Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS

SEORANG PEREMPUAN USIA 61 TAHUN DENGAN


STROKE HEMORAGIK










Oleh:
Debby Andina L. / G9911112043
Ikvin Muttathiin / G9911112079
Dian Ajeng A. / G9911112049
Katia Amanda S. / G9911112084
Iput Syarhil M. / G9911112081
Florantya Setya N. / G99121018
Erickson / G99121041
Femi Dwi Aldini / G99121016
Rizki Annisya / G99121014


Pembimbing:
dr. Risono Sp.S


KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT SYARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
2

BAB I
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. K
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Grobogan, Jawa Tengah
No. RM : 01177113

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran

2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 12 jam SMRS, pasien mengalami penurunan kesadaran. Keluhan
tersebut terjadi tiba-tiba saat pasien menonton tv. 1 hari SMRS pasien merasa
lengan dan tungkai kanan lemah mendadak. Keluhan tersebut muncul saat pasien
sedang duduk-duduk. Pasien merasa keluhannya semakin memberat hingga
lengan dan tungkai kanan tidak bisa digerakkan. Pasien juga mengeluhkan pelo,
nyeri kepala (+), kesemutan (+), kejang (-), demam (-), mual (-), muntah (-),
trauma (-).

3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi : (+) 5 tahun yang lalu, tidak kontrol teratur
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat stroke/TIA : disangkal
Riwayat mondok : disangkal

3

4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan serupa : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat minum jamu-jamuan : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat minum obat bebas : disangkal
Riwayat minum suplemen : disangkal

6. Riwayat Gizi
Sebelumnya pasien makan tiga kali dalam satu hari, porsi sedang dengan nasi,
lauk pauk tahu, tempe, telur, kadang-kadang ikan. Pasien jarang makan buah dan
minum susu. Pasien sering mengonsumsi makanan bersantan dan makanan yang
rasanya asin.

7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama suami
dan anaknya di rumah. Pasien membayar biaya perawatan di RSDM dengan
Jamkesmas.

ANAMNESIS SISTEM
Anamnesis sistem dilakukan tanggal 18 Februari 2013.
a. Sistem saraf pusat : nyeri kepala (+), kejang (-)
b. Sistem Indera
- Mata : berkunang- kunang (-), pandangan dobel (-),
penglihatan kabur (-), pandangan berputar (-)
- Hidung : mimisan (-), pilek (-)
- Telinga : pendengaran berkurang (-), tinitus (-), keluar cairan (-),
darah (-), nyeri (-)
4

c. Mulut : sariawan (-),gusi berdarah (-), mulut kering (-), gigi
tanggal (-), gigi goyang (-), bicara pelo (+)
d. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)
e. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), mengi (-)
tidur mendengkur (-)
f. Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-),
berdebar-debar (-)
g. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri uluh hati (-), susah berak
(-), perut sebah (-), mbeseseg (-), kembung (-), nafsu
makan berkurang (-), ampek (-), tinja lunak, warna
kuning.
h. Sistem muskuloskeletal : nyeri (-), nyeri sendi (-), kaku (-), kelemahan anggota
gerak kanan (+)
i. Sistem genitourinaria : mengompol (-), sulit mengontrol kencing (-)
j. Ekstremitas atas : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),
kesemutan (-/-), bengkak (-), kelemahan (-/-), sakit
sendi (-), panas (-) berkeringat (-)
k. Ekstremitas bawah : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),
kesemutan (+/-), sakit sendi lutut kiri (-), kelemahan
(+/-)
l. Sistem neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-), mengigau (-), emosi tidak stabil
(-)
m. Sistem Integumentum : kulit sawo matang, pucat (-), kering (-), terasa tebal
(-)


C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : sakit sedang, GCS E
2
V
3
M
4
, gizi kesan cukup
Vital sign
TD :140/90 mmHg
Nadi : 88x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
5

RR : 20x/ menit tipe thoracoabdominal
Suhu : 37,0
0
C (per aksiler)
Status Neurologis
a. Kesadaran : GCS E
2
V
3
M
5

b. Fungsi luhur : sulit dievaluasi
c. Fungsi vegetatif : kateter urin, Nasogastric Tube, IV line
d. Fungsi sensorik : sulit dievaluasi
e. Fungsi motorik dan reflek :
Kekuatan Tonus R.fisiologis R.patologis
N N +2 +2 - -

N N +2 +2 - -
Lateralisasi dextra

f. Nervus Cranialis
1. N. I : sulit dievaluasi
2. N. II : sulit dievaluasi
3. N. III, IV, VI : RC (+/+), pupil isikor (3mm/3mm), gerakan bola mata
sulit dievaluasi
4. N. V : reflek kornea (+/+)
5. N.VII : kesan parese dextra tipe LMN
6. N. VIII : sulit dievaluasi
7. N. IX : sulit dievaluasi
8. N. X : sulit dievaluasi
9. N.XI : sulit dievaluasi
10. N. XII : sulit dievaluasi
g. Reflek Batang Otak
- Pupil isokor (3mm/3mm)
- Reflek kornea (+/+)
- Dolls eye (- /- )
h. SIRIRAJ Score
(2,5 x 1) + (2x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 90) (3x0) 12 = 1,5

6

i. Meningeal Sign
- Kaku kuduk : (-)
- Tanda Brudzinski I, II, III, IV : (-)
- Tanda Kernig : (-)

j. Provokasi test
- Laseque : (-/-)
- Patrick : (-/-)
- Contra Patrick : (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan 7/2 8/2 12/2 13/2 Satuan Nilai normal
Hematologi Rutin
Hb 6.7 6.4 10.6 g/dl 12.0 15.6
Hct
24 36
33 45
AL
12.5 5.7 8.1 10
3
/l 4.5 - 11.0
AT
412 323 308 10
3
/l 150 - 450
AE
3.04 4.67 10
6
/l 4.10 5.10
Gol. Darah O
Index Eritrosit
MCV 77.6 /um 80-96
MCH 21.1 Pg 28-33
MCHC 27.1 g/dl 33-36
RDW 13.5 % 11.6 14.6
HDW g/dl 2.2 3.2
MPV 8.7 Fl 7.2 11.1
PDW 17 % 25 65
Hitung Jenis
-netrofil
-limfosit
-monosit
-eosinofil
-basofil

69.30
16.40
4.70
9.10
0.50
%
%
%
%
%


55.00-80.00
22.00-44.00
0.00-7.00
0.00-4.00
0.00-2.00

Kimia Klinik
GDS 106 mg/dl 60-140
7











GDP 82 mg/dl 70-110
G2PP mg/dl 80-140
HbA1c % 4.8 5.9
SGOT 19 u/l 0-35
SGPT 8 u/l 0-45
Bilirubin total mg/dl 0.00-1.00
Bilirubin direct mg/dl 0.00-0.30
Bilirubin
indirect

mg/dl 0.00-0.70
Prot. Total g/dl 3.2 4.6
Albumin g/dl 3.2 4.6
Globulin g/dl -
Kreatinin 0,5 0.6 mg/dl 0.6 -1.1
Ureum 20 31 mg/dl < 50
Asam urat 3,0 mg/dl 2.4 - 6.1
Kol. Total 213 mg/dl 50 200
HDL Kol. 50 mg/dl 31 75
LDL Kol. 141 mg/dl 88 186
Trigliserida 127 mg/dl <150
Besi (SI) ug/dl 27 138
TIBC ug/dl 228 428
Sat.transferin % 15 45
Feritin ng/ml 20.0 200.0
Serologi Hepatitis
Anti Hbc
HbeAg non reaktif
Anti HCV non reaktif
HbsAg
Non
reaktif

non reaktif
8

2. Pemeriksaan Radiologi
- Foto Thoraks PA

Kesan : Cardiomegali

- Foto MSCT Brain tanpa kontras

Kesan : ICH di capsula interna kiri sampai eksterna kiri dengan ukuran (5,3
x 2,7 x 7) volume 47 cc yang mendesak cornu anterior ventrikel lateralis kiri
dan menyebabkan midline shift ke kanan
9

E. RESUME
Sejak 12 jam SMRS, pasien mengalami penurunan kesadaran. Keluhan tersebut
terjadi tiba-tiba saat pasien menonton tv. Kurang lebih satu hari SMRS pasien merasa
lengan dan tungkai kanan lemah mendadak. Keluhan tersebut muncul saat pasien
sedang duduk-duduk. Pasien merasa keluhannya semakin memberat hingga lengan
dan tungkai kanan tidak bisa digerakkan. Pasien juga mengeluhkan pelo, nyeri kepala
(+), kesemutan (+).
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg. GCS E
2
V
3
M
5.

Fungsi motorik (kekuatan) ekstremitas kanan menurun. Pada pemeriksaan Nn.
Craniales didapatkan kesan parese dextra n.VII tipe LMN.
Pada pameriksaan laboratorium darah tanggal didapatkan Hb 6,7 g/dl, AL
12,5.10
3
/l (7 Februari 2013); Hb 6,4 g/dl, Hct 24%, AE 3,04.10
6
/l (12 Februari
2013); Hb 10,6 g/dl (13 Februari 2013). Pada pemeriksaan MSCT Brain tanpa
kontras, kesan ICH di capsula interna kiri sampai eksterna kiri dengan ukuran (5,3 x
2,7 x 7) volume 47 cc yang mendesak cornu anterior ventrikel lateralis kiri dan
menyebabkan midline shift ke kanan.

F. DIAGNOSIS
K: Penurunan kesadaran, nyeri kepala, hemiparesis dextra
T: Subcortex cerebri hemisfer sinistra
E: Stroke Hemoragik

G. PENATALAKSANAAN
1. O2 lpm, head up 30

C
2. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
3. Injeksi Ranitidin 50mg/12 jam
4. Injeksi B1 100 mg/12 jam

H. PLANNING
1. MRS bangsal
2. Konsul Interna

10

I. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam




























11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

STROKE
A. PENDAHULUAN
Stroke merupakan sindroma klinis yang menjadi penyebab kematian nomor
dua di dunia setelah serangan jantung. Data di Indonesia menunjukkan
kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian,
maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur
45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur >65 tahun). Kejadian
stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecacatan; 1,6% tidak berubah,
4,3% semakin memberat. Perbandingan antara pria dan wanita yaitu 5 : 4, serta 60%
kematian terjadi pada wanita. Kejadian stroke iskemik lebih banyak dari pada stroke
hemoragik, yaitu sebesar 80%.
1
Stroke merupakan kondisi emergency yang dapat menyebabkan kematian atau
dapat menimbulkan defisit neurologis yang bersifat permanen. Dalam menjalankan
fungsinya otak kita ditunjang oleh tiga komponen penting yakni pembuluh darah,
oksigen dan glukosa, jika terjadi gangguan dari salah satu komponen tersebut,
dimana dalam hal stroke ini adalah terdapat gangguan dari pembuluh darah, maka
ada bagian dari otak yang mengalami gangguan fungsi. Jika gangguan ini bersifat
serius dan berlangsung cukup lama maka dapat menyebabkan kematian sel-sel otak
yang diikuti kerusakan permanen dari bagian otak yang terkena tersebut.
2
Karena
berbagai fungsi gerak dan berbagai macam fungsi tubuh lainnya diatur oleh sel-sel
otak maka fungsi-fungsi tersebut juga akan mengalami gangguan atau kerusakan
tergantung dari bagian sel otak mana yang terkena.
2

B. DEFINISI
Menurut WHO (1970), stroke adalah gangguan fungsi otak yang mengakibatkan
defisit neurologik fokal (atau global), timbul mendadak (akut), berlangsung selama
lebih dari 24 jam (atau terkadang berakhir dengan kematian sebelum 24 jam), yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
3

12

Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian
sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkkan
dan edema yang timbul dalam 24 72 jam pertama setelah kematian sel neuron.
2

C. ANATOMI

Gambar 1. Vaskularisasi Otak
4

Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis.
Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan
masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri karotis interna
memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri
anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah,
korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan
vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.
3

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal
di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna
vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas
medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior. Arteri vertebralis
13

memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris
memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan
vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus,
hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak
bagian atas.
3

D. FAKTOR RESIKO
Berbagai macam faktor resiko dilaporkan pada patogenesis terjadinya stroke
namun faktor usia, hipertensi, merokok, dan diabetes dikatakan sebagai faktor resiko
yang mendahului pada semua jenis stroke.
2
Penyakit jantung juga banyak
didapatkan dalam kaitan dengan stroke iskemik. Faktor resiko terjadinya stroke
dapat dibagi dalam:
5,6,7

1. Faktor resiko yang tak dapat diubah ("nonmodifiable")
a) Genetik
Riwayat stroke pada orang tua (baik ayah maupun ibu) akan meningkatkan
resiko stroke. Peningkatan resiko stroke ini dapat diperantarai oleh beberapa
mekanisme, yaitu:
o penurunan genetis faktor resiko stroke,
o penurunan kepekaan terhadap faktor resiko stroke,
o pengaruh keluarga pada pola hidup dan paparan lingkungan,
o interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
b) Jenis kelamin
Ternyata pria lebih berisiko kena serangan stroke, demikian hasil penelitian.
Tetapi lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Serangan stroke
pada pria umumnya terjadi pada usia lebih muda dibanding wanita, sehingga
tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Wanita, meski jarang kena
stroke, namun serangan itu datang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan
meninggal lebih besar. Selain itu, gejala pada wanita sangat berbeda dengan
gejala umum, sehingga terabaikan.
c) Usia
Insiden stroke akan meningkat secara eksponensial menjadi dua hingg tiga
kali lipat setiap dekade diatas usia 50 tahun dan ada data yang menyebutkan 1
14

dari 3 orang yang berusia diatas 60 tahun akan menderita salah satu jenis
stroke.
d) Ras
Di Amerika Serikat, berbagai laporan epidemiologi menunjukkan adanya
perbedaan yang berarti dalam hal insidensi untuk semua jenis stroke dan infark
serebri lebih besar pada kelompok berkulit hitam. Lebih banyak dijumpai
faktor resiko seperti hipertensi dan diabetes pada kelompok berkulit hitam.
2. Faktor resiko yang dapat diubah ("modifiable")
a) Diabetes mellitus
Diabetes Mellitus akan memacu terjadinya atherosklerosis dan meningkatkan
prevalensi faktor-faktor resiko atherogenic seperti obesitas, hipertensi, dan
dislipidemia. Diabetes Mellitus ( DM ) memberi resiko relatif bagi terjadinya
stroke sebesar 1,5 sampai 3 kali. DM adalah faktor resiko bagi stroke iskemik
pada pembuluh darah besar; pada pembuluh darah kecil belum pasti. Diabetes
Mellitus mengganggu secara menahun autoregulasi otak sehingga penderita
diabetes sangat peka terhadap tekanan perfusi dan juga terhadap timbulnya
stroke progresif. Menurut WHO, DM yang terkendali tidak mengurangi
insidensi strok, akan tetapi hiperglikemia yang terkontrol dapat mengurangi
kerusakan neuron otak pada fase akut stroke
b) Hipertensi
Kurang lebih 70% penderita stroke adalah pengidap hipertensi. Pada penderita
hipertensi, resiko relatif untuk menderita stroke adalah sebesar 1,5 hingga 2
kali. Hipertensi memegang peranan penting dalam patogenesis terjadinya baik
perdarahan otak, infark otak, serta mikroangiopati intrakranial namun kurang
berpengaruh pada mikroangiopati ekstrakranial. Dampak hipertensi terhadap
penyakit pembuluh darah kecil otak akan menyebabkan iskemik otak (91%)
atau hematoma otak (72%).
c) Merokok
Dasar patofisiologinya adalah rokok menaikkan kadar fibrinogen darah,
hematokrit dan menambah agregasi trombosit dan viskositas darah. Secara
keseluruhan resiko relatif stroke pada perokok adalah 1,5 hingga 4 kali
dibandingkan dengan bukan perokok.
15

d) Dislipidemia
Kelainan lipid serum berupa peninggian kolesterol total, Low Density
Lipoprotein (LDL), Trigliserida, dan penurunan High Density Lipoprotein
(HDL) dianggap sebagai faktor risiko aterosklerosis.
e) Stres
Stres bisa menyebabkan peningkatan kadar hormon epinefrin yang
mengakibatkan naiknya tekanan darah dan denyut jantung sehingga
mempermudah kerusakan pada dinding pembuluh darah.
f) Penyakit jantung
Dalam penelitian Framingham pada follow up selama 30 tahun dilaporkan dari
600 kasus stroke dari TIA 60% penderita mempunyai tekanan darah tinggi,
32,7% terdapat PJK sebelumnya, 14,6% dengan gagal jantung kongestif,
14,5% dengan atrial fibrilasi dan hanya 13,6% tidak menunjukkan kelainan
diatas.
g) TIA
TIA dan riwayat stroke adalah faktor resiko yang penting bagi stroke, makin
sering terjadi TIA, makin tinggi resiko untuk stroke; adanya riwayat stroke
lebih besar resikonya dari pada TIA sendiri untuk terjadinya stroke berikutnya.
h) Alkohol
Terdapat bukti-bukti (14 studi dari tahun 1989-1997) bahwa alkohol adalah
faktor resiko stroke. Peminum alkohol berat adalah penyandang faktor resiko
yang independen bagi semua jenis stroke (Medika Nusantara, 2004). Alkohol
berlebihan menambah agregasi trombosit, mengaktivasi kaskade koagulasi,
hematokrit dan viskositas darah meningkat, hipertensi, serta penurunan aliran
darah ke otak.
i) Riwayat migrain
Beberapa penelitian epidemiologi terdahulu menunjukkan peningatan resiko
stroke pada penderita migren. Mekanisme yang mendasari kejadian stroke
pada penderita migren adalah kondisi hiperkoagubilitas dan pengurangan
aliran darah serebral pada saat fase aura.
j) Kontrasepsi oral
16

Peningkatan resiko stroke akibat penggunaan kontrasepsi oral terutama
teramati pada preparat yang mengandung estradiol tinggi (= 50 g). Hasil
berbagai penelitian terdahulu tentang hubungan antara pemakaian kontrasepsi
oral dan stroke masih sangat kontroversial. Analisis stratifikasi menunjukkan
bahwa peningkatan resiko stroke pada pemakai kontrasepsi oral terutama
teramati pada wanita > 35 tahun, perokok sigaret, hipertensi, diabetes,
penderita migren, dan wanita dengan riwayat penyakit thromboembolik.
k) Penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan obat merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat, termasuk
kokain, amfetamin, dan heroin berhubungan dengan peningkatan risiko stroke.
Berbagai obat tersebut dapat mengganggu aliran darah, menginduksi
vaskulitis, menyebabkan embolisasi, endokarditis infektif, mengganggu
agregasi platelet, dan meningkatkan viskositas darah.
l) Malformasi arteriavenosa
AVM adalah kumpulan arteria dan vena abnormal yang saling berhubungan
tanpa adanya bed kapiler dan sering mengandung parenkhim neuronal
didalamnya. Pembuluhnya secara patologi sangat abnormal, mungkin
menebal, mengalami hialinisasi atau mengandung kalsium. Aliran darah
melalui kelainan ini sangat kuat hingga mengalihkan darah dari otak
sekitarnya dengan akibat defisit neurologis.
E. KLASIFIKASI
Stroke dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : stroke hemoragik
(perdarahan) dan stroke iskemik (iskemik).
5

Stroke iskemik secara pathogenesis dapat dibagi menjadi:
2

1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena thrombosis
di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteria serebri media.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang
pada umumnya berasal dari jantung.
Di klinik, stroke iskhemik lazim dibagi menjadi:
3

1. TIA (Transient Ischemic Attact), semua gejala neurologis sembuh dalam 24 jam.
17

2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Defisit), lama defisit neurologis lokal
lebih dari 24 jam tetapi sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu.
3. PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurologic Defisit), lama defisit
neurologis local lebih dari 24 jam tetapi sembuh sempurna dalam waktu kurang
dari 2 minggu.
4. Progressive Stroke, gejala neurologis bertambah lama bertambah berat
5. Completed Stroke, gejala neurologis dari permulaan sudah amksimal (stabil).
Sedangkan stroke hemoragik, dibagi menjadi:
2

1. Perdarahan intraserebral, yaitu perdarahan di dalam jaringan otak.
2. Perdarahan subaraknoidal, yaitu perdarahan di ruangan subaraknoid, yang
disebabkan oleh karena pecahnya suatu aneurisma atau arterio-venous
malformation (AVM).

Gambar 2. Gambaran stroke hemoragik dan stroke iskemik
8


F. GAMBARAN KLINIK DAN DIAGNOSIS STROKE
Menurut Prof B Chandra, ada perbedaan klinis antara stroke Iskemik dan
Perdarahan yang tercantum dalam tabel berikut:
3

KLINIS STROKE ISKEMIK STROKE HEMORAGIK
Permulaan serangan Sub akut Akut
Waktu serangan Bangun pagi Aktivitas
Tanda peringatan ++ --
18

Nyeri kepala +/- ++
Muntah -- ++
Kejang -- ++
Kesadaran menurun + ++
Bradikardi Hari ke 4 Sejak awal serangan
Papiledema -- +
Rangsangan meningeal -- ++
Ptosis -- ++
Lokasi Kortikal/subkortikal Subkortikal

Pada kondisi tertentu, tidak bisa dibedakan antara stroke iskemik atau hemoragik
hanya berdasar gambaran klinisnya saja.
7
Pada kondisi tersebut, dibutuhkan
pemeriksaan penunjang CT scan atau MRI yang nantinya dapat ditemukan lesi
iskemeik atau hemoragik beserta letaknya, sehingga kedua pemeriksaan tersebut
merupakan Gold Standart untuk stroke.
5
Namun bila tidak ada peralatan tersebut,
bisa digunakan Siriraj Skorring
10
dengan rumus:

(2,5 x DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) (3 X TA) 12

Keterangan:
DK : derajat kesadaran, 0=sadar; 1=mengantuk; 2=semi koma/koma
MT : muntah, 0=tidak muntah; 1=muntah;
NK : nyeri kepala, 0=tidak nyeri; nyeri
TD : tekanan darah diastolik
TA : tanda aterom, seperti DM, angina, penyakit pembuluh darah perifer.
0=tidak ada; 1=ada
Bila Skor total > 1 maka stroke perdarahan
Skor total < -1 maka stroke iskemik




19

G. PENATALAKSANAAN
1

Penatalaksaan Umum Stroke Akut
A. Penatalaksanaan diruang gawat darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
b. Stabilisasi nemodinamik (sirkulasi)
1) Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari pemberian cairan
hipotonik seperti glukosa)
2) Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
disamping dapat memantau kecukupan cairan, juga dapat sebagai sarana
untuk memasukkan cairan infus
3) Usahakan CVC 5-12mmHg
4) Optimalisasi tekanan darah
5) Bila tekanan darah sistolik dibawah 120 mmHg, dan cairan sudah
mencukupi dapat diberikan obat-obat vasopressor secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinerfrin atau epinerfin dengan target
tekanan darah sistolik berkisar 140mmHg
6) Pemantauan jantung (Cardiac Monitoring) harus dilakukan selama 24
jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik
7) Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
8) Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebab nya.hipovolemia
harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi
c. Pemeriksaan awal fisik umum
1) Tekanan darah
2) Pemeriksaan jantung
3) Pemeriksaan neurologi umum awal
4) Derajat kesadaran,
5) Pemeriksaan pupil dan okulomotor
6) Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
20

1) Pemantauan ketat terhadap penderita dengan resiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologik pada hari-hari pertama setelah serangan stroke
2) Monitor tekanan intra kranial harus dipasang pada pasien GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan
tekanan intra kranial
3) Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg
4) Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intra kranial
meliputi :
a) Tinggikan posisi kepala 20-30
0

b) Posisi pasien hendaklah menghindari penekanan vena jugulare
c) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
d) Hindari hipertermia
e) Jaga normovolemia
f) Osmoterapi atas indikasi :
o Manitol 0,25-0,50gr/kgbb, selam >20 menit, diulangi
setiap 4-6 jam dengan target 310 mOsm/L. Osmolalitas
sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian
osmoterapi
o Kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis insial
1mg/KgBB iv
g) Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-40 mmHg ).
Hipervebtilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif
h) Paralysis neuromuscular yang dikombinasi dengan sedasi yang
adekuat dapat mengurangi naiknya ICP dengan cara mengurangi
naiknya tekanan intatorakal dan tekanan vena akibat batu,
suction, bucking ventilator. Pasien dengan kenaikan kritis TIK
sebaiknya diberikan muscle relaksan sebelum suctioning atau
lidokain sebagai alternatif
21

i) Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi udem otak
dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dapat
diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi
j) Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebral
k) Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar
yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.
e. Pengendalian kejang
1) Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan
diikuti oleh phenitoin loding dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit
2) Bila kejang belum teratasi maka perlu dirawat diICU
3) Pemberian antikonvulsan profilaktik pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan
4) Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat anti epilepsi
profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila
tidak ada kejang selama pengobatan
f. Pengendalian suhu tubuh
1) Setiap penderita stroke yang disertai febris harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya
2) Berika asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,50 c
3) Pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi , harus dilakukan kultur
dan hapusan (tracheal, darah dan urine) dan diberikan antibiotik. Jika
memakai kateter ventrikuler, analisa CSS harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis
4) Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik
g. Pemeriksaan penunjang
1) EKG
2) Laboratorium : kimia darah, fungsi ginjal, hematology dan faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urine, analisa gas darah dan
elektrolit
22

3) Bila perlu pada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk
pemeriksaan CSS
4) Pemeriksaan radiologi :
a) Ronsen dada
b) CT scan

B. Penatalaksanaan umum diruang rawat
1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
b. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral).
c. Balans cairan di perhitungkan dengan mengukur produksi urine sehari
ditambah dengan mengeluarkan cairan yang tidak dirasakn (produksi
urine sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak
dan ditambah lagi 300ml per derajat celcius pada penderita panas.
d. Elektrolit ( sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu
diperiksa dn diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas
darah
f. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari
kecuali pada keadaan hipoglikemia.
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, oral
nutrisi hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan
diberikan melalui NGT.
c. Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi.
Karbohidrat 30-40 % dari total kalori, lemak 20-35 % dan protein 20-
30%.
23

d. Apabila kemungkinan pemakaian NGT diperkirakan >6 minggu,
pertimbangkan untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi bole diberikan secara parenteral.
f. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obat yang
diberikan.
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (
aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedik dan kontraktur perlu dilakukan.
b. Berikan antibiotik atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur
dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola
kuman
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan/atau memakai
kasur antidekubitus
d. Pencegahan DVT dan emboli paru
e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita DVT perlu diberikan
heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid.
Perlu diperhatika terjadinya resiko perdarahan sistemik dan perdarahan
intraserebral. Pada pasien yang tidak bisa menerima antikoagulan, untuk
mencegah DVT pada pasien imolisasi direkomendasikan penggunaan
stocking eksternal atau aspirin
4. Penatalaksanaan medik yang lain
a. Hyperglikemia pada stroke akut harus diobati. Target yang harus dicapai
adalah normoglikemia
b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan
mayor tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau propofol bisa
digunakan
c. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
d. Berika H2 antagonist, apabila ada indikasi
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir atau memandikan
pasien karena dapat mempengaruhi TIK
24

f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermitten
h. Rehabilitasi
i. Edukasi keluarga
j. Discharge planning

Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut
A. Penatalaksanaan Stroke Iskemik
1. Pengobatan terhadap hipertensi arteri pada stroke akut. Pemberian obat yang
dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan diberikan pada
kebanyakan pasien stroke iskemik
2. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah
secara kharakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak
direkomendasi
3. Pemberian antikoagulan :
a. Pemberian antikoagulan (heparin, LMWH atau heparinoid) secara
parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan yang serius. Data
menunjukan bahwa pemberian dini antikoagulan tidak menurunkan
resiko stroke ulang dini, termasuk stroke emboli dan tidak mengurangi
resiko memburuknya keadaan neurologik. Pada keadaan tertentu dapat
diberikan, namun waspadai kemungkinan komplikasi perdarahan.
b. Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke iskemik akut
dengan tujuan untuk memperbaiki outcome neurologik atau sebagai
pencegahan dini terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi.
c. Pengobatan antikoagulan dalam 24 jam terhadap pesien yang mendapat
rt-Pa intravena tidak direkomendasi
d. Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke
iskemik tidak direkomendasi
e. Pada beberapa penelitian menunjukkan dosis tertentu unfractioned
heparin subkutan menurunkan stroke iskemik ulang secara dini, tetapi
dapat meningkatkan terjadinya perdarahan. Karena itu penggunaan
25

unfractioned heparin subkutan tidak direkomendasikan untuk
menurunkna mortalitas dan morbilitas atau pencegahan dini stroke ulang.
Dosis tinggi LMWH / heparinoids tidak bermanfaat menurunkan
merbiditas, mortalitas atu stroke ulang dini pada pasien stroke akut.
f. Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil pemerikasaan
imaging memastikan tidak ada perdarahan intrakranial primer. Terhadap
penderita yang mendapat pengobatan antikoagulan perlu dilakukan
monitor kadar antikoagulan.
g. Tidak ditemukan manfaat pemberian heparin pada pasien stroke akut
dengan atrial fibrilasi, walaupun masih dapat diberikan pada pasien yang
selektif. Aspirin dan dilanjutkan dengan pemberian walfarin untuk
prevensi jangka panjang dapat diberikan warfarin merupakna pengobatan
lini pertama pada kebanyakan kasus stroke kardio emboli. Penggunaan
warfarin harus hati-hati, karea dapat meningkatkan resiko perdarahan.
Oleh karena itu perlu monitor INR paling sedikit 1 bulan sekali.
Warfarin dapat mencegah terjadinya stroke emboli kardiogenik dan
mencegah emboli ulang pada keadaan major risk.
h. Pemberian antikoagulan sesuai dengan pedoman antikoagulan pada
stroke iskemik.
4. Pemberian antiplatelet agrerasi :
a. Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24- 48 jam setelah
onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi
akut pada stroke
c. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan.
d. Penggunaan aspirin sebagai adjunctive terapi dalam 24 jam setelah
pemberian obat trombolitik tidak direkomendasi
e. Pemberian klopidogrel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke
iskemik akut, tidak dianjurkan.
f. Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor
glikoprotein Iib/IIIa tidak dianjurkan
26

5. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak
dianjurkan dalam stroke iskemik akut
6. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi
stroke iskemik akut.
7. Dalam keadaan tertentu terkadang digunakan vasopresor untuk memperbaiki
aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan tersebut harus
dilakukan pantauan kondisi neurologik dan jantung secara secara ketat
8. Tindakan endarterektomi karotid pada stroke iskemik akut dapat
mengakibatkan resiko serius dan luaran yang tidak menyenangkan. Tindakan
endovaskular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga tidak
dianjurkan.
9. Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukan hasil yang
efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun pemberian
citikolin sampai saat ini masih memberi manfaat pada stroke akut
10. thotracal echocardiography) dan TEE (trans esophageal echocardiography).

Pedoman Antikoagulan Pada Stroke Iskemik
1. Prevensi
a. Penderita pasca TIA atau pasca stroke iskemik yang memiliki resiko tinggi
untuk emboli otak berulang yang terbukti bersumber dari jantung maupun
pembuluh darah besar misalnya :
1) Fibrilasi atrium non valvuler
2) Thrombus jantung
3) Trombus mural dalam ventrikel kiri
4) Infark miokard baru
5) Katup jantung buatan
6) Trombus pada lumen arteri karotis
7) Diseksi karotis dengan trombus
8) Hiperkoagulasi
9) Sindrom fospolipid
10) Plaque dengan trombus
27

b. Penderita stroke iskemik dengan trombosis vena dalam emboli paru,
berbaring lama dengan paresis berat.
2. Terapi
a. Trombosis vena serebral
b. Trombosis vena dalam pasca stroke
c. Stroke tromboemboli
d. Stroke iskemik dengan sindrom hiperkoagulasi
e. Stroke vertebrobasilar

Kontra-indikasi
1. Kontraindikasi mutlak
a. Perdarahan intrakranial
b. Gangguan hemostasis
c. Ulkus peptikum aktif
d. Perdarahan traktus gastrointestinal lainnya
e. Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
f. Defisiensi AT III
2. Kontraindikasi relatif :
a. Infark luas dengan pengeseran garis tengah
b. Hipertensi berat tidak terkontrol (sistolik >200mmHg diastolik >120
mmHg)
c. Ulkus peptikum tidak aktif/aktif
d. Riwayat perdarahan oleh karena pemberian antikoagulan
e. Riwayat idiosinkrasi dan hipersensitif terhadap antikoagulan karena
potensial terjadi perdarahan
f. Varises esofagus
g. Baru dilakukan tindakan operasi / biopsi
h. ITP atau thrombocytopenia dengan sebab selain DIC

B. Penatalaksanaan perdarahan intraserebral
1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat pada perdarahan intrakranial dan
penyebabnya
28

2. Tatalaksana medis perdarahan intrakranial
a. Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulan atau trombositopenia berat
sebaiknya mendapat terapi faktor koagulasi atau trombosit
b. Pasien dengan perdarahan intrakranial dan peningkatan INR terakit obat
antikoagulan oral sebaiknya tidak diberikan warfarin, tetapi mendapatkan
terapi untuk mengganti vitamin K-dependent factor.
c. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut:
1) Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan
INR
2) Fresh Frozen Plasma (FFP) 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi
defisiensi faktor pembekuan darah.
3) Kegunaan transfusi trombosit masih belum jelas
4) Untuk mencegah tromboemboli vena, pasien sebaiknya mendapat
penumatic intermiitent compression selain dengan stoking elastis.
5) Setelah penghentian perdarahan, LMWH atau UFH subkutis dosis
rendah dapat dipertimbangkan untuk pencegahan
tromboembolibvena
6) Efek heparin diatasi dengan protamin sulfat 10-50 mg IV dalam
waktu 1-3menit
3. Pemantauan tekanan darah
4. Penangan rumah sakit dan pencegahan kerusakan otak sekunder
5. Prosedur/ operasi
a. Penanganan dan pemantauan tekanan intrakranial
b. Perdarahan intraventrikuler
c. Evakuasi hematom
d. Pencegahan perdarahan intrakranial berulang
6. Rehabilitasi dan pemulihan

C. Penatalaksanaan perdarahaan subarakhnoid (PSA)
1. Tatalaksana PSA derajat I atau II
a) Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
29

b) Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30
0
C dalam ruangan
dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O
2
2-3
L/menit
c) Hati-hati dalam pemakaian sedatif (kesulitan penilain tingkat kesadaran)
d) Pasang infus, usahakan euvolemia, monitor ketat sitema kardiopulmoner
dan kelainan neurologi yang timbul.
2. Tatalaksana PSA derajat III, IV atau V
a) Manajemen airway, breathing, circulation
b) Dirawat di ruang intensif atau semiintensif
c) Paasang ET untuk cegah aspirasi
3. Cegah perdarahn ulang setelah PSA
a) Kontrol dan onitor tekanan darah
b) Istirahat total di tempat tidur
c) Terapi antifibrinolitik (epsilon-aminocaproic acid: loading 4 mg iv,
kemudian diikuti infus kontinu 1 g/jam atau asam tranexamat loading 1 g iv
kemudian dilanjutkan 1 g /6 jam sampai aneurisma tertutup atau 72 jam)
4. Tindakan operasi aneurisma yang ruptur
5. Pencegahan dan tatalaksana vasospasme
a) Beri nimodipin mulai dosis 1-2 mg/jam iv pada hari ke-3 atau oral 60
mg/6jam selama 21 hari
b) Pengobatan vasospasme serebral mulai dengan penanganan aneurisma yang
ruptur, dengan mempertahankan euvolemia
6. Pengelolaan tekanan darah
7. Pengelolaan hiponatremia
8. Tatalaksana kejang
9. Tatalaksana komplikasi hidrocefalus
10. Terapi tambahan
a) Laksantia (pencahar) untuk melunakan feses
b) Analgesik
Asetaminofen - 1 gr/4-6jam
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau im/6jam
Tylanol dengan kodein
30

Hindari asetosal

H. KOMPLIKASI
1. AKUT
- Neurologis : stroke susulan, edema otak, infark berdarah (transformasi
hemoragik), hidrosefalus
- Non-Neurologis : hipertensi, edem paru, gangguan jantung, infeksi,
gangguan keseimbangan elektrolit, hiperglikemia reaktif
2. LANJUT
- Neurolgis : gangguan fungsi luhur
- Non-Neurologis : kontraktur, dekubitus, depresi, infeksi






31

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Guidelines Stroke. Jakarta
: Perdossi.
2. Prince, A. Sylvia and Wilson, Lorraine. 1995. Penyakit serebrovaskular dalam
patofisiologi edisi 6 editor Hartanto H et al. EGC, Jakarta. Hal 1105-1130
3. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology edisi kedua
editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal 81-102
4. Wikipedia. 2009. Stroke. http://en.wikipedia.org/wiki/Stroke.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 1996. Buku Ajar Neurologi
Klinis editor Harsono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 59-66
6. Medika Nusantara, 2004. Faktor Resiko Stroke Pada Beberapa Rumah Sakit Di
Makassar. Jurnal Medika Nusantara Vol 25 No 1
7. Chandra, B. 1994. Stroke dalam nurology Klinik Edisi Revisi. Lab/bagian Ilmu
Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 28-51Garrison,
Susan J. 1996. Dasar-Dasar Terapi Dan Rehabilitasi Fisik : Stroke. Jakarta :
Hipokrates.
8. Anthoni, R & Charles, W . 2002. Aetiology and pathology of stroke.
www.pharmj.com/pdf/hp/200202/hp_200202_stroke1.pdf
9. Widjaja, D, 1995. Stroke-Masa Kini dan Masa Yang Akan Datang. Cermin
Dunia
Kedokteran.No.102.www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13Stroke102.pdf/13Stroke1
02.html.
10. Poungvarin N, Viriyavejakul A, Komontri C. 1991. Siriraj Stroke Score and
Validation Study to Distinguish Supratentorial Intracerebral Haemorrhage from
Infarction. BMJ Volume 302, pp: 1565-1567.

Anda mungkin juga menyukai