Anda di halaman 1dari 6

Bab 1

Pendahulaun
1.1.Latar belakang
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.
Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan
berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari
daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad
ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke
Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang
(Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika.
Dalam memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku industri maka benih
yang bermutu diperlukan untuk mencapai produksi yang maksimum. Benih
jagung, kedelai dan kacang tanah termasuk benih tanaman pangan yang utama
untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku industri. Penyimpanan benih-
benih tersebut sangat penting untuk mempertahankan viabilitas dan menghambat
laju kerusakannya.
Masalah yang sering dihadapi dalam penyimpanan benih adalah
penurunan mutu dan kerusakan benih. Tidak tepatnya penanganan selama
penyimpanan akan menyebabkan terjadinya penurunan mutu dengan cepat,
walaupun penanganan panen telah dilakukan dengan baik dan tepat waktu serta
teknologi produksi telah diterapkan dengan baik. Oleh karena itu tantangan yang
dihadapi adalah bagaimana caranya mempertahankan viabilitas dan menghambat
laju kerusakan benih-benih tersebut selama penyimpanan sehingga masih tetap
baik ketika digunakan atau ditanam kembali.
Penurunan mutu dan kerusakan benih selama penyimpanan tidak dapat
dihentikan, akan tetapi dapat diperlambat dengan mengatur kondisi penyimpanan.
Kadar air benih merupakan faktor utama yang menentukan daya simpan benih.
Kerusakan benih selama penyimpanan sebagian besar dipengaruhi oleh
kandungan air didalam benih (Justice dan Bass, 1990). Kadar air benih yang
terlalu tinggi mendorong terciptanya kondisi yang mempercepat laju kerusakan
benih, akibat terjadinya proses metabolisme dan respirasi. Laju respirasi yang
tinggi dapat mempercepat hilangnya viabilitas benih. Robert (1972 a)
menyebutkan bahwa hilangnya viabilitas benih adalah karena berkurangnya bahan
cadangan makanan melalui respirasi. Disamping itu pada kadar air yang tinggi
mikro organisme akan tumbuh aktif dan berkembang dan merusak embrio.
Dengan demikian penyimpanan benih dengan kadar air tinggi sangat berbahaya
bagi kehidupan benih, karena cepat mengalami kerusakan. Sedangkan pada kadar
air benih yang terlalu rendah, menurut Harrington (1973) berpengaruh negatif bila
dihubungkan dengan proses autooksidasi lemak. Sebagai contoh pada kadar air
tinggi yaitu 10% (untuk benih berlemak), atau 13-18% (benih berpati) cendawan
penyimpanan tumbuh dan aktif merusak embrio (Harrington, 1972 b). Selanjutnya
dikatakan oleh Agrawal (1980) untuk benih ortodoks pada kadar air 12-14%
viabilitas benih menurun dengan cepat, disamping itu cendawan juga tumbuh dan
berkembang serta merusak benih dengan pesat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan
dibagi menjadi factor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat
genetik , daya tumbuh dan vigor , kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor
eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang
simpan (Copeland dan Donald, l985).

1.2.Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kondisi simpan terhadap
viabilitas benih.







Bab2
Tinjauan pustaka
Kemunduran benih
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-
angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan
fisisologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Proses penuaan atau mundurnya
vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan
jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field
emergence), terhambatnyaS.Purwanti: Suhu ruang simpan terhadap kualitas benih
kedelai hitam dan kuning 24 pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat
menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985). Kemunduran benih
kedelai selama penyimpanan lebih cepat berlangsung dibandingkan dengan benih
tanaman lain dengan kehilangan vigor benih yang cepat yang menyebabkan
penurunan perkecambahan benih. Benih yang mempunyai vigor rendah
menyebabkan pemunculan bibit di lapangan rendah, terutama dalam kondisi tanah
yang kurang ideal. Sehingga benih kedelai yang akan ditanam harus disimpan
dalam lingkungan yang menguntungkan (suhu rendah) , agar kualitas benih masih
tinggi sampai akhir penyimpanan (Egli dan Krony, 1996 cit. Viera et. al., 2001).

Pennyimpana benih
Penyimpanan perlu dilakukan untuk mempertahankan mutu benih dan
menekan laju kemunduran benih. Tujuan utama penyimpanan benih tanaman ialah
untuk menunda perkecambahan atau mengawetkan cadangan bahan tanam dari
satu musim ke musim berikutnya (Justice dan Bass, 1994). (Hasanah, 2002),
menambahkan maksud utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan
mutu fisiologis benih guna keperluan tanam pada musim berikutnya. Selama
penyimpanan, karena pengaruh beberapa faktor, keadaan atau mutu benih akan
mengalami kemunduran atau deteriorasi. Kecepatan kemunduran benih ini
dipengaruhi oleh faktor : kadar air benih pada awal periode simpan, kelembaban
nisbi dari tempat penyimpanan, suhu tempat penyimpanan, sifat-sifat keturunan,
kerusakan mekanisme pada waktu panen dan pengolahan, serangan hama dan
jasad renik, kemudian oleh panas dan susunan kimiadari benih (Sadjad, 1980).
Kadar air benih yang disimpan setelah panen sangat dipengaruhi oleh
kelembaban relatif ruang simpan, karena kelembaban relatif akan berpengaruh
langsung terhadap kadar air benih. Kadar air benih akan meningkat atau menurun
dengan meningkat atau menurunnya kelembaban relatif. Perubahan kadar air
benih akan terus berlangsung sampai tercapainya keseimbangan (Delouche dan
Rodda, 1976). Daerah tropis mempunyai kelembaban relatif sekitar 65-100%,
fluktuasi ini akan memberikan pengaruh negatif terhadap viabilitas benih pada
periode penyimpanan. Disamping itu kelembaban relatif secara tidak langsung
juga mempengaruhi mutu benih, karena kelembaban relatif dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan cendawan penyimpanan yang merupakan
penyebab terbesar dalam penurunan mutu benih. Cendawan penyimpanan tidak
dapat tumbuh dan berkembang dalam benih yang berkeseimbangan dengan
kelembaban relatif kurang dari 70% (Agrawal, 1980), sehingga mempertahankan
benih pada kadar air yang seimbang dengan kelembaban relatif kurang dari 70%
dapat mengurangi masalah kerusakan benih oleh cendawan selama penyimpanan.
Dengan demikian kelembaban relatif maksimum ruang simpan yang dianggap
aman untuk penyimpanan benih adalah 70 %, maka kadar air maksimum benih
tersebut agar tidak terserang jamur/cendawan haruslah yang berkeseimbangan
dengan kelembaban relatif maksimum 70 % (Agrawal, 1980).


Faktor faktor yang mempengaruhi benih dalam penyimpanan
Suhu dan kelembapan
Suhu dan kelembaban adalah faktor utama pada penyimpinan benih. Suhu
ruang simpan berperan dalam mempertahankan viabilitas benih selama
penyimpanan, yang dipengaruhi oleh kadar air benih, suhu dan kelembaban nisbi
ruangan.
Menurut Sutopo (2004) bahwa suhu yang terlalu tinggi pada saat
penyimpanan dapat membahayakan dan mengakibatkan kerusakan benih. Karena
akan memperbesar terjadinya penguapan zat cair dalam benih, hingga benih akan
kehilangan daya imbibisi dan kemampuan untuk berkecambah. Hasil penelitian
(Viera, dkk., 2001) pada benih kedelai, dimana benih kedelai yang disimpan pada
suhu 100C daya tumbuh benih dan elektrikal konduktivitas tidak berubah tetapi
bila disimpan pada suhu 200C daya tumbuh menurun dan elektrikal konduktivitas
meningkat. Purwanti (2004), juga melakukan penelitian tentang benih kedelai
yang disimpan pada suhu rendah (21-230C) dan suhu tinggi (27-290C)
menunjukkan bahwa benih yang disimpan pada suhu rendah mampu
mempertahankan vigor dan daya tumbuh 80-90% dan penyimpanan suhu tinggi
daya kecambah turun menjadi 61% pada 2 bulan penyimpanan.
Berdasarkan hukum Harrington, suhu ruang penyimpanan benih sangat
berpengaruh terhadap laju deteriorasi. Semakin rendah suhu ruang penyimpanan
semakin lambat laju deteriorasi sehingga benih dapat lebih lama disimpan.
Sebaliknya,semakin tinggi suhu ruang penyimpanan semakin cepat laju
deteriorasi, sehingga lama penyimpanan benih lebih pendek (Kuswanto, 2003).
Proses biokimia biasanya diperlambat pada suhu rendah, semakin rendah suhu,
semakin lambat prosesnya. Hal ini termasuk pula pada proses yang mengarah
pada kerusakan (Bewley dan Black, 1985).
Menurut Schmidt (2000), tingkat suhu pada kondisi kamar sangat penting;
kadar air yang sama penurunan viabilitas lebih cepat terjadi di dataran rendah
tropis dengan suhu antara 30 350C, daripada kondisi sub-tropis atau dataran
tinggi yakni dengan suhu kamar tidak melebihi 200C. Ada variasi yang besar
dalam toleransi suhu, tetapi jenis tropis umumnya lebih peka terhadap suhu
rendah, bervariasi dari < 200C untuk beberapa jenis sampai < 50C untuk jenis
yang kurang peka. Rusaknya benih akibat suhu rendah berkaitan erat dengan
kadar air, dalam arti bahwa benih yang peka terhadap pengeringan juga paling
peka terhadap suhu rendah.




Daftar pustaka
Black, M., and J.D. Bewley. (ed.) 2000. Seed technology and its biological basis.
CRC Press, BocaRaton, FL.

Copeland. L.O. dan M.B. Mc. Donald. 1985. Principles of Seed Science and
Technology. Burgess Publishing Company. New York. 369 p.

Harrington, J.F. 1972. Seed storage and longevity. In: T.T. Kozlowski (Ed.).Seed
biology Vol. III. Academic Press. New York

Juctice,O.L. and L.V. Bass. 1994. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih.
Terjemahan: Rennic. Rajawali Press, Jakarta.

Purwanti, S. 2004. Kajian Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih Kedelai Hitam
dan Kedelai Kuning. http://agrisci.ugm.ac.id/vol11_1/no4_kdlaihtm&knng.pdf
[12 Desember 2009]

Roberts, E. H. Cytolotical, genetical, and metabolic change associated with loss
viability. Chapman and hall, london. 448 p

Sadjad, s. 1980. Panduan pembinaan mutu benih tanaman kehutanan di Indonesia.
IPB, Bogor. 299 p

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Hutan Tropis dan Sub tropis.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen
Kehutanan. Jakarta.

Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. Rajawali. Jakarta.
Viera. R.D. ; D.M. Tekrony ; D.B. Egli and M. Rucker. 2001. Electrical
conductivity of Soybean seeds sfter storage in several environments. Seed Science
and Technology., 29. 599-608.

Anda mungkin juga menyukai