Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
SKENARIO I
Ada Apa dengan Hidungku?
Seorang laki-laki 35 tahun, datang dengan keluhan sering pilek dengan ingus
berbau busuk. Pasien juga mengeluh gangguan menghidu disertai nyeri kepala
separuh. Sejak lama, istrinya juga sering mendengar suaminya mengeluh sakit
gigi, tetapi tidak pernah dibawa ke dokter gigi, hanya berkumur air garam dan
rendaman daun sirih, dan jika bengkak menggunakan koyo yang ditempelkan
pada pipinya. arena keluhan dirasakan semakin berat bahkan terkadang sampai
mengeluarkan darah jika membuang ingus maka ia mengantarkan suaminya ke
Poli !H!.
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior didapat mukosa ka"um nasi hiperemi,
konkha hipertro#i, massa putih dis$harge kental, kuning ke$oklatan. Pada
pemeriksaan oro#aring didapatkan post nasal drip, dan gigi ganggren pada %&,
%' kanan atas.
emudian dokter meren$anakan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang.
Laporan Tutorial Kelompok V Page 1
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Seven Jumps
1. Langkah I : Membaca skena!" #an memaham! $enge%!an bebea$a
!s%!&ah #a&am skena!"
(alam skenario ini kami mengkari#ikasi istilah sebagai berikut )
a. Pilek yaitu cold dalam bahasa inggris, berbeda dengan demam dan juga
#lu. *ejala pilek berupa hidung tersumbat lendir, bersin, batuk,
sakit tenggorokan. +ika dibandingkan dengan #lu, pada pilek tidak
ditemukan adanya keluhan demam, sakit kepala, dan nyeri tubuh.
b. ,ngus yaitu sekret yang keluar dari hidung dihasilkan dari sel goblet.
$. *angguan menghidu yaitu penurunan #ungsi pen$iuman.
d. Pemeriksaan rhinoskopi anterior yaitu pemeriksaan rongga hidung dari
depan dengan memakai spekulum hidung.
e. Hiperemi yaitu warna kemerahan.
#.Chonca hipertro#i yaitu pembesaran pada concha nasalis. Predisposisi
paling sering yang mengalami hipertro#i adalah concha nasalis
inferior.
g. Post nasal drip berasal dari kata post -posterior atau belakang., nasal
-hidung. dan drip -tetes.. %erupakan akumulasi dari lendir di
belakang hidung -naso#aring..
h. *igi ganggren yaitu kematian jaringan gigi -paling sering pada pulpa.,
biasanya berhubungan dengan berhentinya aliran darah ke daerah
yang mengalami kematian sara#, diikuti dengan penurunan
transportasi nutrisi, da in"asi bakteri yang kemudian membusuk.
'. Langkah II : Menen%(kan ) men#e*!n!s!kan $emasa&ahan
Permasalahan pada skenario sebagai berikut )
a. %engapa mun$ul keluhan pilek dengan ingus berbau?
Laporan Tutorial Kelompok V Page 2
b. %engapa mun$ul gangguan menghidu disertai nyeri kepala? Apakah ada
korelasi antara kedua keluhan tersebut?
$. Apakah berkumur dengan air garam dan rendaman daun sirih
berpengaruh dalam mengurangi keluhan sakit gigi? +ika ada, bagaimana
mekanismenya?
d. Apakah penggunaan koyo dapat mengurangi bengkak dan rasa nyeri pada
pipi?
e. %engapa ketika membuang ingus, ada darah yang ikut keluar?
#. /agaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan rhinoskopi anterior dan
pemeriksaan oro#aring? /agaimana patogenesis keluhan dan gejalanya?
g. Apa sajakah pemeriksaan penunjang yang diperlukan?
h. /agaimana penatalaksanaannya?
+. Langkah III : Mengana&!s!s $emasa&ahan #an memb(a% $en,a%aan
semen%aa mengena! $emasa&ahan -%eseb(% #a&am &angkah '.
a. %ekanisme mun$ulnya pilek adalah dimulai ketika alergen yang masuk
tubuh melalui saluran perna#asan akan ditangkap oleh makro#ag yang bekerja
sebagai antigen presenting $ells -AP0.. ,g1 yang terbentuk akan segera diikat
oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan baso#il yang ada dalam sirkulasi.
/ila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen
yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh ,g1 yang sudah ada
pada permukaan masto#it dan baso#il. ,katan tersebut akan menimbulkan
in#luk 0a
'2
ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan
kadar $A%P. adar $A%P yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi
sel. (alam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul -pre#ormed. di dalam
sitoplasma yang mempunyai si#at biologik, yaitu histamin. Histamin
menyebabkan "asodilatasi, penurunan tekanan kapiler 3 permeabilitas, sekresi
mukus. Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek.
Laporan Tutorial Kelompok V Page 3
b. *angguan menghidu bisa diakibatkan adanya sumbatan ataupun adanya
kelainan pada sara#-sara# sensorik pen$iuman. Sedangkan, nyeri kepala separuh
bisa diakibatkan adanya penekanan sara# nyeri oleh $on$ha yang hipertro#i. +adi,
nyeri kepala separruh yang dialami pasien tidak ada hubungannya dengan
gangguan menghidu.
$. (aun sirih mengandung minyak atsiri yang ber#ungsi sebagai antibakteri
bersi#at menghambat pertumbuhan bakteri. (aya antibakteri minyak atisiri daun
sirih disebabkan oleh adanya senyawa #enol dan turunannya yang dapat
mendenaturasi protein sel bakteri. Salah satu senyawa turunan itu adalah ka"ikol
yang memiliki daya bakterisida lima kali lebih kuat dibandingkan #enol. (eret
asam amino protein tersebut tetap utuh setelah denaturasi, namun akti"itas
biologisnya menjadi rusak sehingga protein tidak dapat melakukan #ungsinya.
%elihat $ara kerjanya, akti"itas antibakteri minyak atsiri daun sirih tampak lebih
e#ekti# dibandingkan #luor pada pasta gigi.
d. oyo mengandung asam metil salisilat yang merupakan thasil sintesis dari
asam salisilat. Asam salisilat merupakan golongan A,4S yang dapat mengurangi
nyeri. Penggunaan asam salisilat topikal lebih e#ekti# dibandingkan dengan
penggunaan oral.
e. Pengeluaran ingus yang kuat memberikan tekanan yang besar pada rongga
hidung termasuk pleksus iesselba$h. Pleksus iesselba$h letaknya sangat
super#isial sehingga mudah ruptur.
#. Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis dari kasus tersebut
di antaranya adalah #oto polos posisi 5ater, PA dan lateral.
6. Langkah I/ : Meng!n0es%a!sas! $emasa&ahan secaa s!s%ema%!s #an
$en,a%aan semen%aa mengena! $emasa&ahan $a#a &angkah III.
%enurut kami kemungkinan pasien sebagai suspek sinusitis karena ditandai
dengan adanya trias sinusitis berupa mu$us, hidung tersumbat, dan post nasal
drip.
7ntuk in"entarisasi permasalahan se$ara sistematisnya akan kami dijelaskan
pada halaman selanjutnya.
Laporan Tutorial Kelompok V Page 4
1. Langkah / : Me(m(skan %(2(an $embe&a2aan
a. /agaimana anatomi, histologi, dan #isiologi $a"um nasi?
b. /agaimana anatomi, histologi, dan #isiologi sinus paranasal?
$. /agaimana interpretasi hasil pemeriksaan rhinoskopi anterior dan
pemeriksaan oro#aring?
d. Apa sajakah diagnosis banding pada kasus di skenario tersebut?
e. +elaskan mengenai polip dan epistaksis8
3. Langkah /I : Meng(m$(&kan !n*"mas! ba(
9. Langkah /II : Me&a$"kan4 membahas #an mena%a kemba&! !n*"mas!
ba( ,ang #!$e"&eh
/erikut adalah pembahasan diskusi tutorial pada pertemuan kedua yang telah
dilaksanakan )
A. Ana%"m!4 H!s%"&"g!4 #an 5!s!"&"g! 6a0(m Nas!
Anatomi
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Struktur hidung luar dapat
dibedakan atas tiga bagian, yaitu paling atas kubah tulang yang tak dapat
digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan
dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. /agian
pun$ak hidung biasanya disebut apeks, agak keatas dan belakang dari apeks
disebut batang hidung -Higler, &::9..
Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan.
erangka tulang terdiri dari tulang hidung -os nasalis., prosesus #rontalis os
maksila dan prosesus nasalis os #rontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri
dari beberapa pasang tulang rawan yang terdiri dari sepasang kartilago nasalis
lateralis superior, sepasang kartilago lateralis in#erior -kartilago ala mayor. dan
tepi anterior kartilago septum nasi. erangka tulang dan tulang rawan ini dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang ber#ungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung -(hingra, ';;9< Soetjipto et al, ';;9..
Laporan Tutorial Kelompok V Page 5
=tot-otot ala nasi terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok dilator, terdiri
dari m.dilator nares -anterior dan posterior., m.proserus, kaput angulare
m.kuadratus labii superior dan kelompok konstriktor yang terdiri dam.nasalis dan
m.depressor septi -Hwang 3 Abdalkhani, ';;:..
Hidung bagian dalam dibagi menjadi ka"um nasi kanan dan ka"um nasi kiri
yang dipisahkan oleh septum nasi. >ubang hidung bagian depan disebut nares
anterior dan lubang hidung bagian belakang disebut nares posterior atau koana
-(hingra, ';;9< Soetjipto 3 5ardani, ';;9..
!iap ka"um nasi mempunyai 6 buah dinding yaitu dinding medial, lateral,
in#erior dan superior. (inding medial terdapat septum nasi dan dinding lateral
terdapat konka superior, konka media dan konka in#erior. ?ang terke$il ialah
konka suprema dan biasanya rudimenter. 0elah antara konka in#erior dan dasar
hidung dinamakan meatus in#erior. 0elah antara konka media dan in#erior disebut
meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior -Soetjipto 3
5ardani, ';;9..
a"um nasi terdiri dari -Hwang 3 Abdalkhani, ';;:< (hingra, ';;9<
Soetjipto, ';;9.)
a. (asar hidung) dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus
hori@ontal os palatum.
b. Atap hidung) terdiri dari kartilago lateralis superior dan in#erior, prosesus
#rontalis os nasal, os maksila, korpus os etmoid dan korpus os s#enoid.
Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa.
$. (inding lateral) dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus
#rontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior, konka media, konka
in#erior, lamina perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial.
d. onka) pada dinding lateral terdapat empat buah konka yaitu konka in#erior,
konka media, konka superior dan konka suprema. onka in#erior merupakan
tulang tersendiri yang melekat pada os maksila. Sedangkan konka media,
superior dan suprema merupakan bagian dari etmoid.
e. %eatus nasi) diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang disebut meatus. %eatus in#erior terletak diantara konka in#erior dengan
Laporan Tutorial Kelompok V Page 6
dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus in#erior terdapat
muara duktus nasolakrimalis. %eatus media terletak diantara konka media dan
dinding lateral rongga hidung. Pada meatus media terdapat muara sinus
maksila, sinus #rontal dan etmoid anterior. Pada meatus superior yang
merupakan ruang antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus
etmoid posterior dan sinus s#enoid.
#. (inding medial) dinding medial hidung adalah septum nasi.
Se$%(m Nas!
(inding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh
tulang rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium
pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa hidung
-Hollinshead &::A< 0orbridge &::B..
/agian tulang terdiri dari)
&. >amina perpendikularis os etmoid
>amina perpendikularis os etmoid terletak pada bagian supero-posterior dari
septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribri#ormis dan rista gali.
'. =s Comer
=s "ormer terletak pada bagian postero-in#erior. !epi belakang os "omer
merupakan ujung bebas dari septum nasi.
3. rista nasiis os maksila
!epi bawah os "omer melekat pada krista nasiis os maksila dan os palatina.
6. rista nasiis os palatine ->und &::9< 0orbridge &::B.
Laporan Tutorial Kelompok V Page 7
*ambar &. Anatomi Hidung -4etter D.
/agian tulang rawan terdiri dari
&. artilago septum -kartilago kuadrangularis.
artilago septum melekat dengan erat pada os nasi, lamina perpendikularis os
etmoid, os "omer dan krista nasiis os maksila oleh serat kolagen.
'. olumela
edua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain oleh
sekat tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela ->und &::9< 0orbridge &::B..
(inding lateral rongga hidung dibentuk oleh permukaan dalam prosesus
#rontsalis os maksila, os lakrimalis, konka in#erior dan konka media yang
merupakan bagian dari os etmoid, konka in#erior, lamina perpendikularius os
palatum, dan lamina pterigoides medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah
konka. ?ang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka in#erior, kemudian
yang lebih ke$il adalah konka media, yang lebih ke$il lagi konka superior,
sedangkan yang terke$il ialah konka suprema dan konka suprema biasanya
rudimenter. onka in#erior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os
Laporan Tutorial Kelompok V Page 8
maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema
merupakan bagian dari labirin etmoid. (iantara konka-konka dan dinding lateral
hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus. !ergantung dari
letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus in#erior, medius dan superior. (inding
in#erior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os maksila
dan prosesus hori@ontal os palatum -/allenger &::9< Hilger &:B:..
(inding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan
in#erior, os nasi, prosesus #rontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os
sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui
#ilament-#ilamen n.ol#aktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus
ol#aktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial
konka superior -/allenger &::9< Hilger &:B:..
Histologi
0a"um nasi dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis yang berjajar dan epitel
ol#aktorius yaitu epitel bertingkat semu dilindris tinggi tanpa sel goblet dan tanpa
silia motil, yang di beberapa tempat dipisahkan oleh epitel transisional. Sel epitel
ol#aktorius terdiri atas sel penyokong, sel basal, dan sel ol#aktorius neuroepitelial
yang sukar dibedakan. Sel penyokong memiliki bentuk memanjang, dengan inti
lonjong yang terletak lebih apikal atau super#isial di epitel. Sel ol#aktorius
memiliki inti lonjong atau bulat yang terletak di antara inti sel penyokong.
Permukaan apikalis sel ol#aktorius mengandung mikro"ili nonmotil halus yang
terjulur ke dalam mukus yang menutupi permukaan epitel. Sel basal adalah sel
pendek yang terletak di basis epitel di antara sel penyokong dan sel ol#aktorius.
>amina propria di bawah pars ol#aktorik mengandung kelenjar ol#aktorius
-/owman., tubuloasinar ber$abang, yang menghasilkan sekret serosa, berbeda
dari sekret $ampuran mukosa dan serosa yang dihasilkan di bagian lain rongga
hidung. Sara# ke$il yang terdapat di lamina propria, yaitu sara# ol#aktorius -ner"i
ol#a$tori., menggambarkan kumpulan akson a#eren yang meninggalkan sel-sel
ol#aktorius dan berlanjut ke dalam rongga tengkorak, tempat sara# ini bersinaps
dengan sara# ol#aktorius -kranialis.. !ransisi dari epitel ol#aktorius dan epitel
respiratorius terjadi se$ara tiba-tiba. 1pitel pars respiratorik adalah epitel
Laporan Tutorial Kelompok V Page 9
bertingkat semu silindris dengan silia dan banyak sel goblet. (i daerah transisi,
ketinggian epitel respiratorik lebih rendah dibandingkan ketinggian epitel
ol#aktorius. >amian propria di bawahnya mengandung banyak kapiler, pembuluh
lim#e, arteriol, "enula, dan kelenjar ol#aktorius -/owman. juga mungkin
ditemukan. %ukosa pars respiratorik -disebut juga membran S$hneiderian
mungkin mengandung sel goblet, dan dapat juga mengalami metaplasia
skuamosa. /agian submukosa mengandung kelenjar seromukous.
Disiologi
Se$ara #isiologis hidung memiliki #ungsi primer dan sekunder. Dungsi primer
dari hidung ada empat, yaitu sebagai alat pen$iuman, sebagai pintu masuk
#isiologis udara perna#asan, sebagai alat penyaring udara serta sebagai alat
pengatur suhu dan kelembaban udara perna#asan. Dungsi sekunder dari hidung
adalah sebagai resonator box.
Dungsi pen$iuman dilakukan oleh n. olfactorius melalui komponen-komponen
penunjangnya yang melekat pada lamina kribriformis, sehingga setiap gangguan
aliran udara pada hidung dapat menyebabkan timbulnya anosmia.
Pada keadaan yang dianggap kurang menguntungkan, seperti layaknya sebuah
pintu masuk, maka hidung akan melakukan mekanisme pertahanan dengan
membatasi aliran masuknya udara. Penyempitan jalan masuk udara ini sering
terjadi pada keadaan keradangan seperti pada rinitis. %ekanisme ini kadang-
kadang justru dapat menimbulkan masalah.
1dema mukosa saat mengalami rintis akut akibat in#eksi maupun rhinitis
alergika diakibatkan adanya pelepasan dari mediator-mediator kimiawi oleh sel-
sel radang. /erbeda dengan mekanisme tersebut, maka pada keadaan rhinitis
"asomotor akan terjadi edema mukosa oleh karena pelebaran dari pembuluh-
pembuluh darah hidung akibat pengaruh dari sara# perasimpatik. 4amun demikian
sampai saat ini belum jelas benar bagaimana mekanisme kerja dari sara# otonom
sebagaimana kita ketahui, rhinitis "asomotor ini dipengaruhi oleh emosi,
kelembaban udara, suhu, latihan jasmani dan sebagainya.
Laporan Tutorial Kelompok V Page 10
Sebagai alat penyaring udara perna#asan, silia berperan untuk mengarahkan
kotoran-kotoran termasuk bakteri kearah #aring untuk kemudian tertelan atau
dikeluarkan, sedangkan rambut-rambut pada bagian anterior berperan untuk
menyaring partikel-partikel yang lebih besar.
Dungsi pengaturan suhu dan kelembaban dilakukan oleh pembuluh-pembuluh
darah -ka"ernosa. pada mukosa konka dan septum, dengan mengatur suhu udara
agar mendekati 3AE 0. sedangkan pengaturan kelembaban udara dikerjakan oleh
kelenjar-kelenjar tuboal"eolar dan bila perlu juga oleh sel-sel goblet, sehingga
akan didapatkan kelembaban yang berkisar antara 95F - B;F
B. Ana%"m!4 H!s%"&"g! #an 5!s!"&"g! S!n(s Paanasa&
Anatomi
Sinus maksila adalah sinus terbesar dari semua sinus. Sinus maksila memiliki
bentuk piramida dan dibatasi menjadi empat bagian yakni dinding anterior yang
dibentuk dari permukaan wajah dari maksila dan berhubungan dengan jaringan
lunak pipi. (inding posterior berhubungan dengan bagian in#ratemporal dan #osa
pterygopalatina. (inding medial berhubungan dengan bagian pertengahan maksila
dengan meatus in#erior, pada daerah ini dinding sangat tipis dan berupa membran
sedangkan dasar dari maksila dibentuk dari prosesus palatine dan al"eolar dari
maksila dan terletak kira Gkira & $m di bawah dasar hidung -(hingra, ';;9 <
Hwang 3 Abdalkhani, ';;:..
=stium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui in#undibulum etmoid -Soejipto 3
%angunkusumo, ';;9.
Sinus etmoid mulai berkembang dalam bulan ketiga pada proses
perkembangan janin. Sinus etmoid anterior merupakan e"aginasi dari dinding
lateral hidung dan ber$abang ke samping dengan membentuk sinus etmoid
posterior dan terbentuk pada bulan keempat kehamilan. Saat dilahirkan, sel ini
diisi oleh $airan sehingga sukar untuk dilihat dengan rontgen. Saat usia satu tahun,
etmoid baru dapat dideteksi melalui #oto polos dan setelah itu membesar dengan
Laporan Tutorial Kelompok V Page 11
$epat hingga umur &' tahun. +umlah sel berkisar 6-&9 sel pada sisi masing-masing
dengan total "olume rata-rata &6-&5 ml -(hingra, ';;9 < Hwang 3 Abdalkhani ,
';;:..
Sinus etmoid berongga G rongga , terdiri dari sel G sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak antara
konka media dan dinding medial orbita. /erdasarkan letaknya, sinus etmoid
terbagi menjadi dua yakni sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius
dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior -Soejipto 3
%angunkusumo, ';;9..
Sinus #rontal mulai berkembang sepanjang bulan keempat masa kehamilan
yang merupakan suatu perluasan ke arah atas dari sel etmoidal anterosuperior.
Sinus #rontal jarang tampak pada pemeriksaan #oto polos sebelum umur 5 atau A
tahun, setelah itu pelan-pelan tumbuh, total "olume A-9 ml. Sinus #rontal
mengalirkan sekretnya ke dalam resesus #rontalis .
Sinus #rontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada
yang lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. ira Gkira
&5 F dari orang dewasa hanya mempunyai satu sinus #rontal dan 5F sinus
#rontalnya tidak berkembang. Sinus #rontal dipisahkan oleh tulang yang relati#
tipis dari orbita dan #osa serebri anterior, sehingga in#eksi dari sinus #rontal mudah
menjalar kedaerah ini -Soejipto 3 %angunkusumo, ';;9..
Sinus s#enoid mulai tumbuh sepanjang bulan keempat masa kehamilan yang
merupakan e"aginasi mukosa dari bagian superoposterior rongga hidung. Sinus
ini berupa suatu takikan ke$il di dalam os s#enoid sampai umur 3 tahun ketika
pneumatisasi mulai lebih lanjut. Pertumbuhan $epat untuk menjangkau tingkatan
sella tursica pada umur 9 tahun dan menjadi ukuran orang dewasa setelah
berumur &B tahun, total "olume 9.5 ml. Sinus s#enoid mengalirkan sekretnya ke
dalam meatus superior bersama dengan etmoid posterior -Hwang 3 Abdalkhani,
';;:..
Histologi
Laporan Tutorial Kelompok V Page 12
Semua sinus paranasal umumnya memiliki susunan histologis yang mirip
bahkan serupa. >apisan mukosa adalah epitel bertingkat semu silindris yang sama
dengan yang ada di $a"um nasi pars respiratorik, namun lebih ramping dan lebih
sedikit sel goblet dan kelenjar seromukous. 7mumnya tidak memiliki kelenjar
lim#oid.
Disiologi
Sinus paranasal se$ara #isiologi memiliki #ungsi yang berma$am-ma$am.
/eradasarkan teori dari Proet@, bahwa kerja dari sinus paranasal adalah sebagai
barier pada organ "ital terhadap suhu dan bunyi yang masuk. +adi sampai saat ini
belum ada persesuaian pendapat mengenai #isiologi sinus paranasal . Ada yang
berpendapat bahwa sinus paranasal tidak mempunyai #ungsi apa-apa, karena
terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. -Passali < >und C+.&::9 <
%angunkusumo 1., Soetjipto (. ';;9.
/eberapa teori yang dikemukakan sebagai #ungsi sinus paranasal antara lain
adalah )
1. Sebaga! $enga%( k"n#!s! (#aa -air conditioning.
Sinus ber#ungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. eberatan terhadap teori ini ialah ternyata tidak
didapati pertukaran udara yangde#initi# antara sinus dan rongga hidung.
Colume pertukaran udara dalam "entilasi sinus kurang lebih &H&;;; "olume
sinus pada tiap kali berna#as, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran
udara total dalam sinus. >agipula mukosa sinus tidak mempunyai "askularisasi
dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung. -%angunkusumo 1., Soetjipto (.
';;9.
'. Sebaga! $enahan s(h( -thermal insulators.
Sinus paranasal ber#ungsi sebagai bu##er -penahan. panas , melindungi orbita
dan #osa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi
kenyataannya, sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-
organ yang dilindungi. -%angunkusumo 1., Soetjipto (. ';;9.
+. Memban%( kese!mbangan ke$a&a
Laporan Tutorial Kelompok V Page 13
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang hanya akan memberikan
pertambahan berat sebesar &F dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak
bermakna. -%angunkusumo 1., Soetjipto (. ';;9.
7. Memban%( es"nans! s(aa
Sinus mungkin ber#ungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat , posisi sinus dan
ostiumnya tidak memungkinkan sinus ber#ungsi sebagai resonator yang e#ekti#.
!idak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan
tingkat rendah. -%angunkusumo 1., Soetjipto (. ';;9.
1. Sebaga! $ee#am $e(bahan %ekanan (#aa
Dungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus. -%angunkusumo 1., Soetjipto
(. ';;9.
3. Memban%( $"#(ks! m(k(s.
%ukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya ke$il
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun e#ekti# untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini
keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis. -%angunkusumo 1.,
Soetjipto (. ';;9.
6. In%e$e%as! Has!& Peme!ksaan
Concha hipertro#i
eadaan hipertro#i yang terdapat dalam hidung biasanya menunjukkan
concha nasalis in#erior. +adi concha hipertro#i merupakan keadaan yang
menunjukkan perubahan mukosa pada concha nasalis in#erior yang mengalami
hipertro#i karena proses in#lamasi yang kronis yang disebabkan oleh in#eksi
bakteri primer dan sekunder. Selain itu concha nasalis in#erior dapat mengalami
hipertro#i tanpa terjadi in#eksi bakteri, misalnya sebagai lanjutan dari rinitis alergi
dan "asomotor. *ejala utama adalah sumbatan di hidung ataupun gejala diluar
Laporan Tutorial Kelompok V Page 14
hidung yang terjadi akibat hidung yang tersumbat. Permukaan berbenjol-benjol
karena mukosa yang juga hipertro#i. Sedangkan keaadaan normal mukosa
respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir
pada permukaannya. (idalam epitel terdapat tunika propia yang banyak
mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa, dan jaringan lim#oid.
Discharge kental, kuning, mukopurulen, dan berbau
Se$ara #isiologi hidung mengeluarkan sekret merupakan bentuk pertahanan
tubuh terhadap paparan dari luar yangt membahayakan. Sekret ini biasanya
bersi#at serosa, jernih, dan $air. Apabila pada hidung terjadi proses in#eksi
bakteriologis yang kronis maka akan terjadi perubahan se$ret pada hidung. Se$ret
yang kental ini disebabkan adanya koloni bakteri dalam sekret tersebut.
Sedangkan berbau merupakan adanya @at-@at tertentu yang dikeluarkan bakteri.
Polip
Polip hidung merupakan massa lunak yang mengandung banyak $airan
didalam rongga hidung, berwarna putih keabuabuan, yang terjadi akibat in#lamasi
pada mukosa. (iduga prediaposisi terjadinya polip nasi ialah adanya rinitis alergi
atau penyakit atopi.
%ukosa hiperemis
edaan mukosa yang kemerah-merahan akibat adanya "asodilatasi dan
"askularisasi yang banyak pada daerah tersebut. Hal ini merupakan kompensasi
dari proses in#lamasi yang kronis.
+adi se$ara keseluruhan pada hasil pemeriksaan oro#aring menunjukkan adanya
proses in#alamasi yang kronis.
D. D!angn"s!s Ban#!ng $a#a Kas(s Skena!"
a. Sinusitis (entogenik
E%!"&"g!
Laporan Tutorial Kelompok V Page 15
1tiologi sinusitis tipe dentogen ini adalah )
a. Perjalanan in#eksi gigi seperti in#eksi periapikal atau abses apikal gigi dari
gigi kaninus sampai gigi molar tiga atas. /iasanya in#eksi lebih sering terjadi pada
kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis,
walaupun kadang-kadang ada juga in#eksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh
tulang yang tebal -Ioss, &:::..
b. Prosedur ekstraksi gigi. Pen$abutan gigi ini dapat menyebabkan terbukanya
dasar sinus sehingga lebih mudah bagi penjalanan in#eksi -Saragih, ';;9..
$. Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran in#eksi
dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus -Prabhu<
Padwa< Iobsen< Iahbar, ';;:..
d. !rauma, terutama #raktur maksila yang mengenai prosesus al"eolaris dan
sinus maksila -Ioss, &:::..
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa #ragmen akar gigi dan bahan
tambahan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan -Saragih, ';;9..
#. =steomielitis pada maksila yang akut dan kronis -%angunkusomo< Ii#ki,
';;&..
g. ista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista
radikuler dan #olikuler -Prabhu< Padwa< Iobsen< Iahbar, ';;:..
h. (e"iasi septum ka"um nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat
menyebabkan obstruksi ostium yang memi$u sinusitis -%angunkusomo dan
Soetjipto,';;9..
Pa%"*!s!"&"g!
esehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lan$arnya
klirens mukosiliar -mu$o$iliary $learan$e. di dalam kompleks osteomeatal. Sinus
dilapisi oleh sel epitel respiratorius. >apisan mukosa yang melapisi sinus dapat
Laporan Tutorial Kelompok V Page 16
dibagi menjadi dua yaitu lapisan "is$ous super#i$ial dan lapisan serous pro#unda.
0airan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersi#at
sebagai antimikroba serta mengandungi @at@at yang ber#ungsi sebagai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara perna#asan. 0airan
mukus se$ara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya
berlebihan -Iamalinggam, &::;< %angunkusomo dan Soetjipto,';;9..
Daktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. +ika terjadi obstruksi ostium
sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan #ungsi
silia berkurang dan epitel sel mensekresikan $airan mukus dengan kualitas yang
kurang baik -ie## dan /usaba, ';;6.. (is#ungsi silia ini akan menyebabkan
retensi mukus yang kurang baik pada sinus -Hilger, &::9..
ejadian sinusitis maksila akibat in#eksi gigi rahang atas terjadi karena in#eksi
bakteri -anaerob. menyebabkan terjadinya karies pro#unda sehingga jaringan
lunak gigi dan sekitarnya rusak -Prabhu< Padwa< Iobsen< Iahbar, ';;:.. Pulpa
terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa
sehingga membentuk gangren pulpa. ,n#eksi ini meluas dan mengenai selaput
periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama
sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan
men$apai tulang al"eolar menyebabkan abses al"eolar.
!ulang al"eolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memi$u in#lamasi
mukosa sinus. (is#ungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi
mukus menyebabkan akumulasi $airan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis
maksila -(rake, &::9..
(engan ini dapat disimpulkan bahwa pato#isiologi sinusitis ini berhubungan
dengan tiga #aktor, yaitu patensi ostium, #ungsi silia, dan kualitas sekresi hidung.
Perubahan salah satu dari #aktor ini akan merubah sistem #isiologis dan
menyebabkan sinusitis.
8e2a&a K&!n!s
Laporan Tutorial Kelompok V Page 17
*ejala in#eksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise, dan nyeri kepala
yang tidak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasanya seperti
aspirin. 5ajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik dan turun tangga -!u$ker dan S$how, ';;B..
Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri di
tempat lain karena nyeri alih -re#erred pain.. Sekret mukopurulen dapat keluar
dari hidung dan terkadang berbau busuk. /atuk iritati# non-produkti# juga
seringkali ada -Sobol,';&&..
Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan rinogen
karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis maksilaris
tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus yang
berbau busuk. (i samping itu, adanya kelainan apikal
atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. *ejala
sinusitis dentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen
-%ansjoer,';;&..
Tea$!
Prinsip terapi )
a. Atasi masalah gigi
b. onser"ati# dilakukan dengan memberikan obat-obatan atau irigasi
$. =perati#
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut
bakterial, untuk menghilangkan in#eksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus -!u$ker dan S$how, ';;B.. Antibiotik pilihan
berupa golongan penisilin seperti Amoksisilin. +ika diperkirakan kuman telah
resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan Amoksisilin-
la"ulanat atau jenis 0ephalosporin generasi kedua -0hambers dan (e$k, ';;:..
!erapi lain dapat diberikan jika diperlukan seperti mukolitik, analgetik, steroid
oral dan topikal, pen$u$ian rongga hidung dengan natrium klorida atau
pemanasan. Selain itu, dapat dilakukan irigasi sinus maksilaris atau koreksi
gangguan gigi -%angunkusomo dan Soetjipto,';;9.. /edah sinus endoskopi
#ungsional -/S1D. adalah operasi pada hidung dan sinus yang menggunakan
Laporan Tutorial Kelompok V Page 18
endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali "entilasi sinus dan klirens
mukosiliar ->onghini< /ransletter< Derguson, ';&;.. Prinsip /S1D ialah membuka
dan membersihkan kompleks osteomeatal sehingga drainase dan "entilasi sinus
lan$ar se$ara alami. Selain itu, operasi 0aldwell >u$ dapat juga dilakukan untuk
memulihkan sumbatan sinus atau in#eksi sinus maksila. !indakan ini dilakukan
dengan mengadakan suatu rute untuk mengkoneksi sinus maksila dengan hidung
sehingga memulihkan drainase -0ho dan Hwang, ';;B..
b. Ihinosinusitis
E%!"&"g!
/eberapa #aktor etiologi dan predisposisi antara lain ,SPA akibat "irus,
berma$am rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti de"iasi septum atau hipertro#i konka, sumbatan
kompleks ostio-meatal -=%., in#eksi tonsil, in#eksi gigi, kelainan imunologik,
diskinesia silia seperti pada sindrom kartagener, dan diluar negeri adalah penyakit
#ibrosis kistik.
Pa%"*!s!"&"g!
=rgan-organ pembentuk =% letaknya berdekatan, dan bila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak
dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negati"e didalam rongga sinus
yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. ondisi ini bisa
dianggap sebagai rhinosinusitis non-ba$terial dan biasanya sembuh dalam
beberapa hari tanpa pengobatan.
/ila kondisi ini menetap, se$ret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Se$ret menjadi purulen.
eadaan ini disebut sebagai rhinosinusitis akut ba$terial dan memerlukan terapi
antibiotik.
+ika terapi tidak berhasil -misalnya karena ada #aktor predisposisi., in#lamasi
berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. %ukosa makin
Laporan Tutorial Kelompok V Page 19
membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya
perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertro#i, polipoid, atau pembentukan
polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi
-%angunkusumo 3 Soetjipto, ';;9..
8e2a&a S!n(s!%!s
eluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeriHrasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok -post
nasal drip.. (apat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. 4yeri tekan di
daerah sinus yang terkena, kadang nyeri terasa di tempat lain -re#erred pain..
4yeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau dibelakang bola mata
menandakan sinusitis etmoid, nyeri dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis
#rontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri di "erteJ, oksipital, belakang bola mata,
atau daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang ada nyeri alih ke gigi dan
telinga. *ejala lain adalah sakit kepala, hipoosmiaHanosmia, halitosis, post-nasal
drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak -%angunkusumo 3 Soetjipto,
';;9..
eluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. adang hanya
& atau ' dari gejala seperti sakit kepala kronik, post-nasal drip, batuk kronik,
gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba
1usta$hius, gangguan ke paru seperti bron$hitis -sino-bronkhitis., bronkiektasis,
dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada
anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis -%angunkusumo
3 Soetjipto, ';;9..
Ta%a &aksana
!ujuan terapi sinusitis adalah memper$epat penyembuhan, men$egah
komplikasi dan men$egah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di =% sehingga drenase dan
"entilasi sinus-sinus pulih se$ara alami -%angunkusumo 3 Soetjipto, ';;9..
Laporan Tutorial Kelompok V Page 20
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut
bakterial, untuk menghilangkan in#eksi, dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan
peni$ilin seperti amoJi$illin. Selain itu juga bisa diberikan ampisilin,
erhythromy$in, se#aklor monohidrat, asetil se#uroksim, trimethoprim-
sul#ametoksa@ol, amoJi$illin-asam kla"ulanat, klaritromisin.
+ika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase,
maka dapat diberikan amoJilin atau ampisilin 2 asam kla"ulanat atau jenis
se#alosporin generasi ke-'. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama &;-&6 hari
meskipun gejala klinik sudah hilang.
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negati#
gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral atau topikal, pen$u$ian
rongga hidung dengan 4a0l atau pemanasan -diatermi.. Antihistamin tidak rutin
diberikan karena si#at antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih
kental. /ila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-'.
,rigasi sinus maJilla atau proet@ displa$ement therapy juga merupakan terapi
tambahan yang dapat berman#aat -%angunkusumo 3 Soetjipto, ';;9..
(ekongestan sistemik yang sering digunakan seperti pseudoe#edrin,
#enilpropanolamin. Analgetik diperlukan untuk menghilangkan nyeri. %ukolitik
yang dipilih diantaranya bromheksin, ambroksol, asetilsistein. Steroid intranasal
seperti beklometason, #lunisolid, triamnisolon. (iatermi dilakuakn untuk
memperbaiki "askularisasi sinus.
,munoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang
berat -%angunkusumo 3 Soetjipto, ';;9..
,ndikasi bedah sinus endoskopi #ungsional -/S1DHD1SS. berupa) sinusitis
kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat< sinusitis kronik disertai kista
atau kelainan yang ire"ersibel< polip ekstensi#, adanya komplikasi sinusitis serta
sinusitis jamur -%angunkusumo 3 Soetjipto, ';;9.
Laporan Tutorial Kelompok V Page 21
c. R!n!%!s
,stilah KrinitisK dide#inisikan sebagai proses in#lamasi pada mukosa hidung
yang ditandai oleh gejala-gejala klinis berikut) rhinorrhea anterior atau posterior,
bersin, hidung tersumbat atau kongesti nasal danHatau pruritusHgatal hidung.
*ejala ini harus hadir untuk dua hari berturut-turut atau lebih dan selama lebih
dari satu jam pada kebanyakan hari tersebut.
lasi#ikasi rhinitis menurut AI,A- /ousLuet, ';;B.)
1. R!n!%!s a&eg!
Adalah penyakit in#lamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
allergen spesi#ik tersebut -D 7,, ';;A..
Pato#isiologi)
diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap pro"okasiHreaksi
alergi. Ieaksi alergi terdiri dari ' #ase yaitu Ieaksi Alergi Dase 0epat -IAD0.
yang berlangsung sejak kontak sampai & jam setelahnya dan Ieaksi Alergi Dase
>ambat -IAD>. yang berlangsung '-6 jam dengan pun$ak A-B jam -#ase
hiperreakti#itas. setelah pemaparan dan dapat bertahan '6-6B jam.
lasi#ikasi berdasarkan gejala)
Men((% #(as!
Intermiten jika gejala yang hadir)
6 hari seminggu
Atau selama M 6 minggu berturut-turut
Persisten jika gejala yang hadir)
N 6 hari seminggu
(anO 6 minggu berturut-turut
Laporan Tutorial Kelompok V Page 22
Men((% ke$aahan
Ringan jika tidak ada hal-hal berikut)
*angguan tidur
*angguan akti"itas harian, waktu luang danHatau kegiatan olahraga
*angguan kegiatan sekolah atau kerja
*ejala menyebabkan ketidaknyamanan
Sedang jika terdapat satu, dua atau tiga hal di atas yang hadir
Berat jika terdapat keempat hal di atas.

!atalaksana)
!erapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan
allergen -a"oidan$e. dan eliminasi
%edikamentosa
o Antihistamin *olongan &, generasi kedua -$etiri@ine, desloratadine,
ebastine, #eJo#enadine, le"o$etiri@ine, loratadine, meLuita@ine, mi@olastine
dan rupatadine., topi$al -a@elastine, emedastine, ketoti#en, le"o$abastine
dan olopatadine. untuk mengatasi gejala-gejala termasuk rhinorrhea dan
bersin.
o *lukokortikoid -be$lomethasone, budesonide, #luti$asone, mometason,
triamsinolon. sebagai antiin#lamasi, merupakan lini pertama terapi
medikamentosa Iinitis Alergi.
o (ekongestan intranasal
o Antagonis reseptor leukotrien -montelukast dan @a#irlukast. yang
e#ekti# dalam pengobatan rinitis alergi see#ekti# AH-&, namun kurang
e#ekti# dibandingkan glukokortikoid.
o Antikolinergik topikal -ipratropium bromida. adalah e#ekti# dan
direkomendasikan untuk pengobatan rhinorrea yang re#rakter terhadap
pengobatan lain, dan AI dan non- rhinitis alergi
o ,munoterapi alergen tertentu, baik menggunakan subkutan atau oral
-sublingual. administrasi, e#ekti# untuk mengobati AI disebabkan oleh
serbuk sari dan tungau pada orang dewasa dan anak -/ousLuet, ';;B..
'. R!n!%!s 0as"m"%"
Laporan Tutorial Kelompok V Page 23
Iinitis "asomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga
sulit untuk dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung
tersumbat, ingus yang banyak dan en$er serta bersin-bersin walaupun jarang
-asakeyan, &::9..
1tiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan
keseimbangan #ungsi "asomotor dimana sistem sara# parasimpatis relati# lebih
dominan. eseimbangan "asomotor ini dipengaruhi oleh berbagai #aktor yang
berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan
suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal #aktor-
#aktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh indi"idu tersebut.
+. R!n!%!s me#!kamen%"sa
I%, juga dikenal sebagai rinitis rebound atau rinitis kimia, merupakan kondisi
yang ditandai dengan hidung tersumbat tanpa rhinorrhea atau bersin yang dipi$u
oleh penggunaan obat topikal "asokonstriksi selama lebih dari 6-A hari -(oshi,
';;:.. Alasan yang mendasari penggunaan dekongestan biasanya dapat
diidenti#ikasi, seperti alergi, rinoplasti nonalergi, rinosinusitis kronis, polip
hidung, penggunaan waktu malam dari continuous positive aira! pressure
-0PAP., atau in#eksi saluran pernapasan atas. (alam kasus tersebut, tanda-tanda
klinis lain seperti rhinorrhea, drainase postnasal, dan sakit kepala juga dapat
dilihat.
,stilah rhinitis medikamentosa juga digunakan dalam beberapa literatur untuk
menggambarkan hidung tersumbat merugikan karena obat selain de$ongestion
topikal, seperti kontrasepsi oral, obat-obatan psikotropika, dan obat-obatan
antihipertensi, meskipun mekanisme yang berbeda yang terlibat. (alam rangka
untuk membedakan antara kondisi yang sama, yang terakhir disebut diinduksi
obat rhinitis. Pengelolaan rhinitis medikamentosa di#okuskan pada pemberhentian
dekongestan hidung dan pengobatan kema$etan dan kondisi yang mendasari
Laporan Tutorial Kelompok V Page 24
dengan obat yang tepat. +ika diperlukan, digunakan glukokortikoid intranasal
-Iamey ';;A..
E. P"&!$ #an E$!s%aks!s
P"&!$
Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak $airan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat in#lamasi
mukosa. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia
anak-anak sampai usia lanjut -Soepardi, ';;B..
(ulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau
penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori
dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum
diketahui dengan pasti. Pembentukan polip nasi sering diasosiasikan dengan
in#lamasi kronik, dis#ungsi sara# otonom, serta predisposisi genetik. %enurut teori
/ernstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara
yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks osteo-meatal. !erjadi
prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru.
+uga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang
berakibat retensi air sehingga terbentuk polip. !eori lain mengatakan karena
ketidakseimbangan sara# "asomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
gangguan regulasi "askular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari
sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip
-Soepardi, ';;B..
Se$ara makroskopik polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan
li$in, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening,
lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensiti# -bila ditekanHditusuk tidak
terasa sakit.. 5arna polip yang pu$at tersebut disebabkan karena mengandung
banyak $airan dan sedikitnya aliran darah ke polip. /ila terjadi iritasi kronis atau
proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan
Laporan Tutorial Kelompok V Page 25
polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena
mengandung banyak jaringan ikat. !empat asal tumbuhnya polip terutama dari
kompleks osteo-meatal di meatus medius dan sinus etmoid -Soepardi, ';;B..
eluhan utama penderita polip nasi ialah hidung terasa tersumbat dari yang
ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau
anosmia. %ungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit
kepala di daerah #rontal. /ila disertai in#eksi sekunder mungkin didapati post
nasal drip dan rinore purulen. *ejala sekunder yang dapat timbul ialah berna#as
melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas
hidup -Soepardi, ';;B..
E$!s%aks!s
1pistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan
sistemik. elainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh
darah, in#eksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. elainan
sistemik seperti penyakit kardio"askuler, kelainan darah, in#eksi sistemik,
perubahan tekanan atmos#ir, kelainan hormonal dan kelainan kongenital
-Soepardi, ';;B..
elainan lokal)
!rauma
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,
benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai
trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau ke$elakaan lalu lintas.
Selain itu juga bisa terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma
pembedahan. 1pistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang
tajam.
elainan pembuluh darah
Laporan Tutorial Kelompok V Page 26
Sering kongenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-
selnya lebih sedikit.
,n#eksi lokal
1pistaksis bisa terjadi pada in#eksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis
atau sinusitis.
!umor
1pistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. ?ang lebih sering
terjadi pada angio#ibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.
elainan sistemik)
Penyakit kardio"askuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada
arteriosklerosis, ne#ritis kronik, sirosis hepatis atau diabetes mellitus dapat
menyebabkan epistaksis. 1pistaksis yang terjadi pada hipertensi seringkali hebat
dan dapat berakibat #atal.
elainan darah
elainan darah penyebab epistaksis antara lain leukemia, trombositopenia,
berma$am-ma$am anemia serta hemo#ilia.
elainan kongenital
elainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah teleangiektasis
hemoragik herediter. +uga sering terjadi pada "on #illenbrand disease.
,n#eksi sistemik
?ang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah -dengue
hemorrhagic fever.. (emam ti#oid, in#luen@a dan morbili juga dapat disertai
epistaksis.
Laporan Tutorial Kelompok V Page 27
Perubahan udara atau tekanan atmos#ir
1pistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada di tempat yang $ua$anya
sangat dingin atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya @at-@at kimia di
tempat industri yang menyebabkan keringnya mukosa hidung.
*angguan hormonal
1pistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena
pengaruh perubahan hormonal -Soepardi, ';;B..
%elihat asal perdarahan, epistaksis daibagi menjadi epistaksis anterior dan
epistaksis posterior. Pada epistaksis anterior kebanyakan berasal dari pleksus
$iesselbach di septum anterior atau dari arteri etmoidalis anterior. Perdarahan
pada septum anterior biasanya ringan karena keadaan mukosa yang hiperemis atau
kebiasaan mengorek hidung dan kebanyakan terjadi pada anak, seringkali
berulang dan dapat berhenti sendiri. Pada epistaksis posterior dapat berasal dari
arteri etmoidalis posterior atau arteri sphenopalatina. Perdarahan biasanya lebih
hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sering ditemukan pada dengan hipertensi,
arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardio"askuler karena pe$ahnya
arteri sphenopalatina -Soepardi, ';;B..
BAB III
PEMBAHASAN
eluhan se!ng $!&ek yang dialami pasien terjadi akibat reaksi pertahanan
tubuh terhadap adanya alergen yang masuk. Sedangkan !ng(s beba( b(s(k
Laporan Tutorial Kelompok V Page 28
disebabkan karena adanya kolonisasi bakteri. Pasien terkadang mengeluarkan
#aah $a#a saa% memb(ang !ng(s diakibatkan pe$ahnya Plexus $ieeselbach
yang letaknya super#i$ial di hidung.
,n#eksi pada gigi, terutama molar & dan ' dapat menyebakan in#eksi pada sinus
maJillaris karena antara sinus maJillaris dan akar gigi molar & dan ' hanya dibatasi
oleh tulang yang tipis. ,n#eksi pada sinus menyebabkan sekresi mu$us yang
berlebihan sehingga dapat menutup reseptor-reseptor ol#aktori akibatnya *(ngs!
$engh!#( bek(ang.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan concha h!$e%"*! yang
merupakan keadaan yang menunjukkan perubahan mukosa pada concha nasalis
in#erior yang mengalami hipertro#i karena proses in#lamasi yang kronis yang
disebabkan oleh in#eksi bakteri primer dan sekunder. edaan m(k"sa ,ang
kemeah9meahan akibat adanya "asodilatasi dan "askularisasi yang banyak
pada daerah tersebut. Hal ini merupakan kompensasi dari proses in#lamasi yang
kronis Sece% ,ang ken%al disebabkan adanya koloni bakteri dalam sekret
tersebut. Sedangkan berbau merupakan adanya @at-@at tertentu yang dikeluarkan
bakteri.
/ila di$urigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dilakukan
pemeriksaan radiologi$. Posisi rutin yang dipakai ialah $"s!s! :a%es4 P9A #an
&a%ea&. Posisi 5aters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila,
#rontal, dan etmoid. Posisi postero-anterior untuk menilai sinus #rontal dan posisi
lateral untuk menilai sinus #rontal, sphenoid, dan etmoid
BAB I/
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Laporan Tutorial Kelompok V Page 29
&. (i dalam hidung terdapat system transportasi mukosilier yang
merupakan system pertahanan akti# hidung terhadap bakteri, "irus,
maupun benda asing yang masuk.
'. Apabila transportasi mukosilier tidak lan$ar maka akan menyebabkan
penumpukan mu$us pada sinus dan terjadi post nasal drip.
3. ,n#eksi pada gigi molar & dan ' dapat menyebabkan sinusitis.
6. Pasien mengalami suspek sinusitis yang ditandai dengan adanya trias
sinusitis.
B. SARAN
&. Pasien disarankan untuk tidak membuang ingus terlalu kuat agar tidak
terjadi perdarahan pada hidung.
'. ,n#eksi pada gigi pasien sebaiknya diobati terlebih dahulu hingga
tuntas.
3. (isarankan pasien melakukan pemeriksaan penunjang berupa #oto
polos posisi 5ater atau 0! s$an untuk mengetahui keadaan sinusnya.
DA5TAR PUSTAKA
Laporan Tutorial Kelompok V Page 30
/allenger, ++. &::6. PAplikasi klinis Anatomi dan Disiologi Hidung dan Sinus
ParanasiP dalam Penyakit !elinga Hidung !enggorok epala dan >eher, +ilid
&, 1disi &3, /inarupa Aksara, +akarta, B-:.
/osLuet +. ';;B. %llergic Rhinitis and its Impact on %sthma &%RI%' ())*. Allergy
Colume A3, ,ssue Supplement sBA, Arti$le #irst published online) 9 %AI
';;B
0orbridge, I+ &::B. +,he -ose and -asophar!nx+ dalam .ssential .-, Practice,
7nited State, &:-';
(hingra P>,';;9. Anatomy =# 4oseP ,n ) (iseases o# 1ar, 4ose and !hroat. 3
rd
ed.
1lse"ier. 4ew (elhi. pp) &:'-B
(oshi +. ';;:. Rhinitis medicamentosa/ hat an otolar!ngologist needs to kno.
1ur Ar$h =torhinolaryngol. Q%edlineR.'AA-5.)A'3-5
1ros$henko, CP. ';&;. Atlas histologi di Diore) dengan korelasi #ungsional.
+akarta< 1*0.
Hilger, PA. &:B:. Applied %natom! and Ph!siolog! of ,he -ose, dalam /oies
Dundamentals o# =tolaryngologyA
th
, 1d. 5 Saunders, Philadelphia, &99-B9
Hollinshead, 5H. &::A. +,he 0ead and -eck+. Anatomy #or Surgeons, Col.&,
Hoeber Harper ,nt. 1d. 4ew ?ork, '36-9A
http)HHrepository.unand.a$.idH&9'&BH&HPenatalaksanaanSrinosinusitisSdenganSpolip
Snasi.pd#
http)HHrepository.usu.a$.idHbitstreamH&'365A9B:H3&&:3H6H0hapterF';,,.pd#
Hwang P1, Abdalkhani A, ';;:. .mbr!olog!,%natom! and Ph!siolog! of the
-ose and Parasanal Sinuses on Ballenger+s 1torhinolar!ngolog! 23 0ead
and -eck Surger!, 0entenial 1dition, /0 (e$ker ,n$,p 655-A6.
>und C, %a$kay ,S. &::3. Staging in Chronic Rhinosinusitis. Ihinology 3&) &B3-
&B6
Laporan Tutorial Kelompok V Page 31
Perni$k 4. ';&3. Ie"iews on nasal $a"ity, paranasal sinuses, nasopharynJ.
(http)HHpathologyoutlines.$om. -diakses pada pukul ';.;; tanggal B-:-';&3.
Iamey +!, /ailen 1, >o$key ID. ';;A. Rhinitis medicamentosa. + ,n"estig
Allergol 0lin ,mmunology. Q%edlineR &A-3.)&6B-55.
Soepardi, 1.A., ,skandar, 4. ';;B. Buku %4ar Ilmu $esehatan ,elinga 0idung
,enggorok $epala 5eher. +akarta) /alai Penerbit D7,
Soetjipto (, %angunkusumo 1, ';;9. Sinus Paranasal. /alai Penerbit D 7,,
+akarta, hal) &9B-B&
Laporan Tutorial Kelompok V Page 32

Anda mungkin juga menyukai