SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DAN FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA LHOKSEUMAWE
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
RIDHA FAHMI 067024039/SP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Judul Tesis : KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DAN FAKTOR- FAKTOR MANAJERIAL YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA LHOKSEUMAWE Nama Mahasiswa : Ridha Fahmi Nomor Pokok : 067024039 Program Studi : Studi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Erika Revida, MS) (Drs. Kariono, M, Si) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. M.Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal lulus 21 Juli 2008 Telah diuji pada Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Tanggal 21 Juli 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Erika Revida, MS Anggota : 1. Drs. Kariono, M. Si 2. Drs. Burhanuddin Harahap, M. Si 3. Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M. Si 4. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA PERNYATAAN
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DAN FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA LHOKSEUMAWE
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, J uli 2008
Ridha Fahmi
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 ABSTRAK
Pada paruh pertama Tahun 2007, Pemerintah Kota Lhokseumawe mulai menerapkan sistem pelayanan perizinan terpadu satu pintu. Dasar pemberlakuan sistem pelayanan perizinan ini adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Peraturan Walikota Lhokseumawe Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas pelayanan perizinan terpadu satu pintu dan faktor-faktor manajerial yang mempengaruhinya di Kota Lhokseumawe. J enis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang berusaha untuk memahami masalah berdasarkan fakta tentang kenyataan yang berada di lokasi penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah aparatur Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dan masyarakat yang melakukan pengurusan izin dengan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe. Sampel dari aparatur berjumlah 10 orang dan dari masyarakat berjumlah 20 orang. Untuk mengetahui kualitas pelayanan perizinan terpadu satu pintu Kota Lhokseumawe dalam penelitian ini menggunakan teori menurut zeitalm, at.all (1990) yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. sedangkan faktor-faktor manajerial yang mempengaruhinya adalah sesuai pendapat Ratminto dan Winarsih (2005) yaitu kuatnya posisi tawar pengguna jasa, berfungsinya mekanisme voice, adanya birokrat yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat, terbangunnya kultur pelayanan, diterapkan sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Hasil analisis dapat kita ketahui bahwa Kualitas pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah cukup baik. Dari dimensi tangibles masih kurang baik diakibatkan kondisi kantor yang sempit dan kurang nyaman, begitu juga sarana parkir yang tidak aman. Hal ini disebabkan kantor ini belum memiliki gedung permanen dan dalam status sewa. Sedangkan ada tiga faktor manajerial yang belum dilaksanakan secara maksimal yaitu kuatnya posisi tawar pengguna jasa, berfungsinya mekanisme voice, terbangunnya kultur pelayanan.
Kata Kunci: Kualitas Pelayanan, Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Faktor-Faktor Manajerial
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 ABSTRACT
In the first half of 2007, the Lhokseumawe city local Government has put into place the one-door license service. This system is based on the Minister Of Home Affairs Regulation No. 24/2006 on the Guidelines to the one-door service an regional regulation (perda) no 1/2007 on forming of organizational formation of administration the office of One-door service in Lhokseumawe city. Target of this research is to know the quality of Service Of Inwrought Permit One Door and factors of manajerial influencing in Town of Lhokseumawe. Research type which is used in this research is descriptive research with out for inductive approach comprehend the problem of pursuant to fact about fact residing in research location. Population in this research is Officer Service Of Inwrought Permit One Door ( KPPTSP) Town of Lhokseumawe amounting to 21 society and people doing/conducting management of permit with Office Service Of Inwrought Permit One Door ( KPPTSP) Town of Lhokseumawe. Research type which used in this research is descriptive research with out for approach qualitative comprehend the problem of pursuant to fact about fact residing in research location. Population in this research is Officer Service Of Inwrought Permit One Door Town of Lhokseumawe and society conducting management of permit with Office Service Of Inwrought Permit One Door ( KPPTSP) Town of Lhokseumawe. Sampel of officer amount to 10 people and from society amount to 20 people. After being analized, we will know that the quality of One-door offices service Town of Lhokseumawe can be told have is good enough. Than dimension of tangibles still unfavourable resulted by the condition of narrow, tight office and less balmy, so also medium park which is not peaceful. This matter is caused by this office not yet owned permanent building and in rent status. While there is three factor of manajerial uncommitted maximally that is its strength of position bargain service user, functioning of mechanism of voice, the awaking up of service culture.
Keywords : Quality Of Service, Inwrought Permit One Door and Factors of Manajerial.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Faktor-Faktor Manajerial yang Mempengaruhinya di Kota Lhokseumawe sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dengan segala keterbatasan yang dimiliki penulis. Pada kesempatan ini pula perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu memberikan sumbangan saran pemikiran baik secara langsung maupun tidak langsung khususnya kepada : 1. Bapak Walikota Lhokseumawe yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi. 2. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DSAK, DTMH selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. M.Sc selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Subhilhar, MA, Ph.D selaku Penasehat I Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M. Si selaku Sekretaris Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 7. Ibu Prof. Dr. Erika Revida, MS selaku dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. 8. Bapak Drs. Kariono, M.Si selaku dosen Pembimbing II yang juga telah banyak memberikan arahan dan pemikiran kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini. 9. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si dan Bapak Drs. Burhanuddin Harahap, M.Si selaku penguji dalam ujian tesis yang telah memberikan masukan dan koreksinya demi penyempurnaan penyusunan tesis ini. 10. Bapak/Ibu Dosen/Staf pengajar beserta pengelola Magister Studi Pembangunan USU-Medan yang telah banyak membantu baik dibidang Akademis maupun Administratif. 11. Bapak T. Adnan, SE selaku Kepala Kantor beserta seluruh jajaran aparatur Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe yang telah banyak membantu dalam memberikan arahan dan data bagi penulis. 12. Seluruh rekan MSP-USU Medan, khususnya kelas Lhokseumawe yang yang telah memberi semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. 13. Ayahanda M. Isa Usman dan Ibunda Maryam, S.Pd serta seluruh anggota keluarga, teristimewa untuk Isteri tercinta Vera Nandalia, S.STP dan buah hati tercinta Muhammad Nabil Azzaky yang selalu memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat berhasil menyelesaikan pendidikan di Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. 14. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Akhirnya semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca, atas segala saran dan kritikan untuk penyempurnaan tesis ini penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, J uli 2008
Penulis
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
Nama : Ridha Fahmi Tempat/Tgl.lahir : Rhing Mancang, 08 Agustus 1981 Alamat : J l.Darussalam Gg.Perwira No.20 B Kampung J awa Baru Kota Lhokseumawe Pangkat/Golongan : Penata/IIIc Instansi : Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Lhokseumawe Alamat Kantor : J l.Merdeka No.2 Kota Lokseumawe
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SDN Rhing Kabupaten Pidie 1989 - 1994 2. SMP Negeri 9 Lhokseumawe, Aceh Utara 1994 - 1997 3. SMU Negeri 1 Kota Lhokseumawe 1997 - 2000 4. STPDN J atinangor - Sumedang J awa Barat 2000 - 2004
III. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil Sekretariat J enderal Depatemen Dalam Negeri tahun 2000 2004 2. Staf Bagian Kepegawaian Setdako Lhokseumawe tahun 2004 2005 3. Sekretaris Lurah Kelurahan Kampung J awa Lhokseumawe tahun 2005 2006 4. Kasubbag. Administrasi dan Umum pada Bagian Umum dan Perlengkapan Sekretariat Daerah Kota Lhokseumawe tahun 2006 2007 5. Kasubbag Tata Usaha dan Keuangan pada Bagian Umum Setdako Lhokseumawe tahun 2007 sampai dengan sekarang.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .......... ........................................................................................... i ABSTRACT ............................................................................................. ii KATA PENGANTAR .................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP........................................................................................ vi DAFTAR ISI ............................................................................................. vii DAFTAR TABEL .......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah.................................................................. 9 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 12 2.1. Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu................... 12 2.1.1. Kualitas........................................................................... 36 2.1.2. Pelayanan........................................................................ 36 2.2. Faktor-faktor Manajerial yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Perizinan................................................................. 43 2.2.1. Penguatan Posisi Tawar Pengguna J asa Pelayanan..... 45 2.2.2. Maksimalisasi Mekanisme Voice................................ 45 2.2.3. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan... 45 2.2.4. Pengembangan Kultur Pelayanan................................ 49
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 2.2.5. Pembangunan Sistem Pelayanan yang Mengutamakan Kepentingan Masyarakat.................... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................ 54 3.1. J enis Penelitian......................................................................... 54 3.2. Definisi Konsep........................................................................ 55 3.3. Populasi dan Sampel ................................................................ 57 3.4. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 58 3.5. Lokasi Penelitian...................................................................... 59 3.6. Teknik Analisis Data................................................................ 60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 62 4.1 Deskripsi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe.................................................................. 62 4.1.1 Visi dan Misi................................................................ 62 4.1.2 Pencapaian Tujuan dan Sasaran................................... 62 4.1.3 Struktur Organisasi dan Kepegawaian......................... 63 4.1.4 Penyelenggaraan Pelayanan Publik............................. 69 4.2. Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu................... 71 4.2.1. Tangibles (Ketampakan Fisik)..................................... 71 4.2.2. Reliability (Reabilitas)................................................. 74 4.2.3. Responsiveness (Responsivitas atau Daya Tanggap) .. 81 4.2.4. Assurance (Kepastian) ................................................. 83 4.2.5. Emphaty (Pelakuan)..................................................... 87 4.3. Faktor-faktor Manajerial Penentu Kualitas Pelayanan Perizinan. ................................................................................. 90 4.3.1. Penguatan Posisi Tawar Pengguna J asa Pelayanan..... 90 4.3.2. Maksimalisasi Mekanisme Voice................................ 92 Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 4.3.3. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan... 93 4.3.4. Pengembangan Kultur Pelayanan................................ 99 4.3.5. Pembangunan Sistem Pelayanan yang Mengutamakan Kepentingan Masyarakat.................... 100
BAB V PENUTUP ............................................................................... 104 5.1. Kesimpulan............................................................................... 104 5.2. Saran .. 104
DAFTAR PUSTAKA . 110
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 DAFTAR TABEL
Nomor J udul Halaman 1. Kualitas Pelayanan Perizinan dan Faktor-Faktor Manajerial yang Mempengaruhinya................................................................................... 56
2. J umlah Pegawai Menurut Pangkat/Golongan dan J enis Kelamin......................................................................................... 68
3. J umlah Pegawai Menurut J enjang J abatan Sruktural ............................ 68
4. J umlah Pegawai Menurut J enjang Pendidikan...................................... 69
5. Tanggapan Responden terhadap Ketampakan Fisik (Tangibles) pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe ...................................................................................... 72
6. Tanggapan Responden terhadap Reliabilitas pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe............. 75
7. Tanggapan Responden terhadap Ketepatan Waktu pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe...... 77
8. J enis Pelayanan dan Waktu Penyelesaian............................................. 80
9. Tanggapan Responden terhadap Responsivitas pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe........................ 83
10. Tanggapan Responden terhadap Assurance pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe....................... 84
12. Tanggapan Responden terhadap Perlakuan pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe....................... 87
13. Tanggapan Responden terhadap Keadilan Pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe .... 89
14. Tingkat Pendidikan Aparat..................................................................... 93
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 15. Diklat Teknis Fungsional yang Pernah Diikuti ..................................... 99
16. Hasil dan Pembahasan.......................................................................... 103
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 DAFTAR GAMBAR
Nomor J udul Halaman
1. Struktur Organisasi ................................................................................. 64
3. Mekanisme Pelayanan Perizinan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe............................................... 66
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 DAFTAR LAMPIRAN
Nomor J udul Halaman
1. Daftar Kuisioner.................................................................................... 113
2. Daftar Pedoman Wawancara................................................................. 118
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pelayanan menjadi suatu hal yang sangat penting untuk kita telusuri perkembangannya mengingat dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Berlakunya peraturan tersebut akan mengakibatkan interaksi antara aparat Daerah dan masyarakat menjadi lebih intens. Hal ini ditambah dengan semakin kuatnya tuntutan demokratisasi dan pengakuan akan hak-hak asasi manusia akan melahirkan tuntutan terhadap manajemen pelayanan yang berkualitas. Peran pemerintah Daerah dalam pelayanan perizinan mungkin yang terbesar dalam pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat sebagai penyedia pelayanan. Kepentingan pemerintah Daerah terhadap pelayanan perizinan mempengaruhi pendapatan dan iklim investasi Daerah. Kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi serta penerbitan izin menurut undang-undang dan peraturan yang berlaku. Namun untuk mencegah terjadinya pungutan pajak dan retribusi yang berlebihan serta perizinan yang menghambat telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Ruang lingkup pelayanan dan jasa-jasa publik (public services) meliputi aspek kehidupan masyarakat yang sangat luas. Pelayanan dan jasa publik bahkan dimulai sejak seseorang dalam kandungan ketika diperiksa oleh dokter pemerintah atau dokter yang dididik di universitas negeri, mengurus akta kelahiran, menempuh pendidikan di universitas negeri, menikmati bahan makanan yang pasarnya dikelola oleh pemerintah, menempati rumah yang disubsidi pemerintah, memperoleh macam- macam perijinan yang berkaitan dengan dunia usaha yang digelutinya hingga seseorang meninggal dan memerlukan surat pengantar dan surat kematian untuk mendapatkan kapling di tempat pemakaman umum (TPU). Luasnya ruang lingkup pelayanan dan jasa publik cenderung sangat tergantung kepada ideologi dan sistem ekonomi suatu negara. Negara-negara yang menyatakan diri sebagai negara sosialis cenderung memiliki ruang lingkup pelayanan lebih luas dibandingkan negara-negara kapitalis. Tetapi luasnya cakupan pelayanan dan jasa-jasa publik tidak identik dengan kualitas pelayanan itu sendiri. Karena pelayanan dan jasa publik merupakan suatu cara pengalokasian sumber daya melalui mekanisme politik, bukannya lewat pasar, maka kualitas pelayanan itu sangat tergantung kepada kualitas demokrasi. Konsekuensi dari hal ini adalah negara-negara yang pilar-pilar demokrasinya tidak bekerja secara optimal tidak memungkinkan pencapaian kualitas pelayanan perizinan yang lebih baik. Bahkan sebaliknya, pelayanan perizinan tanpa proses politik yang demokratis cenderung membuka ruang bagi praktek-praktek korupsi. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Sebagai bagian dari sistem kenegaraan dengan konstitusi yang pekat dengan norma keadilan, ekonomi Indonesia dicirikan oleh ruang lingkup pelayanan yang sangat luas. Sayangnya, pelayanan yang menyentuh hampir setiap sudut kehidupan masyarakat tidak ditopang oleh mekanisme pengambilan keputusan yang terbuka serta proses politik yang demokratis. Karena itu tidak mengherankan jika pelayanan publik di Indonesia memiliki ciri yang cenderung korup, apalagi yang berkaitan dengan pengadaan produk-produk pelayanan yang bersifat perizinan dan lain-lain. Kendati mungkin fenomena korupsi yang berkaitan dengan jenis-jenis produk tadi hanya melibatkan biaya transaksi (antara sektor publik dengan individu masyarakat) yang relatif kecil (pretty corruption), tetapi biaya-biaya transaksi tersebut melibatkan porsi populasi yang sangat besar. Karena itu pola korupsi dengan menggunakan instrumen produk-produk pelayanan tersebut bisa jadi memiliki dampak yang sangat luas. Masalahnya kemudian adalah bagaimana meminimalkan biaya-biaya transaksi tersebut? Teramat sulit tentunya menjawab pertanyaan ini, kendati jawabannya merupakan bagian terpenting dari strategi pemberantasan korupsi di sektor publik. Karena itu kajian mengenai mekanisme pelayanan perizinan, berikut biaya-biaya transaksinya menjadi elemen penting dari strategi pemberantasan korupsi. Sejalan dengan itu, prinsip market oriented organisasi pemerintahan harus diartikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah (aparatur) harus mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat. Demikian juga prinsip catalitic Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 government, mengandung pengertian bahwa aparatur pemerintah harus bertindak sebagai katalisator dan bukannya penghambat dari kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya mempercepat pelayanan masyarakat. Dalam konteks ini, fungsi pemerintah lebih dititikberatkan sebagai regulator dibanding implementator atau aktor pelayanan. Sebagai imbangannya, pemerintah perlu memberdayakan kelompok- kelompok masyarakat sendiri sebagai penyedia atau pelaksanaan jasa pelayanan umum. Dengan kata lain, tugas pemerintah adalah membantu masyarakat agar mampu membantu dirinya sendiri (helping people to help themselves). Inilah sesungguhnya yang dimaksud dengan prinsip self-help atau steering rather than rowing. Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) sebagai institusi yang khusus bertugas memberikan pelayanan perizinan langsung kepada masyarakat, pada dasarnya dapat dikatakan sebagai terobosan baru atau inovasi manajemen pemerintahan di Daerah khususnya di Kota Lhokseumawe. Artinya, pembentukan organisasi ini hendaknya memberikan hasil berupa peningkatan produktivitas pelayanan umum. Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) ini telah menghayati makna teori Reinventing Government. Oleh karena itu, inovasi pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) ini perlu dikembangkan lagi dengan penemuan-penemuan baru dalam praktek manajemen pemerintahan di Daerah. Salah satu peluang yang dapat Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 dikembangkan dalam hal ini adalah penyediaan jasa-jasa pelayanan kedalam beberapa alternatif kualitas. J enis pelayanan yang secara kualitatif lebih baik dapat dikenakan biaya yang agak mahal, sementara jasa pelayanan standar dikenakan biaya atau tarif yang standar pula. Pemasukan dari jenis pelayanan yang relatif mahal, akan dapat dipergunakan untuk membiayai pelayanan yang lebih murah, melalui mekanisme subsidi silang (cross subsidi). Dengan cara demikian, diharapkan institusi dapat membiayai sendiri kebutuhan operasionalnya, dengan tidak mengorbankan fungsi pelayanan yang menjadi tugas utamanya. Selain itu, fenomena di atas juga menunjukkan bahwa masyarakat yang belum terlayani masih lebih besar dibandingkan masyarakat yang sudah terlayani. Kenyataan tersebut disebabkan selain karena faktor geografis juga oleh lemahnya pelayanan oleh petugas baik secara administratif maupun teknis. Untuk itu Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) sebagai organisasi pelaksana harus meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan, karena pada hakikatnya kualitas ditentukan hanya oleh pelanggan (Coupet dalam Osborne dan Gaebler, 1992). Kenyataan tersebut tidak saja disebabkan oleh berbagai hambatan sebagaimana disebutkan di atas, melainkan masih ada hal lain yang menjadi penyebabnya, seperti dalam memberikan pelayanan perizinan tidak diikuti oleh peningkatan kualitas birokrasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Kita semua menyadari pelayanan perizinan selama ini sangat sulit untuk memahami pelayanan yang diselenggarakan oleh birokrasi publik. Masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak ketidakpastian ketika mereka berhadapan dengan birokrasi. Amat sulit memperkirakan kapan pelayanan itu bisa diperolehnya. Begitu pula dengan harga pelayanan. Harga bisa berbeda-beda tergantung pada banyak faktor yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh para pengguna jasa. Baik harga ataupun waktu seringkali tidak bisa terjangkau oleh masyarakat sehingga banyak orang yang kemudian malas berurusan dengan birokrasi publik. Dari uraian diatas telah disebutkan bahwa keberadaan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) secara empirik telah berhasil mendongkrak efisiensi dan produktivitas pelayanan perizinan. Namun perlu digarisbawahi pula bahwa fungsi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) sesungguhnya tidak lebih sebagai penyelenggara pelayanan perizinan. Pada dasarnya penulisan tentang kualitas pelayanan perizinan ini penting untuk dilakukan, dikarenakan masyarakat sebagai customer service belum merasa puas baik dari segi waktu, biaya dan mutu pelayanan yang selama ini diberikan. Untuk itu penulisan ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe ini termasuk masih berusia muda juga, awal pendiriannya pada Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 tanggal 26 Maret 2007 yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota Lhokseumawe Nomor 01 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe. Tatalaksana pelayanan publik yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe meliputi: 1. Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 2. Izin Gangguan (HO) 3. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 4. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 5. Tanda Daftar Gudang (TDG) 6. Tanda Daftar Industri (TDI) 7. Izin Perluasan Usaha Industri (IPUI) 8. Izin Usaha Industri (IUI) 9. Izin Usaha J asa Konstruksi (IUJ K) 10. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 11. Izin Penyelenggaraan Reklame 12. Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian C 13. Izin Penyelenggaraan Wisata 14. Izin Apotek 15. Izin Toko Obat 16. Izin Bidan/Perawat 17. Izin Praktek Fisioterapi 18. Pendaftaran Pengobatan Tradisional/ Alternatif 19. Pendaftaran Pabrik Obat Tradisional 20. Izin Pusat Kebugaran 21. Rekomendasi Rumah Sakit Swasta 22. Izin Penyelenggaraan Rumah Bersalin Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 23. Izin Praktek Tukang Gigi 24. Izin Optik 25. Izin Penangkapan Ikan 26. Izin Pembudidayaan Ikan 27. Izin Penyimpanan/Penampungan/Pengolahan/Pengawetan Ikan 28. Izin Pengangkutan dan Pemasaran Ikan 29. Izin Penggunaan Kapal Perikanan 30. Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum 31. Izin Usaha Salon Kecantikan 32. Izin Usaha Hotel 33. Izin Rumah Potong Hewan.
Total jenis izin yang ditangani adalah 33 (tiga puluh tiga) jenis pelayanan yang telah dikoordinasikan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe ini, pelaksanaannya tetap dikoordinasikan dengan unit kerja pengelolanya masing-masing. Hal yang berkaitan dengan persyaratan, mekanisme dan tata cara, jangka waktu penyelesaian dan biaya yang diperlukan, telah diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Lhokseumawe. Dalam pengelolaan naskah dinas berupa surat masuk dan keluar yang menjadi urusan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe mengikuti prinsip satu pintu, yaitu berpusat pada Tata Usaha (TU) Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Namun, dalam perjalanannya masih banyak dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Berbagai cerita atau pengalaman dari masyarakat sebagai pengguna dari pelayanan perizinan yang mengeluhkan terhadap pelayanan yang telah diberikan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe tersebut. Sudah sejak lama masyarakat mengeluh terhadap penyelenggaraan pelayanan perizinan yang dirasakannya amat jauh dari harapannya. Tetapi sejauh ini ternyata tidak ada perbaikan yang berarti dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan. Bahkan, harapan masyarakat bahwa pergantian rezim akan membawa perbaikan terhadap penyelenggaraan pelayanan perizinan ternyata masih jauh dari kenyataan.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka perubahan kelembagaan pelayanan perizinan yang terpisah menjadi terintegrasi (satu pintu) dan tergolong baru di Kota Lhokseumawe menuntut penulusuran lebih jauh tentang apakah pelayanan perizinan satu pintu telah sesuai dengan harapan masyarakat. Meskipun masih baru masyarakat tidak mau tahu, yang prioritas bagi masyarakat adalah adanya peningkatan pelayanan yang lebih baik dibanding sebelumnya. Pelayanan perizinan terpadu menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan lagi bagi pemerintah kabupaten dan kota yang ingin memperbaiki kualitas tata pemerintahan terutama bidang perekonomian. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Model perizinan terpadu (perdu) merupakan pengembangan dari pendekatan satu atap (sintap). Perdu pada dasarnya merupakan suatu model sintap yang dikembangkan terutama dari aspek cara memproses perizinan bersama-sama dengan lain, tergantung garis kewenangan dan kebutuhan tiap-tiap daerah adalah tanggung jawab bersama semua instansi yang berkaitan dengan perizinan. Instansi penyedia layanan haruslah ditentukan terlebih dahulu dan dilaksanakan secara konsisten. Sebaiknya, keputusan tentang pembentukan perdu ini tidak dibuat oleh instansi penyedia layanan. Tetapi haruslah diambil oleh Kepala Daerah dan atau persetujuan DPRK. Hal ini sangat penting untuk mencegah adanya konflik diantara penyedia layanan. Kecendrungan seperti ini pada akhirnya akan menimbulkan biaya tinggi dalam proses perizinan. Namun proses panjang dan costly ini tidak berarti bahwa model perdu ini tidak efektif. Efektivitas model ini tergantung pada kualitas pelayanan yang diberikan dan sinergi diantara perdu dengan instansi penyedia pelayanan terkait lainnya. Alasan teoritisnya dengan perubahan kelembagaan pelayanan perizinan menurut perkembangan teori-teori pelayanan publik adalah dari teori-teori pelayanan publik konvensional ke teori-teori pelayanan publik yang baru. Oleh karena itu, desakan terhadap informasi apakah pelayanan perizinan di KPPTSP tersebut sudah sesuai dengan paradigma baru dalam upaya mentransformasi birokrasi yang kaku, hirarkis, birokratis bentuk adminsitrasi publiknya menjadi suatu birokrasi yang fleksibel dan berorientasi pasar (pengguna jasa/pelanggan) sebagai bentuk Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 manajemen publiknya menjadi relevan untuk segera diketahui. Adapun perumusan masalah yaitu Bagaimana Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan faktor-faktor manajerial yang mempengaruhinya di Kota Lhokseumawe ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah diuraikan diatas, penulis dalam melaksanakan penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan faktor-faktor manajerial yang mempengaruhinya di Kota Lhokseumawe. Sedangkan Manfaat penelitian adalah: 1. Secara teoritis penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan penguasaan teori- teori yang relevan dan pemahaman atas sejauhmana permasalahan yang diteliti serta penguasaan konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan topik yang di teliti yaitu pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan perizinan pada kantor tersebut. 2. Secara praktis penulisan ini diharapkan mampu memberi sumbangan pemikiran atau bahan masukan bagi aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Banyak faktor yang berperan dan dapat mempengaruhi pelayanan yang berkualitas, baik bila ditinjau dari aspek responsivitas, akuntabilitas, efisiensi dan organisasi pelayanan, keterbukaan, wewenang dan tanggungjawab serta moral dan etika menurut Supranto (2001) paling tidak ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam memberikan pelayanan yaitu: 1. Karyawan harus memberikan pelayanan dengan cepat 2. Karyawan harus berada di tempat kerja sewaktu dibutuhkan 3. Perilaku karyawan dalam memberikan pelayanan harus menyenangkan Berkenaan dengan pendapat tersebut maka untuk meningkatkan kualitas pelayanan, persepsi masyarakat merupakan dasar utama dalam usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Budaya pelayanan yang merupakan faktor penghambat kualitas pelayanan menurut Yamit (2001) adalah sebagai berikut: 1. Petugas yang tidak ada di tempat pada waktu jam kerja sehingga sulit dihubungi 2. Banyak interest pribadi 3. Budaya tips 4. Aturan main yang tidak terbuka dengan jelas 5. Disiplin kerja yang sangat kurang dan tepat waktu 6. Ada diskriminasi dalam memberikan pelayanan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Kualitas yang dimaksudkan disini sesuai dengan arti Kamus Bahasa Indonesia (1991) yaitu tingkat buruknya sesuatu, dan derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan, kemauan dan sebagainya). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas sumber daya manusia pelayanan mengacu kepada manusia selaku objek yang dinilai. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/2003, bahwa terdapat 10 (sepuluh) kreteria pelayanan masyarakat yang baik, diantaranya adalah: 1. Kesederhanaan yang meliputi prosedur pelayanan yang tidak berbelit belit dan mudah dilaksanakan. 2. Kejelasan, yang meliputi: a. Persyaratan teknis dan administratif publik b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab c. Dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan sengketa dalam pelayanan publik dan tatacara pembayaran d. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran 3. Kepastian, pelaksanaan pelayanan pablik harus dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah diselesaikan. 4. Akurasi, produk pelayanan Publik dapat di tarima dengan benar, tepat dan sah. 5. Keamanan, proses dan pelayanan publik memberi rasa aman dan kepastian hukum 6. Tanggung jawab, pimpinan penyelenggara publik atau pejabat yang di tunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 7. Kelengkapan sarana dan perasarana, tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja, dan pendukung lainya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi, telekomunikasi dan informatika. 8. Kemudahan Akses, tempat dan lokasi serta pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi informatika. 9. Kedisiplinan, Kesopanan dan keramahan pemberian pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santn, ramah serta memberikan pelayanan dengan iklas. 10. Kenyamanan Lingkungan hidup harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet,tempat ibadah, dan lain lain. Kriteria-kriteria tersebut mengandung arti bahwa organisasi harus dapat melayani dengan cepat dan tepat, sesuai dengan aturan yang berlaku. Adanya penetapan standar waktu pelayanan yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan suatu pelayanan. Selanjutnya pelayanan umum akan dapat terlaksananya dengan baik dan memuaskan apabila didukung oleh beberapa faktor, antara lain kesadaran pimpinan dan pelaksana, adanya aturan yang memadai, organisasi dengan mekanisme sistem yang dinamis, pendapatan karyawan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, kemampuan keterampilan yang sesuai dengan tugas atau pekerjaan yang dipertanggungjawabkan, dan tersedianya sarana pelayanan sesuai dengan jenis dan bentuk atau pekerjaan pelayanan. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Toha (1998) berpendapat bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, organisasi publik (birokrasi publik) harus merubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik, dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka mendorong menuju kearah yang sesuai, kolabiratis dan dialogis dan dari cara-cara sloganis menuju cara kerja realistik pragmatik. Dimata masyarakat, kualitas pelayanan ini meliputi ukuran sebagai berikut, (Brown, 1992): 1. Realibility, yaitu kemampuan untuk memproduksi jasa sesuai yang diinginkan. 2. Responsiveness, yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan pemberian pelayanan yang tepat. 3. Tangible, yaitu penyediaan fasilitas fisik dan perlengkapan serta penampilan pribadi. Sesuai yang diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik disebutkan bahwa transparansi pelayanan publik merupakan penyelenggaraan pelayanan publik dimana pelaksanaan tugas dan kegiatan bersifat terbuka bagi masyarakat, mulai dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/pengendaliannya serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kata Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 kualitas sendiri mengandung banyak pengertian, beberapa contoh pengertian kualitas menurut Tjiptono (2002) adalah : 1. Kesesuaian dengan persyaratan; 2. Kecocokan untuk pemakaian; 3. Perbaikan berkelanjutan; 4. Bebas dari kerusakan/cacat; 5. Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal dan setiap saat; 6. Melakukan segala sesuatu secara benar; 7. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan. Pada prinsipnya pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diterima. Yang menjadi pertanyaan adalah ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan kualitas pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atau atribut-atribut tersebut yaitu antara lain : 1. Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses; 2. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan; 3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan; 4. Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer; 5. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain; 6. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan dan lain-lain.
Berangkat dari persoalan mempertanyakan kepuasan masyarakat terhadap apa yang diberikan oleh pelayan dalam hal ini yaitu administrasi publik adalah pemerintah itu sendiri dengan apa yang mereka inginkan, maksudnya yaitu Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 sejauhmana publik berharap apa yang akhirnya diterima mereka. Dengan demikian dilakukan penilaian tentang sama tidaknya antara harapan dengan kenyataan, apabila tidak sama maka pemerintah diharapkan dapat mengoreksi keadaan agar lebih teliti untuk peningkatan kualitas pelayanan publik. Selanjutnya dipertanyakan apakah terhadap kehendak masyarakat, seperti ketentuan biaya yang tepat, waktu yang diperhitungkan dan mutu yang dituntut masyarakat telah dapat terpenuhi. Andaikata tidak terpenuhi, pemerintah diharapkan mengkoreksi keadaan, sedangkan apabila terpenuhi dilanjutkan pada pertanyaan berikutnya, tentang berbagai informasi yang diterima masyarakat berkenaan dengan situasi dan kondisi, serta aturan yang melengkapinya. Memang pada dasarnya ada 3 (tiga) ketentuan pokok dalam melihat tinggi rendahnya suatu kualitas pelayanan publik (Warsito Utomo, 1997), perlu diperhatikan adanya keseimbangan antara: 1. Bagian antar pribadi yang melaksanakan (Inter Personal Component); 2. Bagian proses dan lingkungan yang mempengaruhi (Process and Environment Component); 3. Bagian profesional dan teknik yang dipergunakan (Professional and Technical Component). Dalam rangka menyiapkan suatu pelayanan berkualitas yang sesuai dengan yang diharapkan perlu berdasarkan pada sistem kualitas yang memiliki ciri atau karakteristik tertentu. Suatu masyarakat pelanggan, akan selalu bertitik tolak kepada pelayanan sehingga pelayanan yang diberikan dapat memenuhi harapan pelanggan. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Zeithaml, et.al (1990) mengutarakan bahwa kualitas pelayanan merupakan sesuatu yang kompleks, sehingga untuk menentukan sejauh mana kualitas dari pelayanan, dapat dilihat dari lima dimensi yaitu : 1. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fasilitas fisik seperti gedung, peralatan atau perlengkapan, pegawai dan fasilitas- fasilitas lainnya yang menunjang pelayanan. 2. Reability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat; 3. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas; 4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers. 5. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers; Menurut Garvin dikutip Tjiptono ( 2002 ) ada lima macam perspektif kualitas yang berkembang, kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan meliputi : 1. Transcendental approach Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, meskipun demikian suatu perusahaan dapat mempromosikan produknya melalui pernyataan-pernyataan maupun pesan-pesan komunikasi seperti tempat berbelanja yang menyenangkan. 2. Produc based approach Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk, karena pandangan ini sangat obyektif maka tidak dapat menjelaskan perbedaan , kebutuhan dan preperensi individual. 3. Used based approach Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung kepada orang yang memandangnya, sehingga produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subyektif dan demand oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dilaksanakannya. 4. Manufacturing based approach Perspektif ini bersifat supply based dan terutama memperhatikan praktek- praktek perekayasaan dan pemanufakturan serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 spesipikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value base approach Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence, kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai; akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli. Menurut Wolkins et al dikutip Tjiptono ( 2002 ) bahwa untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku. Keenam prinsip tersebut sangat bermanfaat dalam membentuk dan mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan pelanggan yaitu : 1. Kepemimpinan; strategis kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak yang harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan. 2. Pendidikan, semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional, harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas dan peranan eksekutif . 3. Perencanaan, harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visinya. 4. Review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasional, proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang konstan dan terus menerus untuk mencapai tujuan kualitas. 5. Komunikasi, implementasi strategis kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam perusahaan, komunikasi harus dilakukan dengan karyawan, pelanggan dan stake holder perusahaan lainnya. 6. Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas, setiap karyawan yang berprestasi tersebut diakui. Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi morak kerja, rasa bangga dan rasa kepemilikan setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayaninya. Menurut Tjiptono ( 2002 ) faktor-faktor penyebab kualitas yang buruk meliputi: 1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan adalah merupakan karakteristik jasa yang penting artinya jasa diproduksi dan dikomsumsi pada saat bersamaan, dengan kata lain dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan interaksi produsen dan konsumen jasa. Beberapa kekurangan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas misalnya : tidak terampil dalam melayani pelanggan, cara berpakaian tidak sesuai, tutur katanya kurang sopan atau bahkan menyebalkan, bau badannya mengganggu dan selalu cemberut atau pasang tampang angker. 2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi, keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyempaian jasa dapat pula menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi. 3. Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai, karyawan front line merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa, supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu mendapatkan dukungan dari fungsi utama manajemen ( operasi, pemasaran, keuangan, SDM ) Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 4. Kesenjangan komunikasi, merupakan faktor yang sangat esensial dalam kontak dengan pelanggan. Bila terjadi kesenjangan dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian negatif terhadap kualitas jasa. 5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama, dalam hal ini interaksi dengan pemberi jasa tidak semua pelanggan bersedia menerima pelayanan yang seragam, sering terjadi ada pelanggan yang menginginkan atau bahkan menuntut jasa yang bersifat personal dan berbeda dengan pelanggan lain. 6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan, disatu sisi memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat meniningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang buruk. 7. Visi bisnis jangka pendek, bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang, misalnya : kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan cara mengurangu jumlah kasir menyebabkan semakin panjangnya antrian di Bank. Menurut Tjiptono (2002) strategi meningkatkan kualitas jasa tidaklah semudah yang dibayangkan. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, upaya tersebut berdampak luas yaitu terhadap budaya organisasi secara keseluruhan. Di antara berbagai faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa dari sudut pandang pelanggan. Oleh karena itu langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan riset untuk mengidentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran. Langkah berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut. Dengan demikian dapat diketahui posisi relatif perusahaan di mata pelanggan dibandingkan pesaing, sehingga perusahaan dapat memfokuskan supaya peningkatan kualitasnya. 2. Mengelola harapan pelanggan, semakin banyak janji yang diberikan maka semakin besar pula harapan pelanggan (bahkan bisa menjurus menjadi tidak realistis) yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan oleh perusahaan. 3. Mengelola bukti kualitas jasa, bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena jasa merupakan kinerja dan tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pelanggan cenderung memperhatikan fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. 4. Mendidik konsumen tentang jasa, membantu pelanggan dalam memahami suatu jasa merupakan upaya yang sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa, pelanggan yang lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik. 5. Mengembangkan budaya kualitas, merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus-menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Ada beberapa faktor yang dapat memperlancar dan sekaligus dapat pula menghambat pengembangan jasa yang berkualitas, yaitu: a) Manusia, misalnya deskripsi kerja, seleksi, pelatihan. b) Organisasi/struktur, meliputi integrasi/koordinasi fungsi-fungsi dan struktur pelaporan. c) Pengukuran, yaitu evaluasi kinerja dan pemantauan keluhan dan kepuasan pelanggan. d) Pendukung sistem, yakni faktor tehnis, komputer. e) Pelayanan, meliputi nilai tambah, rentang dan kualitas, standar kinerja, pemuasan kebutuhan dan harapan. f) Program, meliputi pengelolaan keluhan, alat-alat penjualan/promosi, alat-alat manajemen. g) Komunikasi internal terdiri dari prosedur dan kebijaksanaan umpan balik dalam organisasi. h) Komunikasi eksternal yakni pendidikan pelanggan, penciptaan harapan, citra perusahaan. 6. Menciptakan automating quality dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki, perusahaan perlu melakukan penelitian secara seksama untuk menentukan bagian yang membutuhkan sentuhan manusia dan bagian yang memerlukan otomatisasi. 7. Menidak lanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan, menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan pelanggan. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang pelanggan. Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accuntability, dimana setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka terima. Adalah sangat sulit untuk menilai kualitas suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dan aparat pelaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan, merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah pelayanan itu diberikan. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Adapun dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini tidak mustahil dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini yang dijadikan pertimbangan adalah kesulitan atau kemudahan konsumen dan produsen di dalam menilai kualitas pelayanan. Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik tersebut meliputi: 1. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengendaliannya oleh masyarakat. Kegiatan ini harus diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat. 2. Prosedur pelayanan yang merupakan rangkaian proses atau tata kerja yang menunjukkan adanya tahapan yang jelan dan pasti, sederhana, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan serta diwujudkan dalam bagan alur. 3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan secara jelas dan relevan dengan jenis pelayanan serta diletakkan di dekat loket pelayanan. 4. Rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan dan dapat dibaca serta pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan. 5. Waktu penyelesaian pelayanan dan kurun waktu penyelesaian pelayanan publik harus diinformasikan dan diletakkan di dekat loket pelayanan dengan melaksanakan azas first in first out (fifo). Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 6. Pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab memberikan pelayanan dan atau menyelesaikan keluhan/persoalan/sengketa harus ditetapkan dengan memperhatikan persyaratan/persyaratan yang dibutuhkan. 7. Lokasi pelayanan mudah dijangkau dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai. 8. J anji pelayanan yang merupakan komitmen tertulis unit kerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat harus tertulis jelas, singkat, dan mudah dimengerti yang menyangkut hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat termasuk didalamnya standar kualitas pelayanan. 9. Standar pelayanan publik wajib disusun sesuai dengan tugas dan kewenangan dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. 10. Informasi pelayanan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar, janji/motto pelayanan, lokasi serta pajabat/petugas yang berwenang dan bertanggungjawab wajib dipublikasikan kepada masyarakat melalui media cetak, gambar atau penyukuhan langsung kepada masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan sesuai ketentuan perundangan. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik yang merupakan proses mulai dari tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan dan kedisiplinan, pelayanan yang sesuai standar/janji Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 pelayanan, dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, pemberian kompensasi, penilaian oleh masyarakat secara berkala sesuai mekanisme dan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam pelayanan atau jika pengaduan masyarakat tidak ditanggapi. Akuntabilitas biaya pelayanan publik yang meliputi biaya pelayanan yang dipungut harus sesuai dengan ketentuan perundangan yang ditetapkan dan pengaduan masyarakat terhadap penyimpangan biaya pelayanan publik harus ditangani oleh petugas yang ditunjuk berdasarkan penugasan dari pejabat yang berwenang. Akuntabilitas produk pelayanan publik yang menyakut persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan, prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan serta produk pelayanan diterima dengan benar, tepat, dan sah. Izin adalah dokumen yang dikeluarkan pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Sedangkan Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha tertentu baik dalam bentuk izin atau daftar usaha. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan atau Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 nonperizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen dilakukan pada satu tempat. Perizinan Terpadu Satu Pintu merupakan salah satu pola pelayanan yang diselenggarakan satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan, memiliki keterkaitan proses dan dilayani pada satu pintu. Beberapa pengertian tentang berbagai jenis perizinan menurut Pemerintah Kota Lhokseumawe (2007) antara lain: 1. Izin adalah izin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang dan diberikan kepada pengusaha untuk menjalankan kegiatan usahanya. 2. Surat Izin Tempat Usaha (SITU) adalah izin yang diberikan untuk mendirikan dan atau menggunakan tempat-tempat, ruang-ruang tempat bekerja dan jasa yang untuk mendirikannya tidak memerlukan rUndang-Undang gangguan (Hinder Ordonantie) 3. Izin Gangguan (HO) adalah izin gangguan yang diberikan kepada orang pribadi atau badan dilokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah. 4. Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pibadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 dimaksudkan agar disain, pelaksanaan pembangunan, dan bangunan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Model perizinan terpadu (perdu) merupakan pengembangan dari pendekatan satu atap (sintap). Perdu pada dasarnya merupakan suatu model sintap yang dikembangkan terutama dari aspek cara memproses perizinan bersama-sama dengan lain, tergantung garis kewenangan dan kebutuhan tiap-tiap daerah adalah tanggung jawab bersama semua instansi yang berkaitan dengan perizinan. Instansi penyedia layanan haruslah ditentukan terlebih dahulu dan dilaksanakan secara konsisten. Sebaiknya, keputusan tentang pembentukan perdu ini tidak dibuat oleh instansi penyedia layanan. Tetapi haruslah diambil oleh Kepala Daerah dan atau persetujuan DPRK. Hal ini sangat penting untuk mencegah adanya konflik diantara penyedia layanan. Kecendrungan seperti ini pada akhirnya akan menimbulkan biaya tinggi dalam proses perizinan. Namun proses panjang dan costly ini tidak berarti bahwa model perdu ini tidak efektif. Efektivitas model ini tergantung pada kualitas pelayanan yang diberikan dan sinergi diantara perdu dengan instansi penyedia pelayanan terkait lainnnya. Seleksi jenis perizinan yang akan didelegasikan berimplikasi pada efektivitas perdu. Setiap daerah memiliki kebutuhan perizinan yang berbeda serta pendekatan yang berbeda dalam memungut pajak dan retribusi daerah. Kedua hal ini akan mempengaruhi operasi dan efektifitas perdu di suatu daerah. Sangat penting untuk memutuskan layanan perizinan yang ditugaskan kepada perdu karena akses Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 terhadap perdu akan menentukan penilaian terhadap perizinan mana yang akan dikeluarkan lewat saluran tertentu. Mungkin, indikator akses yang penting dalam pengambilan keputusan tersebut adalah luasnya wilayah, jumlah, serta kepadatan penduduk. Kompleksitas sistem perizinan dan model-model sistem perizinan usaha terpadu (perdu) yang ada tentu saja memiliki beberapa kelemahan yang melekat di dalamnya. Hal ini tidak dapat dihindari karena tidak ada sistem yang 100% sempurna. Dengan mengetahui kelemahan-kelemahan potensial sistem ini, yang perlu dilakukan adalah mengembangkan strategi untuk menghindari kelemahan tersebut dalam implementasi sistem perdu. Strategi yang tepat menurut Wibawa (2007) adalah dengan menerapkan sistem yang mempermudah bukan mempersulit, memperpendek bukan memperpanjang, lebih murah bukan makin mahal, dan menarik bukan membosankan. a. Mempermudah bukan mempersulit Prosedur yang panjang dan berbelit-belit merupakan stigma lama sistem perizinan yang kita kenal selama ini. Oleh karena itu, perdu semestinya memberi perhatian besar pada tantangan mengubah anggapan perizinan yang selama ini sulit dan tidak bersahabat menjadi suatu kegiatan yang mudah dan menyenangkan. Dalam pemberlakuan perdu, perlu memperhatikan bahwa berbagai prosedur dari berbagai institusi yang berbeda dapat memperpanjang proses perizinan. Artinya, perdu harus menjauhkan diri dari adanya duplikasi proses. Perdu harus menciptakan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 citra baru bahwa prosedur pengurusan izin sederhana, mudah dan menyenangkan. Misalnya pelanggan yang sebelumnya harus pergi ke beberapa kantor dinas untuk mengurus satu perizinan, sekarang ia cukup pergi ke satu tempat yaitu perdu. Namun dalam realitanya bisa saja proses perizinan ternyata lebih panjang dari sebelumnya meskipun maksudnya bukan begitu. Hal itu dapat terjadi karena secara tidak sengaja lebih banyak prosedur yang ditambahkan ke dalam sistem perdu itu dengan biaya dan waktu yang sama atau bahkan lebih. b. Memperpendek, bukan memperpanjang Kelemahan lain yang mungkin terjadi dalam sistem perdu adalah jika implementasi perdu menjadikan pelanggan harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk dapat mengakses pelayanan yang sama dibandingkan waktu sebelumnya. Sebagai ilustrasi, pelayanan pengurusan IMB sebelumnya dilaksanakan di kantor camat namun setelah dilaksanakannya perdu pelanggan harus mengajukan aplikasi perizinan yang sama ke perdu yang terletak di ibukota kabupaten/ kota. J arak adalah hal yang sangat penting di sebagian besar daerah, khusus untuk daerah yang wilayah sangat luas dan berpenduduk jarang. c. Lebih murah bukan lebih makin mahal Biaya yang lebih besar untuk memperoleh izin merupakan kelemahan lain yang mungkin terjadi dalam implementasi perdu. Biaya ekstra tersebut dapat muncul dari biaya perizinan langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung dapat berupa biaya tersembunyi dalam perhitungan tarif, biaya salinan perizinan, sampai biaya Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 administrasi untuk mendokumentasikan berkas yang dibutuhkan dari pelanggan. Biaya tidak langsung dapat berupa ongkos transportasi dan biaya lain yang terkait mendapat izin. d. Menarik bukan membosankan Implementasi perdu yang menyebabkan berkurangnya minat masyarakat untuk memperoleh izin dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, persepsi masyarakat bahwa perdu yang baru lebih baik atau bahkan lebih buruk dari prosedur perizinan sebelumnya. Yang kedua, lokasi perdu terlalu jauh dari tempat tinggal sebagian besar dari masyarakat sehingga akses ke perdupun menjadi tidak praktis dan sulit bagi mereka. Untuk menghindari kelemahan ini, penyebab turunnya minat masyarakat tersebut penting untuk ditelusuri untuk mencari solusinya. J anji untuk lebih dapat diandalkan atau bentuk-bentuk komitmen lain dapat membantu meyakinkan masyarakat bahwa perdu berkomitmen untuk memberikan pelayanan perizinan yang reliabel, cepat, mudah, dan jujur. Komitmen ini disertai dengan upaya untuk mendorong masyarakat mencoba layanan yang diberikan perdu untuk melihat komitmen tersebut dalam kenyataannya. Termasuk dalam hal ini minat dunia usaha atau investor potensial. Manfaat tambahan dapat ditawarkan kepada para pelaku usaha untuk mendirikan usaha baru di daerah itu, misalnya dengan prosedur yang sederhana atau pemrosesan paket perizinan yang simultan dalam waktu yang relatif Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 cepat dan mungkin juga dengan menawarkan biaya perizinan yang lebih murah jika dimungkinkan. Dari beberapa asumsi tersebut, maka ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah merupakan usaha sadar yang dilakukan organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawabnya untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dalam penelitian ini dimensi yang digunakan untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Kota Lhokseumawe dipergunakan teori menurut pendapat Zeithaml, et.al (1990) yaitu: 1. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya penampakan fasilitas fisik seperti gedung, peralatan atau perlengkapan, pegawai dan fasilitas- fasilitas lainnya yang menunjang pelayanan. 2. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat; 3. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas; 4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers. 5. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers;
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 2.1.1. Kualitas Pengertian kualitas mengandung banyak penafsiran dan arti. Supranto (2000) mendefinisikan bahwa kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Sejalan dengan hal tersebut Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono dan Diana, 2001) mendefinisikan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi harapan. Dari definisi tersebut ada beberapa kesamaan yaitu: 1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggannya. 2. Kualitas merupakan kondisi yang setiap saat mengalami perubahan. 3. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. 4. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang memenuhi atau melebihi harapan. Perbedaan harapan dan persepsi masyarakat yang dilayani birokrasi pemerintah selaku pemberi layanan merupakan permasalahan krusial yang mengakibatkan terjadinya pelayanan tidak berkualitas, tidak efektif dan tidak efisien. 2.1.2. Pelayanan Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) adalah usaha melayani kebutuhan orang lain sedang pelayan adalah membantu menyiapkan (mengurus apa yang diperlukan seseorang). Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang dipelihatkan oleh jasa tersebut apakah Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 sudah sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan (Supranto, 2001). Sejalan dengan uraian tersebut, maka pengertian pelayanan menurut Munir (2000) adalah serangkaian kegiatan karena itu ia merupakan proses, sebagai proses pelayanan langsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat. Dari definisi yang telah diuraikan, maka ditarik kesimpulan bahwa pelayanan merupakan serangkaian proses meliputi kebutuhan masyarakat yang dilayani secara berkesinambungan. Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional. Pelayanan oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo, 2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan perizinan yang lebih efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri. Pelayanan publik yang berkualitas, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Selain itu, dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis di atas, birokrasi publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha dalam Widodo, 2001). Dengan revitalitas birokrasi publik (terutama aparatur pemerintah daerah) ini, pelayanan publik yang lebih baik dan profesional dalam menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenagan yang diberikan kepadanya dapat terwujud. Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function). Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Meskipun pemerintah mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana di atas, namun tidak berarti bahwa pemerintah harus berperan sebagai monopolist dalam pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi tadi. Beberapa bagian dari fungsi tadi bisa menjadi bidang tugas yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak swasta ataupun dengan menggunakan pola kemitraan (partnership), antara pemerintah dengan swasta untuk mengadakannya. Pola kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam memberikan berbagai pelayanan kepada masyarakat tersebut sejalan dengan gagasan reinventing government yang dikembangkan Osborne dan Gaebler (1992). Namun dalam kaitannya dengan sifat barang privat dan barang publik murni, maka pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berkewajiban menyediakan barang publik murni, khususnya barang publik yang bernama rules atau aturan (kebijakan publik). Barang publik murni yang berupa aturan tersebut tidak pernah dan tidak boleh diserahkan penyediaannya kepada swasta. Karena bila hal itu dilakukan maka di dalam aturan tersebut akan melekat kepentingan-kepentingan swasta yang membuat aturan, sehingga aturan menjadi penuh dengan vested interest dan menjadi Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 tidak adil (unfair rule). Karena itu peran pemerintah yang akan tetap melekat di sepanjang keberadaannya adalah sebagai penyedia barang publik murni yang bernama aturan. Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat. Karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public services) sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya. Dipandang dari sudut ekonomi, pelayanan merupakan salah satu alat pemuas kebutuhan manusia sebagaimana halnya dengan barang. Namun pelayanan memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dari barang. Salah satu yang membedakannya dengan barang, sebagaimana dikemukakan oleh Gasperz (1994), adalah outputnya yang tidak berbentuk (intangible output), tidak standar, serta tidak dapat disimpan dalam inventori melainkan langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi. Karakteristik pelayanan sebagaimana yang dikemukakan Gasperz tadi secara jelas membedakan pelayanan dengan barang, meskipun sebenarnya keduanya merupakan alat pemuas kebutuhan. Sebagai suatu produk yang intangible, pelayanan memiliki dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat tangible. Produk akhir pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang dimiliki oleh barang. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Produk akhir pelayanan sangat tergantung dari proses interaksi yang terjadi antara layanan dengan konsumen. Dalam konteks pelayanan publik, dikemukakan bahwa pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik (publik=umum). Senada dengan itu, Moenir (1992) mengemukakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Dalam buku Delivering Quality Services karangan Zeithaml, et.al ( 1990), yang membahas tentang bagaimana tanggapan dan harapan masyarakat pelanggan terhadap pelayanan yang mereka terima, baik berupa barang maupun jasa. Dalam hal ini memang yang menjadi tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah bagaimana mempersiapkan pelayanan publik tersebut yang dikehendaki atau dibutuhkan oleh publik, dan bagaimana menyatakan dengan tepat kepada publik mengenai pilihannya dan cara mengaksesnya yang direncanakan dan disediakan oleh pemerintah. Kemudian, untuk tujuan tersebut diperinci sebagai berikut : 1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya; 2. Memperlakukan pengguna pelayanan, sebagai customers; 3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan, sesuai dengan yang diinginkan mereka; 4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas; Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 5. Menyediakan cara-cara, bila pengguna pelayanan tidak ada pilihan lain. 2.2. Faktor-Faktor Manajerial yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Perizinan
Berdasarkan analisis data dari beberapa pakar dan observasi diketahui bahwa hal yang paling essensial dalam peningkatan kualitas pelayanan adalah adanya kesetaraan hubungan antara masyarakat pengguna jasa dengan aparat yang bertugas memberikan jasa pelayanan. Pelayanan Publik hanya akan menjadi baik atau berkualitas apabila masyarakat yang mengurus sesuatu jenis pelayanan tertentu mempunyai posisi tawar yang sebanding dengan posisi tawar petugas pemberi pelayanan. Pentingnya kesetaraan posisi tawar antara petugas dan instansi pemberi pelayanan di satu sisi dengan masyarakat pengguna jasa disisi lainnya adalah mutlak untuk mewujudkan pelayanan perizinan yang berkualitas. Dengan demikian masyarakat harus diberdayakan dan pelayanan harus dikontrol. Kontrol ini harus dilakukan kepada semua pihak baik pemerintah, swasta maupun LSM. Biasanya hanya instansi pemerintah saja yang ditengarai melakukan penyimpangan, padahal pihak lainpun akan melakukan penyimpangan apabila kontrol terhadap mereka lemah. Kesetaraan ini dapat diwujudkan apabila terdapat mekanisme exit dan voice. Mekanisme exit artinya pengguna jasa pelayanan mempunyai pilihan untuk menggunakan penyedia jasa layanan perizinan yang lain apabila dia tidak puas dengan sesuatu pada penyedia jasa . Apabila alternatif penggunaan jasa layanan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 perizinan tidak dimungkinkan, maka harus ada mekanisme voice. Mekanisme voice ini artinya pengguna jasa dapat menyampaikan ketidakpuasannya terhadap pelayanan yang diberikan oleh instansi penyelenggara pelayanan perizinan. J adi untuk mewujudkan kesetaraan hubungan agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan perizinan, yang harus dilakukan adalah : (a) memperkuat posisi tawar pengguna jasa pelayanan; dan (b) memfungsikan mekanisme voice. Sedangkan faktor-faktor manajerial yang menjadi penentu kualitas pelayanan perizinan adalah: (a) adanya birokrasi yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa; (b) terbangunnya kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugas untuk memberikan pelayanan perizinan, dan (c) diterapkannya sistem pelayanan yang mengutamakan masyarakat, khususnya pengguna jasa pelayanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratminto & Winarsih (2005) yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan perizinan yang antara lain disebabkan oleh : 1. Kuatnya posisi tawar pengguna jasa pelayanan; 2. Maksimalisasi mekanisme voice; 3. Adanya birokrat yang berorientasi pada kepentingan masyarakat; 4. Terbangunnya kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugas memberikan pelayanan perizinan; 5. Diterapkannya sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa pelayanan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 2.2.1. Penguatan Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayanan Pelayanan perizinan dan juga pelayanan umum atau pelayanan publik yang berkualitas mensyaratkan adanya kesetaraan hubungan atau kesetaraan posisi tawar antara pemberi pelayanan dan pengguna atau penerima jasa pelayanan. Oleh karena itu posisi tawar pengguna jasa, yang selama ini sangat lemah harus diperkuat. Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan ini dapat dilakukan antara lain dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan. Hal semacam ini dikonsepkan sebagai citizens charter yang dirumuskan pertama kali Ingris. Di Indonesia citizens charter belum begitu dikenal dan dikembangkan. 2.2.2. Maksimalisasi Mekanisme Voice Hal lain yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan hubungan antara pemberi jasa pelayanan dan penerima jasa pelayanan adalah dengan menciptakan dan memaksimalkan mekanisme voice. Artinya pengguna jasa pelayanan harus memberi kesempatan untuk mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas pelayanan yang diterimanya. Apabila saluran ini dapat berfungsi secara efektif, maka posisi tawar pengguna jasa akan menjadi sama dengan posisi tawar penyelenggara jasa pelayanan sehingga kualitas jasa pelayanan dapat ditingkatkan. 2.2.3. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan Faktor utama dalam manajemen pelayanan perizinan dan pelayanan umum atau pelayanan publik adalah sumber daya manusia atau birokrat ataupun aparatur Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 yang bertugas memberi pelayanan. Dari aparat negara dan atau aparatur pemerintah, diharapkan atau dituntut adanya kemampuan baik berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap perilaku yang memadai, sesuai dengan tuntutan pelayanan dan pembangunan sekarang ini (Handayaningrat, 1986). Sementara itu, konsep lain mendefinisikan kemampuan atau ability sebagai sifat yang dibawa lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik (Bibson, 1991), sedangkan skill atau keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas (Soetopo, 1999). Berkaitan dalam hal kualitas pelayanan publik, maka kemampuan aparat sangat berperan penting dalam hal ikut menentukan kualitas pelayanan publik tersebut. Untuk itu indikator-indikator dalam kemampuan aparat adalah sebagai berikut : 1. Tingkat pendidikan aparat; 2. Kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal; 3. Kemampuan melakukan kerja sama; 4. Kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dialami organisasi; 5. Kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan; 6. Kecepatan dalam melaksanakan tugas; 7. Tingkat kreativitas mencari tata kerja yang terbaik; 8. Tingkat kemampuan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada atasan; 9. Tingkat keikutsertaan dalam pelatihan/kursus yang berhubungan dengan bidang tugasnya.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Kemampuan birokrat juga dipengaruhi oleh stuktur organisasi. Menurut Anderson (1972), struktur adalah susunan berupa kerangka yang memberikan bentuk dan wujud, dengan demikian akan terlihat prosedur kerjanya. Dalam organisasi pemerintahan, prosedur merupakan sesuatu rangkaian tindakan yang ditetapkan lebih dulu, yang harus dilalui untuk mengerjakan sesuatu tugas. Sementara itu dalam konsep lain dikatakan bahwa struktur organisasi juga dapat diartikan sebagai suatu hubungan karakteristik-karakteristik, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi di dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial atau nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijaksanaan (Van Meter dan Van Horn dalam Winarno 1997). Pengertian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Robbins (1995) bahwa struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaaksi yang akan diikuti. Lebih jauh Robbins mengatakan bahwa struktur organisasi mempunyai tiga komponen, yaitu: kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. Kompleksitas berarti dalam struktur orgaisasi mempertimbangkan tingkat differensiasi yang ada dalam organisasi termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau pembagian kerja, jumlah tingkatan dalam organisasi serta tingkat sejauh mana unit-unit organisasi tersebar secara geografis. Formalisasi berarti dalam struktur organisasi memuat tentang tata cara atau prosedur bagaimana suatu kegiatan itu dilaksanakan (Standard Operating Prosedures), apa yang boleh dan tidak dapat dilakukan. Sentralisasi berarti dalam Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 struktur organisasi memuat tentang kewenangan pengambilan keputusan, apakah disentralisasi atau didesentralisasi. Berdasarkan pengertian dan fungsi struktur organisasi tersebut menunjukkan bahwa struktur organisasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu organisasi, sehingga dengan demikian struktur organisasi juga sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas, apabila komponen-komponen struktur organisasi yang mendukung disusun dengan baik antara pembagian kerja atau spesialisasi disusun sesuai dengan kebutuhan, dapat saling menunjang, jelas wewenang tugas dan tanggung jawabnya, tidak tumpang tindih, sebaran dan tingkatan dalam organisasi memungkinkan dilakukannya pengawasan yang efektif, struktur organisasi desentralisasi memungkinkan untuk diadakannya penyesesuaian atau fleksibel, letak pengambilan keputusan disusun dengan mempertimbangkan untuk rugi dari sistem sentralisasi dan desentralisasi, antara lain sentralisasi yang berlebihan bisa menimbulkan ketidakluwesan dan mengurangi semangat pelaksana dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan desentralisasi yang berlebihan bisa menyulitkan dalam kegiatan pengawasan dan koordinasi. Untuk struktur organisasi perlu diperhatikan apakah ada petugas pelayanan yang mapan, apakah ada pengecekkan penerimaan atau penolakkan syarat-syarat pelayanan, kerja yang terus-menerus berkesinambungan, apakah ada manajemen Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 yang komitmen, struktur yang cocok dengan situasi dan kondisi dan apakah ada sumberdaya yang mapan. Dalam pengendalian pelayanan perlu prosedur yang runtut yaitu antara lain penentuan ukuran, identifikasi, pemeliharaan catatan untuk inspeksi dan peralatan uji, penilaian, penjaminan dan perlindungan (Gaspersz, 1994). Oleh karena itu struktur organisasi yang demikian akan berpengaruh positif terhadap pencapaian kualitas pelayanan. Akan tetapi, apabila struktur organisasi tidak disusun dengan baik maka akan dapat menghambat kualitas pelayanan publik yang baik. 2.2.4. Pengembangan Kultur Pelayanan Hal lain yang juga sangat krusial dalam peningkatan kualitas pelayanan perizinan adalah berkembangnya kultur pelayanan dalam diri birokrat atau aparatur pelayanan. Seberapapun hebatnya sumber daya manusia jika tidak didukung oleh kultur pelayanan maka kehebatan itu justru akan dipakai untuk membodohi masyarakat pengguna jasa yang berkepentingan terhadap salah satu organisasi. Kultur pelayanan berawal dari budaya organisasi yang diterapkan dalam sebuah organisasi. Menurut Sethia dan Glinow (dalam Collins dan Mc Laughlin, 1996) membedakan ada empat macam budaya organisasi, yaitu : a. Apathetic Culture Dalam tipe ini perhatian anggota organisasi terhadap hubungan antar manusia maupun perhatian terhadap kinerja pelaksanaan tugas , dua-duanya rendah. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Disini penghargaan diberikan terutama berdasarkan permainan politik dan pemanipulasian orang-orang lain. b. Caring Culture Budaya organisaian tipe ini dicirikan oleh rendahnya perhatian terhadap kinerja dan tingginya perhatian terhadap perhatian terhadap hubungan antar manusia. Penghargaan lebih didasarkan atas kepaduan tim dan harmoni, dan bukan didasarkan atas kinerja pelaksanaan tugas. c. Exacting Culture Perhatian orang sangat rendah tetapi perhatian terhadap kinerja sangat tinggi. Disini secara ekonomis, penghargaan sangat memuaskan tetapi hukuman atas kegagalan yang dilakukan sangat berat. Dengan demikian tingkat keamanan pekerjaan sangat rendah. d. Intergrative Culture Dalam tipe ini perhatian terhadap orang maupun kinerja keduanya sangat tinggi. Beberapa hasil penelitian pada organisasi-organisasi publik di Indonesia dianalisis dengan menggunakan empat tipe budaya organisasi di atas, maka disimpulkan bahwa sebagian besar organisasi publik memiliki budaya organisasi bertipe Caring. Organisasi-orgnisasi publik di Indonesia biasanya memiliki perhatian yang sangat rendah terhadap pelaksanaan tugas, tetapi memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap hubungan antar manusia. Ratminto dan Winarsih (2005) menyebutkan bahwa ciri-ciri birokrat sebagai berikut : Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 a. lebih mementingkan kepentingan pimpinan daripada kepentingan klien atau pengguna jasa; b. lebih merasa sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat; c. meminimalkan resiko dengan cara menghindari inisiatif; d. menghindari tanggungjawab; e. menolak tantangan; f. tidak suka berkreasi dan berinovasi dalam melaksanakan tugasnya; Budaya Caring ini tidak cocok dengan pemberian pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Dengan demikian harus diadopsi budaya organisasi baru yang lebih sesuai dan kondusif dengan manajemen pelayanan publik. Budaya organisasi seperti ini disebut kultur kinerja (Ivancevich, et.al, 1997), yang mendefinisikan budaya kinerja sebagai suatu situasi kerja yang memungkinkan semua karyawan dapat melaksanakan semua pekerjaan dengan cara terbaik. Budaya kinerja seperti ini akan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan kualitas pelayanan apabila organisasi memiliki budaya organisasi yang bertipe Integrative dan birokrat- birokrat yang ada dalam organisasi itu telah mengadopsi 10 semangat kewirausahaan sebagaimana disampaikan oleh Osborne dan Gaebler (1993). Adapun kesepuluh semangat kewirausahaan yang dikembangkan Osborne dan Gaebler (1993) adalah sebagai berikut : a. mengarahkan ketimbang mengayuh; b. memberi wewenang kepada masyarakat; c. menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan; Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 d. menciptakan organisasi yang digerakkan oleh misi ketimbang peraturan; e. lebih berorientasi kepada hasil, bukan input; f. berorientasi kepada pelanggan, bukan birokrasi; g. berorientasi wirausaha; h. bersifat antisipatif; i. menciptakan desentralisasi; j. berorientasi kepada pasar. Organisasi yang memiliki tiga ciri tersebut di atas (budaya kinerja, budaya organisasi integrative, dan mengadopsi 10 semangat kewirausahaan) disebut organisasi yang mempunyai budaya pelayanan. Dengan kata lain budaya pelayanan dalam organisasi terbentuk bila : 1. organisasi memiliki budaya kinerja 2. organisasi memiliki budaya organisasi bertipe integrative 3. orang-orang dalam organisasi memiliki 10 semangat kewirausahaan. 2.2.5. Pembangunan Sistem Pelayanan yang Mengutamakan Kepentingan Masyarakat
Faktor terakhir yang juga sangat penting dalam manajemen pelayanan perizinan adalah beroperasinya sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Pelayanan dapat menjadi sangat tidak berkualitas apabila sistem yang diterapkan memang tidak memihak kepada kepentingan pengguna jasa. Secara definisi sistem adalah suatu jaringan yang berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dalam suatu usaha atau urusan (Prajudi, 1992), bisa juga diartikan sebagai suatu kebulatan dari keseluruhan yang kompleks teroganisisr, berupa suatu himpunan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan dari keseluruhan yang utuh (Pamudji, 1981). Untuk sistem pelayanan perlu diperhatikan apakah ada pedoman pelayanan, syarat pelayanan yang jelas, batas waktu, biaya atau tarif, prosedur, buku panduan, media informasi terpadu saling menghargai dari masing-masing unit terkait atau unit terkait dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan itu sendiri. Dengan demikian sistem pelayanan adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian pelayanan yang saling terkait, bagian atau anak cabang dari suatu sistem pelayanan terganggu maka akan menganggu pula keseluruhan pelayanan itu sendiri. Dalam hal ini apabila salah satu unsur pelayanan sepertinggi mahalnya biaya, kualitasnya rendah atau lamanya waktu pengurusan maka akan merusak citra pelayanan di suatu tempat. Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini maka indikator-indikator sistem pelayanan yang menetukan kualitas pelayanan perizinan adalah : 1. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan berkait dengan lokasi tempat pelayanan; 2. Kejelasan informasi tentang pelayanan yang diberikan; 3. Perlindungan terhadap dampak hasil pelayanan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian J enis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang berusaha untuk memahami masalah berdasarkan fakta tentang kenyataan yang berada di lokasi penelitian. Kemudian dilakukan penelaahan agar dapat diperoleh gambaran yang jelas serta sistematis dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya. (Irawan, 2003). Dalam penelitian yang bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan adalah berupa catatan kata-kata, gambar, tulisan atau pun perilaku yang semuanya dapat dilihat dan dirasakan secara langsung ketika dilakukan penelitian. Namun demikian, secara kualitatif penelitian ini tidak mengukur atau membandingkan antara variabel yang satu dengan yang lainnya. Pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian yang non hipotesis sehingga dalam rangka penelitiannya bahkan tidak perlu merumuskan hipotesisnya (Arikunto, 1996). Metode penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan gambaran keseluruhan obyek penelitian secara akurat. Pelaksanaan metode penelitian deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 arti data tersebut, selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti ( Moleong, 2000). Data penelitian yang bersifat deskriptif dalam penulisan ini antara lain meliputi data: a. Catatan tentang profit organisasi dan dokumen organisasi. b. Hasil wawancara dan hal-hal lain yang sering diungkapkan. c. Dokumen resmi lainnya baik yang internal maupun eksternal seperti peraturan-peraturan pemerintah, keputusan-keputusan pemerintah, laporan pemerintah, majalah, bulletin, ataupun berita yang disiarkan oleh media massa.
3.2. Definisi Konsep Untuk memudahkan serta dapat memberikan arah yang lebih jelas dalam pencapaian tujuan penelitian, maka perlu dilakukan pendefinisian secara konseptual terhadap variabel-variabel dalam penelitian ini. Adapun definisi konseptual tersebut adalah: 1. Kualitas pelayanan perizinan terpadu satu pintu adalah penyelenggaraan pelayanan perizinan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dapat memuaskan masyarakat yang menerima pelayanan meliputi berbagai jenis pelayanan, memiliki keterkaitan proses dan dilayani pada satu pintu. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 2. Kualitas adalah usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan dalam setiap pelayanan yang diberikan. 3. Pelayanan adalah pemenuhan keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan perizinan dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Kualitas Pelayanan Perizinan dan Faktor-Faktor Manajerial yang Mempengaruhinya No Teori Indikator 1. Kualitas Pelayanan Perizinan 1. Bukti langsung ( tangibles ) 2. Keandalan ( reliability ) 3. Daya tanggap (responsivenes) 4. J aminan ( assurance ) 5. Empati
2. Faktor-faktor Manajerial yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Perizinan
1. Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan 2. Maksimalisasi mekanisme voice 3. Pembentukan birokrat yang berorientasi pelayanan 4. Pengembangan kultur pelayanan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 5. Pembangunan sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat
3.3. Populasi dan Sampel Menurut Arikunto (1999), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dengan demikian, maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparatur Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe berjumlah 21 orang dan masyarakat yang melakukan pengurusan izin dengan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe berjumlah 40 orang. Sedangkan Sampel merupakan bagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti (Arikunto, 1999). Sampel untuk masyarakat dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik Accidental Sampling. Menurut Soehartono (2000), Accidental Sampling yaitu seperti yang ditunjuk oleh namanya, orang yang diambil sebagai anggota sampel adalah mereka yang kebetulan ditemui atau mereka yang mudah diterima atau dijangkau. Dengan demikian yang menjadi sampel dalam penelitian ini masyarakat yang tinggal dalam wilayah Kota Lhokseumawe yang mempunyai kepentingan untuk memperoleh pelayanan sebanyak 20 orang sebagai responden bagi kuisoner penelitian dan juga untuk diwawancarai. Sampel dari aparatur Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe berjumlah 10 orang sebagai responden yang di wawancarai. 3.4. Teknik Pengumpulan Data Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: 1. Kuesioner yaitu, usaha mengumpulkan data dan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan tertulis dan bersifat tertutup (berstruktur), yakni setiap pertanyaan yang dibuat telah disediakan jawabannya oleh peneliti dengan maksud agar perolehan jawaban sesuai dan tidak menyimpang dari operasionalisasi konsep-konsep penelitian yang digunakan. 2. Pengamatan secara intensif (observation); 3. Wawancara yang dilakukan secara mendalam (in depth interview); 4. Teknik dokumentasi; 5. Telaah kepustakaan; Dalam melakukan pengamatan secara intensif (observation), penulis berada di lokasi penelitian di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dan mengamati secara teliti dan seksama keadaan yang sesungguhnya di lapangan serta mengamati gejala-gejala yang ada dan timbul untuk dijadikan bahan penelitian. Dalam melakukan Wawacara mendalam (in depth interview), penulis melakukan interview langsung baik kepada aparat yang bertanggung jawab melaksanakan pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, masyarakat pengguna jasa untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas dan mendalam tentang berbagai hal yang diperlukan, yang berhubungan dengan masalah penelitian. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Teknik dokumentasi, pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan kualitas pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe seperti laporan tahunan dan bulanan tentang pelaksanaan pelayanan dan laporan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Telaah Kepustakaan dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh dengan konsep dan teori yang berkaitan secara langsung. Kelima teknik tersebut di atas digunakan di lapangan untuk memperoleh data- data yang dibutuhkan, yakni untuk memperoleh data primer, di samping dilakukan pengamatan secara langsung di lapangan, juga digunakan teknik interview terhadap responden yang telah ditentukan, dengan cara mengajukan pertanyaan yang berpedoman pada daftar pertanyaan (interview guide) yang telah disusun. Dalam melakukan interview, pertanyaan tidak hanya terpaku pada pedoman wawancara, tetapi dapat berkembang sesuai kenyataan yang ada di lapangan. Selanjutnya untuk membuktikan benar tidaknya jawaban atau pernyataan responden, perlu didukung dengan data-data sekunder yang didapat dari studi dokumentasi. 3.5. Lokasi Penelitian Penelitian tentang kualitas pelayanan perizinan ini lebih difokuskan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe. Adapun pemilihan lokasi penelitian di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe tersebut dikarenakan perubahan kelembagaan pelayanan perizinan yang terpisah menjadi terintegrasi (satu pintu) dan tergolong Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 baru menuntut penulusuran lebih jauh tentang apakah pelayanan perizinan satu pintu pintu telah sesuai dengan harapan masyarakat.
3.6. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mengetahui bagaimana Kualitas Pelayanan Perizinan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe. Teknik analisa data secara deskriptif kualitatif dengan tabulasi silang. Menurut pendapat Surakhmad (1994) yang masing-masing item pada kuesioner diukur menurut interval nilai (score). 1. J awaban A (terbaik) diberi nilai 3; 2. jawaban B (cukup baik) diberi nilai 2; 3. jawaban C (terburuk) diberi nilai 1. Rumus untuk mengukurnya adalah sebagai berikut : K = B/N x 100 %
Keterangan : K =Skor rata-rata B =J umlah nilai yang diperoleh N =J umlah nilai maksimum Untuk menghitung persentase jawaban digunakan rumus : Persentase (%) =f/n x 100% Keterangan : Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 f =frekuensi jawaban n =jumlah responden Sedangkan untuk menetukan kriteria/kategori hasil penghitungan berpedoman kepada pendapat Arikunto (1999) sebagai berikut : 1. Kriteria/Kategori Baik, jika hasil pengukurannya =76 % s/d 100 % 2. Kriteria/Kategori Cukup, jika hasil pengukurannya =56 % s/d 75 % 3. Kriteria/Kategori Kurang, jika hasil pengukurannya =40 % s/d 55 % 4. Kriteria/Kategori Tidak Baik, jika hasil pengkurannya =kurang dari 40 % Dalam pelaksanaan penelitian, analisis data dapat dilakukan bersamaan dengan proses pengamatan. J adi selama proses penelitian berlangsung data yang diperoleh dapat langsung di analisis dan di tabulasi silang. Sesuai dengan metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, maka untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan dari lapangan, metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Melalui metode ini, akan digambarkan seluruh data atau fakta yang diperoleh dengan mengembangkan kategori-kategori yang relevan dengan tujuan penelitian dan penafsiran terhadap hasil analisis deskriptif dengan berpedoman pada teori-teori yang sesuai.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe adalah salah satu unit kerja di lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe yang dibentuk berdasarkan Peraturan Walikota Lhokseumawe Nomor 01 tahun 2007 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe. 4.1.1. Visi dan Misi Visi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe adalah terwujudnya pelayanan prima. Untuk mewujudkan visi tersebut diatas Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe telah menetapkan misi yaitu terciptanya pelayanan perizinan dan non perizinan yang prima melalui aparatur yang profesional, jujur, transparan dan sistem kinerja yang baik. 4.1.2. Pencapaian Tujuan dan Sasaran Implementasi misi tersebut di atas diarahkan pada pencapaian tujuan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada Tahun 2008 sebagai berikut : 1. Mewujudkan pelayanan yang prima melalui peningkatan kualitas SDM aparatur dan sistem kinerja yang baik. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 2. Menciptakan kepuasan masyarakat sehingga masyarakat akan ikut aktif berperan serta dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Upaya merealisasikan visi dan misi , pada Tahun 2008 ditetapkan beberapa sasaran yang merupakan penjabaran secara terukur dari tujuan yang akan diwujudkan. Penjabaran dimaksud untuk dapat memberikan gambaran tentang sesuatu yang akan dicapai/dihasilkan secara nyata dalam kurun waktu maksimal 1 (satu) tahun, yaitu : 1. Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perizinan 2. Meningkatkan kinerja layanan perizinan 3. Meningkatkan layanan Sumber daya manusia (SDM) layanan perizinan.
4.1.3 Struktur Organisasi dan Kepegawaian
Sebagai perangkat daerah dan unsur pelaksana tugas di bidang Pelayanan Perizinan, instansi ini dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Kantor ini terbentuk berdasarkan Peraturan Walikota Lhokseumawe Nomor 01 tahun 2007 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe, Struktur Organisasi Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu sebagai berikut: 1. Kepala Kantor 2. Kasubag Tata Usaha 3. Seksi Perencanaan, Pengembangan, Evaluasi dan Pelaporan 4. Seksi Pelayanan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 5. Seksi Informasi dan Pengaduan Bagan struktur organisasi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada gambar berikut : Stuktur Organisasi KEPALA SEKSI PERENCANAAN, PENGEMBANGAN, EVALUASI DAN PELAPORAN SEKSI PELAYANAN SEKSI INFORMASI DAN PENGADUAN SUBBAG. TATA USAHA KEPALA SEKSI PERENCANAAN, PENGEMBANGAN, EVALUASI DAN PELAPORAN SEKSI PELAYANAN SEKSI INFORMASI DAN PENGADUAN SUBBAG. TATA USAHA STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYANAN PERIZINAN STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU (KPPTSP) KOTA LHOKSEUMAWE TERPADU SATU PINTU (KPPTSP) KOTA LHOKSEUMAWE Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008
Gambar 1. Stuktur Organisasi Sedangkan alur pelayanan perizinan dan mekanisme pelayanan yang dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe dapat kita lihat pada gambar berikut ini :
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Alur Pelayanan Perizinan
7 2. DIBERI WAKTU MELENGKAPI SYARAT 3. PERHITUNGAN PEMBAYARAN RETRIBUSI LANGSUNG PADA BANK YANG DITUNJ UK OLEH KEPALA DAERAH CETAK DOKUMEN 1. KEMBALIKAN BERKASNYA OUTPUT 1. DITOLAK 2. DITUNDA 3. DITERIMA PENYERAHAN IZIN/DOKUMEN AGENDA/ ADMINISTRASI PROSES PENANDA TANGANAN
Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008 Gambar 2. Bagan alur Pelayanan Perizinan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Mekanisme Pelayanan Perizinan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe
PERMOHONAN
BANK
Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008
Gambar 3. Mekanisme Pelayanan Perizinan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe
Alur Proses Ditolak / Ditangguhkan Pemberitahuan Pengambilan Izin Pembayaran Retribusi LOKET PELAYANAN PENGAMBILAN IZIN (PENGISIAN IKM)
PEMERIKSAAN BERKAS PENELITIAN LAPANGAN PROSES SK IZIN Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Secara umum mekanisme dalam setiap pelayanan perizinan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe dapat di jelaskan sebagai berikut : 1. Pemohon menyampaikan berkas administrasi permohonan. 2. Petugas melihat dan meneliti kelengkapan keabsahan berkas, yang memenuhi syarat akan diproses sedangkan yang tidak memenuhi syarat akan dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi. 3. Untuk perizinan yang memerlukan survey dilapangan akan dibentuk tim teknis guna untuk menentukan kelayakan izin. 4. Tim teknis membuat berita acara dan rekomendasi persetujuan bagi pemohon. 5. Pemohon yang memenuhi semua persyaratan akan dihitung pajak retribusinya, dan retribusi tersebut akan menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD). 6. Masa penerbitan izin.
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe didukung oleh 21 Orang PNS. Berikut tabel data kepegawaian pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe berdasarkan pangkat/golongan dan jenis kelamin.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Tabel 2. Jumlah Pegawai Menurut Pangkat/Golongan dan Jenis Kelamin Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008 N o Pangkat/Golongan Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. IV/ a 1 - 1 2. III/ d 2 1 3 3. III/ c 1 - 1 4. III/ b - 1 1 5. III/ a 2 3 5 6. II/ d - 1 1 7. 8. 9. II/c II b II a 3 - 1 2 1 2 5 1 2 Total 9 11 21 J umlah pegawai dalam tabel tersebut di atas termasuk pemangku jabatan Struktural Eselon Eselon III dan eselon IV. Mengenai tingkat pendidikan aparatur Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mulai dari tingkat SLTA/sederajat sampai dengan Strata 1, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3. Jumlah Pegawai Menurut Jenjang Jabatan Sruktural No Jabatan Jumlah (orang) 1. Eselon III.a 1 2. Eselon III.b 1 3. Eselon IV.a 3 Total 4 Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Tabel 4. Jumlah Pegawai Menurut Jenjang Pendidikan Pendidikan No Jabatan SLTA D-3 S-1 S-2 Jlh 1. 2. 3.
4. 5. 6. Kepala Kantor Kasubbag TU Seksi Perencanaan, Pengembangan, Evaluasi dan Pelaporan Seksi Pelayanan Seksi Informasi dan Pengaduan Pegawai Staf - - - - - - 5 - - - - - - 4 1 1 1 1 1 1 6 - - - - - -
1 1 1 1 1 1 15 5 4 12 - 21 Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, Mei 2008 Berdasarkan tabel tersebut diatas bahwa Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai penyelenggara pelayanan publik memiliki 21 orang personil yang merupakan PNS. Pegawai berpendidikan SMA sebanyak 5 orang (24%), sedangkan yang berpendidikan D.III berjumlah 4 orang (19%), yang berpendidikan S.1 berjumlah 12 orang atau 57 %. 4.1.4. Penyelenggaraan Pelayanan Publik Tatalaksana pelayanan publik bidang perizinan yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe meliputi: 1. Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 2. Izin Gangguan (HO) 3. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 4. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 5. Tanda Daftar Gudang (TDG) 6. Tanda Daftar Industri (TDI) 7. Izin Perluasan Usaha Industri (IPUI) Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 8. Izin Usaha Industri (IUI) 9. Izin Usaha J asa Konstruksi (IUJ K) 10. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 11. Izin Penyelenggaraan Reklame 12. Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian C 13. Izin Penyelenggaraan Wisata 14. Izin Apotek 15. Izin Toko Obat 16. Izin Bidan/Perawat 17. Izin Praktek Fisioterapi 18. Pendaftaran Pengobatan Tradisional/ Alternatif 19. Pendaftaran Pabrik Obat Tradisional 20. Izin Pusat Kebugaran 21. Rekomendasi Rumah Sakit Swasta 22. Izin Penyelenggaraan Rumah Bersalin 23. Izin Praktek Tukang Gigi 24. Izin Optik 25. Izin Penangkapan Ikan 26. Izin Pembudidayaan Ikan 27. Izin Penyimpanan/Penampungan/Pengolahan/Pengawetan Ikan 28. Izin Pengangkutan dan Pemasaran Ikan 29. Izin Penggunaan Kapal Perikanan 30. Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum 31. Izin Usaha Salon Kecantikan 32. Izin Usaha Hotel 33. Izin Rumah Potong Hewan. Sumber : KPPTSP Kota Lhokseumawe, Mei 2008
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 4.2. Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Dari uraian teori-teori pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa dalam penelitian ini indikator-indikator yang digunakan untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Kota Lhokseumawe berpedoman pada pendapat menurut Zeithaml, et.al (1990) yaitu: 1. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fasilitas fisik seperti gedung, peralatan atau perlengkapan, pegawai dan fasilitas- fasilitas lainnya yang menunjang pelayanan. 2. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat; 3. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas; 4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers. 5. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers;
4.2.1. Tangibles (Ketampakan Fisik) Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe saat ini belum memiliki kantor yang representatif, untuk sementara aktifitas kantor dilaksanakan dengan menyewa dua unit pintu Ruko yang dijadikan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 kantor. Berdasarkan hasil pengamatan, sarana dan prasarana untuk pelayanan belum memadai seperti ruang tunggu yang kurang nyaman dan tempat parkir kendaraan yang terlalu sempit dan tidak aman. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan tanggapan responden yaitu masyarakat mengenai ketampakan fisik Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5. Tanggapan Responden terhadap Ketampakan Fisik (tangibles) pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe J awaban J umlah Responden Persentase (%) Sangat baik Cukup baik Kurang baik - 6 14 0 30 70 J umlah 20 100 Tingkat pencapaian 26 : 60 x 100% =43,3% (Kriteria kurang baik) Sumber: Hasil Analisis Tabel tersebut menunjukkan tanggapan para responden penelitian bahwa ketampakan fisik (tangibles) Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dengan kriteria kurang baik. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban para responden yang umumnya menjawab kurang baik mencapai 70%, yang menjawab cukup baik 30% dan tidak ada yang menjawab sangat baik. Dari hasil pengolahan kuesioner diperoleh tingkat pencapaian sebesar 43,3% yang termasuk dalam kriteria kurang baik. Hal tersebut terbukti karena kantor ini hanya menempati sebuah ruko karena belum tersedianya gedung kantor secara permanen. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Berbicara mengenai kemampuan unit pelayanan dalam memberikan pelayanan dengan cepat dan baik waktu pelayanan, sudah waktunya apabila setiap permohonan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe diproses melalui komputerisasi. Dengan memanfaatkan komputer selain dapat menghemat waktu juga dapat on-line antar instansi terkait. Hal ini terungkap dari hasil wawancara sebagai berikut : Memang, disini kita sudah waktunya memberi pelayanan dengan sistem komputerisasi. Hal ini tentu akan semakin mempercepat waktu pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, mungkin sarana dan prasrana ini yang harus disiapkan (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Hal ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan pelayanan perizinan di Kota Lhokseumawe belum mengadopsi sistem komputerisasi sebagai penunjang kelancaran pelaksanaan pelayanan publik. Dari kondisi ini dapat dinilai bahwa keberadaan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dalam pemanfaatan teknologi masih rendah. Proses pelayanan publik dapat dimanipulasi karena tidak adanya sistem komputerisasi. Berbagai berkas-berkas urusan tidak akan terkontrol dengan baik, bahkan hilang sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Di sini masyarakat menjadi bagian yang paling dirugikan karena sistem yang tidak sistematis. Oleh sebab itu, kebutuhan akan komputerisasi menjadi mutlak adanya bagi setiap birokrasi pelayanan publik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa agar lebih efektif dan efisien. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Dalam kasus pelayanan perzinan di Kota Lhokseumawe ini, sistem komputerisasi online belum dilaksanakan. Hal ini menyebabkan proses pelayanan bisa dimanipulasi dengan mudah. Kurangnya penggunaan teknologi berdampak pada tidak adanya sistem kontrol manajemen yang tepat. 4.2.2. Reliability (reabilitas) Indikator berikutnya yang menentukan kualitas pelayanan publik adalah reabilitas yaitu kemampuan untuk memberi pelayanan yang dijanjikan menyangkut kejelasan dan kepastian yaitu kemudahan dalam pengajuan permohonan dan kelengkapan administrasi yang menyangkut prosedur atau tata cara, tidak berbelit- belit, mudah dipahami dan dilaksanakan. Kelengkapan administrasi akan mempermudah dalam proses penyelesaian setiap urusan pelayanan dan diperoleh data yang benar. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan tanggapan responden yaitu masyarakat mengenai kejelasan dan kepastian pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Tabel 6. Tanggapan responden terhadap Rehabilitas pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe J awaban J umlah Responden Persentase (%) Sangat jelas dan pasti Cukup jelas dan pasti Kurang jelas dan kurang pasti 15 5 - 75 25 0 J umlah 20 100 Tingkat pencapaian 55 : 60 x 100% =92% (Kriteria baik) Sumber: Hasil Analisis
Tabel tersebut menunjukkan tanggapan para responden penelitian bahwa pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sangat jelas dan pasti, artinya tata cara pelayanan, persyaratan pelayanan baik persyaratan teknis maupun administratif serta rincian tarif pelayanan, tata cara pembayaran dan waktu penyelesaian suatu layanan sangat jelas dan pasti. Dari hasil pengolahan kuesioner menunjukkan jawaban para responden umumnya menjawab sangat jelas dan pasti mencapai 75%, yang menjawab cukup jelas dan pasti 25% dan tidak ada yang menjawab kurang jelas dan kurang pasti dan diperoleh tingkat pencapaian sebesar 92% yang termasuk dalam kriteria baik sehingga dapat dikatakan bahwa oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe telah menerapkan prosedur pelayanan yang sangat jelas.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Setiap permohonan harus dilengkapi dengan persyaratan yang lengkap dan harus diisi dengan benar. Kami tidak segan-segan untuk menolak permohonan apabila persyaratan yang diajukan masih kurang lengkap (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Dari hasil wawancara tersebut Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe secara tegas mensyaratkan kelengkapan administrasi dalam pengajuan permohonan, tetapi hal ini justru sering menyulitkan masyarakat yang masih kurang paham akan kelengkapan administrasi dalam pengajuan permohonan. ...dengan kelengkapan administrasi sebenarnya akan sangat membantu dalam mempermudah pengajuan permohonan. Tidak usah bingung, toh...di formulir permohonan sudah tertera kelengkapan administrasi yang harus dilengkapi (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Uraian tadi semakin menjelaskan bahwa dalam pengajuan permohonan dan kelengkapan administrasi di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe mensyaratkan adanya kelengkapan administrasi, hal ini didukung dengan adanya petunjuk yang jelas dalam setiap formulir pengajuan permohonan. Dalam hal kemudahan pemberian pelayanan publik, seringkali di salah artikan. Dikarenakan persepsi antara masyarakat pengguna jasa dan aparat birokrasi mengenai jenis dan kualitas pelayanan publik seringkali belum mencapai titik temu. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang efisien, transparan, pasti dan adil belum sepenuhnya dipahami oleh aparat birokrasi. Dalam banyak hal Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 diskriminasi dalam pelayanan publik sering dialami oleh kelompok marginal dalam masyarakat,seperti kelompok miskin dan minoritas, padahal prinsip pelayanan publik itu ialah tidak memihak individu atau kelompok manapun. Pelayanan publik harus bersifat terbuka dan dikelola menurut sudut pandang masyarakat pengguna jasa sehingga menyiratkan hubungan yang dekat antara masyarakat pengguna jasa dan petugas pelayanan. Pelaksanaan pelayanan publik yang sangat diharapkan oleh masyarakat sebagai konsumen yaitu penggunaan waktu penyelesaian yang cepat. Dengan semakin cepat pelayanan yang diberikan, maka tingkat kepuasan masyarakat sebagai konsumen akan tinggi. Hasil jawaban kuesioner terhadap responden masyarakat mengenai ketepatan waku pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 7. Tanggapan Responden terhadap Ketetapan Waktu Pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe J awaban J umlah Responden Persentase (%) Sangat tepat waktu Cukup tepat waktu Kurang tepat waktu 5 12 3 25 60 15 J umlah 20 100 Tingkat pencapaian 42 : 60 x 100% =70% (Kriteria cukup) Sumber: Hasil Analisis
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Berdasarkan tabel tersebut diatas mayoritas responden (60%) menjawab sangat tepat waktu, lima orang responden (25%) menjawab cukup tepat waktu dan selebihnya tiga orang responden (15%) menjawab kurang tepat waktu. Hasil pengolahan kuesioner diperoleh tingkat pencapaian sebesar 70% yang termasuk kriteria cukup. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketepatan waktu dalam memberikan pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah cukup tepat waktu. Penyelesaian pelayanan yang terlalu lama akan membuat masyarakat menjadi tidak percaya terhadap birokrasi pemerintah dan akan timbul kesan negatif sengaja dikerjakan terlambat, apabila diberikan imbalan maka akan dikerjakan secepatnya. Oleh karena itu perlu adanya penetapan standar waktu pelayanan yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan suatu pelayanan. Dalam kaitannya dengan indikator ketepatan waktu, yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe menciptakan pelayanan yang berkualitas adalah melalui percepatan waktu tunggu pada setiap jenis pelayanan. Namun demikian, pada kenyataannya masih ditemukan tidak konsistennya antara waktu tunggu dengan waktu penyelesaiannya yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, berikut ini akan disajikan fenomenanya : ...selama 3 (tiga) hari berturut-turut ini saya bolak-balik kesini mau ambil Surat IMB, kok ternyata belum jadi-jadi. Padahal sudah lebih dari 2 (dua) Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 minggu sejak mengurusnya masih belum selesai juga. Malah, dijanjikan oleh petugasnya...besok...besok, nyatanya...mana? (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Selain itu terlihat masih ada keluhan dari sebagian masyarakat sebagai konsumen dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe tentang pelayanan publik, yaitu : Mengurus HO saja sampai harus sebulan lamanya, tapi tetap saja tidak beres-beres. Memangnya kerja petugas disana ngapain saja (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Dari gambaran tersebut diatas terlihat jelas bahwa masih banyak dari masyarakat yang mengeluhkan tentang ketepatan waktu pelayanan yang berkaitan dengan waktu tunggu dan proses yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe. Masyarakat Kota Lhokseumawe yang mayoritas sebagai pedagang dan pengusaha, akan sangat kecewa apabila segala urusan tidak bisa terselesaikan secara tepat waktu. Hal ini disadari oleh Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe: Kami menyadari kekurangan kami, tetapi kami akan berusaha melayani masyarakat sebaik-baiknya semampu kami. Untuk itu, kami mohon pengertian dari masyarakat bahwa dalam setiap urusan pelayanan telah ditetapkan standard waktu dalam penyelesaiannya (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Waktu penyelesaian setiap urusan berbeda-beda sesuai instansi yang bertanggungjawab menyelesaikannya. Berikut ini daftar penyelesaian suatu urusan. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Tabel 8. Jenis Pelayanan dan Waktu Penyelesaian Jenis Pelayanan Waktu Penyelesaian 1. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
2. Ijin Tempat Usaha (SITU)
3. Izin Gangguan (HO)
4. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
5. Izin Usaha J asa Konstruksi (IUJ K)
6. Izin Usaha Angkutan
7. Izin Penyelenggaraan Reklame
8. Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian C
9. Izin Penangkapan Ikan
10. Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum 14 hari
35 hari
12 hari
10 hari
10 hari
15 hari
7 hari
30 hari
7 hari
10 hari Sumber : KPPTSP Kota Lhokseumawe, Mei 2008
Dari hasil wawancara, apabila diperhatikan dengan seksama, masyarakat Kota Lhokseumawe yang merasa tidak puas dengan ketepatan waktu pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe adalah masyarakat yang mengalami keterlambatan penyelesaian maksimal lebih dari 1 (satu) minggu dari daftar waktu penyelesaian pelayanan. Hal ini diakui oleh aparat kantor ini mengingat untuk jenis izin tertentu perlu kebijakan dan koordinasi dengan berbagai pihak sebelum dikeluarkan izin, agar tidak terjadi pembatalan izin atau timbul permasalahan nantinya.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 4.2.3. Responsiveness (Responsivitas atau Daya Tanggap) Dalam melaksanakan pelayanan tentunya seringkali berhadapan dengan permasalahan masyarakat sebagai pelanggan. Tidak menutup kemungkinan akan terjadinya kesalahan dalam proses pengurusan izin. Kesalahan tersebut tidak hanya pada masyarakat sendiri maupun aparatur. Sementara itu, akurasi pelayanan yang berkaitan dengan apakah pelayanan tersebut bebas dari kesalahan, menunjukkan dalam setiap permohonan pelayanan masih diketemukan kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan hal-hal teknis, misalnya kesalahan dalam proses mencetak dokumen. Hal ini patut sebenarnya masih dapat dianggap wajar, tetapi sebagai konsumen yang ingin mendapat pelayanan yang terbaik seharusnya setiap kesalahan hendaknya dapat dikurangi bahkan tidak terdapat kesalahan sedikitpun. Demikian harapan dari sebagian besar masyarakat selaku pengguna jasa, berikut fenomenanya : Selaku manusia pasti pernah berbuat kesalahan, tetapi sekarang jaman udah canggih. Kalau bikin IMB itu nulis namanya jangan salah, kalau gak alamatnya yang salah (hasil wawancara dengan Responden, 2008).
Dari pihak Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, menyadari bahwa setiap kesalahan seperti salah cetak, ada yang salah ketik merupakan murni kesalahan petugas Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, asal kelengkapan formulir administrasinya telah diisi dengan benar dan pihaknya siap untuk memperbaiki dan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 mengganti setiap kesalahan tersebut dan masyarakat tidak dipungut biaya tambahan. Seperti yang terungkap sebagai berikut : Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe siap mengganti setiap kesalahan dan memperbaikinya secara gratis, karena itu merupakan tanggung jawab kami untuk melayani masyarakat. Masyarakat puas kami senang... (hasil wawancara dengan Responden, 2008).
Mengenai apakah setiap pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe bebas dari kesalahan? Setiap manusia pastilah pernah berbuat kesalahan baik itu disengaja maupun tidak. Untuk itu setiap kesalahan dalam pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe akan diperbaiki dan diganti tanpa dipungut biaya lagi. Hal ini menunjukkan adanya komitmen dalam tanggung jawab kepada konsumen. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan tanggapan responden yaitu masyarakat mengenai kesadaran atau keinginan untuk membantu pelanggan pada saat memperoleh pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, sesuai pada tabel berikut ini:
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Tabel 9. Tanggapan Responden terhadap Responsivitas pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe J awaban J umlah Responden Persentase (%) Sangat baik Cukup baik Kurang baik 2 15 3 10 75 15 J umlah 20 100 Tingkat pencapaian 39 : 60 x 100% =65% (Kriteria cukup) Sumber: Hasil Analisis
Berdasarkan tabel tersebut diatas lima belas orang responden (75%) menjawab cukup baik , tiga orang responden (15%) menjawab cukup kurang baik, dua orang responden (10%) menjawab sangat baik. Hasil pengolahan kuesioner diperoleh tingkat pencapaian sebesar 65% yang termasuk kriteria cukup. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat responsivitas aparat dalam memberikan pelayanan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah cukup baik. 4.2.4. Assurance (Kepastian) Berdasarkan tanggapan responden mengenai assurance (kepastian) meliputi pengetahuan aparatur dalam memberikan palayanan menambah wawasan pelangggan melalui informasi pelayanan yang disampaikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe secara pasti, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Tabel 10. Tanggapan Responden terhadap Assurance pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe J awaban J umlah Responden Persentase (%) Sangat baik Cukup baik Kurang baik 13 6 1 65 30 5 J umlah 20 100 Tingkat pencapaian 52 : 60 x 100% =87% (Kriteria baik) Sumber: Hasil Analisis Tabel tersebut menunjukkan tanggapan para responden penelitian bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sangat baik, hal ini dapat dilihat dari pengamatan selama penelitian dan penyampaian informasi yang ditempelkan pada papan informasi sehingga masyarakat dapat mengetahui segala informasi yang berkaitan dengan pelayanan. Hal tersebut ditunjukkan dengan jawaban para responden yang umumnya menjawab sangat baik mencapai 65%, yang menjawab cukup baik 30% dan yang menjawab kurang baik hanya 5%. Dari hasil pengolahan kuesioner diperoleh tingkat pencapaian sebesar 87% yang termasuk dalam kriteria baik. Penetapan besarnya biaya pelayanan telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Lhokseumawe, karena pemasukan dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sangat membantu dalam memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Lhokseumawe. Selain itu, besarnya biaya pelayanan juga dengan melihat kondisi perekonomian dari warga Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 masyarakat Kota Lhokseumawe. Dalam penetapan biaya pelayanan harus diperhatikan beberapa aspek sebagai berikut : 1. Nilai produk yang dihasilkan melalui suatu proses pelayanan tidak melebihi kewajiban atau jika dibandingkan dengan produk-produk lainnya tidak melebihi tarif yang ditentukan dalam peraturan. 2. Memperhatikan kondisi dan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. 3. Tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah jika terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya, untuk itu besarnya biaya pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dianggap wajar dan memadai oleh masyarakat. Berikut disajikan besarnya biaya pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe:
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Tabel 11. Besarnya Biaya Pelayanan Jenis Pelayanan Besarnya Biaya 1. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
2. Ijin Tempat Usaha (SITU)
3. Izin Gangguan (HO)
4. Izin Apotek
5. Izin Usaha J asa Konstruksi (IUJ K)
6. Izin Usaha Salon Kecantikan
7. Izin Penyelenggaraan Reklame
8. Izin Toko Obat
9. Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum
Rp 500.000,00
Rp 15.000,00 Rp 200.000,00 (tergantung jenis usaha)
Rp 75.000,00- Rp. 1.500.000,00 (tergantung luas usaha)
Rp. 500.000,00
Rp 400.000,00 Rp 2000.000,00
Rp. 150.000,00-Rp. 300.000,00
Rp 200,00 Rp 55.000,00
Rp 200.000,00
Rp 200.000,00 Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008
Namun pada kenyataannya, besarnya biaya pelayanan yang berlaku di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe tidak menutup kemungkinan jika melebihi tarif yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena ada sebagian masyarakat yang mengurus lewat calo yang banyak beredar di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe atau para petugas di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe berusaha untuk mengambil keuntungan dari masyarakat. Selain alasan seperti yang disebutkan di atas, alasan penetapan besarnya biaya pelayanan disesuaikan dengan jenis pelayanan yang secara kualitatif lebih baik dapat dikenakan biaya yang agak mahal, sementara jasa pelayanan standar Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 dikenakan biaya atau tarif yang standar pula. Pemasukan dari jenis pelayanan yang relatif mahal, akan dapat dipergunakan untuk membiayai pelayanan yang lebih murah, melalui mekanisme subsidi silang (cross subsidi). Dengan cara demikian, diharapkan institusi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dapat membiayai sendiri kebutuhan operasionalnya, dengan tidak mengorbankan fungsi pelayanan yang menjadi tugas utamanya. 4.2.5 Emphaty (Perlakuan) Berdasarkan tanggapan responden yaitu masyarakat mengenai emphaty atau perlakuan dalam memberikan pelayanan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 12. Tanggapan Responden terhadap Perlakuan Pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe J awaban J umlah Responden Persentase (%) Sangat Baik Cukup Baik Kurang Baik 5 12 3 25 60 15 J umlah 20 100 Tingkat pencapaian 42 : 60 x 100% =70% (Kriteria cukup) Sumber: Hasil Analisis Tabel tersebut menunjukkan tanggapan para responden penelitian bahwa perlakuan atau perhatian terhadap pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 cukup baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan jawaban para responden yang umumnya menjawab sangat baik 25%, yang menjawab cukup baik 60% dan yang menjawab kurang baik hanya 15%. Dari hasil pengolahan kuesioner diperoleh tingkat pencapaian sebesar 70% yang termasuk dalam kriteria cukup. Pada prinsipnya perlakuan atau perhatian aparat dalam memberikan pelayanan disesuaikan dengan persyaratan pelayanan, dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan pencapaian sasaran pelayanan yang tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk layanan yang dihasilkan dan juga dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan yang sama dalam hal proses pelayanan. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan tanggapan responden yaitu masyarakat mengenai keadilan aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Tabel 13. Tanggapan Responden terhadap Keadilan Pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe J awaban J umlah Responden Persentase (%) Sangat adil Cukup adil Kurang adil 7 9 4 35 45 20 J umlah 20 100 Tingkat pencapaian 43 : 60 x 100% =72% (Kriteria cukup) Sumber: Hasil Analisis
Berdasarkan tabel tersebut diatas tujuh orang (35%) responden menjawab sangat adil, sembilan orang responden 45%) menjawab cukup adil dan empat orang responden (20%) menjawab kurang adil. Hasil pengolahan kuesioner diperoleh tingkat pencapaian sebesar 72% yang termasuk kriteria cukup. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa didalam memberikan pelayanan kepada masyarakat aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah cukup adil. Keadilan diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberikan secara adil bagi seluruh lapisan warga masyarakat tanpa pilih kasih. Salah satu indikator dalam memperoleh kualitas pelayanan dalam mendukung perlakuan pelayanan maka yang perlu untuk diperhatikan adalah ketepatan waktu pelayanan yang berkaitan dengan waktu tunggu dan proses. Semakin cepat dan tepat waktu dalam proses pelayanan, maka akan membuat pengguna jasa semakin puas. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 4.3. Faktor-faktor Manajerial Penentu Kualitas Pelayanan Perizinan Sesuai dengan pendapat Ratminto & Winarsih (2005) yang mengemukakan bahwa faktor-faktor manajerial yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan perizinan yang antara lain disebabkan oleh : 1. Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan; 2. Maksimalisasi mekanisme voice; 3. Pembentukan birokrat yang berorientasi pada pelayanan kepentingan masyarakat; 4. Pengembangan kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugas memberikan pelayanan perizinan; 5. Pembangunan sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa pelayanan. 4.3.1. Penguatan Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayanan Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan ini dapat dilakukan antara lain dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajiban- kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan. Hal semacam ini dikonsepkan sebagai citizens charter yang dirumuskan pertama kali Ingris. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu berdasarkan hasil pengamatan penulis dalam upaya penguatan posisi tawar yaitu adanya kesetaraan hubungan antara masyarakat pengguna jasa dengan aparat yang bertugas memberikan jasa pelayanan telah mulai dikembangkan. Hasil wawancara dengan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe menyatakan bahwa hak protes kepada pelanggan menyangkut berbagai aspek pelayanan perizinan, perilaku aparat, dan kondisi kantor. Pelanggan juga diberikan hak untuk tahu tentang tata cara pengajuan permohonan, besaran biaya dan rincian biaya pelayanan. Untuk memaksimalkan pelayanan, aparatur juga harus mengetahui hak dan kewajiban sebagai pemberi jasa pelayanan. Namun demikian masih saja kita dapati kendala-kendala dalam upaya penguatan posisi tawar pengguna jasa. Hal ini terungkap dengan hasil wawancara dengan masyarakat, padahal kantor tersebut secara tegas mensyaratkan kelengkapan administrasi dalam pengajuan permohonan dan telah diinformasikan sebelumnya, tetapi hal ini justru sering menyulitkan masyarakat yang masih kurang paham akan kelengkapan administrasi dalam pengajuan permohonan. Heran saya, mau ngurus IMB saja kok dipersulit. Katanya sih kurang surat persetujuan lingkungan (hasil wawancara dengan responden, 2008).
...dengan kelengkapan administrasi sebenarnya akan sangat membantu dalam mempermudah pengajuan permohonan. Tidak usah bingung, toh...di formulir permohonan sudah tertera kelengkapan administrasi yang harus dilengkapi (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Uraian tadi semakin menjelaskan bahwa dalam pengajuan permohonan dan kelengkapan administrasi di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe mensyaratkan adanya kelengkapan administrasi, hal ini didukung dengan adanya petunjuk yang jelas dalam setiap formulir pengajuan permohonan. Dengan demikian penguatan posisi tawar yang diharapkan menjadi terkendala Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 akibat kesalahpahaman dalam menterjemahkan informasi yang ada. Pihak aparatur akan terus meningkatkan upaya penguatan posisi tawar pengguna jasa melalui sosialisasi meliputi prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya penyelesaian, produk layanan, guna penyelenggaraan pelayanan publik yang memenuhi standar pelayanan terutama pelayanan perizinan. 4.3.2. Maksimalisasi Mekanisme Voice Dalam upaya memaksimalkan mekanisme voice yaitu pengguna jasa pelayanan harus memberi kesempatan untuk mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas pelayanan yang diterimanya. Apabila saluran ini dapat berfungsi secara efektif, maka posisi tawar pengguna jasa akan menjadi sama dengan posisi tawar penyelenggara jasa pelayanan sehingga kualitas jasa pelayanan dapat ditingkatkan. Hasil penelitian membuktikan bahwa di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe telah berupaya menerapkan mekanisme voice dengan menyediakan kotak saran di Kantor tersebut. Berbagai ekspresi pengguna jasa dituangkan dalam bentuk saran-saran yang membangun. Menurut salah satu aparat di Kasi Pelayanan menyebutkan bahwa saran-saran tersebut dijadikan pedoman untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang selama ini diberikan kepada pengguna jasa. Namun ada kelemahan yang sering terjadi bahwa tidak semua saran tersebut diakomodir jika memang tidak sesuai dengan mekanisme pelayanan seperti kultur pelayanan untuk perizinan serta kinerja Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 aparatur. Tidak jarang pula saran tersebut hanya diketahui oleh top manajemen saja. Secara umum mekanisme voice telah dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe. Akan tetapi pengelolaan saluran ini belum dilakukan secara maksimal sehingga posisi tawar pengguna jasa pelayanan tetap lemah. 4.3.3. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan Dalam melayani kebutuhan dari pengguna jasa maka kemampuan aparat yang bertugas dalam hal pelayanan menjadi sangat penting. Demikian juga halnya dengan kemampuan aparat di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, aparat dalam hal ini petugas di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe merupakan ujung tombak dalam bidang pelayanan. Hal penting yang menjadi faktor penting dari kemampuan aparat di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe adalah tingkat pendidikan aparat. Apabila diperinci satu-persatu, maka dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 14. Tingkat Pendidikan Aparat Jabatan Tingkat Pendidikan 1. Ka. KPPTSP 2. Kasi Pelayanan 3. Kasi Informasi dan Pelayanan 4. Kasi Perencanaan 5. Kasubbag Tata Usaha 6. Staf S-1 - S-1 S-1 S-1 6 orang S-1, 4 orang D-III, dan 6 orang SMA Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe,2008
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Dari komposisi tingkat pendidikan aparat seperti pada tabel diatas, terlihat bahwa kemampuan aparat di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah tergolong baik. Hal ini dibuktikan dengan tingkat pendidikan yang tinggi (sarjana) dan hanya 6 (enam) orang saja yang berpendidikan SMA. Tetapi dari hasil wawancara di dapatkan bahwa kadang-kadang mereka merasa jenuh dan bosan dalam hal melayani masyarakat. Berikut ini hasil wawancaranya : Saya ini sarjana tapi saya kerjaannya cuma begini, cuma jaga loket. Percuma saja saya sekolah tinggi, keahlian dan kemampuan saya tidak dimanfaatkan sama sekali (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Keluh kesah dari salah satu petugas loket di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe ini sebenarnya dapat untuk dipahami. Hal ini patut disayangkan karena kemampuan yang ada tidak dapat dimanfaat seoptimal mungkin. Tetapi, memang dalam hal ini tidak ada yang dapat untuk disalahkan. Apabila diteliti lebih dalam lagi bahwa status kepegawaiannya adalah masih berstatus tenaga honorer. Sehingga sulit bagi petugas tersebut untuk menuntut lebih banyak lagi, apabila nanti Pemda mengadakan penerimaan pegawai baru atau ada pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil, ilmu dan kemampuannya dapat lebih termanfaatkan. Indikator lain dalam upaya pembentukan birokrat yang berorientasi pelayanan adalah kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal. Disini yang Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 dimaksud adalah dalam hal penyelesaian urusan pelayanan perizinan. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe berusaha untuk menyelesaikan setiap permohonan secara tepat waktu dengan segenap kemampuan yang ada. Untuk itu diperlukan adanya kemampuan melakukan kerja sama yang baik antar instansi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dalam birokrasi yang meliputi serangkaian tindakan yang dilakukan aparat pelayanan yang merepresentasikan adanya pelayanan yang berdasarkan pada kemampuan aparat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara efisien dan tidak terlalu berdasarkan pada juklak dan juknis secara kaku. Masalah kemampuan melakukan kerja sama di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe terlihat masih menjadi kendala dan kerja sama antara atasan dan bawahan kurang tercipta dengan baik. Bawahan hanya minta petunjuk atasan kalau merasa bingung dalam memutuskan sesuatu. ...sebagai bawahan saya hanya bertugas sebagai pelaksana saja. Jadi tidak punya wewenang apa-apa. Semua keputusan diserahkan ke atasan. Beliau kan yang paling tahu aturan yang berlaku. Jadi, kalau kita minta petunjuk atasan itu, supaya nantinya kalau ada apa-apa tidak disalahkan. Soalnya, kalau dipecahkan sendiri nanti dikiranya penguasa (hasil wawancara dengan responden, 2008). Sebagai pegawai apabila ada pekerjaan yang tidak pas, maka harus minta petunjuk atasan soalnya sebagai bawahan harus loyal. Loyalitas itu wajar- wajar saja, supa setiap tindakan yang kita ambil itu benar. Jadi, kebijakan tetap ada di tangan atasan (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Dalam hal kemampuan kerja sama ini, masyarakat pengguna jasa pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Lhokseumawe tidak tahu-menahu akan apa dan bagaimana yang terjadi dengan proses hubungan antara atasan dan bawahan dalam hal kemampuan kerja sama. Di setiap organisasi menuntut harus selalu mengevaluasi setiap hasil kegiatannya secara berkala, agar dapat diketahui perkembangan organisasinya tersebut, apakah organisasi tersebut perlu untuk dilanjutkan atau tidak. Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe setiap aparat yang terkait dituntut untuk dapat mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dialami organisasi. Setiap ada perubahan dalam organisasi yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan dalam hal pelayanan dan keluhan-keluhan dari masyarakat, maka setiap aparat harus tanggap dengan perubahan tersebut. Seperti halnya dalam penyusunan visi, misi dan sistem pemberian pelayanan dilakukan dengan melibatkan atasan dan bawahan sehingga membuat mereka merasa memiliki tanggung jawab sama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa. J uga perlu diadakan pertemuan rutin antar pegawai dan antar instansi terkait untuk saling memberikan masukan tentang kesulitan-kesulitan yang dialami dan keputusan yang dibuat menyalahi aturan organisasi. Dari sini bisa dipantau apakah perubahan dalam organisasi apakah menyimpang dari visi dan misi organisasi. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Selanjutnya, dalam hal kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan sebenarnya telah diatur pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. Kegiatan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dimulai pukul 08.00 dan pelayanan berakhir sampai pukul 16.45. Dalam hal kecepatan dalam melaksanakan tugas, petugas Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dapat bekerja secara cepat dalam artian setiap ada masyarakat yang ingin membutuhkan pelayanan, dengan cekatan petugas segera tanggap melayani. Saya merasa puas dengan cara kerja petugas di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, begitu saya datang ke loket...langsung ada petugas yang menanyakan, Ada yang bisa dibantu...? (hasil wawancara dengan responden, 2008)
Apabila selama ini petugas pelayanan tidak bersemangat untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pengguna jasa karena masih kurangnya tingkat kreativitas mencari tata kerja yang terbaik. Lemahnya semangat ini disebabkan pada tingkat kejenuhan dari beberapa individu saja. Namun demikian penghargaan terhadap pegawai untuk saat ini telah diberikan tunjangan prestasi maupun beban kerja sehingga tidak ada alasan untuk mengurangi semangat aparatur dalam menjalankan kewajibannya sebagai pelayan masyarakat harus lebih inovatif. Petugas di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe tidak dituntut untuk mengambil keputusannya sendiri karena selama ini Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 pekerjaan yang dihasilkan seolah-olah tidak ada yang menilainya. Hal ini ternyata sangat sesuai dengan jawaban petugas tentang hubungan antara atasan dengan bawahan. Sebagai institusi yang bertugas melayani publik dalam hal ini masyarakat, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe yang diwakili oleh Kepala Kantor secara periodik memberikan pertanggungjawaban kepada Walikota Lhokseumawe. Hal-hal yang dilaporkan adalah mengenai laporan keuangan hasil pemasukan dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe. Ini penting sekali karena laporan keuangan tersebut akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kami yang bertugas di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe bertanggungjawab langsung ke Walikota. Setiap bulan pemasukan dari hasil pelayanan publik disetor ke Kantor Kas Daerah Kota Lhokseumawe dan laporannya setiap bulan sekali dilaporkan ke walikota (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Keberhasilan dalam hal pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe tidak dapat terlepas dari tingkat keikutsertaan dalam pelatihan atau kursus yang berhubungan dengan bidang tugasnya. Sebab peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) perlu mendapatkan prioritas sebagai bagian dari peningkatan komitmen pengembangan pegawai. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Selain itu, dengan mengikutsertakan pegawai pada program-program pelatihan mengenai dasar-dasar manajemen organisasi terbuka, kepemimpinan dan penerapan organisasi adaptif diharapkan dapat meningkatkan penguasaan mereka akan konsep-konsep pelayanan publik yang baik. Adapun jumlah diklat teknis fungsional yang sudah diikuti dapat dilihat dari tabel berikut ini : Tabel 15. Diklat Teknis Fungsional yang Pernah Diikuti J enis Diklat Yang Sudah Mengikuti 1. Pelayanan Prima 2. Manajemen Publik 3. Keuangan Daerah 4. Strategi dan Manajemen Mutu 5. Kepemimpinan Semua 5 orang 3 orang 5 orang 2 orang Sumber: KPPTS Kota Lhokseumawe
Dari uraian diatas, para petugas Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dapat dikatakan sudah memahami bagaimana cara memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tinggal penerapannya di lapangan yang harus diwujudkan. 4.3.4. Pengembangan Kultur Pelayanan Seperti yang telah diuraikan pada Bab II bahwa budaya pelayanan dalam organisasi terbentuk bila : 1. organisasi memiliki budaya kinerja 2. organisasi memiliki budaya organisasi bertipe integrative 3. orang-orang dalam organisasi memiliki 10 semangat kewirausahaan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian kultur pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe belum maksimal dalam mengadopsi pencapaian budaya kinerja dan belum menerapkan secara keseluruhan dari unsur-unsur semangat kewirausahaan. Budaya organisasi juga masih cenderung bersifat Caring, sehingga perlu upaya penciptaan tipe budaya organisasi yang bertipe Integrative. 4.3.5. Pembangunan Sistem Pelayanan yang Mengutamakan Kepentingan Masyarakat
Sistem pelayanan adalah suatu rangkaian yang saling berkaitan secara utuh membentuk kebulatan dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat sebagai pengguna jasa dari pelayanan publik. Untuk itu dalam rangka memberikan kualitas pelayanan yang terbaik maka Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe harus memperhatikan setiap tuntutan dari konsumen sebagai pengguna jasa dari pelayanan publik yang diselenggarakan. Sesuai tujuan organisasi di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dalam menentukan keberhasilan kualitas pelayanan publik maka salah satu syarat yang sangat significant untuk diperhatikan adalah adanya kenyamanan dalam memperoleh pelayanan yang berkaitan dengan lokasi tempat pelayanan. Kenyataan yang ada di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe menunjukkan bahwa faktor kenyamanan bagi Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 masyarakat perlu diperhatikan. Hal ini terlihat dari kondisi ruang pelayanan yang tidak memperhatikan faktor kenyamanan seperti yang distandarkan. Menanggapi hal ini, Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe menegaskan : Kami menyadari bahwa keberadaan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dalam melayani masyarakat masih jauh dari sempurna. Tetapi hal ini kami konsultasikan dengan walikota, bahwa anggaran tahun depan akan dipercantik dengan melengkapinya sesuai kebutuhan masyarakat (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Selain hal tersebut diatas, dalam mendukung sistem pelayanan, pihak Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe juga memberikan kejelasan informasi tentang pelayanan yang diberikan berkaitan dengan pelayanan publik yang diberikan sebagai upaya dalam rangka menjalin hubungan dengan masyarakat sebagai pihak yang harus dilayani dengan baik. Apabila ada keluhan dari masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan perizinan, masyarakat dapat mengadukan keluhan tersebut kotak saran maupun samedia massa. Dari media massa tersebut selain sebagai sarana bagi masyarakat untuk mengadukan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan pelayanan perizinan juga digunakan sebagai sarana informasi dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe untuk memberikan penerangan kepada masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan perizinan. Selain itu, pihak Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe juga Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 memberikan informasi Kepada masyarakat melalui pemasangan spanduk-spanduk yang dipasang di jalan-jalan protokol. Berkaitan dengan perlindungan terhadap dampak hasil pelayanan, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pihak Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe menjamin dan memberikan perlindungan terhadap konsumen apabila ada kesalahan. Hal ini terungkap dalam hasil Wawancara dengan aparat kantor tersebut : Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe siap mengganti setiap kesalahan dan memperbaikinya secara gratis, karena itu merupakan tanggung jawab kami untuk melayani masyarakat. Masyarakat puas kami senang. (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Untuk menjamin perlindungan konsumen, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe melakukan eveluasi secara berkala. Dimaksudkan untuk memberikan penilaian secara menyeluruh. Selain itu, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam memberikan penilaian terhadap pelayanan yang mereka terima. Berdasarkan gambaran seperti ini, maka dalam membentuk sistem pelayanan terbaik maka yang harus ditempuh adalah menjalankan cara terbaik dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Pelayanan yang berkualitas dan handal, tarif yang wajar dan affortable, pelayanan yang bersahabat, memperluas cakupan pelayanan, melayani Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 dengan baik atau tidak membebani masyarakat (hasil wawancara dengan responden, 2008).
Dari uraian pada bab ini, jelas menunjukkan bahwa kualitas pelayanan perizinan di Kota Lhokseumawe secara umum sudah cukup baik dan harus terus dikembangkan dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan perizinan. Tabel 16. Hasil dan Pembahasan No Teori Indikator Hasil Analisis 1. Kualitas Pelayanan 1. Bukti langsung ( tangibles ) 1. Kurang 2. Keandalan ( reliability ) 2. Baik 3.Daya tanggap (responsivenes) 3. Cukup baik 4. J aminan ( assurance ) 4. Baik 5. Empati 5. Cukup Baik
2.
Faktor-faktor manajerial yang mempengaruhi kualitas pelayanan perizinan
1. Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan
1. Belum maksimal 2. Maksimalisasi mekanisme voice 2. Belum maksimal 3. Pembentukan birokrat yang berorientasi pelayanan 3. cukup baik 4. Pengembangan kultur pelayanan 4. belum maksimal 5. Pembangunan sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat 5. cukup baik Sumber: Hasil Analisis Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada Bab Hasil dan Pembahasan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kualitas pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe yang tercermin dalam aspek tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty mempunyai kecendrungan pada tingkat cukup baik, sesuai dengan tanggapan responden penelitian yaitu masyarakat yang mengurus perizinan terhadap beberapa dimensi tersebut yaitu : a. Tangibles (ketampakan fisik) Tanggapan para responden penelitian bahwa ketampakan fisik Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe masih dalam kriteria kurang baik. Kondisi fisik Kantor harus di tata kembali agar ruang tidak terlalu sempit mengingat kantor ini masih menyewa ruko. Demikian juga sarana parkir harus ditingkatkan keamanannya dengan menyiapkan Satpam guna mengantisipasi resiko kehilangan baik aparat maupun pegguna jasa.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 b. Reliability (reabilitas) Pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sangat jelas dan pasti, artinya tata cara pelayanan, persyaratan pelayanan baik persyaratan teknis maupun administratif serta rincian tarif pelayanan, sehingga dari segi reabilitas tergolong baik. c. Responsivitas Daya tanggap aparatur kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe mendapat kriteria cukup baik. d. Assurance Pelayanan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe menjamin kepastian, baik pengetahuan aparat, biaya pelayanan, maupun informasi pelayanan hal ini dapat dilihat dari informasi yang ditempelkan pada papan informasi sehingga masyarakat dapat mengetahui segala informasi yang berkaitan dengan pelayanan. Assurance mendapat kriteria baik. e. Emphaty Perlakuan pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah cukup baik.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 2. Faktor-faktor manajerial penentu kualitas perizinan sudah dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe akan tetapi ada beberapa hal yang belum maksimal yaitu : a. Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan ini dapat dilakukan antara lain dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajiban- kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan perizinan. Perlu diterapkan cara-cara seperti yang tercantum dalam citizen charter. Meningkatkan upaya penguatan posisi tawar pengguna jasa melalui sosialisasi meliputi prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya penyelesaian, produk layanan. b. Maksimalisasi mekanisme voice upaya memaksimalkan mekanisme voice yaitu pengguna jasa pelayanan harus memberi kesempatan untuk mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas pelayanan yang diterimanya, misalnya melalui kotak saran ataupun kotak pos. Saran-saran tersebut harus ada tindak lanjut agar berfungsi sacara efektif sebagai media penyampaian ekspresi pengguna jasa sehingga Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe mampu mengukur seberapa bagus kualitas pelayanan yang telah diberikan. c. Pembentukan birokrat yang berorientasi pelayanan Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Para petugas Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah memahami bagaimana cara memberikan pelayanan kepada masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan birokrat seperti tingkat pendidikan, kemampuan penyelesaian pekerjaan tepat waktu, dan kerja sama sudah cukup baik dan tidak kaku dalam memberikan pelayanan. d. Pengembangan kultur pelayanan. Memgembangkan budaya kinerja sebagai suatu situasi kerja yang memungkinkan semua karyawan dapat melaksanakan semua pekerjaan dengan cara terbaik. Budaya kinerja seperti ini akan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan kualitas pelayanan apabila organisasi memiliki budaya organisasi yang bertipe Integrative yaitu tipe budaya pelayanan dimanaperhatian terhadap orang maupun kinerja keduanya sangat tinggi. Birokrat-birokrat yang ada dalam Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe telah mengadopsi 10 semangat kewirausahaan dan harus terus ditingkatkan lagi. e. Pembangunan sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat Upaya pembangunan sistem pelayanan perizinan di Kota Lhokseumawe secara umum sudah cukup baik dan harus terus dikembangkan dalam rangka perbaikan dan peningkatan sistem pelayanan perizinan yang berkualitas, handal, tarif yang wajar dan affortable, pelayanan yang bersahabat, Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 memperluas cakupan pelayanan, melayani dengan baik atau tidak membebani masyarakat.
5.2. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan pelaksanaan pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, adapun hal- hal perlu disarankan untuk mendapatkan perhatian dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan perizinan adalah sebagai berikut : 1. Ditinjau dari ketampakan fisik (tangibles) gedung kantor perlu ditata kembali agar memberi kenyamanan kepada pengguna jasa. Kenyamanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet,tempat ibadah, dan lain lain. 2. Dilihat dari kemampuan aparat, harus melaksanakan prinsip The right man in the right place maka dalam pendelegasian tugas dan wewenang serta pemberian kesempatan kepada pegawai untuk memegang tanggung jawab perorangan harus jauh dari pola pendekatan hubungan pribadi, tetapi lebih ditekankan pada objektifitas kualitas keahlian dan kecakapan individu penerima wewenang. 3. Mengikuti arus informasi yang semakin cepat, maka penggunaan sistem komputerisasi online yang dapat diakses langsung oleh masyarakat harus segera diterapkan, selain akan mempercepat proses pelayanan publik juga agar lebih Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 membuka diri terhadap gagasan-gagasan inovatif, peka terhadap perubahan dan gagasan inovatif dalam peningkatan produktivitas dan pelayanan. 4. Berkaitan dengan faktor-faktor manajerial yang mempengaruhi kualitas pelayanan perizinan supaya Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe menerapkan konsep citizens charter dalam upaya meningkatkan posisi tawar pengguna jasa sehingga mampu menyediakan pelayanan yang berkualitas, dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak- hak dan kewajiban-kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 1996, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, PT. Rineka Cipta, J akarta.
Brown, S.A., 1992, A Total Quality Service,Otario, Prentice Hall Canada Inc.
Collins dan McLaughin., 1996,Effective Management ( second edition ). Sydney:CCH . Gaspersz, V., 1994, Manajemen Kualitas, Gramedia, J akarta..
Lane, J ane-Erik, 1995, The Public Sector: Concepts, Models and Approaches, Sage Publications, London.
Moenir, H.A.S., 1992, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara, J akarta.
Moerdiono, 1992, Birokrasi dan Administrasi Pembangunan: Beberapa Pemikiran Pemecahan, Sinar Grafika, J akarta.
Moleong, Lexi J ., 2000, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Osborne, David dan Gaebler, Ted, 1992, Mewirausahakan Birokrasi (terjemahan), PPM, J akarta.
Osborne, David dan P. Plastrik, 1997, Banishing Bureaucracy : The Five Strategies for Reinventing Government, New York, AddisonWesley.
Ratminto, 1999, Konsep-konsep Dasar Manajemen Pelayanan, Universitas Gadjah Mada, J ogjakarta.
Ratminto dan Winarsih, Atik Septi, 2007, Manajemen Pelayanan (Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizens Charter dan Standar Pelayanan Minimal), Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Ryaas, Muhammad Rasyid, 1999, Makna Pemerintahan Tinjauan Dari Segi Etika dan Kepemimpinan, PT.Yasrif Watampoe, J akarta.
Robbins, S.P., 1995, Managing Organizational Conflict : A Non-Traditional Approach, Englewood Cliffs, NJ :Prentice Hall. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Soetopo, 1999, Pelayanan Prima, LAN RI, J akarta.
Soehartono, Irawan. 2002. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Supranto, 2001, Pengukuran Tingkat Kepuasan : Untuk Menaikkan Pangsa Pasar, Rineka Cipta, J akarta.
Soehartono, Irawan. 2003. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Surachmad, Winarno, 1994, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung.
Thoha, Miftah, 1998, Deregulasi dan Debirokratisasi dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Masyarakat : dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia, LP3ES, J akarta.
Utomo, Warsito, 1997, Peranan dan Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, dalam J urnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, volume 1.
Walsh, Kieron, 1991, Quality and Public Service, dalam majalah Public Administration, volume 69.
Widodo, J oko, 2001, Good Governance : Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya.
Yamit, Zuliana. 2001, Management Kualitas Produk dan Jasa Ekonesia, Yogyakarta.
Zeithaml, Valarie A., (et.al), 1988, Servqual : A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality dalam J ournal of Retailing, Spring.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Zeithaml, V.A.,Parasuraman & L.L.Berry, 1990, Delivering Quality Services : Balancing Customer Perceptions and Expectations, The Free Press, A Division of Macmillan Inc., New York.
Peraturan-peraturan :
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan .
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Akuntabilitas Pelayanan .
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tanggal 6 J uli 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Keputusan Walikota Lhokseumawe Nomor 01 tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe. Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Lampiran 1
DAFTAR KUISONER
Penelitian Tentang: KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DAN FAKTOR-FKTOR MANAJERIAL YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA LHOKSEUMAWE
A. PENGANTAR Dengan hormat, bersama ini penulis: Nama : Ridha Fahmi NIM : 067024039/SP Penulis adalah salah seorang mahasiswa Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana USU Medan. Penulis sedang menyelesaikan tugas akhir berupa penulisan tesis, untuk maksud tersebut maka penulis memerlukan data sebagai bahan untuk penyusunan tesis. Penulis mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi daftar pertanyaan di bawah ini, yang semata-mata dimaksudkan hanya untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak ada maksud-maksud lain. Adapun untuk mengisi daftar pertanyaan maupun identitas responden, dimohon Bapak/Ibu/Saudara mengisi dengan keadaan yang sebenarnya. Kemudian atas bantuan Bapak/Ibu/Saudara diucapkan terima kasih.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 B. DATA RESPONDEN 1. N a m a : 2. J enis Kelamin : 3. Umur : 4. Pekerjaan :
C. PETUNJUK PENGISIAN Untuk menjawab daftar pertanyaan di bawah ini, dimohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk memberikan tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang dianggap paling sesuai dengan sikap, pengetahuan, pengalaman Bapak/Ibu/Saudara.
D. PERTANYAAN I. Tangible Yaitu berupa penampilan fasilitas fisik peralatan dan perlengkapan Kantor. 1. Bagaimana tanggapan anda terhadap ketampakan fisik Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam mendukung pelayanan? a. Sangat Baik b. Cukup Baik c. Kurang Baik 2. Bagaimana tanggapan anda terhadap keamanan dan kenyamanan tempat parkir Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? a. Baik b. Cukup c. Kurang
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 II. Reliability Yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai yang dijanjikan, terpercaya dan akurat. 3. Bagaimana tanggapan anda terhadap kemampuan aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam memberikan pelayanan? a. Sangat jelas dan pasti b. Cukup jelas dan pasti c. Kurang jelas dan kurang pasti 4. Bagaimana tanggapan anda terhadap ketepatan waktu pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? a. Sangat tepat waktu b. Cukup tepat waktu c. Kurang tepat waktu
III. Responsiveness Yaitu kemauan dari aparat untuk membantu dan memberikan jasa dengan cepat dan mendengar keluhan serta memberikan solusinya. 5. Bagaimana tanggapan anda terhadap kesadaran dan kemauan aparat jika terjadi kesalahan dalam pengurusan izin Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam memberikan pelayanan? a. Sangat Baik b. Cukup Baik c. Kurang Baik
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 IV. Assurance Yaitu kemampuan untuk menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang dikemukakan pada pelanggan. 6. Bagaimana tanggapan anda terhadap pengetahuan aparat dalam memberikan pelayanan yang dilakukan oleh aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? a. Baik b. Cukup c. Kurang
V. Empathy Yaitu kesedian aparatur untuk memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan 7. Bagaimana tanggapan anda terhadap keadilan yang merata yang diberikan aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam memberikan pelayanan? a. Baik b. Cukup c. Kurang
8. Bagaimana tanggapan anda terhadap perlakuan oleh aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam memberikan pelayanan? a. Baik b. Cukup c. Kurang
9. Bagaimana tanggapan anda terhadap pembiayaan yang dikenakan dalam pengurusan pelayanan? a. Baik b. Cukup Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 c. Kurang 10. Apakah pelayanan yang diberikan sudah memuaskan keinginan anda? a. Memuaskan b. Cukup memuaskan c. Kurang memuaskan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 LAMPIRAN 2
DAFTAR PEDOMAN WAWANCARA A. Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe 1. Bagaimana menurut Bapak kemampuan aparat pemerintah Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 2. Bagaimana menurut Bapak sistem komputerisasi yang diterapkan pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 3. Bagaimana menurut Bapak tentang persyaratan dalam setiap pelayanan yang akan diberikan kepada pengguna jasa? 4. Bagaimana menurut Bapak jika terdapat kesalahan dalam pengurusan izin pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 5. Bagaimana menurut Bapak terhadap permasalahan ketepatan waktu dalam pengurusan izin pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 6. Sejauh ini apakah ada keluhan dari masyarakat yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan? 7. Kendala-kendala apa saja yang bapak hadapi dalam melaksanakan tugas? 8. Disamping upaya untuk meningkatkan pelayanan, apakah bapak juga melakukan upaya pemberdayaan kepada masyarakat? 9. Bagaimana tindakan bapak terhadap oknum aparat kantor pelayanan terpadu satu pintu yang melanggar peraturan? 10. Apakah bapak memberikan penghargaan terhadap aparat kantor pelayanan terpadu satu pintu yang berprestasi dalam melaksanakan tugasnya?
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 B. Aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe
1. Bagaimana prosedur pelayanan dikantor ini? 2. Menurut bapak/ibu, apakah sarana dan prasarana yang ada sudah memadai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat? 3. Apakah bapak/ibu pernah melakukan kesalahan dalam memberikan pelayanan? 4. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan sanksi akibat kesalahan yang dilakukan? 5. Apakah yang menjadi hambatan aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam pelaksanaan tugasnya terutama dalam pelayanan? 6. Menurut bapak/ibu, bagaimana hubungan antara atasan dan bawahan di Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 7. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan sanksi akibat kesalahan yang dilakukan? 8. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan penghargaan karena prestasi yang diperoleh? 9. Kendala-kendala apa saja yang bapak/ibu hadapi dalam melaksanakan tugas? 10. Apakah pihak kantor kantor pelayanan terpadu satu pintu dapat segera menangani keluhan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan?
C. Masyarakat 1. Menurut bapak/ibu, apakah sarana dan prasarana yang ada sudah memadai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat? 2. Bagaimana menurut Bapak/ibu kemampuan aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 3. Kendala-kendala apa saja yang bapak/ibu hadapi dalam mengurus perizinan? Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 4. Menurut bapak/ibu, bagaimanakah perlakuan aparat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat? 5. Menurut bapak/ibu, bagaimanakah pengetahuan aparat terhadap berbagai informasi yang dibutuhkan oleh pengguna jasa seperti bapak/ibu? Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 Lampiran 2
DAFTAR PEDOMAN WAWANCARA
A. Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe 1. Bagaimana menurut Bapak kemampuan aparat pemerintah Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 2. Bagaimana menurut Bapak sistem komputerisasi yang diterapkan pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 3. Bagaimana menurut Bapak tentang persyaratan dalam setiap pelayanan yang akan diberikan kepada pengguna jasa? 4. Bagaimana menurut Bapak jika terdapat kesalahan dalam pengurusan izin pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 5. Bagaimana menurut Bapak terhadap permasalahan ketepatan waktu dalam pengurusan izin pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 6. Sejauh ini apakah ada keluhan dari masyarakat yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan? 7. Kendala-kendala apa saja yang bapak hadapi dalam melaksanakan tugas? 8. Disamping upaya untuk meningkatkan pelayanan, apakah bapak juga melakukan upaya pemberdayaan kepada masyarakat? 9. Bagaimana tindakan bapak terhadap oknum aparat kantor pelayanan terpadu satu pintu yang melanggar peraturan? 10. Apakah bapak memberikan penghargaan terhadap aparat kantor pelayanan terpadu satu pintu yang berprestasi dalam melaksanakan tugasnya?
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 B. Aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe
1. Bagaimana prosedur pelayanan dikantor ini? 2. Menurut bapak/ibu, apakah sarana dan prasarana yang ada sudah memadai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat? 3. Apakah bapak/ibu pernah melakukan kesalahan dalam memberikan pelayanan? 4. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan sanksi akibat kesalahan yang dilakukan? 5. Apakah yang menjadi hambatan aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam pelaksanaan tugasnya terutama dalam pelayanan? 6. Menurut bapak/ibu, bagaimana hubungan antara atasan dan bawahan di Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 7. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan sanksi akibat kesalahan yang dilakukan? 8. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan penghargaan karena prestasi yang diperoleh? 9. Kendala-kendala apa saja yang bapak/ibu hadapi dalam melaksanakan tugas? 10. Apakah pihak kantor kantor pelayanan terpadu satu pintu dapat segera menangani keluhan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan?
C. Masyarakat 1. Menurut bapak/ibu, apakah sarana dan prasarana yang ada sudah memadai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat? 2. Bagaimana menurut Bapak/ibu kemampuan aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu? 3. Kendala-kendala apa saja yang bapak/ibu hadapi dalam mengurus perizinan? Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008 4. Menurut bapak/ibu, bagaimanakah perlakuan aparat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat? 5. Menurut bapak/ibu, bagaimanakah pengetahuan aparat terhadap berbagai informasi yang dibutuhkan oleh pengguna jasa seperti bapak/ibu?
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008