Anda di halaman 1dari 40

1

MAKALAH HASIL PENELITIAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Judul : PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR
KIMIA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR-
SQUARE DI SMA NEGERI 11 PALEMBANG
Nama : Ria Sita Ariska
NIM : 06091410009
Pembimbing : 1. Drs. M. Hadeli L, M.Si.
2. Diah Kartika Sari, S.Pd, M.Si.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran kimia dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe think pair-square di kelas XI IPA
2
SMA Negeri 11 Palembang.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang
dilakukan dalam tiga siklus. Siklus I terdiri dari dua pertemuan, siklus II juga
terdiri dari dua pertemuan begitu pula dengan siklus III yang juga terdiri dari dua
pertemuan. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi keaktifan
siswa dan tes untuk mengetahui hasil belajar siswa. Rata-rata keaktifan siswa
dalam kelompok pada siklus I 40,83% pada siklus II 56,53% dan pada siklus III
66,40%. Rata-rata nilai hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan (T
0
) yaitu
37,21%, rata-rata tes siklus I (T
1
) adalah 53,48%, nilai rata-rata pada siklus II (T
2
)
adalah 72,09%, dan nilai rata-rata pada siklus III (T
3
) adalah 86,04%. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
think pair-square ini dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar kimia siswa.

Kata-kata Kunci : Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square,
Keaktifan, Hasil Belajar





2

1. Pendahuluan
Hasil observasi peneliti selama mengikuti Program Pengalaman Lapangan
(PPL) di SMA Negeri 11 Palembang, diketahui bahwa siswa telah difasilitasi
dengan buku panduan yang dipinjamkan oleh pihak sekolah. Selain itu siswa
dalam proses belajar siswa juga memiliki buku Lembar Kerja Siswa (LKS),
namun tersedianya fasilitas sekolah tidak mampu mendukung proses belajar
mengajar dengan efektif. Ketika proses belajar mengajar berlangsung hanya
sebagian kecil siswa yang tergolong aktif untuk berpartisipasi dalam proses
belajar mengajar. Siswa yang aktif ini adalah siswa yang memiliki kemampuan
memahami dengan cepat, sedangkan sebagian besar lainnya (pasif) hanya ikut
serta saja tanpa adanya interaksi dan partisipasi dari peserta didik, baik itu
memberikan komentar mengenai materi, bertanya maupun menampilkan hasil
pekerjaannya ketika diberikan latihan soal.
Kegiatan belajar-mengajar seperti ini akan menghasilkan proses
pembelajaran yang hanya didominasi oleh 37,21% siswa berdasarkan data hasil
belajar siswa yang tuntas yang diambil pada kegiatan observasi awal. Hal ini
disebabkan karena kurangnya kombinasi pengetahuan antar siswa serta partisipasi
siswa dalam memperkaya pengetahuan dan pemahamannya mengenai pokok
bahasan yang sedang diajarkan. Hal ini terlihat ketika peserta didik diberikan
latihan soal setelah materi dijelaskan, hanya 2 orang siswa yang tergolong aktif
yang memiliki kemampuan memahami materi yang baik dan cepat tentu akan
dengan cepat pula menyelesaikan soal-soal yang diberikan dan mampu
mengutarakan hasil pekerjaannya. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan
pemahaman yang kurang baik hanya menyalin pekerjaan temannya saja, tanpa
adanya komentar yang diberikan mengenai hasil pekerjaan temannya itu.
Kegiatan belajar-mengajar yang secara terus-menerus seperti ini, tentu saja
akan merugikan peserta didik itu sendiri. Ketika dilakukan suatu evaluasi baik itu
evaluasi materi melalui ujian harian ataupun evaluasi melalui semester, siswa
yang hanya mampu menyalin pekerjaan temannya ini akan mengalami kesulitan
ketika diminta untuk mengerjakan soal secara mandiri ketika ujian dilaksanakan.
Hal ini tentu akan berdampak pada hasil belajar yang didapat oleh peserta didik
3

tersebut. Hal inilah yang pada akhirnya membuat persentase ketuntasan hasil
belajar siswa dikelas yang menjadi subjek penelitian ini sangat rendah, yakni
berdasarkan rekapitulasi hasil belajar yang didapatkan dari guru bidang studi
kimia di SMA Negeri 11 Palembang dengan kriteria ketuntasan minimum (KKM)
sebesar 75, hanya 16 orang siswa atau 37,21% dari jumlah peserta didik sebanyak
43 orang yang mampu mencapai ( 75 ) dari kriteria ketuntasan minimum
(KKM).
Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas, maka perlu diterapkan suatu
model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa serta
meningkatkan hasil belajar siswa. Agar tercapainya kualitas kognitif yang baik
berupa hasil belajar perlu adanya suatu metode tertentu yang diterapkan agar
mampu mendorong tercapainya proses pembelajaran yang berkualitas. Saat ini
model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang lebih tepat
diterapkan dalam proses pembelajaran dikelas ini, karena seperti yang
dikemukakan bahwa : Cooperatif learning dapat dirumuskan sebagai kegiatan
pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif-efisien, ke arah mencari
atau mengkaji sesuatu melalui proses kerjasama dan saling membantu (sharing)
sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif (survive) (Isjoni,
2011:19).
Pembelajaran kooperatif tipe think pair-square yang diperkenalkan oleh
Spencer Kagan, merupakan suatu teknik yang memberikan kesempatan bagi siswa
untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Dimana keunggulan
teknik ini adalah mengoptimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberikan
kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan
menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Isjoni, 2011:78).
Pembelajaran kooperatif tipe think pair-square ini terdiri dari beberapa langkah,
dimana pada tahap pertama guru menyampaikan materi pelajaran selanjutnya
kegiatan diskusi diawali dengan berpikir mandiri dan akhirnya bertukar pendapat
dan informasi dengan sharing secara square (berempat) kepada teman sebangku
dan kemudian dilanjutkan dalam diskusi kelompok besarnya yang terdiri dari 4
peserta didik (Lie, 2008:59).
4

Kegiatan pembelajaran kooperatif think pair-square ini sebelumnya
pernah dilakukan oleh Uci Sanusi (2011). Peneliti melakukan riset ini di SMK
Negeri 12 Bandung dengan tujuan meningkatkan hasil belajar siswa pada
kompetensi menerapkan rangkaian elektronika di Kelas XI Elektronika pesawat
udara. Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa persentase pencapaian
ketuntasan belajar siswa meningkat selama diterapkannya pembelajaran
kooperatif think pair-square ini. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa
dengan baik.
Dari permasalahan yang dialami pada saat proses pembelajaran di SMA
Negeri 11 Palembang ini dan berdasarkan permasalahan yang serupa pada
penelitian sebelumnya, maka dilaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang
bertujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang berlangsung di
sekolah ini. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair-
square (berpikir berpasangan-berempat) diharapkan dapat terwujudnya
peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka perlu dilakukan penelitian dengan judul Peningkatan Keaktifan dan
Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair-Squaredi SMA Negeri 11 Palembang

2. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebasnya adalah model pembelajaran kooperatif tipe think pair-
square (berpikir berpasangan-berempat) dan yang menjadi variabel terikatnya
adalah keaktifan dan hasil belajar siswa. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15
Oktober sampai 26 November 2012 pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013
dikelas XI IPA
2
SMA Negeri 11 Palembang dengan jumlah siswa 43 orang, terdiri
dari 16 laki-laki dan 27 perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan
kelas yang dirancang untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran
yang berlansung didalam kelas. Dalam penelitian ini, terdapat 4 tahap yang terdiri
5

dari perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), observasi (observating) dan
refleksi (reflection). Keempat tahap dalam penelitian ini mengalami pengulangan
untuk setiap siklus penelitian yang dilakukan. Penelitian ini dirancang dalam tiga
siklus, dimana pada setiap siklusnya dilakukan tatap muka sebanyak dua kali tatap
muka.
Teknik Pengumpulan dan Analisa Data
1. Lembar Observasi
Untuk melihat persentase aktivitas pada masing-masing deskriptor
digunakan rumus:
x100%
aktifitas skor total
aktivitas skor
%
Keterangan:
skor aktivitas : jumlah siswa yang melakukan aktivitas pada
masing-masing deskriptor
skor total aktivitas : jumlah siswa yang melakukan aktivitas pada
semua deskriptor

Dari data diatas dapat diperoleh persentase keaktifan kelas, dengan
menggunakan rumus:
x100%
dikelas siswa jumlah
siswa keaktifan rata rata
%


dimana rata-rata keaktifan siswa diperoleh dari jumlah seluruh siswa yang
melakukan aktivitas pada semua deskriptor dibagi dengan jumlah deskriptor yang
diamati.
Tabel 1. Kisi-kisi lembar observasi keaktifan siswa
No Indikator
1. Perhatian siswa pada waktu belajar
2. Respon siswa dalam belajar
3. Kedisiplinan siswa dalam belajar
4. Respon siswa dalam model pembelajaran Think Pair-Square
6

2. Tes
Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah
pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat
pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan
sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.
Untuk mencari nilai rata-rata digunakan rumus :

N
x
M
X


(Sudijono, 2010:81)
Dimana : M
X
= nilai rata-rata seluruh siswa
x = jumlah nilai seluruh siswa
N = jumlah seluruh siswa
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai
berikut :
100% x
Siswa
belajar tuntas yang Siswa
P
(Daryanto, 2011:192)
Setelah didapat hasil dari tindakan pada siklus pertama maka hasil perhitungan
dapat dikonversikan berdasarkan kurikulum SMA Negeri 11 Palembang tabel
pencapaian hasil belajar siswa sebagai berikut:
Tabel 2. Kategori Penilaian
Nilai Kategori Nilai Keterangan
85 Sangat Baik
Tuntas
75 84 Baik
55 74 Cukup
Tidak Tuntas
54 Kurang
(Kurikulum SMA Negeri 11 Palembang)



7

3. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan dilingkungan SMA Negeri 11 Palembang pada
tanggal 15 Oktober sampai 26 November 2012 pada semester ganjil tahun ajaran
2012/2013. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square (berpikir berpasangan-berempat)
dikelas XI IPA
2
SMA Negeri 11 Palembang. Dimana sebagai subjek dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA
2
yang berjumlah 43 siswa yang terdiri
dari 16 orang laki-laki dan 27 orang perempuan. Aktivitas siswa diperoleh dari
lembar observasi yang digunakan pada setiap pertemuan yang bertujuan untuk
melihat keaktifan siswa. Hasil observasi kemudian dibandingkan pada setiap
pertemuan. Pengumpulan data kuantitatif hasil belajar diperoleh dari hasil tes
siswa pada setiap akhir pertemuan. Penelitian tindakan ini terdiri dari 3 siklus,
yaitu siklus I (T
1
) yang terdiri dari 2 pertemuan, siklus II (T
2
) terdiri dari 2 kali
pertemuan, dan pada siklus III (T
3
) juga terdiri dari 2 kali pertemuan.
Penelitian ini dilaksanakan dilingkungan SMA Negeri 11 Palembang pada
tanggal 15 Oktober sampai 26 November 2012 pada semester ganjil tahun ajaran
2012/2013. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square (berpikir berpasangan-berempat)
dikelas XI IPA
2
SMA Negeri 11 Palembang. Dimana sebagai subjek dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA
2
yang berjumlah 43 siswa yang terdiri
dari 16 orang laki-laki dan 27 orang perempuan. Aktivitas siswa diperoleh dari
lembar observasi yang digunakan pada setiap pertemuan yang bertujuan untuk
melihat keaktifan siswa. Hasil observasi kemudian dibandingkan pada setiap
pertemuan. Pengumpulan data kuantitatif hasil belajar diperoleh dari hasil tes
siswa pada setiap akhir pertemuan. Penelitian tindakan ini terdiri dari 3 siklus,
yaitu siklus I (T
1
) yang terdiri dari 2 pertemuan, siklus II (T
2
) terdiri dari 2 kali
pertemuan, dan pada siklus III (T
3
) juga terdiri dari 2 kali pertemuan.
1.1 Hasil Penelitian
1.1.1 Data Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Siklus I
8

Siklus I terdiri dari 2 kali pertemuan. Dimana pada siklus ini, siswa
mempelajari tentang Kemolaran (M) dan Konsep Laju Reaksi. Selama kegiatan
pembelajaran, dilakukan pengamatan keaktifan siswa dengan menggunakan
lembar observasi. Hasil observasi keaktifan siswa pada siklus satu dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi Keaktifan Siswa dalam Kelompok Setiap
Pertemuan pada Siklus I
No Kelompok
Keaktifan siswa dalam
kelompok (%)
Pertemuan 1 Pertemuan 2
1. I 45,31 50,00
2. II 35,94 39,06
3. III 35,94 29.69
4. IV 35,94 39,06
5. V 25,00 37,50
6. VI 59,38 67,19
7. VII 43,75 45,31
8. VIII 35,94 35,94
9. IX 42,19 43,75
10. X 45,31 50,00
11. XI 26,56 29,69
% Rata-rata keaktifan siswa dalam
kelompok
39,20 42,47
% Rata-rata keaktifan siswa dalam
kelompok
pada siklus I
40,83%

1.1.2 Data Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Siklus II
Siklus II terdiri dari 2 kali pertemuan, siswa mempelajari materi tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Sama halnya dengan perlakuan
yang diberikan pada siklus 1, dalam siklus II ini juga dilakukan dalam 2 kali tatap
muka. Dimana guru menyampaikan materi pelajaran mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi. Pada pertemuan pertama materi yang diberikan adalah
faktor laju reaksi berupa konsentrasi (M), luas permukaan, dan suhu (T)
sedangkan faktor laju reaksi yang berupa katalis dan tekanan disampaikan pada
9

pertemuan kedua dalam siklus ini. Melalui pengamatan yang telah dilakukan pada
siklus ini, diketahui persentase keaktifan siswa yang ditampilkan pada tabel 4.
Tabel 4. Rekapitulasi Keaktifan Siswa dalam Kelompok Setiap
Pertemuan pada Siklus II
No Kelompok
Keaktifan siswa dalam
kelompok (%)
Pertemuan 1 Pertemuan 2
1. I 57,81 70,31
2. II 45,31 60,94
3. III 51,56 50,00
4. IV 51,56 65,63
5. V 57,81 54,69
6. VI 73,44 70,31
7. VII 56,25 54,69
8. VIII 43,75 50,00
9. IX 54,69 60,94
10. X 64,06 67,19
11. XI 39,06 43,75
% Rata-rata keaktifan siswa dalam
kelompok
54,11 58,95
% Rata-rata keaktifan siswa dalam
kelompok
pada siklus II
56,53%

1.1.3 Data Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Siklus III
Dalam siklus III terdiri dari 2 kali pertemuan. Pada siklus III ini, siswa
mempelajari persamaan laju reaksi dalam menghitung orde reaksi dan konsep
kesetimbangan dalam persamaan kesetimbangan. Selama kegiatan pembelajaran,
dilakukan pengamatan keaktifan siswa dengan menggunakan lembar observasi.
Untuk mengetahui persentase keaktifan siswa dalam setiap kelompoknya pada
siklus III ini, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.





10

Tabel 5. Rekapitulasi Keaktifan Siswa dalam Kelompok Setiap
Pertemuan pada Siklus III
No Kelompok
Keaktifan siswa dalam
kelompok (%)
Pertemuan 1 Pertemuan 2
1. I 70,31 73,44
2. II 60,94 62,50
3. III 54,69 59,38
4. IV 59,38 68,75
5. V 73,44 70,31
6. VI 81,25 75,00
7. VII 67,19 70,31
8. VIII 73,44 68,75
9. IX 54,69 65,63
10. X 76,56 68,75
11. XI 54,56 51,56
% Rata-rata keaktifan siswa dalam
kelompok
66,05 66,76
% Rata-rata keaktifan siswa dalam
kelompok
pada siklus III
66,40%

Setelah didapatkan data mengenai keaktifan siswa dalam kegiatan proses
belajar mengajar, maka tabel rekapitulasi persentase keaktifan siswa dibawah ini
dapat mewakili penyimpulan mengenai keaktifan siswa dikelas XI IPA
2
SMA
Negeri 11 Palembang ini.
Tabel 6. Rekapitulasi Keaktifan Siswa
Pertemuan
Persentase keaktifan siswa dikelas
(%)
Siklus I Siklus II Siklus III
1. 39,20 54,11 66,05
2. 42,47 58,95 66,76
% Rata-rata keaktifan
siswa dalam
kelompok
40,83 56,53 66,40


11

1.1.4 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan (T
o
)
Data hasil belajar siswa sebelum tindakan (T
o
) diambil dari nilai siswa pada
materi sebelumnya yakni materi Termokimia. Distribusi frekuensi hasil belajar
siswa sebelum diberikan tindakan (T
o
) ditunjukkan pada tabel 7.
Tabel 7. Distribusi frekuensi hasil belajar siswa sebelum tindakan (T
o
)
Nilai
Jumlah
Siswa
Ketuntasan
Jumlah
Ketuntasan
Persentase Jumlah
85
5 Tuntas
16
11,62%
37,20%
75 84
11 Tuntas 25,58%
55 74
20 Belum Tuntas
27
46,51%
62,78%
54
7 Belum Tuntas 16,27%
Jumlah 43 43 100% 100%
Data hasil belajar siswa diatas menunjukkan persentase yang belum
mencapai ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 85%. Oleh sebab itu,
dilakukan perbaikan untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa.
1.1.5 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Siklus I (T
1
)
Terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa pada siklus I, namun hal ini
belum mencapai ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Data hasil belajar siswa
pada siklus I diperoleh dari nilai tes akhir siklus. Data distribusi frekuensi hasil
belajar pada siklus I dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Distribusi frekuensi hasil belajar siswa sebelum tindakan (T
o
)
Nilai
Jumlah
Siswa
Ketuntasan
Jumlah
Ketuntasan
Persentase Jumlah
85
8 Tuntas
23
18,60%
53,48%
75 84
15 Tuntas 34,88%
55 74
15 Belum Tuntas
20
34,88%
46,50%
54
5 Belum Tuntas 11,62%
Jumlah 43 43 100% 100%
Hasil belajar siswa pada siklus satu ini menunjukkan bahwa adanya
peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa, terdapat 23 orang siswa yang
12

mendapatkan nilai 75 dengan persentase 53,48% dan 46,50% siswa yang masih
belum tuntas.
1.1.6 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Siklus II (T
2
)
Setelah dilakukan beberapa perbaikan yang dilakukan pada siklus ke-dua
ini, nilai rata-rata hasil belajar kimia siswa pada siklus II mengalami peningkatan
yang baik. Dimana pada tabel 9 dibawah ini terlihat bahwa siswa yang memiliki
nilai 75 adalah sebanyak 31 orang siswa dengan persentase 72,09%. Hal ini
menunjukkan bahwasanya peningkatan hasil belajar kimia siswa telah menjadi
lebih baik dengan berkurangnya persentase siswa yang belum tuntas.
Tabel 9. Distribusi frekuensi hasil belajar siswa sebelum tindakan (T
o
)
Nilai
Jumlah
Siswa
Ketuntasan
Jumlah
Ketuntasan
Persentase Jumlah
85
14 Tuntas
31
32,56%
72,09%
75 84
17 Tuntas 39,53%
55 74
12 Belum Tuntas
12
27,90%
27,90%
54
0 Belum Tuntas 0%
Jumlah 43 43 100% 100%

1.1.7 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Siklus III (T
3
)
Data hasil belajar siswa pada siklus III dapat dilihat pada Tabel 10. yaitu
distribusi frekuensi hasil belajar kimia siswa.
Tabel 10. Distribusi frekuensi hasil belajar siswa sebelum tindakan (T
o
)
Nilai
Jumlah
Siswa
Ketuntasan
Jumlah
Ketuntasan
Persentase Jumlah
85
21 Tuntas
37
48,84%
86,05%
75 84
16 Tuntas 37,21%
55 74
5 Belum Tuntas
6
11,63%
13,95%
54
1 Belum Tuntas 2,32%
Jumlah 43 43 100% 100%
Berdasarkan hasil evaluasi siswa pada akhir pertemuan ke-dua siklus III
ini, ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus III mengalami peningkatan sebesar
13

86,05% dengan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 37 orang siswa. Secara
klasikla, kelas ini telah dinyatakan tuntas belajar karena telah memenuhi syarat
persentase ketuntasan kelas yang dinyatakan telah tuntas belajar apabila telah
mencapai persentase sebesar 85% dari jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar
75.
1.1.8 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa dari Sebelum Diberikan Tindakan
(T
o
), Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
Berikut ini merupakan rekapitulasi persentase keaktifan dan hasil belajar
siswa dari sebelum tindakan (T
o
), siklus I, II dan III sebagai berikut:
Tabel 11. Rekapitulasi Rata-rata Hasil Belajar dan Keaktifan Siswa
Tes
Nilai Rata-rata
Hasil
Belajar
Nilai Rata-rata
Keaktifan Siswa
(%)
Ketuntasan
Belajar Siswa
(%)
T
o
69,53 - 37,21
T
1
72,56 40,83 53,48
T
2
77,69 56,53 72,09
T
3
82,35 66,40 86,04

Berdasarkan Tabel 11. Mengenai rekapitulasi rata-rata hasil belajar siswa
dan keaktifan siswa, maka untuk lebih mudah melihat adanya peningkatan hasil
belajar dan keaktifan siswa. Data pada tabel 11. Ini di konversi kedalam sebuah
diagram batang pada gambar 1. dibawah ini.
14


Gambar 3. Diagram Batang Persentase Keaktifan Siswa dan
Ketuntasan Belajar Siswa
Berdasarkan rekapitulasi persentase keaktifan dan hasil belajar siswa
siklus I, II, dan III pada tabel 7 diatas, menunjukkan adanya peningkatan keaktifan
siswa sehingga ketuntasan hasil belajar siswa juga meningkat. Peningkatan
persentase ketuntasan hasil belajar siswa ini disebabkan siswa adanya interaksi
tambahan antar siswa dengan berpikir berpasangan berempat, saling memperkaya
pemahaman materi dengan bertanya dan memberi informasi dalam penyelesaian
tugas yang diberikan. Keberhasilan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair-Square (berpikir berpasangan-berempat) ini juga telah dilakukan oleh Uci
Sanusi (2011), dimana penerapan model pembelajaran kooperatif Think Pair-
Square dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa pada materi
menerapkan rangkaian elektronika dikelas XI elektronika pesawat udara SMK
Negeri 12 Bandung.
1.2 Deskripsi Setiap Siklus
1.2.1 Siklus I
1. Rencana
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
T1 T2 T3
% Nilai Rata-rata
Keaktifan Siswa
% Ketuntasan Belajar
Siswa
15

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan observasi dan
mengolah nilai hasil belajar siswa mengenai persentase ketuntasan hasil belajar
siswa yang menjadi subjek penelitian ini. Berdasarkan observasi dan
pengumpulan data tersebut, peneliti bersama guru membuat rencana untuk
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square (berpikir berpasangan-berempat).
Adapun rencananya sebagai berikut.
1. Menentukan pokok bahasan Kemolaran (M) dan Konsep Laju Reaksi.
2. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran kemolaran (M) dan konsep laju
reaksi yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-
Square.
3. Menyiapkan bahan ajar dan soal-soal yang akan diberikan sebagai contoh
mengenai materi kemolaran (M) dan konsep laju reaksi.
4. Menyiapkan pembagian kelompok siswa sebanyak 4 orang dalam 1 kelompok
sesuai dengan model pembelajaran Think Pair-Square.
5. Menyusun format penilaian lembar observasi keaktifan siswa.
6. Membuat soal tes untuk menilai hasil belajar siswa berupa soal pilihan ganda.
7. Menyusun dan membuat carta yang akan digunakan sebagai media dalam
penyampaian materi pelajaran.
2. Pelaksanaan Tindakan
2.1 Pertemuan 1
Kegiatan Awal :
- melihat kesiapan peserta didik untuk memulai pelajaran,
- mengajukan pertanyaan kepada peserta didik :
Apakah kalian masih mengingat bagaimana cara mencari mol suatu
zat (n) ?
- memotivasi peserta didik agar terlebih dahulu mempelajari materi
pelajaran yang akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan,
Dalam kehidupan sehari-hari, ketika ingin membuat minuman teh
manis pengukuran banyaknya gula yang digunakan diukur melalui
ukuran sendok. Namun setelah mempelajari materi konsentrasi larutan
16

ini, kita dapat mengetahui bahwa pengukuran banyaknya jumlah gula
yang digunakan dalam membuat teh manis itu disebut konsentrasi zat
gula didalam larutan teh.
- menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai materi konsentrasi larutan.
Kegiatan Inti :
- guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai konsentrasi larutan
(kemolaran) pada materi ini melalui media carta yang ditempel.
- guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas
kepada siswa dalam setiap kelompoknya,
- setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri,
- siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan
berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi
kelompok berempat,
- guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil
kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam
kelompok berempat,
- secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan
hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas.
Kegiatan Akhir :
- guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja
yang telah dipelajari pada materi ini,
- guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal
pilihan ganda,
- menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan
kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar
mengajar tersebut,
- memberikan penugasan kepada peserta didik untuk memperlajari materi
yang akan dipelajari selanjutnya mengenai konsep laju reaksi.
2.2 Pertemuan 2
3. Kegiatan Awal :
- melihat kesiapan peserta didik untuk memulai pelajaran,
17

- mengajukan pertanyaan kepada peserta didik mengenai :
Apa yang mereka ketahui mengenai laju atau cepat lambatnya reaksi
kimia yang terjadi pada suatu reaksi ?
- memotivasi peserta didik agar terlebih dahulu mempelajari materi
pelajaran yang akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan,
reaksi kimia pada hakikatnya ada yang berlangsung cepat, sedang dan
lambat. salah satu contoh reaksi yang berlangsung lambat seperti
proses fermentasi (peragian ubi/pembuatan tape).
- menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai materi konsep laju reaksi,
4. Kegiatan Inti :
- guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai konsep laju reaksi
pada materi ini melalui media carta yang ditempel.
- guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas
kepada siswa dalam setiap kelompoknya,
- setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri,
- siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan
berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi
kelompok berempat,
- guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil
kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam
kelompok berempat,
- secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan
hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas.
5. Kegiatan Akhir :
- guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja
yang telah dipelajari pada materi ini,
- guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal
essai,
- menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan
kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar
mengajar tersebut,
18

- memberikan penugasan kepada peserta didik untuk memperlajari materi
yang akan dipelajari selanjutnya mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi.
2. Observasi
2.1 Pertemuan Pertama
Berdasarkan hasil observasi pada siklus I persentase keaktifan siswa pada
pertemuan pertama hanya 39,27% persentase ini termasuk kategori kurang aktif.
Hal ini terlihat dari beberapa hal, yakni :
Ketika diskusi berlangsung, terdapat 7 kelompok yang belum
memanfaatkan waktu yang diberikan untuk berbagi informasi dan bertanya
dengan teman dalam kelompoknya. Siswa masih kurang peduli dengan
teman dalam kelompoknya dan masih sibuk dengan urusannya masing-
masing.
Siswa tidak memanfaatkan kesempatan untuk bertanya yang guru berikan.
Ketika siswa mencoba menyelesaikan soal dengan tipe hitungan, terdapat
beberapa orang siswa yang mengalami kesulitan karena kurangnya
pemahaman siswa mengenai soal yang diselesaikan dengan cara dikali
silang.
Ketika guru meminta siswa untuk menampilkan hasil kerjanya, tidak
semua kelompok terlihat antusias untuk menampilkan hasil kerja
kelompoknya. Siswa kurang percaya diri dengan jawaban kelompoknya.
Masih ada 6 orang siswa atau sekitar 13,95% dari 43 orang siswa yang
keluar masuk kelas ketika pelajaran dimulai, hal ini dapat mengganggu
konsentrasi siswa yang lain.
Adanya suara berisik dari kelas lain yang mengganggu pendengaran siswa
dalam mendengarkan penjelasan guru.
Ketika dilakukan evaluasi pada akhir pertemuan, kurang lebih 50% dari 43
orang siswa masih terlibat komunikasi dengan teman disebelahnya. Siswa
berusaha mencuru-curi waktu untuk sekedar menyamakan jawaban dengan
teman didekatnya.
2.2 Pertemuan Kedua
19

Pada pertemuan kedua tindakan yang diberikan yakni penyampaian materi
mengenai konsep laju reaksi dimana berdasarkan hasil observasi pada siklus I
persentase keaktifan siswa pada pertemuan kedua ini persentase keaktifan siswa
rata-rata adalah 42,47% ini termasuk kategori cukup aktif. Dari pertemuan kedua
ini terdapat beberapa hal yang diobservasi oleh guru, diantaranya :
masih kurangnya kesadaran siswa untuk saling berbagi dan bertukar
informasi, beberapa orang siswa masih sering sibuk dengan urusannya
sendiri dan mengobrol menggangu konsentrasi temannya yang lain
siswa masih takut untuk menampilkan hasil kerja kelompoknya, ketika
guru meminta kepada beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil
kerjanya kepada kelompok lain
saat pertemuan kedua ini berlangsung pada jam terakhir yakni pada jam
ke-7 dan 8, banyak siswa yang meminta izin kepada guru untuk keluar hal
tersebut terjadi karena siswa tersebut merasa gerah dengan kondisi kelas
yang panas
ketika soal evaluasi diberikan, siswa masih banyak memanfaatkan
kesempatan untuk melihat jawaban teman disebelahnya
3. Refleksi
Data hasil test didapat dari nilai post test yang diperoleh pada akhir
tindakan pada siklus I, diperoleh hasil belajar 72,56 dengan ketuntasan belajar
siswa 53,48% atau yang mendapatkan nilai 75 sebanyak 23 orang. nilai tertinggi
yang diperoleh siswa adalah 88,3 dengan persentase 4,65%. Dimana persentase
keaktifan siswa pada siklus satu sebesar 40,83% dikategorikan dalam golongan
yang masih kurang aktif. Hal ini ditunjukkan dari hasil observasi pada saat
dilakukannya proses pembelajaran pada pertemuan pertama dan kedua.
Untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa yang masih kurang
pada siklus I maka dengan berpedoman pada hasil analisa dan observasi siswa
pada saat proses pembelajaran berlangsung maka perlu dilakukan tindakan
perbaikan pada pengajaran selanjutnya dalam siklus II yaitu :
- Ketika diskusi berlangsung guru berkeliling mengawasi siswa dan
mengingatkan kepada beberapa kelompok yang tidak terlihat berdiskusi dan
20

sibuk dengan urusannya masing-masing untuk saling berbagi informasi, saling
menjelaskan dan bertanya dengan teman dalam kelompoknya.
- Guru mendekati siswa dan berkeliling, menanyakan kepada beberapa orang
siswa apa ada yang belum dipahami?
- Menjelaskan kepada siswa mengenai cara menyelesaikan soal hitungan dengan
benar, dan mengingatkan kepada siswa agar tidak melupakan apa yang telah
dijelaskan.
- Menunjuk beberapa kelompok secara acak, sehingga semua kelompok harus
siap dengan hasil kerjanya masing-masing.
- Mengingatkan siswa untuk tidak keluar-masuk dan mengganggu konsentrasi
teman yang lain, serta memotivasi siswa untuk tetap fokus pada pelajaran
walaupun dalam kondisi panas dikelas.
- Memperbesar volume suara, agar semua siswa mendengar dengan jelas dan
membuat mereka menjadi fokus pada pelajaran.
- Ketika evaluasi berlangsung, guru berkeliling dan tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya-tanya ataupun menyamakan jawaban
dengan teman disebelahnya (memperketat pengawasan).

1.2.2 Siklus II
1. Rencana
Pada tahap ini langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti untuk
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada siklus II dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square sebagai
berikut.
1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran mengenai materi faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi (konsentrasi, luas permukaan, suhu, katalis,
dan tekanan) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair-Square.
2. Menyiapkan media berupa power point yang akan digunakan sebagai media
dalam penyampaian materi pelajaran.
21

3. Menyiapkan soal-soal yang akan diberikan sebagai contoh mengenai materi
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi .
4. Menyiapkan pembagian kelompok siswa sebanyak 4 orang dalam 1 kelompok
sesuai model pembelajaran Think Pair-Square.
5. Membuat soal tes untuk menilai hasil belajar siswa berupa soal pilihan ganda.
6. Guru menyuruh siswa membuka buku pedoman yang dimiliki siswa, dan
menugaskan siswa untuk membaca materi yang dipelajari sebelum dijelaskan
oleh guru.
7. Guru berkeliling mengamati kegiatan siswa dalam kelompok dan menegur
siswa yang hanya menyalin jawaban dari temannya serta tidak memberikan
bantuan pada temannya yang kesulitan menyelesaikan soal.
8. Guru menyebarkan perhatian dan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengungkapkan pendapat, menjawab dan bertanya serta
menyimpulkan hasil pembelajaran.
2. Pelaksanaan Tindakan
2.1 Pertemuan 1
Kegiatan Awal :
- melihat kesiapan siswa untuk memulai pelajaran.
- Mengajukan pertanyaan kepada siswa :
Gejala-gejala dalam reaksi kimia?
- Memotivasi siswa agar terlebih dahulu mempelajari materi pelajaran yang
akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan dengan memberikan
contoh :
Orang yang sedang sakit diberi makan bubur agar reaksi pencernaan
makanan tersebut menjadi lebih cepat dan orang yang sakit akan lebih
cepat sembuh.
- Menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi laju reaksi.
Kegiatan Inti :
- guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi laju reaksi (konsentrasi, suhu, luas permukaan) pada
22

materi ini melalui media PPT berupa animasi-animasi yang ditampilkan
pada whiteboard dengan bantuan proyektor.
- guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas
kepada siswa dalam setiap kelompoknya,
- setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri,
- siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan
berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi
kelompok berempat,
- guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil
kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam
kelompok berempat,
- secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan
hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas.
Kegiatan Akhir :
- guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja
yang telah dipelajari pada materi ini,
- guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal
pilihan ganda,
- menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan
kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar
mengajar tersebut,
- memberikan penugasan kepada peserta didik untuk memperlajari materi
yang akan dipelajari selanjutnya mengenai faktor laju reaksi yang lain
berupa tekanan dan katalis,
2.2 Pertemuan 2
Kegiatan Awal :
- melihat kesiapan peserta didik untuk memulai pelajaran,
- mengajukan pertanyaan kepada peserta didik mengenai :
Selain luas permukaan, suhu dan konsentrasi. Faktor apa lagi yang
dapat mempengaruhi laju reaksi kimia?
23

- memotivasi peserta didik agar terlebih dahulu mempelajari materi
pelajaran yang akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan dengan
memberikan contoh:
Dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan energi, seperti jika
dibandingkan dengan orang yang bekerja sendiri, dua orang akan
lebih cepat memindahkan satu truck batu kali.
- menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi laju reaksi,
Kegiatan Inti :
- Guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi laju reaksi (tekanan dan katalis) pada materi ini
melalui media power point yang ditampilkan pada whiteboard kelas
dengan menggunakan proyektor.
- guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas
kepada siswa dalam setiap kelompoknya,
- setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri,
- siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan
berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi
kelompok berempat,
- guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil
kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam
kelompok berempat,
- secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan
hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas.
Kegiatan Akhir :
- guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja
yang telah dipelajari pada materi ini.
- guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal
pilihan ganda.
24

- menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan
kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar
mengajar tersebut.
- memberikan penugasan kepada peserta didik untuk mempelajari materi
yang akan dipelajari selanjutnya mengenai persamaan laju reaksi.
3. Observasi
3.1 Pertemuan Pertama
Pada pertemuan pertama dalam siklus ke-II ini, membahas mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (konsentrasi, suhu, dan luas
permukaan). Ketika proses pembelajaran berlangsung terdapat beberapa hal yang
diperhatikan oleh guru, yang diantaranya sebagai berikut :
Masih terdapat 3 kelompok yang belum memanfaatkan waktu yang
diberikan untuk berinteraksi dengan teman dalam kelompoknya ketika
diberikan waktu untuk berdiskusi membahas soal yang guru berikan.
Siswa masih terkesan malu-malu untuk bertanya dan mengungkapkan
pendapat ketika diberi kesempatan untuk bertanya.
Saat guru sedang lengah, beberapa orang siswa yang berada diposisi
tempat duduk belakang kembali memanfaatkan kesempatan untuk melihat
pekerjaan temannya.
Berdasarkan hasil observasi persentase keaktifan siswa mengalami
peningkatan dari siklus I. Untuk siklus II pertemuan 1 ini persentase keaktifan
siswa diperoleh 54,11% nilai ini termasuk kategori aktif.
3.2 Pertemuan Kedua
Pada pertemuan kedua dalam siklus ke-II ini, guru melanjutkan materi
pelajaran mengenai faktor-faktor laju reaksi (tekanan dan katalis). Berdasarkan
hasil observasi persentase keaktifan siswa mengalami peningkatan dari siklus I.
Untuk siklus II pertemuan 2 ini persentase keaktifan siswa diperoleh 58,11% nilai
ini termasuk kategori aktif. Terdapat beberapa hal yang juga diamati oleh guru,
yakni :
Siswa yang duduk diposisi belakang masih terkesan kurang percaya diri
untuk mengungkapkan pendapatnya dan bertanya kepada guru
25

ketika evaluasi berlangsung masih terdapat siswa yang memanfaatkan
situasi untuk melihat pekerjaan temannya, dan ada juga yang berdiskusi
mengenai soal yang diberikan.
4. Refleksi
Data hasil test didapat dari nilai post test yang diperoleh pada akhir
tindakan pada siklus II yang terdiri dari 2 pertemuan, nilai hasil belajar siswa ini
diperoleh dari 2 pertemuan yang diambil rata-ratanya hasil belajar 77,67 dengan
ketuntasan belajar siswa 72,09% atau yang mendapatkan nilai 75 sebanyak 31
orang. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90 dengan persentase 25,58%.
Dimana persentase keaktifan siswa pada siklus II ini sebesar 56,53%
dikategorikan dalam golongan cukup aktif. Ini menunjukkan masih terdapatnya
kelemahan-kelemahan pada siklus dua ini.
Untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada siklus II maka
dengan berpedoman pada hasil analisa dan observasi siswa pada saat proses
pembelajaran berlangsung maka perlu dilakukan tindakan perbaikan pada
pengajaran selanjutnya dalam siklus II yaitu :
- Menegur dan mencatat kelompok dan siswa yang sibuk dengan urusannya
masing-masing dan tidak peduli dengan tugas yang diberikan dan terkesan
cuek dengan kinerja kelompoknya.
- Guru menunjuk beberapa siswa untuk mengungkapkan pendapatnya.
- Guru menegur dan mencatat siswa yang bertindak curang dalam
menyelesaikan soal evaluasi, guru semakin memperketat pengawasan.
4.2.3 Siklus III
1. Rencana
Pada siklus III, peneliti bersama guru membuat rencana untuk
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square. Adapun rencana yang telah
disusun sebagai berikut.
1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran mengenai materi persamaan laju
reaksi (orde reaksi) dan tetapan kesetimbangan (K
c
dan K
p
) yang sesuai dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square.
26

2. Menyiapkan media berupa carta yang akan digunakan sebagai media dalam
penyampaian materi pelajaran.
3. Menyiapkan soal-soal yang akan diberikan sebagai contoh mengenai materi
materi persamaan laju reaksi (orde reaksi) dan tetapan kesetimbangan (K
c
dan
K
p
).
4. Membuat soal tes untuk menilai hasil belajar siswa berupa soal pilihan ganda.
5. Guru berkeliling mengamati kegiatan siswa dalam kelompok dan menegur
siswa yang hanya menyalin jawaban dari temannya serta tidak memberikan
bantuan pada temannya yang kesulitan menyelesaikan soal.
6. Guru mencoba menunjuk siswa untuk mengemukakan pendapatnya dan
berkeliling agar siswa yang malu bertanya didepan temannya menjadi lebih
berani bertanya jika berada dalam kondisi yang dekat dengan gurunya.
7. Guru menyebarkan perhatian dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan pendapat, menjawab dan bertanya serta menyimpulkan hasil
pembelajaran.
8. Memusatkan perhatian siswa sehingga siswa tidak sibuk dengan urusan
masing-masing, dan mengurangi kesempatan mereka untuk berbincang-
bincang mengenai topik diluar pelajaran.
9. Guru berkeliling disetiap kelompok diskusi dan menginstruksikan kepada
siswa untuk bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dengan
berdiskusi mengenai satu soal yang diberikan.
2. Tindakan
2.1 Pertemuan 1
Kegiatan Awal :
- melihat kesiapan peserta didik untuk memulai pelajaran,
- mengajukan pertanyaan kepada peserta didik mengenai cara menghitung
laju suatu reaksi,
- memotivasi peserta didik agar terlebih dahulu mempelajari materi
pelajaran yang akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan,
- menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai materi persamaan laju
reaksi,
27

Kegiatan Inti :
- guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai persamaan laju reaksi
pada materi ini melalui media carta yang ditempel,
- guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas
kepada siswa dalam setiap kelompoknya,
- setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri,
- siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan
berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi
kelompok berempat,
- guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil
kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam
kelompok berempat,
- secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan
hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas.
Kegiatan Akhir :
- guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja
yang telah dipelajari pada materi ini,
- guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal
essai,
- menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan
kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar
mengajar tersebut,
- memberikan penugasan kepada peserta didik untuk mempelajari materi
yang akan dipelajari selanjutnya mengenai tetapan kesetimbangan.
2.2 Pertemuan 2
Kegiatan Awal :
- melihat kesiapan peserta didik untuk memulai pelajaran,
- mengajukan pertanyaan kepada peserta didik mengenai apa yang siswa
mengetahui cara menentukan tetapan kesetimbangan,
- memotivasi peserta didik agar terlebih dahulu mempelajari materi
pelajaran yang akan disampaikan sebelum pelajaran diberikan,
28

- menyampaikan tujuan pembelajaran mengenai materi tetapan
kesetimbangan.
Kegiatan Inti :
- guru menyampaikan inti materi pelajaran mengenai tetapan
kesetimbangan pada materi ini melalui media carta yang ditempel,
- guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas
kepada siswa dalam setiap kelompoknya,
- setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri,
- siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan
berdiskusi dengan pasangannya, dan langsung dilanjutkan dalam diskusi
kelompok berempat,
- guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagi hasil
kerjanya, bertukar informasi dan saling memperkaya pemahaman dalam
kelompok berempat,
- secara acak guru menentukan beberapa kelompok untuk menampilkan
hasil kerjanya kepada kelompok lain melalui diskusi kelas.
Kegiatan Akhir :
- guru membimbing peserta didik dalam menyimpulkan mengenai apa saja
yang telah dipelajari pada materi ini,
- guru memberikan evaluasi untuk melihat pemahamannya, berupa soal
pilihan ganda,
- menutup pembelajaran dan memberi penghargaan kepada individu dan
kelompok yang berkinerja baik dan amat baik dalam kegiatan belajar
mengajar tersebut,
- memberikan penugasan kepada peserta didik untuk mengulangi pelajaran
yang telah disampaikan serta menugaskan kepada siswa untuk
mempersiapkan diri dalam mengahadapi ujian semester.
3. Observasi
3.1 Pertemuan Pertama
Pada pertemuan pertama di siklus III ini, guru menjelaskan materi
mengenai persamaan laju reaksi. Guru melihat kesiapan siswa dalam belajar dan
29

menginstruksikan kepada siswa untuk membuka buku LKS yang dimiliki oleh
siswa. Selanjutnya ketika memasuki kegiatan inti dalam proses pembelajaran ini,
terdapat beberapa hal yang diobservasi oleh guru, yakni :
Semua kelompok sudah menunjukkan perkembangan yang baik, walaupun
masih terdapat beberapa orang siswa yang mengobrol dengan temannya
mengenai hal diluar pelajaran. Namun secara keseluruhan siswa sudah mulai
bisa menghargai teman dan saling membantu dalam memahami dan
menyelesaikan tugas/soal yang guru berikan.
Siswa sudah mulai berani bertanya dan mengungkapkan pendapatnya baik itu
dengan cara mengacungkan ataupun ketika guru berkeliling memperhatikan
pekerjaan siswa.
Siswa sudah mulai menyadari bahwa evaluasi yang diberikan untuk melihat
batas pemahaman mereka, sehingga siswa yang terlibat komunikasi saat
mengerjakan soal evaluasi menjadi lebih berkurang. Walaupun dalam beberapa
saat tetap terdapat siswa yang mencur-curi kesempatan untuk melihat jawaban
temannya.
Guru meminta siswa untuk menampilkan hasil diskusinya, siswa yang bernama
Fhanca dari kelompok VI dan Diah dari kelompok VII langsung mengangkat
tangan bermaksud ingin menampilkan hasil kerja kelompoknya.
Dari hasil observasi pada sisklus III pertemuan pertama ini, persentase
keaktifan siswa sebesar 66,05% ini termasuk kategori aktif.
3.2 Pertemuan Kedua
Pada pertemuan kedua dalam siklus III ini, guru menyampaikan materi
pelajaran mengenai tetapan kesetimbangan, guru menggunakan carta sebagai alat
bantu dalam penyampaian materi pelajaran kepada siswa. Terdapat beberapa hal
yang juga diobservasi oleh guru, yakni :
terlihat bahwa siswa sudah benar-benar merasa nyaman dalam mengutarakan
pendapatnya, siswa terlihat antusias dengan materi pelajaran dengan ikut serta
ketika menjawab pertanyaan guru yang disebarkan kepada seluruh siswa
ketika diskusi kelompok berlangsung, terlihat bahwa interaksi siswa dalam
kelompoknya sudah lebih baik, siswa sudah saling membantu dalam
30

memahami maksud soal dan menyelesaikan soal yang diberikan. Walaupun
disatu sisi masih terdapat siswa yang masih terkesan tidak peduli dengan teman
dalam kelompoknya
selama diskusi berlangsung guru berkeliling ke tiap kelompok untuk
membimbing siswa tersebut agar lebih aktif dan bertanya secara langsung baik
itu bertanya dengan guru maupun dengan teman dalam kelompoknya
guru tidak lupa menyerukan kepada siswa untuk menyiapkan diri dalam
menghadapi ujian akhir semester yang akan berlangsung minggu depan
Berdasarkan hasil observasi pertsentase keaktifan siswa pada siklus III
yakni sebesar 66,76% dan dikategorikan dalam kelompok aktif.
4. Refleksi
Dari data hasil test didapat dari nilai post test yang diperoleh pada akhir
tindakan pada siklus III diperoleh hasil belajar rata-rata siswa sebesar 82,35
dengan ketuntasan belajar siswa 86,04%. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa
pada siklus III mengalami peningkatan dibandingkan pada siklus II. Hasil
pengamatan keaktifan siswa didapatkan persentase keaktifan kelas pada siklus III
adalah 66,40% termasuk kategori aktif. Dan dalam penelitian ini terjadi
peningkatan hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA
2
dimana T
3
>T
2
>T
1
, hal ini
diikuti pula dengan peningkatan keaktifan siswa.

3.2. Pembahasan
Pada siklus I keaktifan siswa yang diperoleh dari lembar observasi yaitu
40,83 %. Berdasarkan hasil tes akhir siklus diperoleh peningkatan terhadap hasil
belajar siswa yaitu dari nilai awal sebelum tindakan (T
o
) sebesar 37,21% menjadi
53,48% yang memperoleh nilai 75

atau dikatakan tuntas belajar. Akan tetapi
hal ini masih sangat jauh untuk mencapai ketuntasan belajar secara klasikal yaitu
85%. Oleh karena itu dilakukan refleksi untuk siklus I yang diperbaiki pada siklus
II. Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I ini disebabkan karena
keaktifan belajar siswa sudah mulai meningkat. Seperti halnya yang dikemukakan
Dimyati dan Mudjiono (2009:51), adanya keaktifan siswa yang meningkat
31

menyatakan bahwa terjadi peningkatan keterlibatan langsung siswa dalam proses
pembelajaran.
Hal ini disebabkan karena pembelajaran sudah menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square. Menurut Spencer Kagan dalam
Isjoni (2011:78), Pembelajaran kooperatif tipe think pair-square merupakan suatu
teknik yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk bekerja sendiri serta
bekerja sama dengan orang lain. Dimana keunggulan teknik ini adalah
mengoptimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberikan kesempatan delapan kali
lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi
mereka kepada orang lain. Tipe ini diperkenalkan oleh Spencer Kagan.
Pada siklus I pertemuan pertama mempelajari materi Kemolaran (M) atau
konsentrasi larutan. Siswa diberikan informasi mengenai bagaimana cara
membuat larutan dan menghitung molaritas larutan dengan beberapa rumus yang
diantaranya persamaan umum berupa
Liter
mol
M (Purba, 2007:94). Berdasarkan
lembar observasi rata-rata persentase keaktifan siswa tiap indikator yaitu perhatian
siswa pada waktu belajar 55,81%, respon siswa dalam belajar 25,58%,
kedisiplinan siswa dalam belajar 54,09% dan respon siswa dalam model
pembelajaran Think Pair-Square 27,32%. Hanya 39,20% dari siswa dikelas yang
aktif dalam diskusi kelompok. Siswa yang berani mengungkapkan pendapat
maupun bertanya kepada guru hanya ada 2 orang dari 43 siswa, sedangkan yang
memiliki kepedulian dalam kelompoknya baik itu bertanya maupun menjelaskan
kepada teman dalam kelompoknya mengenai materi pelajaran hanya 8 orang dari
43 siswa. Melalui data yang didapat dengan menggunakan lembar observasi ini
menunjukkan bahwa interaksi antara siswa dalam memperluas pemahamannya
mengenai materi pelajaran dengan cara berbagi informasi dalam kerja kelompok
masih sangat kurang, begitu juga interaksi antara siswa dan guru.
Pada pertemuan kedua proses belajar mengajar berlangsung mempelajari
materi konsep laju reaksi, berdasarkan lembar observasi dapat dilihat rata-rata
persentase keaktifan siswa tiap indikator mengalami peningkatan dibandingkan
dengan pertemuan pertama yaitu perhatian siswa pada waktu belajar dari
32

keseluruhan siswa didapatkan persentase sebesar 61,63%, respon siswa dalam
belajar 27,33%, kedisiplinan siswa dalam belajar 52,91%, dan respon siswa dalam
model pembelajaran Think Pair-Square 32,59%. Selama proses belajar mengajar
berlangsung perhatian siswa dalam belajar mengalami peningkatan. Hal ini dapat
dilihat dari deskriptor siswa tidak mengerjakan pekerjaan lain pada saat guru
mengajar pelajaran kimia 53,49% sehingga siswa mampu memperhatikan
penjelasan guru dengan baik tetapi masih ada 20 orang siswa yang terkadang
melakukan aktifitas diluar urusan pelajaran, seperti mengerjakan tugas rumah
untuk pelajaran lain, memainkan handphone dan terkadang terlihat kurang serius
mengikuti pelajaran yang sedang diajarkan.
Hal itu terlihat jelas pada rekapitulasi hasil observasi keaktifan siswa pada
kelompok III, dimana kelompok yang terdiri dari siswa yang bernama Satria,
Teddy, Rahman, dan Islam. Pada saat prose belajar mengajar berlangsung, siswa
yang bernama Rahman dan Islam tidak mengerjakan soal yang diberikan oleh
guru sebagai bahan diskusi, disini terlihat belum adanya kesadaran siswa terhadap
kontribusinya dalam kelompok. Ini terlihat pada deskriptor untuk indikator
perhatian siswa dan respon siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair-Square ini belum muncul.
Pada saat mengerjakan soal yang diberikan saat diskusi dalam kegiatan
berpikir berpasangan berempat, terlihat masih kurangnya kemampuan
berkomunikasi dan bekerjasama antar anggota kelompok. Beberapa siswa hanya
menanti jawaban yang dihasilkan oleh teman dalam kelompoknya. Pada
pertemuan kedua ini , saat diskusi berlangsung keaktifan siswa masih terlihat
kurang, siswa belum mampu memanfaatkan waktu dengan efisien ketika guru
memberikan kesempatan untuk bertukar informasi dan memperkaya pemahaman
melalui sharing dengan teman dalam kelompoknya.
Hal ini dapat dilihat dari indikator siswa mampu mengerjakan pertanyaan
dan bertanya dengan teman sekelompoknya jika ada yang belum dipahami
mengenai materi yang diajarkan ini sebesar 25,58%. Hal ini menunjukkan bahwa
interaksi antar siswa dan siswa dalam kelompoknya masih kurang, begitu juga
halnya dengan interaksi antara siswa dan guru. Seperti yang dikemukakan oleh
33

Moh. Uzer Usman dalam Djamarah (2010:13) bahwa untuk meningkatkan
keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan, penerapan pola interaksi harus
diterapkan. Pola interaksi ini sejalan dengan diterapkannya model pembelajaran
kooperatif tipe think pair-square seperti skema dibawah ini :
G


A A A A

Meningkatnya hasil belajar siswa pada siklus I ini disebabkan karena
beberapa siswa sudah mulai terlibat aktif dalam proses pembelajaran, pemahaman
siswa dapat diperkaya melalui berpikir bersama-sama dengan siswa lain dalam
kelompoknya. Hal ini membuat siswa lebih memantapkan pemahamannya yang
sebelumnya hanya ia dapatkan melalui penjelasan guru. Dengan begini siswa
dilatih untuk bekerja sama, dan menerima saran serta informasi dari temannya
yang mampu membuat siswa dapat menemukan jawaban dari tugas yang
diberikan serta memahami materi yang diajarkan.
Pada siklus II, guru melakukan tindakan perbaikan berdasarkan kelemahan
apa yang terjadi pada siklus I. Hal ini dilakukan karena dalam menerapkan
penelitian tindakan kelas perlu memperhatikan prinsip dasar penelitian yang salah
satunya adalah refleksi yang mengulas dan mengkritisi apa yang terjadi pada
siswa, suasana kelas dan guru (Arikunto dkk, 2011:133). Pertemuan ketiga
mempelajari materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (luas
permukaan, konsentrasi, dan suhu). Berdasarkan lembar observasi, rata-rata
persentase keaktifan siswa tiap indikator pada pertemuan ketiga ini mengalami
peningkatan jika dibandingkan pada pertemuan sebelumnya dalam siklus I yaitu
perhatian siswa pada waktu belajar 72,67%, respon siswa dalam belajar 27,91%,
kedisiplinan siswa dalam belajar, dan respon siswa dalam model pembelajaran
think pair-square sebesar 55,82%. Pada pertemuan pertama dalam siklus II ini
siswa sudah mulai memfokuskan perhatiannya kepada materi yang disampaikan
oleh guru, melalui lembar observasi diketahui pada indikator memperhatikan dan
Ada balikan bagi
guru, anak didik
saling belajar satu
sama lain.
34

mendengarkan pada saat guru menjelaskan sudah menunjukkan persentase
fantastis yakni 100% siswa memperhatikan.
Hal tersebut dapat terjadi karena siswa merasa lebih nyaman karena
biasanya kelas yang digunakan pada saat belajar adalah kelas yang berada dilantai
dua dengan kondisi yang kurang nyaman dan sering kali membuat siswa gelisah
karena fasilitas kelas yang belum diberi plapon sehingga udara yang dihasilkan
sangat panas membuat siswa menjadi kurang nyaman. Serupa dengan yang
diungkapkan oleh Djamarah (2010:46) suasana ruang kelas yang pengap akan
menyebabkan anak didik malas belajar. Namun pada pertemuan pertama dalam
siklus II ini digunakan ruang kelas yang lebih baik, dengan fasilitas yang lebih
lengkap yakni terdapat LCD yang dapat digunakan guru dalam penggunaan media
power point yang menampilkan animasi yang berhubungan dengan materi faktor
yang mempengaruhi laju reaksi. Selama proses diskusi berlangsung, siswa sudah
mulai menunjukkan reaksi positif dengan penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe think pair-square ini. Hal ini terlihat persentase indikator siswa
mampu mengerjakan soal yang diberikan oleh guru dengan berpikir berpasangan,
bertukar informasi dan pemahaman secara bersama dalam kelompoknya sebesar
65,11% dan indikator siswa bertanya dengan teman sekelompoknya jika ada yang
belum dipahami mengenai materi laju reaksi yang dipelajari sebesar 44,18%.
Persentase ini sudah menunjukkan adanya peningkatan interaksi antar siswa
dalam kelompoknya untuk saling berkontribusi dalam menyelesaikan soal yang
diberikan, jika dibandingkan dengan persentase yang ada pada siklus II hal ini
sudah jauh meningkat.
Pada pertemuan kedua dalam siklus II ini guru mencoba lebih memusatkan
perhatian kepada siswa. Guru menyampaikan materi pelajaran mengenai faktor
katalis dan tekanan yang mempengaruhi laju reaksi, siswa terlihat semakin
antusias dalam belajar. Siswa terlihat mengurangi aktifitas lainnya yang sibuk
dengan pekerjaan lain diluar materi pelajaran selain itu siswa yang mengobrol
juga menjadi berkurang. Hal ini dapat terlihat pada indikator siswa tidak
mengobrol dengan teman sebangku pada saat pelajaran kimia 32,55% siswa yakni
ada 14 siswa yang memfokuskan dirinya dengan materi pelajaran saja. Meskipun
35

demikian masih ada saja beberapa kelompok yang terlibat perbincangan diluar
materi pelajaran, dan hal ini sekaligus menghasilkan suara-suara berisik dan
cukup mengganggu konsentrasi siswa yang lain. Beberapa kelompok itu
diantaranya adalah kelompok III dimana Rahman pada pertemuan ini terlibat
perbincangan dengan Satria, dan juga menggunakan handphone ketika proses
belajar mengajar berlangsung. Penyimpangan inilah yang akhirnya menurunkan
persentase keaktifan kelompok III pada pertemuan kedua. Hal tersebut pun terjadi
pada kelompok VI dan VII. Pada kelompok lain yakni siswa yang bernama Sendy
dari kelompok V juga menyebabkan penurunan persentase keaktifan
kelompoknya karena pada deskriptor siswa mengumpulkan tugas tepat waktu
pada siswa ini tidak muncul.
Sama seperti pertemuan sebelumnya siswa saat merasa nyaman dengan
kondisi belajar yang ditimbulkan, interaksi siswa dalam diskusi juga semakin
meningkat. Kepedulian siswa kepada temannya yang belum memahami materi
dengan baik semakin meningkat dengan adanya kegiatan yang memberikan
kesempatan kepada dirinya untuk berbagi informasi dan mengajarkan kepada
temannya langkah dan cara-cara dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Hal
tersebut dibuktikan dengan persentase pada deskriptor respon siswa dalam model
pembelajaran think pair-square sebesar 57,00%.
Peningkatan keaktifan siswa dikelas pada proses belajar ini juga diiringi
dengan peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan ini terlihat dari besarnya
persentase hasil belajar siswa yakni sebesar 72,09%. Terjadinya peningkatan hasil
belajar siswa ini disebabkan karena siswa sudah terbiasa dengan diperkenalkannya
model pembelajaran kooperatif tipe think pair-square yang diterapkan oleh guru.
Pembelajaran kooperatif tipe think pair-square ini diawali dengan berpikir
mandiri dan akhirnya bertukar pendapat dan informasi dengan sharing secara
square (berempat) kepada teman sebangku dan kelompok besarnya yang terdiri
dari 4 peserta didik (Lie, 2008:59).
Siklus III yang merupakan siklus terakhir yang direncanakan oleh guru
jika telah terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa. Pada pertemuan
pertama guru melanjutkan materi pelajaran mengenai laju reaksi yakni persamaan
36

laju reaksi. berdasarkan lembar observasi, rata-rata persentase keaktifan siswa tiap
indikator pada pertemuan pertama dalam siklus III ini mengalami peningkatan
dibandingkan pada pertemuan sebelumnya dalam siklus II. Dimana peningkatan
itu terlihat pada deskriptor perhatian siswa pada waktu belajar 64,53%, respon
siswa dalam belajar 37,21%, kedisiplinan siswa dalam belajar 81,06%, dan respon
siswa dalam model pembelajaran think pair-square sebesar 69,77%. Dari data
keseluruhan terlihat masih ada 15 siswa yang masih belum terlibat secara aktif
dalam berkontribusi dalam kelompoknya, baik itu bertanya maupun sharing
dengan teman dalam kelompoknya. Siswa yang belum terlibat secara aktif dalam
diskusi kelompok ini diantaranya siswa sibuk memainkan handphone baik itu
hanya sekedar membalas pesan maupun sibuk sendiri dengan tenggelam dalam
aktifitasnya dalam jejaring sosial yang terjadi selama proses belajar berlangsung.
Pada pertemuan kedua dalam siklus III guru menyampaikan materi
pelajaran yakni tetapan kesetimbangan. Rata-rata persentase keaktifan siswa tiap
indikator pada pertemuan kedua ini mengalami peningkatan hanya saja pada
deskriptor respon siswa dalam belajar dan kedisiplinan siswa dalam belajar
mengalami penurunan sekitar 1,45%. Penurunan ini terjadi karena proses belajar
mengajar ini berlangsung pada jam terakhir yakni jam ke-7 dan 8, dimana pada
jam tersebut kondisi kelas yang belum dilengkapi dengan atap plapon menjadi
sangat panas, sehingga siswa menjadi kurang nyaman. Siswa sering berkipas-
kipas dikelas sehingga timbul kegiatan lain yang mengganggu konsentrasi siswa
dalam belajar dan terkadang siswa sering izin keluar hanya untuk mencari udara
yang lebih dingin dan menenangkan. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi penurunan persentase keaktifan kelompok siswa jika
dibandingkan dengan persentase pada pertemuan pertama yang terjadi pada
beberapa kelompok seperti kelompok V, VI dan XI. Jadi , untuk siklus III
persentase keaktifan siswa rata-rata adalah sebesar 66,40%. Walaupun terjadi
penurunan persentase keaktifan siswa pada pertemuan kedua, namun secara
klasikal tetap terlihat adanya peningkatan keaktifan siswa dari persentase rata-rata
keaktifan siswa pada siklus I yaitu 40,83% dan persentase rata-rata keaktifan
siswa pada siklus II yaitu 56,53%.
37

Sama halnya seperti kegiatan akhir pembelajaran pada pertemuan-
pertemuan sebelumnya, guru memberikan evaluasi kepada siswa. Dimana nilai
tersebut merupakan hasil belajar siswa dalam setiap siklusnya. Dalam siklus III ini
ketuntasan hasil belajar siswa sudah mencapai 86,04% dengan nilai rata-rata kelas
sebesar 82,35. Frekuensi jumlah siswa yang mendapat nilai 85 sebanyak 21
siswa, rentang nilai 75-84 sebanyak18 siswa, dan yang dinyatakan belum tuntas
atau mendapat nilai 74 sebanyak 4 siswa. Terjadi peningkatan persentase
ketuntasan hasil belajat yaitu sebesar 18,61% dari ketuntasan hasil belajar siklus I
ke siklus II. Peningkatan ketuntasan hasil belajar siklus III ini cukup besar, nilai
tertinggi yang diperoleh siswa adalah 100, siswa yang memperoleh nilai >85 ada
20 orang siswa. Hal ini dapat disebabkan karena 80% soal yang diujikan pada
siklus III ini dasarnya sama dengan apa yang telah diajarkan guru pada proses
pembelajaran dan disajikan dalam bentuk soal pilihan ganda (multiple choice).
Djamarah (2010:285), penggunaan soal evaluasi dalam bentuk pilihan ganda ini
untuk mengukur hasil belajar siswa yang lebih kompleks berkenaan dengan aspek
ingatan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis dan penilaian.
Peningkatan persentase ketuntasan hasil belajar siswa ini disebabkan siswa
sejak awal kegiatan sudah diberikan kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran. Melalui penerapan pembelajaran kooperatif, siswa bukan
hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam proses belajar
mengajar, melainkan juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai
kesempatan untuk membelajarkan siswa lain (Djamarah, 2010:357). Siswa
dituntut untuk bekerja sama dalam setiap kegiatan diskusi dalam kelompoknya
untuk menyelesaikan soal yang diberikan, selain itu disini siswa diberikan
kesadaran untuk saling peduli dengan temannya. Kepedulian ini terlihat dari ikut
sertanya siswa dalam berbagi informasi dan mengajarkan kepada temannya yang
belum memahami dengan baik materi yang disampaikan oleh guru. Tidak hanya
itu dengan diperkenalkannya siswa pada proses pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe think pair square ini dapat membuat siswa
menjadi lebih percaya diri dalam mengungkapkan pendapat dan bertanya baik itu
38

kepada guru maupun teman dalam kelompoknya. Dengan meningkatnya keaktifan
siswa dikelas, hal ini juga mengikutsertakan peningkatan hasil belajar siswa.
Kegiatan pembelajaran kooperarif think pair-square ini sebelumnya
pernah dilakukan oleh Uci Sanusi (2011). Peneliti melakukan riset ini di SMK
Negeri 12 Bandung dengan tujuan meningkatkan hasil belajar siswa pada
kompetensi menerapkan rangkaian elektronika di Kelas XI Elektronika pesawat
udara. Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa persentase pencapaian
ketuntasan belajar siswa meningkat selama diterapkannya pembelajaran
kooperatif think pair-square ini. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa
dengan baik.




















39

5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka simpulan dari penelitian
ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square di
SMA Negeri 11 Palembang dalam pembelajaran materi Laju reaksi dan Tetapan
kesetimbangan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Hal ini
ditunjukkan dari persentase keaktifan siswa pada siklus I sebesar 40,83%, pada
siklus II 56,53% dan pada siklus III persentase keaktifannya sebesar 66,40%.
Peningkatan keaktifan dapat menyebabkan hasil belajar siswa secara klasikal juga
mengalami peningkatan. Hasil ini diketahui dari nilai rata-rata hasil belajar siswa
sebelum diberi tindakan (T
o
) 69,53 dengan ketuntasan belajar siswa secar klasikal
sebesar 37,21%, sedangkan setelah diberikan tindakan pada siklus I (T
1
) nilai rata-
rata hasil belajar siswa 72,56 dengan ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal
sebesar 53,48% , pada siklus II (T
2
) diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa
77,67 dengan ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal sebesar 72,09% dan
pada siklus III (T
3
) nilai rata-rata hasil belajar siswa 82,35 dengan ketuntasan hasil
belajra siswa secara klasikla sebesar 86,04% sehingga menunjukkan bahwa
T
3
>T
2
>T
1
>T
o
.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan
saran kepada guru kimia maupun guru bidang studi lainnya di Sekolah Menengah
Atas dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dikelas dapat menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair-Square (berpikir berpasangan-berempat)
sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.







40

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Daryanto. 2011. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah.
Yogyakarta: Gava Media.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, S. B. dan Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Djamarah, S. B. dan Zain, A. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Isjoni. 2011. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Lie, A. 2008. Cooperatif Learning. Jakarta: Grasindo.
Purba, M. 2007. Kimia untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Sanusi, U. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Think Pair
Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Mata Diklat Menerapkan
Rangkaian Elektronika Analog di SMK Negeri 12 Bandung. Skripsi.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=6442. Diakses tanggal
23 Maret 2012.
Sudijono, A. (2010). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Perdasa.

Anda mungkin juga menyukai