Anda di halaman 1dari 10

1

Learning Objective :
1. Apa yang dimaksud dengan kesmavet ? (tujuan, ruang lingkup, program, dan
kesrawan dalam kesmavet)
2. Apa yang dimaksud dengan codex alimentarius ? apa tujuan didirikannya ?
3. Apa yang dimaksud dengan analisis resiko dan sebutkan komponen
komponennya ?
Pembahasan :
1. Kesmavet
Pada tahun 1999 WHO, FAO, OIE dan WHO / FAO Coloborating for Research and
Training in Veterinary Epidemiology and Management mengusulkan defenisi kesmavet
dikaitkan dengan defenisi sehat menurut WHO, sehingga kesmavet didefenisikan sebagai
kontribusi terhadap kesejahteraan fisik, mental dan social melalui pemahaman dan
penerapan ilmu kedokteran hewan.
Pengertian kesehatan masyarakat veteriner sebagaimana disebut dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 22 tahun 1983, adalah segala urusan yang berhubungan dengan
hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi kesehatan manusia, (Anonim, 1983). Sementara, menurut
definisi World Health Organization/WHO (1946), kesehatan masyarakat veteriner adalah
suatu bidang penerapan kemampuan profesional, pengetahuan dan sumber daya
kedokteran hewan dalam bidang kesehatan masyarakat untuk melindungi dan
memperbaiki kesehatan manusia.
a. Tujuan dibentuknya kesmavet
i. Menjamin keamanan dan kualitas produk peternakan
ii. Mencegah terjadinya resiko bahaya akibat penyakit atau zoonosis dalam
rangka menjamin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Lukman, 2000)
iii. Penyediaan pangan asal hewan yang ASUH. Sasaran : melindungi kesehatan
dan ketentraman batin masyarakat
iv. Pengawasan pemasukan produk hewan dari luar negeri. Sasaran :
mempertahankan status Indonesia sebagai Negara bebas PHMU dan
kesadaran ASUH
2

v. Pengawasan hygiene sanitasi, pengendalian residu dan cemaran mikroba.
Sasaran : meningkatkan kesehatan lingkungan budidaya
vi. Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap kesejahteraan
hewan. Sasaran : mewujudkan kesejahteraan hewan
vii. Penyediaan produk hewan pangan/non pangan dengan keunggulan komparatif
dan kompetitif. Sasaran : meningkatkan daya saing produk hewan,
(Pramujiono, 2005).
b. Ruang lingkup kesmavet
Ruang lingkup tugas dan fungsi kesmavet adalah :
i. Administrasi dan konsultasi
ii. Pencegahan penyakit zoonotik
iii. Higinene makanan
iv. Riset
v. Penyidikan penyakit hewan dan zoonosis
vi. Pendidikan kesmavet
c. Program kesmavet
Program kesehatan masyarakat veteriner di Indonesia
A. Kesejahteraan dan ketentraman batin masyarakat melalui pengembangan sistem jaminan
keamanan produk asal hewan. Kegiatan yang dilakukan adalah dengan :
a) pembinaan praktek hygien (nomor registrasi/NKV dan labelisasi)
b) pengelolaan RPH
c) penerapan sistem HACCP
d) penyusunan dan pembinaan penerapan SNI produk asal hewan
e) sosialisasi peduli ASUH
f) pelatihan petugas pengawas Kesmavet, dan meat inspector
g) pengangkatan serta penempatan pegawai baru, (Pramujiono, 2005).

B. Status Indonesia sebagai negara bebas Penyakit Hewan Menular Umum (PHMU) dengan
pengembangan sistem pencegahan penyebaran penyakit ( PHMU dan zoonosis). Kegiatan
yang dilakukan adalah dengan:
a) pengawasan pemasukan produk asal hewan
b) pengawasan peredaran produk asal hewan, (Pramujiono, 2005).
3

C. Kesehatan lingkungan budi daya ternak dengan pengembangan sistem pengendalian
residu dan cemaran mikroba. Kegiatan yang dilakukan adalah dengan:
a) pemberdayaan laboratorium bidang kesmavet (laboratorium uji produk asal hewan),
seperti BPPV, BPMPP, Lab kesmavet, Lab daging, dan lab susu
b) pembinaan laboratorium bidang kesmavet menuju proses akreditasi oleh KAN
c) pemantauan residu mulai dari lingkungan budidaya ternak serta unit usaha produk hewan
d) pengembangan program ketaatan, (Pramujiono, 2005).

D. Kesejahteraan hewan melalui pengembangan sistem pembinaan kesejahteraan hewan.
a) Kegiatan yang dilakukan adalah dengan:
b) penyusunan peraturan kesejahteraan hewan
c) pembinaan kesejahteraan hewan, dengan meningkatkan kesadaran dan partisipasi
masyarakat, (Pramujiono, 2005).

E. Produk hewan yang berdaya saing melalui pengembangan sistem kesmavet nasional.
Kegiatan yang dilakukan adalah dengan:
a) memantapkan visi dan misi Kesmavet Nasional
b) mengupayakan suatu sistem kesmavet Nasional yang berada dalam suatu harmoni
Kesmavet global
c) memperoleh suatu acuan nasional bagi aparat kesmavet di pusat dan di daerah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, (Pramujiono, 2005).
d. Aspek kesrawan dalam kesmavet
KESEJAHTERAAN HEWAN (KESEJAHTERAAN HEWAN)
1. Perlakuan hewan secara wajar, alami dan terkendali dalam kerangka perlindungan
hewan dari tindak semena-mena manusia.
2. Sudut pandang nilai kemanusiaan Anthropometri : KURANG TEPAT.
3. Tujuan Kesejahteraan hewan pada hakekatnya untuk kesejahteraan manusia,
khususnya hewan produksi terkait dengan produk pangan ASUH.


4


Kehidupan di alam suatu EKOSISTEM ( manusia, flora, fauna dan lingkungan) :
Saling Ketergantungan (interdependency) dan Saling Keterkaitan (Interrelationship).
Issu perdagangan bebas yang harus disikapi :

Isu HAM
Isu lingkungan
Animal welfare (Kesrawan)

Bioetika : Perilaku manusia terhadap suatu obyek (makhluk hidup) yang didasari
dengan landasan nilai-nilai manusiawi (cipta, rasa dan karsa)terhadap berbagai
masalah yang timbul sebagai implikasi negatif dari kemajuan teknologi.

Penyimpangan HUKUM ALAM karena kecenderungan manusia untuk semena-
mena bila berkuasa atas nasib makhluk lain baik sesama manusia ataupun hewan.

Kebijakan Penerapan Kesrawan
Penerapan KESRAWAN (hewan produksi) dalam penyediaan daging (ideal) : mulai
dari peternakan sampai penyembelihan

Tujuan penerapan KESRAWAN dalam penyediaan daging:

1. Sesuai dengan konsep Halalan dan Thoyyiban.
2. Menghasilkan daging yang berkualitas baik, aman dan layak serta berdaya saing
tinggi.
3. Memenuhi tuntutan masyarakat kesejahteraan hewan internasional (perdagangan
bebas).

KEGIATAN PEMBINAAN KESRAWAN
1. Sosialisasi nilai Kesejahteraan Hewan kepada petugas pengelola hewan / ternak.
2. Fasilitasi dalam penerapan teknis kesrawan khususnya di RPH.
5

3. Advokasi konsumen terhadap produk pangan yang berasal dari hewan yang bebas
dari perlakuan tidak wajar disaat hidupnya.
4. Penyusunan peraturan perundangan dan pedoman praktis penanganan hewan.
Pengaruh Kesrawan Terhadap Kualitas Daging

Makna penerapan KESRAWAN dalam penyediaan daging :
1. Sesuai dengan konsep Halalan dan Thoyyiban.
2. Menghasilkan daging yang berkualitas baik, aman dan layak konsumsi.
3. Memenuhi perlakuan hewan secara ikhsan.

PROSES PENYEMBELIHAN
A. Penyembelihan hewan dilaksanakan dengan mempedomani hukum agama
khususnya Islam agar memenuhi standar kehalalan guna menjamin ketentraman
batin konsumen di Indonesia
B. Penyembelihan dilakukan dengan pisau yang tajam pada bagian ventral leher
(8-10 cm di belakang lengkung rahang bawah) sehingga trachea, vena jugularis -
arteria communis dan oesophagus terpotong sekaligus.
C. Perlakuan lebih lanjut pasca penyembelihan dilakukan apabila hewan mati
sempurna pada reflek kelopak mati

2. Codex alimentarius
Merupakan standar pangan yang dibentuk pada tahun 1962 oleh FAO dan WHO. Tujuan
dari didirikannya CAC ini adalah untuk melindungi konsumen terhadap :
a. resiko kesehatan dalam makanan;
b. kerugian ekonomi;
c. dan menjembatani perbedaan turan (standar) pangan antar negara.
Hasil dari CAC adalah ditetapkannya standar panduan 28 vol, 237 standar komoditi, dan
41 aturan teknis. Prinsip ilmiah penetapan standar pangan:
a) standar pangan, pedoman dan rekomendasi dari codex harus didasarkan pada
analisis dan bukti prinsip ilmiah yang valid yang menjamin mutu dan keamanan
pangan yang bersangkutan.
6

b) dalam membahas dan memutuskan standar pangan, CAC akan
mempertimbangkan faktor legitimasi lain yang relevan untuk melindungi
konsumen serta mendorong praktek perdagangan yang adil.
c) pelabelan pangan memegang peranan penting dalam mencapai kedua tujuan
tersebut.
d) bila anggota CAC sepakat dalam hal perlindungan kesehatan konsumen, akan
tetapi berbeda untuk pertimbangan lainnya, anggota tersebut dapat abstain untuk
menerima standar tersebut tanpa menghambat pengambilan keputusan yang
dilakukan CAC.
Keempat prinsip tersebut sangat membantu tercapainya kesepakatan tentang Maximum
Residu Limit (MRL) dan pelaksanaan Sanitary and Phythosanitary measures (SPS),
Komisi dalam Codex ada 29, yang berkaitan dengan bidang peternakan antara lain:
a. Residues of Veterinary Drugs in Foods
b. Milk and Milk Products
c. Fish and Fish Products
d. Meat Hygiene
e. Processed Meat and Poultry Products
f. Soup and Broths
g. Meat

Codex Alimentarius di Indonesia
Codex Alimentarius di Indonesia adalah Dewan Standardisasi Nasional (DSN) yang
membentuk Kelompok Kerja Codex Pangan (KK-CP) yang bertindak sebagai National
Codex Committee. KK-CP bertugas :
a. Membahas materi CAC dan menyiapkan tanggapan
b. Menyebarkan materi CAC untuk ditanggapi
c. Mengumpulkan informasi dan data tentang penerapan dan pengawasan standar
pangan
d. Menyiapkan tim delegasi RI menghadiri sidang CAC
e. Menyebarluaskan hasil CAC kepada semua pengguna melalui kerjasama dengan
berbagai instansi terkaik
7


Tugas pokok DSN antara lain :
a. Koordinasi, sinkronisasi, pembinaan kerja sama antar instansi teknis berkenaan
dengan standardisasi dan metrology
b. Saran dan pertimbangan kepada Presiden tentang kebijakan nasional bidang
standardisasi dan pembinaan nasional untuk satuan ukuran

Ada 6 subsistem dalam sistem standardisasi :
a. Perumusan standar
b. Penerapan standar
c. Pembinaan dan pengawasan standardisasi
d. Kerjasama dan informasi standardisasi
e. Akreditasi
f. Metrologi

Dalam perumusan dan penerapan standar digunakan prinsip :
a. Pendekatan pragmatis
b. SNI harmonis dengan standar regional
c. Menggunakan pengalaman negara lain

Tahapan dalam perumusan dan penerapan standar antara lain :
a. Usulan rancangan SNI
b. Rancangan SNI
c. Penyebarluasan rancangan SNI
d. Penyelesaian akhir rancangan SNI
e. Persetujuan menjadi SNI
f. Peninjauan kembali SNI




8

3. Analisis Resiko
Dari aspek keamanan pangan dan kesehatan masyarakat veteriner, produk hewan
memiliki potensi sebagai media pembawa agen patogen bagi kesehatan hewan dan
manusia (zoonosis), serta bahaya-bahaya kimia seperti residu obat hewan, bahan
tambahan pangan, dan cemaran kimia lain (Lukman, 2008).
Resiko suatu bahaya memiliki dua komponen, yaitu peluang (probability) dan
konsekuensi atau akibat jika bahaya itu muncul (OIE 2004). Analisis resiko akan
membantu pengambil keputusan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Apa yang dapat menyimpang?
b. Bagaimana/berapa besar peluang penyimpangan tersebut?
c. Apa konsekuensi/akibat dari penyimpangan itu?
d. Tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi peluang dan atau
konsekuensi/akibat dari penyimpangan itu?

Komponen analisis resiko yang digunakan oleh CAC untuk keamanan pangan sedikit
berbeda dengan analisis resiko yang dikembangkan OIE terutama untuk analisis resiko
impor hewan dan produk hewan (Lukman, 2008).
Secara umum terdapat dua metodologi analisa resiko, yaitu :
1) Kuantitatif
Analisa berdasarkan angka-angka nyata (nilai finansial) terhadap biaya pembangunan
keamanan dan besarnya kerugian yang terjadi.
2) Kualitatif
Sebuah analisa yang menentukan resiko tantangan organisasi dimana penilaian
tersebut dilakukan berdasarkan intuisi, tingkat keahlian dalam menilai jumlah resiko
yang mungkin terjadi dan potensi kerusakannya.
Pada intinya komponen analisis resiko terdiri dari:
a. penilaian resiko (risk assessment), yaitu perkiraan resiko secara ilmiah.
b. identifikasi resiko (risk identification)
c. manajemen resiko (risk management), yaitu evaluasi pilihan untuk
mengurangi resiko yang diperkirakan.
9

d. komunikasi resiko (risk communication), yaitu pertukaran informasi dan
pendapat antar stakeholders untuk memahami suatu resiko secara lebih baik,
(Lukman, 2008).

OIE memisahkan identifikasi bahaya dari penilaian resiko, yang di dalam dokumen
CAC termasuk dalam tahapan awal penilaian resiko. Proses penilaian resiko menurut
sistem National Academic Science-National Research Council (NAS-NRC) yang
diadopsi oleh CAC terdiri dari empat tahap yaitu :
a. identifikasi bahaya (hazard identification)
b. karakterisasi bahaya (hazard characterization)
c. penilaian keterpaparan (exposure assessment)
d. karakterisasi resiko (risk characterization)

Sedangkan OIE membagi penilaian resiko menjadi empat komponen yaitu:
a. penilaiaan pengeluaran (release assessment)
b. penilaian pendedahan (exposure assessment)
c. penilaian konsekuensi (consequence assessment)
d. estimasi resiko (risk estimation), (Lukman, 2008).













10

Daftar Pustaka
Lukman, Denny W. 2008. http://higiene-pangan.blogspot.com/2008/10/analisis-risiko-perangkat-
kesehatan.html. (3/11/2011)
Moerad, B. 2003. Pokok-pokok Kebijakan Kesmavet Menunjang Ketahanan dan Keamanan
Pangan di Indonesia
Pramujiono, Anton . 2005. Kebijakan Pemerintah Terhadap Kebijakan Kesmavet. Diakses dari
http://www.koranPDHI.com/ Diakses tanggal 29 Oktober 2013.

Yudhabuntara, D. 2011. Kuliah Kesehatan Masyarakat. FKH UGM

Anda mungkin juga menyukai