Anda di halaman 1dari 14

52

Dalam perhitungan kimia, seringkali dianggap bahwa suatu reaksi berlangsung


secara sempurna. Pada kenyataannya tidak demikian. Persamaan reaksi hanya menyatakan
hubungan jumlah (kuantitas) dari zat zat yang bereaksi dengan zat zat hasil reaksi secara
stoikiometri. Sedang kinetika serta termodinamika reaksi mempelajari berapa lama suatu
reaksi akan berlangsung dan ke arah mana yang paling mungkin terjadi. Dalam reaksi
sederhana berikut :
H
2
+ I
2
2 HI
setelah campuran dibiarkan beberapa lama akan diperoleh susunan yang tetap. Berdasarkan
stoikiometri reaksi, 1 mol H
2
bereaksi dengan 1 mol I
2
menghasilkan 2 mol HI. Jika reaksi ini
diikuti dari dengan analisis komponen komponennya (selama waktu berlangsungnya) maka
dapat dilihat bahwa konsentrasi H
2
dan I
2
makin lama makin berkurang (terjadi pengurangan
reagen menjadi produk), sedangkan konsentrasi HI makin bertambah. Pada arah reaksi
sebaliknya terjadi penguraian HI, tiap 2 mol HI terurai menjadi masing masing satu mol H
2
dan
I
2
. Proses ini akan berlangsung demikian dengan perbandingan tiap pengurangan satu mol
masing masing reagen, menghasilkan dua mol produk, pada kondisi yang sama, atau
sebaliknya sampai terjadi kesetimbangan reaksi. Kesetimbangan ini akan terjadi jika jumlah
pembentukan HI sama dengan jumlah yang terurai.
4.1 Kesetimbangan Dinamik (kesetimbangan reaksi dua arah, )
Kecepatan reaksi bergantung pad konsentrasi zat zat yang bereaksi sebelum terjadi
kesetimbangan. Artinya reaksi akan berjalan paling cepat pada saat jumlah reagennya
maksimum. Pada contoh reaksi di atas, kecepatan reaksi semakin turun (lambat) apabila
konsentrasi H
2
dan I
2
makin berkurang. Sebaliknya, konsentrasi HI yang meningkat
menyebabkan kecepatan reaksi penguraian 2 HI H
2
+ I
2
semakin bertambah (pada
saat awal reaksi konsentrasi HI nol, dan kecepatan penguraiannya sama dengan nol). Jika
reaksi semacam ini diikuti, maka akan didapatkan keadaan, di mana laju reaksi ke kanan
(pembentukan HI) sama dengan laju reaksi ke kiri (penguraian HI), sehingga secara makro
tidak teramati perubahan konsentrasi. Keadaan pada saat konsentrasi zat zat tidak berubah
lagi ini yang dinamakan dengan kesetimbangan dinamik secara makroskopik tidak terjadi
53
perubahan (reaksi selesai), tetapi secara molekuler tetap terjadi reaksi ke kanan maupun ke
kiri dengan laju yang sama.
Secara umum, reaksi
aA + bB cC + dD
dapat dirumuskan laju reaksi ke kanan (v
1
) = k
1
[A]
a
[B]
b
dan laju reaksi ke kiri (v
2
) = k
2
[C]
c
[D]
d
,
dimana k
1
dan k
2
adalah konstanta laju rekasi ke kanan dan ke kiri, [x] menyatakan
konsentrasi. Dalam kesetimbangan dinamik (kesetimbangan reaksi kimia), v
1
= v
2
, sehingga :
k
1
[A]
a
[B]
b
= k
2
[C]
c
[D]
d
, atau
[ ] [ ]
[ ] [ ]
K
B A
D C
k
k
b a
d c
= =
2
1
dengan K adalah konstanta kesetimbangan kimia, yang mempunyai nilai tetap pada kondisi
suhu dan tekanan tetap.
4.2KonstantaKesetimbanganpadaSistemGas
Dalam sistem kesetimbangan gas, banyaknya masing masing gas yang ada dalam
sistem kesetimbangan lebih mudah dinyatakan dalam tekanan partiall daripada dalam
konsentrasi molar. Untuk tiap gas berlaku (dengan asumsi bertindak sebagai gas mulia):
nRT PV =
RT
V
n
P = [ ]RT gas P =
Untuk tiap gas apa saja, P [gas], tekanan gas akan setara dengan konsentrasinya
pada suhu tertentu. Manipulasi persamaan secara matematis dengan rumus konstanta
kesetimbangan dinamik akan didapatkan :
K
P
= K (RT)
n
Dimana, n = jumlah mol produk jumlah mol reagen (dalam stoikiometri), K
P
: konstanta
kesetimbangan sistem gas pada tekanan tetap.

k
1
k
2
54
4.3PengaruhTekanan,Suhu,KonsentrasipadaKesetimbangan,danKatalis
Pada setiap kasus, kesetimbangan reaksi kimia akan terganggu dan berubah dengan
adanya pengaruh beberapa faktor dari luar sistem reaksi. Suatu contoh sederhana, larutan
gula yang jenuh , jika ditambahkan lagi gula maka dengan pengadukan yang lamapun tidak
akan melarut, kecuali jika terjadi transfer energi. Namun kristal gula (dalam larutan jenuhnya)
akan segera larut jika sistem larutan dinaikkan suhunya sistem pelarutan seperti ini akan
menghasilkan larutan lewat jenuh/super jenuh setelah didinginkan kembali.
Dalam penjelasan Le Chateleur, yang sering dikenal dengan prinsip atau azas Le
Chateleur, jika suatu sistem dalam kesetimbangan, diganggu dari luar (sistem) maka sistem
tersebut akan berusaha menghilangkan gangguan sampai dicapai kesetimbangan baru.
Peristiwa ini sangat nampak terutama jika sistem reaksi berfasa gas. Gangguan gangguan dari
luar yang dimaksud di sini adalah berubahnya tekanan, berubahnya suhu, berubahnya
kuantitas komponen komponen reaksi (konsentrasi), .
Dengan sederhana akan dapat dijelaskan, bahwa naiknya tekanan (khusus pada
sistem reaksi berfasa gas) akan menggeser kesetimbangan ke arah jumlah mol yang lebih kecil
(reaktan ataupun produk). Sedangkan dinaikkannya suhu reaksi akan menggeser
kesetimbangan ke arah reaksi endotermis (kapan suatu reaksi dikatakan endotermis atau
eksotermis, bisa dipelajari dalam bab termidinamika kimia) atau ke arah reaksi yang menyerap
panas. Contoh dalam sistem kesetimbangan berikut, (penting dalam pencemaran udara)
N
2
(g) + O
2
(g) 2NO(g) H = + 180,50 kJ (25
0
C)
Reaksi pembentukan NO merupakan reaksi endotermis (menyerap kalor), sehingga reaksi
pembentukan semacam ini akan meningkat (bergeser ke kanan) jika suhu dinaikkan. Dalam
perhitungan termodinamika, volume NO akan mencapai 1 % dalam kesetimbangan, jika suhu
mencapai 2.000 K
Yang ketiga adalah pengaruh perubahan konsentrasi. Penambahan konsentrasi
(zat) dalam ruas kiri (reagen) akan menggeser kesetimbangan ke arah ruas kanan (produk),
dan sebaliknya penambahan kuantitas produk akan memperlambat reaksi pembentukannya,
atau bahkan akan menggeser arah reaksi menuju reaktan. Seberapa besar pergeseran reaksi
dapat dihitung secara matematis dengan rumus konstanta kesetimbangan. Sebagai dasar
perhitungan berapapun nilai konsentrasi unsur/komponen yang terlibat reaksi, dengan nilai
konstanta kesetimbangan yang sama untuk kondisi tekanan suhu reaksi tertentu, maka akan
dapat ditentukan nilai konsentrasi unsur/komponen dalam kesetimbangan yang baru.
55
Secara stoikiometris, azas Le Chateleur, sangat erat berhubungan dengan koefisien
untuk tiap tiap komponen yang terlibat dalam reaksi. Koefisien reaksi menyatakan
perbandingan jumlah mol tiap tiap komponen yang terlibat dalam reaksi dan atau mengalami
perubahan. Dalam proses reaksi, komponen komponen akan mengalami pemecahan ataupun
penggabungan menjadi bentuk baru, yang secara kimia akan berbeda sifat. Cara senyawa atau
komponen bereaksi dapat dikelompokkan dalam 3 macam reaksi :
1. Reaksi gabungan langsung, dalam kasus ini dua atau lebih unsur/senyawa menjadi satu
senyawa baru yang lebih komplek. aA + bB cC
contoh : H
2
+ O
2
H
2
O
2. Reaksi penukar gantian sederhana, unsur dan senyawa akan bereaksi menjadi unsur dan
senyawa lain. AB + C AC + B
Contoh : CuSO
4
+ Pb Cu + PbSO
4
3. Reaksi penukar gantian rangkap, dua senyawa bereaksi menghasilkan senyawa senyawa
lain dengan bertukar ion atau unsur unsurnya, AB + CD AC + BD
Contoh : AgNO
3
+ CaCl
2
AgCl + Ca(NO
3
)
2
Satu hal yang sangat penting untuk diingat bahwa dalam reaksi kimia apapun
(kecuali reaksi nuklir) jumlah unsur unsur atau atom atom pada ruas kiri sama dengan jumlah
unsur unsur atau atom atom pada ruas kanan. Jumlah unsur unsur dalam reaktan sama
dengan jumlah usur unsur dalam produk (atau massa sebelum dan sesudah reaksi adalah
tetap, HukumKekekalanMassa).
Pengaruh katalis reaksi. Suatu katalis akan meningkatkan laju reaksi ke kanan atau ke
kiri (zat yang bersifat sebaliknya dinamakan inhibitor), dengan tanpa mengubah nilai
konstanta kesetimbangan atau kuantitas relatif yang ada pada suatu kesetimbangan reaksi
tertentu. Katalis hanya akan merubah waktu yang diperlukan suatu reaksi sampai selesai atau
encapai kesetimbangan. Reaksi yang secara biasa membutuhkan waktu berjam jam, berhari
hari, minggu, akan dapat dicapai dalam waktu beberapa menit dengan kehadiran katalis yang
sesuai.
Bahkan reaksi yang harus berlangsung pada suhu yang tinggi (biasanya akan
menurunkan rendemen produk), dapat dilakukan dengan cepat pada suhu rendah dengan
adanya katalis (dengan rendemen yang lebih baik). Pada produksi sintesa ammonia, tanpa
adanya katalis, reaksi antara hidrogen dan nitrogen sangat perlahan meskipun suhu di atas
100
0
C. Kesetimbangan dalam reaksi tersebut pada secara normal akan terjadi setelah
beberapa tahun.
56
4.4KesetimbanganPelarutan
Pelarutan atau kelarutan endapan. Sering dalam percobaan laboratorium atau
beberapa sampel di lapangan, menunjukkan fenomena pelarutan dan pengendapan. Gula
atau garam dapur dimasukkan dan diaduk dalam air maka keduanya akan segera larut. Jika
jumlahnya ditambahkan terus sambil diaduk maka lama kelamaan ada zat kristal gula atau
garam yang tidak larut lagi, meskipun telah lama pengadukannya. Fenomena lain terjadi ketika
larutan asam sulfat (H
2
SO
4
) ditambahkan dengan barium klorida (BaCl
2
). Penambahan barium
klorida pada larutan asam sulfat konsentrasi yang cukup, akan memyebabkan larutan menjadi
berwarna putih susu, dan jika ditambahkan terus maka akan segera terlihat endapan putih,
BaSO
4
(barium sulfat).
Endapan adalah zat atau materi yang memisahkan diri sebagai fase padat dari
sistem larutan. Fase padat ini dapat terjadi dalam bentuk kristal, bentuk tersuspensi, maupun
bentuk koloid. Pemisahan endapan dari larutannya dapat dilakukan dengan pemusingan
(centrifugase/centrifuge), penyaringan (filter), atau cukup dengan sedimentasi (pengendapan
biasa), tergantung dari ukuran dan berat endapan secara parsial. Ukuran partikel endapan
makin besar, maka makin mudah memisahkannya, cukup dengan filtrasi, atau endapan yang
berat cukup dilakukan dengan sedimentasi atau pengendapan gravitasional saja. Namun ada
beberapa endapan koloid yang stabil dan cukup ringan, harus dilakukan pemusingan
(centrifuge) untuk memisahkannya dari larutan (memanfaatkan gaya centrifugal). Pada
centrifuge, bagian zat yang mempunyai berat jenis lebih tinggi akan terdorong kearah luar
putaran, sehingga endapan/padatan akan terpisah dari larutan karena perbedaan berat jenis
dan gaya putaran yang tinggi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terbentuknya endapan.
Pertama, terjadinya zat yang tidak begitu larut dalam air, dari hasil reaksi antara beberapa ion
terlarut di air. Contoh dari peristiwa ini antara lain, pembentukan BaSO
4
, pembentukan CaCO
3
,
pembentukan PbCl, dan sebagainya. Kedua, zat padatan yang ditambahkan tak mampu lagi
melarut dalam pelarut. Kedua hal ini erat hubungannya dengan nilai kelarutan. Jika jumlah zat
yang ada melebihi batas kelarutannya dalam air, maka sisa dari yang tidak larut akan menjadi
endapan.
Nilai kelarutan zat dalam air, sama dengan konsentrasi molar larutan jenuh, yang
pertama tergantung pada suhu lingkungannya. Biasanya makin tinggi suhu maka kelarutan zat
akan makin besar, kecuali beberapa zat yang dalam pelarutannya bersifat eksotermis seperti
57
NaOH, K
2
SO
4
, dan lainnya. Zat zat yang bersifat eksotermis dalam reaksi pelarutannya akan
kurang larut pada suhu yang tinggi. Kedua, kelarutan juga dipengaruhi oleh sifat pelarut, zat
zat yang larut di air akan berkurang kelarutannya dalam pelarut pelarut organik. Contoh, NaCl
akan larut baik dalam pelarut air, tapi akan kurang larut dalam alkohol. Dalam laboratorium
ion Pb yang tercampur ion Ag dan Hg(I), akan mudah dipisahkan dari campurannya dengan
direaksikan ketiganya dengan ion Cl (HCl) dan pemanasan. Ketika ditambahkan HCl, ketiga ion
akan membentuk endapan PbCl
2
, AgCl, dan HgCl. Kemudian ditambahkan air panas, garam
PbCl
2
akan larut kembali, sedang yang lain tetap dalam bentu endapan, dengan penyaringan
panas maka ion Pb akan terpisah dari Ag dan Hg(I).
Faktor lain yang mempengaruhi nilai kelarutan adalah, ion sekutu. Ion sekutu
adalah ion ion dari zat lain yang merupakan bahan endapan. Sebagai contoh dalam Pb(OH)
2
akan larut dengan baik pada larutan bersifat asam, tetapi jika dalam larutan ditambahkan basa
NaOH yang cukup, maka Pb(OH)
2
akan segera mengendap. Hal ini terjadi karena ketika
ditambahkan NaOH, maka akan segera terbentuk ion OH , dan ion ini merupakan ion
pembentuk Pb(OH)
2
, maka artinya dalam sistem larutan ditambahkan ion sekutu.
Penambahan ion sekutu ini akan merubah kesetimbangan kelarutan kearah pembentukan
endapan atau mengurangi nilai kelarutannya.
Hasil kali kelarutan(Konstantasolubilityproduct, Ksp). Jika ke dalam 1 gelas air
dilarutkan sedikit KCl, maka mula mula KCl larut dengan cepat menjadi ion ionnya.
KCl
(s)
+ H
2
O K
+
(aq)
+ Cl
(aq)
Ke dalam sistem ini ditambahkan lagi KCl, dengan pengadukan masih larut. Apabila KCl terus
ditambahkan, maka lama kelamaan, jumlah yang larut akan menjadi maksimal, dan KCl tidak
bisa larut lagi, meskipun terus diaduk. Larutan yang sudah tidak mampu lagi melaruitkan zat
terlarut ini dinamakan larutan jenuh, yaitu larutan yang ion ionnya telah mencapai
kesetimbangan antara melarut dan mengkristal. Dengan mencatat jumlah zat yang
ditambahkan sampai larutan menjadi larutan jenuh maka bisa ditentukan nilai kelarutannya.
Untuk KCl dalam air, Ksp = [K
+
][Cl ] dihitung dari jumlah maksimal KCl yang dapat larut sampai
menjadi larutan jenuh. Jika KCl ini ditambahkan sehingga melebihi nilai Ksp, maka sisa KCl
tetap dalam bentuk kristal dan tidak larut. Atau jika ditambahkan ion Cl secara berlebih, maka
agar nilai tetap konstan, K
+
akan berkurang, berikatan kembali dengan klorida membentuk
endapan (efek garam atau ion sekutu).
58
Contoh. Suatu larutan jenuh perak klorida dibuat dengan melarutkan 0,0015 gram AgCl
dalam volume total larutan 1 L. Maka nilai Ksp atau hasil kali kelarutannya ditentukan
dengan langkah langkah sebagai berikut :
1. Massa molekul relatif AgCl adalah 143,3 gram/mol. Maka dapat ditentukan
terlebih dulu kelarutan AgCl dalam air
S = L mol
mol g
L g
/ 10 045 , 1
/ 3 , 143
/ 0015 , 0
5
=
2. Dalam larutan jenuh, terjadi disosiasi sempurna AgCl Ag
+
+ Cl
Jadi secara stoikiometri, 1 mol AgCl menghasilkan 1 mol Ag
+
dan 1 mol Cl , maka
dari sejumlah AgCl yang larut dalam larutan jenuh dihasilkan
[Ag
+
] = 1,045 x 10
5
mol/L dan [Cl ] = 1,045 x 10
5
mol/L
3. Ksp = [Ag
+
][Cl ] = (1,045 x 10
5
mol/L)(1,045 x 10
5
mol/L)
= 1,1x10
10
(mol/L)
2
dan biasanya Ksp dituliskan dengan atau tanpa satuan.
Cara cara seperti ini digunakan untuk menentukan nilai Ksp berbagai padatan atau garam
dalam larutan. Beberapa nilai hasil kali kelarutan endapan endapan pada suhu kamar dapat
dilihat pada tabel berikut :
Zat Hasilkalikelarutan Zat Hasilkalikelarutan
AgBr
AgBrO
3
AgCNS
AgCl
Ag
2
S
Ag
2
CrO
4
Ag
3
PO
4
Al(OH)
3
BaCO
3
BaCrO
4
BaSO
4
CaCO
3
CaSO
4
CdS
Co(OH)
2
Co(OH)
3
CoS
Cr(OH)
3
CuCl
CuI
CuS
Cu
2
S
Fe(OH)
2
Fe(OH)
3
7,7 x 10
13
5,0 x 10
5
1,2 x 10
12
1,5 x 10
10
1,6 x 10
49
2,4 x 10
12
1,8 x 10
18
8,5 x 10
23
8,1 x 10
9
1,6 x 10
10
9,2 x 10
14
4,8 x 10
9
2,3 x 10
4
1,4 x 10
28
1,6 x 10
18
2,5 x 10
43
3,0 x 10
26
2,9 x 10
29
1,0 x 10
6
5,0 x 10
12
1,0 x 10
44
2,0 x 10
47
4,8 x 10
16
3,8 x 10
38
FeS
Hg
2
Br
2
Hg
2
Cl
2
Hg
2
S
HgS
K
2
(PtCl
6
)
MgCO
3
Mg(OH)
2
Mn(OH)
2
MnS
Ni(OH)
2
PbBr
2
PbCl
2
PbCO
3
PbCrO
4
PbF
2
PbI
2
PbS
PbSO
4
SrCO
3
SrSO
4
Tl
2
S
Zn(OH)
2
ZnS
4,0 x 10
19
5,2 x 10
23
3,5 x 10
18
1,0 x 10
45
4,0 x 10
54
1,1 x 10
5
1,0 x 10
5
3,4 x 10
11
4,0 x 10
14
1,4 x 10
15
8,7 x 10
19
7,9 x 10
5
2,4 x 10
4
3,3 x 10
14
1,8 x 10
14
3,7 x 10
8
8,7 x 10
9
5,0 x 10
29
2,2 x 10
8
1,6 x 10
9
2,8 x 10
7
1,0 x 10
22
1,0 x 10
17
1,0 x 10
23
4.5PengendapanHidroksidaLogamdanSulfidaLogam
Dalam beberapa analisa kuantitatif anorganik, atau dalam water treatment yang
menyangkut logam logam terlarut, salah satu metode yang digunakan adalah pengendapan,
59
pembentukan logam garam, hidroksida, sulfida, atau kompleks. Dalam beberapa tujuan,
pengendapan dilakukan dengan penambahan ion ion (reagen) pengendap, untuk
mendapatkan bentuk senyawa logam yang sangat kecil kelarutannya di air. Senyawaan logam
dengan ion hidroksida atau sulfida, banyak memenuhi untuk tujuan ini. Satu hal yang harus
diingat, bahwa meskipun untuk mengendapkan semua logam harus ditambahkan ion
pengendapnya dengan berlebih, namuntidak dianjurkan terlalu banyak (sangat berlebih).
Sebab secara kimiawi, reagen yang berlebih akan menyebabkan terjadinya reaksi lain yang
tidak diinginkan. Misalnya, endapan yang terbentuk mungkin larut kembali membentuk
larutan ion kompleks atau karena efek garam, sehingga endapan akan berkurang dan tidak
kuantitatif. Biasanya reagen diberikan secara cukup, sampai diyakinkan tak ada pembentukan
endapan lagi, kemudian ditambah sedikit saja untuk membuatnya berlebih.
Pengendapan Sulfida. Hidrogen sulfida merupakan salah satu reagen yang cukup
efektif dalam mengendapkan logam logam terlarut. Kebanyakan sulfida logam mempunyai
kelarutan yang rendah dalam air (harga Ksp sangat kecil). Dalam beberapa pengamatan,
konsentrasi ion ion logam stabil larut dalam air sekitar 1 10
3
mol/L. Sedangkan H
2
S
merupakan asam lemah, yang akan terdisosiasi menjadi ion H
+
dan S
=
, dengan konsentrasi
yang bervariasi sesuai dengan keadaan pH larutan. Bagaimana pH berpengaruh pada
konsentrasi ion S
=
, dapat ditelusuri dari reaksi disosiasinya dalam air. Hidrogen sulfida akan
terdisosiasi dalam dua tahap
(i) H
2
S H
+
+ HS
dengan, K
1
=
8
2
10 1 , 9
] [
] ][ [

+
=
S H
HS H
(ii) HS H
+
+ S
=
dengan, K
2
=
15
10 2 , 1
] [
] ][ [

= +
=
HS
S H
mengalikan kedua persamaan diperoleh, K = K
1
K
2
=
22 22
2
2
10 10 09 , 1
] [
] [ ] [

= +
=
S H
S H
beberapa referensi menyebutkan, pada suhu kamar (25
0
C) dan tekanan atmosfer, larutan
jenuh hidrogen sulfida dalam air hampir tepat 0,1 molar. Untuk asam lemah seperti ini
disosiasinya sangat kecil dan boleh diabaikan, maka
60
22
2
2
2
10
) 1 , 0 (
] [ ] [
] [
] [ ] [

= + = +
= =
S H
S H
S H
sehingga [S
=
] =
2
23
] [
10
+

H
nampak sekali korelasi antara ion sulfida dengan konsentrasi hidrogen yaitu berbanding
terbalik kuadrat. Pada larutan yang sangat asam pH=0 ([H
+
] = 1), konsentrasi larutan jenuh
hidrogen sulfida mengandung ion S
=
sebanyak 10
23
mol/L, ini hanya memungkinkan sulfida
logam yang paling tidak larut yang dapat diendapkan. Pada pH sekitar 7, konsentrasi S
=
menjadi 10
9
mol/L, cukup untuk mengendapkan logam logam yang membentuk sulfida logam
dengan Ksp lebih tinggi.Mengolah persamaan terakhir di atas dengan operasi logaritmik akan
mendapatkan hubungan linear antar pH dengan pS, pS = log[S
=
], yaitu
pS = 23 2pH
persamaan ini akan linear mulai dari pH=0 sampai pH=8. Kondisi basa, pH>8 akan ada disosiasi
lebih lanjut hidrogen sulfida dengan adanya konsentrasi hidroksida, persamaan di atas tidak
lagi linear. Dengan beberapa pengamatan dan perhitungan, dapat disimpulkan hubungan pH
dengan pS sebagai grafik berikut
Grafik ini dapat dipakai bila diperlukan untuk meramalkan pengendapan sulfida logam, seperti
pada contoh contoh di bawah.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
0 2 4 6 8 10 12 14
pH
pS
Gambar grafik hubungan
pS dengan pH, diambil dari
Vogel, text book of
Qualitatif Anorganik
Analyssis
61
Contoh(Vogel). Diketahui suatu larutan mengandung CuSO
4
0,1 M dan MnSO
4
0,1 M.
Apa yang terjadi jika (a) larutan diasamkan sehingga pH = 0 dan dijenuhkan dengan gas
hidrogen sulfida; dan (b) jika larutan awal ditambahkan ammonium sulfida, sehingga
pH menjadi 10. Ksp CuS dan MnS masing masing 1 x 10
44
dan 1,4 x 10
15
?
Penyelesaian. (a) Dari grafik, padapH=0 nilai pS = 23 artinya [S
=
] = 10
23
mol/L. Untuk
kedua zat konsentrasi logamnya adalah 10
1
mol/L, maka hasil kali ionnya adalah 10
24
untuk kedua ion. Untuk CuS, 10
24
> 1 x 10
44
, maka CuS akan diendapkan, sedang untuk
MnS, karena 10
24
< 1,4 x 10
15
, akan tetap larut. Jadi pada pH = 0 CuS dapat dipisahkan
dari MnS.
(b) Masih dari grafik, pada pH =10; pS=4, atau [S
=
] = 10
4
mol/L. Maka hasil kali
konsentrasi ion adalah 10
5
untuk masing masing ion logam. Dapat dilihat 10
4
> 1,4 x
10
15
> 1 x 10
44
, maka keduanya akan mengendap dan tercampur.
Pengendapandanpelarutanhidroksidalogam. Secara prinsip nilai hasil kali kelarutan
(Ksp), dapat juga diterapkan dalam proses pengendapan logam logam terlarut dengan
membentuknya menjadi garam hidroksida logam yang kurang larut di air. Teknik ini sering
dipakai dalam analisis kualitatif anorganik dan pengolahan air yang terpapar logam logam.
Secara kimiawi, endapan hidroksida logam akan terbentuk jika konsentrasi ion logam dan
konsentrasi hidroksil (OH ) saat itu melebihi nilai yang diperbolehkan dalam hasil kali kelarutan
(Ksp), atau hasil kali ion ion (logam dan hidroksil) > Ksp. Jumlah endapan adalah sebanyak
kelebihan jumlah ion ion dari ion yang harus ada untuk menegakkan Ksp. Jika hasil kali ion ion
kembali sama dengan Ksp, maka proses pengendapan berhenti.
Dalam pengendapan hidroksida logam, konsentrasi hidroksil sangat memegang
peranan penting terbentuknya endapan, karena konsentrasi logam yang terlarut stabil di
perairan bebas berkisar 10
1
10
3
mol/L. Dengan demikian pH air sangat menentukan
terjadinya pengendapan, sebab hasil kali ion hidrogen dan hidroksil adalah konstan, sehingga
pH akan menentukan jumlah konsentrasi ion hidroksil (OH ). Pada pH yang rendah (<1)ion
hidroksil sangat sedikit terlarut, pOH = 14 pH, sulit bagi hidroksida logam terlarut mencapai
nilai Ksp. Pada kondisi yang demikian hampir semua hidroksida logam belum bisa
terendapkan, kecuali Nb(OH)
5
, Ta(OH)
5
, Sn(OH)
4
, Ti(OH)
4
, H
2
WO
4
dan H
2
MoO
4
, yang akan
melarut pada pH yang tinggi. Telah disepakati, secara umum pengendapan dikatakan praktis
sempurna jika dalam larutan konsentrasi logam tak lebih dari 10
5
mol/L.
62
Contoh(Vogel). Hitunglah pH (a) pada mana Fe(OH)
3
mulai mengendap dari larutan FeCl
3
0,01 M; dan (b) pH pada saat konsentrasi ion Fe
3+
dala larutan tak melebihi 10
5
mol/L.
Nilai Ksp dapat dilihat pada tabel.
Penyelesaian. Ksp = [Fe
3+
] [OH ]
3
= 3,8 x 10
38
, dengan konsentrasi ion Fe
3+
= 0,01 M.
(a) Pengendapan tepat akan terjadi pada saat hasil kali ion Fe
3+
dan OH nilainya sama
dengan Ksp, sehingga dapat dihitung
[OH ]
3
=
36
2
38
3
10 8 , 3
10
10 8 , 3
] [

+
=

=
Fe
Ksp
[OH ] =
12
3
36
10 56 , 1 10 8 , 3

= , dan dapat dihitung konsentrasi
ion hidrogen dengan rumus kesetimbangan ion hidrogen hidroksil di air.
[H
+
] =
3
12
14
10 41 , 6
10 56 , 1
10
] [

=
OH
K
w
pH = log [H
+
] = log (6,41 x 10
3
) = 2,19
Jadi, Fe(OH)
3
akan mulai mengendap pada pH = 2,19
(b) Ion Fe
3+
akan tinggal 10
5
jika sebagian besar Fe(OH)
3
telah mengendap dengan
bertambahnya konsentrasi ion hidroksida (bertambahnya pH). Saat kesetimbangan baru,
ion Fe
3+
, maka ion hidroksil adalah
[OH ] =
11
3
5
38
3
3
10 56 , 1
10
10 8 , 3
] [

+
=

=
Fe
Ksp
Konsentrasi ion hidrogen adalah
[H
+
] =
4
11
14
10 41 , 6
10 56 , 1
10
] [

=
OH
K
w
pH = log[H
+
] = log(6,41 x 10
4
) = 3,19
Jadi pada pH = 3,91 Fe(OH)
3
telah mengendap sempurna.
Secara lebih lanjut, grafik pengendapan beberapa hidroksida logam, seperti pada
gambar berikut, dapat dijadikan acuan untuk meramalkan pH pengendapan logam logam
terlarut di perairan. Daerah yang diarsir adalah daerah pH pengendapan hidroksida logam,
dengan ujung atas garis batas miring sebelah kiri merupakan pH pada saat mulai terbentuk
endapan, dan ujung bawah menyatakan kondisi pH pada saat pengendapan secara teoritis
sempurna. Sedangkan garis miring sebelah kanan (pada batas arsiran), ujung bawah
menyatakan pH pada saat hidroksida logam mulai melarut kembali, dan ujung atas
menyatakan pH saat pelarutan sempurna.
63
pH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tl(OH)
2
Sn(OH)
2
Nb(OH)
5
Ta(OH)
5
Ce(OH)
4
Zr(OH)
4
Sn (OH)
4
Ti(OH)
4
Th(OH)
4
Fe(OH)
3
Al(OH)
3
Cr(OH)
3
UO
2
(OH)
2
Be(OH)
2
Zn(OH)
2
Fe(OH)
2
Cd(OH)
2
Ni(OH)
2
Co(OH)
2
AgOH
Pb(OH)
3
Re(OH)
3
HgO
Mn(OH)
2
Mg(OH)
2
H
2
WO
4
H
2
MoO
4
4.6Pengendapanbertingkat ataupengendapanfraksional. Selain untuk menentukan kapan
suatu garam atau zat lain mengendap atau melarut, nilai Ksp juga sangat berguna untuk
memperhitungkan kondisi pengendapan fraksional atau pengendapan bertingkat. Untuk
maksud tertentu kadang diinginkan untuk mengendapkan satu jenis atau sebagian logam dari
larutan yang mengandung beberapa logam. Langkah langkah untuk penyisihan ini salah
satunya adalah pengendapan bertingkat, sebab dibutuhkan pemisahan dikarenakan tiap
senyawaan logam punya daya cemar dan toksik yang berbeda beda. Membuat kondisi kondisi
tertentu yang khusus untuk tujuan seperti di atas harus dilakukan, dengan salah satu metode
adalah dengan memperhatikan Ksp atau kelarutannya di air. Salah satu contoh penerapan,
metode ini adalah metode Mohr untuk menaksir halida halida terlarut.
Pada metode penentuan halida dengan cara Mohr, suatu larutan ion klorida (halida)
dititrasi dengan larutan baku perak nitrat (AgNO
3
), dengan kalium dikromat (K
2
CrO
4
) sebagai
indikator. Secara perhitungan Ksp, maka dalam sistem ini akan terbentuk dua macam garam
64
yang sedikit larut di air, yaitu perak klorida (AgCl = endapan putih) dan perak kromat (Ag
2
CrO
4
= endapan berwarna merah). Hasil kali kelarutan kedua garam adalah (tabel) :
Ksp (AgCl) = [Ag
+
] x [Cl ] = 1,5 x 10
10
Ksp (Ag
2
CrO
4
) = [Ag
+
]
2
x [CrO
4
2
] = 2,4 x 10
12
Dalam kesetimbangan, konsentrasi ion perak bisa dianggap sama, maka kedua persamaan
akan menjadi,
8 12
2 10
2
4
2
10 1 , 1
1
) 10 4 , 2 (
) 10 5 , 1 (
] [
] [

CrO
Cl
nampak sekali bahwa dalam kesetimbangannya konsentrasi ion kromat jauh lebih besar dari
konsentrasi ion klorida. Hal demikian terjadi karena, dalam pembentukan garam, ion Ag
+
yang
dititrasikan akan selalu lebih dahulu mengikat ion klorida, membentuk endapan perak klorida
sampai ion klorida mencapai rasio dengan ion kromat seperti pada persamaan diatas tercapai,
baru kemudian akan terbentuk perak kromat, warna endapan/larutan merah (titik akhir
titrasi).
Contoh(Vogel). Jika larutan natrium klorida 0,1 M dititrasi dengan perak nitrat dengan
adanya kalium dikromat 0,002 M maka konsentrasi ion ion pada saat perak kromat mulai
mengendap adalah ......
Penyelesaian. Bisa diambil persamaan diatas untuk menyatakan kesetimbangan, kedua
garam mengendap bersama, jika ion klorida sudah mencapai konsentrasi yang sesuai.
8 2
4
2
10 1 , 1
1
] [
] [

CrO
Cl
atau, [Cl ] = M
CrO
6
8 8
2
4
10 26 , 4
10 1 , 1
002 , 0
10 1 , 1
] [

Konsentrasi ion Cl terlarut terlalu kecil, dianggap secara praktis tidak ada (diabaikan).
4.7KonsepRedoks
Selama abad kesembilan belas istilah oksidasi digunakan untuk menjelaskan reaksi
dimana suatu zat bersenyawa dengan oksigen. Pembakaran bahan bakar dari kayu pada saat
itu disebut oksidasi. Istilah reduksi berasal dari kata latin reduco yang artinya mengembalikan.
Pada awalnya kata reduksi digunakan dalam metalurgi dalam proses mendapat kembali logam
dari bijihnya. Istilah ini sudah digunakan sejak lama sebelum orang menggunakan istilah
65
oksidasi, jadi sebelum ditemukan oksigen, dan juga sebelum ditemukan bahwa proses
terbakar adalah proses reaksi dengan oksigen.
Pembakaran gas alam, CH
4
dan pembakaran bensin dalam mesin kendaraan bermotor
adalah proses reaksi oksidasi. Bensin terdiri atas sejumlah hidrokarbon termasuk oktan C
8
H
18
.
CH
4
(g) + 2 O
2
(g) CO
2
(g) + 2 H
2
O (g)
2 C
8
H
18
(g) + 25 O
2
(g) 16 CO
2
(g) + 18 H
2
O (g)
Pembakaran magnesium dalam udara adalah reaksi oksidasi.
2 Mg (s) + O
2
(g) 2 MgO (s)
Dari reaksi reaksi di atas dapat dilihat bahwa jika metana terbakar, gas ini bereaksi
dengan oksigen dan melepaskan hidrogen. Melepaskan atau menghilangkan hidrogen juga
disebut oksidasi. Reaksi reaksi yang menyangkut penguraian zat dengan melepaskan oksigen
disebut reduksi. Magnesium terbakar dala uap air membentuk magnesium oksida dan
hidrogen.
2 HgO (s) 2 Hg (l) + O
2
(g)
Mg (s) + H
2
O (g) MgO (s) + H
2
(g)
Pada reaksi di atas, magnesium bereaksi dengan oksigen, sedangkan air melepaskan oksigen.
Jadi, magnesium mengalami oksidasi dan air mengalami reduksi.
Sejalan dengan perkembangan ilmu kimia, konsep oksidasi reduksi yang semula hanya
menyangkut perpindahan oksigen kini telah diperluas, menyangkut reaksi tanpa keterlibatan
oksigen.
Oksidator dan Reduktor
Akan dijumpai dalam banyak reaksi kimia, terjadi perubahan bilangan oksidasi
(bilangan muatan rtelatif) masing masing spesies yang terlibat dalam reaksi tersebut
(berubah). Sangat mudah untuk dihafal, bahwa individu unsur yang dalam produk mengalami
penambahan muatan positif dinamakan teroksidasi, contohnya Mn
2+
Pada suatu reaksi
oksidasi reduksi, zat yang mengoksidasi zat lain disebut oksidator atau zat pengoksidasi,
sedangkan zat yang mereduksi zat lin disebut reduktor atau zat pereduksi. Dalam reaksi kima,
oksidator mengalami reduksi sedangkan reduktor mengalami oksidasi.

Anda mungkin juga menyukai