Anda di halaman 1dari 25

Laporan Pendahuluan

Definisi
Gagal jantung bendungan atau payah jantung bendungan (congestive heart failure = decompensation
cordis) adalah suatu keadaan saat terjadi pengurangan kontraktilitas otot jantung yang menimbulkan
bendungan sirkulasi sehingga jantung gagal untuk mengalirkan darah ke jaringan dan kebutuhan oksigen
di berbagai jaringan tidak terpenuhi.
Daftar pustaka
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Kumpulan Kuliah
Farmakologi, Ed 2. Jakarta : EGC; 2008.
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Penyakit Decomp Cordis
Januari 22, 2012 pada 7:02 am (Uncategorized)
A. DEFINISI
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah
sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi
kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani,1998; Price,1995).
Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien.(Diane C.
Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat
jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2003 )
Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart
Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat
istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat
patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni,
2007).
B. ETIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang
meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada
pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab
tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil.
( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang
dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung
hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung,
keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung
kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital
(VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif. (Chandrasoma, 2006).
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui
penyebab dari gagal jantung, di Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan
penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit
jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk
menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada
penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung
pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga
merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan
serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor
risikoindependen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian.
Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel
kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu
aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri
berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4 Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit
pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung
kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori
fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan
penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi
ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE,
sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara
sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan
gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta
(kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan
sertacompliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dandihubungkan dengan kelainan fungsi
diastolic(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup sering disebabkan oleh
penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab
utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan
regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menimbulkan beban tekanan (peningkatanafterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural
termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali
timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut
maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat
menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal
jantung 2 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat
obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus
seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot
jantung. (Santosa, A 2007)
Grade gagal jantung menurut new York heart association
Terbagi menjadi empat kelainan fungsional :
1. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat.
2. Timbul gejala sesak pada aktifitas sedang.
3. Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan.
4. Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat.
C. PATOFISIOLOGI
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-
aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung
pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi
kurang efektif (Price dan Wilson, 2006).
Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1) norepinephrine
menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2) angiotensin II
menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron
menyebabkan retensi air dan sodium, (4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite,
(5) vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF merupakan toksisitas langsung
myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1
dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik,
maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal
jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan
curah jantung (Masud, 1992).
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dominan :Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena
meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada
kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang
datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
Dispnoe
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi
ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal
Dispnea ( PND)
Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen
serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa
jantung tidak berfungsi dengan baik.
Batuk
Gagal jantung kanan :
Kongestif jaringan perifer dan viseral.
Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di
hepar.
Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.
Nokturia
Kelemahan.
E. PEMERIKSAAN DIAGNISTIK
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin
terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau
lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub
atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri
kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontrktilitas. (Wilson Lorraine M, 2001)
5. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi fleura yang
menegaskan diagnisa CHF.
6. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik( jika disebabkan
oleh AMI)
7. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi darah
dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002)
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan pengobatan adalah :
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi, dan
3. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik,
diit dan istirahat.
Terapi Farmakologis :
Glikosida jantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.Efek yang
dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan
diuresisidan mengurangi edema.
Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.Penggunaan hrs hati hati karena efek
samping hiponatremia dan hipokalemia.
Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
Obat obat yang digunakan antara lain :
1. Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi koroner.
2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.
3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik. Bila tanda udem paru
sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia
dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun.
Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat menurunkan
kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.
Dukungan diet:
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik .
Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan
mortalitas.
Aktivitas/istirahat
1. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas,
dispnea pada saat istirahat.
2. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.
Sirkulasi
1. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung ,
endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
2. Tanda :
a. TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
b. Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
c. Irama Jantung ; Disritmia
d.Frekuensi jantung ; Takikardia.
e. Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri.
f. Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
g. terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
h. Murmur sistolik dan diastolic.
i. Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
j. Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
k. kapiler lambat.
l. Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
m. Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
n. Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
o. khususnya pada ekstremitas.
Integritas ego
1. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan
finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
2. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
Makanan/cairan
1. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan
yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
2. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,
dependen, tekanan dn pitting).
Higiene
1. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
2. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
Neurosensori
1. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
2. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
Nyeri/Kenyamanan
1. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
2. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
Pernapasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa
pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
Pembelajaran/pengajaran
Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.
Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan
;
Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG
Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
Bunyi ekstra (S3 & S4)
Penurunan keluaran urin
Nadi perifer tidak teraba
Kulit dingin kusam
Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan tanda
vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung ,
melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja
jantung.
Intervensi:
Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.
Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis
katup.
Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis
dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung;
vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna
biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan umum,
Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya
disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klin dapat berpartisipasi
padaaktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas
yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi:
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan
cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan
pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama
aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik
kembali,
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung
S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien mampu
mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas
bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.
Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang
membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia)
meskipun edema/asites masih ada.
Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan
ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernapasan., berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi.
Intervensi :
Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan
penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan
integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:
Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau
kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk
kerusakan kulit/terjadinya infeksi..
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan
dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal,
ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien dapat:
1. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
2. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
3. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi:
Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program
pengobatan.
Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas
gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi
menghentikan tidur.
Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah
H. Evaluasi
1. Pasien dapat melakukan aktifitas tanpa disertai gejala gagal jantung seperti rasa nyeri pada dada.
2. Pasien dapat berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri,
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya
kelemahan dan kelelahan.
3. Tidak adanaya edema pada bagian tubuh pasien serta dapat menyatakan pemahaman tentang
pembatasan cairan individual.
4. Pernapasan pasien terlihat normal serta tidak adanya tanda-tanda sesak nafas.
5. Tidak adanya keruasakan integritas kulit pada tubuh pasien.
6. Pengetahuan klien tentang penyakitnya meningkat dan dapat melakukan perubahan perilaku yang
benar tentang pencegahan penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September
2005, Hal. 443 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 64 & 240 249.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 2000, EGC, Jakarta
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia, 2001, Hal.206 208
Nursalam. M. Nurs, Managemen keperawatan ; aplikasi dalam praktik keperawatan professional, 2002,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Russel C Swanburg, Pengantar keperawatan, 2000, ECG, Jakarta.
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun 2003, Hal ;
704 705 & 753 763.
http://devalapaz.wordpress.com/2012/01/22/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-penyakit-
decomp-cordis/
SELASA, 15 NOVEMBER 2011
Decompensasi Cordis

LAPORAN PENDAHULUAN
DECOMPENSASI CORDIS
A. PENGERTIAN
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran
darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi
kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998; Price ,1995).
B. ETIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-
keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban
akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat
menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup
atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade
jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi
tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis
atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :
Stroke volume : isi sekuncup
Kontraksi kardiak
Preload dan afterload


Meliputi :
1. Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi), infark myocarditis, myocarial
fibrosis, aneurysma ventricular
2. Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle
Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri pulmonal, hipertensi
pulmonari
Keterbatasan pengisian sistolik ventricular
Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang tinggi,tamponade, mitra;
stenosis
Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta, defek seftum ventricalar
Decompensai cordis terbagi atas dua macam meliputi :
1. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir sistol
terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa diatol
berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi, makin lama terjadi
bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium
kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh pulmonalis dan pebuluh
darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat memompa darah terus dalam atrium dalam
jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi
sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru..
Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi transudasi
cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya ditemukan
adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada
gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar
dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg) sehingga
akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama akan menggangu alveoli sebagai
tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang
lebih dikenal dengan syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta
perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat kematian.
Gagalnya kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung oksigen
tubuh yang berakibat dua antara lain:
Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort (sesak nafas pada akktivitas
fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring dan dapat dikurangi pada saat duduk atau
berdiri.kemudian dispnue noktural paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak pada saat
terbangun)
Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang bertambah, penurunan pada
pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,
Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses aktif yang tergantung pada
energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel
2. Decompensasi cordis kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan yang naik
pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan
volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam(edema perier) (long, 1996).
Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi
dengan optimal , terjadi bendungan diatrium kanan dan venakapa superior dan inferiordan tampak gejal
yang ada adalah udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan
darah yang cepat., hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat sisitol tidak mampu mempu darah keluar
sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin meningkat demikin pula
mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior dan
vena kava inferior serta selruh sistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya bendungan vena
jugularis eksterna, bven hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan bendungan-
bedungan pada pada ena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik pada di pembuluh kapiler
meningkat melampui takanan osmotik plasma maka terjadinya edema perifer.
C. PATOFISIOLOGI
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung akan
mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel menjadi meningkat
akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya
EDV ( End Diastolic Volume ), maka terjadi pula peningkatan LVEDP ( Left Ventricle End Diastolic
Pressure ), yang mana derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena
selama diastol atrium dan ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan
meningkatkan LAP ( Left Atrium Pressure ), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan
meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan
terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah
edema paru-paru.
Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri paru yang
disebut dengan hipertensi pulmonari, yang mana hipertensi pulmonari akan meningkatkan tahanan
terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada jantung
kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema (Carleton,P.F dan M.M. ODonnell, 1995 ;
Ignatavicius and Bayne, 1997 ).
Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat dibagi
berdasarkan klisifikasi sebagai berikut (kategori NYHA):
I. Pasien dg P. Jantung tetapi tidak memiliki keluhan pd kegiatan sehari-hari
II. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan aktivitas hanya sedikit, akan tetapi jika ada
kegaiatn berlebih akan menimbulkan capek, berdebar, sesak serta angina
III. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat terbatas dan hanya merasa sehat jika
beristirahat.
IV. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung menimbulkan sesak nafas atau
istirahat juga menimbulkan sesak nafas.

D. TANDA DAN GEJALA
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sisitem pulmonal antara lain :
Lelah
Angina
Cemas
Oliguri. Penurunan aktifitas GI
Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antaralai :
Dyppnea
Batuk
Orthopea
Reles paru
Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
Edema perifer
Distensi vena leher
Hari membesar
Peningkatan central venous pressure (CPV
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis
2. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan guna
mengkaji kompensaai sepperti hipertropi ventrikel
3. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik pada
penyakit jantung kotoner
4. Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung
5. esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk menyajikan
data tentang fungsi jantung
F. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobnatan penyakit decompensasi cordis adalah sbb:
1. Pemenuhan kebutuhan oksigen
Pengobatan faktor pencetus
Istirahat
2. Perbaikan suplai oksigen /mengurangi kongesti
Pengobatan dengan oksigen
Pengaturan posisi pasien deni kebcaran nafas
Peningkatan kontraktilitas myocrdial (obat-obatan inotropis positif)
Penurunan preload (pembatan sodium, diuretik, obat-obatan, dilitasi vena)
Penurunan afterload (obat0obatan dilatasi arteri, obat dilatasi arterivena, inhibitor ACE
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos dada
Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.
Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan pembesaran ventrikel kanan.
2. EKG
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta
tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
3. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain itu dapat
dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar
curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.


H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar. Mengeluh sulit tidur
(ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat
malam hari).
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.
b. Sirkulasi
Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal,
trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum,
riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama
tidak teratur; fibrilasi arterial.
c. Integritas Ego
Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan
mengakhiri hidup, merasa tidak berguna. kepribadian neurotik,
d. Makanan/Cairan
Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan
mengi.
e. Neurosensoris
Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
Tanda: Kelemahan
f. Pernafasan
Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.

g. Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
Tanda: Kelemahan tubuh
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
Tanda: Menunjukan kurang informasi.

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler-alveoli
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen sekunder penurunan cardiac
output
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penurunan metabolism energy
sekunder penurunan suplay oksigen

3. Intervensi Keperawatan
No Dx Tujuan dan Keriteria Hasil Intervensi ttd
1. I setelah dilakuakn asuhan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pertukaran gas efektif
dengan keriteria hasil :
- RR : 16-24 x/menit
- SaO2 : 95-100 %
- Tidak ada retraksi dada
- Tidak ada nafas dangkal
- I:E = 2:1
- Berikan posisi semifowler
- Berikan terapi O2 sesuai indikasi
- Pantau frekuensi pernafasan,
upaya bernafas
- Kaji bunyi nafas, warna kulit,
status mental
- Pantau AGD
- Pantau oksimetri nadi untuk
status oksigenasi

2. II Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan perfusi jaringan
membaik dengan criteria hasil :
- Pantau status neurologis
- Pantau fungsi haemodinamik
- Kaji oksigenasi dengan oksimetri

- Tidak ada sianosis
- Tidak ada odema
- CRT < 3 detik
- Turgor kulit elastic
- Pantau hasil laboratorium
bilirubin, BUN, kreatinin
- Kaji warna kulit,suhu,adanya
diaferosis
- Kolaborasi untuk pemberian
obat sesuai indikasi
3. III setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan terjadi keseimbangan
cairan dengan keriteria hasil :
- Mukosa lembab
- Turgor kulit baik
- Balance cairan
- Odem berkurang/tidak ada
- Batasi pemberian cairan
- Pantau laporan hasil
laboratorium
- Pantau kelembaban kulit dan
turgor
- Pantau masukan dan haluaran
- Pantau tekanan darah dan nadi
- Berikan posisi trendelenberg
- Berikan obat sesuai indikasi

4. IV setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan
intoleransi aktivitas dengan
keriteria hasil :
- Klien mampu melakukan ADL
secara mandiri
- Klien nyaman dan relax
- Evaluasi keadaan dan tingkat
kesadaran klien
- Kaji tingkat kemampuan aktivitas
klien
- Anjurkan kepada klien untuk
memperbanyak tirah baring
- Batasi pengunjung dan atau
kunjungan klien
- Berikan lingkungan yang tenang
dan nyaman
- Anjurkan pada klien untuk
jangan mengedan defekasi
- Bantu klien dalam memenuhi
ADL
- Latih ROM aktif dan gerak aktif
klien


DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M dkk. 2008. Klien gangguan kardiovaskuler. Jakarta: EGC

Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.

Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.Edisi 3 EGC. Jakarta.

Guyton hall. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran ed.2. Jakarta: EGC

Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. EGC Jakarta.
Mansjoer, Arif.200.kapita selekta kedokteran.ed 3.jilid 2.jakarta:media Aesculapius
Nanda. 2002. Nursing diagnostic definition and classification.philadehelphia:USA
Smeltzer, Suzzane C. & Brennda G Bare. 2002. Keperawatan edikal bedah. Jakarta: EGC
Tambayong, jean. 2000. Phaofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Penyakit Jantung.Fakultas Kedokteran Unair &
RSUD dr Soetomo Surabaya
http://wwwdagul88.blogspot.com/2011/11/v-behaviorurldefaultvmlo_15.html
http://www.docstoc.com/docs/151847616/ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-KLIEN-DENGAN-
DECOMPENSASI-CORDIS
http://dwie

keke.blogspot.com/2013/04/askep-decompensasi-cordis.html
http://dwiekeke.blogspot.com/2013/04/askep-decompensasi-cordis.html
http://ia-hadiansyah.blogspot.com/2011/06/konsep-decompensatio-cordis.html

Anda mungkin juga menyukai