BLOK MUSKULOSKELETAL DAN INTEGUMEN PANDUAN TUTOR EDISI Kedua JUNI 2011
Koordinator dr. Anom Josafat
Sekretaris dr. Novia Putri
Kontributor dr. Rudi Febrianto, Sp.OT dr. Retno W, Sp. KK dr. Nurhidayati, M. Kes Siti Rahmatul Aini, S. Farm, Apt, M. Sc. dr. Fathul Djannah, Sp. PA dr. Agustine Mahardika dr. Rika Hastuti dr. Dhinie Ramdhani dr. Ida Lestari Harahap Agriana Rosmalina Hidayati, M. Farm, Apt dr. Zikrul Haikal dr. Muhammad Rizkinov Jumsa dr. Gede Wira Buanayuda
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku panduan tutor blok XVIII (Muskuloskeletal dan Integumen) ini dengan tepat waktu. Pada blok ini mahasiswa akan mempelajari tentang aspek-aspek biomedis sistem Muskuloskeletal dan Integumen serta kelainan-kelainan pada system ini. Setelah membaca buku panduan ini, mahasiswa dan staf pengajar diharapkan dapat memahami gambaran umum kegiatan blok, tujuan yang ingin dicapai pada akhir blok, strategi pembelajaran yang digunakan, jadwal kegiatan blok serta system evaluasi dalam blok ini. Dengan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram diharapkan dapat menghasilkan dokter-dokter yang berkompeten dan mampu menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Seperti dalam blok-blok sebelumnya, pembelajaran berbasis kompetensi menekankan pada proses belajar mandiri oleh mahasiswa. Mahasiswa diharapkan dapat menggali pengetahuan serta pemahaman tentang sistem Muskuloskeletal dan Integumen dan kelainnya dengan memanfaatkan strategi pembelajaran yang disediakan dalam blok ini. Untuk menunjang pembelajaran mandiri, dalam blok ini terdapat 6 skenario yang akan dipelajari dan didiskusikan mahasiswa. Diharapkan skenario tersebut akan menggiring mahasiswa untuk lebih aktif dalam mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang tersedia secara mandiri. Selain itu, adanya kunjungan lapangan juga diharapkan dapat menunjang pembelajaran yang mereka peroleh dari perkuliahan. Demikian buku panduan ini kami susun dengan harapan dapat dipergunakan semaksial mungkin sebagai pedoman dalam proses pembelajaran oleh mahasiswa dan pedoman bagi tutor dalam mmbimbing mahasiswa untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan dan penerbitan buku panduan ini. Penyusun menyadari bahwa buku panduan blok Muskuloskeletal dan Integumen ini masih memiliki kekurangan, untuk itu kami mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna penyempurnaan blok Muskuloskeletal dan Integumen ini di masa yang akan datang. Mataram, Juni 2011 Pembantu Dekan 1 FK UNRAM
dr. Doddy Ario Kumboyo, Sp. OG (K) NIP. 195204091980031010
PENDAHULUAN Gambaran Umum Blok Blok XVIII merupakan blok yang mempelajari penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem Muskuloskeletal dan sistem Integumen. Pada blok ini mahasiswa akan mempelajari penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kedua sistem tersebut diatas beserta cara menegakkan diagnosis. TUJUAN INTEGUMEN Setelah melalui blok Muskuloskeletal dan Integumen, sistem Integumen khususnya diharapkan apabila diberikan data sekunder maka mahasiswa dapat : Mendiagnosis dengan tepat sistem Integumen berdasarkan effloresensi pada tiap- tiap penyakit baik penyakit kulit oleh infeksi (bakteri, virus, parasit dan jamur superfisialis), dermatitis, kusta, eritroskuamous, tumor, penyakit kulit berlepuh, penyakit kulit darurat, dan acne serta Mahasiswa mampu mempelajari proses patofisiologi sampai merencanakan penatalaksanaan awal, menjelaskan indikasi untuk merujuk pasien, penatalaksanaan lanjutan pada kasus-kasus yang memerlukan rujukan serta komplikasi yang ditimbulkan oleh kelainan tersebut. Learning Outcome I. Exit Outcome a. Mahasiswa mampu mendiagnosis kelainan kulit berdasarkan effloresensi b. Mahasiswa mampu merencanakan tatalaksana kelainan kulit akibat infeksi (bakteri, virus, parasit dan jamur superfisialis), dermatitis, kusta, eritroskuamous, tumor, penyakit kulit berlepuh, penyakit kulit darurat, dan acne c. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi, prognosis penyakit kepada pasien dan keluarganya, serta indikasi dan tatalaksana pada kasus-kasus yang memerlukan rujukan. d. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang dermato-terapi e. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis dan tingkat penyakit f. Mahasiswa mampu memberikan penyuluhan tentang pencegahan penyakit pada sistem Integumen
II. Intermediate Outcome a. Mahasiswa mampu menyebutkan effloresensi baik primer atau sekunder dan gejala yang menyertai kelainan tersebut. b. Mahasiswa mampu menggali keluhan yang berkaitan dengan sistem Integumen pada anamnesis c. Mahasiswa mampu memilah pemeriksaan khusus pada sistem Integumen d. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan laboratorium untuk penyakit pada sistem Integumen e. Mahasiswa menjelaskan indikasi pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan dalam diagnosis penyakit Integumen, antara lain: pemeriksaan Patologi Anatomi, mikrobiologis dan immunologis
III. Introductory Outcome a. Mahasiswa mampu menjelaskan lapisan-lapisan kulit b. Mahasiswa mampu menjelaskan susunan mikroskopik : kulit, rambut, kuku, kelenjar sebasea, kelenjar keringat c. Mahasiswa mampu menjelaskan perubahan histopatologi pada penyakit kulit d. Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk-bentuk effloresensi baik primer maupun sekunder e. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan patogenesis berbagai kelainan yang sering dijumpai pada sistem Intergumen : i. Infeksi ii. Dermatitis iii. Eritroskuamous iv. Penyakit kulit berlepuh v. Penyakit kulit darurat vi. Tumor kulit vii. Penyakit Menular Seksual f. Mahasiswa mampu menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai kelainan pada sistem Integumen g. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran patologi anatomi kelainan Integumen khususnya penyakit tumor kulit jinak dan ganas h. Mahasiswa mampu menjelaskan titik tangkap obat, farmakokinetik, mekanisme kerja, penggunaan dan efek samping obat-obatan untuk terapi kelainan sistem Integumen baik yang topikal maupun sistemik
SISTEM MUSKULOSKELETAL Setelah melalui blok Muskuloskeletal apabila diberikan data sekunder maka mahasiswa dapat : Mendiagnosis dengan tepat kelainan muskuloskeletal akibat trauma, kelainan kongenital, proses degeneratif dan infeksi. Mahasiswa mampu mempelajari proses patofisiologi sampai merencanakan penatalaksanaan awal, menjelaskan indikasi untuk merujuk pasien, penatalaksanaan lanjutan pada kasus-kasus yang memerlukan rujukan serta komplikasi yang ditimbulkan oleh kelainan tersebut. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan dapat mengenali kelainan muskuloskeletal lainnya yang tidak dapat ditangani oleh dokter umum dan memerlukan rujukan, baik untuk keperluan diagnosis maupun penatalaksanaan. Learning Outcome I. Exit Outcome a. Mahasiswa mampu mendiagnosis kelainan akibat trauma, infeksi, dan proses degeneratif pada sistem muskuloskeletal b. Mahasiswa mampu merencanakan tatalaksana trauma, infeksi dan kelainan degeneratif muskuloskeletal c. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi, prognosis penyakit kepada pasien dan keluarganya, serta indikasi dan tatalaksana pada kasus-kasus yang memerlukan rujukan. d. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang mekanika trauma
II. Intermediate Outcome a. Mahasiswa mampu menyebutkan manifestasi umum dari penyakit muskuloskeletal: (nyeri sendi, nyeri otot, nyeri pinggang, gerakan terbatas, bengkak pada sendi kaki/tangan, kaku pada pagi hari, gangguan jalan, patah tulang) b. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan berbagai manifestasi penyakit muskuloskeletal (trauma, degeneratif, infeksi, keganasan, autoimmun) c. Mahasiswa mampu menggali keluhan yang berkaitan dengan sistem muskuloskeletal pada anamnesis d. Mahasiswa mampu menjelaskan macam dan prosedur pemeriksaan orthopedi e. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan orthopedi i. Pemeriksaan ekstremitas atas ii. Pemeriksaan tulang belakang iii. Pemeriksaan sendi panggul dan alat gerak bawah f. Mahasiswa dapat memilih jenis foto radiologis yang diperlukan dalam penegakkan diagnosis kelainan muskuloskeletal g. Mahasiswa mampu mengenali macam-macam kelainan pada gambaran radiologis sendi dan tulang: fraktur, dislokasi, peradangan, neoplasma h. Mahasiswa menjelaskan indikasi pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan dalam diagnosis penyakit muskuloskeletal, antara lain: pemeriksaan Patologi Anatomi, mikrobiologis dan immunologis i. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan macam-macam pembalut, indikasi dan fungsi pembalut j. Mahasiswa mampu menyebutkan macam-macam traksi, indikasi dan prinsip penggunaan traksi k. Mahasiswa mampu menjelaskan macam, indikasi dan cara pemakaian gips l. Mahasiswa mampu menjelaskan cara perawatan luka m. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan bedah dan non bedah pada kasus kasus-kasus trauma, kelainan degeneratif dan infeksi muskuloskeletal n. Mahasiswa mampu menjelaskan farmakokinetik, indikasi penggunaan, dosis, bentuk sediaan, cara pemberian, efek samping, obat-obat berikut : Steroid antiinflammatory drugs, Non Steroid Antiinflammatory Drugs, Xantin oxidase, Preparat Calcium, muscle relaxan drug, dan berbagai pilihan antibiotik yang sesuai untuk kasus-kasus infeksi muskuloskeletal.
III. Introductory Outcome a. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dan patofisiologi berbagai kelainan yang sering dijumpai pada sistem muskuloskeletal: i. Trauma : Fraktur dan dislokasi termasuk didalamnya mekanika trauma dan proses penyembuhannya fraktur ii. Infeksi : Osteomyelitis, Spondilitis TB,dll iii. Degeneratif: Osteoporosis, Osteoarthritis iv. Autoimmun : Rheumatoid arthritis, dll v. Tumor jinak dan neoplasma (primer dan metastasis) b. Mahasiswa mampu menyebutkan dan mengklasifikasikan berbagai kelainan kongenital pada sistem muskuloskeletal c. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran patologi anatomi kelainan degeneratif, autoimmun dan keganasan pada sistem muskuloskeletal d. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran normal pemeriksaan radiologis tulang dan sendi, pada anak-anak maupun dewasa e. Mahasiswa mampu menjelaskan titik tangkap obat, farmakokinetik, mekanisme kerja, penggunaan dan efek samping obat-obatan untuk terapi kelainan sistem muskuloskeletal : arthritis gout, osteoporosis dan muscle relaxan Pre-requisite knowledge Untuk dapat mencapai seluruh learning outcome pada blok 18, mahasiswa harus mengingat dan mempelajari kembali ilmu dasar yang sudah didapatkan pada blok VII (Lokomosi), antara lain: 1. Mahasiswa mampu menjelaskan asal embriologi, proses perkembangan dan pertumbuhan tulang dan tulang rawan 2. Mahasiswa mengetahui macam-macam tulang, istilah-istilah untuk bangunan tulang, susunan mikroskopis tulang dan tulang rawan 3. Mahasiswa mampu menyebutkan macam-macam hubungan antartulang 4. Mahasiswa mampu menyebutkan nama-nama tulang utama penyusun rangka tubuh manusia 5. Mahasiswa mampu menyebutkan asal embriologi jaringan otot rangka, dan susunan mikroskopis jaringan otot rangka 6. Menyebutkan morfologi dan fungsi bagian-bagian otot skelet 7. Menjelaskan struktur jaringan otot skelet, selubung dan perlekatannya 8. menjelaskan macam-macam otot skelet menurut bentuk, susunan serabut dan banyaknya bagian-bagiannya 9. menjelaskan peranan otot skelet pada waktu terjadi gerakan 10. Menjelaskan fungsi otot penggerak utama, otot antagonis, fungsi sinergis dan fungsi otot penahan 11. Menyebutkan otot-otot penting pada ekstremitas dan batang tubuh 12. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis sendi, struktur persendian dan bagian-bagiannya 13. Mahasiswa mampu menyebutkan sendi-sendi pada tubuh manusia, menjelaskan morfologi dan arah/jenis gerakan yang ditimbulkan 14. Mahasiswa mampu menyebutkan berbagai macam gerakan beserta arahnya 15. Mahasiswa mampu memahami prinsip mekanika gerakan pada persendian 16. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi dan stadium penyembuhan luka
MAPPING COMPETENCIES Area 1: Komunikasi Efektif Komunikasi dengan sejawat Mampu berpartisipasi secara aktif di dalam suatu proses diskusi Menunjukkan kemampuan teamwork Komunikasi dengan pasien Mampu menyampaikan hasil dan tujuan pemeriksaan neurologis dan psikiatrik kepada pasien (tujuan, indikasi dsb) Mampu memotivasi pasien dan keluarganya untuk kepatuhan terapi Area 2: Ketrampilan Klinis Melakukan prosedur klinis Mampu melakukan prosedur klinis untuk penyakit neurologis dan psikiatrik, meliputi anamnesis dan fisik diagnostik Melakukan prosedur laboratorium dan penunjang lainnya Mampu melakukan prosedur laboratorium sederhana dan diagnostik penunjang lainnya yang relevan untuk penyakit neurologis dan menginterpretasikan hasilnya Area 3: Landasan Ilmiah Konsep biomedis dan klinis Memahami proses patofisiologi tanda dan gejala klinis yang dapat terjadi pada abnormalitas sistem saraf Memahami patogenesis dan perjalanan alamiah penyakit sistem saraf baik infeksi, degenerasi, serebrovaskuler, gangguan dengan manifestasi utama kejang, gangguan dengan manifestasi utama nyeri kepala/ekstremitas, gangguan tumbuh kembang, dan keganasan Merangkum informasi Mampu menegakkan diagnosis sesuai informasi yang diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang Memahami faktor-faktor non biologis yang mempengaruhi penyakit sistem saraf (neuropsikiatri) Area 4: Pengelolaan Masalah Kesehatan Mengelola penyakit Mampu memilih modalitas terapi untuk penatalaksanaan kelainan dibidang neuropsikiatri Memahami dasar-dasar penatalaksanaan farmakologis dan non-farmakologis penyakit sistem sistem saraf (neuropsikiatri) Melakukan pencegahan Memahami strategi pencegahan primer, sekunder dan tersier untuk penyakit dibidang neuropsikiatri pada tingkat individu dan populasi Melaksanakan edukasi Mampu melakukan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat untuk pencegahan penyakit dibidang neuropsikiatri Area 5: Pengelolaan Informasi Menggunakan teknologi Mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan sumber belajar yang evidence-based terkait dengan penyakit dibidang neuropsikiatri Memanfaatkan informasi kesehatan Mampu memahami manfaat data epidemiologi penyakit untuk menganalisis masalah kesehatan di tingkat masyarakat Area 6: Mawas Diri Mengelola sarana prasarana Memahami sistem rujukan pelayanan kesehatan bagi penyakit dibidang neuropsikiatri Area 7: Etika dan medikolegal Memahami aspek etika dan medikolegal yang terkait dengan penyakit dibidang neuropsikiatri
PEMETAAN PENYAKIT SISTEM INTEGUMEN DAN MUSKULOSKELETAL BERDASAR LEVEL STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA (SKDI) LEVEL I LEVEL II LEVEL IIIA LEVEL IIIB LEVEL IV KONGENITAL Congenital hip dislocation Osgood- Schlaatter disease Osteogenesis imperfecta Marfans disease Bone cyst Terthes disease Condromalacial patellae Club foot Scoliosis Kyphosis Lordosis Genu varum Genu valgum Abnormal patellear cartilage Pes planus Club foot Claw foot Hallux valgus Anisomelia Achondroplasia
TRAUMA Slipped epiphiyis
Fraktur/dislokasi spinal Transseksi spinal Hernia of Nucleus pulposus Spondylolisthesis Spondylolysis Fraktur pelvis Hip fracture Dislocation of hip Lesi meniscus medial dan lateral Tarsal tunnel syndrome Birth fracture Trauma of joint cartilage Trauma of joint Instability of ankle Fracture of clavicula Tennis elbow Progressiff inflammation of finger following injury Olecranon bursitis Carpal tunnel syndrome Injury to finger tendon Physical overload Fraktur femur Fraktur lutut Lesi ligamentum, kapsul dan tendon lutut Dislocation of jaw Fracture of jaw Dislocation of knee Dislocation of patella Prepatellar bursistis Tibial fracture Rib fractures Sternal fractures Fractures of toe Crash injury to the heel in children
capsule Fractures of fibula Fractures, capsule, tendon and ligament lesion of ankle Fracture of shoulder Dislocation of shoulder Ligamentous lesions of shoulder Fracture of radius/ulna Fracture of humerus Fracture, capsule, ligament, tendon lesion of elbow Fracture, capsule, ligament, tendon lesion of wrist Fracture, capsule, ligament, tendon lesion of fingers and thumb Dislocation of distal radius Dislocation of wrist INFEKSI Femoral head necrosis Asptic necrosis of bone
DRUG REACTION Exanthematous drug erruption Fixed drug erruption Morphea Lichen sclerosus er atrhicus Alopecia areata Androgenic alopecia Trichotilloman ia
Telogen effluvium Ichtyosis vulgaris Lichen planus Granuloma annulare Vitiligo Melasma Post inflammatory hiperpigmenta tion Post inflammatory hypopigmenta tion
TATA TERTIB BLOK 1. Mahasiswa wajib mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku di fakultas penyelenggara kegiatan blok (perkuliahan, tutorial dan keterampilan medik) 2. Mahasiswa hadir tepat waktu pada semua kegiatan blok. Keterlambatan dapat mengurangi nilai tutorial (nilai kegiatan tutorial dan nilai laporan tutorial) kecuali dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Mahasiswa yang dapat mengikuti ujian blok adalah : a. Wajib mengikuti kegiatan perkuliahan minimal 80 % b. Wajib mengikuti kegiatan tutorial minimal 80 % 4. Mahasiswa yang tidak hadir dalam kegiatan perkuliahan : a. Alasan ijin atau sakit : diwajibkan untuk memberikan surat dan lapor kepada penanggung jawab minggu b. Tanpa alasan : dianggap alpa 5. Mahasiswa yang tidak hadir dalam kegiatan tutorial : a. Alasan ijin atau sakit : diwajibkan untuk meminta penugasan kepada dosen tutor. Tugas ini bertujuan untuk pengganti nilai laporan tutorial b. Tanpa alasan atau alpa : tidak ada penugasan dan tidak ada penilaian
PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN Kunjungan Lapangan Kunjungan lapangan dilaksanakan di Bangsal Bedah RSU NTB dengan mengacu pada kasus-kasus sistem Muskuloskeletal. Pelaksanaan kunjungan lapangan dilaksanakan setiap hari Sabtu selama 3 kali. Mahasiswa dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 16-17 orang mahasiswa. Masing-masing kelompok mahasiswa melakukan observasi kasus sistem Muskuloskeletal selama 2 jam dengan bimbingan dari supervisor dan didampingi tim blok Muskuloskeletal dan Integumen. Kegiatan Melakukan observasi kasus klinik sistem Muskuloskeletal sesuai petunjuk supervisor Melakukan diskusi dengan supervisor tentang kasus yang didapat Absensi dilakukan oleh dosen pendamping Waktu Kegiatan akan dilaksanakan pada : Hari, tanggal : Sabtu, 9, 16, dan 23 Juli 2011 Pukul : 08.00 10.00 Wita Kehadiran Setiap mahasiswa peserta kunjungan lapangan Clinical Exposure wajib hadir TEPAT WAKTU kecuali berhalangan hadir dengan alasan yang dapat diterima. Adapun alasan ketidakhadiran yang dapat diterima adalah 1. Sakit dengan menunjukkan surat sakit 2. Musibah keluarga misal meninggal 3. Bencana Alam Apabila berhalangan hadir dengan alasan diatas wajib melapor ke supervisor atau koordinator blok Muskuloskeletal dan Integumen.
PENUGASAN MAHASISWA 1. Kelompok besar terdiri dari 8 kelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan 7 sampai 8 orang pada sistem Muskuloskeletal dan Integumen yang akan dipresentasikan pada jadwal yang telah ditentukan. 2. Bentuk penugasan yang dibuat mahasiswa akan dibuat dalam bentuk makalah dan dipresentasikan. 3. Kelompok kecil terdiri dari 24 kelompok yang tiap kelompok terdiri dari 2-3 orang. 4. Laporan ini merupakan hasil belajar kelompok yang disusun dengan menggunakan kata-kata sendiri bukan merupakan kutipan langsung dari pustaka. 5. Laporan berisi rangkuman tentang segala hal yang berhubungan dengan judul laporan yang diambil dari minimal 5 referensi (textbook atau jurnal kedokteran)
6. Format sampul
7. Makalah diketik dengan menggunakan kertas A4, huruf Times New Roman ukuran 12, spasi 1,5. 8. Makalah Muskuloskeletal untuk kelompok besar dikumpul selambat-lambatnya hari Sabtu, tanggal 16 Juli 2011 pukul : 12.00. 9. Makalah sistem Integumen untuk kelompok besar dikumpulkan selambat- lambatnya hari Sabtu, tanggal 2 Juli 2011 pukul : 12.00 10. Makalah kelompok kecil dikumpul selambat-lambatnya hari Sabtu, 9 Juli 2011 pukul 12.00
JUDUL
GAMBAR LAMBANG UNRAM
OLEH: Nama anggota kelompok dan NIM 1. ....... 2. ........ 3. ........dst
Format penilaian laporan No. Item Penilaian Nilai Rentang Nilai Penulisan 1 Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar 0-10 2 Kerapian 0-10 Subtotal 0-20 Isi tulisan 1 Kesesuaian makalah dengan format yang ditetapkan 0-15 2 Kualitas ilmiah dari tulisan 0-35 3 Tidak ada plagiarism 0-15 4 Penggunaan sumber pustaka ilmiah sebagai referensi(textbook dan jurnal) 0-15 Subtotal 0-80 Total 0-100
FORMAT PENILAIAN TUGAS KELOMPOK BESAR (MAKALAH DAN PRESENTASI) No Item Penilaian Nilai Rentang Nilai Penulisan 1 Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar 0-5 2 Kerapian 0-5 Subtotal 0-10 Isi tulisan 1 Kesesuaian makalah dengan format yang ditetapkan 0-10 2 Kualitas ilmiah dari tulisan 0-20 3 Tidak ada plagiarism 0-10 4 Penggunaan sumber pustaka ilmiah sebagai referensi(textbook dan jurnal) 0-10 Subtotal 0-50 Presentasi 1 Kemampuan melakukan presentasi 0-10 2 Kemampuan menjawab pertanyaan 0-20 3 Kerjasama tim 0-10 Subtotal 0-40 Total
SISTEM EVALUASI Sistem penilaian dalam blok Muskuloskeletal dan Integumen ini adalah penilaian formatif dan penilaian sumatif 1. Penilaian Formatif Penilaian Formatif terdiri dari : Nilai Pelaksanaan Diskusi Tutorial Pada pelaksanaan diskusi tutorial akan dinilai dari beberapa aspek yakni kehadiran, keaktifan dalam berdiskusi dengan prosentase 70% dan laporan diskusi tutorial dengan prosentase 30%. Mahasiswa diwajibkan hadir dalam semua pertemuan diskusi tutorial (kehadiran minimal 80 %) kecuali dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan untuk mengganti proses tutorial yang ditinggalkan akan diberikan penugasan oleh tutor. 2. Penilaian Sumatif Penilaian Sumatif didasarkan pada penilaian penugasan, ujian akhir blok dan ujian keterampilan medik. Nilai akhir blok merupakan pencerminan dari semua ujian dalam blok dengan prosentase penilaian sebagai berikut : a. Ujian Tulis : 60 % b. Ujian CBT : 15 % c. Penugasan : 10 % (tugas kelompok besar 5%, tugas kelompok kecil 2,5 %, tutorial 2,5% ) d. Tramed : 15 % CABANG ILMU TERKAIT Histologi Patologi Anatomi Farmakologi Ilmu Penyakit Kulit Ilmu Bedah Ilmu Forensik IKM
MINGGU 1 Learning Objective Minggu ke-1 : 1. Exit Outcome : a. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis penyakit infeksi oleh : i. Bakteri ii. Jamur superfisialis iii. Parasit iv. Virus b. Mahasiswa ampu melakukan pengobatan topical dan sistemik untuk penyakit kulit infeksi c. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi yang mungkin timbulkan d. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis e. Mahasiswa mampu melakukan penyuluhan tentang cara pencegahan penyakit infeksi kulit 2. Intermediete : a. Mahasiswa mampu memahami macam-macam penyakit infeksi oleh : i. Bakteri ii. Jamur superfisialis iii. Parasit iv. Virus b. Mahasiswa mampu mengetahui macam-macam efloressensi c. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko terjadinya infeksi d. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala khas bagi tiap penyakit e. Mahasiswa mampu mengetahui cara pemeriksaan fisik maupun penunjang f. Melakukan cara pemeriksaan pus sekret, kerokan kulit (lab. Khusus) 3. Introductory : a. Mahasiswa mampu mengetahui gambaran mikroskopik kulit, rambut, kuku, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, kelenjar mammae. b. Mahasiswa mampu memahami fungsi kulit dan adnexanya
SKENARIO 1 Aduh gatal ih Seorang anak perempuan berusia 10 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan timbul bintil berisi air di seluruh badan. Bintil tersebut muncul sejak 2 hari yang lalu. Dari anamnesis diketahui awalnya keluhan ini timbul di daerah dada, kemudian menyebar ke seluruh badan. Pasien juga mengalami demam 1 hari yang lalu. Dari pemeriksaan didapatkan lesi kulit berupa vesikula dangan makula hiperemi dengan diameter 0,5 -1 mm dan beberapa tampak erosi. Dokter kemudian memberikan obat kepada ibu pasien. Kata Kunci : Anak perempuan 10 tahun, bintil berisi air, seluruh badan, awal timbul didaerah dada, demam 1 hari yang lalu, vesikula dangan makula hiperemi dengan diameter 0,5 -1 mm. Learning Objective : 1. Mahasiswa mampu memahami berbagai macam penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi 2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi penyebab dari penyakit kulit infeksi 3. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis penyakit kulit infeksi 4. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan khusus untuk menegakkan diagnosis penyakit kulit infeksi 5. Mahasiswa mampu menegakkan diagosis penyakit kulit infeksi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 6. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding pada penyakit kulit infeksi 7. Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan penyakit infeksi baik secara sistemik ataupun topikal 8. Mahasiswa mengetahui cara pencegahan penyakit kulit infeksi Pertanyaan Minimal : 1. Apa sajakah diagnosis banding penyakit kulit dengan manifestasi bintil? 2. Bagaimana patogenesis terjadinya bintil pada kulit? 3. Apakah etiologi penyakit bintil pada kulit? 4. Bagaimana penatalaksanaan penyakit bintil pada kulit? 5. Bagaimana cara mencegah penyebaran penyakit bintil pada kulit?
Varisela Definisi : Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi dibagian sentral tubuh. Sinonim : Cacar air, chicken pox. Epidemiologi: Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularanya kurang lebih 7 ahri dihitung dari timbulnya gejala kulit. Etiologi : Virus varisela zoster. Penamaan virus ini memberipengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan varisela dan reaktivasinya menyebabkan herpes zoster. Gejala klinis : Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Gejala klinis dimulai yakni demam tidak tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul ertematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel khas berupa tetesan embun tear drop. Vesikel akan berubah menjadi pustule dan kemudia krusta. Sementara proses ini berlangsung timbul lagi vesikel baru sehingga munculgambaran polimorf. Peneyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka dan ekstrimitas serta dapat menyerang selaput lender mata, mulut dan saluran nafas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal. Komplikasi pada anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada oaring dewasa, berupa ensepalitis, pneumonia, glomerulonefritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis dan kelainan darah. Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan congenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela congenital pada neonates. Pembantu diagnosis Percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia berinti banyak. Diagnosis banding Harus debedakan dengan variola, penyakit ini lebih berat, member gambaran monomorf dan peneyebarannya dimulai dari akral tubuh yakni telapak tangan dan telapak kaki. Pengobatan Simtomatik dengan antipiretik dan analgetik, untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedative. Local dapat diberikan bedak yang ditambahkan dengan zat anti gatal (mentol atau kamfora) untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotic berupa salap dan oral. Dapat pula diberikan antivirus berupa asiklovir 5 x 800 mg sehari selama 7 hari atau valasiklovir 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih timbul obat dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari lesi baru tidak timbul lagi.
Pioderma Definisi : Pioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh staphylococcus dan streptococcus atau oleh keduanya. Etiologi : Penyebab yang utama adalah staphylococcus aureus dan streptococcus B hemolyticus, sedangkan staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi. Faktor Predisposisi 1. Hygiene yang buruk 2. Menurunya daya tahan tubuh (misalnya kurang gizi, anemia, penyakit kronik, neoplasma ganas, diabetes militus) 3. Telah ada penyakit lain di kulit (karena terjadi kerusakan di epidermidis, maka fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi) Klasifikasi 1. Pioderma primer (infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinis tertentu, penyebab biasanya satu macam mikroorganisme) 2. Pioderma sekunder (pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak khas dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertau pioderma sekunder disebut impetigenisata, contohnya dermatitis impetigenisata, scabies impetigenisata. Tanda impetigenisata adalah jika terdapat pus, pustule, bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening regional, leukositosis dapat pula disertai demam) Pengobatan umum 1. Sistemik a. penisilin G prokain dan semisintetiknya b. penisilin G prokain (dosisnya 1,2 juta per hari i.m. ) c. ampisilin dosisnya 4 x 500 mg diberikan sejam sebelum makan d. amoksisilin dosisnya sama dengan ampisilin, kelebihanya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorpsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. e. golongan obat penisilin resisten-penisilinnase; yang termasuk golongan ini adalah oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3x 250 mg per hari sebelum makan. f. dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorpsi lebih baik karena itu dosisnya lebih kecil yakni 4 x 150 mg sehari. Pada infeksi berat dosisnya 4 x 300-450 mg sehari. g. eritromisin dosisnya 4 x 500 mg sehari, efektifitasnya kurang dibandingkan dengan linkomisin dan klindamisin. h. Sefalosporin pada pioderma yang berat atau yang tidak memberikan respon dengan obat- obatan tersebut diatas dapat dipakai sefalosporin. Ada empat generasi pada golongan ini, salah satunya adalah sefadroksil dari generasi I dengan dosis 2 x 500 mg sehari. 2. Topikal Obat topical berupa antimikrobial yang digunakan hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hipersensitifitas, contonhya basitrasin, neomisin dan mupirosin. Sebagai obat topical juga kompres terbuka contohnya ; larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 kali.
Pemeriksaan pembantu Pada pemeriksaan laboratorik terdapat leukositosis. Pada kasus-kasus yang kronis dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi.
Bentuk pioderma Impetigo Definisi : impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis) Klasifikasi Teradapat 2 bentuk antara lain ; impetigo krustosa dan impetigo bulosa. a. Impetigo krustosa Sinonim ; impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris Etiologi ; biasanya Streptococcus B hemolitikus Gejala klinis ; tidak selalu disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat predileksi di muka yakni disekitar lubang hidung dan mulut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu, jika dilepaskan tampak erosi dibawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.komplikasi ; glomerulonefritis 2-5% kasus. Pengobatan ; jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salap antibiotic. Kalau banyak diberi antibiotic sistemik. b. Impetigo bulosa sinonim ; impetigo vesiko bulosa, cacar monyet. Etilogi ; biasanya Staphylococcus aureus Gejala klinis ; keadaan umum biasanya tidak dipengaruhi. Tempat predileksi diketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion. Terkdang saat berobat, vesikel dan bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya eritematosa. Pengobatan Jika terdapat hanya beberapa vesikel/bula dipecahkan lalu diberi salap antbiotik atau cairan antiseptic. Bias dipertimbangkan denganm antibiotic sistemik jika vesikel dan bula terdapat banyak.
Referensi Handoko, R.P. 2005. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. Hal 115-116. Djuanda, A. 2005. Pioderma. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. Hal 57-59.
MINGGU 2 Learning Objective Minggu ke-2: 1. Exit Oucome : a. Mahasiswa mampu menyimpulkan data-data untuk menegakkan diagnosis penyakit dermatitis, eritroskuamous dan acne b. Mahasiswa mampu mengobati secara lokal dan sistemik c. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi prognosis dan menetapkan tingkat penyakit 2. Intermediete : a. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan macam-macam bentuk dermatitis dan eritroskuamous b. Mahasiswa mampu menjelaskan dermatitis dan eritroskuamous berdasarkan penyebab, stadium dan konfigurasi klinik c. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi berat/ringannya penyakit d. Mahasiswa mampu menjelaskan maksud stigma atopic e. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dermatitis atopik menurut golongan umur f. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi yang seringkali terjadi pada dermatitis atopic g. Mahasiswa mampu menjelaskan cara tes tempel dan pembacaan hasil tes temple h. Mahasiswa mampu menemukan gejala khas bagi tiap penyakit i. Mahasiswa mampu mengambil bahan dan mengirim bahan untuk pemeriksaan penunjang j. Mahasiswa mampu menjelaskan tipe-tipe penyakit kusta k. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya kusta l. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi penyakit kusta m. Mahasiswa mampu menemukan gejala-gejala khas penyakit kusta n. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosis banding
SKENARIO 2 Lhokoq merah yah??? Seorang laki-laki berusia usia 30 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan bercak kemerahan yang terasa tebal pada punggung, paha, lengan, wajah dan tangannya sejak 6 bulan yang lalu. Sekitar 1 bulan yang lalu pasien juga mengeluhkan di kakinya terdapat luka yang tidak kunjung sembuh. Riwayat penyakit dahulu pasien tidak mengetahui apakah dirinya memiliki riwayat darah tinggi atau kencing manis sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum baik, pada vital sign juga dalam batas normal. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan makula eritema berksuama halus dengan batas tegas pada daerah punggung, paha, lengan, wajah dan tangannya. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosa pasien tersebut. Kata Kunci : laki-laki 30 tahun, bercak kemerahan yang terasa tebal, sejak 6 bulan yang lalu, luka tak kunjung sembuh, makula eritema dengan batas tegas. Learning Objective : 1. Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk klinik penyakit kusta 2. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi 3. Mahasiswa mampu menemukan gejala-gejala khas dan gambaran histopatologis 4. Mahasiswa mampu menyimpulkan data dan menetapkan diagnosis banding 5. Mahasiswa mampu mengobati secara sistemik dan lokal 6. Mahasiswa mampu merujuk penderita 7. Mahasiswa mampu menjelaskan tenyang reaksi lepra dan penanggulannya 8. Mahasiswa mampu menetapkan komplikasi dan prognosis berdasarkan tingkatan penyakit Pertanyaan Minimal : 1. Apa sajakah diagnosis banding penyakit dengan manifestasi klinis bercak kemerahan dan berskuama ? 2. Apa sajakah gejala-gejala khas dari masing-masing diagnosis banding dan faktor- faktor yang mendasari terjadinya penyakit tersebut? 3. Bagaimanakah cara penegakan diagnosis penyakit tersebut? 4. Bagaimanakah terapi untuk penyakit yang telah ditentukan? 5. Bagaimanakah prognosis penyakit yang telah ditentukan dan cara pencegahan penyakit?
KUSTA Dasar diagnosis kusta Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau cardinal sign, yaitu: 1. lesi (kelainan) kulit yang mati rasa kelainan kulit dapat berbentuk bercak hipopigmentasi atau eritematous. Mati rasa dapat bersifat kurang rasa (hipestesi) atau tidak merasa sama sekali (anestesi). 2. penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan saraf tepi (neuritis perifer). Neuritis kusta dapat dirasakan nyeri, namun kadang- kadang tidak (silent neuritis). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa : gangguan fungsi sensoris : anestesi gangguan fungsi motoris : parese/paralise gangguan fungsi otonom : kulit kerinf, retak 3. basil tahan asam (BTA) positif bahan pemeriksaan BTA diambil dari kerokan kulit (skin smear) asal cuping telinga (rutin) dan bagian aktif (tepi) suatu lesi kulit. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf untuk tujuan tertentu. Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Namun demikian pada penderita yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit, jika masih ragu orang tersebut diangagap sebagai penderita yang dicurigai (suspek). A. Tanda-tanda tersangka kusta (suspek) 1. tanda-tanda pada kulit a. bercak kulit yang merah b. kulit yang mengkilap c. bercak tidak gatal d. lesi kulit yang tidak berkeringat atau berambut e. lepuh yang tidak nyeri 2. tanda-tanda pada saraf a. rasa kesemutan, tertusuk-tusuk, atau nyeri b. gangguan gerak pada anggota badan atau wajah c. cacat/deformitas d. ulkus yang tidak kinjung sembuh Tindakan yang dapat dilakukan untuk seseorang tersangka kusta antara lain: Tunggu 3-6 bulan dan periksa kembali adanya mati rasa, jika lesi kulit tersebut benar kusta maka dalam periode tersebut mati rasa harusnya menjadi jelas dan kita dapat memulai MDT. Pikirkan kemungkinan penyakit kulit lain (diagnosis banding) Rujuk Jika tidak ditemukan adanya mati rasa yang jelas maupun penebalan saraf namun ada tanda- tanda mencurigakan seperti nodul, pembengkakan pada wajah atau cuping telinga, atau infiltrasi pada kulit, perlu dilakukan pemeriksaan apusan kulit (skin smear).
B. Deferensial diagnosis kusta Manifestasi klinis lesi penyakit kusta melibatkan kulit, saraf perifer dan membran mukosa. Lesi kusta dapat berupa makula, papula, nodul, infiltrat, ulkus, bercak anestesi, dsb. Lesi kusta dapat d kelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu makula (lesi datar), infiltrat (meninggi), dan bentuk noduler. Lesi kusta mnyerupai banyak lesi penyakit lain dan menyerupai sejumlah penyakit yang berbeda. Karena itu kusta seringkali salah didiagnosis dengan penyakit lain dan sebaliknya. 1. DD lesi makular (lesi berbentuk datar) a. vitiligo bentuk lesi yang berupa hilangnya sebagian pigmensering kali dikelirukan sebagai lesi kusta. Tetapi karena sensasi pada bercak kulit vitiligo normal, maka pemeriksaanyang teliti dapat menghindarkan terjadinya kekeliruan tersebut. Lesi khas vitiligo, berupa bercak berwarnaputih menyerupai susu justru sangat mudah didiagnosis. Pola lesi tidak mengalami perubahan seiring waktu. b. tinea versicolor (pityriasis versicolor) merupakan penyakit jamur yang sering terjadi di negeri tropis dan ciri khasnya berupa bercak pigmentasi bersisik, superficial dengan bentuk ireguler dan sering berlokasi di leher dan badan. Seringkali dikelirukan dengan brcak kusta, tetapi fungsi sensasi daerah yang terkena normal. c. pityriasis alba atau pityriasi simplex penyakit kulit ini bentuknya khas berupa makula bentuk bundar atau oval dengan sisik. Infeksi streptococcus superficial, infestasi parasit dan defisiensi vitamin dicurigai merupakan faktor penyebab penyakit ini. Wajah leher dan bahu merupakan tempat predileksinya. Fungsi sensasi daerah kulit yang terkena adalah normal. Lesi penyakit ini seringkali menyerupai lesi kusta tipe indeterminate. d. dyschromia nutrisional lesi hipopigmentasi di daerah wajah yang disebabkan kurang seimbangnya nutrisi dalam diet sehari-hari seringkali terlihat pada anak-anak. Seringkali dihubungkan dengan parasit usus halus dan gangguan saluran cerna. Fungsi sensasi kulit di daerah yang terkena dan saraf-saraf perifer dilokasi tersebut normal. 2. DD lesi infiltrat yang meninggi a. granuloma annulare bentuk penyakit ini menyerupai lesi kusta tipe tuberculoid, terutama mengenai anak dan dewasa muda. Ciri khasnya berupa pembentukan papul atau nodul berbentuk annular (cincin). Lesinya indolen dan tidak menimbulkan keluhan. b. tinea circinata ringworm atau tinea circinata sering ditemukan di negara-negara tropis dan sangat menyerupai kusta tuberculoid. Lesinya gatal dan jamur terlihat lewat pemeriksaan kerokan kulit. Pinggirnya yang meninggi sering meradang dan mengandung vesikel atau krusta yang jarang ditemukan pada lesi kusta. Fungsi sensasi dan keringat normal. Saraf perifer regional juga tidak menebal. c. psoriasis infiltrat eritem berbatas tegas, terutama menyerupai kusta tipe tuberkuloid jika sisiknya menghilang karena pengobatan. Pada psoriasis, tidak ditemukan cardinal sign untuk kusta dan jika sisiknya diangkat akan timbul titik-titik perdarahan. Lesi psoriasis umumnya gatal, banyak, dan simetris. 3. DD untuk lesi berbentuk noduler Penyakit Von Recklinghausen : Nodul-nodulnya biasanya lunak dan bertangkai. Lesinya mungkin menyerupai kusta lepromatous. KLASIFIKASI A. Penentuan tipe penyakit kusta Penentuan tipe penyakit kusta pada seorang penderita disebut klasifikasi penyakit kusta. 1. dasar klasifikasi : penyakit kusta dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu - manifestasi klinik, seperti jumlah lesi kulit, jumlah saraf yang terlibat, dsb - hasil pemeriksaan bakteriologis, yaitu skin smear basil tahan asam (BTA) positif atau negatif - reaksi imunologis, yaitu lepromin test positif atau negatif - gambaran Histopatologis, yaitu adanya subepidermal clear zone 2. tujuan klasifikasi : tujuan klasifikasi penyakit kusta sangat penting karena - menentukan jenis dan lamanya pengobatan penyakit - menentukan kapan penderita RFT - menentukan kemungkinan timbulnya tipe reaksi yang dapat menyebabkan kecacatan sehingga kita bisa mengantisipasi dan mewaspadainya. 3. jenis klasifikasi : sebenarnya banyak dikenal jenis klasifikasi penyakit kusta, misalnya madrid, ridley jopling dan WHO. Disini hanya akan dibahas klasifikasi yang lazim digunakan, dan untuk kepentingan pengendalian penyakit kusta nasional maupun global kita cukup menggunakan klasifikasi sesuai anjuran WHO tahun 1982. a. klasifikasi madrid klasifikasi ini dikemukakan pada international leprosy congress di Madrid pada tahun 1953. Dalam klasifikasi ini semua penderita kusta ditempatkan sepanjang dua kutub dimana satu kutub terdapat kusta tipe tubercoloid (T) dan kutub lain tipe lepromatous (L). Diantara kedua tipe ini terdapat tipe tengah yaitu tipe borderline (B). Disamping itu dikenal satu satu tipe yang menjembatani ketiga tipe tersebut diatas yang disebut tipe intermedinate (I). Tanpa pengobatan, penderita tipe ini dapat sembuh sendiri atau mengarah ke salah satu dari 3 tipe yang yang sudah disebut yaitu T, B, L. itulah sebabnya tipe perantara ini disebut tipe indeterminate (tidak dapat ditentukan). Dengan demikian kita mengenal 4 tipe dalam klasifikasi Madrid yaitu tipe I, T, B, L dengan berbagai grup dari masing-masing tipe. b. klasifikasi ridley-jopling (1962) berdasarkan perbedaan gambaran imunologis, ridley jopling membagi penderita kusta kedalam 6 kelas yaitu Indeterminate (I), Tuberculoid (TT), boderline tubercoloid (BT), boderline-boderline (BB), boderline lepromatous (BL) dan lepromatous-lepromatous (LL). Klasifikasi ini khusus dimaksudkan untuk kepentingan penelitian. Ciri-ciri dari masing- masing tipe dapat dilihat dalam bahan bacaan rujukan. c. klasifikasi WHO (1982, kemudian disempurnakan tahun 1997) klasifikasi ini dikembangkan oleh kelompok ahli WHO pada tahun 1982. Klasifikasi ini khusus dimaksudkan untuk pengobatan pada kondisi lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB). Dasar dari klasifikasi ini adalah negatif dan positifnya basil tahan asam (BTA) dalam skin smear. Namun pada kondisi lapangan, seringkali klasifikasi cukup berdasarkan gambaran klinik dari penyakit kusta yang diderita. PEMERIKSAAN Tahapan pemeriksaan 1. anamnesa a. nama, umur, jenis kelamin, alamat/daerah asal, pekerjaan b. riwayat tanda-tanda di kulit dan saraf yang dicurigai c. riwayat pengobatan sebelumnya d. riwayat penyakit dalam keluarga e. riwayat kontak dengan penderita 2. pemeriksaan klinis a. tempat pemeriksaan harus cukup terang dengan penerangan sinar matahari tidak langsung (siang hari) b. sedapat mungkin seluruh permukaan tubuh diperiksa, dengan memperhatikan batas-batas privasi penderita. c. pemeriksaan dilakukan secara sistematik, penderita berhadapan dengan petugas. Pemeriksa mulai dari bagian kepala sampai kaki, kemudian bagian belakang kepala mulai dari leher, bahu, lengan, sampai telapak kaki (inspeksi) 3. pemeriksaan rasa raba pada lesi (kelainan) kulit a. kapas diruncingkan ujungnya, jelaskan pada pasien tujuan dan cara pemeriksaan ini serta hal yang diharapkan dari pemeriksaan ini. b. Sentuhalah kulit dengan ujung kapas sedikit membengkok c. Coba lakukan dengan mata pasien terbuka pada kulit yang normal hingga ia dapat melihat dengan pasti apa yang dilakukan. Teruskan hingga pasien mengerti tujuan tes ini. d. Kemudian lakukan dengan mata pasien tertutup. Pertama coba pada kulit yang normal, jika ia menunjuk dengan benar, coba sentuh lesinya. Kemudian lakukan selang seling dengan kulit normal. Pastikan bahwa pasien tidak melihat tiap sentuhan yang dilakukan. 4. pemeriksaan saraf tepi beberapa saraf tepi yang sering terlibat : a. n. facialis b. n. auricularis magnus c. n. radialis d. n. ulnaris e. n. medianus f. n. cutaneus radialis g. n. peroneus communis (poplitea lateralis) h. n. tibialis posterior
PENGOBATAN Obat-obat kusta Walaupun telah dikenal berbagai jenis obat kusta (anti leprosy drugs), namun pada saat ini yang digunakan sebagai obat utama (first line drugs) adalah DDS/dapsone, rifampisin, lamprene/clofazimine, prothionamide/ethionamide. Berhubung dengan toksisitas yang tinggi terhadap hepar, prothionamide tidak digunakan dalam program eliminasi kusta di indonesia. Beberapa obat baru yang tergolong dalam quinolons (pefloxacine, ofloxacine), macrolides (clarithromycin, azithromicyn) dan minocycline dilaporkan cukup potensial terhadap M. Leprae dan masa pengobatannya lebih pendek daripada obat-obat yang digunakan sekarang. Untuk membenarkan penggunaan obat-obat tersebut secara umum masih diperlukan data penelitian yang cukup meyakinkan apalagi mengingat harga obat-obat tersebut cukup mahal. Berhubung dengan tingginya jumlah kasus resistensi terhadap DDS yang telah digunakan sejak akhir Perang Dunia II, maka WHO pada tahun 1982 sangat menganjurkan pemakaian lebih dari 1 jenis obat kusta dalam pengobatan seorang penderita yang dikenal sebagai multidrug therapy (MDT) atau pengobatan kombinasi. Disamping unggul dalam masa pengobatan yang jauh lebih pendek, MDT dapat mencegah dan menanggulangi kejadian resistensi serta menanggualangi persistensi.
Efek samping obat Rifampisin : Sindroma kulit seperti terasa panas di badan (flushing), gatal (pruritus) Sindroma perut seperti rasa nyeri, mual, muntah, diare Sindroma flu seperti demam, menggigil, dan sakit tulang Sindroma pernapasan seperti sesak, kolaps, hingga syok Hepatotoksik Perubahan warna kencing, feces, ludah, air mata dan keringat menjadi berwarna merah. DDS Reaksi alergi seperti dermatitis exfoliative, fixed drug eruptions Hepatitis, neprhetis, anemia hemolitik, agranulocytosis, neuritis perifer Clofazimine Rangsangan dan obstruksi saluran pencernaan Hiperpigmentasi kulit dan mukosa Kulit dan mukosa kering sehingga keringat dan airmata berkurang.
MINGGU 3 Learning Objective Minggu ke-3 1. Exit Outcome : a. Mahasiwa mampu menyimpulkan data yang di dapat untuk menegakkan diagnosis penyakit menular seksual b. Mahasiswa mampu mengobati secara lokal dan sistemik c. Mahasiswa mampu menjelaskan akibat samping dari pengobatan Mahasiswa mampu menetapkan komplikasi dan prognosis 2. Intermediate : a. Mahasiswa mampu menjelaskan macam-macam bentuk klinik penyakit Menular seksual b. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit c. Mahasiwa mampu menetapkan gejala-gejala khas bagi tiap penyakit d. Mahasiwa mampu memeriksa secara laboratorik khusus (cara mengambil bahan, mengirim bahan) dan mampu menetapkan diagnosis banding 3. Introductory : a. Mahasiswa mampu mengetahui Penyakit menular seksual (Ulkus molle, sifilis, Herpes Simpleks Genitalis, Kondiloma Akuminata, Kondiloma Lata, Gonnorhea): b. Mahasiswa mampu menyebutkan beberapa penyakit menular seksual pada pria c. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan tiap-tiap penyakit menular seksual d. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran klinis dan tindakan-tindakan pada penyakit menular seksual e. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan stadium klinis dari masing-masing penyakit menular seksual. f. Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan dari masing-masing penyakit menular seksual g. Mahasiswa mampu menyebutkan prognosa masing-masing penyakit menular seksual
Skenario 3 Aduuh..kencingku sakit
Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke Poli Kulit RSU Mataram dengan keluhan sakit saat kencing. Keluhan dirasakan sekitar 5 hari yang lalu. Pada saat kencing, selain terasa sakit, pasien juga mengeluhkan panas dan keluar cairan yang berwarna agak keruh kekuningan. Dari anamnesis lebih lanjut didapatkan bahwa sekitar seminggu yang lalu pasien berhubungan dengan pacar baru yang baru saja dikenalnya. Kemudian oleh dokter di poliklinik kulit dilakukan pemeriksaan. Tampak pada pemeriksaan terdapat sekret purulen keluar dari liang vagina dan bentukan seperti bunga kol di liang vaginanya. Kemudian pasien menanyakan kira-kira penyakitnya apa. Kata Kunci: Perempuan 30 tahun, sakit saat kencing, keluhan sekitar 5 hari yang lalu, terasa panas dan keluar cairan yang berwarna agak keruh kekuningan, sekret purulen, bentukan seperti bunga kol di liang vagina. Learning Objective : 1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi bentuk effloresensi pada penyakit menular seksual 2. Mahasiswa mengetahui etiologi dari penyakit penyakit menular seksual 3. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada penyakit menular seksual 4. Mahasiswa mampu metetapkan diagnosis banding penyakit menular seksual 5. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaaan awal pada penderita penyakit menular seksual 6. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita penyakit menular seksual 7. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis penderita penyakit menular seksual Pertanyaan Minimal 1. Apa sajakah diagnosis banding penyakit nyeri saat kencing? 2. Bagaimanakah patogenesis terjadinya keluhan pada pasien? 3. Apa sajakah risiko terjadinya penyakit diatas? 4. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien diatass 5. Apa saja komplikasi yang dapat timbul dari penyakit menular seksual?
Penegakkan diagnose untuk penyakit menular seksual A. Anamnesa, penilaian medis dan perilaku berisiko Riwayat perilaku seksual Keluhan dan gejala Pengobatan sebelumnya / pengobatan sendiri Alergi terhadap obat Anamnesa seksual Pasangan seksual berganti Partner seks ? Mempunyai risiko PMS ? misalnya : WTS / Teman dsb. Kontrasepsi yang digunakan ( Kondom ? ) Sejarah PMS yang lalu (penderita + pasangan) Aktivitas seksual : vaginal, oral, anal Hubungan seks dengan orang asing Transfusi darah sebelum tahun 1985 Tatto dan sebagainya. B. Pemeriksaan fisik ( Genetalia eksterna dan sekitarnya) 1. Infeksi genital eksterna Ulkus, erosi, vesikel, kondilom dsb, Kelenjar inguinal 2. Duh tubuh bila perlu message Purulen; mukopurulen; serous 3. Pengambilan bahan pemeriksaan lab Sekret uretra sengkelit kawat Gram Ulkus : Mikroskop lapangan gelap T. pallidum, Unna ducrey Vesikel : Giemsa 4. Infeksi genital sama 5. Pemeriksaan spekulum serviks 6. Pengambilan bahan pemeriksaan lab. Sekret : Uretra sediaan :- Basah Vagina - Gram Serviks - Giemsa
C. Pemeriksaan Laboratorium Disesuaikan dengan fasilitas Kultur : Go, Mycoplasma, tes sensitivitas Elisa C. trachomatis Tes PPNG Darah : TPHA, VDRL ( HIV Ab ? ) D. Pengobatan lengkap + Efektif Sesuai tahapan dalam skema E. Pendidikan penderita Bahaya PMS, termasuk infeksi HIV Menghindari hubungan seks yang berisiko Kondom Mematuhi pengobatan Pengobatan pada pasangan seksual F. Follow up yang baik G. Upaya mengobati pasangan seksual
1. Fluor albus Definisi Fluor albus adalah cairan kental keputihan yang keluar dari vagina dan rongga uterus. Sinonim : leukorrhea Tidak semua fluor albus bersifat patologis. Sekret vagina normal (fisiologis) bersifat : encer tidak kental, tidak berwarna tidak berbau biasanya terdapat pada forniks posterior dipengaruhi kadar hormon Lingkungan vagina normal Hubungan dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina, hasil metabolit lain Lacobacillus menghasilkan hidrogen peroksida Toksik terhadap bakteri patogen pH optimal : 3,8 4,2 Sekret vagina abnormal Terjadi perubahan warna dan jumlah, misalnya : Keputihan disertai rasa gatal Sekret vagina yang bertambah banyak Rasa panas saat kencing Sekret vagina putih dan menngumpal Berwarna putih keabuan atau kuning dengan bau menusuk Fluor albus yang patologis dapat disebabkan oleh: 1. INFEKSI Bakteri : Chlamydia,Bakterial Vaginosis dan Gonokokus Jamur : Candida Protozoa : Trichomonas vaginalis Virus : virus Herpes dan Human Papilloma virus 2. IRITASI Sperma, pelicin, kondom Sabun cuci, pelembut pakaian Deodoran, sabun Cairan antiseptik untuk mandi Pembersih vagina Celana ketat Tissue toilet berwawarna 3. TUMOR ATAU JARINGAN ABNORMAL LAIN 4. RADIASI 2. Infeksi Chlamydia pada saluran genetalia wanita Sering asimptomatik : 70% Gejala : vaginal discharge purulent servicitis mukopurulen nyeri perut bawah post coital/intermenstrual bleeding Dysuria pelvic inflammatory disease (PID) Bisa menyebabkan kehamilan ekstra uterine (KET), infertilitas, cervical celluler atypia Pemeriksaan Laboratorium Deteksi Chlamydia : Kultur sel DFA (Direct Fluorescent Antibody Assays) EIA (Enzyme Immunoassays) RNA-DNA hybridzation (PCR dan LCR) Serologi : Menggunakan microimmunofluorescence (MIF) ELISA (Enzyme-lnked Immunosorbent assay) IgM, IgA, IgG Penatalaksanaan Tanpa komplikasi Doksisiklin 100mg/oral 2x/hari 7 hari Tetrasiklin 500mg/oral 4x/hari 10hari Alternatif Eritromisin 500mg/oral 4x/hari 7 hari Sulfafurazol 500mg/oral 4x/hari 10hari Konjungtivitis neonatal Eritromisin syrup 50mg/KgBB/hari 2 minggu Penyakit Radang Panggul Siprofloksasin 500 mg/oral dosis tunggal Septriakson 250 mg/im dosis tunggal Spektinomisin 2 gr/im dosis tunggal Oflosaksin 400 mg/oral dosis tunggal Kanamisin 2gr/im dosis tunggal Ditambah Doksisiklin 100mg/oral 2x/hari 14hari Ditambah Metronidasol 500/mg/oral 2x/hari 14hari
3. Bakterial Vaginosis (BV) Definisi : Bakterial vaginosis merupakan keadaan klinik dengan keluhan peningkatan sekresi vagina dan bau yang tidak enak Penyebab 4 bakteri vagina : Gardnerella vaginalis Bacteroides sp. Mobiluncus sp. Mycoplasma hominis Patogenesis Terjadi pergantian normal flora (Lactobacillus spp) Terganggunya ekosistem H2O menghilang shg suasana menjadi anaerob. Perubahan PH menjadi alkali. Produksi amine Masa inkubasi : beberapa hari s/d 4 minggu Keluhan dan gejala tanda-tanda peradangan sedikit sekali 50% wanita asimtomatik didapatkan duh tubuh vagina yang homogen, tipis, cair dan berbau amis seperti bau ikan bau bertambah setelah melakukan hubungan seksual duh tubuh vagina melekat pada dinding vagina dan vestibulum Laboratorium Sekret vagina berbau amis jika diteteskan KOH 10% (whiff test / tes amin positif) pH duh tubuh vagina > 4,5 (4,7-5,7) Mikroskopis : sediaan apus dengan pewarnaan gram atau sediaan basah dengan NaCl 0,9% : clue cells Jumlah clue cells meningkat 20% dari jumlah sel epitel leukosit normal < 30/lp Diagnosis Didapatkan 3 dari 4 tanda-tanda berikut (Amsel, 1983) : Cairan vagina homogen,putih / keabu-abuan pH duh tubuh vagina > 4,5 Duh tubuh vagina berbau seperti ikan sebelum atau sesudah penembahan KOH 10% (Whiff test +) Clue cells Penatalaksanaan Metronidazol 400 atau 500 mg 2 x 1 (7hari) Metronidazol 2 gram po dosis tunggal Klindamisin 300 mg po 2 x 1 (7hari) Metronidazol gel 0,75% - 1 aplikator (5 gr) intravaginal (2 kali sehari selama 5 hari) Klindamisin krim 2% - 1 aplikator (5 gr) intravaginal (sebelum tidur selama 7 hari) 4. Trichomoniasis Vaginalis Definisi Infeksi yang disebabkan oleh Trichomonas Vaginalis. Trichomonas vaginalis Berbentuk ovoid ukuran 10-20 mmikron mempunyai 4 flagella dengah pergerakannya Melakukan perlekatan pada selaput lendir Bersifat anaerobik. Patogenesis Infeksi yang paling banyak pada saluran genitourinari. Wanita terbanyak pada vagina. Isolasi pada kandung kencing Pria banyak di urethra. Gejala bisa asimptomatis,gejala ringan sampai akut dan peradangan hebat Sekresi banyak mengandung PMNL Bau khas seperti ikan amis. Wanita > Pria (asimptomatis) Penularan Sexual. Transmisi non venereal pada bayi Pada wanita Masa inkubasi : 3 28 hari Keluhan dan Gejala sering asimtomatik (10% 50%). sampai banyak encer sekret vagina sedikit sampai banyak encer kuning/kehijauan berbusa (10% - 30%) klasik berbau bila jumlah kuman banyak sekali strawberry cervix (2%) rasa tidak enak diperut bagian bawah Pemeriksaan Laboratorium Pada wanita : pH sekret vagina > 5 Tes amin / whiff test dapat positif Mikroskopis (sediaan basah) : tampak Trichomonas vaginalis dengan pergerakan flagela yang khas peningkatan jumlah leukosit Dapat ditemukan clue cells karena biasa didapatkan bersamaan dengan BV Penatalaksanaan Metronidazol 2 x 500 mg po (7 hari) atau gram po dosis tunggal Pasangan seksual harus diobati Pada kehamilan : Seluruh masa kehamilan :Metronidazol 2g po dosis tunggal
5. Cervicitis Menyerang epitel silindris serviks Sulit dibedakan dengan proses inflammasi lain pada serviks Asimptomatis: 50-50% Gejala : discharge mukopurulent hypertrophic ectopia postcoital bleeding spotting Kriteria dugaan cervicitis : hapusan serviks PMN > 10 plp swab test + eritema, edema, mudah bleeding 6. Kandidiasis vulvovaginalis (Kandidosis vulvovaginitis) KVV Penyebab : Candida albicans (terutama) C. glabrata (kadang-kadang) Lain - lain : C. tropicalis C. stellatoidea C. pseudotropicalis C. krusei Infeksi oportunistik >>> penderita immunocompromise >>> mulut, kolon, kuku, vagina, anorektal Faktor predisposisi / faktor risiko : Hormonal kadar karbohidrat (DM) Pemakaian antibiotika jangka panjang suhu dan kelembaban Imunosupresi Iritasi / trauma Gatal / panas / iritasi pada vulva (vulva lecet) Eritema Edema Maserasi Pseudomembran Dapat timbul fisura Terdapat lesi satelit papulopustuler Tidak berbau Sekret vagina : seperti kepala susu / krim (banyak) seperti susu pecah (bila sedikit dan cair) pada dinding vagina biasa dijumpai gumpalan seperti keju (cottage cheese). tidak berbau / berbau asam Pemeriksaan Laboratorium PH duh tubuh vagina 4,5 Tes amin / Whiff test : negatif Mikroskopis (pengecatan gram dan KOH 10%) : bentuk ragi : blastospora bentuk lonjong pseudohifa seperti sosis panjang bersambung hifa asli bersepta (kadang-kadang) Penatalaksanaan a. Medikamentosa : Mikonazol atau Klotrimazol 200 mg intravaginal, setiap hari selama 3 hari Klotrimazol 500 mg intravaginal dosis tunggal Flukonazol 150 mg po dosis tunggal Itrakonazol 200 mg po 2 kali sehari selama 1 hari Nistatin 100.000 IU intravaginal setiap hari selama 14 hari b. Non medikamentosa : Hindari bahan iritan lokal (misal : produk berparfum) Hindari pakaian ketat atau dari bahan sintetis Hilangkan faktor predisposisi
7. Gonoroe 1. Batasan Gonorea adalah suatu penyakit menular seksual yang bersifat akut,disebabkan oleh Neisseria Gonnorhea suatu kuman gram negative,berbentuk biji kopi,letaknya intra ataupun ekstraseluler. 2. Gejala klinis Penularan terjadi melalui kontak seksual dengan penderita gonorrhea. Masa tunas penyakit berkisar antara 2-5 hari (1-14 hari) Gejala yang didapatkan pada laki-laki: i. Keluhan sakit waktu kencing ii. Orifisium uretra yang oedem dan eritematous iii. Sekret uretra yang purulen Gejala yang didapatkan pada wanita: Sebagian besar wanita yang menderita gonore bersifat asimptomatik. Gonore pada wanita sering mengenai serviks sehingga terjadi servisitis dengan gejala keputihan 3. Komplikasi Komplikasi pada wanita a. Bartholinitis b. Penyakit radang panggul Gonore yang ekstra genital a. Oro faringitis:proktitis gonore Pada laki-laki karena: Homoseksual Peahnya prostatitis Cowperitis yang pecah ke rectum b. Genoblenorea:timbul pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita gonore c. Komplikasi sistemik dapat berupa:meningitis,endokarditis,arthritis,tenosynovitis dan dermatitis 4. Laboratorium 1. Sediaan langsung Sediaan diwarnai dengan pewarnaan gram untuk melihat adanya kuman Diplococus gram negative,berbebtuk biji kopi yang terletak intra dan ekstraseluler 2. Percobaan dua gelas (tes Thomson) 3. Kultur 4. Tes definitive (dari hasil kultur yang positif) a. Tes oksidasi b. Tes Fermentasi c. Tes Beta Laktamase 5. Diagnosis Diagnosis ditegakkan melalui 1. Anamnesa adanya coitus suspectus,fellatio,cunnilingus 2. Gejala klinis 3. Pemeriksaan laboratorium positif 6. Penatalaksanaan Pengobatan 1. Gonore tanpa komplikasi (cerviks,uretra,rectum dan faring) a. Ciprofloxacin 500 mg oral single dose b. Ofloxacine 400 mg oral single dose c. Cefixime 400 mg oral single dose d. Ceftriaxone 125 mg im single dose Bila dicurigai adanya infeksi campuran dengan Klamidia dapt ditambahkan: e. Erytromicine 4 x 500 mg oral selama 7 hari f. Doxycycline 2 x 100 mg/hari oral selama 7 hari 2. Gonore dengan komplikasi sistemik a. Meningitis dan endokarditis Ceftriaxone 1-2 g iv setiap 12 jam untuk meningitis dilanjutkan 10-14 hari dan untuk endocarditis diteruskanpaling sedikit 4 minggu b. Artritis,tenosynovitis dan dermatitis Ciprofloksasin 500 mg iv setiap 12 jam Ofloxacine 400 mg setiap 12 jam Cefotaxime 1 g iv setiap 8 jam Ceftriaxone 1 g im/iv tiap 24 jam 3. Gonore pada bayi dan anak a. Sepsis,arthritis,meningitis atau abses kulit kepala pada bayi Ceftriaxone 24-50 mg/kg/hari im/iv 1 kali sehari selama 7 hari Cefotaxime 25 mg/kg iv/im setiap 12 jam selama 7 hari Bila terbukti meningitis lama pengobatan menjadi 10-14 hari b. Vulvovaginitis,cervicitis,uretrirtis,faringitis,proctitis pada anak Ceftriaxone 125 mg im single dose Untuk anak dengan BB > 45 Kg obat dan dosis obat sama seperti orang dewasa c. Bakteremia atau arthritis pada anak Ceftriaxone 50 mg/kg (maks 1 g untuk BB < 45 Kg dan 2 g untuk BB > 45 Kg)im/iv 1 kali sehari selama 7 hari atau 10-14 hari untuk BB > 45 4. Gonore pada wanita hamil Ceftriaxone 250 mg im single dose Amoxicilin 3 g + probenesid 1 g 7. Prognosis
Referensi : Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin/Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.2007.Surabaya.Airlangga University Press
MINGGU 4 Learning Objective Minggu ke - 4 : 1. Exit Outcome : a. Mahasiswa mampu mendiagnosis kelainan akibat trauma pada sistem muskuloskeletal b. Mahasiswa mampu menentukan sikap menghadapi penderita patah tulang c. Mahasiswa mampu mengenal dan mencegah komplikasi penyakit d. Mahasiswa mampu menetapkan kapan harus dilakukan reposisi tertutup-reposisi terbuka dan membaca X-ray foto e. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan traksi pada penderita-penderita yang membutuhkannya berdasarkan indikasi dan mengevaluasi f. Mahasiswa mampu mengenal dan mencegah komplikasi akibat penggunaan traksi 2. Intermediete : b. Mahasiswa mampu memahami prosedur pemeriksaan orthopedic pada tulang dan sendi serta menafsirkan arti kelainan yang ditemukan c. Mahasiswa mampu mengenal gambaran radiologi kelainan traumatic (fraktur tulang dan dislokasi sendi) d. Mahasiswa mampu menerangkan fisiologi penyembuhannya e. Mahasiswa mampu mengenal beberapa jenis dislokasi f. Mahasiswa mampu menjelaskan predisposing; faktor penyebab dislokasi sendi 3. Introductory : g. Mahasiswa mampu menguraikan anatomi fisiologi anggota gerak dan tulang belakang h. Mahasiswa mampu mengenal patofisiologi pada fraktur i. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme terjadinya patah tulang j. Mahasiswa mampu menyebutkan tanda-tanda patah tulang k. Mahasiswa mampu pembagian jenis patah tulang
SKENARIO 4 Ketabrak deh Seorang laki-laki berusia 25 tahun yang merupakan pengendara sepeda motor, masuk rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pada tungkai bawah sebelah kiri akibat kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu. Selain itu pasien mengeluhkan nyeri pada lengan kanan, bahu kanan. Menurut warga yang mengantar, pasien tersebut tertabrak motor lain dari arah kiri dan kemudian pasien tersebut terlempar dari motornya ke sisi sebelah kanan dengan posisi tangan kanan yang jatuh terlebih dahulu kemudian jatuh terduduk. Pasien menangis dan meringis kesakitan. Pada pemeriksaan fisis tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 128x/menit, pernapasan 24x/menit, afebris. Pada bahu kanan ditemukan deformitas, udem, krepitasi, nyeri tekan. Pada lengan bawah kanan ditemukan luka lecet. Pasien tidak dapat menggerakkan lengan kanannya karena nyeri. Pada pemeriksaan ekstremitas bawah, didapatkan ketidaksimetrisan berupa pemendekan kaki kiri dan ditemukan adanya luka terbuka berukuran 6 cm dengan perdarahan aktif, terdapat deformitas, udem, hematom, krepitasi dan nyeri tekan. Kata Kunci : laki-laki 25 tahun, luka pada tungkai bawah sebelah kiri, nyeri pada lengan kanan, bahu kanan serta pangkal paha sebelah kanan, tertabrak motor lain dari arah kiri, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 128x/menit, pernapasan 24x/menit, afebris, ketidaksimetrisan berupa pemendekan kaki kiri dan ditemukan adanya luka terbuka berukuran 6 cm dengan perdarahan aktif, terdapat deformitas, udem, hematom, krepitasi dan nyeri tekan. Learning objective skenario: 1. Mahasiswa mampu memahami konsep umum kelainan yang terjadi akibat trauma pada ekstremitas atas dan bawah 2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, jenis-jenis, tanda-tanda dan stadium dari luka serta cara perawatannya dan komplikasinya 3. Mahasiswa memahami mekanika trauma 4. Mahasiswa mampu mendefinisikan dan membedakan fraktur, dislokasi, subluxasi dan spasme otot. 5. Mahasiswa memahami patofisiologi fraktur dan dislokasi. 6. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis fraktur, dislokasi, subluxasi dan spasme otot berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat. 7. Mahasiswa mampu memberikan penanganan awal pada penderita fraktur maupun dislokasi, memberikan perawatan luka, imobilisasi, dan reduksi. 8. Mahasiswa mampu mengenali gambaran radiologik trauma 9. Mahasiswa mampu mengenal dan mencegah komplikasi yang terjadi 10. Mahasiswa mampu merujuk pasien trauma dengan benar
Pertanyaan Minimal 1. Kelainan apa saja yang mungkin didapatkan pada pasien di atas? 2. Bagaimanakah anatomi dan fisiologi struktur-struktur yang terlibat pada kasus di atas? 3. Bagaimana menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pada skenario di atas? 4. Bagaimana luka dan penyembuhannya? 5. Terapi apakah yang harus diberikan? 6. Bagaimana rehabilitasi dan komplikasinya?
Definisi dan klasifikasi fraktur Definisi Whether of a bone, an epiphyseal plate, or a cartilaginous joint surface, is simply a structural break in continuity Klasifikasi Site : diaphyseal, metaphyseal, epiphyseal or intra articular or with dislocations Extent : complete, incomplete Configuration : transverse, oblique, spiral, comminution Relationship of the fracture fragment to each other : Undisplaced, displaced (translatted, angulated, rotated, distracted, overriding, impacted) Relationship of the fracture to the external environment : closed fracture, open fracture Complication : uncomplicated, complicated (local,systemic) The causative force that produce a fracture : Direct injury Indirect injury DIAGNOSIS OF FRACTURES & ASSOCIATED INJURIES Patient history Physical Examination : Look : swelling, deformity,abnormal movemenrt, discoloration of the skin Feel : can detect sharply localized tenderness at the fracture site, as well as aggravation of pain, muscle spasm Move : false movement Diagnostic Imaging Is require to determine the exact nature and extent of the fracture The radiograph should include the entire length of the injured bone and the joint at each end Role of two consideration FRACTUR HEALING (FIVE STAGES) Hematoma : there is tissue damage and bleeding at fracture site Inflammation : inflammatory cells appear in the hematoma Callus : the cell population changes to osteoblast and osteoclasts, woven bones appear in the fracture callus Consolidation : woven bone is replaced by lamellar bone and thefracture is solidity united Remodelling : the new formed bone is remodelled to resemble the normal structure The Healing Time of Fracture are following important factor : Age Site and configuration Initial displacement of the fracture Blood supply to the fragment ASSESMENT OF FRACTURE HEALING : The state of union of a fracture is assessed by clinical and radiographic examination The clinical union : applying bending, twisting and compression force to the fracture to determine the presence or absence of movement Radiographic : Evidence bony callus ABNORMAL HEALING OF FRACTURES : Malunion : may heal in the normally , but unsatisfactory position with residual deformity Delayed union : may heal eventually but it takes considerably longer than the normally expected Non union : may fail completely to heal by bone
REFERENSI : Faiz Omar, Moffat David. Ekstremitas bawah, At a Glance Anatomi. Erlangga Medical Series; 2004. pp 88-114 American College of Surgeon. Cedera musculoskeletal, Advanced Trauma Life Support. 7 th edition. Chicago; 2004. pp 225-254 Smith Wade, Agudelo Juan, Parekh Anand, Shank John. Musculosceletal Trauma Surgery, Current Diagnosis & Treatment in Orthopedics. 4 th edition. Mc.Graw-Hill Companies: 2006, pp 81- 99, 141-148 Rodriguez Luis, Gough John. Orthopedic Emergencies, Current Emergency Diagnosis & Treatment. 5 th edition. Mc.Graw-Hill Companies; 2004, pp 510-547 Snell Richard S. The Musculoskeletal System, Clinical Anatomy by Systems. Lippincott Williams & Wilkins; 2007, pp 287-435 Mc.Ray Ronald. The knee. Clinical Orthopaedic Examination. 5 th edition. Churcill Livingstone; 2004, pp 201-244
MINGGU 5 Learning Objective Minggu ke - 5 : 1. Exit Outcome a. Mahasiswa mampu mengenali penyakit infeksi pada tulang dan sendi i. Osteomielitis pyogenik dan granulomatosa ii. Spondilitis tuberculosa iii. Artritis septic b. Mahasiswa mengetahui pengobatan yang harus diberikan pada penyakit infeksi tulang dan sendi (medikamentosa dan terapi bedah) c. Mahasiswa mengetahui jenis penyakit radang dan autoimun pada sendi dan tulang i. Artritis (reumatoid, pirai) ii. Spondilitis ankilosis iii. Tendinitis (supraspinatus, biceps, kalsifikans,tendo Achilles) iv. Carpal tunnel syndrom v. Tenosynovitis vi. Bursitis vii. Epikondilitis viii. Frozen shoulder d. Mahasiswa mengetahui pengobatan yang harus diberikan pada penyakit infeksi tulang dan sendi (medikamentosa dan terapi bedah) 2. Intermediete a. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit infeksi pada tulang dan sendi (hasil laboratorium, pemeriksaan radiologi) b. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit infeksi pada tulang dan sendi (hasil laboratorium, pemeriksaan radiologi) 3. Introductory a. Mahaiswa mampu mengetahui penyebab dan menjelaskan terjadinya penyakit infeksi pada tulang dan sendi (etiologi dan patofisiologi) b. Mahasiswa mengetahui penyebab terjadinya penyakit radang dan autoimun pada sendi dan tulang
SKENARIO 5 Awkakiku sakit Seorang anak laki-laki 12 tahun datang ke instalasi gawat darurat diantar oleh orang tuanya dengan keluhan nyeri di tungkai bawah kiri sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa berjalan sejak nyeri tersebut dirasakan. Menurut orang tua pasien, pasien beberapa hari yang lalu menderita batuk pilek disertai dengan demam. Keluhan tersebut sering dirasakan oleh pasien sejak kecil. Dari pemeriksaan didapatkan frekuensi nadi 128 kali permenit, frekuensi nafas 20 kali permenit, suhu badan 38,7C, dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di tungkai bawah kiri, edema (+), krepitasi (-). Kemudian dokter merencanakan beberapa pemeriksaaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Kata Kunci: nyeri tungkai bawah kiri, batuk pilek disertai demam, nyeri tekan tungkai bawah kiri, edema (+) Learning objective skenario 1. Mahasiswa mampu menggali anamnesis dan pemeriksaan fisik terkait dengan osteomielitis 2. Mahasiswa mampu menjelaskan interpretasi pemeriksaan penunjang diagnosis osteomielitis 3. Mahasiswa mampu menjelaskan tata laksana osteomielitis 4. Mahasiswa mampu menyebutkan komplikasi osteomielitis 5. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis osteomielitis 6. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis osteomielitis 7. Mahasiswa mampu menjelaskan kriteria diagnosis 8. Mahasiswa mampu memilih pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis terkait osteomielitis 9. Mahasiswa mampu mengenali gejala osteomielitis 10. Mahasiswa mengetahui faktor risiko osteomielitis 11. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis terkait osteomielitis 12. Mahasiswa mengetahui diagnosis banding osteomielitis Pertanyaan minimal 1. Apa sajakah diagnosis banding osteomielitis akut? 2. Apakah definisi dan etiologi osteomielitis? 3. Bagaimana klasifikasi dan faktor risiko osteomielitis? 4. Apakah definisi dan etiologi osteomielitis hematogen akut? 5. Bagaimana patogenesis dan manifestasi klinis osteomielitis hematogen akut? 6. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk mendiagnosis osteomielitis? 7. Bagaimana penatalaksanaan osteomielitis? 8. Apakah komplikasi dan bagaimana prognosis osteomielitis?
1. Selulitis: radang akut jaringan ikat, biasanya subkutis yang disertai pernanahan luas akibat infeksi streptokokus, biasanya infeksi terjadi melalui luka yang kecil saja. Osteomielitis tuberkulosa: tuberkulosis pada tulang terbanyak ditemukan di tulang panjang bagian metafise dan di trokanter mayor. Reumatoid artritis: penyakit autoimun di jaringan ikat, terjadi pada sendi dan sarung tendon. Gejala yang timbul berupa gejala inflamasi sendi, pembengkakan dan kekakuan sendi. Bisa disertai dengan demam, malaise, cepat lelah dan penururnan berat badan. 2. Osteomielitis adalah suatu proses peradangan akut atau kronik dari tulang dan struktur-strukturnya. Etiologi yaitu Stafilokokus aureus, organisme Enterobacteriaceae, group A dan B Streptococcus, dan H influenzae. Agen penginfeksi osteomyelitis direct/eksogen; meliputi S aureus, coliform bacilli, dan Pseudomonas aeruginosa. Pada osteomielitis tuberculosa disebabkan mikobakterium tuberkulosa. 3. Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu : a. Osteomyelitis primer Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka (perkontinuitatum) b. Osteomyelitis sekunder Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel) (hematogen) Menurut onsetnya, dibedakan menjadi 2 yaitu: a. Osteomielitis akut b. Osteomielitis kronis Faktor risiko osteomielitis: a. Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah tulang terbuka, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang. b. Infeksi ada sendi buatan, biasanya didapat selama pembedahan dan bisa menyebar ke tulang di dekatnya. c. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah atau diabetes (kencing manis). d. Suatu infeksi pada sinus, rahang atau gigi, bisa menyebar ke tulang tengkorak. 4. Osteomielitis hematogen akut adalah infeksi bakteri pada tulang dan sumsum tulang. Paling sering terjadi pada anak-anak. Infeksi ini menyebar secara hematogen, dan mengenai tulang yang sedang tumbuh. Tulang yang sering terkena adalah femur, tibia, humerus, ulna, dan fibula. Bagian yang terkena adalah metafisis. Bakteri yang menjadi penyebab tersering adalah Stafilokokus aureus. Bakteri ini ditemukan sekitar >90% pada setiap penyakit osteomielitis hematogen akut. Bakteri lain yang dapat menjadi penyebab adalah Streptokokus dan Pneumokokus. 5. Bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui darah dan tempat infeksi di bagian tubuh yang lain seperti pioderma atau infeksi saluran nafas atas ataupun melalui fokus infeksi lain. Gejala septikemia yang sering muncul adalah febris, malaise, dan anoreksia. Tulang merupakan jaringan yang kaku dan tertutup sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan pembengkakan yang terjadi akibat edema dan oleh karena itu, edema akibat peradangan tersebut menyebabkan kenaikan tekanan intraseus secara nyata dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan menetap, kemudian terbentuk pus, yang semakin meningkatkan tekanan intraseus didaerah infeksi dengan akibat timbulnya gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah ini dapat mengakibatkan terjadinya trombosis vaskuler dan kematian jaringan tulang. Infeksi dapat pecah ke periost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis, atau menjalar melelui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal ke arah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru yang menyelubungi tulang mati disebut involukrum. Penyebaran osteomyelitis dapat terjadi; (1) penyebaran ke arah kortek, membentuk abses subperiosteal dan sellulitis pada jaringan sekitarnya; (2) penyebaran menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak. Abses dapat menembus kulit melalui suatu sinus dan menimbulkan fistel. Abses dapat menyumbat atau menekan aliran darah ke tulang dan mengakibatkan kematian jaringan tulangg (sekuester); (3) penyebaran ke arah medula; dan (4) penyebaran ke persendian, terutama bila lempeng pertumbuhannya intraartikuler misalnya sendi panggul pada anak-anak. 6. Foto polos: pada minggu pertama tidak didapatkan kelainan, hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Kerusakan tulang (sequester) dan pembentukan tulang baru (involucrum) terlihat sekitar 2 minggu setelah gejala awal muncul. Aspirasi: dapat dilakukan untuk memperoleh pus dari subkutis, subperiost atau lokus radang di metafisis. CT scan dan MRI dapat dilakukan untuk mengetahui daerah yang terinfeksi. Pemeriksaan laboratorium hanya didapatkan lekositosis dan peningkatan laju endap darah. 7. Penatalaksanaan: a. Rawat inap dan bedrest total serta diberikan obat penghilang rasa sakit b. Dapat dilakukan imobilisasi pada tulang yang terkena dengan splint atau traksi untuk: 1. Mengurangi nyeri 2. Mencegah penyebaran 3. Mencegah kontraktur jaringan lunak c. Pemberian antibiotik d. Jika dalam 24 jam pertama gejala tidak membaik, maka perlu dipertimbangkan dilakukannya operasi untuk mengurangi tekanan yang terjadi dan untuk mengeluarkan nanah yang ada. Setelah itu dilakukan irigasi secara kontinyu dan dipasang drainase e. Pemberian antibiotik selama 3-4 minggu sampai LED normal 8. Komplikasi: a. Dini: kematian, abses, artritis septik b. Lanjut: osteomielitis kronis, fraktur patologis, kontraktur sendi, gangguan pertumbuhan Prognosis: a. Jarak waktu antara infeksi dan pemberian terapi: 1. < 3 hari: dapat mencegah terjadinya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru 2. 3-7 hari: tidak mencegah kerusakan tulang, tetapi mencegah penyebaran infeksi 3. > 7 hari: dapat mencegah terjadinya penyebaran infeksi melalui darah (septikemi), tetapi proses patologi lokal sudah lanjut b. Efektifitas antibiotik yang diberikan] c. Dosis antibiotik yang diberikan d. Durasi pemberian antibiotik: harus diberikan sekitar 3-4 minggu untuk mencegah terjadinya osteomielitis kronik REFERENSI : Wim De Jong, Sjamsuhidayat, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. EGC: Jakarta
MINGGU 6 Learning Objective Minggu ke - 6 : 1. Exit Outcome : a. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit-penyakit degenerative khususnya osteoporosis b. Mahasiswa mampu memahami kelainan kongenital pada leher dan bahu : c. Mahasiswa mampu menentukan sikap dan cara pengobatan pada kelainan kongenital pada leher dan bahu d. Mahasiswa mampu melakukan rujukan e. Mahasiswa mampu mengenal kelainan kongenital pada tulang belakang (skoliosis hemivertebrae, spinabifida) dan melakukan rujukan 2. Intermediate a. Mahasiswa mampu memahami kelainan kongenital pada leher dan bahu b. Mahasiswa mampu memahami penyakit dan kelainan pada tulang belakang (trauma dan infeksi) c. Mahasiswa mampu mengetahui tumor tulang belakang (primer dan sekunder) d. Mahasiswa mampu menetapkan tanda penyakit degenerasi tulang leher dan lumbal dilihat dari radiologinya e. Mahasiswa mampu menetapkan gambaran radiologik tumor ganas tulang, serta metastasenya dan tumor jinak tulang f. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit talipes equinovarus dan CDH g. Mahasiswa mampu memahami neoplasma jaringan musculoskeletal (osteoclasma, osteosarcoma) 3. Introductory a. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fungsi tulang belakang
SKENARIO 6 Aduh...punggungku nyeri Seorang perempuan berusia 63 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri pada punggung. Beberapa bulan belakangan ini memang ia sudah sering merasakan sakit ringan pada punggungnya, tapi dengan beristirahat biasanya sakitnya dapat hilang. Saat ini Nyonya Atik masih dapat berjalan tapi sakit di punggungnya dirasakan sangat mengganggu dan tidak tertahankan lagi. Nyonya Atik juga mengeluhkan beberapa tahun terakhir punggungnya semakin bungkuk. Dari hasil anamnesis juga diperoleh riwayat menggunakan obat anti alergi sejak lama. Dokter kemudian melakukan anamnesis lebih lanjut kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang pada Nyonya Atik. Kata kunci : Perempuan 63 tahun, nyeri pada punggung, dengan beristirahat biasanya sakitnya dapat hilang, semakin bungkuk, riwayat menggunakan obat anti alergi. Learning Objective Skenario 1. Mahasiswa mampu menyebutkan diagnosa banding penyakit-penyakit degenerative pada tulang dan sendi 2. Mahasiswa mampu menentukan Diagnosis pada skenario diatas 3. Mahasiswa mapu menjelaskan faktor resiko pada osteoporosis 4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi osteoporosis 5. Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan diagnosis pada osteoporosis 6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada osteoporosis 7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pada osteoporosis 8. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan osteoporosis Pertanyaan minimal 1. Apa saja kah diagnosis banding osteoporosis? 2. Apakah definisi, etiologi dan faktor risiko osteoporosis? 3. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk mendiagnosis osteoporosis? 4. Bagaimana penatalaksanaan osteoporosis? 5. Apakah komplikasi dan bagaimana prognosis osteoporosis?
OSTEOPOROSIS DEFINISI Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kemunduran struktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang dan peningkatan risiko patah tulang dari pinggul, tulang belakang, dan pergelangan tangan.. Osteoporosis dapat dialami baik oleh laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini dapat dicegah dan diobati.
PATOGENESIS Pada keadaan normal pada tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang(remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar daripada proses remodeling maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang dijumpai pada osteoporosis. Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan secara longitudinal akan terhenti dan pada saat ini pertumbuhan tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan periode konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan kepadatan tulang atau penurunan anporositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia kurang lebih antara 30-35 tahun untuk tulang bagian korteks dan mungkin terjadi lebih dini pada tulang trabekula. Sesudah manusia mencapai umur 40-45 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 % setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, tetapi pada wanita sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebih cepat. Pada pria seusia wanita menopause massa tulang akan menurun berkisar 20-30%, sedangkan pada wanita penurunan massa tulang berkisar antara 40-50 %. Pengurangan massa tulang ini di berbagai bagian tidak sama. Penurunan massa tulang lebih cepat terjadi pada metacarpal, kolum femoris dan corpus vertebra, sedangkan pada bagian tubuh yang lain misalnya tulang paha tengah, tibia dan panggul mengalami proses tersebut secara lambat. Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen, sehingga anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat pekaa terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan fraktur. Bagian tubuh yang sering mengalaami fraktur pada osteoporosis adalah: vertebra, paha bagian proksimal, dan radius bagian distal. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGURANGAN MASSA TULANG PADA USIA LANJUT 1. Determinan massa tulang. Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai faktor antara lain: b. Faktor genetik Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Orang kulit hitam pada umumnya memiliki struktur tulang lebih kuat/berat dibandingkan dengan bangsa Kaukasia. c. Faktor mekanis Bertambahnya beban akan menambah massa tulang, dan berkurangnya beban akan mengakibatkan menurunnya massa tulang. Terdapat hubungan yang nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot yang besar dan juga massa tulang yang besar. d. Faktor makanan dan hormon Pada seseorang dengan pertumbuhan hormone dan nutrisi yang cukup, pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. 2. Determinan penurunan massa tulang yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan massa tulang pada usia lanjut yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporotik a. Faktor genetik Faktor genetik berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang lebih kecil maka resiko fraktur lebih mudah terjadi dibandingkan seseorang dengan tulang besar. b. Faktor mekanik Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun ada usia tua, dan karena massa tulangmerupakan fungsi beban mekanis maka massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia. c. Faktor-faktor lain: Kalsium Kalsium merupakan nutrisi yang sangat penting. Pada wanita menopause keseimbangan kalsium akan terganggu akibat masukan dan absorbsi yang kurang serta pengeluaran melalui urin yang bertambah. Pasokan kalsium yang tidak mencukupi memberikan kontribusi bagi perkembangan osteoporosis. Banyak penelitian menunjukkan bahwa asupan kalsium yang rendah berhubungan dengan massa tulang yang rendah, kehilangan massa tulang yang cepat, dan tingkat patah tulang yang tinggi Estrogen Berkurangnya/hilangnya estrogen dapat mengakibatkan menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan menurunnya konservasi kalsium di ginjal. Rokok, kopi serta alkohol FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS Faktor resiko yang tidak dapat diubah: Jenis kelamin. Perempuan memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena osteoporosis. Perempuan memiliki lebih sedikit jaringan tulang dan resorbsi tulang lebih cepat daripada laki-laki karena perubahan yang terjadi dengan menopause. Umur. Semakin bertambahnya umur tulang akan semakin tipis dan lemah Ukuran tubuh. perempuan kecil, bertulang tipis memiliki risiko lebih besar. Etnis. Kaukasia dan wanita Asia mempunyai resiko tertinggi. Afrika Amerika dan Hispanik wanita memiliki risiko yang lebih rendah tetapi signifikan. Riwayat keluarga. Faktor risiko yang dapat diubah: Hormon seks. Adanya abnormalitas dari periode menstruasi (amenore), tingkat estrogen rendah (menopause), dan tingkat testosteron rendah pada pria dapat menyebabkan osteoporosis. Anorexia nervosa. Gangguan makan ini meningkatkan risiko untuk osteoporosis. Asupan kalsium dan vitamin D. Penggunaan obat. Penggunaan obat-obatan jangka seperti glukokortikoid (untuk berbagai penyakit, termasuk radang sendi, asma, Penyakit Crohn, lupus, serta penyakit lain pada paru-paru, ginjal, dan hati) dapat mengakibatkan penurunan densitas tulang dan fraktur. Penurunan densitas tulang juga dapat disebabkan oleh pengobatan jangka panjang dengan obat Antiseizure tertentu, seperti fenitoin (Dilantin) dan barbiturat; gonadotropin-releasing hormone (GnRH), penggunaan berlebihan antasid yang mengandung aluminium; pengobatan kanker tertentu; dan hormon tiroid yang berlebihan. Gaya hidup. gaya hidup tidak aktif atau bedrest panjang cenderung untuk melemahkan tulang. merokok. Asupan alkohol. konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko keropos tulang dan patah tulang. JENIS-JENIS OSTEOPOROSIS : 1. Osteoporosis Primer Osteoporosis promer terbagi menjadi 2 tipe, yaitu: Tipe 1 :Adalah tipe yang timbul pada wanita menopause Tipe 2 -Terjadi pada orang lanjut usia pria maupun wanita 2. Osteoporosis sekunder Disebabkan terutama oleh penyakit-penyakit erosive (Melanoma multiple, Hipertiroidisme, Hiperparatiroidisme) dan akibat obat-obatan toksik untuk tulang misalnya glukokortikoid. 3. Osteoporosis Idiopatik Merupakan osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada anak-anak (juvenile), Remaja (adolesen), Wanita pramenopause, pria usia pertengahan. GEJALA GEJALA OSTEOPOROSIS Pada awal perjalanan penyakit, osteoporosis dapat muncul tanpa gejala. Kemudian, dapat terjadi nyeri tumpul di tulang atau otot, terutama nyeri pinggang atau nyeri leher . Nyeri dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur yang nyata. dalam perjalanan penyakit ini, nyeri tajam bisa datang tiba-tiba di daerah tertentu yang mengalami fraktur. Rasa sakit karena adanya kompresi vertebra pada umumnya mempunyai ciri yang khas yaitu timbul nyeri secara mendadak, sakitnya hebat dan terlokalisir pada daerah vertebra yang terserang. Rasa nyeri akan berkurang secara perlahan apabila pasien beristirahat di tempat tidur dan akhirnya nyeri bias sangat minimal. Kadang-kadang nyeri dirasakan ringan pada pagi hari dan semakin memberat karena melakukan pekerjaan sehari-hari. Fraktur pada pasien dapat bersifat spontan atau karena trauma . gejala klinis yang lain adalah berkurangnya tinggi badan karena adanya fraktur asimptomatis pada vertebra. Pasien dengan osteoporosis mungkin tidak dapat mengingat jatuh atau trauma lain yang menyebabkan patah tulang, seperti di tulang belakang atau kaki. fraktur kompresi tulang belakang dapat mengakibatkan hilangnya tinggi dengan postur bungkuk (disebut punuk Janda ). Fraktur di tempat lain, umumnya pinggul atau tulang-tulang pergelangan tangan, biasanya disebabkan karena jatuh. Manifestasi klinis osteoporosis merupakan akibat dari kegagalan fungsi mekanis tulang. Rasa sakit dapat dibagi dua yaitu akut dan kronik. Rasa sakit akut berasal dari tulang atu periosteum. Jadi rasa sakit aut akan dijumpai pada fraktur yang baru di vertebra maupun luar vertebra. Rasa sakit kronik berasal dari jaringan lunak, yang disebabkan peregangan ligamentum dan otot sebagai akibat timbulnya deformitas. Apabila fraktur hanya menimpa satu vertebra biasanya secara klinis tidak menunjukkan adanya krlainan. Apabila menimpa beberapa vertebra, deformitas akan tampak nyata. PENDEKATAN DIAGNOSIS 1. Anamnesis Terdapat nyeri dengan atau tanpa frakur yang nyata, bagian tubuh yang sering mengalami fraktur adalah pergelangan tangan , panggul dan vertebra. 3. Pemeriksaan fisik Dapat terjadi deformitas atau fraktur vertebra torakalis yang berakibat penurunan tinggi badan. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan non invasive, yaitu: Pemeriksaan analisis aktifasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total dari massa tulang Pemeriksaan absorpsiometri Pemeriksaan Komputer Tomografi Pemeriksaan Biopsi Pemeriksaan bersifat invasive yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebaan trabekula, dan kualitas mineralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada os sternum atau Krista iliaka. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan kimia darah dan kimia urin biasanya dalam batas normal, sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomarkers osteocalcin (G1a protein) dan osteonektin untuk melihat proses mineralisasi serta untuk membedakannya dengan nyeri tulang oleh kausa yang lain. Metoda mutahir untuk mengetahui osteoporosis adalah pengukuran densitas tulang. Cara ini mempunyai ketepatan yng sangat baik. Dengan cara ini dapat diketahui adanya kelompok fast boner losser, yang cenderung akan menjadi osteoporosis di kemudian hari. DETEKSI DINI Tes densitas mineral tulang (BMD) adalah cara terbaik untuk menentukan kesehatan tulang. tes BMD dapat mengidentifikasi osteoporosis, menentukan risiko untuk fraktur dan mengukur respons terhadap pengobatan osteoporosis. Pengujian BMD yang paling dikenal luas adalah dual energi x-ray absorptiometry, atau tes DXA. Kegunaan test BMD adalah: Mendeteksi densitas tulang yang rendah sebelum terjadi patah tulang. Konfirmasi diagnosis osteoporosis jika telah ada satu atau lebih patah tulang. Memprediksi kemungkinan fraktur di masa depan. Menentukan tingkat penurunan massa tulang, dan memantau dampak pengobatan jika tes dilakukan dengan interval satu tahun atau lebih. PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaan pada osteoporosis adalah: Meningkatkan pembentukan tulang yaitu dengan obat-obatan : Na Fluorida dan Steroid anabolik Mengahambat resorbsi tulang yaitu dengan obat-obatan: kalsium, estrogen, kalsitonin dan difosfonat. Selain itu Penanganan yang dilakukan pada penderita osteoporosis adalah: 1. Diet 2. Pemberian kalsium dosis tinggi 3. Pemberian vitamin D dosis tinggi 4. Pemasangan penyangga tulang belakang untuk mengurangi nyeri punggung PENCEGAHAN Pencegahan osteoporosis dapat dilakukan, terutama dengan pola makan dan gaya hidup antara lain: Kalsium yang cukup: Makanan sumber kalsium termasuk produk susu rendah lemak, seperti susu, yogurt, keju, dan es krim, hijau tua, sayuran, seperti brokoli, collard hijau, dan bayam, sarden dan salmon dengan tulang; tahu; almond, dan makanan yang diperkaya dengan kalsium, seperti jus jeruk, sereal, dan roti. Kebutuhan kalsium tubuh lebih besar selama masa kanak-kanak dan remaja, saat tulang berkembang pesat, serta selama kehamilan dan menyusui. Wanita menopause dan laki-laki yang lebih tua juga perlu mengkonsumsi kalsium lebih banyak. Vitamin D yang cukup: Vitamin D memainkan peranan penting dalam penyerapan kalsium dan kesehatan tulang. Vitamin D disintesis dalam kulit melalui paparan sinar matahari. Makanan sumber vitamin D termasuk kuning telur, ikan laut, dan hati. Banyak orang mendapatkan cukup vitamin D alami, dengan mendapatkan sekitar 15 menit dari sinar matahari setiap hari, namun studi menunjukkan terdapat penurunan produksi vitamin D pada orang tua, pada orang yang tinggal di rumah, dan bagi orang-orang pada umumnya selama musim dingin. Mereka mungkin membutuhkan suplemen vitamin D untuk mencapai asupan yang direkomendasikan 400 sampai 600 IU (International Unit) setiap hari. Olahraga teratur: Seperti otot, tulang adalah jaringan hidup yang merespon latihan. Olahraga yang dapat dilakukan adalah berjalan, hiking, jogging, naik tangga, tenis, dan menari. Tidak Merokok: Wanita yang merokok memiliki tingkat estrogen yang lebih rendah dibandingkan dengan bukan perokok, dan mereka sering mengalami menopause lebih awal. Perokok juga dapat menyerap kalsium kurang dari diet mereka. Tidak mengkonsumsi alkohol: Konsumsi rutin 2 sampai 3 ons /hari alkohol dapat merusak tulang, bahkan pada perempuan muda dan laki-laki.. Mereka yang minum berat lebih rentan terhadap kehilangan tulang dan fraktur, karena kedua gizi buruk dan meningkatkan risiko jatuh. PENCEGAHAN FRAKTUR Pencegahan terjadinya trauma merupakan masalah khusus untuk pria dan wanita dengan osteoporosis. Trauma terutama yang disebabkan karena jatuh dapat meningkatkan kemungkinan fraktur tulang pinggul, pergelangan tangan, tulang belakang, atau bagian lain dari kerangka. Selain faktor lingkungan, Trauma karena Jatuh juga dapat disebabkan oleh gangguan penglihatan atau keseimbangan, penyakit kronis yang mempengaruhi fungsi mental atau fisik, dan obat-obatan tertentu, seperti sedatif dan antidepresan. Sangat penting bahwa individu dengan osteoporosis dapat mengetahui setiap perubahan fisik yang mempengaruhi keseimbangan tubuh mereka Referensi : Townsend et al, 2004. Sabiston Textbook of surgery the biological basis of modern surgical practice, 17 th edition, Saunders:Philadelphia Rasjad, chairuddin, 2003. Pengantar ilmu bedah Ortopedi, Bintang Lamumpatue:Makassar Kasper et al, 2005. Harrisons Principles of internal medicine 16 th edition, McGraw-Hill :Newyork Wim De Jong, Sjamsuhidayat, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. EGC: Jakarta
SILABUS KULIAH INTEGUMEN 1. Kuliah Patologi Anatomi Menetapkan tumor ganas kulit tersering Menyebutkan hubungan antara nevus pigmentosa dan melanoma malignum Menyebutkan etiologi dan sifat terpenting lekoplakia Menyebutkan perbedaan sifat keganansan basalioma, karsinoma epidermoid dan melanoma malignum Menunjukkan gambaran patologi anatomi basalioma, karsinoma epidermoid dan melanoma malignum Membahas gambaran klinik basalioma, karsinoma epidermoid dan melanoma malignum 2. Kuliah Effloresensi Memahami fungsi kulit dan adnexanya Mengetahui macam-macam effloressensi Menyimpulkan effloressensi yang di dapat untuk menegakkan diagnosis 3. Kuliah Dermatitis Memahami macam-macam dermatitis : Menjelaskan dermatitis berdasarkan penyebab, stadium dan konfigurasi klinik Menjelaskan faktor yang mempengaruhi berat/ringannya penyakit Menjelaskan maksud stigma atopic Menjelaskan klasifikasi dermatitis atopik menurut golongan umur Menjelaskan komplikasi yang seringkali terjadi pada dermatitis atopic Menjelaskan perbedaan macam-macam bentuk dermatitis Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk dermatitis Menemukan gejala khas bagi tiap penyakit Menyimpulkan data-data untuk menegakkan diagnosis Melakukan pengobatan baik secara local dan sistemik Menjelaskan faktor yang mempengaruhi prognosis Menetapkan tingkat penyakit 4. Kuliah Penyakit Infeksi (jamur superficial, virus, parasit, dan bakteri) Infeksi Jamur Superfisial - Memahami macam-macam bentuk, faktor-faktor yang mempermudah terjadinya serta epidemiologi penyakit jamur Superficial - Menegakkan diagnosis dengan gejala khas pada penyakit jamur superficial - Melakukan pemeriksaan penunjang (mikroskopis dan pemeriksaan lampu wood) - Melakukan pengobatan secara topical dan sistemik - Menetapkan komplikasi dan prognosis dari penyakit jamur superficial serta menjelaskan reaksi id - Menjelaskan cara-cara pencegahannya Infeksi Virus - Memahami macam-macam bentuk, faktor-faktor yang mempermudah terjadinya serta epidemiologi penyakit infeksi virus - Menegakkan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala yang khas - Menetapkan diagnosis banding - Melakukan pengobatan secara topical dan sistemik - Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit - Menjelaskan cara-cara pencegahannya Infeksi Parasit - Memahami macam-macam bentuk, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya serta epidemiologi penyakit infeksi zoonosa - Menegakkan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala yang khas - Menetapkan diagnosis banding - Mengetahui pemeriksaan laboratorik - Melakukan pengobatan secara topical dan sistemik - Menjelaskan cara-cara pencegahannya - Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit Infeksi Bakteri - Memahami macam-macam pioderma primer - Menjelaskan faktor yang sering mempengaruhi pioderma - Menjelaskan berbagai jenis impetigo (kontagiosa, neonatorum, Vesiko-bulosa) - Membedakan folikulitis dlam dan superficial - Menjelaskan arti ektima - Menjelaskan arti furunkel/karbunkel - Menjelaskan arti erisipelas, selulitis, flegmon - Menjelaskan arti abses multiple - Menjelaskan arti Hidradenitis - Menegakkan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala yang khas - Menetapkan diagnosis banding - Mengetahui pemeriksaan laboratorik - Melakukan pengobatan secara topical dan sistemik - Menjelaskan cara-cara pencegahannya - Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit 5. Kuliah Penyakit Kusta Memahami penyakit Morbus Hansen Menjelaskan bentuk klinik Morbus Hansen Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi Menjelaskan epidemiologi Menegakan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala khas dan gambaran, histopatologik Menetapkan diagnosis banding Melakukan penatalaksanaan baik secara sistemik dan secara lokal Merujuk penderita Menjelaskan penyakit untuk menghilangkan salah pengertian Menjelaskan rehabilitasi Menjelaskan tentang reaksi lepra dan penanggulangannya sesuai konsep terakhir Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit 6. Kuliah Eritoskuamous Menjelaskan bentuk-bentuk klinik dari tiap penyakit macam penyakit eritroskuamosa Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit Mengakkan diagnose dengan menemukan gejala-gejala khas penyakit Melakukan pemeriksaan penunjang Menetapkan diagnosis banding Melakukan pengobatan baik secara local maupun secara sistemik Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit 7. Kuliah Penyakit Kulit berlepuh Memahami dan menjelaskan macam-macam bentuk klinik penyakit kulit berlepuh serta menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit Mengakkan diagnose dengan menemukan gejala-gejala khas penyakit Melakukan pemeriksaan laboratorik khusus dan pemeriksaan penunjang lainnya Menetapkan diagnosis banding Melakukan pengobatan baik secara local maupun secara sistemik Menjelaksan efek samping dari pengobatan Merujuk penderita Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit 8. Kuliah Penyakit Kulit Darurat Memahami macam-macam bentuk penyakit kulit darurat, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit serta menjelaskan tentang epidemiologinya Menegakkan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala khas untuk setiap penyakit Melakukan pemeriksaan penunjang Menetapkan diagnosis banding Melakukan penatalaksanaan dengan menaggulangi keadaan darurat Merujuk untuk pengelolaan selanjutnya 9. Kuliah Acne Memahami macam-macam acne Menjelaskan faktor-faktoryang mempermudah terjadinya acne Menjelaskan epidemiologi penyakit acne Menegakkan diagnosis dengan menemukan gejala-gejala khas penyakit acne Menetapkan diagnosis banding Melakukan pengobatan baik secara local maupun secara sistemik Menilai prognosis dengan menetapkan komplikasi dan tingkat penyakit Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi dan cara terajdinya penyakit serta menjelaskan cara-cara mencegah penyakit 10. Kuliah Dermatoterapi Memahami cara pengobatan dalam Ilmu penyakit kulit Menjelaskan indikasi pengobatan lokal pada penyakit kulit Menjelaskan indikasi pengobatan sistemik pada penyakit kulit Menjelaskan jenis bahan dasar (vehiculum) obat lokal yang sesuai dengan lokalisasi dan stadium penyakit Menjelaskan indikasi pengobatan dengan sinar dan pembedahan minor pada penyakit kulit 11. Kuliah Penyakit Menular Seksual Menjelaskan etiologi penyakit menular seksual Menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempermudah perluasan penyakit menular seksual Menemukan gejala-gejala khas penyakit menular seksual Menentukan diagnosis banding penyakit menular seksual Menentukan pemeriksaan laboratoris khusus untuk penyakit menular seksual Memahami indikasi pengobatan penyakit menular seksual Menjelaskan cara pencegahan penyakit menular seksual 12. Kuliah Agen Infeksius pada Sistem Integumen Menjelaskan etiologi penyakit infeksi pada sistem intgumen Menjelaskan patogenesis terjadinya penyakit infeksi pada sistem integumen Menentukan diagnosis banding penyakit infeksi pada sistem integumen Memahami indikasi pemeriksaan khusus pada penyakit infeksi sistem integumen Memahami indikasi pengobatan penyakit infeksi sistem integumen Menjelasan cara pencegahan penyakit infeksi pada sistem integumen
SILABUS KULIAH SISTEM MUSKULOSKELETAL
1. Kuliah Penyakit Degeneratif Mahasiswa dapat Menyebutkan jenis-jenis penyakit degeneratif dalam sistem muskuloskeletal (Osteoporosis, arthritis rheumatoid) Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dan etiologi dari penyakit-penyakit degeneratif Mahasiswa mampu menjelaskan factor resiko pada penyakit-penyakit degeneratif Mahasiswa mampu menentukan Diagnosis pada penyakit-penyakit degeneratif Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi pada penyakit-penyakit degeneratif Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan diagnosis pada penyakit-penyakit degeneratif Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada penyakit-penyakit degeneratif Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pada penyakit-penyakit degeneratif Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan penyakit-penyakit degeneratif 2. Kuliah Penyakit Kongenital dan Tulang Belakang Memahami kelainan kongenital pada leher dan bahu Menjelaskan penyakit Klippelfeil Menjelaskan penyakit kongenital musculair tortikolis Mengetahui sikap dan cara pengobatan pada kelainan kongenital leher dan bahu Melakukan rujukan pada kelainan kongenital leher dan bahu Mengenal kelainan kongenital pada tulang belakang (skoliosis hemivertebrae, spinabifida) dan melakukan rujukan Menjelaskan penyakit talipes equinovarus dan CDH dan melakukan rujukan 3. Kuliah Tumor Mahasiswa dapat Memahami neoplasma jaringan muskuloskeletal Mahasiswa dapat Menyebut beberapa neoplasma jaringan muskuloskeletal (3 penyakit) Mahasiswa dapat Menjelaskan osteoclasma Mahasiswa dapat Menjelaskan osteosarcoma Mahasiswa dapat Melakukan rujukan pada neoplasma jaringan muskuloskeletal Mahasiswa dapat Mengetahui tumor tulang belakang (primer dan sekunder) Mahasiswa dapat Menetapkan gambaran radiologik tumor ganas tulang, serta metastasenya dan tumor jinak tulang 4. Kuliah Mekanika Trauma Klasifikasi mekanisme trauma meliputi trauma tumpul, tembus, termal dan ledakan (blast). Hukum-hukum fisika trauma meliputi hukum kekekalan energi, hukum Newton, energi kinetik, perpindahan energi, elastisitas benda. Transfer energy Riwayat trauma Trauma tumpul : o Tabrakan kendaraan - Benturan frontal - Benturan lateral - Benturan dari belakang - Benturan quarter panel - Terbalk - Ejeksi o Tabrakan/benturan organ - Trauma kompresi - Trauma deselerasi - Trauma karena alat pengaman (sabuk pengaman) Trauma pejalan kaki (pedestrian injury) o Benturan dengan bemper o Benturan kaca depan mobil dan tutup mesin o Benturan dengan tanah Trauma berhubungan dengan kendaraan roda dua o Benturan frontal ejeksi o Benturan lateral ejeksi o laying the bike down o Helm Terjatuh (falls) Trauma ledak (blast injury) Trauma tembus (penetrating trauma) o Peluru o Kecepatan tembus o Luka tembak masuk dan luka tembak keluar 5. Kuliah Dislokasi Sendi Menjelaskan apa yang disebut : subluxasi, luxasi (dislokasi), fraktur dislokasi Menjelaskan predisposing; faktor penyebab dislokasi seperti : kongenital displasia, infeksi, muscle imblance (ada polio) Menjelaskan Penanganan awal pada dislokasi sendi 6. Kuliah Fraktur dan Ruptur tendon Menjelaskan patofisiologi fraktur dan ruptur Menjelaskan diagnosis fraktur dan ruptur tendon Menjelaskan penanganan awal pada penderita fraktur dan ruptur tendon Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi Menjelaskan cara merujuk pasien dengan fraktur dan ruptur tendon dengan benar 7. Kuliah Penyakit Infeksi dan Autoimun Mahasiswa mampu mengenali penyakit infeksi pada tulang dan sendi o Osteomielitis pyogenik dan granulomatosa o Spondilitis tuberculosa o Artritis septik Mahaiswa mengetahui penyebab dan menjelaskan terjadinya penyakit infeksi pada tulang dan sendi (etiologi dan patofisiologi) Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit infeksi pada tulang dan sendi (hasil laboratorium, pemeriksaan radiologi) Mahasiswa mengetahui pengobatan yang harus diberikan pada penyakit infeksi tulang dan sendi (medikamentosa dan terapi bedah) Mahasiswa mengetahui jenis penyakit radang dan autoimun pada sendi dan tulang o Artritis (reumatoid, pirai) o Spondilitis ankilosis o Tendinitis (supraspinatus, biceps, kalsifikans,tendo Achilles) o Carpal tunnel syndrom o Tenosynovitis o Bursitis o Epikondilitis o Frozen shoulder Mahasiswa mengetahui penyebab terjadinya penyakit radang dan autoimun pada sendi dan tulang Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit infeksi pada tulang dan sendi (hasil laboratorium, pemeriksaan radiologi) Mahasiswa mengetahui pengobatan yang harus diberikan pada penyakit infeksi tulang dan sendi (medikamentosa dan terapi bedah) 8. Kuliah Farmakologi Menjelaskan Obat-obatan Muscle Relaksan Menjelaskan obat-obatan yang mempengaruhi osteoporosis Menjelaskan obat-obatan anti gout 9. Kuliah Forensik Mampu melakukan identifikasi rangka yang tersisa di TKP untuk menentukan: o Ciri-ciri tulang manusia o Estimasi jenis kelamin o Estimasi bentuk tubuh o Estimasi ras o Estimasi umur o Estimasi waktu kematian o Estimasi penyebab kematian 10. Kuliah Radiologi Mengenal gambaran radiologik tulan dan sendi normal : o Menetapkan gambaran radiologik tulang anak-anak dan dewasa o Menetapkan bentuk korteks dan medula pada tulang normal secara radiologic o Menetapkan sendi normal pada foto radiologic Mengenal kelainan peradangan pada sendi tulang : o Menetapkan kelainan sendi pada peradangan akut kronik o Menetapkan kelainan pada tulang akibat peradangan akut dan kronik Menilai gambaran radiologik tumor tulang : o Menetapkan gambaran radiologik tumor ganas tulang, serta metastasenya dan tumor jinak tulang Mengenal kelainan tulang punggung : o Menetapkan kelainan peradangan tulang punggung (spondilitis ) o Menetapkan tanda fraktur tulang punggung o Menetapkan tanda penyakit degenerasi tulang leher dan lumbal Mengenal kelainan traumatik (fraktur tulang dan dislokasi sendi)
DAFTAR NAMA TIM BLOK XVIII Nama Telepon Keterangan dr. Anom Josafat 081803804436 Koordinator Blok dan Tutor dr. Novia Putri 0817326244 Sekretaris Blok dr. Nurhidayati, M. Kes 087865117385 Instruktur Tramed Siti Rahmatul Aini, S. Farm, Apt, M. Sc. 081237170001 Tim Blok dr. Fathul Djannah, Sp. PA 081938688090 Tim Blok dr. Agustine Mahardika 0817365272 Tutor dr. Rika Hastuti 087864260020 Tim Blok dr. Dhinie Ramdhani 087841019204 Tim Blok dr. Ida Lestari Harahap 08194285868 Tutor Agriana Rosmalina Hidayati, M. Farm, Apt 081252339933 Instruktur Tramed dr. Zikrul Haikal 081803660605 Instruktur Tramed dr. Muhammad Rizkinov Jumsa 087854366606 Tutor dan Instruktur Tramed dr. Gede Wira Buanayuda 081803740998 Tutor dr. Rudi Febrianto, Sp.OT 081322501336 Dosen Pakar dr. Retno W, Sp. KK 08155074120 Dosen Pakar
JADWAL KEGIATAN BLOK 18 MUSKULOSKELETAL DAN INTEGUMEN MINGGU / Penanggung Jawab JAM HARI SENIN 20 JUNI 2011 SELASA 21 JUNI 2011 RABU 22 JUNI 2011 KAMIS 23 JUNI 2011 JUMAT 24 JUNI 2011 SABTU 25 JUNI 2011 I Dr. Anom
10.30-11.20 Efloresensi Infeksi bakteri dan parasit (dr. Retno) KETERAMPILAN MEDIK
11.20-12.10 KETERAMPILAN MEDIK
12.10-13.00 Infeksi virus dan jamur (dr. Retno) ISHOMA
MINGGU JAM HARI SENIN 4 JULI 2011 SELASA 5 JULI 2011 RABU 6 JULI 2011 KAMIS 7 JULI 2011 JUMAT 8 JULI 2011 SABTU 9 JULI 2011 III Dr. Novia
08.00-08.50 TUTORIAL 1 Skenario 3 KETERAMPILAN MEDIK Kuliah Anatomi Sistem Muskuloskeletal (tim anatomi) TUTORIAL 2 Skenario 3 PLENO Skenario 3 KUNJUNGAN LAPANGAN ORTHOPEDI I Dr. Zikrul 08.50-09.40 Kuliah kedokteran Olahraga (tim IKM) 09.40-10.30 MANDIRI MANDIRI MANDIRI
10.30-11.20 Kuliah Penyakit Menular Seksual (dr. Retno) Penyakit Kulit Berlepuh (dr. Retno) Acne Dermatoterapi (dr. Retno) KETERAMPILAN MEDIK
11.20-12.10 12.10-13.00 Kuliah Penyakit Kulit Darurat (dr. Retno) Presentasi Makalah Integumen Presentasi Makalah Integumen ISHOMA 13.00 13.50 13.50-14.40 MINGGU JAM HARI SENIN 11 JULI 2011 SELASA 12 JULI 2011 RABU 13 JULI 2011 KAMIS 14 JULI 2011 JUMAT 15 JULI 2011 SABTU 16 JULI 2011 IV Dr. Rizkinov
08.00-08.50 TUTORIAL 1 Skenario 4 Kuliah Kedokteran Olahraga (tim IKM) Kuliah Kelainan Kongenital (dr.Rudi) Tutorial 1 Skenario 5 PLENO Skenario 4 KUNJUNGAN LAPANGAN ORTHOPEDI II Dr. Zikrul 08.50-09.40 09.40-10.30 Penyakit Infeksi dan Autoimun (dr. Rudi) MANDIRI MANDIRI MANDIRI
13.50-14.40 MINGGU JAM HARI SENIN 1 AGUSTUS 2011 SELASA 2 AGUSTUS 2011 RABU 3 AGUSTUS 2011 KAMIS 4 AGUSTUS 2011 JUMAT 5 AGUSTUS 2011 SABTU 6 AGUSTUS 2011 VI Tim Blok