PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Judul : PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR- SQUARE DI SMA NEGERI 11 PALEMBANG Nama : Ria Sita Ariska NIM : 06091410009 Pembimbing : 1. Drs. M. Hadeli L, M.Si. 2. Diah Kartika Sari, S.Pd, M.Si.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair-square di kelas XI IPA 2 SMA Negeri 11 Palembang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang dilakukan dalam tiga siklus. Siklus I terdiri dari dua pertemuan, siklus II juga terdiri dari dua pertemuan begitu pula dengan siklus III yang juga terdiri dari dua pertemuan. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi keaktifan siswa dan tes untuk mengetahui hasil belajar siswa. Rata-rata keaktifan siswa dalam kelompok pada siklus I 40,83% pada siklus II 56,53% dan pada siklus III 66,40%. Rata-rata nilai hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan (T 0 ) yaitu 37,21%, rata-rata tes siklus I (T 1 ) adalah 53,48%, nilai rata-rata pada siklus II (T 2 ) adalah 72,09%, dan nilai rata-rata pada siklus III (T 3 ) adalah 86,04%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair-square ini dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar kimia siswa.
Kata-kata Kunci : Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square, Keaktifan, Hasil Belajar
2
1. Pendahuluan Hasil observasi peneliti selama mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 11 Palembang, diketahui bahwa siswa telah difasilitasi dengan buku panduan yang dipinjamkan oleh pihak sekolah. Selain itu siswa dalam proses belajar siswa juga memiliki buku Lembar Kerja Siswa (LKS), namun tersedianya fasilitas sekolah tidak mampu mendukung proses belajar mengajar dengan efektif. Ketika proses belajar mengajar berlangsung hanya sebagian kecil siswa yang tergolong aktif untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar. Siswa yang aktif ini adalah siswa yang memiliki kemampuan memahami dengan cepat, sedangkan sebagian besar lainnya (pasif) hanya ikut serta saja tanpa adanya interaksi dan partisipasi dari peserta didik, baik itu memberikan komentar mengenai materi, bertanya maupun menampilkan hasil pekerjaannya ketika diberikan latihan soal. Kegiatan belajar-mengajar seperti ini akan menghasilkan proses pembelajaran yang hanya didominasi oleh 37,21% siswa berdasarkan data hasil belajar siswa yang tuntas yang diambil pada kegiatan observasi awal. Hal ini disebabkan karena kurangnya kombinasi pengetahuan antar siswa serta partisipasi siswa dalam memperkaya pengetahuan dan pemahamannya mengenai pokok bahasan yang sedang diajarkan. Hal ini terlihat ketika peserta didik diberikan latihan soal setelah materi dijelaskan, hanya 2 orang siswa yang tergolong aktif yang memiliki kemampuan memahami materi yang baik dan cepat tentu akan dengan cepat pula menyelesaikan soal-soal yang diberikan dan mampu mengutarakan hasil pekerjaannya. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan pemahaman yang kurang baik hanya menyalin pekerjaan temannya saja, tanpa adanya komentar yang diberikan mengenai hasil pekerjaan temannya itu. Kegiatan belajar-mengajar yang secara terus-menerus seperti ini, tentu saja akan merugikan peserta didik itu sendiri. Ketika dilakukan suatu evaluasi baik itu evaluasi materi melalui ujian harian ataupun evaluasi melalui semester, siswa yang hanya mampu menyalin pekerjaan temannya ini akan mengalami kesulitan ketika diminta untuk mengerjakan soal secara mandiri ketika ujian dilaksanakan. Hal ini tentu akan berdampak pada hasil belajar yang didapat oleh peserta didik 3
tersebut. Hal inilah yang pada akhirnya membuat persentase ketuntasan hasil belajar siswa dikelas yang menjadi subjek penelitian ini sangat rendah, yakni berdasarkan rekapitulasi hasil belajar yang didapatkan dari guru bidang studi kimia di SMA Negeri 11 Palembang dengan kriteria ketuntasan minimum (KKM) sebesar 75, hanya 16 orang siswa atau 37,21% dari jumlah peserta didik sebanyak 43 orang yang mampu mencapai ( 75 ) dari kriteria ketuntasan minimum (KKM). Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas, maka perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa serta meningkatkan hasil belajar siswa. Agar tercapainya kualitas kognitif yang baik berupa hasil belajar perlu adanya suatu metode tertentu yang diterapkan agar mampu mendorong tercapainya proses pembelajaran yang berkualitas. Saat ini model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang lebih tepat diterapkan dalam proses pembelajaran dikelas ini, karena seperti yang dikemukakan bahwa : Cooperatif learning dapat dirumuskan sebagai kegiatan pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif-efisien, ke arah mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerjasama dan saling membantu (sharing) sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif (survive) (Isjoni, 2011:19). Pembelajaran kooperatif tipe think pair-square yang diperkenalkan oleh Spencer Kagan, merupakan suatu teknik yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Dimana keunggulan teknik ini adalah mengoptimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberikan kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Isjoni, 2011:78). Pembelajaran kooperatif tipe think pair-square ini terdiri dari beberapa langkah, dimana pada tahap pertama guru menyampaikan materi pelajaran selanjutnya kegiatan diskusi diawali dengan berpikir mandiri dan akhirnya bertukar pendapat dan informasi dengan sharing secara square (berempat) kepada teman sebangku dan kemudian dilanjutkan dalam diskusi kelompok besarnya yang terdiri dari 4 peserta didik (Lie, 2008:59). 4
Kegiatan pembelajaran kooperatif think pair-square ini sebelumnya pernah dilakukan oleh Uci Sanusi (2011). Peneliti melakukan riset ini di SMK Negeri 12 Bandung dengan tujuan meningkatkan hasil belajar siswa pada kompetensi menerapkan rangkaian elektronika di Kelas XI Elektronika pesawat udara. Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa persentase pencapaian ketuntasan belajar siswa meningkat selama diterapkannya pembelajaran kooperatif think pair-square ini. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa dengan baik. Dari permasalahan yang dialami pada saat proses pembelajaran di SMA Negeri 11 Palembang ini dan berdasarkan permasalahan yang serupa pada penelitian sebelumnya, maka dilaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah ini. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair- square (berpikir berpasangan-berempat) diharapkan dapat terwujudnya peningkatan hasil belajar siswa. Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair-Squaredi SMA Negeri 11 Palembang
2. Metode Penelitian Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah model pembelajaran kooperatif tipe think pair- square (berpikir berpasangan-berempat) dan yang menjadi variabel terikatnya adalah keaktifan dan hasil belajar siswa. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 Oktober sampai 26 November 2012 pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 dikelas XI IPA 2 SMA Negeri 11 Palembang dengan jumlah siswa 43 orang, terdiri dari 16 laki-laki dan 27 perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dirancang untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran yang berlansung didalam kelas. Dalam penelitian ini, terdapat 4 tahap yang terdiri 5
dari perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), observasi (observating) dan refleksi (reflection). Keempat tahap dalam penelitian ini mengalami pengulangan untuk setiap siklus penelitian yang dilakukan. Penelitian ini dirancang dalam tiga siklus, dimana pada setiap siklusnya dilakukan tatap muka sebanyak dua kali tatap muka. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data 1. Lembar Observasi Untuk melihat persentase aktivitas pada masing-masing deskriptor digunakan rumus: x100% aktifitas skor total aktivitas skor % Keterangan: skor aktivitas : jumlah siswa yang melakukan aktivitas pada masing-masing deskriptor skor total aktivitas : jumlah siswa yang melakukan aktivitas pada semua deskriptor
Dari data diatas dapat diperoleh persentase keaktifan kelas, dengan menggunakan rumus: x100% dikelas siswa jumlah siswa keaktifan rata rata %
dimana rata-rata keaktifan siswa diperoleh dari jumlah seluruh siswa yang melakukan aktivitas pada semua deskriptor dibagi dengan jumlah deskriptor yang diamati. Tabel 1. Kisi-kisi lembar observasi keaktifan siswa No Indikator 1. Perhatian siswa pada waktu belajar 2. Respon siswa dalam belajar 3. Kedisiplinan siswa dalam belajar 4. Respon siswa dalam model pembelajaran Think Pair-Square 6
2. Tes Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Untuk mencari nilai rata-rata digunakan rumus :
N x M X
(Sudijono, 2010:81) Dimana : M X = nilai rata-rata seluruh siswa x = jumlah nilai seluruh siswa N = jumlah seluruh siswa Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut : 100% x Siswa belajar tuntas yang Siswa P (Daryanto, 2011:192) Setelah didapat hasil dari tindakan pada siklus pertama maka hasil perhitungan dapat dikonversikan berdasarkan kurikulum SMA Negeri 11 Palembang tabel pencapaian hasil belajar siswa sebagai berikut: Tabel 2. Kategori Penilaian Nilai Kategori Nilai Keterangan 85 Sangat Baik Tuntas 75 84 Baik 55 74 Cukup Tidak Tuntas 54 Kurang (Kurikulum SMA Negeri 11 Palembang)
7
3. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan dilingkungan SMA Negeri 11 Palembang pada tanggal 15 Oktober sampai 26 November 2012 pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square (berpikir berpasangan-berempat) dikelas XI IPA 2 SMA Negeri 11 Palembang. Dimana sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 yang berjumlah 43 siswa yang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 27 orang perempuan. Aktivitas siswa diperoleh dari lembar observasi yang digunakan pada setiap pertemuan yang bertujuan untuk melihat keaktifan siswa. Hasil observasi kemudian dibandingkan pada setiap pertemuan. Pengumpulan data kuantitatif hasil belajar diperoleh dari hasil tes siswa pada setiap akhir pertemuan. Penelitian tindakan ini terdiri dari 3 siklus, yaitu siklus I (T 1 ) yang terdiri dari 2 pertemuan, siklus II (T 2 ) terdiri dari 2 kali pertemuan, dan pada siklus III (T 3 ) juga terdiri dari 2 kali pertemuan. Penelitian ini dilaksanakan dilingkungan SMA Negeri 11 Palembang pada tanggal 15 Oktober sampai 26 November 2012 pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square (berpikir berpasangan-berempat) dikelas XI IPA 2 SMA Negeri 11 Palembang. Dimana sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 yang berjumlah 43 siswa yang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 27 orang perempuan. Aktivitas siswa diperoleh dari lembar observasi yang digunakan pada setiap pertemuan yang bertujuan untuk melihat keaktifan siswa. Hasil observasi kemudian dibandingkan pada setiap pertemuan. Pengumpulan data kuantitatif hasil belajar diperoleh dari hasil tes siswa pada setiap akhir pertemuan. Penelitian tindakan ini terdiri dari 3 siklus, yaitu siklus I (T 1 ) yang terdiri dari 2 pertemuan, siklus II (T 2 ) terdiri dari 2 kali pertemuan, dan pada siklus III (T 3 ) juga terdiri dari 2 kali pertemuan. 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Data Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Siklus I 8
Siklus I terdiri dari 2 kali pertemuan. Dimana pada siklus ini, siswa mempelajari tentang Kemolaran (M) dan Konsep Laju Reaksi. Selama kegiatan pembelajaran, dilakukan pengamatan keaktifan siswa dengan menggunakan lembar observasi. Hasil observasi keaktifan siswa pada siklus satu dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Keaktifan Siswa dalam Kelompok Setiap Pertemuan pada Siklus I No Kelompok Keaktifan siswa dalam kelompok (%) Pertemuan 1 Pertemuan 2 1. I 45,31 50,00 2. II 35,94 39,06 3. III 35,94 29.69 4. IV 35,94 39,06 5. V 25,00 37,50 6. VI 59,38 67,19 7. VII 43,75 45,31 8. VIII 35,94 35,94 9. IX 42,19 43,75 10. X 45,31 50,00 11. XI 26,56 29,69 % Rata-rata keaktifan siswa dalam kelompok 39,20 42,47 % Rata-rata keaktifan siswa dalam kelompok pada siklus I 40,83%
1.1.2 Data Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Siklus II Siklus II terdiri dari 2 kali pertemuan, siswa mempelajari materi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Sama halnya dengan perlakuan yang diberikan pada siklus 1, dalam siklus II ini juga dilakukan dalam 2 kali tatap muka. Dimana guru menyampaikan materi pelajaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Pada pertemuan pertama materi yang diberikan adalah faktor laju reaksi berupa konsentrasi (M), luas permukaan, dan suhu (T) sedangkan faktor laju reaksi yang berupa katalis dan tekanan disampaikan pada 9
pertemuan kedua dalam siklus ini. Melalui pengamatan yang telah dilakukan pada siklus ini, diketahui persentase keaktifan siswa yang ditampilkan pada tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi Keaktifan Siswa dalam Kelompok Setiap Pertemuan pada Siklus II No Kelompok Keaktifan siswa dalam kelompok (%) Pertemuan 1 Pertemuan 2 1. I 57,81 70,31 2. II 45,31 60,94 3. III 51,56 50,00 4. IV 51,56 65,63 5. V 57,81 54,69 6. VI 73,44 70,31 7. VII 56,25 54,69 8. VIII 43,75 50,00 9. IX 54,69 60,94 10. X 64,06 67,19 11. XI 39,06 43,75 % Rata-rata keaktifan siswa dalam kelompok 54,11 58,95 % Rata-rata keaktifan siswa dalam kelompok pada siklus II 56,53%
1.1.3 Data Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Siklus III Dalam siklus III terdiri dari 2 kali pertemuan. Pada siklus III ini, siswa mempelajari persamaan laju reaksi dalam menghitung orde reaksi dan konsep kesetimbangan dalam persamaan kesetimbangan. Selama kegiatan pembelajaran, dilakukan pengamatan keaktifan siswa dengan menggunakan lembar observasi. Untuk mengetahui persentase keaktifan siswa dalam setiap kelompoknya pada siklus III ini, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
10
Tabel 5. Rekapitulasi Keaktifan Siswa dalam Kelompok Setiap Pertemuan pada Siklus III No Kelompok Keaktifan siswa dalam kelompok (%) Pertemuan 1 Pertemuan 2 1. I 70,31 73,44 2. II 60,94 62,50 3. III 54,69 59,38 4. IV 59,38 68,75 5. V 73,44 70,31 6. VI 81,25 75,00 7. VII 67,19 70,31 8. VIII 73,44 68,75 9. IX 54,69 65,63 10. X 76,56 68,75 11. XI 54,56 51,56 % Rata-rata keaktifan siswa dalam kelompok 66,05 66,76 % Rata-rata keaktifan siswa dalam kelompok pada siklus III 66,40%
Setelah didapatkan data mengenai keaktifan siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar, maka tabel rekapitulasi persentase keaktifan siswa dibawah ini dapat mewakili penyimpulan mengenai keaktifan siswa dikelas XI IPA 2 SMA Negeri 11 Palembang ini. Tabel 6. Rekapitulasi Keaktifan Siswa Pertemuan Persentase keaktifan siswa dikelas (%) Siklus I Siklus II Siklus III 1. 39,20 54,11 66,05 2. 42,47 58,95 66,76 % Rata-rata keaktifan siswa dalam kelompok 40,83 56,53 66,40
11
1.1.4 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan (T o ) Data hasil belajar siswa sebelum tindakan (T o ) diambil dari nilai siswa pada materi sebelumnya yakni materi Termokimia. Distribusi frekuensi hasil belajar siswa sebelum diberikan tindakan (T o ) ditunjukkan pada tabel 7. Tabel 7. Distribusi frekuensi hasil belajar siswa sebelum tindakan (T o ) Nilai Jumlah Siswa Ketuntasan Jumlah Ketuntasan Persentase Jumlah 85 5 Tuntas 16 11,62% 37,20% 75 84 11 Tuntas 25,58% 55 74 20 Belum Tuntas 27 46,51% 62,78% 54 7 Belum Tuntas 16,27% Jumlah 43 43 100% 100% Data hasil belajar siswa diatas menunjukkan persentase yang belum mencapai ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 85%. Oleh sebab itu, dilakukan perbaikan untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa. 1.1.5 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Siklus I (T 1 ) Terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa pada siklus I, namun hal ini belum mencapai ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Data hasil belajar siswa pada siklus I diperoleh dari nilai tes akhir siklus. Data distribusi frekuensi hasil belajar pada siklus I dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Distribusi frekuensi hasil belajar siswa sebelum tindakan (T o ) Nilai Jumlah Siswa Ketuntasan Jumlah Ketuntasan Persentase Jumlah 85 8 Tuntas 23 18,60% 53,48% 75 84 15 Tuntas 34,88% 55 74 15 Belum Tuntas 20 34,88% 46,50% 54 5 Belum Tuntas 11,62% Jumlah 43 43 100% 100% Hasil belajar siswa pada siklus satu ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa, terdapat 23 orang siswa yang 12
mendapatkan nilai 75 dengan persentase 53,48% dan 46,50% siswa yang masih belum tuntas. 1.1.6 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Siklus II (T 2 ) Setelah dilakukan beberapa perbaikan yang dilakukan pada siklus ke-dua ini, nilai rata-rata hasil belajar kimia siswa pada siklus II mengalami peningkatan yang baik. Dimana pada tabel 9 dibawah ini terlihat bahwa siswa yang memiliki nilai 75 adalah sebanyak 31 orang siswa dengan persentase 72,09%. Hal ini menunjukkan bahwasanya peningkatan hasil belajar kimia siswa telah menjadi lebih baik dengan berkurangnya persentase siswa yang belum tuntas. Tabel 9. Distribusi frekuensi hasil belajar siswa sebelum tindakan (T o ) Nilai Jumlah Siswa Ketuntasan Jumlah Ketuntasan Persentase Jumlah 85 14 Tuntas 31 32,56% 72,09% 75 84 17 Tuntas 39,53% 55 74 12 Belum Tuntas 12 27,90% 27,90% 54 0 Belum Tuntas 0% Jumlah 43 43 100% 100%
1.1.7 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Siklus III (T 3 ) Data hasil belajar siswa pada siklus III dapat dilihat pada Tabel 10. yaitu distribusi frekuensi hasil belajar kimia siswa. Tabel 10. Distribusi frekuensi hasil belajar siswa sebelum tindakan (T o ) Nilai Jumlah Siswa Ketuntasan Jumlah Ketuntasan Persentase Jumlah 85 21 Tuntas 37 48,84% 86,05% 75 84 16 Tuntas 37,21% 55 74 5 Belum Tuntas 6 11,63% 13,95% 54 1 Belum Tuntas 2,32% Jumlah 43 43 100% 100% Berdasarkan hasil evaluasi siswa pada akhir pertemuan ke-dua siklus III ini, ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus III mengalami peningkatan sebesar 13
86,05% dengan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 37 orang siswa. Secara klasikla, kelas ini telah dinyatakan tuntas belajar karena telah memenuhi syarat persentase ketuntasan kelas yang dinyatakan telah tuntas belajar apabila telah mencapai persentase sebesar 85% dari jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 75. 1.1.8 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa dari Sebelum Diberikan Tindakan (T o ), Siklus I, Siklus II, dan Siklus III Berikut ini merupakan rekapitulasi persentase keaktifan dan hasil belajar siswa dari sebelum tindakan (T o ), siklus I, II dan III sebagai berikut: Tabel 11. Rekapitulasi Rata-rata Hasil Belajar dan Keaktifan Siswa Tes Nilai Rata-rata Hasil Belajar Nilai Rata-rata Keaktifan Siswa (%) Ketuntasan Belajar Siswa (%) T o 69,53 - 37,21 T 1 72,56 40,83 53,48 T 2 77,69 56,53 72,09 T 3 82,35 66,40 86,04
Berdasarkan Tabel 11. Mengenai rekapitulasi rata-rata hasil belajar siswa dan keaktifan siswa, maka untuk lebih mudah melihat adanya peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa. Data pada tabel 11. Ini di konversi kedalam sebuah diagram batang pada gambar 1. dibawah ini. 14
Gambar 3. Diagram Batang Persentase Keaktifan Siswa dan Ketuntasan Belajar Siswa Berdasarkan rekapitulasi persentase keaktifan dan hasil belajar siswa siklus I, II, dan III pada tabel 7 diatas, menunjukkan adanya peningkatan keaktifan siswa sehingga ketuntasan hasil belajar siswa juga meningkat. Peningkatan persentase ketuntasan hasil belajar siswa ini disebabkan siswa adanya interaksi tambahan antar siswa dengan berpikir berpasangan berempat, saling memperkaya pemahaman materi dengan bertanya dan memberi informasi dalam penyelesaian tugas yang diberikan. Keberhasilan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square (berpikir berpasangan-berempat) ini juga telah dilakukan oleh Uci Sanusi (2011), dimana penerapan model pembelajaran kooperatif Think Pair- Square dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa pada materi menerapkan rangkaian elektronika dikelas XI elektronika pesawat udara SMK Negeri 12 Bandung. 1.2 Deskripsi Setiap Siklus 1.2.1 Siklus I 1. Rencana 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 T1 T2 T3 % Nilai Rata-rata Keaktifan Siswa % Ketuntasan Belajar Siswa 15
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan observasi dan mengolah nilai hasil belajar siswa mengenai persentase ketuntasan hasil belajar siswa yang menjadi subjek penelitian ini. Berdasarkan observasi dan pengumpulan data tersebut, peneliti bersama guru membuat rencana untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square (berpikir berpasangan-berempat). Adapun rencananya sebagai berikut. 1. Menentukan pokok bahasan Kemolaran (M) dan Konsep Laju Reaksi. 2. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran kemolaran (M) dan konsep laju reaksi yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair- Square. 3. Menyiapkan bahan ajar dan soal-soal yang akan diberikan sebagai contoh mengenai materi kemolaran (M) dan konsep laju reaksi. 4. Menyiapkan pembagian kelompok siswa sebanyak 4 orang dalam 1 kelompok sesuai dengan model pembelajaran Think Pair-Square. 5. Menyusun format penilaian lembar observasi keaktifan siswa. 6. Membuat soal tes untuk menilai hasil belajar siswa berupa soal pilihan ganda. 7. Menyusun dan membuat carta yang akan digunakan sebagai media dalam penyampaian materi pelajaran. 2. Pelaksanaan Tindakan 2.1 Pertemuan 1 Kegiatan Awal : - melihat kesiapan peserta didik untuk memulai pelajaran, - mengajukan pertanyaan kepada peserta didik : Apakah kalian masih mengingat bagaimana cara mencari mol suatu zat (n) ? - memotivasi peserta didik agar terlebih dahulu mempelajari materi pelajaran yang akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan, Dalam kehidupan sehari-hari, ketika ingin membuat minuman teh manis pengukuran banyaknya gula yang digunakan diukur melalui ukuran sendok. Namun setelah mempelajari materi konsentrasi larutan 16
ini, kita dapat mengetahui bahwa pengukuran banyaknya jumlah gula yang digunakan dalam membuat teh manis itu disebut konsentrasi zat gula didalam larutan teh. - menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai materi konsentrasi larutan. Kegiatan Inti : - guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai konsentrasi larutan (kemolaran) pada materi ini melalui media carta yang ditempel. - guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada siswa dalam setiap kelompoknya, - setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, - siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi kelompok berempat, - guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam kelompok berempat, - secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas. Kegiatan Akhir : - guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja yang telah dipelajari pada materi ini, - guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal pilihan ganda, - menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, - memberikan penugasan kepada peserta didik untuk memperlajari materi yang akan dipelajari selanjutnya mengenai konsep laju reaksi. 2.2 Pertemuan 2 3. Kegiatan Awal : - melihat kesiapan peserta didik untuk memulai pelajaran, 17
- mengajukan pertanyaan kepada peserta didik mengenai : Apa yang mereka ketahui mengenai laju atau cepat lambatnya reaksi kimia yang terjadi pada suatu reaksi ? - memotivasi peserta didik agar terlebih dahulu mempelajari materi pelajaran yang akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan, reaksi kimia pada hakikatnya ada yang berlangsung cepat, sedang dan lambat. salah satu contoh reaksi yang berlangsung lambat seperti proses fermentasi (peragian ubi/pembuatan tape). - menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai materi konsep laju reaksi, 4. Kegiatan Inti : - guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai konsep laju reaksi pada materi ini melalui media carta yang ditempel. - guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada siswa dalam setiap kelompoknya, - setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, - siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi kelompok berempat, - guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam kelompok berempat, - secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas. 5. Kegiatan Akhir : - guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja yang telah dipelajari pada materi ini, - guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal essai, - menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, 18
- memberikan penugasan kepada peserta didik untuk memperlajari materi yang akan dipelajari selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. 2. Observasi 2.1 Pertemuan Pertama Berdasarkan hasil observasi pada siklus I persentase keaktifan siswa pada pertemuan pertama hanya 39,27% persentase ini termasuk kategori kurang aktif. Hal ini terlihat dari beberapa hal, yakni : Ketika diskusi berlangsung, terdapat 7 kelompok yang belum memanfaatkan waktu yang diberikan untuk berbagi informasi dan bertanya dengan teman dalam kelompoknya. Siswa masih kurang peduli dengan teman dalam kelompoknya dan masih sibuk dengan urusannya masing- masing. Siswa tidak memanfaatkan kesempatan untuk bertanya yang guru berikan. Ketika siswa mencoba menyelesaikan soal dengan tipe hitungan, terdapat beberapa orang siswa yang mengalami kesulitan karena kurangnya pemahaman siswa mengenai soal yang diselesaikan dengan cara dikali silang. Ketika guru meminta siswa untuk menampilkan hasil kerjanya, tidak semua kelompok terlihat antusias untuk menampilkan hasil kerja kelompoknya. Siswa kurang percaya diri dengan jawaban kelompoknya. Masih ada 6 orang siswa atau sekitar 13,95% dari 43 orang siswa yang keluar masuk kelas ketika pelajaran dimulai, hal ini dapat mengganggu konsentrasi siswa yang lain. Adanya suara berisik dari kelas lain yang mengganggu pendengaran siswa dalam mendengarkan penjelasan guru. Ketika dilakukan evaluasi pada akhir pertemuan, kurang lebih 50% dari 43 orang siswa masih terlibat komunikasi dengan teman disebelahnya. Siswa berusaha mencuru-curi waktu untuk sekedar menyamakan jawaban dengan teman didekatnya. 2.2 Pertemuan Kedua 19
Pada pertemuan kedua tindakan yang diberikan yakni penyampaian materi mengenai konsep laju reaksi dimana berdasarkan hasil observasi pada siklus I persentase keaktifan siswa pada pertemuan kedua ini persentase keaktifan siswa rata-rata adalah 42,47% ini termasuk kategori cukup aktif. Dari pertemuan kedua ini terdapat beberapa hal yang diobservasi oleh guru, diantaranya : masih kurangnya kesadaran siswa untuk saling berbagi dan bertukar informasi, beberapa orang siswa masih sering sibuk dengan urusannya sendiri dan mengobrol menggangu konsentrasi temannya yang lain siswa masih takut untuk menampilkan hasil kerja kelompoknya, ketika guru meminta kepada beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya kepada kelompok lain saat pertemuan kedua ini berlangsung pada jam terakhir yakni pada jam ke-7 dan 8, banyak siswa yang meminta izin kepada guru untuk keluar hal tersebut terjadi karena siswa tersebut merasa gerah dengan kondisi kelas yang panas ketika soal evaluasi diberikan, siswa masih banyak memanfaatkan kesempatan untuk melihat jawaban teman disebelahnya 3. Refleksi Data hasil test didapat dari nilai post test yang diperoleh pada akhir tindakan pada siklus I, diperoleh hasil belajar 72,56 dengan ketuntasan belajar siswa 53,48% atau yang mendapatkan nilai 75 sebanyak 23 orang. nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 88,3 dengan persentase 4,65%. Dimana persentase keaktifan siswa pada siklus satu sebesar 40,83% dikategorikan dalam golongan yang masih kurang aktif. Hal ini ditunjukkan dari hasil observasi pada saat dilakukannya proses pembelajaran pada pertemuan pertama dan kedua. Untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa yang masih kurang pada siklus I maka dengan berpedoman pada hasil analisa dan observasi siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung maka perlu dilakukan tindakan perbaikan pada pengajaran selanjutnya dalam siklus II yaitu : - Ketika diskusi berlangsung guru berkeliling mengawasi siswa dan mengingatkan kepada beberapa kelompok yang tidak terlihat berdiskusi dan 20
sibuk dengan urusannya masing-masing untuk saling berbagi informasi, saling menjelaskan dan bertanya dengan teman dalam kelompoknya. - Guru mendekati siswa dan berkeliling, menanyakan kepada beberapa orang siswa apa ada yang belum dipahami? - Menjelaskan kepada siswa mengenai cara menyelesaikan soal hitungan dengan benar, dan mengingatkan kepada siswa agar tidak melupakan apa yang telah dijelaskan. - Menunjuk beberapa kelompok secara acak, sehingga semua kelompok harus siap dengan hasil kerjanya masing-masing. - Mengingatkan siswa untuk tidak keluar-masuk dan mengganggu konsentrasi teman yang lain, serta memotivasi siswa untuk tetap fokus pada pelajaran walaupun dalam kondisi panas dikelas. - Memperbesar volume suara, agar semua siswa mendengar dengan jelas dan membuat mereka menjadi fokus pada pelajaran. - Ketika evaluasi berlangsung, guru berkeliling dan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya-tanya ataupun menyamakan jawaban dengan teman disebelahnya (memperketat pengawasan).
1.2.2 Siklus II 1. Rencana Pada tahap ini langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada siklus II dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square sebagai berikut. 1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran mengenai materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (konsentrasi, luas permukaan, suhu, katalis, dan tekanan) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square. 2. Menyiapkan media berupa power point yang akan digunakan sebagai media dalam penyampaian materi pelajaran. 21
3. Menyiapkan soal-soal yang akan diberikan sebagai contoh mengenai materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi . 4. Menyiapkan pembagian kelompok siswa sebanyak 4 orang dalam 1 kelompok sesuai model pembelajaran Think Pair-Square. 5. Membuat soal tes untuk menilai hasil belajar siswa berupa soal pilihan ganda. 6. Guru menyuruh siswa membuka buku pedoman yang dimiliki siswa, dan menugaskan siswa untuk membaca materi yang dipelajari sebelum dijelaskan oleh guru. 7. Guru berkeliling mengamati kegiatan siswa dalam kelompok dan menegur siswa yang hanya menyalin jawaban dari temannya serta tidak memberikan bantuan pada temannya yang kesulitan menyelesaikan soal. 8. Guru menyebarkan perhatian dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapat, menjawab dan bertanya serta menyimpulkan hasil pembelajaran. 2. Pelaksanaan Tindakan 2.1 Pertemuan 1 Kegiatan Awal : - melihat kesiapan siswa untuk memulai pelajaran. - Mengajukan pertanyaan kepada siswa : Gejala-gejala dalam reaksi kimia? - Memotivasi siswa agar terlebih dahulu mempelajari materi pelajaran yang akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan dengan memberikan contoh : Orang yang sedang sakit diberi makan bubur agar reaksi pencernaan makanan tersebut menjadi lebih cepat dan orang yang sakit akan lebih cepat sembuh. - Menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Kegiatan Inti : - guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi (konsentrasi, suhu, luas permukaan) pada 22
materi ini melalui media PPT berupa animasi-animasi yang ditampilkan pada whiteboard dengan bantuan proyektor. - guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada siswa dalam setiap kelompoknya, - setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, - siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi kelompok berempat, - guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam kelompok berempat, - secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas. Kegiatan Akhir : - guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja yang telah dipelajari pada materi ini, - guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal pilihan ganda, - menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, - memberikan penugasan kepada peserta didik untuk memperlajari materi yang akan dipelajari selanjutnya mengenai faktor laju reaksi yang lain berupa tekanan dan katalis, 2.2 Pertemuan 2 Kegiatan Awal : - melihat kesiapan peserta didik untuk memulai pelajaran, - mengajukan pertanyaan kepada peserta didik mengenai : Selain luas permukaan, suhu dan konsentrasi. Faktor apa lagi yang dapat mempengaruhi laju reaksi kimia? 23
- memotivasi peserta didik agar terlebih dahulu mempelajari materi pelajaran yang akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan dengan memberikan contoh: Dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan energi, seperti jika dibandingkan dengan orang yang bekerja sendiri, dua orang akan lebih cepat memindahkan satu truck batu kali. - menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi, Kegiatan Inti : - Guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi (tekanan dan katalis) pada materi ini melalui media power point yang ditampilkan pada whiteboard kelas dengan menggunakan proyektor. - guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada siswa dalam setiap kelompoknya, - setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, - siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi kelompok berempat, - guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam kelompok berempat, - secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas. Kegiatan Akhir : - guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja yang telah dipelajari pada materi ini. - guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal pilihan ganda. 24
- menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar mengajar tersebut. - memberikan penugasan kepada peserta didik untuk mempelajari materi yang akan dipelajari selanjutnya mengenai persamaan laju reaksi. 3. Observasi 3.1 Pertemuan Pertama Pada pertemuan pertama dalam siklus ke-II ini, membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (konsentrasi, suhu, dan luas permukaan). Ketika proses pembelajaran berlangsung terdapat beberapa hal yang diperhatikan oleh guru, yang diantaranya sebagai berikut : Masih terdapat 3 kelompok yang belum memanfaatkan waktu yang diberikan untuk berinteraksi dengan teman dalam kelompoknya ketika diberikan waktu untuk berdiskusi membahas soal yang guru berikan. Siswa masih terkesan malu-malu untuk bertanya dan mengungkapkan pendapat ketika diberi kesempatan untuk bertanya. Saat guru sedang lengah, beberapa orang siswa yang berada diposisi tempat duduk belakang kembali memanfaatkan kesempatan untuk melihat pekerjaan temannya. Berdasarkan hasil observasi persentase keaktifan siswa mengalami peningkatan dari siklus I. Untuk siklus II pertemuan 1 ini persentase keaktifan siswa diperoleh 54,11% nilai ini termasuk kategori aktif. 3.2 Pertemuan Kedua Pada pertemuan kedua dalam siklus ke-II ini, guru melanjutkan materi pelajaran mengenai faktor-faktor laju reaksi (tekanan dan katalis). Berdasarkan hasil observasi persentase keaktifan siswa mengalami peningkatan dari siklus I. Untuk siklus II pertemuan 2 ini persentase keaktifan siswa diperoleh 58,11% nilai ini termasuk kategori aktif. Terdapat beberapa hal yang juga diamati oleh guru, yakni : Siswa yang duduk diposisi belakang masih terkesan kurang percaya diri untuk mengungkapkan pendapatnya dan bertanya kepada guru 25
ketika evaluasi berlangsung masih terdapat siswa yang memanfaatkan situasi untuk melihat pekerjaan temannya, dan ada juga yang berdiskusi mengenai soal yang diberikan. 4. Refleksi Data hasil test didapat dari nilai post test yang diperoleh pada akhir tindakan pada siklus II yang terdiri dari 2 pertemuan, nilai hasil belajar siswa ini diperoleh dari 2 pertemuan yang diambil rata-ratanya hasil belajar 77,67 dengan ketuntasan belajar siswa 72,09% atau yang mendapatkan nilai 75 sebanyak 31 orang. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90 dengan persentase 25,58%. Dimana persentase keaktifan siswa pada siklus II ini sebesar 56,53% dikategorikan dalam golongan cukup aktif. Ini menunjukkan masih terdapatnya kelemahan-kelemahan pada siklus dua ini. Untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada siklus II maka dengan berpedoman pada hasil analisa dan observasi siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung maka perlu dilakukan tindakan perbaikan pada pengajaran selanjutnya dalam siklus II yaitu : - Menegur dan mencatat kelompok dan siswa yang sibuk dengan urusannya masing-masing dan tidak peduli dengan tugas yang diberikan dan terkesan cuek dengan kinerja kelompoknya. - Guru menunjuk beberapa siswa untuk mengungkapkan pendapatnya. - Guru menegur dan mencatat siswa yang bertindak curang dalam menyelesaikan soal evaluasi, guru semakin memperketat pengawasan. 4.2.3 Siklus III 1. Rencana Pada siklus III, peneliti bersama guru membuat rencana untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square. Adapun rencana yang telah disusun sebagai berikut. 1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran mengenai materi persamaan laju reaksi (orde reaksi) dan tetapan kesetimbangan (K c dan K p ) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square. 26
2. Menyiapkan media berupa carta yang akan digunakan sebagai media dalam penyampaian materi pelajaran. 3. Menyiapkan soal-soal yang akan diberikan sebagai contoh mengenai materi materi persamaan laju reaksi (orde reaksi) dan tetapan kesetimbangan (K c dan K p ). 4. Membuat soal tes untuk menilai hasil belajar siswa berupa soal pilihan ganda. 5. Guru berkeliling mengamati kegiatan siswa dalam kelompok dan menegur siswa yang hanya menyalin jawaban dari temannya serta tidak memberikan bantuan pada temannya yang kesulitan menyelesaikan soal. 6. Guru mencoba menunjuk siswa untuk mengemukakan pendapatnya dan berkeliling agar siswa yang malu bertanya didepan temannya menjadi lebih berani bertanya jika berada dalam kondisi yang dekat dengan gurunya. 7. Guru menyebarkan perhatian dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapat, menjawab dan bertanya serta menyimpulkan hasil pembelajaran. 8. Memusatkan perhatian siswa sehingga siswa tidak sibuk dengan urusan masing-masing, dan mengurangi kesempatan mereka untuk berbincang- bincang mengenai topik diluar pelajaran. 9. Guru berkeliling disetiap kelompok diskusi dan menginstruksikan kepada siswa untuk bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dengan berdiskusi mengenai satu soal yang diberikan. 2. Tindakan 2.1 Pertemuan 1 Kegiatan Awal : - melihat kesiapan peserta didik untuk memulai pelajaran, - mengajukan pertanyaan kepada peserta didik mengenai cara menghitung laju suatu reaksi, - memotivasi peserta didik agar terlebih dahulu mempelajari materi pelajaran yang akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan, - menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai materi persamaan laju reaksi, 27
Kegiatan Inti : - guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai persamaan laju reaksi pada materi ini melalui media carta yang ditempel, - guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada siswa dalam setiap kelompoknya, - setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, - siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi kelompok berempat, - guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam kelompok berempat, - secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas. Kegiatan Akhir : - guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja yang telah dipelajari pada materi ini, - guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal essai, - menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, - memberikan penugasan kepada peserta didik untuk mempelajari materi yang akan dipelajari selanjutnya mengenai tetapan kesetimbangan. 2.2 Pertemuan 2 Kegiatan Awal : - melihat kesiapan peserta didik untuk memulai pelajaran, - mengajukan pertanyaan kepada peserta didik mengenai apa yang siswa mengetahui cara menentukan tetapan kesetimbangan, - memotivasi peserta didik agar terlebih dahulu mempelajari materi pelajaran yang akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan, 28
- menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai materi tetapan kesetimbangan. Kegiatan Inti : - guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai tetapan kesetimbangan pada materi ini melalui media carta yang ditempel, - guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada siswa dalam setiap kelompoknya, - setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, - siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi kelompok berempat, - guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam kelompok berempat, - secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas. Kegiatan Akhir : - guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja yang telah dipelajari pada materi ini, - guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal pilihan ganda, - menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, - memberikan penugasan kepada peserta didik untuk mengulangi pelajaran yang telah disampaikan serta menugaskan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dalam mengahadapi ujian semester. 3. Observasi 3.1 Pertemuan Pertama Pada pertemuan pertama di siklus III ini, guru menjelaskan materi mengenai persamaan laju reaksi. Guru melihat kesiapan siswa dalam belajar dan 29
menginstruksikan kepada siswa untuk membuka buku LKS yang dimiliki oleh siswa. Selanjutnya ketika memasuki kegiatan inti dalam proses pembelajaran ini, terdapat beberapa hal yang diobservasi oleh guru, yakni : Semua kelompok sudah menunjukkan perkembangan yang baik, walaupun masih terdapat beberapa orang siswa yang mengobrol dengan temannya mengenai hal diluar pelajaran. Namun secara keseluruhan siswa sudah mulai bisa menghargai teman dan saling membantu dalam memahami dan menyelesaikan tugas/soal yang guru berikan. Siswa sudah mulai berani bertanya dan mengungkapkan pendapatnya baik itu dengan cara mengacungkan ataupun ketika guru berkeliling memperhatikan pekerjaan siswa. Siswa sudah mulai menyadari bahwa evaluasi yang diberikan untuk melihat batas pemahaman mereka, sehingga siswa yang terlibat komunikasi saat mengerjakan soal evaluasi menjadi lebih berkurang. Walaupun dalam beberapa saat tetap terdapat siswa yang mencur-curi kesempatan untuk melihat jawaban temannya. Guru meminta siswa untuk menampilkan hasil diskusinya, siswa yang bernama Fhanca dari kelompok VI dan Diah dari kelompok VII langsung mengangkat tangan bermaksud ingin menampilkan hasil kerja kelompoknya. Dari hasil observasi pada sisklus III pertemuan pertama ini, persentase keaktifan siswa sebesar 66,05% ini termasuk kategori aktif. 3.2 Pertemuan Kedua Pada pertemuan kedua dalam siklus III ini, guru menyampaikan materi pelajaran mengenai tetapan kesetimbangan, guru menggunakan carta sebagai alat bantu dalam penyampaian materi pelajaran kepada siswa. Terdapat beberapa hal yang juga diobservasi oleh guru, yakni : terlihat bahwa siswa sudah benar-benar merasa nyaman dalam mengutarakan pendapatnya, siswa terlihat antusias dengan materi pelajaran dengan ikut serta ketika menjawab pertanyaan guru yang disebarkan kepada seluruh siswa ketika diskusi kelompok berlangsung, terlihat bahwa interaksi siswa dalam kelompoknya sudah lebih baik, siswa sudah saling membantu dalam 30
memahami maksud soal dan menyelesaikan soal yang diberikan. Walaupun disatu sisi masih terdapat siswa yang masih terkesan tidak peduli dengan teman dalam kelompoknya selama diskusi berlangsung guru berkeliling ke tiap kelompok untuk membimbing siswa tersebut agar lebih aktif dan bertanya secara langsung baik itu bertanya dengan guru maupun dengan teman dalam kelompoknya guru tidak lupa menyerukan kepada siswa untuk menyiapkan diri dalam menghadapi ujian akhir semester yang akan berlangsung minggu depan Berdasarkan hasil observasi pertsentase keaktifan siswa pada siklus III yakni sebesar 66,76% dan dikategorikan dalam kelompok aktif. 4. Refleksi Dari data hasil test didapat dari nilai post test yang diperoleh pada akhir tindakan pada siklus III diperoleh hasil belajar rata-rata siswa sebesar 82,35 dengan ketuntasan belajar siswa 86,04%. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus III mengalami peningkatan dibandingkan pada siklus II. Hasil pengamatan keaktifan siswa didapatkan persentase keaktifan kelas pada siklus III adalah 66,40% termasuk kategori aktif. Dan dalam penelitian ini terjadi peningkatan hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA 2 dimana T 3 >T 2 >T 1 , hal ini diikuti pula dengan peningkatan keaktifan siswa.
3.2. Pembahasan Pada siklus I keaktifan siswa yang diperoleh dari lembar observasi yaitu 40,83 %. Berdasarkan hasil tes akhir siklus diperoleh peningkatan terhadap hasil belajar siswa yaitu dari nilai awal sebelum tindakan (T o ) sebesar 37,21% menjadi 53,48% yang memperoleh nilai 75
atau dikatakan tuntas belajar. Akan tetapi hal ini masih sangat jauh untuk mencapai ketuntasan belajar secara klasikal yaitu 85%. Oleh karena itu dilakukan refleksi untuk siklus I yang diperbaiki pada siklus II. Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I ini disebabkan karena keaktifan belajar siswa sudah mulai meningkat. Seperti halnya yang dikemukakan Dimyati dan Mudjiono (2009:51), adanya keaktifan siswa yang meningkat 31
menyatakan bahwa terjadi peningkatan keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena pembelajaran sudah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square. Menurut Spencer Kagan dalam Isjoni (2011:78), Pembelajaran kooperatif tipe think pair-square merupakan suatu teknik yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Dimana keunggulan teknik ini adalah mengoptimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberikan kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Tipe ini diperkenalkan oleh Spencer Kagan. Pada siklus I pertemuan pertama mempelajari materi Kemolaran (M) atau konsentrasi larutan. Siswa diberikan informasi mengenai bagaimana cara membuat larutan dan menghitung molaritas larutan dengan beberapa rumus yang diantaranya persamaan umum berupa Liter mol M (Purba, 2007:94). Berdasarkan lembar observasi rata-rata persentase keaktifan siswa tiap indikator yaitu perhatian siswa pada waktu belajar 55,81%, respon siswa dalam belajar 25,58%, kedisiplinan siswa dalam belajar 54,09% dan respon siswa dalam model pembelajaran Think Pair-Square 27,32%. Hanya 39,20% dari siswa dikelas yang aktif dalam diskusi kelompok. Siswa yang berani mengungkapkan pendapat maupun bertanya kepada guru hanya ada 2 orang dari 43 siswa, sedangkan yang memiliki kepedulian dalam kelompoknya baik itu bertanya maupun menjelaskan kepada teman dalam kelompoknya mengenai materi pelajaran hanya 8 orang dari 43 siswa. Melalui data yang didapat dengan menggunakan lembar observasi ini menunjukkan bahwa interaksi antara siswa dalam memperluas pemahamannya mengenai materi pelajaran dengan cara berbagi informasi dalam kerja kelompok masih sangat kurang, begitu juga interaksi antara siswa dan guru. Pada pertemuan kedua proses belajar mengajar berlangsung mempelajari materi konsep laju reaksi, berdasarkan lembar observasi dapat dilihat rata-rata persentase keaktifan siswa tiap indikator mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertemuan pertama yaitu perhatian siswa pada waktu belajar dari 32
keseluruhan siswa didapatkan persentase sebesar 61,63%, respon siswa dalam belajar 27,33%, kedisiplinan siswa dalam belajar 52,91%, dan respon siswa dalam model pembelajaran Think Pair-Square 32,59%. Selama proses belajar mengajar berlangsung perhatian siswa dalam belajar mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari deskriptor siswa tidak mengerjakan pekerjaan lain pada saat guru mengajar pelajaran kimia 53,49% sehingga siswa mampu memperhatikan penjelasan guru dengan baik tetapi masih ada 20 orang siswa yang terkadang melakukan aktifitas diluar urusan pelajaran, seperti mengerjakan tugas rumah untuk pelajaran lain, memainkan handphone dan terkadang terlihat kurang serius mengikuti pelajaran yang sedang diajarkan. Hal itu terlihat jelas pada rekapitulasi hasil observasi keaktifan siswa pada kelompok III, dimana kelompok yang terdiri dari siswa yang bernama Satria, Teddy, Rahman, dan Islam. Pada saat prose belajar mengajar berlangsung, siswa yang bernama Rahman dan Islam tidak mengerjakan soal yang diberikan oleh guru sebagai bahan diskusi, disini terlihat belum adanya kesadaran siswa terhadap kontribusinya dalam kelompok. Ini terlihat pada deskriptor untuk indikator perhatian siswa dan respon siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square ini belum muncul. Pada saat mengerjakan soal yang diberikan saat diskusi dalam kegiatan berpikir berpasangan berempat, terlihat masih kurangnya kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama antar anggota kelompok. Beberapa siswa hanya menanti jawaban yang dihasilkan oleh teman dalam kelompoknya. Pada pertemuan kedua ini , saat diskusi berlangsung keaktifan siswa masih terlihat kurang, siswa belum mampu memanfaatkan waktu dengan efisien ketika guru memberikan kesempatan untuk bertukar informasi dan memperkaya pemahaman melalui sharing dengan teman dalam kelompoknya. Hal ini dapat dilihat dari indikator siswa mampu mengerjakan pertanyaan dan bertanya dengan teman sekelompoknya jika ada yang belum dipahami mengenai materi yang diajarkan ini sebesar 25,58%. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antar siswa dan siswa dalam kelompoknya masih kurang, begitu juga halnya dengan interaksi antara siswa dan guru. Seperti yang dikemukakan oleh 33
Moh. Uzer Usman dalam Djamarah (2010:13) bahwa untuk meningkatkan keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan, penerapan pola interaksi harus diterapkan. Pola interaksi ini sejalan dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe think pair-square seperti skema dibawah ini : G
A A A A
Meningkatnya hasil belajar siswa pada siklus I ini disebabkan karena beberapa siswa sudah mulai terlibat aktif dalam proses pembelajaran, pemahaman siswa dapat diperkaya melalui berpikir bersama-sama dengan siswa lain dalam kelompoknya. Hal ini membuat siswa lebih memantapkan pemahamannya yang sebelumnya hanya ia dapatkan melalui penjelasan guru. Dengan begini siswa dilatih untuk bekerja sama, dan menerima saran serta informasi dari temannya yang mampu membuat siswa dapat menemukan jawaban dari tugas yang diberikan serta memahami materi yang diajarkan. Pada siklus II, guru melakukan tindakan perbaikan berdasarkan kelemahan apa yang terjadi pada siklus I. Hal ini dilakukan karena dalam menerapkan penelitian tindakan kelas perlu memperhatikan prinsip dasar penelitian yang salah satunya adalah refleksi yang mengulas dan mengkritisi apa yang terjadi pada siswa, suasana kelas dan guru (Arikunto dkk, 2011:133). Pertemuan ketiga mempelajari materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (luas permukaan, konsentrasi, dan suhu). Berdasarkan lembar observasi, rata-rata persentase keaktifan siswa tiap indikator pada pertemuan ketiga ini mengalami peningkatan jika dibandingkan pada pertemuan sebelumnya dalam siklus I yaitu perhatian siswa pada waktu belajar 72,67%, respon siswa dalam belajar 27,91%, kedisiplinan siswa dalam belajar, dan respon siswa dalam model pembelajaran think pair-square sebesar 55,82%. Pada pertemuan pertama dalam siklus II ini siswa sudah mulai memfokuskan perhatiannya kepada materi yang disampaikan oleh guru, melalui lembar observasi diketahui pada indikator memperhatikan dan Ada balikan bagi guru, anak didik saling belajar satu sama lain. 34
mendengarkan pada saat guru menjelaskan sudah menunjukkan persentase fantastis yakni 100% siswa memperhatikan. Hal tersebut dapat terjadi karena siswa merasa lebih nyaman karena biasanya kelas yang digunakan pada saat belajar adalah kelas yang berada dilantai dua dengan kondisi yang kurang nyaman dan sering kali membuat siswa gelisah karena fasilitas kelas yang belum diberi plapon sehingga udara yang dihasilkan sangat panas membuat siswa menjadi kurang nyaman. Serupa dengan yang diungkapkan oleh Djamarah (2010:46) suasana ruang kelas yang pengap akan menyebabkan anak didik malas belajar. Namun pada pertemuan pertama dalam siklus II ini digunakan ruang kelas yang lebih baik, dengan fasilitas yang lebih lengkap yakni terdapat LCD yang dapat digunakan guru dalam penggunaan media power point yang menampilkan animasi yang berhubungan dengan materi faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Selama proses diskusi berlangsung, siswa sudah mulai menunjukkan reaksi positif dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe think pair-square ini. Hal ini terlihat persentase indikator siswa mampu mengerjakan soal yang diberikan oleh guru dengan berpikir berpasangan, bertukar informasi dan pemahaman secara bersama dalam kelompoknya sebesar 65,11% dan indikator siswa bertanya dengan teman sekelompoknya jika ada yang belum dipahami mengenai materi laju reaksi yang dipelajari sebesar 44,18%. Persentase ini sudah menunjukkan adanya peningkatan interaksi antar siswa dalam kelompoknya untuk saling berkontribusi dalam menyelesaikan soal yang diberikan, jika dibandingkan dengan persentase yang ada pada siklus II hal ini sudah jauh meningkat. Pada pertemuan kedua dalam siklus II ini guru mencoba lebih memusatkan perhatian kepada siswa. Guru menyampaikan materi pelajaran mengenai faktor katalis dan tekanan yang mempengaruhi laju reaksi, siswa terlihat semakin antusias dalam belajar. Siswa terlihat mengurangi aktifitas lainnya yang sibuk dengan pekerjaan lain diluar materi pelajaran selain itu siswa yang mengobrol juga menjadi berkurang. Hal ini dapat terlihat pada indikator siswa tidak mengobrol dengan teman sebangku pada saat pelajaran kimia 32,55% siswa yakni ada 14 siswa yang memfokuskan dirinya dengan materi pelajaran saja. Meskipun 35
demikian masih ada saja beberapa kelompok yang terlibat perbincangan diluar materi pelajaran, dan hal ini sekaligus menghasilkan suara-suara berisik dan cukup mengganggu konsentrasi siswa yang lain. Beberapa kelompok itu diantaranya adalah kelompok III dimana Rahman pada pertemuan ini terlibat perbincangan dengan Satria, dan juga menggunakan handphone ketika proses belajar mengajar berlangsung. Penyimpangan inilah yang akhirnya menurunkan persentase keaktifan kelompok III pada pertemuan kedua. Hal tersebut pun terjadi pada kelompok VI dan VII. Pada kelompok lain yakni siswa yang bernama Sendy dari kelompok V juga menyebabkan penurunan persentase keaktifan kelompoknya karena pada deskriptor siswa mengumpulkan tugas tepat waktu pada siswa ini tidak muncul. Sama seperti pertemuan sebelumnya siswa saat merasa nyaman dengan kondisi belajar yang ditimbulkan, interaksi siswa dalam diskusi juga semakin meningkat. Kepedulian siswa kepada temannya yang belum memahami materi dengan baik semakin meningkat dengan adanya kegiatan yang memberikan kesempatan kepada dirinya untuk berbagi informasi dan mengajarkan kepada temannya langkah dan cara-cara dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Hal tersebut dibuktikan dengan persentase pada deskriptor respon siswa dalam model pembelajaran think pair-square sebesar 57,00%. Peningkatan keaktifan siswa dikelas pada proses belajar ini juga diiringi dengan peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan ini terlihat dari besarnya persentase hasil belajar siswa yakni sebesar 72,09%. Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa ini disebabkan karena siswa sudah terbiasa dengan diperkenalkannya model pembelajaran kooperatif tipe think pair-square yang diterapkan oleh guru. Pembelajaran kooperatif tipe think pair-square ini diawali dengan berpikir mandiri dan akhirnya bertukar pendapat dan informasi dengan sharing secara square (berempat) kepada teman sebangku dan kelompok besarnya yang terdiri dari 4 peserta didik (Lie, 2008:59). Siklus III yang merupakan siklus terakhir yang direncanakan oleh guru jika telah terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa. Pada pertemuan pertama guru melanjutkan materi pelajaran mengenai laju reaksi yakni persamaan 36
laju reaksi. berdasarkan lembar observasi, rata-rata persentase keaktifan siswa tiap indikator pada pertemuan pertama dalam siklus III ini mengalami peningkatan dibandingkan pada pertemuan sebelumnya dalam siklus II. Dimana peningkatan itu terlihat pada deskriptor perhatian siswa pada waktu belajar 64,53%, respon siswa dalam belajar 37,21%, kedisiplinan siswa dalam belajar 81,06%, dan respon siswa dalam model pembelajaran think pair-square sebesar 69,77%. Dari data keseluruhan terlihat masih ada 15 siswa yang masih belum terlibat secara aktif dalam berkontribusi dalam kelompoknya, baik itu bertanya maupun sharing dengan teman dalam kelompoknya. Siswa yang belum terlibat secara aktif dalam diskusi kelompok ini diantaranya siswa sibuk memainkan handphone baik itu hanya sekedar membalas pesan maupun sibuk sendiri dengan tenggelam dalam aktifitasnya dalam jejaring sosial yang terjadi selama proses belajar berlangsung. Pada pertemuan kedua dalam siklus III guru menyampaikan materi pelajaran yakni tetapan kesetimbangan. Rata-rata persentase keaktifan siswa tiap indikator pada pertemuan kedua ini mengalami peningkatan hanya saja pada deskriptor respon siswa dalam belajar dan kedisiplinan siswa dalam belajar mengalami penurunan sekitar 1,45%. Penurunan ini terjadi karena proses belajar mengajar ini berlangsung pada jam terakhir yakni jam ke-7 dan 8, dimana pada jam tersebut kondisi kelas yang belum dilengkapi dengan atap plapon menjadi sangat panas, sehingga siswa menjadi kurang nyaman. Siswa sering berkipas- kipas dikelas sehingga timbul kegiatan lain yang mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar dan terkadang siswa sering izin keluar hanya untuk mencari udara yang lebih dingin dan menenangkan. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan persentase keaktifan kelompok siswa jika dibandingkan dengan persentase pada pertemuan pertama yang terjadi pada beberapa kelompok seperti kelompok V, VI dan XI. Jadi , untuk siklus III persentase keaktifan siswa rata-rata adalah sebesar 66,40%. Walaupun terjadi penurunan persentase keaktifan siswa pada pertemuan kedua, namun secara klasikal tetap terlihat adanya peningkatan keaktifan siswa dari persentase rata-rata keaktifan siswa pada siklus I yaitu 40,83% dan persentase rata-rata keaktifan siswa pada siklus II yaitu 56,53%. 37
Sama halnya seperti kegiatan akhir pembelajaran pada pertemuan- pertemuan sebelumnya, guru memberikan evaluasi kepada siswa. Dimana nilai tersebut merupakan hasil belajar siswa dalam setiap siklusnya. Dalam siklus III ini ketuntasan hasil belajar siswa sudah mencapai 86,04% dengan nilai rata-rata kelas sebesar 82,35. Frekuensi jumlah siswa yang mendapat nilai 85 sebanyak 21 siswa, rentang nilai 75-84 sebanyak18 siswa, dan yang dinyatakan belum tuntas atau mendapat nilai 74 sebanyak 4 siswa. Terjadi peningkatan persentase ketuntasan hasil belajat yaitu sebesar 18,61% dari ketuntasan hasil belajar siklus I ke siklus II. Peningkatan ketuntasan hasil belajar siklus III ini cukup besar, nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 100, siswa yang memperoleh nilai >85 ada 20 orang siswa. Hal ini dapat disebabkan karena 80% soal yang diujikan pada siklus III ini dasarnya sama dengan apa yang telah diajarkan guru pada proses pembelajaran dan disajikan dalam bentuk soal pilihan ganda (multiple choice). Djamarah (2010:285), penggunaan soal evaluasi dalam bentuk pilihan ganda ini untuk mengukur hasil belajar siswa yang lebih kompleks berkenaan dengan aspek ingatan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis dan penilaian. Peningkatan persentase ketuntasan hasil belajar siswa ini disebabkan siswa sejak awal kegiatan sudah diberikan kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Melalui penerapan pembelajaran kooperatif, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam proses belajar mengajar, melainkan juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa lain (Djamarah, 2010:357). Siswa dituntut untuk bekerja sama dalam setiap kegiatan diskusi dalam kelompoknya untuk menyelesaikan soal yang diberikan, selain itu disini siswa diberikan kesadaran untuk saling peduli dengan temannya. Kepedulian ini terlihat dari ikut sertanya siswa dalam berbagi informasi dan mengajarkan kepada temannya yang belum memahami dengan baik materi yang disampaikan oleh guru. Tidak hanya itu dengan diperkenalkannya siswa pada proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair square ini dapat membuat siswa menjadi lebih percaya diri dalam mengungkapkan pendapat dan bertanya baik itu 38
kepada guru maupun teman dalam kelompoknya. Dengan meningkatnya keaktifan siswa dikelas, hal ini juga mengikutsertakan peningkatan hasil belajar siswa. Kegiatan pembelajaran kooperarif think pair-square ini sebelumnya pernah dilakukan oleh Uci Sanusi (2011). Peneliti melakukan riset ini di SMK Negeri 12 Bandung dengan tujuan meningkatkan hasil belajar siswa pada kompetensi menerapkan rangkaian elektronika di Kelas XI Elektronika pesawat udara. Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa persentase pencapaian ketuntasan belajar siswa meningkat selama diterapkannya pembelajaran kooperatif think pair-square ini. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa dengan baik.
39
5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka simpulan dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square di SMA Negeri 11 Palembang dalam pembelajaran materi Laju reaksi dan Tetapan kesetimbangan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dari persentase keaktifan siswa pada siklus I sebesar 40,83%, pada siklus II 56,53% dan pada siklus III persentase keaktifannya sebesar 66,40%. Peningkatan keaktifan dapat menyebabkan hasil belajar siswa secara klasikal juga mengalami peningkatan. Hasil ini diketahui dari nilai rata-rata hasil belajar siswa sebelum diberi tindakan (T o ) 69,53 dengan ketuntasan belajar siswa secar klasikal sebesar 37,21%, sedangkan setelah diberikan tindakan pada siklus I (T 1 ) nilai rata- rata hasil belajar siswa 72,56 dengan ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal sebesar 53,48% , pada siklus II (T 2 ) diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa 77,67 dengan ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal sebesar 72,09% dan pada siklus III (T 3 ) nilai rata-rata hasil belajar siswa 82,35 dengan ketuntasan hasil belajra siswa secara klasikla sebesar 86,04% sehingga menunjukkan bahwa T 3 >T 2 >T 1 >T o . 5.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan saran kepada guru kimia maupun guru bidang studi lainnya di Sekolah Menengah Atas dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dikelas dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square (berpikir berpasangan-berempat) sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
40
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Daryanto. 2011. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah. Yogyakarta: Gava Media. Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, S. B. dan Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, S. B. dan Zain, A. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Isjoni. 2011. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta. Lie, A. 2008. Cooperatif Learning. Jakarta: Grasindo. Purba, M. 2007. Kimia untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga. Sanusi, U. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Think Pair Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Mata Diklat Menerapkan Rangkaian Elektronika Analog di SMK Negeri 12 Bandung. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=6442. Diakses tanggal 23 Maret 2012. Sudijono, A. (2010). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Perdasa.