Penyakit ginjal kronik hipertensi oleh karena hal-hal sebagai berikut : retensi natrium, peningkatan system RAA akibat iskemik relative karena kerusakan regional, aktivitas saraf simpatis meningkat akibat kerusakan ginjal, Hiperparatiroid sekunder, pemberian eritropoetin. PENANGANANNYA Berdasarkan patogenesis terjadinya hipertensi pada penyakit ginjal, maka pengobatan sebaiknya disesuaikan pada masing-masing kelompok. Pengobatan hipertensi pada kelompok penyakit glomerulus akut, diberikat diuretic sekaligus mengurangi edema yang terjadi pada kelompok ini. Pengurangan cairan dengan dialisis dapat juga menurunkan tekanan darah. Pemberian ACEI atau Angiotensin Receptor Bloker (ARB) juga dimungkinkan, stimulasi terhadap system rennin angiotensiin aldosteron jaringan (tissue-ACE) dapat terjadi bila ada lesi pada ginjal. Pada gagal ginjal kronis, pemberian diuretic atau ACEI/ARB atau calcium channel bloker (CCB) atau beta bloker dimungkinkan untuk pengobatan hipertensi secara sendiri-sendiri atau kombinasi. Komplikasi terjadinya hiperkalemi pada pemberian ACEI atau beta bloker atau penurunan fungsi ginjal pada pemberian ACEI harus menjadi perhatian. Bila terjadi penurunan fungsi ginjal lebih dari 30%, pemberian obat ini harus dihentikan. Sesuai anjuran JNC VII tahun 2003, tekanan darah sasaran pada penyakit ginjal kronik adalah 130/80 mmHg untuk menahan progresi penurunan fungsi ginjal, maka tekanan darah diusahakan diturunkan untuk mencapai sasaran dengan kombinasi obat-obat diatas. D. Retinopati Hipertensi Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada abad ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flameshape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. 4 Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri perubahan patofisiologi sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah. 4 Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokintriksi secara generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arterioles dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. 4 PENANGANANNYA Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Penggunaan obat ACE inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri retina sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apapun terhadap pembuluh darah retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. 4
Indikasi dan Kontraindikasi kelas-kelas utama obat antihipertensi menurut ESH Kelas obat Indikasi Kontraindikasi Mutlak Tidak Mutlak Diuretika (thiazide) Gagal jantung kongesif,usia lanjut, isolated systolic hypertension, ras afrika Gout Kehamilan Diuretika (loop) Insufisiensi ginjal, gagal jantung kongesif
Diuretika (anti aldosteron) Gagal jantung kongesif, pasca infark miokardium Gagal ginjal, hiperkalemia
Penyekat Angina pectoris, pasca infark miokardium, gagal jantung kongesif, kehamilan, ntakiaritmia Asma, penyakit paru obstruktif menahun A-V block (derajat 2 atau 3) Penyakit pembuluh darah perifer, intoleransi glukosa, atlit atau pasien yang aktif secara fisik Calcium Antagonist (dihydropiridine) Usia lanjut, isolated systolic hypertension, angina pectoris, penyakit pembuluh darah perifer, aterosklerosis karotis, kehamilan Takiaritmia, gagal jantung kongesif Calcium Antagonist (verapamil, diltiazem) Angina pectoris, aterosklerosis karotis, takikardia supraventrikular A-V block (derajat 2 ataub3), gagal jantung kongesif
Angiotensin II receptor antagonist (AT1-blocker) Nefropati DM tipe 2, mikroalbuminuria diabetic, proteinuria, hipertrofi ventrikel Kehamilan, hiperkalemia, stenosis arteri renalis bilateral
kiri, batuk karena ACEI
blocker Hyperplasia prostat (BPH), hiperlipidemia Hipotensi ortostatis Gagal jantung kongesif
Terapi nonfarmakologi terdiri dari : - Menghentikan merokok - Menurunkan berat badan berlebih - Menurunkan konsumsi alcohol berlebih - Latihan fisik - Menurunkan asupan garam - Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak. 1
Tabel 4. Pilihan Obat Antihipertensi untuk Kondisi Tertentu Indikasi yang Memaksa Pilihan Terapi Awal Gagal Jantung Pasca Infrak Miokard Risiko Penyakit Pembuluh Darah Koroner Diabetes Penyakit Ginjal Kronis Pencegahan stroke berulang Thiaz, BB, ACEI, ARB. Aldo BB, ACEI, Aldo Ant Thiaz, BB, ACEI, CCB
1. Sudoyo, Aru W.et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi V.hal 1086 dan 1777 Jakarta 2009 2. Mangku, (2011). Internet. Dokter Spesialis Hipertensi buat Konsensus. www.suarakarya-online.com 20 januari 2011. 3. Mansjoer, arif M. Kapita Selekta, Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapis, 2000 4. http://cetrione.blogspot.com/2008/06/retinopati-hipertensi.html?m-1