Anda di halaman 1dari 85

PANDUAN TUTOR

BLOK MUSKULOSKELETAL & INTEGUMEN




EDISI KEDUA













FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM

Jl. Pendidikan No. 37 Mataram
Telp/Fax : (0370) 640874
Email : pspd_unram@yahoo.com




BLOK MUSKULOSKELETAL DAN INTEGUMEN
PANDUAN TUTOR
EDISI Kedua
JUNI 2011

Koordinator
dr. Anom Josafat

Sekretaris
dr. Novia Putri

Kontributor
dr. Rudi Febrianto, Sp.OT
dr. Retno W, Sp. KK
dr. Nurhidayati, M. Kes
Siti Rahmatul Aini, S. Farm, Apt, M. Sc.
dr. Fathul Djannah, Sp. PA
dr. Agustine Mahardika
dr. Rika Hastuti
dr. Dhinie Ramdhani
dr. Ida Lestari Harahap
Agriana Rosmalina Hidayati, M. Farm, Apt
dr. Zikrul Haikal
dr. Muhammad Rizkinov Jumsa
dr. Gede Wira Buanayuda




FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
buku panduan tutor blok XVIII (Muskuloskeletal dan Integumen) ini dengan tepat waktu.
Pada blok ini mahasiswa akan mempelajari tentang aspek-aspek biomedis sistem
Muskuloskeletal dan Integumen serta kelainan-kelainan pada system ini. Setelah
membaca buku panduan ini, mahasiswa dan staf pengajar diharapkan dapat memahami
gambaran umum kegiatan blok, tujuan yang ingin dicapai pada akhir blok, strategi
pembelajaran yang digunakan, jadwal kegiatan blok serta system evaluasi dalam blok ini.
Dengan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi, Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram diharapkan dapat menghasilkan dokter-dokter yang berkompeten
dan mampu menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Seperti dalam blok-blok
sebelumnya, pembelajaran berbasis kompetensi menekankan pada proses belajar
mandiri oleh mahasiswa. Mahasiswa diharapkan dapat menggali pengetahuan serta
pemahaman tentang sistem Muskuloskeletal dan Integumen dan kelainnya dengan
memanfaatkan strategi pembelajaran yang disediakan dalam blok ini. Untuk menunjang
pembelajaran mandiri, dalam blok ini terdapat 6 skenario yang akan dipelajari dan
didiskusikan mahasiswa. Diharapkan skenario tersebut akan menggiring mahasiswa untuk
lebih aktif dalam mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang tersedia secara
mandiri. Selain itu, adanya kunjungan lapangan juga diharapkan dapat menunjang
pembelajaran yang mereka peroleh dari perkuliahan.
Demikian buku panduan ini kami susun dengan harapan dapat dipergunakan
semaksial mungkin sebagai pedoman dalam proses pembelajaran oleh mahasiswa dan
pedoman bagi tutor dalam mmbimbing mahasiswa untuk mencapai tujuan belajar yang
telah ditetapkan. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan dan penerbitan buku panduan ini.
Penyusun menyadari bahwa buku panduan blok Muskuloskeletal dan Integumen ini
masih memiliki kekurangan, untuk itu kami mengharapkan masukan dari berbagai pihak
guna penyempurnaan blok Muskuloskeletal dan Integumen ini di masa yang akan datang.
Mataram, Juni 2011
Pembantu Dekan 1 FK UNRAM

dr. Doddy Ario Kumboyo, Sp. OG (K)
NIP. 195204091980031010

PENDAHULUAN
Gambaran Umum Blok
Blok XVIII merupakan blok yang mempelajari penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan sistem Muskuloskeletal dan sistem Integumen. Pada blok ini mahasiswa akan
mempelajari penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kedua sistem tersebut diatas
beserta cara menegakkan diagnosis.
TUJUAN
INTEGUMEN
Setelah melalui blok Muskuloskeletal dan Integumen, sistem Integumen
khususnya diharapkan apabila diberikan data sekunder maka mahasiswa dapat :
Mendiagnosis dengan tepat sistem Integumen berdasarkan effloresensi pada tiap-
tiap penyakit baik penyakit kulit oleh infeksi (bakteri, virus, parasit dan jamur
superfisialis), dermatitis, kusta, eritroskuamous, tumor, penyakit kulit berlepuh,
penyakit kulit darurat, dan acne serta Mahasiswa mampu mempelajari proses
patofisiologi sampai merencanakan penatalaksanaan awal, menjelaskan indikasi
untuk merujuk pasien, penatalaksanaan lanjutan pada kasus-kasus yang
memerlukan rujukan serta komplikasi yang ditimbulkan oleh kelainan tersebut.
Learning Outcome
I. Exit Outcome
a. Mahasiswa mampu mendiagnosis kelainan kulit berdasarkan effloresensi
b. Mahasiswa mampu merencanakan tatalaksana kelainan kulit akibat infeksi
(bakteri, virus, parasit dan jamur superfisialis), dermatitis, kusta,
eritroskuamous, tumor, penyakit kulit berlepuh, penyakit kulit darurat, dan
acne
c. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi, prognosis penyakit kepada
pasien dan keluarganya, serta indikasi dan tatalaksana pada kasus-kasus
yang memerlukan rujukan.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang dermato-terapi
e. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis dan tingkat
penyakit
f. Mahasiswa mampu memberikan penyuluhan tentang pencegahan
penyakit pada sistem Integumen



II. Intermediate Outcome
a. Mahasiswa mampu menyebutkan effloresensi baik primer atau sekunder
dan gejala yang menyertai kelainan tersebut.
b. Mahasiswa mampu menggali keluhan yang berkaitan dengan sistem
Integumen pada anamnesis
c. Mahasiswa mampu memilah pemeriksaan khusus pada sistem Integumen
d. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan laboratorium untuk
penyakit pada sistem Integumen
e. Mahasiswa menjelaskan indikasi pemeriksaan penunjang lain yang
diperlukan dalam diagnosis penyakit Integumen, antara lain: pemeriksaan
Patologi Anatomi, mikrobiologis dan immunologis

III. Introductory Outcome
a. Mahasiswa mampu menjelaskan lapisan-lapisan kulit
b. Mahasiswa mampu menjelaskan susunan mikroskopik : kulit, rambut,
kuku, kelenjar sebasea, kelenjar keringat
c. Mahasiswa mampu menjelaskan perubahan histopatologi pada penyakit
kulit
d. Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk-bentuk effloresensi baik primer
maupun sekunder
e. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan patogenesis berbagai
kelainan yang sering dijumpai pada sistem Intergumen :
i. Infeksi
ii. Dermatitis
iii. Eritroskuamous
iv. Penyakit kulit berlepuh
v. Penyakit kulit darurat
vi. Tumor kulit
vii. Penyakit Menular Seksual
f. Mahasiswa mampu menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi
berbagai kelainan pada sistem Integumen
g. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran patologi anatomi kelainan
Integumen khususnya penyakit tumor kulit jinak dan ganas
h. Mahasiswa mampu menjelaskan titik tangkap obat, farmakokinetik,
mekanisme kerja, penggunaan dan efek samping obat-obatan untuk terapi
kelainan sistem Integumen baik yang topikal maupun sistemik



SISTEM MUSKULOSKELETAL
Setelah melalui blok Muskuloskeletal apabila diberikan data sekunder maka
mahasiswa dapat :
Mendiagnosis dengan tepat kelainan muskuloskeletal akibat trauma, kelainan
kongenital, proses degeneratif dan infeksi. Mahasiswa mampu mempelajari
proses patofisiologi sampai merencanakan penatalaksanaan awal, menjelaskan
indikasi untuk merujuk pasien, penatalaksanaan lanjutan pada kasus-kasus yang
memerlukan rujukan serta komplikasi yang ditimbulkan oleh kelainan tersebut.
Selain itu, mahasiswa juga diharapkan dapat mengenali kelainan muskuloskeletal
lainnya yang tidak dapat ditangani oleh dokter umum dan memerlukan rujukan,
baik untuk keperluan diagnosis maupun penatalaksanaan.
Learning Outcome
I. Exit Outcome
a. Mahasiswa mampu mendiagnosis kelainan akibat trauma, infeksi, dan
proses degeneratif pada sistem muskuloskeletal
b. Mahasiswa mampu merencanakan tatalaksana trauma, infeksi dan
kelainan degeneratif muskuloskeletal
c. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi, prognosis penyakit kepada
pasien dan keluarganya, serta indikasi dan tatalaksana pada kasus-kasus
yang memerlukan rujukan.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang mekanika trauma

II. Intermediate Outcome
a. Mahasiswa mampu menyebutkan manifestasi umum dari penyakit
muskuloskeletal: (nyeri sendi, nyeri otot, nyeri pinggang, gerakan terbatas,
bengkak pada sendi kaki/tangan, kaku pada pagi hari, gangguan jalan,
patah tulang)
b. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan berbagai manifestasi
penyakit muskuloskeletal (trauma, degeneratif, infeksi, keganasan,
autoimmun)
c. Mahasiswa mampu menggali keluhan yang berkaitan dengan sistem
muskuloskeletal pada anamnesis
d. Mahasiswa mampu menjelaskan macam dan prosedur pemeriksaan
orthopedi
e. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan orthopedi
i. Pemeriksaan ekstremitas atas
ii. Pemeriksaan tulang belakang
iii. Pemeriksaan sendi panggul dan alat gerak bawah
f. Mahasiswa dapat memilih jenis foto radiologis yang diperlukan dalam
penegakkan diagnosis kelainan muskuloskeletal
g. Mahasiswa mampu mengenali macam-macam kelainan pada gambaran
radiologis sendi dan tulang: fraktur, dislokasi, peradangan, neoplasma
h. Mahasiswa menjelaskan indikasi pemeriksaan penunjang lain yang
diperlukan dalam diagnosis penyakit muskuloskeletal, antara lain:
pemeriksaan Patologi Anatomi, mikrobiologis dan immunologis
i. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan macam-macam
pembalut, indikasi dan fungsi pembalut
j. Mahasiswa mampu menyebutkan macam-macam traksi, indikasi dan
prinsip penggunaan traksi
k. Mahasiswa mampu menjelaskan macam, indikasi dan cara pemakaian gips
l. Mahasiswa mampu menjelaskan cara perawatan luka
m. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan bedah dan non bedah
pada kasus kasus-kasus trauma, kelainan degeneratif dan infeksi
muskuloskeletal
n. Mahasiswa mampu menjelaskan farmakokinetik, indikasi penggunaan,
dosis, bentuk sediaan, cara pemberian, efek samping, obat-obat berikut :
Steroid antiinflammatory drugs, Non Steroid Antiinflammatory Drugs,
Xantin oxidase, Preparat Calcium, muscle relaxan drug, dan berbagai
pilihan antibiotik yang sesuai untuk kasus-kasus infeksi muskuloskeletal.

III. Introductory Outcome
a. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dan patofisiologi berbagai
kelainan yang sering dijumpai pada sistem muskuloskeletal:
i. Trauma : Fraktur dan dislokasi termasuk didalamnya mekanika
trauma dan proses penyembuhannya fraktur
ii. Infeksi : Osteomyelitis, Spondilitis TB,dll
iii. Degeneratif: Osteoporosis, Osteoarthritis
iv. Autoimmun : Rheumatoid arthritis, dll
v. Tumor jinak dan neoplasma (primer dan metastasis)
b. Mahasiswa mampu menyebutkan dan mengklasifikasikan berbagai
kelainan kongenital pada sistem muskuloskeletal
c. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran patologi anatomi kelainan
degeneratif, autoimmun dan keganasan pada sistem muskuloskeletal
d. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran normal pemeriksaan radiologis
tulang dan sendi, pada anak-anak maupun dewasa
e. Mahasiswa mampu menjelaskan titik tangkap obat, farmakokinetik,
mekanisme kerja, penggunaan dan efek samping obat-obatan untuk terapi
kelainan sistem muskuloskeletal : arthritis gout, osteoporosis dan muscle
relaxan
Pre-requisite knowledge
Untuk dapat mencapai seluruh learning outcome pada blok 18, mahasiswa harus
mengingat dan mempelajari kembali ilmu dasar yang sudah didapatkan pada blok VII
(Lokomosi), antara lain:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan asal embriologi, proses perkembangan
dan pertumbuhan tulang dan tulang rawan
2. Mahasiswa mengetahui macam-macam tulang, istilah-istilah untuk
bangunan tulang, susunan mikroskopis tulang dan tulang rawan
3. Mahasiswa mampu menyebutkan macam-macam hubungan antartulang
4. Mahasiswa mampu menyebutkan nama-nama tulang utama penyusun
rangka tubuh manusia
5. Mahasiswa mampu menyebutkan asal embriologi jaringan otot rangka,
dan susunan mikroskopis jaringan otot rangka
6. Menyebutkan morfologi dan fungsi bagian-bagian otot skelet
7. Menjelaskan struktur jaringan otot skelet, selubung dan perlekatannya
8. menjelaskan macam-macam otot skelet menurut bentuk, susunan serabut
dan banyaknya bagian-bagiannya
9. menjelaskan peranan otot skelet pada waktu terjadi gerakan
10. Menjelaskan fungsi otot penggerak utama, otot antagonis, fungsi sinergis
dan fungsi otot penahan
11. Menyebutkan otot-otot penting pada ekstremitas dan batang tubuh
12. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis sendi, struktur persendian dan
bagian-bagiannya
13. Mahasiswa mampu menyebutkan sendi-sendi pada tubuh manusia,
menjelaskan morfologi dan arah/jenis gerakan yang ditimbulkan
14. Mahasiswa mampu menyebutkan berbagai macam gerakan beserta
arahnya
15. Mahasiswa mampu memahami prinsip mekanika gerakan pada persendian
16. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi dan stadium penyembuhan luka







MAPPING COMPETENCIES
Area 1: Komunikasi Efektif
Komunikasi dengan sejawat Mampu berpartisipasi secara aktif di dalam suatu proses
diskusi
Menunjukkan kemampuan teamwork
Komunikasi dengan pasien Mampu menyampaikan hasil dan tujuan pemeriksaan
neurologis dan psikiatrik kepada pasien (tujuan, indikasi
dsb)
Mampu memotivasi pasien dan keluarganya untuk
kepatuhan terapi
Area 2: Ketrampilan Klinis
Melakukan prosedur klinis Mampu melakukan prosedur klinis untuk penyakit
neurologis dan psikiatrik, meliputi anamnesis dan fisik
diagnostik
Melakukan prosedur
laboratorium dan
penunjang lainnya
Mampu melakukan prosedur laboratorium sederhana dan
diagnostik penunjang lainnya yang relevan untuk penyakit
neurologis dan menginterpretasikan hasilnya
Area 3: Landasan Ilmiah
Konsep biomedis dan klinis Memahami proses patofisiologi tanda dan gejala klinis
yang dapat terjadi pada abnormalitas sistem saraf
Memahami patogenesis dan perjalanan alamiah penyakit
sistem saraf baik infeksi, degenerasi, serebrovaskuler,
gangguan dengan manifestasi utama kejang, gangguan
dengan manifestasi utama nyeri kepala/ekstremitas,
gangguan tumbuh kembang, dan keganasan
Merangkum informasi Mampu menegakkan diagnosis sesuai informasi yang
diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang
Memahami faktor-faktor non biologis yang mempengaruhi
penyakit sistem saraf (neuropsikiatri)
Area 4: Pengelolaan Masalah Kesehatan
Mengelola penyakit Mampu memilih modalitas terapi untuk penatalaksanaan
kelainan dibidang neuropsikiatri
Memahami dasar-dasar penatalaksanaan farmakologis dan
non-farmakologis penyakit sistem sistem saraf
(neuropsikiatri)
Melakukan pencegahan Memahami strategi pencegahan primer, sekunder dan
tersier untuk penyakit dibidang neuropsikiatri pada tingkat
individu dan populasi
Melaksanakan edukasi Mampu melakukan edukasi kepada pasien, keluarga dan
masyarakat untuk pencegahan penyakit dibidang
neuropsikiatri
Area 5: Pengelolaan Informasi
Menggunakan teknologi Mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan sumber
belajar yang evidence-based terkait dengan penyakit
dibidang neuropsikiatri
Memanfaatkan informasi
kesehatan
Mampu memahami manfaat data epidemiologi penyakit
untuk menganalisis masalah kesehatan di tingkat
masyarakat
Area 6: Mawas Diri
Mengelola sarana
prasarana
Memahami sistem rujukan pelayanan kesehatan bagi
penyakit dibidang neuropsikiatri
Area 7: Etika dan medikolegal
Memahami aspek etika dan medikolegal yang terkait
dengan penyakit dibidang neuropsikiatri






PEMETAAN PENYAKIT SISTEM INTEGUMEN DAN MUSKULOSKELETAL BERDASAR LEVEL
STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA (SKDI)
LEVEL I LEVEL II LEVEL IIIA LEVEL IIIB LEVEL IV
KONGENITAL Congenital hip
dislocation
Osgood-
Schlaatter disease
Osteogenesis
imperfecta
Marfans disease
Bone cyst
Terthes disease
Condromalacial
patellae
Club foot
Scoliosis
Kyphosis
Lordosis
Genu varum
Genu valgum
Abnormal
patellear cartilage
Pes planus
Club foot
Claw foot
Hallux valgus
Anisomelia
Achondroplasia

TRAUMA Slipped epiphiyis

Fraktur/dislokasi
spinal
Transseksi spinal
Hernia of Nucleus
pulposus
Spondylolisthesis
Spondylolysis
Fraktur pelvis
Hip fracture
Dislocation of hip
Lesi meniscus
medial dan lateral
Tarsal tunnel
syndrome
Birth fracture
Trauma of joint
cartilage
Trauma of joint
Instability of
ankle
Fracture of
clavicula
Tennis elbow
Progressiff
inflammation
of finger
following
injury
Olecranon
bursitis
Carpal tunnel
syndrome
Injury to finger
tendon
Physical
overload
Fraktur femur
Fraktur lutut
Lesi ligamentum,
kapsul dan tendon
lutut
Dislocation of jaw
Fracture of jaw
Dislocation of knee
Dislocation of
patella
Prepatellar
bursistis
Tibial fracture
Rib fractures
Sternal fractures
Fractures of toe
Crash injury to the
heel in children

capsule Fractures of fibula
Fractures, capsule,
tendon and
ligament lesion of
ankle
Fracture of
shoulder
Dislocation of
shoulder
Ligamentous
lesions of shoulder
Fracture of
radius/ulna
Fracture of
humerus
Fracture, capsule,
ligament, tendon
lesion of elbow
Fracture, capsule,
ligament, tendon
lesion of wrist
Fracture, capsule,
ligament, tendon
lesion of fingers
and thumb
Dislocation of
distal radius
Dislocation of wrist
INFEKSI Femoral head
necrosis
Asptic necrosis of
bone

Condyloma
acuminata
Lepra reaction
Osteomyelitis
(acute)
Veruca vulgaris
Moluscum
contagiosum
Herpes simplex
Herpes Zoster
Leprosy
Impetigo
Echtyma
Superficial
follliculitis
Furuncle,
carbuncle
Eruthrasma
Erysipelas
Tinea capitis
Tinea barbae
Tinea faciale
Tinea corporis
Tinea manus
Tinea unguium
Tinea cruris
Tinea pedis
Tinea versicolor
Mucocutaneous
candidiasis
Toxic epidermal
necrolysis
Paronychia
GO
Syphilis
RADANG/AUT
OIMUN/ALLE
RGI
Intermittent
arthritis of the hip
Allergic vasculitis
Dermatomyositis
Systemic sclerosis
Scleroderma

Spondyloarthrosis
Spondylitis
Osteocondhritis
diseccans
Arthritis of the
knee
Ingrowing toe nail
Pemphigus
vulgaris
Pemphigoid
Dermatitis
herpetiformis
Achilles
tendonitis
Frozen
shoulder
Lupus
erythematosus
Ruptur tendon
Achilles
Steven Johnson
Syndrome
Angioedema
Arthritis
Urticaria


TUMOR/KEG
ANASAN
Sacroccocygeal
teratoma
Osteoma
Pagets disease
Fibrous dysplasia
Ganglion
Liposarcoma
Epithelial cyst
Mastocytosis
Canglion cyst
Osteoid osteoma
Osteoblastoma
Osteosarcoma
Chondroblastoma
Chondrosarcoma
Fibrous dysplasia
Fibrosarcoma and
mfh
Ewing sarcoma
Giant cell tumor
Fibrosarcoma
Benign fibrous
hystiocytoma
Rhabdomyosarco
ma
Synovial sarcoma
Benign epithelial
tumor
Malignant
melanoma
Primary bone
tumors
Bone metastasis
Pathological
fracture
Lipoma
Fibroma
Sebhoroic
keratosis
Xanthoma
Actinic keratosis
Bowens disease
Squamous cells
carcinoma
Basal cell
carcinoma
Lentigo
Nevus
pigmentosus
Langerhans
cell
hystiocytosis
DEGENERATIF Crystal
arthropathy
Bechterew
disease
Arthrosis
deformans
Rheumatoid
arthrtitis
Osteoporosis
DEFISIENSI Rickets/osteomal
acia

DRUG
REACTION
Exanthematous
drug erruption
Fixed drug
erruption
Morphea
Lichen sclerosus
er atrhicus
Alopecia
areata
Androgenic
alopecia
Trichotilloman
ia


Telogen
effluvium
Ichtyosis
vulgaris
Lichen planus
Granuloma
annulare
Vitiligo
Melasma
Post
inflammatory
hiperpigmenta
tion
Post
inflammatory
hypopigmenta
tion


TATA TERTIB BLOK
1. Mahasiswa wajib mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku di fakultas
penyelenggara kegiatan blok (perkuliahan, tutorial dan keterampilan medik)
2. Mahasiswa hadir tepat waktu pada semua kegiatan blok. Keterlambatan dapat
mengurangi nilai tutorial (nilai kegiatan tutorial dan nilai laporan tutorial) kecuali
dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Mahasiswa yang dapat mengikuti ujian blok adalah :
a. Wajib mengikuti kegiatan perkuliahan minimal 80 %
b. Wajib mengikuti kegiatan tutorial minimal 80 %
4. Mahasiswa yang tidak hadir dalam kegiatan perkuliahan :
a. Alasan ijin atau sakit : diwajibkan untuk memberikan surat dan lapor kepada
penanggung jawab minggu
b. Tanpa alasan : dianggap alpa
5. Mahasiswa yang tidak hadir dalam kegiatan tutorial :
a. Alasan ijin atau sakit : diwajibkan untuk meminta penugasan kepada dosen tutor.
Tugas ini bertujuan untuk pengganti nilai laporan tutorial
b. Tanpa alasan atau alpa : tidak ada penugasan dan tidak ada penilaian

PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN
Kunjungan Lapangan
Kunjungan lapangan dilaksanakan di Bangsal Bedah RSU NTB dengan mengacu pada
kasus-kasus sistem Muskuloskeletal. Pelaksanaan kunjungan lapangan dilaksanakan
setiap hari Sabtu selama 3 kali. Mahasiswa dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing
kelompok terdiri dari 16-17 orang mahasiswa. Masing-masing kelompok mahasiswa
melakukan observasi kasus sistem Muskuloskeletal selama 2 jam dengan bimbingan dari
supervisor dan didampingi tim blok Muskuloskeletal dan Integumen.
Kegiatan
Melakukan observasi kasus klinik sistem Muskuloskeletal sesuai petunjuk
supervisor
Melakukan diskusi dengan supervisor tentang kasus yang didapat
Absensi dilakukan oleh dosen pendamping
Waktu
Kegiatan akan dilaksanakan pada :
Hari, tanggal : Sabtu, 9, 16, dan 23 Juli 2011
Pukul : 08.00 10.00 Wita
Kehadiran
Setiap mahasiswa peserta kunjungan lapangan Clinical Exposure wajib hadir TEPAT
WAKTU kecuali berhalangan hadir dengan alasan yang dapat diterima. Adapun alasan
ketidakhadiran yang dapat diterima adalah
1. Sakit dengan menunjukkan surat sakit
2. Musibah keluarga misal meninggal
3. Bencana Alam
Apabila berhalangan hadir dengan alasan diatas wajib melapor ke supervisor atau
koordinator blok Muskuloskeletal dan Integumen.






PENUGASAN MAHASISWA
1. Kelompok besar terdiri dari 8 kelompok dengan masing-masing kelompok
beranggotakan 7 sampai 8 orang pada sistem Muskuloskeletal dan Integumen
yang akan dipresentasikan pada jadwal yang telah ditentukan.
2. Bentuk penugasan yang dibuat mahasiswa akan dibuat dalam bentuk makalah dan
dipresentasikan.
3. Kelompok kecil terdiri dari 24 kelompok yang tiap kelompok terdiri dari 2-3 orang.
4. Laporan ini merupakan hasil belajar kelompok yang disusun dengan menggunakan
kata-kata sendiri bukan merupakan kutipan langsung dari pustaka.
5. Laporan berisi rangkuman tentang segala hal yang berhubungan dengan judul
laporan yang diambil dari minimal 5 referensi (textbook atau jurnal kedokteran)

6. Format sampul







7. Makalah diketik dengan menggunakan kertas A4, huruf Times New Roman ukuran
12, spasi 1,5.
8. Makalah Muskuloskeletal untuk kelompok besar dikumpul selambat-lambatnya
hari Sabtu, tanggal 16 Juli 2011 pukul : 12.00.
9. Makalah sistem Integumen untuk kelompok besar dikumpulkan selambat-
lambatnya hari Sabtu, tanggal 2 Juli 2011 pukul : 12.00
10. Makalah kelompok kecil dikumpul selambat-lambatnya hari Sabtu, 9 Juli 2011
pukul 12.00


JUDUL

GAMBAR LAMBANG UNRAM

OLEH:
Nama anggota kelompok dan NIM
1. .......
2. ........
3. ........dst

Format penilaian laporan
No. Item Penilaian Nilai Rentang Nilai
Penulisan
1 Penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar
0-10
2 Kerapian 0-10
Subtotal 0-20
Isi tulisan
1 Kesesuaian makalah dengan format
yang ditetapkan
0-15
2 Kualitas ilmiah dari tulisan 0-35
3 Tidak ada plagiarism 0-15
4 Penggunaan sumber pustaka ilmiah
sebagai referensi(textbook dan jurnal)
0-15
Subtotal 0-80
Total 0-100


FORMAT PENILAIAN TUGAS KELOMPOK BESAR (MAKALAH DAN PRESENTASI)
No Item Penilaian Nilai Rentang Nilai
Penulisan
1 Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar
0-5
2 Kerapian 0-5
Subtotal 0-10
Isi tulisan
1 Kesesuaian makalah dengan format yang
ditetapkan
0-10
2 Kualitas ilmiah dari tulisan 0-20
3 Tidak ada plagiarism 0-10
4 Penggunaan sumber pustaka ilmiah sebagai
referensi(textbook dan jurnal)
0-10
Subtotal 0-50
Presentasi
1 Kemampuan melakukan presentasi 0-10
2 Kemampuan menjawab pertanyaan 0-20
3 Kerjasama tim 0-10
Subtotal 0-40
Total

SISTEM EVALUASI
Sistem penilaian dalam blok Muskuloskeletal dan Integumen ini adalah penilaian formatif
dan penilaian sumatif
1. Penilaian Formatif
Penilaian Formatif terdiri dari :
Nilai Pelaksanaan Diskusi Tutorial
Pada pelaksanaan diskusi tutorial akan dinilai dari beberapa aspek yakni
kehadiran, keaktifan dalam berdiskusi dengan prosentase 70% dan laporan
diskusi tutorial dengan prosentase 30%. Mahasiswa diwajibkan hadir dalam
semua pertemuan diskusi tutorial (kehadiran minimal 80 %) kecuali dengan
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan untuk mengganti proses
tutorial yang ditinggalkan akan diberikan penugasan oleh tutor.
2. Penilaian Sumatif
Penilaian Sumatif didasarkan pada penilaian penugasan, ujian akhir blok dan ujian
keterampilan medik. Nilai akhir blok merupakan pencerminan dari semua ujian dalam
blok dengan prosentase penilaian sebagai berikut :
a. Ujian Tulis : 60 %
b. Ujian CBT : 15 %
c. Penugasan : 10 % (tugas kelompok besar 5%, tugas kelompok kecil 2,5
%, tutorial 2,5% )
d. Tramed : 15 %
CABANG ILMU TERKAIT
Histologi
Patologi Anatomi
Farmakologi
Ilmu Penyakit Kulit
Ilmu Bedah
Ilmu Forensik
IKM


MINGGU 1
Learning Objective Minggu ke-1 :
1. Exit Outcome :
a. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis penyakit infeksi oleh :
i. Bakteri
ii. Jamur superfisialis
iii. Parasit
iv. Virus
b. Mahasiswa ampu melakukan pengobatan topical dan sistemik untuk penyakit kulit
infeksi
c. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi yang mungkin timbulkan
d. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
e. Mahasiswa mampu melakukan penyuluhan tentang cara pencegahan penyakit
infeksi kulit
2. Intermediete :
a. Mahasiswa mampu memahami macam-macam penyakit infeksi oleh :
i. Bakteri
ii. Jamur superfisialis
iii. Parasit
iv. Virus
b. Mahasiswa mampu mengetahui macam-macam efloressensi
c. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko terjadinya infeksi
d. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala khas bagi tiap penyakit
e. Mahasiswa mampu mengetahui cara pemeriksaan fisik maupun penunjang
f. Melakukan cara pemeriksaan pus sekret, kerokan kulit (lab. Khusus)
3. Introductory :
a. Mahasiswa mampu mengetahui gambaran mikroskopik kulit, rambut, kuku,
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, kelenjar mammae.
b. Mahasiswa mampu memahami fungsi kulit dan adnexanya











SKENARIO 1
Aduh gatal ih
Seorang anak perempuan berusia 10 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan timbul
bintil berisi air di seluruh badan. Bintil tersebut muncul sejak 2 hari yang lalu. Dari
anamnesis diketahui awalnya keluhan ini timbul di daerah dada, kemudian menyebar ke
seluruh badan. Pasien juga mengalami demam 1 hari yang lalu. Dari pemeriksaan
didapatkan lesi kulit berupa vesikula dangan makula hiperemi dengan diameter 0,5 -1
mm dan beberapa tampak erosi. Dokter kemudian memberikan obat kepada ibu pasien.
Kata Kunci : Anak perempuan 10 tahun, bintil berisi air, seluruh badan, awal timbul
didaerah dada, demam 1 hari yang lalu, vesikula dangan makula hiperemi dengan
diameter 0,5 -1 mm.
Learning Objective :
1. Mahasiswa mampu memahami berbagai macam penyakit kulit yang disebabkan
oleh infeksi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi penyebab dari penyakit kulit infeksi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis penyakit kulit infeksi
4. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan khusus untuk menegakkan diagnosis
penyakit kulit infeksi
5. Mahasiswa mampu menegakkan diagosis penyakit kulit infeksi berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
6. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding pada penyakit kulit infeksi
7. Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan penyakit infeksi baik secara sistemik
ataupun topikal
8. Mahasiswa mengetahui cara pencegahan penyakit kulit infeksi
Pertanyaan Minimal :
1. Apa sajakah diagnosis banding penyakit kulit dengan manifestasi bintil?
2. Bagaimana patogenesis terjadinya bintil pada kulit?
3. Apakah etiologi penyakit bintil pada kulit?
4. Bagaimana penatalaksanaan penyakit bintil pada kulit?
5. Bagaimana cara mencegah penyebaran penyakit bintil pada kulit?





Varisela
Definisi : Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis
terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi dibagian sentral tubuh.
Sinonim : Cacar air, chicken pox.
Epidemiologi: Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang
orang dewasa. Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularanya kurang lebih 7 ahri
dihitung dari timbulnya gejala kulit.
Etiologi : Virus varisela zoster. Penamaan virus ini memberipengertian bahwa infeksi primer virus
ini menyebabkan varisela dan reaktivasinya menyebabkan herpes zoster.
Gejala klinis : Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Gejala klinis dimulai
yakni demam tidak tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit
berupa papul ertematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk
vesikel khas berupa tetesan embun tear drop. Vesikel akan berubah menjadi pustule dan
kemudia krusta. Sementara proses ini berlangsung timbul lagi vesikel baru sehingga
munculgambaran polimorf.
Peneyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka dan
ekstrimitas serta dapat menyerang selaput lender mata, mulut dan saluran nafas bagian atas. Jika
terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini
biasanya disertai rasa gatal.
Komplikasi pada anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada oaring dewasa, berupa
ensepalitis, pneumonia, glomerulonefritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis dan
kelainan darah.
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan congenital,
sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela
congenital pada neonates.
Pembantu diagnosis
Percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan
diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia berinti banyak.
Diagnosis banding
Harus debedakan dengan variola, penyakit ini lebih berat, member gambaran monomorf dan
peneyebarannya dimulai dari akral tubuh yakni telapak tangan dan telapak kaki.
Pengobatan
Simtomatik dengan antipiretik dan analgetik, untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan
sedative. Local dapat diberikan bedak yang ditambahkan dengan zat anti gatal (mentol atau
kamfora) untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Jika
timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotic berupa salap dan oral. Dapat pula diberikan
antivirus berupa asiklovir 5 x 800 mg sehari selama 7 hari atau valasiklovir 3 x 1000 mg sehari
karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih timbul obat dapat diteruskan
dan dihentikan sesudah 2 hari lesi baru tidak timbul lagi.

Pioderma
Definisi : Pioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh staphylococcus dan streptococcus
atau oleh keduanya.
Etiologi : Penyebab yang utama adalah staphylococcus aureus dan streptococcus B hemolyticus,
sedangkan staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang
menyebabkan infeksi.
Faktor Predisposisi
1. Hygiene yang buruk
2. Menurunya daya tahan tubuh (misalnya kurang gizi, anemia, penyakit kronik, neoplasma
ganas, diabetes militus)
3. Telah ada penyakit lain di kulit (karena terjadi kerusakan di epidermidis, maka fungsi kulit
sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi)
Klasifikasi
1. Pioderma primer (infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinis tertentu,
penyebab biasanya satu macam mikroorganisme)
2. Pioderma sekunder (pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak
khas dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertau pioderma
sekunder disebut impetigenisata, contohnya dermatitis impetigenisata, scabies
impetigenisata. Tanda impetigenisata adalah jika terdapat pus, pustule, bula purulen,
krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening regional,
leukositosis dapat pula disertai demam)
Pengobatan umum
1. Sistemik
a. penisilin G prokain dan semisintetiknya
b. penisilin G prokain (dosisnya 1,2 juta per hari i.m. )
c. ampisilin dosisnya 4 x 500 mg diberikan sejam sebelum makan
d. amoksisilin dosisnya sama dengan ampisilin, kelebihanya lebih praktis karena dapat
diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorpsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga
konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
e. golongan obat penisilin resisten-penisilinnase; yang termasuk golongan ini adalah
oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3x 250 mg per hari
sebelum makan.
f. dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorpsi lebih baik karena itu dosisnya
lebih kecil yakni 4 x 150 mg sehari. Pada infeksi berat dosisnya 4 x 300-450 mg sehari.
g. eritromisin dosisnya 4 x 500 mg sehari, efektifitasnya kurang dibandingkan dengan
linkomisin dan klindamisin.
h. Sefalosporin pada pioderma yang berat atau yang tidak memberikan respon dengan obat-
obatan tersebut diatas dapat dipakai sefalosporin. Ada empat generasi pada golongan
ini, salah satunya adalah sefadroksil dari generasi I dengan dosis 2 x 500 mg sehari.
2. Topikal
Obat topical berupa antimikrobial yang digunakan hendaknya yang tidak dipakai secara
sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hipersensitifitas, contonhya basitrasin,
neomisin dan mupirosin. Sebagai obat topical juga kompres terbuka contohnya ; larutan
permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan
10 kali.

Pemeriksaan pembantu
Pada pemeriksaan laboratorik terdapat leukositosis. Pada kasus-kasus yang kronis dan sukar
sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi.

Bentuk pioderma
Impetigo
Definisi : impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis)
Klasifikasi
Teradapat 2 bentuk antara lain ; impetigo krustosa dan impetigo bulosa.
a. Impetigo krustosa
Sinonim ; impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris
Etiologi ; biasanya Streptococcus B hemolitikus
Gejala klinis ; tidak selalu disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat
predileksi di muka yakni disekitar lubang hidung dan mulut. Kelainan kulit berupa eritema
dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat
adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu, jika dilepaskan tampak erosi
dibawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.komplikasi ;
glomerulonefritis 2-5% kasus.
Pengobatan ; jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salap antibiotic. Kalau banyak
diberi antibiotic sistemik.
b. Impetigo bulosa
sinonim ; impetigo vesiko bulosa, cacar monyet.
Etilogi ; biasanya Staphylococcus aureus
Gejala klinis ; keadaan umum biasanya tidak dipengaruhi. Tempat predileksi diketiak,
dada, punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa.
Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion. Terkdang saat berobat, vesikel dan
bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya eritematosa.
Pengobatan
Jika terdapat hanya beberapa vesikel/bula dipecahkan lalu diberi salap antbiotik atau cairan
antiseptic. Bias dipertimbangkan denganm antibiotic sistemik jika vesikel dan bula terdapat
banyak.

Referensi
Handoko, R.P. 2005. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. Hal 115-116.
Djuanda, A. 2005. Pioderma. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. Hal 57-59.







MINGGU 2
Learning Objective Minggu ke-2:
1. Exit Oucome :
a. Mahasiswa mampu menyimpulkan data-data untuk menegakkan diagnosis
penyakit dermatitis, eritroskuamous dan acne
b. Mahasiswa mampu mengobati secara lokal dan sistemik
c. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi prognosis dan
menetapkan tingkat penyakit
2. Intermediete :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan macam-macam bentuk dermatitis
dan eritroskuamous
b. Mahasiswa mampu menjelaskan dermatitis dan eritroskuamous berdasarkan
penyebab, stadium dan konfigurasi klinik
c. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi berat/ringannya
penyakit
d. Mahasiswa mampu menjelaskan maksud stigma atopic
e. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dermatitis atopik menurut golongan
umur
f. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi yang seringkali terjadi pada
dermatitis atopic
g. Mahasiswa mampu menjelaskan cara tes tempel dan pembacaan hasil tes temple
h. Mahasiswa mampu menemukan gejala khas bagi tiap penyakit
i. Mahasiswa mampu mengambil bahan dan mengirim bahan untuk pemeriksaan
penunjang
j. Mahasiswa mampu menjelaskan tipe-tipe penyakit kusta
k. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya
kusta
l. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi penyakit kusta
m. Mahasiswa mampu menemukan gejala-gejala khas penyakit kusta
n. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosis banding






SKENARIO 2
Lhokoq merah yah???
Seorang laki-laki berusia usia 30 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan bercak
kemerahan yang terasa tebal pada punggung, paha, lengan, wajah dan tangannya sejak 6
bulan yang lalu. Sekitar 1 bulan yang lalu pasien juga mengeluhkan di kakinya terdapat
luka yang tidak kunjung sembuh. Riwayat penyakit dahulu pasien tidak mengetahui
apakah dirinya memiliki riwayat darah tinggi atau kencing manis sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik keadaan umum baik, pada vital sign juga dalam batas normal. Pada
pemeriksaan dermatologis didapatkan makula eritema berksuama halus dengan batas
tegas pada daerah punggung, paha, lengan, wajah dan tangannya. Dokter kemudian
melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosa pasien tersebut.
Kata Kunci : laki-laki 30 tahun, bercak kemerahan yang terasa tebal, sejak 6 bulan yang
lalu, luka tak kunjung sembuh, makula eritema dengan batas tegas.
Learning Objective :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk klinik penyakit kusta
2. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
infeksi
3. Mahasiswa mampu menemukan gejala-gejala khas dan gambaran histopatologis
4. Mahasiswa mampu menyimpulkan data dan menetapkan diagnosis banding
5. Mahasiswa mampu mengobati secara sistemik dan lokal
6. Mahasiswa mampu merujuk penderita
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tenyang reaksi lepra dan penanggulannya
8. Mahasiswa mampu menetapkan komplikasi dan prognosis berdasarkan tingkatan
penyakit
Pertanyaan Minimal :
1. Apa sajakah diagnosis banding penyakit dengan manifestasi klinis bercak
kemerahan dan berskuama ?
2. Apa sajakah gejala-gejala khas dari masing-masing diagnosis banding dan faktor-
faktor yang mendasari terjadinya penyakit tersebut?
3. Bagaimanakah cara penegakan diagnosis penyakit tersebut?
4. Bagaimanakah terapi untuk penyakit yang telah ditentukan?
5. Bagaimanakah prognosis penyakit yang telah ditentukan dan cara pencegahan
penyakit?

KUSTA
Dasar diagnosis kusta
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau cardinal sign,
yaitu:
1. lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
kelainan kulit dapat berbentuk bercak hipopigmentasi atau eritematous. Mati rasa dapat bersifat
kurang rasa (hipestesi) atau tidak merasa sama sekali (anestesi).
2. penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari
peradangan saraf tepi (neuritis perifer). Neuritis kusta dapat dirasakan nyeri, namun kadang-
kadang tidak (silent neuritis).
Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :
gangguan fungsi sensoris : anestesi
gangguan fungsi motoris : parese/paralise
gangguan fungsi otonom : kulit kerinf, retak
3. basil tahan asam (BTA) positif
bahan pemeriksaan BTA diambil dari kerokan kulit (skin smear) asal cuping telinga (rutin) dan
bagian aktif (tepi) suatu lesi kulit. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf
untuk tujuan tertentu.
Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-tanda utama
diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis.
Namun demikian pada penderita yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit,
jika masih ragu orang tersebut diangagap sebagai penderita yang dicurigai (suspek).
A. Tanda-tanda tersangka kusta (suspek)
1. tanda-tanda pada kulit
a. bercak kulit yang merah
b. kulit yang mengkilap
c. bercak tidak gatal
d. lesi kulit yang tidak berkeringat atau berambut
e. lepuh yang tidak nyeri
2. tanda-tanda pada saraf
a. rasa kesemutan, tertusuk-tusuk, atau nyeri
b. gangguan gerak pada anggota badan atau wajah
c. cacat/deformitas
d. ulkus yang tidak kinjung sembuh
Tindakan yang dapat dilakukan untuk seseorang tersangka kusta antara lain:
Tunggu 3-6 bulan dan periksa kembali adanya mati rasa, jika lesi kulit tersebut
benar kusta maka dalam periode tersebut mati rasa harusnya menjadi jelas dan kita
dapat memulai MDT.
Pikirkan kemungkinan penyakit kulit lain (diagnosis banding)
Rujuk
Jika tidak ditemukan adanya mati rasa yang jelas maupun penebalan saraf namun ada tanda-
tanda mencurigakan seperti nodul, pembengkakan pada wajah atau cuping telinga, atau infiltrasi
pada kulit, perlu dilakukan pemeriksaan apusan kulit (skin smear).

B. Deferensial diagnosis kusta
Manifestasi klinis lesi penyakit kusta melibatkan kulit, saraf perifer dan membran mukosa. Lesi
kusta dapat berupa makula, papula, nodul, infiltrat, ulkus, bercak anestesi, dsb. Lesi kusta dapat d
kelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu makula (lesi datar), infiltrat (meninggi), dan bentuk
noduler.
Lesi kusta mnyerupai banyak lesi penyakit lain dan menyerupai sejumlah penyakit yang berbeda.
Karena itu kusta seringkali salah didiagnosis dengan penyakit lain dan sebaliknya.
1. DD lesi makular (lesi berbentuk datar)
a. vitiligo
bentuk lesi yang berupa hilangnya sebagian pigmensering kali dikelirukan sebagai
lesi kusta. Tetapi karena sensasi pada bercak kulit vitiligo normal, maka
pemeriksaanyang teliti dapat menghindarkan terjadinya kekeliruan tersebut. Lesi
khas vitiligo, berupa bercak berwarnaputih menyerupai susu justru sangat mudah
didiagnosis. Pola lesi tidak mengalami perubahan seiring waktu.
b. tinea versicolor (pityriasis versicolor)
merupakan penyakit jamur yang sering terjadi di negeri tropis dan ciri khasnya
berupa bercak pigmentasi bersisik, superficial dengan bentuk ireguler dan sering
berlokasi di leher dan badan. Seringkali dikelirukan dengan brcak kusta, tetapi
fungsi sensasi daerah yang terkena normal.
c. pityriasis alba atau pityriasi simplex
penyakit kulit ini bentuknya khas berupa makula bentuk bundar atau oval dengan
sisik. Infeksi streptococcus superficial, infestasi parasit dan defisiensi vitamin
dicurigai merupakan faktor penyebab penyakit ini. Wajah leher dan bahu
merupakan tempat predileksinya. Fungsi sensasi daerah kulit yang terkena adalah
normal. Lesi penyakit ini seringkali menyerupai lesi kusta tipe indeterminate.
d. dyschromia nutrisional
lesi hipopigmentasi di daerah wajah yang disebabkan kurang seimbangnya nutrisi
dalam diet sehari-hari seringkali terlihat pada anak-anak. Seringkali dihubungkan
dengan parasit usus halus dan gangguan saluran cerna. Fungsi sensasi kulit di
daerah yang terkena dan saraf-saraf perifer dilokasi tersebut normal.
2. DD lesi infiltrat yang meninggi
a. granuloma annulare
bentuk penyakit ini menyerupai lesi kusta tipe tuberculoid, terutama mengenai
anak dan dewasa muda. Ciri khasnya berupa pembentukan papul atau nodul
berbentuk annular (cincin). Lesinya indolen dan tidak menimbulkan keluhan.
b. tinea circinata
ringworm atau tinea circinata sering ditemukan di negara-negara tropis dan
sangat menyerupai kusta tuberculoid. Lesinya gatal dan jamur terlihat lewat
pemeriksaan kerokan kulit. Pinggirnya yang meninggi sering meradang dan
mengandung vesikel atau krusta yang jarang ditemukan pada lesi kusta. Fungsi
sensasi dan keringat normal. Saraf perifer regional juga tidak menebal.
c. psoriasis
infiltrat eritem berbatas tegas, terutama menyerupai kusta tipe tuberkuloid jika
sisiknya menghilang karena pengobatan. Pada psoriasis, tidak ditemukan cardinal
sign untuk kusta dan jika sisiknya diangkat akan timbul titik-titik perdarahan. Lesi
psoriasis umumnya gatal, banyak, dan simetris.
3. DD untuk lesi berbentuk noduler
Penyakit Von Recklinghausen : Nodul-nodulnya biasanya lunak dan bertangkai. Lesinya
mungkin menyerupai kusta lepromatous.
KLASIFIKASI
A. Penentuan tipe penyakit kusta
Penentuan tipe penyakit kusta pada seorang penderita disebut klasifikasi penyakit kusta.
1. dasar klasifikasi : penyakit kusta dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu
- manifestasi klinik, seperti jumlah lesi kulit, jumlah saraf yang terlibat, dsb
- hasil pemeriksaan bakteriologis, yaitu skin smear basil tahan asam (BTA) positif atau
negatif
- reaksi imunologis, yaitu lepromin test positif atau negatif
- gambaran Histopatologis, yaitu adanya subepidermal clear zone
2. tujuan klasifikasi : tujuan klasifikasi penyakit kusta sangat penting karena
- menentukan jenis dan lamanya pengobatan penyakit
- menentukan kapan penderita RFT
- menentukan kemungkinan timbulnya tipe reaksi yang dapat menyebabkan kecacatan
sehingga kita bisa mengantisipasi dan mewaspadainya.
3. jenis klasifikasi : sebenarnya banyak dikenal jenis klasifikasi penyakit kusta, misalnya
madrid, ridley jopling dan WHO. Disini hanya akan dibahas klasifikasi yang lazim
digunakan, dan untuk kepentingan pengendalian penyakit kusta nasional maupun global
kita cukup menggunakan klasifikasi sesuai anjuran WHO tahun 1982.
a. klasifikasi madrid
klasifikasi ini dikemukakan pada international leprosy congress di Madrid pada tahun
1953. Dalam klasifikasi ini semua penderita kusta ditempatkan sepanjang dua kutub
dimana satu kutub terdapat kusta tipe tubercoloid (T) dan kutub lain tipe lepromatous (L).
Diantara kedua tipe ini terdapat tipe tengah yaitu tipe borderline (B). Disamping itu
dikenal satu satu tipe yang menjembatani ketiga tipe tersebut diatas yang disebut tipe
intermedinate (I). Tanpa pengobatan, penderita tipe ini dapat sembuh sendiri atau
mengarah ke salah satu dari 3 tipe yang yang sudah disebut yaitu T, B, L. itulah sebabnya
tipe perantara ini disebut tipe indeterminate (tidak dapat ditentukan). Dengan demikian
kita mengenal 4 tipe dalam klasifikasi Madrid yaitu tipe I, T, B, L dengan berbagai grup
dari masing-masing tipe.
b. klasifikasi ridley-jopling (1962)
berdasarkan perbedaan gambaran imunologis, ridley jopling membagi penderita kusta
kedalam 6 kelas yaitu Indeterminate (I), Tuberculoid (TT), boderline tubercoloid (BT),
boderline-boderline (BB), boderline lepromatous (BL) dan lepromatous-lepromatous (LL).
Klasifikasi ini khusus dimaksudkan untuk kepentingan penelitian. Ciri-ciri dari masing-
masing tipe dapat dilihat dalam bahan bacaan rujukan.
c. klasifikasi WHO (1982, kemudian disempurnakan tahun 1997)
klasifikasi ini dikembangkan oleh kelompok ahli WHO pada tahun 1982. Klasifikasi ini
khusus dimaksudkan untuk pengobatan pada kondisi lapangan. Dalam klasifikasi ini
seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillary (PB) dan
Multibacillary (MB). Dasar dari klasifikasi ini adalah negatif dan positifnya basil tahan
asam (BTA) dalam skin smear. Namun pada kondisi lapangan, seringkali klasifikasi cukup
berdasarkan gambaran klinik dari penyakit kusta yang diderita.
PEMERIKSAAN
Tahapan pemeriksaan
1. anamnesa
a. nama, umur, jenis kelamin, alamat/daerah asal, pekerjaan
b. riwayat tanda-tanda di kulit dan saraf yang dicurigai
c. riwayat pengobatan sebelumnya
d. riwayat penyakit dalam keluarga
e. riwayat kontak dengan penderita
2. pemeriksaan klinis
a. tempat pemeriksaan harus cukup terang dengan penerangan sinar matahari tidak
langsung (siang hari)
b. sedapat mungkin seluruh permukaan tubuh diperiksa, dengan memperhatikan
batas-batas privasi penderita.
c. pemeriksaan dilakukan secara sistematik, penderita berhadapan dengan petugas.
Pemeriksa mulai dari bagian kepala sampai kaki, kemudian bagian belakang
kepala mulai dari leher, bahu, lengan, sampai telapak kaki (inspeksi)
3. pemeriksaan rasa raba pada lesi (kelainan) kulit
a. kapas diruncingkan ujungnya, jelaskan pada pasien tujuan dan cara pemeriksaan
ini serta hal yang diharapkan dari pemeriksaan ini.
b. Sentuhalah kulit dengan ujung kapas sedikit membengkok
c. Coba lakukan dengan mata pasien terbuka pada kulit yang normal hingga ia dapat
melihat dengan pasti apa yang dilakukan. Teruskan hingga pasien mengerti tujuan
tes ini.
d. Kemudian lakukan dengan mata pasien tertutup. Pertama coba pada kulit yang
normal, jika ia menunjuk dengan benar, coba sentuh lesinya. Kemudian lakukan
selang seling dengan kulit normal. Pastikan bahwa pasien tidak melihat tiap
sentuhan yang dilakukan.
4. pemeriksaan saraf tepi
beberapa saraf tepi yang sering terlibat :
a. n. facialis
b. n. auricularis magnus
c. n. radialis
d. n. ulnaris
e. n. medianus
f. n. cutaneus radialis
g. n. peroneus communis (poplitea lateralis)
h. n. tibialis posterior


PENGOBATAN
Obat-obat kusta
Walaupun telah dikenal berbagai jenis obat kusta (anti leprosy drugs), namun pada saat
ini yang digunakan sebagai obat utama (first line drugs) adalah DDS/dapsone, rifampisin,
lamprene/clofazimine, prothionamide/ethionamide. Berhubung dengan toksisitas yang tinggi
terhadap hepar, prothionamide tidak digunakan dalam program eliminasi kusta di indonesia.
Beberapa obat baru yang tergolong dalam quinolons (pefloxacine, ofloxacine), macrolides
(clarithromycin, azithromicyn) dan minocycline dilaporkan cukup potensial terhadap M. Leprae
dan masa pengobatannya lebih pendek daripada obat-obat yang digunakan sekarang. Untuk
membenarkan penggunaan obat-obat tersebut secara umum masih diperlukan data penelitian
yang cukup meyakinkan apalagi mengingat harga obat-obat tersebut cukup mahal.
Berhubung dengan tingginya jumlah kasus resistensi terhadap DDS yang telah digunakan
sejak akhir Perang Dunia II, maka WHO pada tahun 1982 sangat menganjurkan pemakaian lebih
dari 1 jenis obat kusta dalam pengobatan seorang penderita yang dikenal sebagai multidrug
therapy (MDT) atau pengobatan kombinasi. Disamping unggul dalam masa pengobatan yang jauh
lebih pendek, MDT dapat mencegah dan menanggulangi kejadian resistensi serta
menanggualangi persistensi.

Efek samping obat
Rifampisin :
Sindroma kulit seperti terasa panas di badan (flushing), gatal (pruritus)
Sindroma perut seperti rasa nyeri, mual, muntah, diare
Sindroma flu seperti demam, menggigil, dan sakit tulang
Sindroma pernapasan seperti sesak, kolaps, hingga syok
Hepatotoksik
Perubahan warna kencing, feces, ludah, air mata dan keringat menjadi berwarna merah.
DDS
Reaksi alergi seperti dermatitis exfoliative, fixed drug eruptions
Hepatitis, neprhetis, anemia hemolitik, agranulocytosis, neuritis perifer
Clofazimine
Rangsangan dan obstruksi saluran pencernaan
Hiperpigmentasi kulit dan mukosa
Kulit dan mukosa kering sehingga keringat dan airmata berkurang.




MINGGU 3
Learning Objective Minggu ke-3
1. Exit Outcome :
a. Mahasiwa mampu menyimpulkan data yang di dapat untuk menegakkan diagnosis
penyakit menular seksual
b. Mahasiswa mampu mengobati secara lokal dan sistemik
c. Mahasiswa mampu menjelaskan akibat samping dari pengobatan Mahasiswa
mampu menetapkan komplikasi dan prognosis
2. Intermediate :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan macam-macam bentuk klinik penyakit Menular
seksual
b. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
penyakit
c. Mahasiwa mampu menetapkan gejala-gejala khas bagi tiap penyakit
d. Mahasiwa mampu memeriksa secara laboratorik khusus (cara mengambil bahan,
mengirim bahan) dan mampu menetapkan diagnosis banding
3. Introductory :
a. Mahasiswa mampu mengetahui Penyakit menular seksual (Ulkus molle, sifilis,
Herpes Simpleks Genitalis, Kondiloma Akuminata, Kondiloma Lata, Gonnorhea):
b. Mahasiswa mampu menyebutkan beberapa penyakit menular seksual pada pria
c. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan tiap-tiap penyakit menular seksual
d. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran klinis dan tindakan-tindakan pada
penyakit menular seksual
e. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan pemeriksaan tambahan untuk
membantu menegakkan stadium klinis dari masing-masing penyakit menular
seksual.
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan dari masing-masing penyakit
menular seksual
g. Mahasiswa mampu menyebutkan prognosa masing-masing penyakit menular
seksual







Skenario 3
Aduuh..kencingku sakit

Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke Poli Kulit RSU Mataram dengan keluhan sakit
saat kencing. Keluhan dirasakan sekitar 5 hari yang lalu. Pada saat kencing, selain terasa sakit,
pasien juga mengeluhkan panas dan keluar cairan yang berwarna agak keruh kekuningan. Dari
anamnesis lebih lanjut didapatkan bahwa sekitar seminggu yang lalu pasien berhubungan dengan
pacar baru yang baru saja dikenalnya. Kemudian oleh dokter di poliklinik kulit dilakukan
pemeriksaan. Tampak pada pemeriksaan terdapat sekret purulen keluar dari liang vagina dan
bentukan seperti bunga kol di liang vaginanya. Kemudian pasien menanyakan kira-kira
penyakitnya apa.
Kata Kunci: Perempuan 30 tahun, sakit saat kencing, keluhan sekitar 5 hari yang lalu,
terasa panas dan keluar cairan yang berwarna agak keruh kekuningan, sekret purulen, bentukan
seperti bunga kol di liang vagina.
Learning Objective :
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi bentuk effloresensi pada penyakit menular
seksual
2. Mahasiswa mengetahui etiologi dari penyakit penyakit menular seksual
3. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang pada penyakit menular seksual
4. Mahasiswa mampu metetapkan diagnosis banding penyakit menular seksual
5. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaaan awal pada penderita penyakit
menular seksual
6. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
penyakit menular seksual
7. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis penderita penyakit menular seksual
Pertanyaan Minimal
1. Apa sajakah diagnosis banding penyakit nyeri saat kencing?
2. Bagaimanakah patogenesis terjadinya keluhan pada pasien?
3. Apa sajakah risiko terjadinya penyakit diatas?
4. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien diatass
5. Apa saja komplikasi yang dapat timbul dari penyakit menular seksual?


Penegakkan diagnose untuk penyakit menular seksual
A. Anamnesa, penilaian medis dan perilaku berisiko
Riwayat perilaku seksual
Keluhan dan gejala
Pengobatan sebelumnya / pengobatan sendiri
Alergi terhadap obat
Anamnesa seksual
Pasangan seksual berganti
Partner seks ? Mempunyai risiko PMS ? misalnya : WTS / Teman dsb.
Kontrasepsi yang digunakan ( Kondom ? )
Sejarah PMS yang lalu (penderita + pasangan)
Aktivitas seksual : vaginal, oral, anal
Hubungan seks dengan orang asing
Transfusi darah sebelum tahun 1985
Tatto dan sebagainya.
B. Pemeriksaan fisik ( Genetalia eksterna dan sekitarnya)
1. Infeksi genital eksterna
Ulkus, erosi, vesikel, kondilom dsb, Kelenjar inguinal
2. Duh tubuh bila perlu message
Purulen; mukopurulen; serous
3. Pengambilan bahan pemeriksaan lab
Sekret uretra sengkelit kawat Gram
Ulkus : Mikroskop lapangan gelap
T. pallidum, Unna ducrey
Vesikel : Giemsa
4. Infeksi genital sama
5. Pemeriksaan spekulum serviks
6. Pengambilan bahan pemeriksaan lab.
Sekret :
Uretra sediaan :- Basah
Vagina - Gram
Serviks - Giemsa

C. Pemeriksaan Laboratorium
Disesuaikan dengan fasilitas
Kultur : Go, Mycoplasma, tes sensitivitas
Elisa C. trachomatis
Tes PPNG
Darah : TPHA, VDRL ( HIV Ab ? )
D. Pengobatan lengkap + Efektif
Sesuai tahapan dalam skema
E. Pendidikan penderita
Bahaya PMS, termasuk infeksi HIV
Menghindari hubungan seks yang berisiko
Kondom
Mematuhi pengobatan
Pengobatan pada pasangan seksual
F. Follow up yang baik
G. Upaya mengobati pasangan seksual

1. Fluor albus
Definisi
Fluor albus adalah cairan kental keputihan yang keluar dari vagina dan rongga
uterus.
Sinonim : leukorrhea
Tidak semua fluor albus bersifat patologis.
Sekret vagina normal (fisiologis) bersifat :
encer tidak kental,
tidak berwarna
tidak berbau
biasanya terdapat pada forniks posterior
dipengaruhi kadar hormon
Lingkungan vagina normal
Hubungan dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain,
estrogen, glikogen, pH vagina, hasil metabolit lain
Lacobacillus menghasilkan hidrogen peroksida
Toksik terhadap bakteri patogen
pH optimal : 3,8 4,2
Sekret vagina abnormal
Terjadi perubahan warna dan jumlah, misalnya :
Keputihan disertai rasa gatal
Sekret vagina yang bertambah banyak
Rasa panas saat kencing
Sekret vagina putih dan menngumpal
Berwarna putih keabuan atau kuning dengan bau menusuk
Fluor albus yang patologis dapat disebabkan oleh:
1. INFEKSI
Bakteri : Chlamydia,Bakterial Vaginosis dan Gonokokus
Jamur : Candida
Protozoa : Trichomonas vaginalis
Virus : virus Herpes dan Human Papilloma virus
2. IRITASI
Sperma, pelicin, kondom
Sabun cuci, pelembut pakaian
Deodoran, sabun
Cairan antiseptik untuk mandi
Pembersih vagina
Celana ketat
Tissue toilet berwawarna
3. TUMOR ATAU JARINGAN ABNORMAL LAIN
4. RADIASI
2. Infeksi Chlamydia pada saluran genetalia wanita
Sering asimptomatik : 70%
Gejala :
vaginal discharge purulent
servicitis mukopurulen
nyeri perut bawah
post coital/intermenstrual bleeding
Dysuria
pelvic inflammatory disease (PID)
Bisa menyebabkan kehamilan ekstra uterine (KET), infertilitas, cervical celluler
atypia
Pemeriksaan Laboratorium
Deteksi Chlamydia :
Kultur sel
DFA (Direct Fluorescent Antibody Assays)
EIA (Enzyme Immunoassays)
RNA-DNA hybridzation (PCR dan LCR)
Serologi :
Menggunakan microimmunofluorescence (MIF)
ELISA (Enzyme-lnked Immunosorbent assay)
IgM, IgA, IgG
Penatalaksanaan
Tanpa komplikasi
Doksisiklin 100mg/oral 2x/hari 7 hari
Tetrasiklin 500mg/oral 4x/hari 10hari
Alternatif
Eritromisin 500mg/oral 4x/hari 7 hari
Sulfafurazol 500mg/oral 4x/hari 10hari
Konjungtivitis neonatal
Eritromisin syrup 50mg/KgBB/hari 2 minggu
Penyakit Radang Panggul
Siprofloksasin 500 mg/oral dosis tunggal
Septriakson 250 mg/im dosis tunggal
Spektinomisin 2 gr/im dosis tunggal
Oflosaksin 400 mg/oral dosis tunggal
Kanamisin 2gr/im dosis tunggal
Ditambah
Doksisiklin 100mg/oral 2x/hari 14hari
Ditambah
Metronidasol 500/mg/oral 2x/hari 14hari

3. Bakterial Vaginosis (BV)
Definisi :
Bakterial vaginosis merupakan keadaan klinik dengan keluhan peningkatan sekresi
vagina dan bau yang tidak enak
Penyebab
4 bakteri vagina :
Gardnerella vaginalis
Bacteroides sp.
Mobiluncus sp.
Mycoplasma hominis
Patogenesis
Terjadi pergantian normal flora (Lactobacillus spp)
Terganggunya ekosistem
H2O menghilang shg suasana menjadi anaerob.
Perubahan PH menjadi alkali.
Produksi amine
Masa inkubasi : beberapa hari s/d 4 minggu
Keluhan dan gejala
tanda-tanda peradangan sedikit sekali
50% wanita asimtomatik
didapatkan duh tubuh vagina yang homogen, tipis, cair dan berbau amis seperti
bau ikan
bau bertambah setelah melakukan hubungan seksual
duh tubuh vagina melekat pada dinding vagina dan vestibulum
Laboratorium
Sekret vagina berbau amis jika diteteskan KOH 10% (whiff test / tes amin positif)
pH duh tubuh vagina > 4,5 (4,7-5,7)
Mikroskopis :
sediaan apus dengan pewarnaan gram atau sediaan basah dengan NaCl 0,9% :
clue cells
Jumlah clue cells meningkat 20% dari jumlah sel epitel
leukosit normal < 30/lp
Diagnosis
Didapatkan 3 dari 4 tanda-tanda berikut (Amsel, 1983) :
Cairan vagina homogen,putih / keabu-abuan
pH duh tubuh vagina > 4,5
Duh tubuh vagina berbau seperti ikan sebelum atau sesudah penembahan KOH
10% (Whiff test +)
Clue cells
Penatalaksanaan
Metronidazol 400 atau 500 mg 2 x 1 (7hari)
Metronidazol 2 gram po dosis tunggal
Klindamisin 300 mg po 2 x 1 (7hari)
Metronidazol gel 0,75% - 1 aplikator (5 gr) intravaginal (2 kali sehari selama 5
hari)
Klindamisin krim 2% - 1 aplikator (5 gr) intravaginal (sebelum tidur selama 7 hari)
4. Trichomoniasis Vaginalis
Definisi
Infeksi yang disebabkan oleh Trichomonas Vaginalis.
Trichomonas vaginalis
Berbentuk ovoid
ukuran 10-20 mmikron
mempunyai 4 flagella dengah pergerakannya
Melakukan perlekatan pada selaput lendir
Bersifat anaerobik.
Patogenesis
Infeksi yang paling banyak pada saluran genitourinari.
Wanita terbanyak pada vagina.
Isolasi pada kandung kencing
Pria banyak di urethra.
Gejala bisa asimptomatis,gejala ringan sampai akut dan peradangan hebat
Sekresi banyak mengandung PMNL
Bau khas seperti ikan amis.
Wanita > Pria (asimptomatis)
Penularan Sexual.
Transmisi non venereal pada bayi
Pada wanita
Masa inkubasi : 3 28 hari
Keluhan dan Gejala
sering asimtomatik (10% 50%).
sampai banyak
encer
sekret vagina sedikit sampai banyak encer
kuning/kehijauan berbusa (10% - 30%) klasik
berbau
bila jumlah kuman banyak sekali strawberry cervix (2%)
rasa tidak enak diperut bagian bawah
Pemeriksaan Laboratorium
Pada wanita :
pH sekret vagina > 5
Tes amin / whiff test dapat positif
Mikroskopis (sediaan basah) :
tampak Trichomonas vaginalis dengan pergerakan flagela yang khas
peningkatan jumlah leukosit
Dapat ditemukan clue cells karena biasa didapatkan bersamaan dengan BV
Penatalaksanaan
Metronidazol 2 x 500 mg po (7 hari) atau gram po dosis tunggal
Pasangan seksual harus diobati
Pada kehamilan :
Seluruh masa kehamilan :Metronidazol 2g po dosis tunggal

5. Cervicitis
Menyerang epitel silindris serviks
Sulit dibedakan dengan proses inflammasi lain pada serviks
Asimptomatis: 50-50%
Gejala :
discharge mukopurulent
hypertrophic ectopia
postcoital bleeding
spotting
Kriteria dugaan cervicitis :
hapusan serviks PMN > 10 plp
swab test +
eritema, edema, mudah bleeding
6. Kandidiasis vulvovaginalis (Kandidosis vulvovaginitis) KVV
Penyebab :
Candida albicans (terutama)
C. glabrata (kadang-kadang)
Lain - lain :
C. tropicalis
C. stellatoidea
C. pseudotropicalis
C. krusei
Infeksi oportunistik
>>> penderita immunocompromise
>>> mulut, kolon, kuku, vagina, anorektal
Faktor predisposisi / faktor risiko :
Hormonal
kadar karbohidrat (DM)
Pemakaian antibiotika jangka panjang
suhu dan kelembaban
Imunosupresi
Iritasi / trauma
Gatal / panas / iritasi pada vulva (vulva lecet)
Eritema
Edema
Maserasi
Pseudomembran
Dapat timbul fisura
Terdapat lesi satelit papulopustuler
Tidak berbau
Sekret vagina :
seperti kepala susu / krim (banyak)
seperti susu pecah (bila sedikit dan cair)
pada dinding vagina biasa dijumpai gumpalan seperti keju (cottage
cheese).
tidak berbau / berbau asam
Pemeriksaan Laboratorium
PH duh tubuh vagina 4,5
Tes amin / Whiff test : negatif
Mikroskopis (pengecatan gram dan KOH 10%) :
bentuk ragi : blastospora bentuk lonjong
pseudohifa seperti sosis panjang bersambung
hifa asli bersepta (kadang-kadang)
Penatalaksanaan
a. Medikamentosa :
Mikonazol atau Klotrimazol 200 mg intravaginal, setiap hari selama 3 hari
Klotrimazol 500 mg intravaginal dosis tunggal
Flukonazol 150 mg po dosis tunggal
Itrakonazol 200 mg po 2 kali sehari selama 1 hari
Nistatin 100.000 IU intravaginal setiap hari selama 14 hari
b. Non medikamentosa :
Hindari bahan iritan lokal (misal : produk berparfum)
Hindari pakaian ketat atau dari bahan sintetis
Hilangkan faktor predisposisi

7. Gonoroe
1. Batasan
Gonorea adalah suatu penyakit menular seksual yang bersifat akut,disebabkan oleh
Neisseria Gonnorhea suatu kuman gram negative,berbentuk biji kopi,letaknya intra
ataupun ekstraseluler.
2. Gejala klinis
Penularan terjadi melalui kontak seksual dengan penderita gonorrhea. Masa tunas
penyakit berkisar antara 2-5 hari (1-14 hari)
Gejala yang didapatkan pada laki-laki:
i. Keluhan sakit waktu kencing
ii. Orifisium uretra yang oedem dan eritematous
iii. Sekret uretra yang purulen
Gejala yang didapatkan pada wanita:
Sebagian besar wanita yang menderita gonore bersifat asimptomatik. Gonore pada
wanita sering mengenai serviks sehingga terjadi servisitis dengan gejala keputihan
3. Komplikasi
Komplikasi pada wanita
a. Bartholinitis
b. Penyakit radang panggul
Gonore yang ekstra genital
a. Oro faringitis:proktitis gonore
Pada laki-laki karena:
Homoseksual
Peahnya prostatitis
Cowperitis yang pecah ke rectum
b. Genoblenorea:timbul pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita gonore
c. Komplikasi sistemik dapat berupa:meningitis,endokarditis,arthritis,tenosynovitis
dan dermatitis
4. Laboratorium
1. Sediaan langsung
Sediaan diwarnai dengan pewarnaan gram untuk melihat adanya kuman
Diplococus gram negative,berbebtuk biji kopi yang terletak intra dan ekstraseluler
2. Percobaan dua gelas (tes Thomson)
3. Kultur
4. Tes definitive (dari hasil kultur yang positif)
a. Tes oksidasi
b. Tes Fermentasi
c. Tes Beta Laktamase
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui
1. Anamnesa adanya coitus suspectus,fellatio,cunnilingus
2. Gejala klinis
3. Pemeriksaan laboratorium positif
6. Penatalaksanaan
Pengobatan
1. Gonore tanpa komplikasi (cerviks,uretra,rectum dan faring)
a. Ciprofloxacin 500 mg oral single dose
b. Ofloxacine 400 mg oral single dose
c. Cefixime 400 mg oral single dose
d. Ceftriaxone 125 mg im single dose
Bila dicurigai adanya infeksi campuran dengan Klamidia dapt ditambahkan:
e. Erytromicine 4 x 500 mg oral selama 7 hari
f. Doxycycline 2 x 100 mg/hari oral selama 7 hari
2. Gonore dengan komplikasi sistemik
a. Meningitis dan endokarditis
Ceftriaxone 1-2 g iv setiap 12 jam untuk meningitis dilanjutkan 10-14 hari dan
untuk endocarditis diteruskanpaling sedikit 4 minggu
b. Artritis,tenosynovitis dan dermatitis
Ciprofloksasin 500 mg iv setiap 12 jam
Ofloxacine 400 mg setiap 12 jam
Cefotaxime 1 g iv setiap 8 jam
Ceftriaxone 1 g im/iv tiap 24 jam
3. Gonore pada bayi dan anak
a. Sepsis,arthritis,meningitis atau abses kulit kepala pada bayi
Ceftriaxone 24-50 mg/kg/hari im/iv 1 kali sehari selama 7 hari
Cefotaxime 25 mg/kg iv/im setiap 12 jam selama 7 hari
Bila terbukti meningitis lama pengobatan menjadi 10-14 hari
b. Vulvovaginitis,cervicitis,uretrirtis,faringitis,proctitis pada anak
Ceftriaxone 125 mg im single dose
Untuk anak dengan BB > 45 Kg obat dan dosis obat sama seperti orang dewasa
c. Bakteremia atau arthritis pada anak
Ceftriaxone 50 mg/kg (maks 1 g untuk BB < 45 Kg dan 2 g untuk BB > 45
Kg)im/iv 1 kali sehari selama 7 hari atau 10-14 hari untuk BB > 45
4. Gonore pada wanita hamil
Ceftriaxone 250 mg im single dose
Amoxicilin 3 g + probenesid 1 g
7. Prognosis

Referensi :
Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin/Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin.2007.Surabaya.Airlangga University Press









MINGGU 4
Learning Objective Minggu ke - 4 :
1. Exit Outcome :
a. Mahasiswa mampu mendiagnosis kelainan akibat trauma pada sistem
muskuloskeletal
b. Mahasiswa mampu menentukan sikap menghadapi penderita patah tulang
c. Mahasiswa mampu mengenal dan mencegah komplikasi penyakit
d. Mahasiswa mampu menetapkan kapan harus dilakukan reposisi tertutup-reposisi
terbuka dan membaca X-ray foto
e. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan traksi pada penderita-penderita yang
membutuhkannya berdasarkan indikasi dan mengevaluasi
f. Mahasiswa mampu mengenal dan mencegah komplikasi akibat penggunaan traksi
2. Intermediete :
b. Mahasiswa mampu memahami prosedur pemeriksaan orthopedic pada tulang
dan sendi serta menafsirkan arti kelainan yang ditemukan
c. Mahasiswa mampu mengenal gambaran radiologi kelainan traumatic (fraktur
tulang dan dislokasi sendi)
d. Mahasiswa mampu menerangkan fisiologi penyembuhannya
e. Mahasiswa mampu mengenal beberapa jenis dislokasi
f. Mahasiswa mampu menjelaskan predisposing; faktor penyebab dislokasi sendi
3. Introductory :
g. Mahasiswa mampu menguraikan anatomi fisiologi anggota gerak dan tulang
belakang
h. Mahasiswa mampu mengenal patofisiologi pada fraktur
i. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme terjadinya patah tulang
j. Mahasiswa mampu menyebutkan tanda-tanda patah tulang
k. Mahasiswa mampu pembagian jenis patah tulang

SKENARIO 4
Ketabrak deh
Seorang laki-laki berusia 25 tahun yang merupakan pengendara sepeda motor, masuk rumah
sakit dengan keluhan utama nyeri pada tungkai bawah sebelah kiri akibat kecelakaan lalu lintas 1
jam yang lalu. Selain itu pasien mengeluhkan nyeri pada lengan kanan, bahu kanan. Menurut
warga yang mengantar, pasien tersebut tertabrak motor lain dari arah kiri dan kemudian pasien
tersebut terlempar dari motornya ke sisi sebelah kanan dengan posisi tangan kanan yang jatuh
terlebih dahulu kemudian jatuh terduduk. Pasien menangis dan meringis kesakitan.
Pada pemeriksaan fisis tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 128x/menit, pernapasan 24x/menit,
afebris. Pada bahu kanan ditemukan deformitas, udem, krepitasi, nyeri tekan. Pada lengan bawah
kanan ditemukan luka lecet. Pasien tidak dapat menggerakkan lengan kanannya karena nyeri.
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah, didapatkan ketidaksimetrisan berupa pemendekan kaki
kiri dan ditemukan adanya luka terbuka berukuran 6 cm dengan perdarahan aktif, terdapat
deformitas, udem, hematom, krepitasi dan nyeri tekan.
Kata Kunci : laki-laki 25 tahun, luka pada tungkai bawah sebelah kiri, nyeri pada lengan kanan,
bahu kanan serta pangkal paha sebelah kanan, tertabrak motor lain dari arah kiri, tekanan darah
100/60 mmHg, nadi 128x/menit, pernapasan 24x/menit, afebris, ketidaksimetrisan berupa
pemendekan kaki kiri dan ditemukan adanya luka terbuka berukuran 6 cm dengan perdarahan
aktif, terdapat deformitas, udem, hematom, krepitasi dan nyeri tekan.
Learning objective skenario:
1. Mahasiswa mampu memahami konsep umum kelainan yang terjadi akibat trauma
pada ekstremitas atas dan bawah
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, jenis-jenis, tanda-tanda dan stadium dari
luka serta cara perawatannya dan komplikasinya
3. Mahasiswa memahami mekanika trauma
4. Mahasiswa mampu mendefinisikan dan membedakan fraktur, dislokasi, subluxasi
dan spasme otot.
5. Mahasiswa memahami patofisiologi fraktur dan dislokasi.
6. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis fraktur, dislokasi, subluxasi dan
spasme otot berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat.
7. Mahasiswa mampu memberikan penanganan awal pada penderita fraktur
maupun dislokasi, memberikan perawatan luka, imobilisasi, dan reduksi.
8. Mahasiswa mampu mengenali gambaran radiologik trauma
9. Mahasiswa mampu mengenal dan mencegah komplikasi yang terjadi
10. Mahasiswa mampu merujuk pasien trauma dengan benar


Pertanyaan Minimal
1. Kelainan apa saja yang mungkin didapatkan pada pasien di atas?
2. Bagaimanakah anatomi dan fisiologi struktur-struktur yang terlibat pada kasus di
atas?
3. Bagaimana menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang pada skenario di atas?
4. Bagaimana luka dan penyembuhannya?
5. Terapi apakah yang harus diberikan?
6. Bagaimana rehabilitasi dan komplikasinya?

















Definisi dan klasifikasi fraktur
Definisi
Whether of a bone, an epiphyseal plate, or a cartilaginous joint surface, is simply a
structural break in continuity
Klasifikasi
Site : diaphyseal, metaphyseal, epiphyseal or intra articular or with dislocations
Extent : complete, incomplete
Configuration : transverse, oblique, spiral, comminution
Relationship of the fracture fragment to each other : Undisplaced, displaced
(translatted, angulated, rotated, distracted, overriding, impacted)
Relationship of the fracture to the external environment : closed fracture, open
fracture
Complication : uncomplicated, complicated (local,systemic)
The causative force that produce a fracture :
Direct injury
Indirect injury
DIAGNOSIS OF FRACTURES & ASSOCIATED INJURIES
Patient history
Physical Examination :
Look : swelling, deformity,abnormal movemenrt, discoloration of the skin
Feel : can detect sharply localized tenderness at the fracture site, as well as
aggravation of pain, muscle spasm
Move : false movement
Diagnostic Imaging
Is require to determine the exact nature and extent of the fracture
The radiograph should include the entire length of the injured bone and
the joint at each end
Role of two consideration
FRACTUR HEALING (FIVE STAGES)
Hematoma : there is tissue damage and bleeding at fracture site
Inflammation : inflammatory cells appear in the hematoma
Callus : the cell population changes to osteoblast and osteoclasts, woven bones
appear in the fracture callus
Consolidation : woven bone is replaced by lamellar bone and thefracture is
solidity united
Remodelling : the new formed bone is remodelled to resemble the normal
structure
The Healing Time of Fracture are following important factor :
Age
Site and configuration
Initial displacement of the fracture
Blood supply to the fragment
ASSESMENT OF FRACTURE HEALING :
The state of union of a fracture is assessed by clinical and radiographic
examination
The clinical union : applying bending, twisting and compression force to the
fracture to determine the presence or absence of movement
Radiographic : Evidence bony callus
ABNORMAL HEALING OF FRACTURES :
Malunion : may heal in the normally , but unsatisfactory position with residual
deformity
Delayed union : may heal eventually but it takes considerably longer than the
normally expected
Non union : may fail completely to heal by bone

REFERENSI :
Faiz Omar, Moffat David. Ekstremitas bawah, At a Glance Anatomi. Erlangga Medical Series; 2004.
pp 88-114
American College of Surgeon. Cedera musculoskeletal, Advanced Trauma Life Support. 7
th
edition.
Chicago; 2004. pp 225-254
Smith Wade, Agudelo Juan, Parekh Anand, Shank John. Musculosceletal Trauma Surgery, Current
Diagnosis & Treatment in Orthopedics. 4
th
edition. Mc.Graw-Hill Companies: 2006, pp 81-
99, 141-148
Rodriguez Luis, Gough John. Orthopedic Emergencies, Current Emergency Diagnosis & Treatment.
5
th
edition. Mc.Graw-Hill Companies; 2004, pp 510-547
Snell Richard S. The Musculoskeletal System, Clinical Anatomy by Systems. Lippincott Williams &
Wilkins; 2007, pp 287-435
Mc.Ray Ronald. The knee. Clinical Orthopaedic Examination. 5
th
edition. Churcill Livingstone;
2004, pp 201-244



MINGGU 5
Learning Objective Minggu ke - 5 :
1. Exit Outcome
a. Mahasiswa mampu mengenali penyakit infeksi pada tulang dan sendi
i. Osteomielitis pyogenik dan granulomatosa
ii. Spondilitis tuberculosa
iii. Artritis septic
b. Mahasiswa mengetahui pengobatan yang harus diberikan pada penyakit infeksi
tulang dan sendi (medikamentosa dan terapi bedah)
c. Mahasiswa mengetahui jenis penyakit radang dan autoimun pada sendi dan
tulang
i. Artritis (reumatoid, pirai)
ii. Spondilitis ankilosis
iii. Tendinitis (supraspinatus, biceps, kalsifikans,tendo Achilles)
iv. Carpal tunnel syndrom
v. Tenosynovitis
vi. Bursitis
vii. Epikondilitis
viii. Frozen shoulder
d. Mahasiswa mengetahui pengobatan yang harus diberikan pada penyakit infeksi
tulang dan sendi (medikamentosa dan terapi bedah)
2. Intermediete
a. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit infeksi pada tulang dan sendi
(hasil laboratorium, pemeriksaan radiologi)
b. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit infeksi pada tulang dan sendi
(hasil laboratorium, pemeriksaan radiologi)
3. Introductory
a. Mahaiswa mampu mengetahui penyebab dan menjelaskan terjadinya penyakit
infeksi pada tulang dan sendi (etiologi dan patofisiologi)
b. Mahasiswa mengetahui penyebab terjadinya penyakit radang dan autoimun pada
sendi dan tulang

SKENARIO 5
Awkakiku sakit
Seorang anak laki-laki 12 tahun datang ke instalasi gawat darurat diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan nyeri di tungkai bawah kiri sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan tidak bisa berjalan sejak nyeri tersebut dirasakan. Menurut orang tua
pasien, pasien beberapa hari yang lalu menderita batuk pilek disertai dengan demam.
Keluhan tersebut sering dirasakan oleh pasien sejak kecil. Dari pemeriksaan didapatkan
frekuensi nadi 128 kali permenit, frekuensi nafas 20 kali permenit, suhu badan 38,7C,
dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di tungkai bawah kiri, edema (+), krepitasi
(-). Kemudian dokter merencanakan beberapa pemeriksaaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis.
Kata Kunci: nyeri tungkai bawah kiri, batuk pilek disertai demam, nyeri tekan tungkai
bawah kiri, edema (+)
Learning objective skenario
1. Mahasiswa mampu menggali anamnesis dan pemeriksaan fisik terkait dengan
osteomielitis
2. Mahasiswa mampu menjelaskan interpretasi pemeriksaan penunjang diagnosis
osteomielitis
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tata laksana osteomielitis
4. Mahasiswa mampu menyebutkan komplikasi osteomielitis
5. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis osteomielitis
6. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis osteomielitis
7. Mahasiswa mampu menjelaskan kriteria diagnosis
8. Mahasiswa mampu memilih pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
terkait osteomielitis
9. Mahasiswa mampu mengenali gejala osteomielitis
10. Mahasiswa mengetahui faktor risiko osteomielitis
11. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis terkait
osteomielitis
12. Mahasiswa mengetahui diagnosis banding osteomielitis
Pertanyaan minimal
1. Apa sajakah diagnosis banding osteomielitis akut?
2. Apakah definisi dan etiologi osteomielitis?
3. Bagaimana klasifikasi dan faktor risiko osteomielitis?
4. Apakah definisi dan etiologi osteomielitis hematogen akut?
5. Bagaimana patogenesis dan manifestasi klinis osteomielitis hematogen akut?
6. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk mendiagnosis osteomielitis?
7. Bagaimana penatalaksanaan osteomielitis?
8. Apakah komplikasi dan bagaimana prognosis osteomielitis?


1. Selulitis: radang akut jaringan ikat, biasanya subkutis yang disertai pernanahan luas
akibat infeksi streptokokus, biasanya infeksi terjadi melalui luka yang kecil saja.
Osteomielitis tuberkulosa: tuberkulosis pada tulang terbanyak ditemukan di tulang
panjang bagian metafise dan di trokanter mayor.
Reumatoid artritis: penyakit autoimun di jaringan ikat, terjadi pada sendi dan sarung
tendon. Gejala yang timbul berupa gejala inflamasi sendi, pembengkakan dan
kekakuan sendi. Bisa disertai dengan demam, malaise, cepat lelah dan penururnan
berat badan.
2. Osteomielitis adalah suatu proses peradangan akut atau kronik dari tulang dan
struktur-strukturnya.
Etiologi yaitu Stafilokokus aureus, organisme Enterobacteriaceae, group A dan B
Streptococcus, dan H influenzae. Agen penginfeksi osteomyelitis direct/eksogen;
meliputi S aureus, coliform bacilli, dan Pseudomonas aeruginosa. Pada osteomielitis
tuberculosa disebabkan mikobakterium tuberkulosa.
3. Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
a. Osteomyelitis primer Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui
luka (perkontinuitatum)
b. Osteomyelitis sekunder Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran
darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas,
genitourinaria furunkel) (hematogen)
Menurut onsetnya, dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Osteomielitis akut
b. Osteomielitis kronis
Faktor risiko osteomielitis:
a. Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah tulang terbuka,
selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus
tulang.
b. Infeksi ada sendi buatan, biasanya didapat selama pembedahan dan bisa
menyebar ke tulang di dekatnya.
c. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena
cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh
jeleknya pasokan darah atau diabetes (kencing manis).
d. Suatu infeksi pada sinus, rahang atau gigi, bisa menyebar ke tulang tengkorak.
4. Osteomielitis hematogen akut adalah infeksi bakteri pada tulang dan sumsum tulang.
Paling sering terjadi pada anak-anak. Infeksi ini menyebar secara hematogen, dan
mengenai tulang yang sedang tumbuh. Tulang yang sering terkena adalah femur,
tibia, humerus, ulna, dan fibula. Bagian yang terkena adalah metafisis.
Bakteri yang menjadi penyebab tersering adalah Stafilokokus aureus. Bakteri ini
ditemukan sekitar >90% pada setiap penyakit osteomielitis hematogen akut. Bakteri
lain yang dapat menjadi penyebab adalah Streptokokus dan Pneumokokus.
5. Bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui darah dan tempat infeksi di bagian
tubuh yang lain seperti pioderma atau infeksi saluran nafas atas ataupun melalui
fokus infeksi lain. Gejala septikemia yang sering muncul adalah febris, malaise, dan
anoreksia.
Tulang merupakan jaringan yang kaku dan tertutup sehingga tidak dapat
menyesuaikan diri dengan pembengkakan yang terjadi akibat edema dan oleh karena
itu, edema akibat peradangan tersebut menyebabkan kenaikan tekanan intraseus
secara nyata dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan menetap, kemudian
terbentuk pus, yang semakin meningkatkan tekanan intraseus didaerah infeksi
dengan akibat timbulnya gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah ini dapat
mengakibatkan terjadinya trombosis vaskuler dan kematian jaringan tulang.
Infeksi dapat pecah ke periost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi
selulitis, atau menjalar melelui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah
ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal ke arah
diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan
membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru yang
menyelubungi tulang mati disebut involukrum.
Penyebaran osteomyelitis dapat terjadi; (1) penyebaran ke arah kortek, membentuk
abses subperiosteal dan sellulitis pada jaringan sekitarnya; (2) penyebaran
menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak. Abses dapat menembus
kulit melalui suatu sinus dan menimbulkan fistel. Abses dapat menyumbat atau
menekan aliran darah ke tulang dan mengakibatkan kematian jaringan tulangg
(sekuester); (3) penyebaran ke arah medula; dan (4) penyebaran ke persendian,
terutama bila lempeng pertumbuhannya intraartikuler misalnya sendi panggul pada
anak-anak.
6. Foto polos: pada minggu pertama tidak didapatkan kelainan, hanya menunjukkan
pembengkakan jaringan lunak. Kerusakan tulang (sequester) dan pembentukan
tulang baru (involucrum) terlihat sekitar 2 minggu setelah gejala awal muncul.
Aspirasi: dapat dilakukan untuk memperoleh pus dari subkutis, subperiost atau lokus
radang di metafisis.
CT scan dan MRI dapat dilakukan untuk mengetahui daerah yang terinfeksi.
Pemeriksaan laboratorium hanya didapatkan lekositosis dan peningkatan laju endap
darah.
7. Penatalaksanaan:
a. Rawat inap dan bedrest total serta diberikan obat penghilang rasa sakit
b. Dapat dilakukan imobilisasi pada tulang yang terkena dengan splint atau traksi
untuk:
1. Mengurangi nyeri
2. Mencegah penyebaran
3. Mencegah kontraktur jaringan lunak
c. Pemberian antibiotik
d. Jika dalam 24 jam pertama gejala tidak membaik, maka perlu dipertimbangkan
dilakukannya operasi untuk mengurangi tekanan yang terjadi dan untuk
mengeluarkan nanah yang ada. Setelah itu dilakukan irigasi secara kontinyu dan
dipasang drainase
e. Pemberian antibiotik selama 3-4 minggu sampai LED normal
8. Komplikasi:
a. Dini: kematian, abses, artritis septik
b. Lanjut: osteomielitis kronis, fraktur patologis, kontraktur sendi, gangguan
pertumbuhan
Prognosis:
a. Jarak waktu antara infeksi dan pemberian terapi:
1. < 3 hari: dapat mencegah terjadinya kerusakan tulang dan pembentukan tulang
baru
2. 3-7 hari: tidak mencegah kerusakan tulang, tetapi mencegah penyebaran infeksi
3. > 7 hari: dapat mencegah terjadinya penyebaran infeksi melalui darah (septikemi),
tetapi proses patologi lokal sudah lanjut
b. Efektifitas antibiotik yang diberikan]
c. Dosis antibiotik yang diberikan
d. Durasi pemberian antibiotik: harus diberikan sekitar 3-4 minggu untuk mencegah
terjadinya osteomielitis kronik
REFERENSI :
Wim De Jong, Sjamsuhidayat, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. EGC: Jakarta







MINGGU 6
Learning Objective Minggu ke - 6 :
1. Exit Outcome :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit-penyakit degenerative khususnya
osteoporosis
b. Mahasiswa mampu memahami kelainan kongenital pada leher dan bahu :
c. Mahasiswa mampu menentukan sikap dan cara pengobatan pada kelainan
kongenital pada leher dan bahu
d. Mahasiswa mampu melakukan rujukan
e. Mahasiswa mampu mengenal kelainan kongenital pada tulang belakang (skoliosis
hemivertebrae, spinabifida) dan melakukan rujukan
2. Intermediate
a. Mahasiswa mampu memahami kelainan kongenital pada leher dan bahu
b. Mahasiswa mampu memahami penyakit dan kelainan pada tulang belakang
(trauma dan infeksi)
c. Mahasiswa mampu mengetahui tumor tulang belakang (primer dan sekunder)
d. Mahasiswa mampu menetapkan tanda penyakit degenerasi tulang leher dan
lumbal dilihat dari radiologinya
e. Mahasiswa mampu menetapkan gambaran radiologik tumor ganas tulang, serta
metastasenya dan tumor jinak tulang
f. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit talipes equinovarus dan CDH
g. Mahasiswa mampu memahami neoplasma jaringan musculoskeletal
(osteoclasma, osteosarcoma)
3. Introductory
a. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fungsi tulang belakang








SKENARIO 6
Aduh...punggungku nyeri
Seorang perempuan berusia 63 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri pada
punggung. Beberapa bulan belakangan ini memang ia sudah sering merasakan sakit
ringan pada punggungnya, tapi dengan beristirahat biasanya sakitnya dapat hilang. Saat
ini Nyonya Atik masih dapat berjalan tapi sakit di punggungnya dirasakan sangat
mengganggu dan tidak tertahankan lagi. Nyonya Atik juga mengeluhkan beberapa tahun
terakhir punggungnya semakin bungkuk. Dari hasil anamnesis juga diperoleh riwayat
menggunakan obat anti alergi sejak lama. Dokter kemudian melakukan anamnesis lebih
lanjut kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang pada Nyonya Atik.
Kata kunci : Perempuan 63 tahun, nyeri pada punggung, dengan beristirahat biasanya
sakitnya dapat hilang, semakin bungkuk, riwayat menggunakan obat anti alergi.
Learning Objective Skenario
1. Mahasiswa mampu menyebutkan diagnosa banding penyakit-penyakit
degenerative pada tulang dan sendi
2. Mahasiswa mampu menentukan Diagnosis pada skenario diatas
3. Mahasiswa mapu menjelaskan faktor resiko pada osteoporosis
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi osteoporosis
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan diagnosis pada osteoporosis
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada osteoporosis
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pada osteoporosis
8. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan osteoporosis
Pertanyaan minimal
1. Apa saja kah diagnosis banding osteoporosis?
2. Apakah definisi, etiologi dan faktor risiko osteoporosis?
3. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk mendiagnosis osteoporosis?
4. Bagaimana penatalaksanaan osteoporosis?
5. Apakah komplikasi dan bagaimana prognosis osteoporosis?






OSTEOPOROSIS
DEFINISI
Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan
kemunduran struktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang dan peningkatan
risiko patah tulang dari pinggul, tulang belakang, dan pergelangan tangan.. Osteoporosis
dapat dialami baik oleh laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini dapat dicegah dan
diobati.



PATOGENESIS
Pada keadaan normal pada tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang berjalan
secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses
pembentukan tulang(remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya
apabila proses resorbsi lebih besar daripada proses remodeling maka akan terjadi
pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang dijumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis,
pertumbuhan secara longitudinal akan terhenti dan pada saat ini pertumbuhan tulang
akan sampai pada periode yang disebut dengan periode konsolidasi. Pada periode ini
terjadi proses penambahan kepadatan tulang atau penurunan anporositas tulang pada
bagian korteks. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia kurang lebih
antara 30-35 tahun untuk tulang bagian korteks dan mungkin terjadi lebih dini pada
tulang trabekula. Sesudah manusia mencapai umur 40-45 tahun, baik wanita maupun
pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 % setiap tahun,
sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda.
Pada wanita proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria,
tetapi pada wanita sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebih cepat.
Pada pria seusia wanita menopause massa tulang akan menurun berkisar 20-30%,
sedangkan pada wanita penurunan massa tulang berkisar antara 40-50 %. Pengurangan
massa tulang ini di berbagai bagian tidak sama. Penurunan massa tulang lebih cepat
terjadi pada metacarpal, kolum femoris dan corpus vertebra, sedangkan pada bagian
tubuh yang lain misalnya tulang paha tengah, tibia dan panggul mengalami proses
tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti
pola yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran
lumen, sehingga anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan
tercapai apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga
tulang yang bersangkutan sangat pekaa terhadap trauma mekanis dan akan
mengakibatkan fraktur. Bagian tubuh yang sering mengalaami fraktur pada osteoporosis
adalah: vertebra, paha bagian proksimal, dan radius bagian distal.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGURANGAN MASSA TULANG PADA USIA
LANJUT
1. Determinan massa tulang. Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh
berbagai faktor antara lain:
b. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.
Orang kulit hitam pada umumnya memiliki struktur tulang lebih kuat/berat
dibandingkan dengan bangsa Kaukasia.
c. Faktor mekanis
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang, dan berkurangnya beban
akan mengakibatkan menurunnya massa tulang. Terdapat hubungan yang nyata
antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respon
terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa
otot yang besar dan juga massa tulang yang besar.
d. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormone dan nutrisi yang cukup,
pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik
yang bersangkutan.
2. Determinan penurunan massa tulang yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi
penurunan massa tulang pada usia lanjut yang dapat mengakibatkan fraktur
osteoporotik
a. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang
dengan tulang yang lebih kecil maka resiko fraktur lebih mudah terjadi
dibandingkan seseorang dengan tulang besar.
b. Faktor mekanik
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun ada usia tua, dan karena massa
tulangmerupakan fungsi beban mekanis maka massa tulang tersebut pasti akan
menurun dengan bertambahnya usia.
c. Faktor-faktor lain:
Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang sangat penting. Pada wanita menopause
keseimbangan kalsium akan terganggu akibat masukan dan absorbsi yang
kurang serta pengeluaran melalui urin yang bertambah. Pasokan kalsium
yang tidak mencukupi memberikan kontribusi bagi perkembangan
osteoporosis. Banyak penelitian menunjukkan bahwa asupan kalsium yang
rendah berhubungan dengan massa tulang yang rendah, kehilangan massa
tulang yang cepat, dan tingkat patah tulang yang tinggi
Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dapat mengakibatkan menurunnya
efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan menurunnya konservasi
kalsium di ginjal.
Rokok, kopi serta alkohol
FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS
Faktor resiko yang tidak dapat diubah:
Jenis kelamin. Perempuan memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena
osteoporosis. Perempuan memiliki lebih sedikit jaringan tulang dan resorbsi
tulang lebih cepat daripada laki-laki karena perubahan yang terjadi dengan
menopause.
Umur. Semakin bertambahnya umur tulang akan semakin tipis dan lemah
Ukuran tubuh. perempuan kecil, bertulang tipis memiliki risiko lebih besar.
Etnis. Kaukasia dan wanita Asia mempunyai resiko tertinggi. Afrika Amerika dan
Hispanik wanita memiliki risiko yang lebih rendah tetapi signifikan.
Riwayat keluarga.
Faktor risiko yang dapat diubah:
Hormon seks. Adanya abnormalitas dari periode menstruasi (amenore), tingkat
estrogen rendah (menopause), dan tingkat testosteron rendah pada pria dapat
menyebabkan osteoporosis.
Anorexia nervosa. Gangguan makan ini meningkatkan risiko untuk osteoporosis.
Asupan kalsium dan vitamin D.
Penggunaan obat. Penggunaan obat-obatan jangka seperti glukokortikoid (untuk
berbagai penyakit, termasuk radang sendi, asma, Penyakit Crohn, lupus, serta
penyakit lain pada paru-paru, ginjal, dan hati) dapat mengakibatkan penurunan
densitas tulang dan fraktur. Penurunan densitas tulang juga dapat disebabkan
oleh pengobatan jangka panjang dengan obat Antiseizure tertentu, seperti
fenitoin (Dilantin) dan barbiturat; gonadotropin-releasing hormone (GnRH),
penggunaan berlebihan antasid yang mengandung aluminium; pengobatan kanker
tertentu; dan hormon tiroid yang berlebihan.
Gaya hidup. gaya hidup tidak aktif atau bedrest panjang cenderung untuk
melemahkan tulang.
merokok.
Asupan alkohol. konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko keropos tulang
dan patah tulang.
JENIS-JENIS OSTEOPOROSIS :
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis promer terbagi menjadi 2 tipe, yaitu:
Tipe 1 :Adalah tipe yang timbul pada wanita menopause
Tipe 2 -Terjadi pada orang lanjut usia pria maupun wanita
2. Osteoporosis sekunder
Disebabkan terutama oleh penyakit-penyakit erosive (Melanoma multiple,
Hipertiroidisme, Hiperparatiroidisme) dan akibat obat-obatan toksik untuk tulang
misalnya glukokortikoid.
3. Osteoporosis Idiopatik
Merupakan osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada
anak-anak (juvenile), Remaja (adolesen), Wanita pramenopause, pria usia
pertengahan.
GEJALA GEJALA OSTEOPOROSIS
Pada awal perjalanan penyakit, osteoporosis dapat muncul tanpa gejala. Kemudian, dapat
terjadi nyeri tumpul di tulang atau otot, terutama nyeri pinggang atau nyeri leher . Nyeri
dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur yang nyata. dalam perjalanan penyakit ini, nyeri
tajam bisa datang tiba-tiba di daerah tertentu yang mengalami fraktur. Rasa sakit karena
adanya kompresi vertebra pada umumnya mempunyai ciri yang khas yaitu timbul nyeri
secara mendadak, sakitnya hebat dan terlokalisir pada daerah vertebra yang terserang.
Rasa nyeri akan berkurang secara perlahan apabila pasien beristirahat di tempat tidur
dan akhirnya nyeri bias sangat minimal. Kadang-kadang nyeri dirasakan ringan pada pagi
hari dan semakin memberat karena melakukan pekerjaan sehari-hari. Fraktur pada
pasien dapat bersifat spontan atau karena trauma . gejala klinis yang lain adalah
berkurangnya tinggi badan karena adanya fraktur asimptomatis pada vertebra.
Pasien dengan osteoporosis mungkin tidak dapat mengingat jatuh atau trauma lain yang
menyebabkan patah tulang, seperti di tulang belakang atau kaki. fraktur kompresi tulang
belakang dapat mengakibatkan hilangnya tinggi dengan postur bungkuk (disebut punuk
Janda ). Fraktur di tempat lain, umumnya pinggul atau tulang-tulang pergelangan tangan,
biasanya disebabkan karena jatuh.
Manifestasi klinis osteoporosis merupakan akibat dari kegagalan fungsi mekanis tulang.
Rasa sakit dapat dibagi dua yaitu akut dan kronik. Rasa sakit akut berasal dari tulang atu
periosteum. Jadi rasa sakit aut akan dijumpai pada fraktur yang baru di vertebra maupun
luar vertebra. Rasa sakit kronik berasal dari jaringan lunak, yang disebabkan peregangan
ligamentum dan otot sebagai akibat timbulnya deformitas. Apabila fraktur hanya
menimpa satu vertebra biasanya secara klinis tidak menunjukkan adanya krlainan.
Apabila menimpa beberapa vertebra, deformitas akan tampak nyata.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Terdapat nyeri dengan atau tanpa frakur yang nyata, bagian tubuh yang sering
mengalami fraktur adalah pergelangan tangan , panggul dan vertebra.
3. Pemeriksaan fisik
Dapat terjadi deformitas atau fraktur vertebra torakalis yang berakibat penurunan
tinggi badan.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan non invasive, yaitu:
Pemeriksaan analisis aktifasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total
dari massa tulang
Pemeriksaan absorpsiometri
Pemeriksaan Komputer Tomografi
Pemeriksaan Biopsi
Pemeriksaan bersifat invasive yang bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebaan trabekula, dan kualitas
mineralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada os sternum atau Krista iliaka.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kimia darah dan kimia urin biasanya dalam batas normal, sehingga
pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomarkers
osteocalcin (G1a protein) dan osteonektin untuk melihat proses mineralisasi serta
untuk membedakannya dengan nyeri tulang oleh kausa yang lain.
Metoda mutahir untuk mengetahui osteoporosis adalah pengukuran densitas tulang.
Cara ini mempunyai ketepatan yng sangat baik. Dengan cara ini dapat diketahui
adanya kelompok fast boner losser, yang cenderung akan menjadi osteoporosis di
kemudian hari.
DETEKSI DINI
Tes densitas mineral tulang (BMD) adalah cara terbaik untuk menentukan kesehatan
tulang. tes BMD dapat mengidentifikasi osteoporosis, menentukan risiko untuk fraktur
dan mengukur respons terhadap pengobatan osteoporosis. Pengujian BMD yang paling
dikenal luas adalah dual energi x-ray absorptiometry, atau tes DXA. Kegunaan test BMD
adalah:
Mendeteksi densitas tulang yang rendah sebelum terjadi patah tulang.
Konfirmasi diagnosis osteoporosis jika telah ada satu atau lebih patah tulang.
Memprediksi kemungkinan fraktur di masa depan.
Menentukan tingkat penurunan massa tulang, dan memantau dampak
pengobatan jika tes dilakukan dengan interval satu tahun atau lebih.
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan pada osteoporosis adalah:
Meningkatkan pembentukan tulang yaitu dengan obat-obatan : Na Fluorida dan
Steroid anabolik
Mengahambat resorbsi tulang yaitu dengan obat-obatan: kalsium, estrogen, kalsitonin
dan difosfonat.
Selain itu Penanganan yang dilakukan pada penderita osteoporosis adalah:
1. Diet
2. Pemberian kalsium dosis tinggi
3. Pemberian vitamin D dosis tinggi
4. Pemasangan penyangga tulang belakang untuk mengurangi nyeri punggung
PENCEGAHAN
Pencegahan osteoporosis dapat dilakukan, terutama dengan pola makan dan gaya hidup
antara lain:
Kalsium yang cukup: Makanan sumber kalsium termasuk produk susu rendah lemak,
seperti susu, yogurt, keju, dan es krim, hijau tua, sayuran, seperti brokoli, collard hijau,
dan bayam, sarden dan salmon dengan tulang; tahu; almond, dan makanan yang
diperkaya dengan kalsium, seperti jus jeruk, sereal, dan roti. Kebutuhan kalsium tubuh
lebih besar selama masa kanak-kanak dan remaja, saat tulang berkembang pesat, serta
selama kehamilan dan menyusui. Wanita menopause dan laki-laki yang lebih tua juga
perlu mengkonsumsi kalsium lebih banyak.
Vitamin D yang cukup: Vitamin D memainkan peranan penting dalam penyerapan
kalsium dan kesehatan tulang. Vitamin D disintesis dalam kulit melalui paparan sinar
matahari. Makanan sumber vitamin D termasuk kuning telur, ikan laut, dan hati. Banyak
orang mendapatkan cukup vitamin D alami, dengan mendapatkan sekitar 15 menit dari
sinar matahari setiap hari, namun studi menunjukkan terdapat penurunan produksi
vitamin D pada orang tua, pada orang yang tinggal di rumah, dan bagi orang-orang pada
umumnya selama musim dingin. Mereka mungkin membutuhkan suplemen vitamin D
untuk mencapai asupan yang direkomendasikan 400 sampai 600 IU (International Unit)
setiap hari.
Olahraga teratur: Seperti otot, tulang adalah jaringan hidup yang merespon latihan.
Olahraga yang dapat dilakukan adalah berjalan, hiking, jogging, naik tangga, tenis, dan
menari.
Tidak Merokok: Wanita yang merokok memiliki tingkat estrogen yang lebih rendah
dibandingkan dengan bukan perokok, dan mereka sering mengalami menopause lebih
awal. Perokok juga dapat menyerap kalsium kurang dari diet mereka.
Tidak mengkonsumsi alkohol: Konsumsi rutin 2 sampai 3 ons /hari alkohol dapat
merusak tulang, bahkan pada perempuan muda dan laki-laki.. Mereka yang minum berat
lebih rentan terhadap kehilangan tulang dan fraktur, karena kedua gizi buruk dan
meningkatkan risiko jatuh.
PENCEGAHAN FRAKTUR
Pencegahan terjadinya trauma merupakan masalah khusus untuk pria dan wanita dengan
osteoporosis. Trauma terutama yang disebabkan karena jatuh dapat meningkatkan
kemungkinan fraktur tulang pinggul, pergelangan tangan, tulang belakang, atau bagian
lain dari kerangka. Selain faktor lingkungan, Trauma karena Jatuh juga dapat disebabkan
oleh gangguan penglihatan atau keseimbangan, penyakit kronis yang mempengaruhi
fungsi mental atau fisik, dan obat-obatan tertentu, seperti sedatif dan antidepresan.
Sangat penting bahwa individu dengan osteoporosis dapat mengetahui setiap perubahan
fisik yang mempengaruhi keseimbangan tubuh mereka
Referensi :
Townsend et al, 2004. Sabiston Textbook of surgery the biological basis of modern
surgical practice, 17
th
edition, Saunders:Philadelphia
Rasjad, chairuddin, 2003. Pengantar ilmu bedah Ortopedi, Bintang
Lamumpatue:Makassar
Kasper et al, 2005. Harrisons Principles of internal medicine 16
th
edition,
McGraw-Hill :Newyork
Wim De Jong, Sjamsuhidayat, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. EGC: Jakarta











SILABUS KULIAH INTEGUMEN
1. Kuliah Patologi Anatomi
Menetapkan tumor ganas kulit tersering
Menyebutkan hubungan antara nevus pigmentosa dan melanoma malignum
Menyebutkan etiologi dan sifat terpenting lekoplakia
Menyebutkan perbedaan sifat keganansan basalioma, karsinoma epidermoid dan
melanoma malignum
Menunjukkan gambaran patologi anatomi basalioma, karsinoma epidermoid dan
melanoma malignum
Membahas gambaran klinik basalioma, karsinoma epidermoid dan melanoma
malignum
2. Kuliah Effloresensi
Memahami fungsi kulit dan adnexanya
Mengetahui macam-macam effloressensi
Menyimpulkan effloressensi yang di dapat untuk menegakkan diagnosis
3. Kuliah Dermatitis
Memahami macam-macam dermatitis :
Menjelaskan dermatitis berdasarkan penyebab, stadium dan konfigurasi klinik
Menjelaskan faktor yang mempengaruhi berat/ringannya penyakit
Menjelaskan maksud stigma atopic
Menjelaskan klasifikasi dermatitis atopik menurut golongan umur
Menjelaskan komplikasi yang seringkali terjadi pada dermatitis atopic
Menjelaskan perbedaan macam-macam bentuk dermatitis
Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk dermatitis
Menemukan gejala khas bagi tiap penyakit
Menyimpulkan data-data untuk menegakkan diagnosis
Melakukan pengobatan baik secara local dan sistemik
Menjelaskan faktor yang mempengaruhi prognosis
Menetapkan tingkat penyakit
4. Kuliah Penyakit Infeksi (jamur superficial, virus, parasit, dan bakteri)
Infeksi Jamur Superfisial
- Memahami macam-macam bentuk, faktor-faktor yang mempermudah terjadinya
serta epidemiologi penyakit jamur Superficial
- Menegakkan diagnosis dengan gejala khas pada penyakit jamur superficial
- Melakukan pemeriksaan penunjang (mikroskopis dan pemeriksaan lampu wood)
- Melakukan pengobatan secara topical dan sistemik
- Menetapkan komplikasi dan prognosis dari penyakit jamur superficial serta
menjelaskan reaksi id
- Menjelaskan cara-cara pencegahannya
Infeksi Virus
- Memahami macam-macam bentuk, faktor-faktor yang mempermudah terjadinya
serta epidemiologi penyakit infeksi virus
- Menegakkan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala yang khas
- Menetapkan diagnosis banding
- Melakukan pengobatan secara topical dan sistemik
- Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit
- Menjelaskan cara-cara pencegahannya
Infeksi Parasit
- Memahami macam-macam bentuk, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
serta epidemiologi penyakit infeksi zoonosa
- Menegakkan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala yang khas
- Menetapkan diagnosis banding
- Mengetahui pemeriksaan laboratorik
- Melakukan pengobatan secara topical dan sistemik
- Menjelaskan cara-cara pencegahannya
- Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit
Infeksi Bakteri
- Memahami macam-macam pioderma primer
- Menjelaskan faktor yang sering mempengaruhi pioderma
- Menjelaskan berbagai jenis impetigo (kontagiosa, neonatorum, Vesiko-bulosa)
- Membedakan folikulitis dlam dan superficial
- Menjelaskan arti ektima
- Menjelaskan arti furunkel/karbunkel
- Menjelaskan arti erisipelas, selulitis, flegmon
- Menjelaskan arti abses multiple
- Menjelaskan arti Hidradenitis
- Menegakkan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala yang khas
- Menetapkan diagnosis banding
- Mengetahui pemeriksaan laboratorik
- Melakukan pengobatan secara topical dan sistemik
- Menjelaskan cara-cara pencegahannya
- Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit
5. Kuliah Penyakit Kusta
Memahami penyakit Morbus Hansen
Menjelaskan bentuk klinik Morbus Hansen
Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi
Menjelaskan epidemiologi
Menegakan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala khas dan gambaran,
histopatologik
Menetapkan diagnosis banding
Melakukan penatalaksanaan baik secara sistemik dan secara lokal
Merujuk penderita
Menjelaskan penyakit untuk menghilangkan salah pengertian
Menjelaskan rehabilitasi
Menjelaskan tentang reaksi lepra dan penanggulangannya sesuai konsep terakhir
Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit
6. Kuliah Eritoskuamous
Menjelaskan bentuk-bentuk klinik dari tiap penyakit macam penyakit
eritroskuamosa
Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Mengakkan diagnose dengan menemukan gejala-gejala khas penyakit
Melakukan pemeriksaan penunjang
Menetapkan diagnosis banding
Melakukan pengobatan baik secara local maupun secara sistemik
Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit
7. Kuliah Penyakit Kulit berlepuh
Memahami dan menjelaskan macam-macam bentuk klinik penyakit kulit berlepuh
serta menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Mengakkan diagnose dengan menemukan gejala-gejala khas penyakit
Melakukan pemeriksaan laboratorik khusus dan pemeriksaan penunjang lainnya
Menetapkan diagnosis banding
Melakukan pengobatan baik secara local maupun secara sistemik
Menjelaksan efek samping dari pengobatan
Merujuk penderita
Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit
8. Kuliah Penyakit Kulit Darurat
Memahami macam-macam bentuk penyakit kulit darurat, faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit serta menjelaskan tentang epidemiologinya
Menegakkan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala khas untuk setiap
penyakit
Melakukan pemeriksaan penunjang
Menetapkan diagnosis banding
Melakukan penatalaksanaan dengan menaggulangi keadaan darurat
Merujuk untuk pengelolaan selanjutnya
9. Kuliah Acne
Memahami macam-macam acne
Menjelaskan faktor-faktoryang mempermudah terjadinya acne
Menjelaskan epidemiologi penyakit acne
Menegakkan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala khas penyakit acne
Menetapkan diagnosis banding
Melakukan pengobatan baik secara local maupun secara sistemik
Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit
Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi dan cara terajdinya penyakit serta
menjelaskan cara-cara mencegah penyakit
10. Kuliah Dermatoterapi
Memahami cara pengobatan dalam Ilmu penyakit kulit
Menjelaskan indikasi pengobatan lokal pada penyakit kulit
Menjelaskan indikasi pengobatan sistemik pada penyakit kulit
Menjelaskan jenis bahan dasar (vehiculum) obat lokal yang sesuai dengan lokalisasi
dan stadium penyakit
Menjelaskan indikasi pengobatan dengan sinar dan pembedahan minor pada
penyakit kulit
11. Kuliah Penyakit Menular Seksual
Menjelaskan etiologi penyakit menular seksual
Menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempermudah perluasan penyakit menular
seksual
Menemukan gejala-gejala khas penyakit menular seksual
Menentukan diagnosis banding penyakit menular seksual
Menentukan pemeriksaan laboratoris khusus untuk penyakit menular seksual
Memahami indikasi pengobatan penyakit menular seksual
Menjelaskan cara pencegahan penyakit menular seksual
12. Kuliah Agen Infeksius pada Sistem Integumen
Menjelaskan etiologi penyakit infeksi pada sistem intgumen
Menjelaskan patogenesis terjadinya penyakit infeksi pada sistem integumen
Menentukan diagnosis banding penyakit infeksi pada sistem integumen
Memahami indikasi pemeriksaan khusus pada penyakit infeksi sistem integumen
Memahami indikasi pengobatan penyakit infeksi sistem integumen
Menjelasan cara pencegahan penyakit infeksi pada sistem integumen

SILABUS KULIAH SISTEM MUSKULOSKELETAL

1. Kuliah Penyakit Degeneratif
Mahasiswa dapat Menyebutkan jenis-jenis penyakit degeneratif dalam sistem
muskuloskeletal (Osteoporosis, arthritis rheumatoid)
Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dan etiologi dari penyakit-penyakit
degeneratif
Mahasiswa mampu menjelaskan factor resiko pada penyakit-penyakit degeneratif
Mahasiswa mampu menentukan Diagnosis pada penyakit-penyakit degeneratif
Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi pada penyakit-penyakit degeneratif
Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan diagnosis pada penyakit-penyakit
degeneratif
Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada penyakit-penyakit
degeneratif
Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pada penyakit-penyakit
degeneratif
Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan penyakit-penyakit degeneratif
2. Kuliah Penyakit Kongenital dan Tulang Belakang
Memahami kelainan kongenital pada leher dan bahu
Menjelaskan penyakit Klippelfeil
Menjelaskan penyakit kongenital musculair tortikolis
Mengetahui sikap dan cara pengobatan pada kelainan kongenital leher dan bahu
Melakukan rujukan pada kelainan kongenital leher dan bahu
Mengenal kelainan kongenital pada tulang belakang (skoliosis hemivertebrae,
spinabifida) dan melakukan rujukan
Menjelaskan penyakit talipes equinovarus dan CDH dan melakukan rujukan
3. Kuliah Tumor
Mahasiswa dapat Memahami neoplasma jaringan muskuloskeletal
Mahasiswa dapat Menyebut beberapa neoplasma jaringan muskuloskeletal (3
penyakit)
Mahasiswa dapat Menjelaskan osteoclasma
Mahasiswa dapat Menjelaskan osteosarcoma
Mahasiswa dapat Melakukan rujukan pada neoplasma jaringan muskuloskeletal
Mahasiswa dapat Mengetahui tumor tulang belakang (primer dan sekunder)
Mahasiswa dapat Menetapkan gambaran radiologik tumor ganas tulang, serta
metastasenya dan tumor jinak tulang
4. Kuliah Mekanika Trauma
Klasifikasi mekanisme trauma meliputi trauma tumpul, tembus, termal dan ledakan
(blast).
Hukum-hukum fisika trauma meliputi hukum kekekalan energi, hukum Newton,
energi kinetik, perpindahan energi, elastisitas benda.
Transfer energy
Riwayat trauma
Trauma tumpul :
o Tabrakan kendaraan
- Benturan frontal
- Benturan lateral
- Benturan dari belakang
- Benturan quarter panel
- Terbalk
- Ejeksi
o Tabrakan/benturan organ
- Trauma kompresi
- Trauma deselerasi
- Trauma karena alat pengaman (sabuk pengaman)
Trauma pejalan kaki (pedestrian injury)
o Benturan dengan bemper
o Benturan kaca depan mobil dan tutup mesin
o Benturan dengan tanah
Trauma berhubungan dengan kendaraan roda dua
o Benturan frontal ejeksi
o Benturan lateral ejeksi
o laying the bike down
o Helm
Terjatuh (falls)
Trauma ledak (blast injury)
Trauma tembus (penetrating trauma)
o Peluru
o Kecepatan tembus
o Luka tembak masuk dan luka tembak keluar
5. Kuliah Dislokasi Sendi
Menjelaskan apa yang disebut : subluxasi, luxasi (dislokasi), fraktur dislokasi
Menjelaskan predisposing; faktor penyebab dislokasi seperti : kongenital displasia,
infeksi, muscle imblance (ada polio)
Menjelaskan Penanganan awal pada dislokasi sendi
6. Kuliah Fraktur dan Ruptur tendon
Menjelaskan patofisiologi fraktur dan ruptur
Menjelaskan diagnosis fraktur dan ruptur tendon
Menjelaskan penanganan awal pada penderita fraktur dan ruptur tendon
Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi
Menjelaskan cara merujuk pasien dengan fraktur dan ruptur tendon dengan benar
7. Kuliah Penyakit Infeksi dan Autoimun
Mahasiswa mampu mengenali penyakit infeksi pada tulang dan sendi
o Osteomielitis pyogenik dan granulomatosa
o Spondilitis tuberculosa
o Artritis septik
Mahaiswa mengetahui penyebab dan menjelaskan terjadinya penyakit infeksi pada
tulang dan sendi (etiologi dan patofisiologi)
Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit infeksi pada tulang dan sendi
(hasil laboratorium, pemeriksaan radiologi)
Mahasiswa mengetahui pengobatan yang harus diberikan pada penyakit infeksi
tulang dan sendi (medikamentosa dan terapi bedah)
Mahasiswa mengetahui jenis penyakit radang dan autoimun pada sendi dan tulang
o Artritis (reumatoid, pirai)
o Spondilitis ankilosis
o Tendinitis (supraspinatus, biceps, kalsifikans,tendo Achilles)
o Carpal tunnel syndrom
o Tenosynovitis
o Bursitis
o Epikondilitis
o Frozen shoulder
Mahasiswa mengetahui penyebab terjadinya penyakit radang dan autoimun pada
sendi dan tulang
Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit infeksi pada tulang dan sendi
(hasil laboratorium, pemeriksaan radiologi)
Mahasiswa mengetahui pengobatan yang harus diberikan pada penyakit infeksi
tulang dan sendi (medikamentosa dan terapi bedah)
8. Kuliah Farmakologi
Menjelaskan Obat-obatan Muscle Relaksan
Menjelaskan obat-obatan yang mempengaruhi osteoporosis
Menjelaskan obat-obatan anti gout
9. Kuliah Forensik
Mampu melakukan identifikasi rangka yang tersisa di TKP untuk menentukan:
o Ciri-ciri tulang manusia
o Estimasi jenis kelamin
o Estimasi bentuk tubuh
o Estimasi ras
o Estimasi umur
o Estimasi waktu kematian
o Estimasi penyebab kematian
10. Kuliah Radiologi
Mengenal gambaran radiologik tulan dan sendi normal :
o Menetapkan gambaran radiologik tulang anak-anak dan dewasa
o Menetapkan bentuk korteks dan medula pada tulang normal secara
radiologic
o Menetapkan sendi normal pada foto radiologic
Mengenal kelainan peradangan pada sendi tulang :
o Menetapkan kelainan sendi pada peradangan akut kronik
o Menetapkan kelainan pada tulang akibat peradangan akut dan kronik
Menilai gambaran radiologik tumor tulang :
o Menetapkan gambaran radiologik tumor ganas tulang, serta metastasenya
dan tumor jinak tulang
Mengenal kelainan tulang punggung :
o Menetapkan kelainan peradangan tulang punggung (spondilitis )
o Menetapkan tanda fraktur tulang punggung
o Menetapkan tanda penyakit degenerasi tulang leher dan lumbal
Mengenal kelainan traumatik (fraktur tulang dan dislokasi sendi)

DAFTAR NAMA TIM BLOK XVIII
Nama Telepon Keterangan
dr. Anom Josafat 081803804436 Koordinator Blok dan Tutor
dr. Novia Putri 0817326244 Sekretaris Blok
dr. Nurhidayati, M. Kes
087865117385 Instruktur Tramed
Siti Rahmatul Aini, S. Farm,
Apt, M. Sc.
081237170001 Tim Blok
dr. Fathul Djannah, Sp. PA
081938688090 Tim Blok
dr. Agustine Mahardika
0817365272 Tutor
dr. Rika Hastuti
087864260020 Tim Blok
dr. Dhinie Ramdhani
087841019204 Tim Blok
dr. Ida Lestari Harahap
08194285868 Tutor
Agriana Rosmalina Hidayati,
M. Farm, Apt
081252339933 Instruktur Tramed
dr. Zikrul Haikal
081803660605 Instruktur Tramed
dr. Muhammad Rizkinov
Jumsa
087854366606 Tutor dan Instruktur Tramed
dr. Gede Wira Buanayuda 081803740998 Tutor
dr. Rudi Febrianto, Sp.OT
081322501336 Dosen Pakar
dr. Retno W, Sp. KK
08155074120 Dosen Pakar

JADWAL KEGIATAN BLOK 18 MUSKULOSKELETAL DAN INTEGUMEN
MINGGU /
Penanggung
Jawab
JAM
HARI
SENIN
20 JUNI 2011
SELASA
21 JUNI 2011
RABU
22 JUNI 2011
KAMIS
23 JUNI 2011
JUMAT
24 JUNI 2011
SABTU
25 JUNI 2011
I
Dr. Anom

08.00-08.50
PENGANTAR BLOK
18
(Tim Blok)
Patologi Anatomi
(dr. Fathul
Jannah)
Kuliah Agen
Infeksius pada
Sistem Integumen
(tim mikrobiologi)
TUTORIAL 2
Skenario 1


08.50-09.40 MANDIRI
09.40-10.30
TUTORIAL 1
Skenario 1
MANDIRI MANDIRI MANDIRI
10.30-11.20
KULIAH PAKAR
KETERAMPILAN
MEDIK
(farmakologi)
KULIAH PAKAR
KETERAMPILAN
MEDIK
(orthopedi)


11.20-12.10
Kuliah Farmakologi
(tim farmakologi)


12.10-13.00 ISHOMA ISHOMA ISHOMA
13.00 13.30 ISHOMA


13.30-14.20



MINGGU JAM
HARI
SENIN
27 JUNI 2011
SELASA
8 JUNI 2011
RABU
29 JUNI 2011
KAMIS
30 JUNI 2011
JUMAT
1 JULI 2011
SABTU
2 JULI 2011
II
Dr. Agustine

08.00-08.50
TUTORIAL 1
Skenario 2
Dermatitis dan
Erupsi obat
(dr. Retno)
LIBUR
TUTORIAL 2
Skenario 2
PLENO
Skenario 1 dan 2


08.50-09.40
09.40-10.30 MANDIRI Kusta
Eritoskuamous
(dr. Retno)
MANDIRI

10.30-11.20
Efloresensi
Infeksi bakteri dan
parasit
(dr. Retno)
KETERAMPILAN
MEDIK

11.20-12.10
KETERAMPILAN
MEDIK

12.10-13.00
Infeksi virus dan
jamur
(dr. Retno)
ISHOMA


MINGGU JAM
HARI
SENIN
4 JULI 2011
SELASA
5 JULI 2011
RABU
6 JULI 2011
KAMIS
7 JULI 2011
JUMAT
8 JULI 2011
SABTU
9 JULI 2011
III
Dr. Novia

08.00-08.50
TUTORIAL 1
Skenario 3
KETERAMPILAN MEDIK
Kuliah Anatomi Sistem
Muskuloskeletal
(tim anatomi)
TUTORIAL 2
Skenario 3
PLENO
Skenario 3
KUNJUNGAN
LAPANGAN
ORTHOPEDI I
Dr. Zikrul
08.50-09.40
Kuliah kedokteran Olahraga
(tim IKM)
09.40-10.30 MANDIRI MANDIRI MANDIRI

10.30-11.20
Kuliah Penyakit
Menular Seksual
(dr. Retno)
Penyakit Kulit
Berlepuh
(dr. Retno)
Acne
Dermatoterapi
(dr. Retno)
KETERAMPILAN
MEDIK

11.20-12.10
12.10-13.00
Kuliah Penyakit
Kulit Darurat
(dr. Retno)
Presentasi Makalah
Integumen
Presentasi Makalah
Integumen
ISHOMA
13.00 13.50
13.50-14.40
MINGGU JAM
HARI
SENIN
11 JULI 2011
SELASA
12 JULI 2011
RABU
13 JULI 2011
KAMIS
14 JULI 2011
JUMAT
15 JULI 2011
SABTU
16 JULI 2011
IV
Dr. Rizkinov

08.00-08.50
TUTORIAL 1
Skenario 4
Kuliah
Kedokteran
Olahraga
(tim IKM)
Kuliah Kelainan
Kongenital
(dr.Rudi)
Tutorial 1
Skenario 5
PLENO
Skenario 4
KUNJUNGAN
LAPANGAN
ORTHOPEDI II
Dr. Zikrul
08.50-09.40
09.40-10.30
Penyakit Infeksi dan
Autoimun
(dr. Rudi)
MANDIRI MANDIRI MANDIRI

10.30-11.20
KETERAMPILAN
MEDIK
Fraktur dan Ruptur
Tendon
(dr. Rudi)
KETERAMPILAN
MEDIK

11.20-12.10
Mekanika Trauma
(dr. Rudi)

12.10-13.00 ISHOMA ISHOMA ISHOMA
13.00 13.50
Dislokasi Sendi
(dr. Rudi)

TUTORIAL 2
Skenario 4

13.50-14.40

MINGGU JAM
HARI
SENIN
18 JULI 2011
SELASA
19 JULI 2011
RABU
20 JULI 2011
KAMIS
21 JULI 2011
JUMAT
22 JULI 2011
SABTU
23 JULI 2011
V
Dr. Yuda

08.00-08.50
TUTORIAL 2
Skenario 5
Kuliah Radiologi
(dr. Hasan Amin)
Penyakit
Degeneratif
(dr.Rudi)
TUTORIAL 2
Skenario 6
PLENO
Skenario 5 dan 6
KUNJUNGAN
LAPANGAN
ORTHOPEDI III
Dr. Zikrul
08.50-09.40
09.40-10.30
Kuliah Farmakologi
(tim farmakologi)
MANDIRI MANDIRI MANDIRI
10.30-11.20
Tumor Jinak dan
Ganas (dr. Rudi)
KETERAMPILAN
MEDIK
Kelainan Tulang
Belakang
(dr.Rudi)
KETERAMPILAN
MEDIK

11.20-12.10
12.10-13.00 ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA
13.00 13.50
Identifikasi Rangka
Manusia
(dr. Arfi)
TUTORIAL 1
Skenario 6
Presentasi
makalah
Orthopedi
Presentasi
makalah
Orthopedi

13.50-14.40
MINGGU JAM
HARI
SENIN
1 AGUSTUS 2011
SELASA
2 AGUSTUS 2011
RABU
3 AGUSTUS 2011
KAMIS
4 AGUSTUS 2011
JUMAT
5 AGUSTUS 2011
SABTU
6 AGUSTUS 2011
VI
Tim Blok

08.00-09.40
UJIAN TULIS UJIAN CBT UJIAN REMEDIAL
09.40-10.30

10.30-11.20
11.20-12.10
12.10-13.00
13.00 13.30
13.30-14.20

Anda mungkin juga menyukai