Oleh: Debby Andina L. / G9911112043 Ikvin Muttathiin / G9911112079 Dian Ajeng A. / G9911112049 Katia Amanda S. / G9911112084 Iput Syarhil M. / G9911112081 Florantya Setya N. / G99121018 Erickson / G99121041 Femi Dwi Aldini / G99121016 Rizki Annisya / G99121014
Pembimbing: dr. Risono Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT SYARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2013 2
BAB I STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. K Umur : 61 tahun Jenis Kelamin : Wanita Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Grobogan, Jawa Tengah No. RM : 01177113
B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Penurunan kesadaran
2. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 12 jam SMRS, pasien mengalami penurunan kesadaran. Keluhan tersebut terjadi tiba-tiba saat pasien menonton tv. 1 hari SMRS pasien merasa lengan dan tungkai kanan lemah mendadak. Keluhan tersebut muncul saat pasien sedang duduk-duduk. Pasien merasa keluhannya semakin memberat hingga lengan dan tungkai kanan tidak bisa digerakkan. Pasien juga mengeluhkan pelo, nyeri kepala (+), kesemutan (+), kejang (-), demam (-), mual (-), muntah (-), trauma (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat tekanan darah tinggi : (+) 5 tahun yang lalu, tidak kontrol teratur Riwayat penyakit jantung : disangkal Riwayat sakit gula : disangkal Riwayat stroke/TIA : disangkal Riwayat mondok : disangkal
3
4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit dengan keluhan serupa : disangkal Riwayat sakit gula : disangkal Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal Riwayat sakit jantung : disangkal
6. Riwayat Gizi Sebelumnya pasien makan tiga kali dalam satu hari, porsi sedang dengan nasi, lauk pauk tahu, tempe, telur, kadang-kadang ikan. Pasien jarang makan buah dan minum susu. Pasien sering mengonsumsi makanan bersantan dan makanan yang rasanya asin.
7. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien bekerja adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama suami dan anaknya di rumah. Pasien membayar biaya perawatan di RSDM dengan Jamkesmas.
ANAMNESIS SISTEM Anamnesis sistem dilakukan tanggal 18 Februari 2013. a. Sistem saraf pusat : nyeri kepala (+), kejang (-) b. Sistem Indera - Mata : berkunang- kunang (-), pandangan dobel (-), penglihatan kabur (-), pandangan berputar (-) - Hidung : mimisan (-), pilek (-) - Telinga : pendengaran berkurang (-), tinitus (-), keluar cairan (-), darah (-), nyeri (-) 4
c. Mulut : sariawan (-),gusi berdarah (-), mulut kering (-), gigi tanggal (-), gigi goyang (-), bicara pelo (+) d. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-) e. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), mengi (-) tidur mendengkur (-) f. Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-) g. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri uluh hati (-), susah berak (-), perut sebah (-), mbeseseg (-), kembung (-), nafsu makan berkurang (-), ampek (-), tinja lunak, warna kuning. h. Sistem muskuloskeletal : nyeri (-), nyeri sendi (-), kaku (-), kelemahan anggota gerak kanan (+) i. Sistem genitourinaria : mengompol (-), sulit mengontrol kencing (-) j. Ekstremitas atas : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan (-/-), bengkak (-), kelemahan (-/-), sakit sendi (-), panas (-) berkeringat (-) k. Ekstremitas bawah : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan (+/-), sakit sendi lutut kiri (-), kelemahan (+/-) l. Sistem neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-), mengigau (-), emosi tidak stabil (-) m. Sistem Integumentum : kulit sawo matang, pucat (-), kering (-), terasa tebal (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan umum : sakit sedang, GCS E 2 V 3 M 4 , gizi kesan cukup Vital sign TD :140/90 mmHg Nadi : 88x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup 5
RR : 20x/ menit tipe thoracoabdominal Suhu : 37,0 0 C (per aksiler) Status Neurologis a. Kesadaran : GCS E 2 V 3 M 5
b. Fungsi luhur : sulit dievaluasi c. Fungsi vegetatif : kateter urin, Nasogastric Tube, IV line d. Fungsi sensorik : sulit dievaluasi e. Fungsi motorik dan reflek : Kekuatan Tonus R.fisiologis R.patologis N N +2 +2 - -
N N +2 +2 - - Lateralisasi dextra
f. Nervus Cranialis 1. N. I : sulit dievaluasi 2. N. II : sulit dievaluasi 3. N. III, IV, VI : RC (+/+), pupil isikor (3mm/3mm), gerakan bola mata sulit dievaluasi 4. N. V : reflek kornea (+/+) 5. N.VII : kesan parese dextra tipe LMN 6. N. VIII : sulit dievaluasi 7. N. IX : sulit dievaluasi 8. N. X : sulit dievaluasi 9. N.XI : sulit dievaluasi 10. N. XII : sulit dievaluasi g. Reflek Batang Otak - Pupil isokor (3mm/3mm) - Reflek kornea (+/+) - Dolls eye (- /- ) h. SIRIRAJ Score (2,5 x 1) + (2x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 90) (3x0) 12 = 1,5
6
i. Meningeal Sign - Kaku kuduk : (-) - Tanda Brudzinski I, II, III, IV : (-) - Tanda Kernig : (-)
j. Provokasi test - Laseque : (-/-) - Patrick : (-/-) - Contra Patrick : (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium Darah Pemeriksaan 7/2 8/2 12/2 13/2 Satuan Nilai normal Hematologi Rutin Hb 6.7 6.4 10.6 g/dl 12.0 15.6 Hct 24 36 33 45 AL 12.5 5.7 8.1 10 3 /l 4.5 - 11.0 AT 412 323 308 10 3 /l 150 - 450 AE 3.04 4.67 10 6 /l 4.10 5.10 Gol. Darah O Index Eritrosit MCV 77.6 /um 80-96 MCH 21.1 Pg 28-33 MCHC 27.1 g/dl 33-36 RDW 13.5 % 11.6 14.6 HDW g/dl 2.2 3.2 MPV 8.7 Fl 7.2 11.1 PDW 17 % 25 65 Hitung Jenis -netrofil -limfosit -monosit -eosinofil -basofil
GDP 82 mg/dl 70-110 G2PP mg/dl 80-140 HbA1c % 4.8 5.9 SGOT 19 u/l 0-35 SGPT 8 u/l 0-45 Bilirubin total mg/dl 0.00-1.00 Bilirubin direct mg/dl 0.00-0.30 Bilirubin indirect
mg/dl 0.00-0.70 Prot. Total g/dl 3.2 4.6 Albumin g/dl 3.2 4.6 Globulin g/dl - Kreatinin 0,5 0.6 mg/dl 0.6 -1.1 Ureum 20 31 mg/dl < 50 Asam urat 3,0 mg/dl 2.4 - 6.1 Kol. Total 213 mg/dl 50 200 HDL Kol. 50 mg/dl 31 75 LDL Kol. 141 mg/dl 88 186 Trigliserida 127 mg/dl <150 Besi (SI) ug/dl 27 138 TIBC ug/dl 228 428 Sat.transferin % 15 45 Feritin ng/ml 20.0 200.0 Serologi Hepatitis Anti Hbc HbeAg non reaktif Anti HCV non reaktif HbsAg Non reaktif
non reaktif 8
2. Pemeriksaan Radiologi - Foto Thoraks PA
Kesan : Cardiomegali
- Foto MSCT Brain tanpa kontras
Kesan : ICH di capsula interna kiri sampai eksterna kiri dengan ukuran (5,3 x 2,7 x 7) volume 47 cc yang mendesak cornu anterior ventrikel lateralis kiri dan menyebabkan midline shift ke kanan 9
E. RESUME Sejak 12 jam SMRS, pasien mengalami penurunan kesadaran. Keluhan tersebut terjadi tiba-tiba saat pasien menonton tv. Kurang lebih satu hari SMRS pasien merasa lengan dan tungkai kanan lemah mendadak. Keluhan tersebut muncul saat pasien sedang duduk-duduk. Pasien merasa keluhannya semakin memberat hingga lengan dan tungkai kanan tidak bisa digerakkan. Pasien juga mengeluhkan pelo, nyeri kepala (+), kesemutan (+). Pada pemeriksaaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg. GCS E 2 V 3 M 5.
Fungsi motorik (kekuatan) ekstremitas kanan menurun. Pada pemeriksaan Nn. Craniales didapatkan kesan parese dextra n.VII tipe LMN. Pada pameriksaan laboratorium darah tanggal didapatkan Hb 6,7 g/dl, AL 12,5.10 3 /l (7 Februari 2013); Hb 6,4 g/dl, Hct 24%, AE 3,04.10 6 /l (12 Februari 2013); Hb 10,6 g/dl (13 Februari 2013). Pada pemeriksaan MSCT Brain tanpa kontras, kesan ICH di capsula interna kiri sampai eksterna kiri dengan ukuran (5,3 x 2,7 x 7) volume 47 cc yang mendesak cornu anterior ventrikel lateralis kiri dan menyebabkan midline shift ke kanan.
C 2. Infus NaCl 0,9% 20 tpm 3. Injeksi Ranitidin 50mg/12 jam 4. Injeksi B1 100 mg/12 jam
H. PLANNING 1. MRS bangsal 2. Konsul Interna
10
I. PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad malam Ad sanam : dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
STROKE A. PENDAHULUAN Stroke merupakan sindroma klinis yang menjadi penyebab kematian nomor dua di dunia setelah serangan jantung. Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur >65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecacatan; 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat. Perbandingan antara pria dan wanita yaitu 5 : 4, serta 60% kematian terjadi pada wanita. Kejadian stroke iskemik lebih banyak dari pada stroke hemoragik, yaitu sebesar 80%. 1 Stroke merupakan kondisi emergency yang dapat menyebabkan kematian atau dapat menimbulkan defisit neurologis yang bersifat permanen. Dalam menjalankan fungsinya otak kita ditunjang oleh tiga komponen penting yakni pembuluh darah, oksigen dan glukosa, jika terjadi gangguan dari salah satu komponen tersebut, dimana dalam hal stroke ini adalah terdapat gangguan dari pembuluh darah, maka ada bagian dari otak yang mengalami gangguan fungsi. Jika gangguan ini bersifat serius dan berlangsung cukup lama maka dapat menyebabkan kematian sel-sel otak yang diikuti kerusakan permanen dari bagian otak yang terkena tersebut. 2 Karena berbagai fungsi gerak dan berbagai macam fungsi tubuh lainnya diatur oleh sel-sel otak maka fungsi-fungsi tersebut juga akan mengalami gangguan atau kerusakan tergantung dari bagian sel otak mana yang terkena. 2
B. DEFINISI Menurut WHO (1970), stroke adalah gangguan fungsi otak yang mengakibatkan defisit neurologik fokal (atau global), timbul mendadak (akut), berlangsung selama lebih dari 24 jam (atau terkadang berakhir dengan kematian sebelum 24 jam), yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. 3
12
Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkkan dan edema yang timbul dalam 24 72 jam pertama setelah kematian sel neuron. 2
C. ANATOMI
Gambar 1. Vaskularisasi Otak 4
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis. Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis. 3
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior. Arteri vertebralis 13
memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas. 3
D. FAKTOR RESIKO Berbagai macam faktor resiko dilaporkan pada patogenesis terjadinya stroke namun faktor usia, hipertensi, merokok, dan diabetes dikatakan sebagai faktor resiko yang mendahului pada semua jenis stroke. 2 Penyakit jantung juga banyak didapatkan dalam kaitan dengan stroke iskemik. Faktor resiko terjadinya stroke dapat dibagi dalam: 5,6,7
1. Faktor resiko yang tak dapat diubah ("nonmodifiable") a) Genetik Riwayat stroke pada orang tua (baik ayah maupun ibu) akan meningkatkan resiko stroke. Peningkatan resiko stroke ini dapat diperantarai oleh beberapa mekanisme, yaitu: o penurunan genetis faktor resiko stroke, o penurunan kepekaan terhadap faktor resiko stroke, o pengaruh keluarga pada pola hidup dan paparan lingkungan, o interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. b) Jenis kelamin Ternyata pria lebih berisiko kena serangan stroke, demikian hasil penelitian. Tetapi lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Serangan stroke pada pria umumnya terjadi pada usia lebih muda dibanding wanita, sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Wanita, meski jarang kena stroke, namun serangan itu datang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar. Selain itu, gejala pada wanita sangat berbeda dengan gejala umum, sehingga terabaikan. c) Usia Insiden stroke akan meningkat secara eksponensial menjadi dua hingg tiga kali lipat setiap dekade diatas usia 50 tahun dan ada data yang menyebutkan 1 14
dari 3 orang yang berusia diatas 60 tahun akan menderita salah satu jenis stroke. d) Ras Di Amerika Serikat, berbagai laporan epidemiologi menunjukkan adanya perbedaan yang berarti dalam hal insidensi untuk semua jenis stroke dan infark serebri lebih besar pada kelompok berkulit hitam. Lebih banyak dijumpai faktor resiko seperti hipertensi dan diabetes pada kelompok berkulit hitam. 2. Faktor resiko yang dapat diubah ("modifiable") a) Diabetes mellitus Diabetes Mellitus akan memacu terjadinya atherosklerosis dan meningkatkan prevalensi faktor-faktor resiko atherogenic seperti obesitas, hipertensi, dan dislipidemia. Diabetes Mellitus ( DM ) memberi resiko relatif bagi terjadinya stroke sebesar 1,5 sampai 3 kali. DM adalah faktor resiko bagi stroke iskemik pada pembuluh darah besar; pada pembuluh darah kecil belum pasti. Diabetes Mellitus mengganggu secara menahun autoregulasi otak sehingga penderita diabetes sangat peka terhadap tekanan perfusi dan juga terhadap timbulnya stroke progresif. Menurut WHO, DM yang terkendali tidak mengurangi insidensi strok, akan tetapi hiperglikemia yang terkontrol dapat mengurangi kerusakan neuron otak pada fase akut stroke b) Hipertensi Kurang lebih 70% penderita stroke adalah pengidap hipertensi. Pada penderita hipertensi, resiko relatif untuk menderita stroke adalah sebesar 1,5 hingga 2 kali. Hipertensi memegang peranan penting dalam patogenesis terjadinya baik perdarahan otak, infark otak, serta mikroangiopati intrakranial namun kurang berpengaruh pada mikroangiopati ekstrakranial. Dampak hipertensi terhadap penyakit pembuluh darah kecil otak akan menyebabkan iskemik otak (91%) atau hematoma otak (72%). c) Merokok Dasar patofisiologinya adalah rokok menaikkan kadar fibrinogen darah, hematokrit dan menambah agregasi trombosit dan viskositas darah. Secara keseluruhan resiko relatif stroke pada perokok adalah 1,5 hingga 4 kali dibandingkan dengan bukan perokok. 15
d) Dislipidemia Kelainan lipid serum berupa peninggian kolesterol total, Low Density Lipoprotein (LDL), Trigliserida, dan penurunan High Density Lipoprotein (HDL) dianggap sebagai faktor risiko aterosklerosis. e) Stres Stres bisa menyebabkan peningkatan kadar hormon epinefrin yang mengakibatkan naiknya tekanan darah dan denyut jantung sehingga mempermudah kerusakan pada dinding pembuluh darah. f) Penyakit jantung Dalam penelitian Framingham pada follow up selama 30 tahun dilaporkan dari 600 kasus stroke dari TIA 60% penderita mempunyai tekanan darah tinggi, 32,7% terdapat PJK sebelumnya, 14,6% dengan gagal jantung kongestif, 14,5% dengan atrial fibrilasi dan hanya 13,6% tidak menunjukkan kelainan diatas. g) TIA TIA dan riwayat stroke adalah faktor resiko yang penting bagi stroke, makin sering terjadi TIA, makin tinggi resiko untuk stroke; adanya riwayat stroke lebih besar resikonya dari pada TIA sendiri untuk terjadinya stroke berikutnya. h) Alkohol Terdapat bukti-bukti (14 studi dari tahun 1989-1997) bahwa alkohol adalah faktor resiko stroke. Peminum alkohol berat adalah penyandang faktor resiko yang independen bagi semua jenis stroke (Medika Nusantara, 2004). Alkohol berlebihan menambah agregasi trombosit, mengaktivasi kaskade koagulasi, hematokrit dan viskositas darah meningkat, hipertensi, serta penurunan aliran darah ke otak. i) Riwayat migrain Beberapa penelitian epidemiologi terdahulu menunjukkan peningatan resiko stroke pada penderita migren. Mekanisme yang mendasari kejadian stroke pada penderita migren adalah kondisi hiperkoagubilitas dan pengurangan aliran darah serebral pada saat fase aura. j) Kontrasepsi oral 16
Peningkatan resiko stroke akibat penggunaan kontrasepsi oral terutama teramati pada preparat yang mengandung estradiol tinggi (= 50 g). Hasil berbagai penelitian terdahulu tentang hubungan antara pemakaian kontrasepsi oral dan stroke masih sangat kontroversial. Analisis stratifikasi menunjukkan bahwa peningkatan resiko stroke pada pemakai kontrasepsi oral terutama teramati pada wanita > 35 tahun, perokok sigaret, hipertensi, diabetes, penderita migren, dan wanita dengan riwayat penyakit thromboembolik. k) Penyalahgunaan obat Penyalahgunaan obat merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat, termasuk kokain, amfetamin, dan heroin berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Berbagai obat tersebut dapat mengganggu aliran darah, menginduksi vaskulitis, menyebabkan embolisasi, endokarditis infektif, mengganggu agregasi platelet, dan meningkatkan viskositas darah. l) Malformasi arteriavenosa AVM adalah kumpulan arteria dan vena abnormal yang saling berhubungan tanpa adanya bed kapiler dan sering mengandung parenkhim neuronal didalamnya. Pembuluhnya secara patologi sangat abnormal, mungkin menebal, mengalami hialinisasi atau mengandung kalsium. Aliran darah melalui kelainan ini sangat kuat hingga mengalihkan darah dari otak sekitarnya dengan akibat defisit neurologis. E. KLASIFIKASI Stroke dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : stroke hemoragik (perdarahan) dan stroke iskemik (iskemik). 5
Stroke iskemik secara pathogenesis dapat dibagi menjadi: 2
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena thrombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteria serebri media. 2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada umumnya berasal dari jantung. Di klinik, stroke iskhemik lazim dibagi menjadi: 3
1. TIA (Transient Ischemic Attact), semua gejala neurologis sembuh dalam 24 jam. 17
2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Defisit), lama defisit neurologis lokal lebih dari 24 jam tetapi sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu. 3. PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurologic Defisit), lama defisit neurologis local lebih dari 24 jam tetapi sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 2 minggu. 4. Progressive Stroke, gejala neurologis bertambah lama bertambah berat 5. Completed Stroke, gejala neurologis dari permulaan sudah amksimal (stabil). Sedangkan stroke hemoragik, dibagi menjadi: 2
1. Perdarahan intraserebral, yaitu perdarahan di dalam jaringan otak. 2. Perdarahan subaraknoidal, yaitu perdarahan di ruangan subaraknoid, yang disebabkan oleh karena pecahnya suatu aneurisma atau arterio-venous malformation (AVM).
Gambar 2. Gambaran stroke hemoragik dan stroke iskemik 8
F. GAMBARAN KLINIK DAN DIAGNOSIS STROKE Menurut Prof B Chandra, ada perbedaan klinis antara stroke Iskemik dan Perdarahan yang tercantum dalam tabel berikut: 3
KLINIS STROKE ISKEMIK STROKE HEMORAGIK Permulaan serangan Sub akut Akut Waktu serangan Bangun pagi Aktivitas Tanda peringatan ++ -- 18
Nyeri kepala +/- ++ Muntah -- ++ Kejang -- ++ Kesadaran menurun + ++ Bradikardi Hari ke 4 Sejak awal serangan Papiledema -- + Rangsangan meningeal -- ++ Ptosis -- ++ Lokasi Kortikal/subkortikal Subkortikal
Pada kondisi tertentu, tidak bisa dibedakan antara stroke iskemik atau hemoragik hanya berdasar gambaran klinisnya saja. 7 Pada kondisi tersebut, dibutuhkan pemeriksaan penunjang CT scan atau MRI yang nantinya dapat ditemukan lesi iskemeik atau hemoragik beserta letaknya, sehingga kedua pemeriksaan tersebut merupakan Gold Standart untuk stroke. 5 Namun bila tidak ada peralatan tersebut, bisa digunakan Siriraj Skorring 10 dengan rumus:
(2,5 x DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) (3 X TA) 12
Keterangan: DK : derajat kesadaran, 0=sadar; 1=mengantuk; 2=semi koma/koma MT : muntah, 0=tidak muntah; 1=muntah; NK : nyeri kepala, 0=tidak nyeri; nyeri TD : tekanan darah diastolik TA : tanda aterom, seperti DM, angina, penyakit pembuluh darah perifer. 0=tidak ada; 1=ada Bila Skor total > 1 maka stroke perdarahan Skor total < -1 maka stroke iskemik
19
G. PENATALAKSANAAN 1
Penatalaksaan Umum Stroke Akut A. Penatalaksanaan diruang gawat darurat 1. Evaluasi cepat dan diagnosis 2. Terapi umum (suportif) a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan b. Stabilisasi nemodinamik (sirkulasi) 1) Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa) 2) Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan disamping dapat memantau kecukupan cairan, juga dapat sebagai sarana untuk memasukkan cairan infus 3) Usahakan CVC 5-12mmHg 4) Optimalisasi tekanan darah 5) Bila tekanan darah sistolik dibawah 120 mmHg, dan cairan sudah mencukupi dapat diberikan obat-obat vasopressor secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/tinggi, norepinerfrin atau epinerfin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140mmHg 6) Pemantauan jantung (Cardiac Monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik 7) Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi 8) Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebab nya.hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi c. Pemeriksaan awal fisik umum 1) Tekanan darah 2) Pemeriksaan jantung 3) Pemeriksaan neurologi umum awal 4) Derajat kesadaran, 5) Pemeriksaan pupil dan okulomotor 6) Keparahan hemiparesis d. Pengendalian peninggian TIK 20
1) Pemantauan ketat terhadap penderita dengan resiko edema serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari-hari pertama setelah serangan stroke 2) Monitor tekanan intra kranial harus dipasang pada pasien GCS < 9 dan penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan tekanan intra kranial 3) Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg 4) Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intra kranial meliputi : a) Tinggikan posisi kepala 20-30 0
b) Posisi pasien hendaklah menghindari penekanan vena jugulare c) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik d) Hindari hipertermia e) Jaga normovolemia f) Osmoterapi atas indikasi : o Manitol 0,25-0,50gr/kgbb, selam >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam dengan target 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi o Kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis insial 1mg/KgBB iv g) Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-40 mmHg ). Hipervebtilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif h) Paralysis neuromuscular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat mengurangi naiknya ICP dengan cara mengurangi naiknya tekanan intatorakal dan tekanan vena akibat batu, suction, bucking ventilator. Pasien dengan kenaikan kritis TIK sebaiknya diberikan muscle relaksan sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternatif 21
i) Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi udem otak dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dapat diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi j) Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebral k) Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik. e. Pengendalian kejang 1) Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti oleh phenitoin loding dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit 2) Bila kejang belum teratasi maka perlu dirawat diICU 3) Pemberian antikonvulsan profilaktik pada penderita stroke iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan 4) Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat anti epilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan f. Pengendalian suhu tubuh 1) Setiap penderita stroke yang disertai febris harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya 2) Berika asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,50 c 3) Pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi , harus dilakukan kultur dan hapusan (tracheal, darah dan urine) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa CSS harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis 4) Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik g. Pemeriksaan penunjang 1) EKG 2) Laboratorium : kimia darah, fungsi ginjal, hematology dan faal hemostasis, kadar gula darah, analisis urine, analisa gas darah dan elektrolit 22
3) Bila perlu pada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan CSS 4) Pemeriksaan radiologi : a) Ronsen dada b) CT scan
B. Penatalaksanaan umum diruang rawat 1. Cairan a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg. b. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral). c. Balans cairan di perhitungkan dengan mengukur produksi urine sehari ditambah dengan mengeluarkan cairan yang tidak dirasakn (produksi urine sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300ml per derajat celcius pada penderita panas. d. Elektrolit ( sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa dn diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal. e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah f. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia. 2. Nutrisi a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, oral nutrisi hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan diberikan melalui NGT. c. Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi. Karbohidrat 30-40 % dari total kalori, lemak 20-35 % dan protein 20- 30%. 23
d. Apabila kemungkinan pemakaian NGT diperkirakan >6 minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi. e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan nutrisi bole diberikan secara parenteral. f. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obat yang diberikan. 3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut ( aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan kontraktur perlu dilakukan. b. Berikan antibiotik atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan/atau memakai kasur antidekubitus d. Pencegahan DVT dan emboli paru e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita DVT perlu diberikan heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid. Perlu diperhatika terjadinya resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral. Pada pasien yang tidak bisa menerima antikoagulan, untuk mencegah DVT pada pasien imolisasi direkomendasikan penggunaan stocking eksternal atau aspirin 4. Penatalaksanaan medik yang lain a. Hyperglikemia pada stroke akut harus diobati. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau propofol bisa digunakan c. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi d. Berika H2 antagonist, apabila ada indikasi e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir atau memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK 24
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermitten h. Rehabilitasi i. Edukasi keluarga j. Discharge planning
Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut A. Penatalaksanaan Stroke Iskemik 1. Pengobatan terhadap hipertensi arteri pada stroke akut. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik 2. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara kharakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasi 3. Pemberian antikoagulan : a. Pemberian antikoagulan (heparin, LMWH atau heparinoid) secara parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan yang serius. Data menunjukan bahwa pemberian dini antikoagulan tidak menurunkan resiko stroke ulang dini, termasuk stroke emboli dan tidak mengurangi resiko memburuknya keadaan neurologik. Pada keadaan tertentu dapat diberikan, namun waspadai kemungkinan komplikasi perdarahan. b. Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke iskemik akut dengan tujuan untuk memperbaiki outcome neurologik atau sebagai pencegahan dini terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi. c. Pengobatan antikoagulan dalam 24 jam terhadap pesien yang mendapat rt-Pa intravena tidak direkomendasi d. Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke iskemik tidak direkomendasi e. Pada beberapa penelitian menunjukkan dosis tertentu unfractioned heparin subkutan menurunkan stroke iskemik ulang secara dini, tetapi dapat meningkatkan terjadinya perdarahan. Karena itu penggunaan 25
unfractioned heparin subkutan tidak direkomendasikan untuk menurunkna mortalitas dan morbilitas atau pencegahan dini stroke ulang. Dosis tinggi LMWH / heparinoids tidak bermanfaat menurunkan merbiditas, mortalitas atu stroke ulang dini pada pasien stroke akut. f. Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil pemerikasaan imaging memastikan tidak ada perdarahan intrakranial primer. Terhadap penderita yang mendapat pengobatan antikoagulan perlu dilakukan monitor kadar antikoagulan. g. Tidak ditemukan manfaat pemberian heparin pada pasien stroke akut dengan atrial fibrilasi, walaupun masih dapat diberikan pada pasien yang selektif. Aspirin dan dilanjutkan dengan pemberian walfarin untuk prevensi jangka panjang dapat diberikan warfarin merupakna pengobatan lini pertama pada kebanyakan kasus stroke kardio emboli. Penggunaan warfarin harus hati-hati, karea dapat meningkatkan resiko perdarahan. Oleh karena itu perlu monitor INR paling sedikit 1 bulan sekali. Warfarin dapat mencegah terjadinya stroke emboli kardiogenik dan mencegah emboli ulang pada keadaan major risk. h. Pemberian antikoagulan sesuai dengan pedoman antikoagulan pada stroke iskemik. 4. Pemberian antiplatelet agrerasi : a. Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24- 48 jam setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut. b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada stroke c. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan. d. Penggunaan aspirin sebagai adjunctive terapi dalam 24 jam setelah pemberian obat trombolitik tidak direkomendasi e. Pemberian klopidogrel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik akut, tidak dianjurkan. f. Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor glikoprotein Iib/IIIa tidak dianjurkan 26
5. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan dalam stroke iskemik akut 6. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke iskemik akut. 7. Dalam keadaan tertentu terkadang digunakan vasopresor untuk memperbaiki aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan tersebut harus dilakukan pantauan kondisi neurologik dan jantung secara secara ketat 8. Tindakan endarterektomi karotid pada stroke iskemik akut dapat mengakibatkan resiko serius dan luaran yang tidak menyenangkan. Tindakan endovaskular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga tidak dianjurkan. 9. Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukan hasil yang efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun pemberian citikolin sampai saat ini masih memberi manfaat pada stroke akut 10. thotracal echocardiography) dan TEE (trans esophageal echocardiography).
Pedoman Antikoagulan Pada Stroke Iskemik 1. Prevensi a. Penderita pasca TIA atau pasca stroke iskemik yang memiliki resiko tinggi untuk emboli otak berulang yang terbukti bersumber dari jantung maupun pembuluh darah besar misalnya : 1) Fibrilasi atrium non valvuler 2) Thrombus jantung 3) Trombus mural dalam ventrikel kiri 4) Infark miokard baru 5) Katup jantung buatan 6) Trombus pada lumen arteri karotis 7) Diseksi karotis dengan trombus 8) Hiperkoagulasi 9) Sindrom fospolipid 10) Plaque dengan trombus 27
b. Penderita stroke iskemik dengan trombosis vena dalam emboli paru, berbaring lama dengan paresis berat. 2. Terapi a. Trombosis vena serebral b. Trombosis vena dalam pasca stroke c. Stroke tromboemboli d. Stroke iskemik dengan sindrom hiperkoagulasi e. Stroke vertebrobasilar
Kontra-indikasi 1. Kontraindikasi mutlak a. Perdarahan intrakranial b. Gangguan hemostasis c. Ulkus peptikum aktif d. Perdarahan traktus gastrointestinal lainnya e. Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat f. Defisiensi AT III 2. Kontraindikasi relatif : a. Infark luas dengan pengeseran garis tengah b. Hipertensi berat tidak terkontrol (sistolik >200mmHg diastolik >120 mmHg) c. Ulkus peptikum tidak aktif/aktif d. Riwayat perdarahan oleh karena pemberian antikoagulan e. Riwayat idiosinkrasi dan hipersensitif terhadap antikoagulan karena potensial terjadi perdarahan f. Varises esofagus g. Baru dilakukan tindakan operasi / biopsi h. ITP atau thrombocytopenia dengan sebab selain DIC
B. Penatalaksanaan perdarahan intraserebral 1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat pada perdarahan intrakranial dan penyebabnya 28
2. Tatalaksana medis perdarahan intrakranial a. Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulan atau trombositopenia berat sebaiknya mendapat terapi faktor koagulasi atau trombosit b. Pasien dengan perdarahan intrakranial dan peningkatan INR terakit obat antikoagulan oral sebaiknya tidak diberikan warfarin, tetapi mendapatkan terapi untuk mengganti vitamin K-dependent factor. c. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut: 1) Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan INR 2) Fresh Frozen Plasma (FFP) 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor pembekuan darah. 3) Kegunaan transfusi trombosit masih belum jelas 4) Untuk mencegah tromboemboli vena, pasien sebaiknya mendapat penumatic intermiitent compression selain dengan stoking elastis. 5) Setelah penghentian perdarahan, LMWH atau UFH subkutis dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk pencegahan tromboembolibvena 6) Efek heparin diatasi dengan protamin sulfat 10-50 mg IV dalam waktu 1-3menit 3. Pemantauan tekanan darah 4. Penangan rumah sakit dan pencegahan kerusakan otak sekunder 5. Prosedur/ operasi a. Penanganan dan pemantauan tekanan intrakranial b. Perdarahan intraventrikuler c. Evakuasi hematom d. Pencegahan perdarahan intrakranial berulang 6. Rehabilitasi dan pemulihan
C. Penatalaksanaan perdarahaan subarakhnoid (PSA) 1. Tatalaksana PSA derajat I atau II a) Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin 29
b) Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30 0 C dalam ruangan dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O 2 2-3 L/menit c) Hati-hati dalam pemakaian sedatif (kesulitan penilain tingkat kesadaran) d) Pasang infus, usahakan euvolemia, monitor ketat sitema kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang timbul. 2. Tatalaksana PSA derajat III, IV atau V a) Manajemen airway, breathing, circulation b) Dirawat di ruang intensif atau semiintensif c) Paasang ET untuk cegah aspirasi 3. Cegah perdarahn ulang setelah PSA a) Kontrol dan onitor tekanan darah b) Istirahat total di tempat tidur c) Terapi antifibrinolitik (epsilon-aminocaproic acid: loading 4 mg iv, kemudian diikuti infus kontinu 1 g/jam atau asam tranexamat loading 1 g iv kemudian dilanjutkan 1 g /6 jam sampai aneurisma tertutup atau 72 jam) 4. Tindakan operasi aneurisma yang ruptur 5. Pencegahan dan tatalaksana vasospasme a) Beri nimodipin mulai dosis 1-2 mg/jam iv pada hari ke-3 atau oral 60 mg/6jam selama 21 hari b) Pengobatan vasospasme serebral mulai dengan penanganan aneurisma yang ruptur, dengan mempertahankan euvolemia 6. Pengelolaan tekanan darah 7. Pengelolaan hiponatremia 8. Tatalaksana kejang 9. Tatalaksana komplikasi hidrocefalus 10. Terapi tambahan a) Laksantia (pencahar) untuk melunakan feses b) Analgesik Asetaminofen - 1 gr/4-6jam Kodein fosfat 30-60 mg oral atau im/6jam Tylanol dengan kodein 30
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Guidelines Stroke. Jakarta : Perdossi. 2. Prince, A. Sylvia and Wilson, Lorraine. 1995. Penyakit serebrovaskular dalam patofisiologi edisi 6 editor Hartanto H et al. EGC, Jakarta. Hal 1105-1130 3. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal 81-102 4. Wikipedia. 2009. Stroke. http://en.wikipedia.org/wiki/Stroke. 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis editor Harsono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 59-66 6. Medika Nusantara, 2004. Faktor Resiko Stroke Pada Beberapa Rumah Sakit Di Makassar. Jurnal Medika Nusantara Vol 25 No 1 7. Chandra, B. 1994. Stroke dalam nurology Klinik Edisi Revisi. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 28-51Garrison, Susan J. 1996. Dasar-Dasar Terapi Dan Rehabilitasi Fisik : Stroke. Jakarta : Hipokrates. 8. Anthoni, R & Charles, W . 2002. Aetiology and pathology of stroke. www.pharmj.com/pdf/hp/200202/hp_200202_stroke1.pdf 9. Widjaja, D, 1995. Stroke-Masa Kini dan Masa Yang Akan Datang. Cermin Dunia Kedokteran.No.102.www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13Stroke102.pdf/13Stroke1 02.html. 10. Poungvarin N, Viriyavejakul A, Komontri C. 1991. Siriraj Stroke Score and Validation Study to Distinguish Supratentorial Intracerebral Haemorrhage from Infarction. BMJ Volume 302, pp: 1565-1567.