Anda di halaman 1dari 16

Abstrak

Levocetirizine dihidroklorida adalah enantiomer aktif cetirizine (suatu antagonis H1


generasi kedua) . Sebuah metode kiral HPLC telah divalidasi dan diterapkan untuk penentuan
stabilitas konfigurasional dari dihidroklorida levocetirizine dalam tablet. Resolusi enansiomer
dicapai dengan menggunakan kolom chiralcel dan fase gerak terdiri dari buffer dan asetonitril.
Deteksi dilakukan pada 230 nm.
Metode ini divalidasi dan semua parameter validasi berada dalam batas yang ditetapkan.
Kondisi stress yang diterapkan meliputi asam, hidrolisis alkali, oksidasi, fotolisis, dan panas.
Produk degradasi tidak mengganggu deteksi levocetirizine, sehingga metode ini dapat dianggap
sebagai metode yang dapat menunjukkan stabilitas. Studi stabilitas dipercepat dari tablet
dilakukan sesuai dengan pedoman ICH. Tidak ada perubahan yang signifikan dari nilai awal dan
levocetirizine tidak mengalami rasemisasi.
1. PENDAHULUAN
Beberapa obat yang saat ini digunakan adalah campuran enantiomer (rasemat). Dalam
banyak kasus, dua enantiomer dapat berbeda dalam sifat farmakokinetik dan farmakodinamik.
Mengganti rasemat yang ada dengan isomer-isomer tunggal telah menghasilkan peningkatan
keamanan dan / atau efikasi dari berbagai rasemat (Hommos et al, 2011).
Banyak enansiomer optik aktif dari berbagai obat mengalami rasemisasi secara in vivo,
mengakibatkan berbagai efek samping, oleh karena itu, sangat penting untuk mempelajari
rasemisasi obat-obat yang aktif secara optik (obat optik aktif) (Hommos et al, 2011).
Levocetirizine adalah antihistamin H1 generasi kedua yang dipasarkan untuk pengobatan
perennial dan seasonal rhinitis alergi dan urtikaria idiopatik kronis. Levocetirizine ini adalah
enantiomer paling aktif dari cetirizine dan memiliki profil farmakokinetik yang menguntungkan.
Levocetirizine diabsorpsi dengan cepat dan ekstensif, dimetabolisme dalam jumlah kecil (secara
minimal), dan memiliki volume distribusi (Vd) yang lebih rendah dari senyawa lain dari
kelompok yang sama (Hommos et al, 2011).
Untuk memperoleh dosis yang tepat, aman dan benar dari suatu sediaan farmasetik optik
aktif, penting untuk mempelajari rasemisasinya. Karena sulit untuk mempelajari rasemisasi obat
secara in vivo, maka digunakan metode yang lebih sederhana, yaitu metode in vitro. Selain itu,
faktor- faktor seperti konsentrasi obat, pH, suhu, konsentrasi ion, dan lain-lain juga dapat
mempengaruhi proses rasemisasi (Hommos et al, 2011).
Stabilitas konfigurasional dan ketidakstabilan adalah fenomena yang relatif, dimana tidak
ada stereoisomer yang stabil secara konfigurasional. Di sisi lain, ada dua pertimbangan lain,
yaitu skala waktu farmasetika dan skala waktu farmakologis. Skala waktu farmasetika berkaitan
dengan kondisi yang dibutuhkan untuk menjaga obat stabil konfigurasinya selama proses
pembuatan (manufaktur)dan penyimpanan. Sementara skala waktu farmakologis berkaitan
dengan stabilitas di bawah kondisi fisiologis (37 derajat Celcius, pH 7,4) dan waktu tinggal
(residen) obat dalam tubuh (Hommos et al, 2011).
Dalam kasus skala waktu farmakologis tampak bahwa setelah pemberian oral [14C]
levocetirizine dihidroklorida empat mata pelajaran, tidak ada penampilan dextrocetirizine dalam
plasma manusia atau sampel urin. Ini merupakan indikasi bahwa levocetirizine dosis tidak
racemize dalam tubuh (Hommos et al, 2011).
Dalam skala waktu farmakologis tampak bahwa setelah pemberian oral [14C]
levocetirizine dihidroklorida kepada subjek (manusia), tidak ditemukan dextrocetirizine dalam
plasma atau sampel urin. Hal ini mengindikasikan bahwa levocetirizine tidak mengalami
racemisasi dalam tubuh (Hommos et al, 2011).
Beberapa metode bioanalitik telah menjelaskan analisis levocetirizine dalam plasma atau
urine menggunakan metode analisis sterioselektif. Di sisi lain, metode yang dimaksudkan untuk
determinasi levocetirizine dalam bentuk sediaan bersifat tidak stereoselektif. Hal ini berarti
bahwa metode ini tidak bisa membedakan kedua enantiomer. Oleh karena itu, hasil dari metode
ini tidak akurat dan dapat mengakibatkan kesalahan persepsi (misleading), terutama ketika
mencoba untuk menghubungkan konsentrasi senyawa pada efek farmakologis atau terapeutiknya
(Hommos et al, 2011).
Sebenarnya, metode sebelumnya juga tidak membedakan antara levocetirizine dan
dextrocetirizine, dan AUC yang diperoleh adalah jumlah puncak dari levocetirizine dan
dextrocetirizine. Bahkan jika dimulai dengan dihidroklorida levocetirizine dengan kemurnian
enansiomer 99,9%, kemungkinan sulit untuk mempertahankan persentase tersebut selama
pemrosesan dan penyimpanan. Suatu studi literatur lebih lanjut menunjukkan bahwa sejauh ini
belum ada metode HPLC yang mengindikasikan stabilitas enantioselektif dengan tujuan untuk
determinasi levocetirizine dalam formulasi farmasetik (Hommos et al, 2011).
Penelitian ini difokuskan pada penggunaan metode HPLC yang dimodifikasi untuk
memisahkan dan menentukan levocetirizine dalam formulasi farmasi dan berfungsi sebagai
metode yang menunjukkan stabilitas dengan tujuan untuk menentukan inversi kiral dan stabilitas
levocetirizine (Hommos et al, 2011).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Enantiomer
Untuk senyawa-senyawa yang memiliki rumus molekul sama tetapi susunan ruangnya berbeda,
digunakan istilah stereoisomer. Stereoisomer dapat dibagi menjadi dua, yaitu enantiomer dan
diastereomer. Enantiomer digunakan untuk menyataan hubungan antara dua molekul yang merupakan
bayangan cermin antara molekul satu dengan molekul yang lain. Sementara diastereomer kebalikan dari
enantiomer, yaitu isomer ruang antar molekul yang tidak merupakan bayangan cermin satu sama lain.
Isomer cis dan trans termasuk dalam golongan diastereomer.
Enantiomer hanya terjadi bila suatu senyawa molekulnya kiral, yaitu molekulnya tidak dapat
berhimpit dengan bayangan cerminnya. Kata kiral berasal dari bahasa Yunani Cheir yang berarti
tangan. Tangan kiri kita bila dicerminkan akan memiliki bayangan persis seperti tangan kanan. Namun
dalam kenyataannya, tangan kanan tidak dapat dihimpitkan dengan tangan kiri. Bila telapak tangan sama-
sama dihadapkan kedepan, maka kelingking akan berhimpit dengan ibu jari begitu sebaliknya. Dalam
konteks yang lebih luas termasuk dalam ilmu kimia organik, kata kiral digunakan untuk menyatakan
sesuatu yang tidak dapat berhimpit dengan bayangan cerminnya. Salah satu syarat agar suatu benda
bersifat kiral adalah tidak memiliki bidang simetri. Misalnya sepatu, sandal, kaki, dan telinga.
Dalam kimia organik, syarat yang dikemukakan diatas juga berlaku. Senyawa kiral pasti tidak
memilki bidang simetri. Hal ini hanya dapat dijumpai bila atom karbon penyusun senyawa tersebut
mengikat empat atom atau gugus atom yang berbeda. Atom karbon yang demikian disebut atom karbon
kiral atau karbon asimetris.
Suatu senyawa dapat dibedakan dari pasangan enantiomernya melalui sifat optik aktif-nya, yaitu
kemampuan untuk memutar bidang cahaya terpolarisasi. Bila suatu senyawa memutar bidang cahaya
terpolarisasi kekanan, maka pasangan enantiomernya umumnya memutar bidang cahaya terpolarisasi
kearah yang berlawanan.
Sifat optik aktif suatu senyawa dapat diukur dengan suatu alat yang disebut polarimeter. Bila
suatu senyawa memutar bidang cahaya terpolarisasi kekanan, maka senyawa tersebut disebut bersifat
dekstrorotatori, dan bila sebaliknya disebut levorotatori. Besarnya putaran optik suatu senyawa dapat
dihitung dari rotasi spesifik [] yang teramati pada alat ini dikalikan dengan konsentrasi (g/ml) dan
panjang kuvet (dm).
Sepasang enantiomer memiliki sifat fisik yang identik.Karenanya, campuran sepasang enantiomer
(misalnya, campuran rasemat) sulit dipisahkan dengan cara konvensional seperti distilasi fraksinasi dan
kristalisasi. Untuk memisahkannya, kita harus mengambil keuntungan dari sifat sepasang diastereomer.
Sepasang diastereomer memiliki sifat fisik yang berbeda dan dapat dipisahkan dengan cara konvensional.
Jadi sebelum dipisahkan, sepasang enantiomer harus diubah dulu menjadi sepasang diastereomer dengan
cara mereaksikannya dengan senyawa kiral enantiomer murni, yang lazim disebut resolving agent.
Sebagai contoh adalah pemisahan campuran rasemat dari -feniletilamina dengan enantiomer murni
asam-(2R,3R)-(+)-tartrat. Reaksi ini memanfaatkan sifat basa dari gugus amina sehingga mudah bereaksi
dengan gugus asam membentuk garam. Reaksi ini bersifat kuantitatif. Karenanya pastikan bahwa
perbandingan mol asam-(2R,3R)-(+)-tartrat dengan campuran rasemat -feniletilamina adalah 2 : 1.
Campuran garam diastereomer yang dihasilkan dapat dipisahkan dengan cara kristalisasi menggunakan
pelarut metanol. Garam diastereomer murni yang telah terpisah akan mengalami dekomposisi dalam
suasana basa berair menghasilkan endapan -feniletilamina yang bersifat optik aktif dan larutan garam
dari asam-(2R,3R)-(+)-tartrat.

2.2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan
efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa
tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai
cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen
POM, 1995).
KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian
senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-
industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik,
anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa
yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar
senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan
fisiologis, menentukan kadar senyawa aktif obat dan lain-lain (Rohman, 2007).
Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960an dan awal tahun 1970an.
Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian
senyawa tertentu dalam suatu sampel tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-
protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping
proses sintesis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi( Rohman, 2007).
Parameter KCKT yang digunakan untuk analisis kuantitatif ialah waktu retensi atau volume
retensi. Perhitungan kuantitatif didasarkan pada pengukuran tinggi puncak atau luas puncak suatu
komponen zat. Populernya penggunaan KCKT disebabkan teknik ini memiliki beberapa keunggulan,
yaitu mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, kecepatan analisis, kepekaan yang
tinggi dan resolusi yang baik. Selain itu, kolom dapat digunakan kembali, dapat menggunakan bermacam-
macam detektor, dan dapat menghindari terjadinya dekomposisi atau kerusakan bahan yang dianalisis
(Adnan,1997).
Berdasarkan perbedaan fase, KCKT terbagi menjadi dua, yaitu fase normal dan fase terbalik.
Fase normal ialah fase diam yang berupa senyawa polar dan fase gerak senyawa nonpolar. Sementara fase
terbalik ialah fase diam yang berupa senyawa nonpolar dan fase gerak senyawa polar (Adnan 1997).
Menurut Gritter et al. (1991), kromatografi menggunakan fase terbalik sehingga senyawa polar akan lebih
baik pemisahannya, senyawa ionik dapat dipisahkan, dan air dapat digunakan sebagai salah satu
komponen pada fase gerak. Susunan peralatan KCKT tidak banyak berbeda dengan kromatografi gas-cair.
Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok yaitu : (1) wadah fase
gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak, (3) alat untuk memasukkan sampel, (4) kolom, (5) detektor, (6)
wadah penampung buangan fase gerak, (7) tabung penghubung, dan (8) suatu computer atau integrator
atau perekam (Johnson, Stevenson 1991).
Jenis Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, berdasarkan jenis fase gerak dan fase
diamnya, jenis pemisahan KCKT dibedakan atas :
a. Kromatografi Fase Normal
Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat polar, misalnya silika gel, alumina,
sedangkan fase geraknya bersifat non polar seperti heksan.
b. Kromatografi Fase Terbalik
Pada kromatografi fase terbalik, fase diamnya bersifat non polar, yang banyak dipakai adalah
oktadesilsilan (ODS atau C18) dan oktilsilan (C8). Sedangkan fase geraknya bersifat polar,
seperti air, metanol dan asetonitril (Mulja dan Suharman, 1995).

2.2.1 Kelebihan dan Keterbatasan KCKT
Adapun kelebihan dari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, antara lain (Munson, 1991) :
1. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran
2. Resolusinya baik
3. Mudah melaksanakannya
4. Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi
5. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis
6. Dapat digunakan bermacam-macam detektor
7. Kolom dapat digunakan kembali
8. Mudah melakukan rekoveri cuplikan
9. Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan reprodusibilitasnya lebih baik
10. Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif
11. Waktu analisis umumnya singkat
12. Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar
13. Ideal untuk molekul besar dan ion.

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT
dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat
kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Munson, 1991).
2.2.2 Cara Kerja KCKT
Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan
kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-
solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair
membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis
kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran
sampel (Rohman, 2007).
2.2.3 Komponen KCKT
Komponen utama pada KCKT antara lain reservoir pelarut untuk fase gerak, pompa,
pencampur gradien, injektor, kolom, detektor, rekorder, dan integrator. Detektor dibutuhkan untuk
mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya
(analisis kuantitatif). Detektor yang baik memiliki sensitivitas yang tinggi, derau (noise) yang rendah,
kisaran respon linear yang luas, dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Detektor KCKT
yang umum digunakan ialah detektor UV 254 nm. Variabel panjang gelombang dapat digunakan
untuk mendeteksi banyak senyawa dengan kisaran yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga
digunakan secara luas, terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika
dibandingkan dengan detektor UV. Detektor-detektor lain yang digunakan antara lain detektor
fluororesensi, spektroskopi massa, dan berkas fotodioda. Detektor berkas fotodioda (PDA) UV telah
banyak digunakan untuk menganalisis residu antibiotik berdasarkan serapan pada daerah spektrum
ultraviolet sampai sinar tampak (Putra 2004).

2.2.3.1 Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu
laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat meampung
fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan
degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul
dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis
(Rohman, 2007).
2.2.3.2 Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat
sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang
umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang
digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase
gerak dengankecepatan alir 3 ml/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus
mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/ menit (Rohman, 2007).
Ada dua jenis utama pompa yang digunakan : tekanan-tetap dan pendesakan-tetap.
Pompa pendesakan tetap dapat dibagi menjadi pompa torak dan pompa semprit. Pompa torak
menghasilkan aliran yang berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik
untuk menghasilkan garis alas detector yang stabil jika detector peka terhadap aliran. Kelebihan
utamanya tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan aliran yang tak berdenyut, tetapi
tandonnya terbatas (Johnson, Stevenson 1991).
2.2.3.3 Injektor
Ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic injector (autosampler).
Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling sederhana (Meyer, 2004). Pada waktu
sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar aliran pelarut tidak mengganggu masuknya
keseluruhan sampel ke dalam kolom. Sampel dapat langsung diinjeksikan ke dalam kolom (on
column injection) atau digunakan katup injeksi (Adnan, 1997).
Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup
difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom. Automatic injector
atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikannya
bekerja secara otomatis (Meyer, 2004).
2.2.3.4 Kolom
Kolom merupakan jantung kromatografi, keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung
pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 m di
jalur antara penyuntik dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan cuplikan.
Hal ini dapat memperpanjang umur kolom (Munson, 1991).
Kolom merupakan jantung kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis
bergantung pada pemilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi dua
kelompok :
a. Kolom analitik : garis tengah dalam 2 6 nm. Panjang bergantung pada jenis kemasan,untuk
kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50 100 cm. Untuk kemasan mikropartikel berpori,
biasanya 10 30 cm;
b. Kolom preparatif : umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25
100 cm. Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur
kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar
ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung pada mode KCKT yang digunakan
(Johnson & Stevenson, 1991).
2.2.3.5 Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran
yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan
(noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua
tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat
diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh. Detektor yang paling banyak digunakan dalam
kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm.
Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer
karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas.
Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi
umumnya kurang sensitif dari pada detektor spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain:
detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah
digunakan (Munson, 1991)
2.2.3.6 Fase Gerak
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang
secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan
oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel
(Johnson & Stevenson, 1991).
Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu variabel yang
mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari fase gerak yang digunakan dalam
semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus
dipenuhi oleh semua fase gerak. Fase gerak harus (Johnson & Stevenson, 1991) :
1. Murni; tidak ada pencemar/kontaminan
2. Tidak bereaksi dengan pengemas
3. Sesuai dengan detektor
4. Melarutkan cuplikan
5. Mempunyai viskositas rendah
6. Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan
7. Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas

Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur pemurnian
kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah
yang paling penting. Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut,
karena udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise sehingga
data tidak dapat digunakan (Johnson & Stevenson, 1991).
2.2.3.7 Perekam
Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi untuk merekam atau
menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftar tersebut secara
kualitatif kita dapat menentukan atau mengetahui senyawa apa yang diperiksa, luas dan tinggi
puncak berbanding lurus dengan konsentrasi. Dari data ini dapat pula dipakai untuk memperoleh
secara kuantitatif. Sebagai perekam biasanya dipakai bersama-sama dengan integrator (Munson,
1991).
2.3. Metode Sonikasi
Sonikasi merupakan aplikasi dari penggunaan energi suara untuk mengaduk partikel
dalam suatu sampel dengan tujuan yang bermacam-macam. Sonikasi dapat digunakan untuk
mempercepat pelarutan suatu materi dengan memecah reaksi intermolekuler, sehingga terbentuk
partikel berukuran nano.Sonikasi berarti memberi perlakuan ultrasonik pada suatu bahan dengan
kondisi tertentu, sehingga bahan tersebut mengalami reaksi kimia akibat perlakuan tersebut.
Metode ini termasuk jenis metode top down dalam pembuatan material nano. Prosesnya dengan
cara menggunakan gelombang ultrasonik dengan rentang frekuensi 20 KHz-10 MHz yang
ditembakkan ke dalam medium cair untuk menghasilkan gelembung kavitasi yang dapat
membuat partikel memiliki diameter dalam skala nano (Suslick dan Price, 1999).
Gelombang ultrasonik bila berada di dalam medium cair akan dapat menimbulkan
kavitasi akustik. Selama proses kavitasi akan terjadi bubble collapse (ketidakstabilan
gelembung), yaitu pecahnya gelembung kecil akibat suara. Akibatnya akan terjadi peristiwa
hotspot yang melibatkan energi yang sangat tinggi. Hotspot adalah pemanasan lokal yang sangat
intens yaitu sekitar 5000 K dengan tekanan sekitar 1000 atm, laju pemanasan dan
pendinginannya bisa sangat cepat yaitu 1010 K/s (Suslick dan Price, 1999).
Pemberian gelombang ultrasonik pada suatu larutan menyebabkan molekul-molekul yang
terkandung di dalam larutan berosilasi terhadap posisi rata-ratanya. Larutan akan mengalami
regangan dan rapatan. Ketika energi yang diberikan oleh gelombang ultrasonik ini cukup besar,
regangan gelombang bisa memecah ikatan antar molekul larutan, dan molekul larutan yang
terpecah ikatannya ini akan memerangkap gas-gas yang terlarut didalam larutan ketika timbul
rapatan kembali. Akibatnya timbul bola-bola berongga atau gelembung-gelembung yang berisi
gas yang terperangkap, yang dikenal dengan efek kavitasi. Gelembung-gelembung ini bisa
memiliki diameter yang membesar hingga ukuran maksimumnya, kemudian berkonstraksi,
mengecil sehingga berkurang volumenya, bahkan beberapa hingga menghilang seluruhnya
(Mason & Lorimer, 2002)

3. BAHAN DAN METODE
3.1. Bahan
Sampel dihidroklorida levocetirizine, levocetirizine dihidroklorida standar dan
dextrocetirizine dihidroklorida standar yang diperoleh dari Enaltic Labs (Pvt.Ltd, India). RS-1-
[(4-klorofenil) fenilmetil] piperazine, impurity A cetirizine menurut BP (imp A BP), yang
diperoleh dari Enaltic Labs (Pvt.Ltd, India). RS-2-[2 - [4 - (4-klorofenil) fenilmetil] piperazine-
1-il] etoksi] asam asetat, etil ester) atau cetirizine etil ester, cetirizine impurity A menurut USP
(imp A USP), yang diperoleh dari USP reference materials supplier (Hommos et al, 2011).
Xyzal tablet produk referensi batch. NO. 08H28C, (UCB-Pharma AG, Zurich, Swiss).
Semua bahan kimia lainnya adalah dari HPLC atau tingkat analitik dan diperoleh dari (Merck,
Jerman) (Hommos et al, 2011).
3.2. Metode
Pemisahan kiral dilakukan dengan HPLC (LA Chrom ELITE, VWR Hitachi, Jerman, dilengkapi
dengan pompa L-2130, kompartemen kolom thermostatted L-2300, dan detektor terprogram
module UV Photo diod array), menggunakan 250 X 4,6 mm 10 m Chiralcel kolom, dan fase
gerak yang terdiri dari campuran 0,5 mol/L buffer NaClO4 dan asetonitril (60:40 v / v), pH=2.
Laju aliran diaga pada 0,4 mL/menit, suhu kolom dipertahankan pada 15 derajat Celcius, dan
volume injeksi adalah 10 mikroLiter sementara elusi tersebut dipantau pada lamda 230 nm
(Hommos et al, 2011).
3.2. 1. Pembuatan Larutan Resolusi
Sekitar setiap 10 mg dihidroklorida levocetirizine dan dihidroklorida dextrocetirizine standar
ditimbang secara akurat, dipindahkan ke dalam 100 mL labu ukur, dan dilarutkan dengan air
murni untuk mendapatkan konsentrasi individual 0,1 mg/mL. Larutan ini digunakan untuk
pemisahan enansiomer dan penentuan resolusi (Hommos et al, 2011).
3.2.2. Pembuatan Larutan Standar
Sekitar 10 mg dihidroklorida levocetirizine secara akurat ditimbang, dipindahkan ke dalam 100
mL labu ukur dan dilarutkan dalam 50 mL air murni, disonikasi dan kemudian diencerkan
dengan air murni untuk memperoleh dihidroklorida levocetirizine dengan konsentrasi 0,1
mg/mL (Hommos et al, 2011).
3.2.3. Persiapan Sampel
Lima tablet ditimbang dan dipindahkan ke dalam 250 mL labu ukur. Sekitar 100 mL air murni
ditambahkan dan campuran disonikasi selama 10 menit dengan pengocokan sekali-kali, dibawa
kembali ke suhu kamar dan diencerkan dengan air murni. Sampel disaring menggunakan 0,45
mikrometer filter jarum suntik nilon. Konsentrasi yang diperoleh adalah 0,1 mg/mL
levocetirizine (Hommos et al, 2011).
3.2.4. Validasi Metode
Validasi dilakukan sesuai dengan pedoman ICH (Hommos et al, 2011).
3.2.5. Spesifisitas
Spesifisitas ini dilakukan dengan bantuan Imp-A USP dan Imp-A Bp dan eksipien tablet
(Hommos et al, 2011).
3.2.6. Linearitas
Kurva kalibrasi ditarik antara daerah puncak levocetirizine terhadap konsentrasinya di kisaran
70-130% dari konsentrasi standar (Hommos et al, 2011).
3.2.7. Akurasi
Tiga sampel dihidroklorida levocetirizine mencakup rentang konsentrasi (70-130%)
disiapkan dan masing-masing sampel dibaca tiga kali. Nilai Assay dihitung dari masing-masing
sampel dan RSD% dihitung (Hommos et al, 2011).
Sebagai tambahan, akurasi metode ini juga ditentukan dengan berdasarkan pada nilai
perolehan kembali(recovery). Percobaan recovery dilakukan dengan menggunakan spiking
solution dari jumlah obat yang telah diketahui dalam matriks tablet (Hommos et al, 2011).
3.2.8. Presisi
3.2.8.1. Repeatability (Pengulangan)
Repeatibility dievaluasi dengan menghitung RSD% dari sembilan kali determinasi melalui
suntikan ke-9 larutan yang mengandung dihidroklorida levocetirizine pada tiga tingkat
konsentrasi pada hari yang sama (Hommos et al, 2011).
3.2.8.2. Presisi Intermediate
Sampel pada tiga tingkat konsentrasi di atas disuntikkan pada hari yang berbeda dan RSD%
dihitung (Hommos et al, 2011).
3.2.9. Detection Limit (LoD)
LOD ditentukan sebagai 3 kali baseline noise (Hommos et al, 2011).
3.2.10. Robustness (ketahanan)
Studi robustness dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh dari variasi kecil tapi disengaja dalam
kondisi kromatografis. Faktor-faktor yang dipilih untuk penelitian ini adalah buffer pH ( 0,2
unit), dan temperatur kolom HPLC ( 0,2 unit) (Hommos et al, 2011).
3.2.11. Stabilitas Fase Gerak
Stabilitas fase gerak dievaluasi, dimana fase gerak disimpan pada 4 - 8 derajat Celcius selama 15
hari. Fase gerak lama dibandingkan dengan fase gerak baru yang telah disiapkan (Hommos et al,
2011).
3.2.12. Prosedur untuk studi degradasi dipercepat ( Forced Degradation Study)
Karena tidak ada usulan untuk melakukan studi stress secara langsung pada formulasi,
force degradation study (FDS) diaplikasikan pada larutan standar obat. Larutan standar untuk
studi degradasi disusun dengan memasukkan 250 mg levocetirizine hidroklorida, ke dalam labu
ukur 100 mL. Sampel diberi pengaruh asam, alkali, oksidasi dan termal dan diinkubasi dalam
gelap untuk meniadakan potensi efek photolytic, kemudian kondisi photolytic dianalisis di bawah
UV dan cahaya tampak (Hommos et al, 2011).
Force degradation studi dijelaskan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Summary of levocetirizine forced degradation conditions (Hommos et al, 2011)
Stress condition Medium Temperatur Durasi
Acidic 1 N HCL 60
o
C 24 jam
Alkaline 2 N NaOH 60
o
C 24 jam
Oxidative 10 % H
2
O
2
60
o
C 24 jam
Thermal Standar solution/60 C 60
o
C 15 hari
Photo Standar solution/cahaya tampak Suhu di dalam ruangan 15 hari
Standar solution/UV 254 nm Suhu di dalam ruangan 48 jam

Setelah perlakuan tersebut, larutan tersebut diencerkan dengan air suling untuk mencapai
konsentrasi 0,1 mg/mL. Metode yang divalidasi di atas digunakan dengan parameter yang sama,
akan tetapi volume injeksi diubah menjadi 50L (untuk mendeteksi konsentrasi kecil produk
degradasi) (Hommos et al, 2011).
3.2.13. Studi Stabilitas Dipercepat
Xyzal tablet, dipelajari untuk studi stabilitas dipercepat sesuai pedoman ICH. Kandungan
levocetirizine dan stabilitas konfigurasionalnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis
yang divalidasi (Hommos et al, 2011).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebuah tes kesesuaian sistem dari sistem kromatografi dilakukan sebelum setiap validasi.
Lima suntikan yang direplikasi dari larutan resolusi dibuat , dan asimetri , plat nomor teoritis ,
resolusi dan RSD % dari luas puncak ditentukan (Gambar 1 ) . Untuk semua sistem kesesuaian
suntikan , asimetri adalah < 1,5 , plat nomor teoritis adalah > 3000 , resolusi > 2.0 dan RSD %
dari luas puncak adalah < 2,0 % . Deteksi array photodiode digunakan sebagai bukti spesifisitas
metode untuk mengevaluasi pemisahan sempurna dari levocetirizine , imp A USP , dan imp A
BP . Puncak akhir untuk levocetirizine , imp A BP , USP imp A dicatat (Gambar 2,3). Selain itu,
tidak ada gangguan pada waktu retensi levocetirizine dalam kromatogram dari plasebo (Hommos
et al, 2011).
Selama variasi perlakuan, nilai uji dari preparasi larutan tidak mempengaruhi dan sesuai
dengan nilai aktual dan fase gerak stabil sampai 15 hari pada suhu 4 C. Hasil validasi lainnya
diringkas dalam Tabel 2 (Hommos et al, 2011).
Tabel 2. Validation Studies Result (Hommos et al, 2011)
S No. Parameter Hasil
1 Tingkat linieritas 0,7-1,3
2 Kofisien Korelasi 0,998
3 Akurasi 0,65
4 Recovery/ Perolehan Kembali 99,68
5 Repeatability (RSD %) < 1,0
6 Presisi Intermediate (RSD %) < 1,5
7 LOD (g/ml) 0,01

Ketika stress condition diterapkan ke levocetirizine , hasil HPLC menunjukkan bahwa
metode ini dapat menunjukkan stabilitas karena tidak ada interferensi antara obat yang duji dan
produk degradasi (Gambar 4 ) (Hommos et al, 2011).
Levocetirizine stabil dalam alkali, panas dan basah, tapi kurang stabil dalam asam dan di
bawah cahaya UV dan rentan terhadap oksidasi dan cahaya tampak. Konsentrasi levocetirizine
dalam tablet yang disimpan, dihitung dan dibandingkan dengan konsentrasi levocetirizine dalam
tablet sebelum penyimpanan. Tidak ada perbedaan yang signifikan di antara dua konsentrasi
tersebut. Selain itu, tidak ada inversi kiral dari levocetirizine menjadi dextrocetirizine (Hommos
et al, 2011).
5. KESIMPULAN
Dhaneshwar S. et al . menganalisis levocetirizine dan studi stabilitas tablet menggunakan
metode analisis non selektif . Sebuah metode HPLC telah dimodifikasi , divalidasi dan disetujui
sebagai metode yang menunjukkan stabilitas untuk kegunaannya sebagai penentu stabilitas
levocetirizine dan inversi kiral dalam tablet . Metode ini akurat , tepat dan selektif untuk
penentuan levocetirizine oleh pengotor lain dan tablet matriks tanpa gangguan (Hommos et al,
2011).
Studi degradasi menyimpulkan bahwa levocetirizine terdegradasi di bawah oksidasi dan
kondisi photolytic namun lebih stabil dalam media asam dan basa. Sebelumnya studi tentang
levocetirizine dan stabilitas cetirizine memberikan hasil yang berbeda tentang degradasi dalam
asam dan basa , tetapi semua memberikan hasil yang paralel dengan oksidasi. Levocetirizine
stabil selama masa studi stabilitas dipercepat tanpa terjadi inversi kiral ke dextrocetirizine.
Bahkan dibawah pengaruh asam , basa, kondisi suhu atau lainnya terlihat penurunan kandungan
levocetirizine tanpa konversi menjadi dextrocetirizine. Hal ini menunjukkan stabilitas
konfigurasional yang kuat dari levocetirizine, dan menunjukkan korelasi yang baik antara studi
in vivo dan in vitro (Hommos et al, 2011).

Anda mungkin juga menyukai

  • Salep Mata
    Salep Mata
    Dokumen9 halaman
    Salep Mata
    Novadyanti Aurelia
    Belum ada peringkat
  • Imunologi 1
    Imunologi 1
    Dokumen40 halaman
    Imunologi 1
    Novadyanti Aurelia
    100% (1)
  • Review Fitokimia
    Review Fitokimia
    Dokumen5 halaman
    Review Fitokimia
    novadyanti
    Belum ada peringkat
  • Tahapan PCR
    Tahapan PCR
    Dokumen13 halaman
    Tahapan PCR
    Novadyanti Aurelia
    Belum ada peringkat
  • Isi Makalah
    Isi Makalah
    Dokumen49 halaman
    Isi Makalah
    Novadyanti Aurelia
    Belum ada peringkat
  • Malik
    Malik
    Dokumen14 halaman
    Malik
    Novadyanti Aurelia
    Belum ada peringkat
  • Acara Amal
    Acara Amal
    Dokumen1 halaman
    Acara Amal
    Novadyanti Aurelia
    Belum ada peringkat
  • Cara Kerja Spektrofotometer
    Cara Kerja Spektrofotometer
    Dokumen6 halaman
    Cara Kerja Spektrofotometer
    Novadyanti Aurelia
    Belum ada peringkat
  • Penjelasan Video
    Penjelasan Video
    Dokumen1 halaman
    Penjelasan Video
    Antonius Fredi
    Belum ada peringkat