Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

ANEMIA DEFISIENSI BESI







DISUSUN OLEH:
ERMI ATIYAH
110.2009.100

PEMBIMBING:
dr. Nurvita Susanto, Sp.A
dr. Budi Risjadi, Sp.A


Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSU Soreang Bandung
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga pada akhirnya saya dapat
menyelesaikan referat anak dengan mengambil judul ANEMIA DEFISIENSI BESI
Tugas ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan Anak di
RSUD Soreang. Penyelesaian tugas ini juga tak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati saya haturkan ucapan terima kasih
kepada pembimbing dr. Nurvita Susanto, Sp.A.
Saya sangat menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki,
oleh karena itu saya berharap kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan
tugas ini dan sebagai bekal saya untuk menyusun tugas-tugas lainnya dikemudian hari.
Semoga referat ini banyak memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.


Soreang, Mei 2013


ERMI ATIYAH











BAB I
PENDAHULUAN
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah. Walaupun
nilai normal dapat bervariasi antar laboratorium, kadar hemoglobin biasanya kurang dari
13,5 g/dl pada pria dewasa dan kurang dari 11,5 g/dl pada wanita dewasa. Sejak usia 3
bulan sampai pubertas, kadar hemoglobin yang kurang dari 11,0 g/dl menunjukkan
anemia. Tingginya kadar hemoglobin pada bayi baru lahir menyebabkan ditentukannya
15,0 g/dl sebagai batas bawah pada waktu lahir.
6
Data WHO dari tahun 1993 hingga 2005 menunjukkan kira-kira 24,8% atau 1,62
milyar dari populasi dunia menderita anemia dan 47,4% darinya merupakan anak usia
prasekolah (0-4.99 th). Di Asia Tenggara pula, 65.5% anak usia prasekolah menderita
anemia.
7
Angka di Indonesia juga tercatat tinggi. Hal ini dapat ditunjukkan melalui
penelitian oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 1.000 anak sekolah di 11
provinsi di Indonesia menunjukkan prevalensi anemia sebanyak 20-25%.
Masalah anemia defisiensi besi juga ditemukan diderita oleh 8,1 juta anak balita,
10 juta anak usia sekolah dan 2 juta ibu hamil (Depkes RI, 2007). Kejadian anemia
banyak terjadi pada siswa Sekolah Dasar (SD). Hal ini sesuai laporan penelitian yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) di Kabupaten Tangerang, yang menyatakan
bahwa penelitian yang dilakukan pada 1.000 orang siswa SD, hasilnya mengindikasikan
sebanyak 54% siswa SD menderita anemia.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 ANEMIA DEFISIENSI BESI
2.1.1 Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya
besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk
anemia yang paling sering di dunia, terutama dinegara yang sedang berkembang.
Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari
setengahnya merupakan anemia defisiensi besi.
1
Prevalensi tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi, awal masa anak, anak
sekolah dan masa remaja karena adanya percepatan tumbuh pada masa tersebut
disertai asupan besi yang rendah, penggunaan susu sapi dengan kadar besi yang
kurang sehingga dapat menyebabkan exudative enteropathy dan kehilangan darah
akibat menstruasi.
2
2. 1. 2 Epidemiologi
Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan
awal masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan
dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari
makanan, atau karena penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Selain itu
ADB juga banyak ditemukan pada masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan
besi yang tidak adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada
remaja puteri. Data SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalens ADB . Angka
kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%.
Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens ADB
pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%,
64,8% dan 48,1%.
8
2.1.3 Faktor-faktor predisposisi
Defisiensi besi mudah terjadi pada bayi dan anak, karena beberapa penyebab yang
sifatnya fisiologis dan patologi. Faktor-faktor tersebut adalah:
3
a) Pertumbuhan cepat
Besi diperlukan untuk pertumbuhan dan penambahan massa sel darah merah.
Bayi dan anak mengalami pertumbuhan cepat, terutama pada satu tahun pertama
kehidupan dan masa remaja. Pertumbuhan otak maksimal mencapai umur 2
tahun, pada masa ini berat otak kira-kira 4/5 berat otak dewasa. Karena
pertumbuhan yang cepat maka bayi dan anak memerlukan suplemen besi relatif
lebih banyak dibandingkan dewasa.
b) Pola makanan
Sumber kalori pada bayi terutama diperoleh dari susu, sedangkan kandungan
besi didalam susu sangat sedikit dan bentuk ikatan besi didalam susu adalah
ikatan non-heme yang sulit diserap oleh usus. Akibatnya bayi yang konsumsi
utamanya susu dan tidak mendapat makanan tambahan dengan kandungan besi
yang cukup mudah mengalami defisiensi besi. Menurut para peneliti jumlah besi
yang diserap dari air susu ibu jauh lebih besar dibandingkan susu sapi, sehingga
pemberian ASI sangat dianjurkan untuk mencegah defisiensi besi. Pemberian
ASI saja pada bayi aterm dapat mencukupi kebutuhan besi sampai umur 6 bulan.
Di negara kita makanan tambahan yang mengandung besi heme-protein (daging,
ayam, hati, ikan) jarang atau kurang diberikan pada bayi karena faktor sosial
ekonomi, pengetahuan atau kultural. Makanan yang sering diberikan pada bayi
dan anak adalah jenis padi-padian atau biji-bijian, makanan golongan ini
mengandung besi dalam bentuk ikatan non-heme yang sulit diserap dan serat
pada makanan ini menghambat penyerapan besi.
c) Infeksi
Di negara berkembang infeksi mudah dan sering terjadi pada bayi dan anak,
faktor ini memudahkan terjadinya defisiensi besi karena besi dipergunakan untuk
pertumbuhan dan multiplikasi kuman.
d) Perdarahan saluran pencernaan
Perdarahan saluran pencernaan pada anak paling sering disebabkan oleh infeksi
cacing tambang atau parasit lain. Pada bayi perdarahan saluran cerna disebabkan
oleh alergi protein susu sapi, divertikulum Meckel, duplikasi usus,
teleangiektasis hemoragika dan polip usus.
e) Malabsorpsi
Penyerapan besi terjadi didalam usus, sehingga sindrom malabsorpsi, enteritis
lama dan atrofi vili usus pada malnutrisi berat akan mengganggu penyerapan
besi.
2.I.4 Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negative besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan yang negative ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang.
1

Tahap pertama
Tahap ini disebut Iron depletion atau storage iron deficiency, yang di tandai
dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi.
Hemoglobin dan protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini
terjadinya peningkatan absorpsi besi non heme. Ferritin serum menurun
sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi
masih normal.
Tahap kedua
Pada tingkat ini dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai
besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron
binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP)
meningkat.
Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini
terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

Faktor predisposisi pada Anemia defisiensi besi :
4
Status hematologik wanita hamil
Berat badan lahir rendah
Partus, dimana terjadi kelahiran abnormal dan pengikatan tali pusat
terlalu dini
Pemberian makanan yang tidak adekuat karena ketidaktahuan ibu,
perilaku pemberian makanan, keadaan sosial, dan jenis makanan.
Infeksi menahun dan infeksi akut berlangsung.
Infestasi parasit, seperti ankilostoma, Trichuris trichura, dan amuba.

2.I.5 Diagnosis
Anamnesis
2

Pucat yang berlangsung lama tanpa perdarahan
Mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan
tubuh menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi belajar.
Gemar memakan makanan yang tidak biasa (pica) seperti es batu, kertas,
tanah, rambut
Memakan makanan yang kurang mengandung zat besi, bahan makanan
yang menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan fitat (beras
dan gandum), serta konsumsi susu yang menjadi sumber utama sejak
lahir hingga 2 tahun (milkoholics).
Infeksi malaria, infeksi parasit seperti ankylostoma dan schistosoma.
Pemeriksaan Fisik dan Manifestasi Klinis
Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala,
iritabel dan lainnya. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya
bersifat menahun. Tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak
tangan dan dasar kuku, konjungtiva ocular berwarna kebiruan atau putih mutiara.
Papil lidah tampak atrofi. Jantung agak membesar dan terdengar murmur sistolik
yang fungsionil.
5
- Bila kadar Hb<5 g/dL ditemukan gejala iritabel dan anoreksia
- Pucat ditemukan bila kadar Hb<7 g/dL
- Tanpa organomegali
- Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, takikardi, gagal
jantung, protein losing enteropathy
- Rentan terhadap infeksi
- Gangguan pertumbuhan
- Penurunan aktifitas kerja
- Spoon nail
Pemeriksaan penunjang:
2
- Darah lengkap yang terdiri dari: Hemoglobin rendah; MCV, MCH. Dan
MCHC rendah
- Red cell distribution width (RDW) yang lebar dan MCV yang rendah
merupakan salah satu skrining defisiensi besi
Nilai RDW tinggi >14.5% pada defisiensi besi, bila RDW normal (<13%)
pada talassemia trait
Ratio MCV/RBC (Mentzer index) 13 dan bila RDW index
(MCV/RBCxRDW) 220 merupakan tanda anemia defisiensi besi, sedangkan
jika kurang dari 220 tanda talassemia trait.
Apusan darah tepi:mikrositik, hipokromik, anisositosis dan poikilositosis
- Kadar besi serum yang rendah, TIBC, serum ferritin <12 ng/mL
dipertimbangkan sebagai diagnostic defisiensi besi.
- Nilai retikulosit:normal, atau menurun, menunjukkan produksi sel darah
merah yang tidak adekuat
- Serum ferritin reseptor (STIR): sensitive untuk menentukan defisiensi besi,
mempunyai nilai tinggi untuk membedakan anemia defisiensi besi dan
anemia akibat penyakit kronik
- Kadar zinc protophorphyrin (ZPP): akan meningkat
- Terapi besi (therapeutic trial): respon pemberian preparat besi dengan dosis
3 mg/kgBB/hari, ditandai dengan kenaikan jumlah retikulosit antara 5-10 hari
diikuti kenaikan kadar hemoglobin 1g/dL atau hematokrit 3% setelah 1 bulan
menyokong diagnosis anemia defisiensi besi. Kira-kira 6 bulan terapi,
hemoglobin dan hematokrit dinilai kembali untuk menilai keberhasilan
terapi.
Kriteria Diagnosis ADB Menurut WHO:
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31%(N:32-35%)
3. Kadar Fe serum <50% (N:80-180g/dL)
4. Saturasi transferin <15%(20-50%)

Kriteria ini harus dipenuhi, paling sedikit kriteria nomor 1,3, dan 4. Tes yang
paling efisien untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu ferritin serum. Bila
sarana terbatas diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Anemia tanpa perdarahan
2. Tanpa organomegali
3. Gambaran darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, sel target
4. Respon terhadap pemberian terapi besi
Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen:
1
1. Anemia hipokrom mikrositik
2. Saturasi transferin <16%
3. Nilai FEP serum >100 ug/dL eritrosit
4. Kadar ferritin serum <12 ug/dL
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, ferritin serum dan
FEP) harus di penuhi.
Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:
1
1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan
kadar MCV, MCH dan MCHC yang menurun. RDW >17%
2. FEP meningkat
3. Ferritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST <16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi:
- Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
- Kadar Hb meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dL/hari atau PCV meningkat 1%
per hari
6. Sumsum tulang
- Tertundanya maturasi sitoplasma
- Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
Diagnosis Banding:
- Thalassemia minor
- Anemia karena penyakit kronik
- Hemoglobinopathy
- Lead Poisoing/ keracunan timbal
Pemeriksaan lab ADB Thalassemia minor Anemia penyakit
kronik
MCV N,
Fe serum N
TIBC N
Saturasi transferin N
FEP N N,
Ferritin serum N
Dikutip dari Lukens (1995)
2.1.6 Pengobatan

Mengetahui faktor penyebab: riwayat nutrisi dan kelahiran, adanya perdarahan yang
abnormal, pasca pembedahan
Preparat besi
2

Preparat yang tersedia ferrous sulfat, ferrous glukonat, ferrous fumarat,dan
ferrous suksinat. Dosis besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari. Respon terapi
dengan menilai kadar hemoglobin/hematokrit setelah satu bulan, yaitu
kenaikan kadar Hb sebesar 2 g/dL atau lebih.
Bila respon ditemukan, terapi dilanjutkan sampai 2-3 bulan.
Ferrous fumarat 33% merupakan besi elemental
Ferrous glukonat :11,6% merupakan besi elemental
Ferrous sulfat:20% merupakan besi elemental.

Waktu setelah
pemberian besi
Respon
12-24 jam

36-48 jam
48-72 jam
4-30 hari
1-3 bulan
Penggantian enzim besi intraseluler; keluhan subjektif
berkurang, nafsu makan bertambah.
Respon awal dari sumsum tulang:hyperplasia eritroid.
Retikulositosis, puncaknya pada hari ke 5-7
Kadar Hb meningkat
Penambahan cadangan besi
Dikutip dari Schwartz, 2000

Transfuse darah
Jarang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat berat
dengan kadar Hb <4 g/dL. Komponen darah yang diberikan PRC dengan
dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian diuretic seperti
furosemid. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan
pemberian transfuse tukar menggunakan PRC yang segar.
1
2.1.7 Pencegahan
2
Pencegahan primer:
a. Mempertahankan ASI eksklusif hingga 6 bulan
b. Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun
c. Menggunakan sereal/makanan tambahan yang di fortifikasi tepat pada waktunya
yaitu sejak usia 6 bulan sampai 1 tahun.
d. Pemberian vitamin C seperti jaruk, apel pada waktu makan dan minum preparat
besi, umtuk meningkatkan absorpsi besi serta menghindari bahan yang
menghambat absorpsi besi seperti teh,fosfat, dan fitat pada makanan.
e. Menghindari minum susu yang berlebihan dan meningkatkan makanan yang
mengandung kadar besi yang berasal dari hewani.
f. Pendidikan kebersihan lingkungan

Pencegahan sekunder:
a. Skrining ADB
- Skrining ADB dilakukan dengan pemeriksaan Hb atau Ht, waktunya
disesuaikan dengan berat badan lahir dan usia bayi. Waktu yang tepat masih
controversial. American academy of pediatrics (AAP) menganjurkan antara
usia 9-12 bulan, 6 bulan kemudian, dan usia 24 bulan. Pada daerah dengan
resiko tinggi dilakukan tiap tahun sejak usia 1 tahun sampai 5 tahun.
- Skrining dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan MCV, RDW, Fe serum, dan
trial terapi besi. Skrining dilakukan sampai usia remaja.
- Nilai MCV yang rendah dengan RDW yang lebar merupakan salah satu alat
skrining ADB.
- Skrinign yang paling sensitive, mudah dan dianjurkan yaitu zinc erythrocyte
protophorpyrin (ZEP).
- Bila bayi dan anak diberi susu sapi sebagai menu utama dan berlebihan
sebaiknya difikirkan melakukan skrining deteksi ADB dan segera member
terapi
b. Suplementasi besi
Merupakan cara paling tepat untuk mencegah terjadinya ADB di daerah dengan
prevalensi tinggi. Dosis elemental yang dianjurkan:
- Bayi berat lahir normal dimulai sejak usia 6 bulan dianjurkan 1
mg/kgBB/hari
- Bayi 1,5-2,0 kg: 2 mg/kgBB/hari diberikan sejak usia 2 minggu
- Bayi 1,0-1,5 kg: 3 mg/kgBB/hari diberikan sejak usia 2 minggu
- Bayi <1 kg: 4 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
c. Bahan makanan yang sudah di fortifikasi seperti susu formula untuk bayi dan
makanan pendamping ASI seperti sereal.

2.1.8 Prognosis
Prognosis baik, bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi
saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan adekuat.
Gejala anemia dan manifestasi klinik lainnya akan membaik dengan pemberian
preparat besi.
1

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan
beberapa kemungkinan sebagai berikut:
1
1. Diagnosis salah
2. Dosis obat tidak adekuat
3. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
4. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlangsung menetap
5. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi
(seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit
tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
6. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antacid yang
berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan
terhadap besi).






DAFTAR PUSTAKA
1. Permono B (2010)Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.Jakarta: cetakan ke3,
IDAI.
2. Pudjoadi AH (2010) Pedoman Pelayanan Medis .cetakan ke1. IDAI
3. Munthe BG (1991) Perkembangan Mutakhir Penyakit Hematologi Onkologi
Anak, Jakarta:FKUI
4. Mansjoer A (2001) kapita selekta kedokteran, media Aesulapius. Jakarta:
FKUI, cetakan 1, ed 3
5. Abdoerachman MH, (1985) Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
cetakan ke11, Infomedika Jakarta.
6. Hoffbrand AV (2005) Kapita Selekta Hematologi.Jakarta: ed.4, EGC
7. WHO (2008) Prevalens of Anaemia in children. Bull World Health Org.
(60):111-17
8. Windiastuti E (2009) Anemia Defisiensi Besi Pada Bayi dan Anak, UKK
Hematologi-Onkologi IDAI

Anda mungkin juga menyukai