Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS

MALUNION FRAKTUR
FEMUR SINISTRA

PENYUSUN

MENTARI EFFENDI ( 1102009169 )


MICHEL ISKANDAR THAMRIN (1102009172 )
RICKY ARISANDY (1102009244 )
PEMBIMBING

dr. Husodo, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DR.SLAMET GARUT
FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI
GARUT

BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah diskontinuitas tulang, tulang rawan, tulang rawan epifisis baik yang
bersifat total maupun parsial. Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union
secara klinis dan union secara radiologik. Penilaian secara klinis dilakukan dengan
pemeriksaan pada daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur,
pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya adanya atau perasaan nyeri pada
penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila
tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union dari fraktur.
Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang
sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat ditemukan adanya medula
atau ruangan dalam daerah fraktur.
Pada proses penyembuhan tulang dapat terjadi hasil yang tidak diinginkan, dimana
tulang menyatu sesuai dengan harapan, baik cara penyatuan maupun waktu terjadinya
penyatuan. Proses penyembuhan yang dimaksud adalah malunion, delayed nonunion dan
union.

BAB II
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Status
Pekerjaan
Pendidikan
Tanggal Masuk RS

: Tn. Y
: 33 th
: Laki - laki
: Pakenjeng
: Menikah
: Wiraswasta
: Setara SLTA
: 18 02 2014

ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis tanggal
Keluhan Utama

: Patah tulang paha kiri sejak 3 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Os datang dengan keluhan patah tulang paha kiri sejak 3 bulan SMRS. Keluhan
disertai nyeri dan bengkak. Tungkai masih dapat digerakkan. Os mengaku menabrak pohon
saat mengendarai motor dalam keadaan mengantuk.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os mengaku sudah pernah mencoba terapi alternatif sebelum datang ke rumah sakit
namun gagal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama. Riwayat penyakit hipertensi,kencing
manis, asma dan keganasan pada anggota keluarga disangkal oleh OS
Riwayat Pengobatan :

Riwayat Kebiasaan :

Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tanda-tanda vital

: Tekanan Darah

: 140/80 mmHg

Nadi

: 82x/menit

Pernapasan

: 20x/menit

Suhu

: 36C

Tinggi Badan

: 175 cm

Berat Badan

: 70 kg

Keadaan Gizi

: Baik

Status Generalis :

Kepala
Normocephali, rambut hitam dengan distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak
terdapat jejas maupus benjolan

Mata
Bentuk normal, simetris, pupil bulat dan isokor, conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak lagsung (+/+).

Telinga
Normotia, liang telinga lapang, tidak hiperemis, sekret (-/-), serumen (+/+), membran
timpani utuh, benda asing (-/-).

Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum deviasi (-), konka hipertrofi (-/-), tidak
hiperemis, sekret (-/-).

Mulut
Bibir luka (-), hematom (-), trismus (-), gigi- geligi dalam batas normal, oral hygiene
baik.

Leher
Inpeksi : jejas (-), oedem (-), hematom (-)
Palpasi :Bentuk normal , tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid, nyeri tekan (-)

Thorax
Paru Paru
Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-),
jejas (-),oedem (-), hematom (-), deformitas (-)
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan, nyeri tekan (-/-)
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler kanan dan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), hematom (-), oedem (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut (-), defense muscular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Genitalia
Tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri
Ekstremitas
Kanan

Kiri

Otot

Eutrofi

Eutrofi

Tonus

Normotoni

Normotoni

Massa

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Sendi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Gerakkan

Aktif

Aktif Terbatas

Kekuatan

Normal

Normal

Oedema

Tidak Ada

Ada

Status lokalis regio femur sinistra :

Look :
- (+) pembengkakan di tungkai atas kiri; (-) angulasi; (-) rotasi
-

(+) deformitas

Feel :
- (+) pembengkakan di tungkai atas kiri, 12 cm diatas lutut, suhu kulit normal, teraba
keras, (-) mobile, (-) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 2
Apparent Length

Kanan 65

Kiri 68

True Lenght

Kanan 84

Kiri 87

Anatomical Lenght

Kanan 37

Kiri 40

Move :
- (-) krepitasi
-

ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri

LABORATORIUM
Hematologi
Hb

: 11,7

(13,7-17,5 g/dl)

Leukosit

: 10.520

(4.200-9.100/ul)

Hematokrit

: 35

(40-51 %)

Trombosit

: 502.000

(163.000-337.000/ul)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan foto rontgen regio Femur sinistra

DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS


Malunion Fraktur Femur Sinistra

PENATALAKSANAAN

Refrakturisasi Callus

Pasang Skeletal Traction

ORIF

Medikamentosa

Inf RL 20 gtt / m

Inj Cefotaxime 2 x 1g IV

Inj Gentamycin 2 x 80mg IV

Kaltropen 3 x 1 Supp

Non Medikamentosa

Diet Bebas

PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
FRAKTUR FEMUR
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi jumlah pemakai
jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan
kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi
dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma
organ organ lain.
Trauma trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olah raga. Kita
harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur
yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus
merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur
neurovaskuler atau organ organ penting lainnya.
Trauma dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, trauma secara langsung berarti
benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu sedangkan trauma tidak
langsung terjadi bilamana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
A. Fraktur Femur
II.1 Definisi
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih
dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap
dan fragmen tulang bergeser. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup

(atau sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan
infeksi ini disebut fraktur terbuka.

II.2 Epidemiologi
Klasifikasi alfanumerik pada fraktur, yang dapat digunakan dalam pengolahan komputer,
telah dikembangkan oleh (Muller dkk., 1990). Angka pertama menunjukkan tulang yaitu :
1. Humerus
2. Radius/Ulna
3. Femur
4. Tibia/Fibula
Sedangkan angka kedua menunjukkan segmen, yaitu :
1. Proksimal
2. Diafiseal
3. Distal
4. Maleolar
Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada fraktur
collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari
60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang dialami oleh wanita tua
ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita muda
ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur
supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita
laki laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang
femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.
II.3 Etiologi

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :

Peristiwa trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,
pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak
juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh
dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin
tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi disertai
fragmen kupu kupu berbentuk segitiga yang terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur obliq
pendek
5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar benar menarik tulang sampai terpisah

Tekanan yang berulang ulang

Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan
berulang ulang.

Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor)
atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget )

II.4 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
a. FRAKTUR COLLUM FEMUR:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh
dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :

Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

b. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR


Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam
beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi
Fielding & Magliato, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
c. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas
dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi :

- tertutup
- terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan
dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan
tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut
rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
d. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak anak)
e. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini
biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius, biasanya fraktur
supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi
gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
f. FRAKTUR INTERCONDYLAIR
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi
bentuk T fraktur atau Y fraktur.
g. FRAKTUR CONDYLER FEMUR
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan
tekanan pada sumbu femur keatas.
II.5 Gambaran Klinik
Riwayat
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai
yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu pukulan dapat

menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur
pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan
curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering
ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas
jauh lebih mendukung.
Tanda tanda umum :
Tulang yang patah merupakan bagian dari pasien penting untuk mencari bukti ada tidaknya
1. Syok atau perdarahan
2. Kerusakan yang berhubungan dengan otak, medula spinalis atau visera
3. Penyebab predisposisi (misalnya penyakit paget)
Tanda tanda lokal
a. Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh;
kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
b. Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan
darurat yang memerlukan pembedahan
c. Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi sendi dibagian distal cedera.
II.6 Diagnosis
Anamnesis : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan keluhan
bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan
Pemeriksaan fisik :

- Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh;
kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
- Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan
darurat yang memerlukan pembedahan
- Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi sendi dibagian distal cedera.

Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior posterior dan
lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena
itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar x pada pelvis
dan tulang belakang.
II.7 Komplikasi
a. Early :
Lokal :
- Vaskuler : compartement syndrome
Trauma vaskuler
- Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer
sistemik : emboli lemak
- Crush syndrome
- Emboli paru dan emboli lemak

b. Late :
- Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal (angulasi, perpendekan,
atau rotasi) dalam waktu yang normal
- Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari normal
- Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu
- Kekakuan sendi/kontraktur
II.8 Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif :
- Proteksi
- Immobilisasi saja tanpa reposisi
- Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
- Traksi
1. Terapi operatif
- ORIF
Indikasi ORIF :
- Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi
- Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi

- Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis


Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore
1. Tindakan debridement dan posisi terbuka
II.9 Penyembuhan fraktur :
1. Fase Peradangan :
Pada saat fraktur ada fase penjendalan dan nekrotik di ujung atau sekitar fragmen fraktur,
proses peradangan akut faktor eksudasi dan cairan yang kaya protein ini merangsang lekosit
PMN dan Makrofag yang fungsinya fagositosis jendalan darah dan jaringan nekrotik
2. Fase Proliferasi :
Akibat jendalan darah 1 2 hari terbentuk fibrin yang menempel pada ujung ujung fragmen
fraktur, dimana fibrin ini berfungsi sebagai anyaman untuk perlekatan sel sel yang baru
tumbuh sehingga terjadi neovaskularisasi dan terbentuk jaringan granulasi atau procallus
yang semakin lama semakin memadat sehingga terjadi fibrocartilago callus yang bertambah
banyak dan terbentuklah permanent callus yang tergantung banyak atau sedikitnya celah pada
fraktur.
3. Fase Remodelling
Permanent callus diserap dan diganti dengan jaringan tulang sedangkan sisanya direabsorbsi
sesuai dengan bentuk dan anatomis semula.
Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi
Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada


kesejajarannya dan posisi anatomis normal.

Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi


anatomik normalnya.

Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.Metode
tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap
sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema danperdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cederasudah
mengalami penyembuhan.

Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus
dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi
anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips,
bidaiatau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi
danmenstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Rontgen harus dilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksidisesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Secara umum traksi dilakukan dengan
menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah

Metode pemasangan traksi antara lain :


a. Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency
b. Traksi mekanik, ada 2 macam :
Traksi kulit (skin traction)

Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan

dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.


Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced
traction.Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal /
penjepit melalui tulang / jaringan metal.

Kegunaan pemasangan traksi antara lain:


1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2. Memperbaiki & mencegah deformitas
3. Immobilisasi
4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5. Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
-

Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik.

Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar
reduksi dapat dipertahankan

Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus.

Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol.

Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai. Traksi yang dipasang harusbaik
dan terasa nyaman.

3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Denganpendekatan


bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,kawat, sekrup,

palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kanfragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi

NON UNION
Kegagalan penyatuan fragmen fraktur sepenuhnya. Setelah periode penyatuan yang jauh
lebih lama daripada periode normal

Ada 2 tipe :
1. Fibrous non union
Hanya terjadi penyatuan jaringan fibrosa. Masih dimungkinkan adanya potensi
penyatuan tulang jika diimobilisasi secara rigid dalam waktu yang cukup dan
penghambat penyembuhan fraktur seperti infeski diberantas. Jika pada pemeriksaan
radiologis didapatkan ujung tulangyang sklerosis, ahli bedah harus mengindkusi
penyatuan dengan cangkok tulang autogen
2. Pseudo arthrosis
Gerkana terus-menerus pada fragmen fraktur merangsang pembentukan sendi palsu
(pseudo arthrosis ) yang komplit dengan kapsul yang menyerupai kapsul synovial
( rongga lengkap dengan cairannya ). Non union yang terjadi tidak dapat disatukan
bahkan dengan imobilisasi yang lama sehingga dibutuhkan cangkok tulang. Cangkok
tulang konselus autogen lebih efektif daripada cangkok kortex luas.
Penyebab :

Distraksi dan pemisahan fragmen

Interposisi jaringan lunak diantara fragmen-fragmen

Terlalu banyak gerakkan pada garis fraktur

Persendian darah lokal buruk

Gejala klinis :
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai
yang mengalami cedera. Nyeri, memar dan pembengkakkan adalah gejala yang sering
ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak.
Deformitas jauh lebih mendukung.
DELAYED UNION
Jika interval waktu antara terjadinya trauma dan waktu penyambungan tulang telah cukup
tetapi berdasarkan hasil rontgen dan gejala klinis tulang masih belum menyatu.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab antara lain:

Reduksi yang tidak adekuat

Gangguan jaringan lunak

Imobilisasi yang tidak adekuat

Gangguan pembentukan tulang

Manajemen pembedahan yang kurang baik

Fiksasi interna yang tidak adekuat

MALUNION
Fragmen tulang menyatu pada posisi yang tidak memuaskan (angulasi, rotasi atau
pemendekkan yang tidak dapat diterima)
Faktor penyebab :

Tidak tereduksinya fraktur secara cukup

Kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan

Kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif

Terapi

Pada orang dewasa, fraktur harus direduksi sedekat mungkin dengan posisi anatomis.
Angulasi lebih dari 15 derajat pada tulang panjang atau deformitas rotasional yang
nyata mungkin membutuhkan koreksi dengan manipulasi ulang atau membutuhkan
osteoptomi dan fiksasi internal.

Pada anak-anak, deformitas sudut dekat ujung tulang biasanya akan berubah
bentuknya sejalan dengan waktu, sedang deformitas rotasional tidak

Pada tungkai bawah, pemendekkan lebih dari 2,5 cm jarang dapat diterima oleh
pasien dan prosedur pemanjangan tungkai dapat diindikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, Chairuddin, 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Bintang


Lamumpatue Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Hal: 149-153
2. Apley, A. G. Dan Louis Solomon, 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley, Edisi Ketujuh. Penerbit Widya Medika, Jakarta
3. Anonim, fraktur femur. Dalam kumpulan Kuliah Ilmu bedah Khusus, Aksara
Medisina FK UI< Jakarta, 1987.
4. Anonim, Fraktur. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsihidajat, Wim de Jong,
EGC, Jakarta, 1997.
5. Harrelson J.M, Ortopedi Umum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Sabiston. Editor : dr.
Devi H, Alih bahasa : De Petrus A, EGC, Jakarta, 1994.
6. Jergesen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), Editor :
Theodore R. Schrock, Alih bahasa : Adji Dharma, Petrus, Gunawan, EGC, Jakarta,
1995.

Anda mungkin juga menyukai