Anda di halaman 1dari 141

KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

SATU PINTU DAN FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL YANG


MEMPENGARUHINYA DI KOTA LHOKSEUMAWE



TESIS



Oleh

RIDHA FAHMI
067024039/SP


















SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU
SATU PINTU DAN FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL YANG
MEMPENGARUHINYA DI KOTA LHOKSEUMAWE




TESIS







Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP)
dalam Program Studi Pembangunan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara





Oleh

RIDHA FAHMI
067024039/SP








SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Judul Tesis : KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN
TERPADU SATU PINTU DAN FAKTOR-
FAKTOR MANAJERIAL YANG
MEMPENGARUHINYA DI KOTA
LHOKSEUMAWE
Nama Mahasiswa : Ridha Fahmi
Nomor Pokok : 067024039
Program Studi : Studi Pembangunan



Menyetujui
Komisi Pembimbing





(Prof. Dr. Erika Revida, MS) (Drs. Kariono, M, Si)
Ketua Anggota






Ketua Program Studi Direktur





(Prof. Dr. M.Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)








Tanggal lulus 21 Juli 2008
Telah diuji pada
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Tanggal 21 Juli 2008
































PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Erika Revida, MS
Anggota : 1. Drs. Kariono, M. Si
2. Drs. Burhanuddin Harahap, M. Si
3. Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M. Si
4. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA
PERNYATAAN

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008





KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU
SATU PINTU DAN FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL YANG
MEMPENGARUHINYA DI KOTA LHOKSEUMAWE



TESIS





Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.




Medan, J uli 2008




Ridha Fahmi



Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
ABSTRAK


Pada paruh pertama Tahun 2007, Pemerintah Kota Lhokseumawe mulai
menerapkan sistem pelayanan perizinan terpadu satu pintu. Dasar pemberlakuan
sistem pelayanan perizinan ini adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24
Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan
Peraturan Walikota Lhokseumawe Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Susunan Organisasi Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota
Lhokseumawe.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas pelayanan perizinan
terpadu satu pintu dan faktor-faktor manajerial yang mempengaruhinya di Kota
Lhokseumawe.
J enis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang berusaha untuk memahami masalah
berdasarkan fakta tentang kenyataan yang berada di lokasi penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah aparatur Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe dan masyarakat yang melakukan pengurusan izin
dengan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe. Sampel dari aparatur berjumlah 10 orang dan dari masyarakat
berjumlah 20 orang.
Untuk mengetahui kualitas pelayanan perizinan terpadu satu pintu Kota
Lhokseumawe dalam penelitian ini menggunakan teori menurut zeitalm, at.all (1990)
yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. sedangkan
faktor-faktor manajerial yang mempengaruhinya adalah sesuai pendapat Ratminto
dan Winarsih (2005) yaitu kuatnya posisi tawar pengguna jasa, berfungsinya
mekanisme voice, adanya birokrat yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat,
terbangunnya kultur pelayanan, diterapkan sistem pelayanan yang mengutamakan
kepentingan masyarakat.
Hasil analisis dapat kita ketahui bahwa Kualitas pelayanan perizinan di
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
sudah cukup baik. Dari dimensi tangibles masih kurang baik diakibatkan kondisi
kantor yang sempit dan kurang nyaman, begitu juga sarana parkir yang tidak aman.
Hal ini disebabkan kantor ini belum memiliki gedung permanen dan dalam status
sewa. Sedangkan ada tiga faktor manajerial yang belum dilaksanakan secara
maksimal yaitu kuatnya posisi tawar pengguna jasa, berfungsinya mekanisme voice,
terbangunnya kultur pelayanan.

Kata Kunci: Kualitas Pelayanan, Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Faktor-Faktor
Manajerial


Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
ABSTRACT


In the first half of 2007, the Lhokseumawe city local Government has put into
place the one-door license service. This system is based on the Minister Of Home
Affairs Regulation No. 24/2006 on the Guidelines to the one-door service an regional
regulation (perda) no 1/2007 on forming of organizational formation of
administration the office of One-door service in Lhokseumawe city.
Target of this research is to know the quality of Service Of Inwrought Permit
One Door and factors of manajerial influencing in Town of Lhokseumawe.
Research type which is used in this research is descriptive research with out
for inductive approach comprehend the problem of pursuant to fact about fact
residing in research location. Population in this research is Officer Service Of
Inwrought Permit One Door ( KPPTSP) Town of Lhokseumawe amounting to 21
society and people doing/conducting management of permit with Office Service Of
Inwrought Permit One Door ( KPPTSP) Town of Lhokseumawe.
Research type which used in this research is descriptive research with out for
approach qualitative comprehend the problem of pursuant to fact about fact residing
in research location. Population in this research is Officer Service Of Inwrought
Permit One Door Town of Lhokseumawe and society conducting management of
permit with Office Service Of Inwrought Permit One Door ( KPPTSP) Town of
Lhokseumawe. Sampel of officer amount to 10 people and from society amount to 20
people.
After being analized, we will know that the quality of One-door offices
service Town of Lhokseumawe can be told have is good enough. Than dimension of
tangibles still unfavourable resulted by the condition of narrow, tight office and less
balmy, so also medium park which is not peaceful. This matter is caused by this
office not yet owned permanent building and in rent status. While there is three factor
of manajerial uncommitted maximally that is its strength of position bargain service
user, functioning of mechanism of voice, the awaking up of service culture.

Keywords : Quality Of Service, Inwrought Permit One Door and Factors of
Manajerial.






Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini
dengan judul Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Faktor-Faktor
Manajerial yang Mempengaruhinya di Kota Lhokseumawe sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan dengan segala keterbatasan yang dimiliki penulis. Pada kesempatan ini
pula perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu memberikan
sumbangan saran pemikiran baik secara langsung maupun tidak langsung khususnya
kepada :
1. Bapak Walikota Lhokseumawe yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melanjutkan studi.
2. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DSAK, DTMH selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. M.Sc selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Magister Studi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Subhilhar, MA, Ph.D selaku Penasehat I Program Magister Studi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M. Si selaku Sekretaris Program Magister Studi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
7. Ibu Prof. Dr. Erika Revida, MS selaku dosen Pembimbing I, yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
penyelesaian tesis ini.
8. Bapak Drs. Kariono, M.Si selaku dosen Pembimbing II yang juga telah
banyak memberikan arahan dan pemikiran kepada penulis dalam proses
penyelesaian tesis ini.
9. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si dan Bapak Drs. Burhanuddin
Harahap, M.Si selaku penguji dalam ujian tesis yang telah memberikan
masukan dan koreksinya demi penyempurnaan penyusunan tesis ini.
10. Bapak/Ibu Dosen/Staf pengajar beserta pengelola Magister Studi
Pembangunan USU-Medan yang telah banyak membantu baik dibidang
Akademis maupun Administratif.
11. Bapak T. Adnan, SE selaku Kepala Kantor beserta seluruh jajaran aparatur
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe yang
telah banyak membantu dalam memberikan arahan dan data bagi penulis.
12. Seluruh rekan MSP-USU Medan, khususnya kelas Lhokseumawe yang yang
telah memberi semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini.
13. Ayahanda M. Isa Usman dan Ibunda Maryam, S.Pd serta seluruh anggota
keluarga, teristimewa untuk Isteri tercinta Vera Nandalia, S.STP dan buah hati
tercinta Muhammad Nabil Azzaky yang selalu memberikan dukungan dan
doa sehingga penulis dapat berhasil menyelesaikan pendidikan di Program
Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
14. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.


Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Akhirnya semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca, atas segala saran dan kritikan untuk penyempurnaan tesis ini penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, J uli 2008


Penulis




















Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
RIWAYAT HIDUP



I. IDENTITAS DIRI

Nama : Ridha Fahmi
Tempat/Tgl.lahir : Rhing Mancang, 08 Agustus 1981
Alamat : J l.Darussalam Gg.Perwira No.20 B Kampung J awa Baru
Kota Lhokseumawe
Pangkat/Golongan : Penata/IIIc
Instansi : Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Lhokseumawe
Alamat Kantor : J l.Merdeka No.2 Kota Lokseumawe


II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SDN Rhing Kabupaten Pidie 1989 - 1994
2. SMP Negeri 9 Lhokseumawe, Aceh Utara 1994 - 1997
3. SMU Negeri 1 Kota Lhokseumawe 1997 - 2000
4. STPDN J atinangor - Sumedang J awa Barat 2000 - 2004


III. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil Sekretariat J enderal
Depatemen Dalam Negeri tahun 2000 2004
2. Staf Bagian Kepegawaian Setdako Lhokseumawe tahun 2004 2005
3. Sekretaris Lurah Kelurahan Kampung J awa Lhokseumawe tahun 2005 2006
4. Kasubbag. Administrasi dan Umum pada Bagian Umum dan Perlengkapan
Sekretariat Daerah Kota Lhokseumawe tahun 2006 2007
5. Kasubbag Tata Usaha dan Keuangan pada Bagian Umum Setdako
Lhokseumawe tahun 2007 sampai dengan sekarang.











Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
DAFTAR ISI


Halaman

ABSTRAK .......... ........................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah.................................................................. 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 12
2.1. Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu................... 12
2.1.1. Kualitas........................................................................... 36
2.1.2. Pelayanan........................................................................ 36
2.2. Faktor-faktor Manajerial yang Mempengaruhi Kualitas
Pelayanan Perizinan................................................................. 43
2.2.1. Penguatan Posisi Tawar Pengguna J asa Pelayanan..... 45
2.2.2. Maksimalisasi Mekanisme Voice................................ 45
2.2.3. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan... 45
2.2.4. Pengembangan Kultur Pelayanan................................ 49

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
2.2.5. Pembangunan Sistem Pelayanan yang
Mengutamakan Kepentingan Masyarakat.................... 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................ 54
3.1. J enis Penelitian......................................................................... 54
3.2. Definisi Konsep........................................................................ 55
3.3. Populasi dan Sampel ................................................................ 57
3.4. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 58
3.5. Lokasi Penelitian...................................................................... 59
3.6. Teknik Analisis Data................................................................ 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 62
4.1 Deskripsi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
Kota Lhokseumawe.................................................................. 62
4.1.1 Visi dan Misi................................................................ 62
4.1.2 Pencapaian Tujuan dan Sasaran................................... 62
4.1.3 Struktur Organisasi dan Kepegawaian......................... 63
4.1.4 Penyelenggaraan Pelayanan Publik............................. 69
4.2. Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu................... 71
4.2.1. Tangibles (Ketampakan Fisik)..................................... 71
4.2.2. Reliability (Reabilitas)................................................. 74
4.2.3. Responsiveness (Responsivitas atau Daya Tanggap) .. 81
4.2.4. Assurance (Kepastian) ................................................. 83
4.2.5. Emphaty (Pelakuan)..................................................... 87
4.3. Faktor-faktor Manajerial Penentu Kualitas Pelayanan
Perizinan. ................................................................................. 90
4.3.1. Penguatan Posisi Tawar Pengguna J asa Pelayanan..... 90
4.3.2. Maksimalisasi Mekanisme Voice................................ 92
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
4.3.3. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan... 93
4.3.4. Pengembangan Kultur Pelayanan................................ 99
4.3.5. Pembangunan Sistem Pelayanan yang
Mengutamakan Kepentingan Masyarakat.................... 100

BAB V PENUTUP ............................................................................... 104
5.1. Kesimpulan............................................................................... 104
5.2. Saran .. 104

DAFTAR PUSTAKA . 110























Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
DAFTAR TABEL

Nomor J udul Halaman
1. Kualitas Pelayanan Perizinan dan Faktor-Faktor Manajerial
yang Mempengaruhinya................................................................................... 56

2. J umlah Pegawai Menurut Pangkat/Golongan dan
J enis Kelamin......................................................................................... 68

3. J umlah Pegawai Menurut J enjang J abatan Sruktural ............................ 68

4. J umlah Pegawai Menurut J enjang Pendidikan...................................... 69

5. Tanggapan Responden terhadap Ketampakan Fisik (Tangibles)
pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota
Lhokseumawe ...................................................................................... 72

6. Tanggapan Responden terhadap Reliabilitas pada Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe............. 75

7. Tanggapan Responden terhadap Ketepatan Waktu pelayanan pada Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe...... 77

8. J enis Pelayanan dan Waktu Penyelesaian............................................. 80

9. Tanggapan Responden terhadap Responsivitas pada Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe........................ 83

10. Tanggapan Responden terhadap Assurance pada Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe....................... 84

11. Besarnya Biaya Pelayanan.................................................................... 86

12. Tanggapan Responden terhadap Perlakuan pelayanan pada Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe....................... 87

13. Tanggapan Responden terhadap Keadilan Pelayanan pada Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe .... 89

14. Tingkat Pendidikan Aparat..................................................................... 93

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
15. Diklat Teknis Fungsional yang Pernah Diikuti ..................................... 99

16. Hasil dan Pembahasan.......................................................................... 103




















Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
DAFTAR GAMBAR


Nomor J udul Halaman

1. Struktur Organisasi ................................................................................. 64

2. Bagan Alur Pelayanan Perizinan............................................................ 65

3. Mekanisme Pelayanan Perizinan pada Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe............................................... 66

























Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
DAFTAR LAMPIRAN


Nomor J udul Halaman

1. Daftar Kuisioner.................................................................................... 113

2. Daftar Pedoman Wawancara................................................................. 118






























Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Pelayanan menjadi suatu hal yang sangat penting untuk kita telusuri
perkembangannya mengingat dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
Berlakunya peraturan tersebut akan mengakibatkan interaksi antara aparat Daerah
dan masyarakat menjadi lebih intens. Hal ini ditambah dengan semakin kuatnya
tuntutan demokratisasi dan pengakuan akan hak-hak asasi manusia akan melahirkan
tuntutan terhadap manajemen pelayanan yang berkualitas.
Peran pemerintah Daerah dalam pelayanan perizinan mungkin yang terbesar
dalam pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat sebagai penyedia
pelayanan. Kepentingan pemerintah Daerah terhadap pelayanan perizinan
mempengaruhi pendapatan dan iklim investasi Daerah. Kewenangan untuk
memungut pajak dan retribusi serta penerbitan izin menurut undang-undang dan
peraturan yang berlaku. Namun untuk mencegah terjadinya pungutan pajak dan
retribusi yang berlebihan serta perizinan yang menghambat telah ditetapkan melalui
Peraturan Daerah.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Ruang lingkup pelayanan dan jasa-jasa publik (public services) meliputi aspek
kehidupan masyarakat yang sangat luas. Pelayanan dan jasa publik bahkan dimulai
sejak seseorang dalam kandungan ketika diperiksa oleh dokter pemerintah atau dokter
yang dididik di universitas negeri, mengurus akta kelahiran, menempuh pendidikan di
universitas negeri, menikmati bahan makanan yang pasarnya dikelola oleh
pemerintah, menempati rumah yang disubsidi pemerintah, memperoleh macam-
macam perijinan yang berkaitan dengan dunia usaha yang digelutinya hingga
seseorang meninggal dan memerlukan surat pengantar dan surat kematian untuk
mendapatkan kapling di tempat pemakaman umum (TPU).
Luasnya ruang lingkup pelayanan dan jasa publik cenderung sangat
tergantung kepada ideologi dan sistem ekonomi suatu negara. Negara-negara yang
menyatakan diri sebagai negara sosialis cenderung memiliki ruang lingkup pelayanan
lebih luas dibandingkan negara-negara kapitalis. Tetapi luasnya cakupan pelayanan
dan jasa-jasa publik tidak identik dengan kualitas pelayanan itu sendiri. Karena
pelayanan dan jasa publik merupakan suatu cara pengalokasian sumber daya melalui
mekanisme politik, bukannya lewat pasar, maka kualitas pelayanan itu sangat
tergantung kepada kualitas demokrasi. Konsekuensi dari hal ini adalah negara-negara
yang pilar-pilar demokrasinya tidak bekerja secara optimal tidak memungkinkan
pencapaian kualitas pelayanan perizinan yang lebih baik. Bahkan sebaliknya,
pelayanan perizinan tanpa proses politik yang demokratis cenderung membuka ruang
bagi praktek-praktek korupsi.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Sebagai bagian dari sistem kenegaraan dengan konstitusi yang pekat dengan
norma keadilan, ekonomi Indonesia dicirikan oleh ruang lingkup pelayanan yang
sangat luas. Sayangnya, pelayanan yang menyentuh hampir setiap sudut kehidupan
masyarakat tidak ditopang oleh mekanisme pengambilan keputusan yang terbuka
serta proses politik yang demokratis. Karena itu tidak mengherankan jika pelayanan
publik di Indonesia memiliki ciri yang cenderung korup, apalagi yang berkaitan
dengan pengadaan produk-produk pelayanan yang bersifat perizinan dan lain-lain.
Kendati mungkin fenomena korupsi yang berkaitan dengan jenis-jenis produk
tadi hanya melibatkan biaya transaksi (antara sektor publik dengan individu
masyarakat) yang relatif kecil (pretty corruption), tetapi biaya-biaya transaksi
tersebut melibatkan porsi populasi yang sangat besar. Karena itu pola korupsi dengan
menggunakan instrumen produk-produk pelayanan tersebut bisa jadi memiliki
dampak yang sangat luas.
Masalahnya kemudian adalah bagaimana meminimalkan biaya-biaya transaksi
tersebut? Teramat sulit tentunya menjawab pertanyaan ini, kendati jawabannya
merupakan bagian terpenting dari strategi pemberantasan korupsi di sektor publik.
Karena itu kajian mengenai mekanisme pelayanan perizinan, berikut biaya-biaya
transaksinya menjadi elemen penting dari strategi pemberantasan korupsi.
Sejalan dengan itu, prinsip market oriented organisasi pemerintahan harus
diartikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah (aparatur) harus
mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat. Demikian juga prinsip catalitic
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
government, mengandung pengertian bahwa aparatur pemerintah harus bertindak
sebagai katalisator dan bukannya penghambat dari kegiatan pembangunan, termasuk
di dalamnya mempercepat pelayanan masyarakat. Dalam konteks ini, fungsi
pemerintah lebih dititikberatkan sebagai regulator dibanding implementator atau
aktor pelayanan. Sebagai imbangannya, pemerintah perlu memberdayakan kelompok-
kelompok masyarakat sendiri sebagai penyedia atau pelaksanaan jasa pelayanan
umum. Dengan kata lain, tugas pemerintah adalah membantu masyarakat agar
mampu membantu dirinya sendiri (helping people to help themselves). Inilah
sesungguhnya yang dimaksud dengan prinsip self-help atau steering rather than
rowing.
Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP)
sebagai institusi yang khusus bertugas memberikan pelayanan perizinan langsung
kepada masyarakat, pada dasarnya dapat dikatakan sebagai terobosan baru atau
inovasi manajemen pemerintahan di Daerah khususnya di Kota Lhokseumawe.
Artinya, pembentukan organisasi ini hendaknya memberikan hasil berupa
peningkatan produktivitas pelayanan umum. Pembentukan Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) ini telah menghayati makna teori
Reinventing Government.
Oleh karena itu, inovasi pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (KPPTSP) ini perlu dikembangkan lagi dengan penemuan-penemuan baru
dalam praktek manajemen pemerintahan di Daerah. Salah satu peluang yang dapat
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
dikembangkan dalam hal ini adalah penyediaan jasa-jasa pelayanan kedalam
beberapa alternatif kualitas. J enis pelayanan yang secara kualitatif lebih baik dapat
dikenakan biaya yang agak mahal, sementara jasa pelayanan standar dikenakan biaya
atau tarif yang standar pula. Pemasukan dari jenis pelayanan yang relatif mahal, akan
dapat dipergunakan untuk membiayai pelayanan yang lebih murah, melalui
mekanisme subsidi silang (cross subsidi). Dengan cara demikian, diharapkan institusi
dapat membiayai sendiri kebutuhan operasionalnya, dengan tidak mengorbankan
fungsi pelayanan yang menjadi tugas utamanya.
Selain itu, fenomena di atas juga menunjukkan bahwa masyarakat yang belum
terlayani masih lebih besar dibandingkan masyarakat yang sudah terlayani.
Kenyataan tersebut disebabkan selain karena faktor geografis juga oleh lemahnya
pelayanan oleh petugas baik secara administratif maupun teknis. Untuk itu Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) sebagai organisasi pelaksana
harus meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan, karena pada hakikatnya
kualitas ditentukan hanya oleh pelanggan (Coupet dalam Osborne dan Gaebler,
1992).
Kenyataan tersebut tidak saja disebabkan oleh berbagai hambatan
sebagaimana disebutkan di atas, melainkan masih ada hal lain yang menjadi
penyebabnya, seperti dalam memberikan pelayanan perizinan tidak diikuti oleh
peningkatan kualitas birokrasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Kita semua menyadari pelayanan perizinan selama ini sangat sulit untuk
memahami pelayanan yang diselenggarakan oleh birokrasi publik. Masyarakat
pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak ketidakpastian ketika mereka
berhadapan dengan birokrasi. Amat sulit memperkirakan kapan pelayanan itu bisa
diperolehnya. Begitu pula dengan harga pelayanan. Harga bisa berbeda-beda
tergantung pada banyak faktor yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh para
pengguna jasa. Baik harga ataupun waktu seringkali tidak bisa terjangkau oleh
masyarakat sehingga banyak orang yang kemudian malas berurusan dengan birokrasi
publik.
Dari uraian diatas telah disebutkan bahwa keberadaan Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) secara empirik telah berhasil mendongkrak
efisiensi dan produktivitas pelayanan perizinan. Namun perlu digarisbawahi pula
bahwa fungsi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP)
sesungguhnya tidak lebih sebagai penyelenggara pelayanan perizinan. Pada dasarnya
penulisan tentang kualitas pelayanan perizinan ini penting untuk dilakukan,
dikarenakan masyarakat sebagai customer service belum merasa puas baik dari segi
waktu, biaya dan mutu pelayanan yang selama ini diberikan. Untuk itu penulisan ini
ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe.
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe ini termasuk masih berusia muda juga, awal pendiriannya pada
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
tanggal 26 Maret 2007 yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota Lhokseumawe
Nomor 01 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe.
Tatalaksana pelayanan publik yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe meliputi:
1. Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
2. Izin Gangguan (HO)
3. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
4. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
5. Tanda Daftar Gudang (TDG)
6. Tanda Daftar Industri (TDI)
7. Izin Perluasan Usaha Industri (IPUI)
8. Izin Usaha Industri (IUI)
9. Izin Usaha J asa Konstruksi (IUJ K)
10. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
11. Izin Penyelenggaraan Reklame
12. Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian C
13. Izin Penyelenggaraan Wisata
14. Izin Apotek
15. Izin Toko Obat
16. Izin Bidan/Perawat
17. Izin Praktek Fisioterapi
18. Pendaftaran Pengobatan Tradisional/ Alternatif
19. Pendaftaran Pabrik Obat Tradisional
20. Izin Pusat Kebugaran
21. Rekomendasi Rumah Sakit Swasta
22. Izin Penyelenggaraan Rumah Bersalin
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
23. Izin Praktek Tukang Gigi
24. Izin Optik
25. Izin Penangkapan Ikan
26. Izin Pembudidayaan Ikan
27. Izin Penyimpanan/Penampungan/Pengolahan/Pengawetan Ikan
28. Izin Pengangkutan dan Pemasaran Ikan
29. Izin Penggunaan Kapal Perikanan
30. Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum
31. Izin Usaha Salon Kecantikan
32. Izin Usaha Hotel
33. Izin Rumah Potong Hewan.

Total jenis izin yang ditangani adalah 33 (tiga puluh tiga) jenis pelayanan
yang telah dikoordinasikan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe ini, pelaksanaannya tetap dikoordinasikan dengan
unit kerja pengelolanya masing-masing. Hal yang berkaitan dengan persyaratan,
mekanisme dan tata cara, jangka waktu penyelesaian dan biaya yang diperlukan, telah
diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Lhokseumawe.
Dalam pengelolaan naskah dinas berupa surat masuk dan keluar yang menjadi
urusan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe mengikuti prinsip satu pintu, yaitu berpusat pada Tata Usaha (TU)
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Namun, dalam perjalanannya masih banyak dijumpai permasalahan yang
berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Berbagai cerita atau
pengalaman dari masyarakat sebagai pengguna dari pelayanan perizinan yang
mengeluhkan terhadap pelayanan yang telah diberikan oleh Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe tersebut. Sudah sejak
lama masyarakat mengeluh terhadap penyelenggaraan pelayanan perizinan yang
dirasakannya amat jauh dari harapannya. Tetapi sejauh ini ternyata tidak ada
perbaikan yang berarti dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan. Bahkan, harapan
masyarakat bahwa pergantian rezim akan membawa perbaikan terhadap
penyelenggaraan pelayanan perizinan ternyata masih jauh dari kenyataan.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
perubahan kelembagaan pelayanan perizinan yang terpisah menjadi terintegrasi (satu
pintu) dan tergolong baru di Kota Lhokseumawe menuntut penulusuran lebih jauh
tentang apakah pelayanan perizinan satu pintu telah sesuai dengan harapan
masyarakat. Meskipun masih baru masyarakat tidak mau tahu, yang prioritas bagi
masyarakat adalah adanya peningkatan pelayanan yang lebih baik dibanding
sebelumnya. Pelayanan perizinan terpadu menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan
lagi bagi pemerintah kabupaten dan kota yang ingin memperbaiki kualitas tata
pemerintahan terutama bidang perekonomian.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Model perizinan terpadu (perdu) merupakan pengembangan dari pendekatan
satu atap (sintap). Perdu pada dasarnya merupakan suatu model sintap yang
dikembangkan terutama dari aspek cara memproses perizinan bersama-sama dengan
lain, tergantung garis kewenangan dan kebutuhan tiap-tiap daerah adalah tanggung
jawab bersama semua instansi yang berkaitan dengan perizinan. Instansi penyedia
layanan haruslah ditentukan terlebih dahulu dan dilaksanakan secara konsisten.
Sebaiknya, keputusan tentang pembentukan perdu ini tidak dibuat oleh instansi
penyedia layanan. Tetapi haruslah diambil oleh Kepala Daerah dan atau persetujuan
DPRK. Hal ini sangat penting untuk mencegah adanya konflik diantara penyedia
layanan. Kecendrungan seperti ini pada akhirnya akan menimbulkan biaya tinggi
dalam proses perizinan. Namun proses panjang dan costly ini tidak berarti bahwa
model perdu ini tidak efektif. Efektivitas model ini tergantung pada kualitas
pelayanan yang diberikan dan sinergi diantara perdu dengan instansi penyedia
pelayanan terkait lainnya.
Alasan teoritisnya dengan perubahan kelembagaan pelayanan perizinan
menurut perkembangan teori-teori pelayanan publik adalah dari teori-teori pelayanan
publik konvensional ke teori-teori pelayanan publik yang baru. Oleh karena itu,
desakan terhadap informasi apakah pelayanan perizinan di KPPTSP tersebut sudah
sesuai dengan paradigma baru dalam upaya mentransformasi birokrasi yang kaku,
hirarkis, birokratis bentuk adminsitrasi publiknya menjadi suatu birokrasi yang
fleksibel dan berorientasi pasar (pengguna jasa/pelanggan) sebagai bentuk
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
manajemen publiknya menjadi relevan untuk segera diketahui. Adapun perumusan
masalah yaitu Bagaimana Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan
faktor-faktor manajerial yang mempengaruhinya di Kota Lhokseumawe ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah diuraikan diatas,
penulis dalam melaksanakan penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan faktor-faktor
manajerial yang mempengaruhinya di Kota Lhokseumawe.
Sedangkan Manfaat penelitian adalah:
1. Secara teoritis penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan penguasaan teori-
teori yang relevan dan pemahaman atas sejauhmana permasalahan yang diteliti
serta penguasaan konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan topik yang di
teliti yaitu pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan perizinan pada
kantor tersebut.
2. Secara praktis penulisan ini diharapkan mampu memberi sumbangan pemikiran
atau bahan masukan bagi aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat.

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
Banyak faktor yang berperan dan dapat mempengaruhi pelayanan yang
berkualitas, baik bila ditinjau dari aspek responsivitas, akuntabilitas, efisiensi dan
organisasi pelayanan, keterbukaan, wewenang dan tanggungjawab serta moral dan
etika menurut Supranto (2001) paling tidak ada tiga aspek yang perlu diperhatikan
dalam memberikan pelayanan yaitu:
1. Karyawan harus memberikan pelayanan dengan cepat
2. Karyawan harus berada di tempat kerja sewaktu dibutuhkan
3. Perilaku karyawan dalam memberikan pelayanan harus menyenangkan
Berkenaan dengan pendapat tersebut maka untuk meningkatkan kualitas
pelayanan, persepsi masyarakat merupakan dasar utama dalam usaha untuk
meningkatkan kualitas pelayanan. Budaya pelayanan yang merupakan faktor
penghambat kualitas pelayanan menurut Yamit (2001) adalah sebagai berikut:
1. Petugas yang tidak ada di tempat pada waktu jam kerja sehingga sulit dihubungi
2. Banyak interest pribadi
3. Budaya tips
4. Aturan main yang tidak terbuka dengan jelas
5. Disiplin kerja yang sangat kurang dan tepat waktu
6. Ada diskriminasi dalam memberikan pelayanan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Kualitas yang dimaksudkan disini sesuai dengan arti Kamus Bahasa Indonesia
(1991) yaitu tingkat buruknya sesuatu, dan derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan,
kemauan dan sebagainya). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas
sumber daya manusia pelayanan mengacu kepada manusia selaku objek yang dinilai.
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/2003, bahwa terdapat 10 (sepuluh) kreteria pelayanan masyarakat
yang baik, diantaranya adalah:
1. Kesederhanaan yang meliputi prosedur pelayanan yang tidak berbelit belit dan
mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan, yang meliputi:
a. Persyaratan teknis dan administratif publik
b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
c. Dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan
sengketa dalam pelayanan publik dan tatacara pembayaran
d. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran
3. Kepastian, pelaksanaan pelayanan pablik harus dapat diselesaikan dalam kurun
waktu yang telah diselesaikan.
4. Akurasi, produk pelayanan Publik dapat di tarima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan, proses dan pelayanan publik memberi rasa aman dan kepastian
hukum
6. Tanggung jawab, pimpinan penyelenggara publik atau pejabat yang di tunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
7. Kelengkapan sarana dan perasarana, tersedianya sarana dan prasarana kerja,
peralatan kerja, dan pendukung lainya yang memadai termasuk penyediaan sarana
teknologi, telekomunikasi dan informatika.
8. Kemudahan Akses, tempat dan lokasi serta pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi informatika.
9. Kedisiplinan, Kesopanan dan keramahan pemberian pelayanan harus bersikap
disiplin, sopan dan santn, ramah serta memberikan pelayanan dengan iklas.
10. Kenyamanan Lingkungan hidup harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu
yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi
fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet,tempat ibadah, dan lain lain.
Kriteria-kriteria tersebut mengandung arti bahwa organisasi harus dapat
melayani dengan cepat dan tepat, sesuai dengan aturan yang berlaku. Adanya
penetapan standar waktu pelayanan yang dapat dijadikan pedoman dalam
menyelesaikan suatu pelayanan. Selanjutnya pelayanan umum akan dapat
terlaksananya dengan baik dan memuaskan apabila didukung oleh beberapa faktor,
antara lain kesadaran pimpinan dan pelaksana, adanya aturan yang memadai,
organisasi dengan mekanisme sistem yang dinamis, pendapatan karyawan cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, kemampuan keterampilan yang sesuai
dengan tugas atau pekerjaan yang dipertanggungjawabkan, dan tersedianya sarana
pelayanan sesuai dengan jenis dan bentuk atau pekerjaan pelayanan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Toha (1998) berpendapat bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik, organisasi publik (birokrasi publik) harus merubah posisi dan peran
(revitalisasi) dalam memberikan layanan publik, dari yang suka mengatur dan
memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan
pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka mendorong menuju kearah yang sesuai,
kolabiratis dan dialogis dan dari cara-cara sloganis menuju cara kerja realistik
pragmatik.
Dimata masyarakat, kualitas pelayanan ini meliputi ukuran sebagai berikut,
(Brown, 1992):
1. Realibility, yaitu kemampuan untuk memproduksi jasa sesuai yang diinginkan.
2. Responsiveness, yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan pemberian
pelayanan yang tepat.
3. Tangible, yaitu penyediaan fasilitas fisik dan perlengkapan serta penampilan
pribadi.
Sesuai yang diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik disebutkan bahwa
transparansi pelayanan publik merupakan penyelenggaraan pelayanan publik dimana
pelaksanaan tugas dan kegiatan bersifat terbuka bagi masyarakat, mulai dari proses
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/pengendaliannya serta mudah
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi.
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kata
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
kualitas sendiri mengandung banyak pengertian, beberapa contoh pengertian kualitas
menurut Tjiptono (2002) adalah :
1. Kesesuaian dengan persyaratan;
2. Kecocokan untuk pemakaian;
3. Perbaikan berkelanjutan;
4. Bebas dari kerusakan/cacat;
5. Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal dan setiap saat;
6. Melakukan segala sesuatu secara benar;
7. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Pada prinsipnya pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diterima. Yang
menjadi pertanyaan adalah ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan
kualitas pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atau atribut-atribut tersebut yaitu antara
lain :
1. Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses;
2. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan;
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;
4. Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang
melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer;
5. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang
tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain;
6. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan
dan lain-lain.

Berangkat dari persoalan mempertanyakan kepuasan masyarakat terhadap apa
yang diberikan oleh pelayan dalam hal ini yaitu administrasi publik adalah
pemerintah itu sendiri dengan apa yang mereka inginkan, maksudnya yaitu
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
sejauhmana publik berharap apa yang akhirnya diterima mereka. Dengan demikian
dilakukan penilaian tentang sama tidaknya antara harapan dengan kenyataan, apabila
tidak sama maka pemerintah diharapkan dapat mengoreksi keadaan agar lebih teliti
untuk peningkatan kualitas pelayanan publik.
Selanjutnya dipertanyakan apakah terhadap kehendak masyarakat, seperti
ketentuan biaya yang tepat, waktu yang diperhitungkan dan mutu yang dituntut
masyarakat telah dapat terpenuhi. Andaikata tidak terpenuhi, pemerintah diharapkan
mengkoreksi keadaan, sedangkan apabila terpenuhi dilanjutkan pada pertanyaan
berikutnya, tentang berbagai informasi yang diterima masyarakat berkenaan dengan
situasi dan kondisi, serta aturan yang melengkapinya.
Memang pada dasarnya ada 3 (tiga) ketentuan pokok dalam melihat tinggi
rendahnya suatu kualitas pelayanan publik (Warsito Utomo, 1997), perlu diperhatikan
adanya keseimbangan antara:
1. Bagian antar pribadi yang melaksanakan (Inter Personal Component);
2. Bagian proses dan lingkungan yang mempengaruhi (Process and Environment
Component);
3. Bagian profesional dan teknik yang dipergunakan (Professional and Technical
Component).
Dalam rangka menyiapkan suatu pelayanan berkualitas yang sesuai dengan
yang diharapkan perlu berdasarkan pada sistem kualitas yang memiliki ciri atau
karakteristik tertentu. Suatu masyarakat pelanggan, akan selalu bertitik tolak kepada
pelayanan sehingga pelayanan yang diberikan dapat memenuhi harapan pelanggan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Zeithaml, et.al (1990) mengutarakan bahwa kualitas pelayanan merupakan
sesuatu yang kompleks, sehingga untuk menentukan sejauh mana kualitas dari
pelayanan, dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fasilitas fisik seperti
gedung, peralatan atau perlengkapan, pegawai dan fasilitas- fasilitas lainnya
yang menunjang pelayanan.
2. Reability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan
yang dijanjikan secara akurat;
3. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk untuk menolong
customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas;
4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan
kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers.
5. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers
kepada customers;
Menurut Garvin dikutip Tjiptono ( 2002 ) ada lima macam perspektif kualitas
yang berkembang, kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa
kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi
yang berlainan meliputi :
1. Transcendental approach
Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence dimana
kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni,
meskipun demikian suatu perusahaan dapat mempromosikan produknya melalui
pernyataan-pernyataan maupun pesan-pesan komunikasi seperti tempat
berbelanja yang menyenangkan.
2. Produc based approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut
yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas
mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang
dimiliki produk, karena pandangan ini sangat obyektif maka tidak dapat
menjelaskan perbedaan , kebutuhan dan preperensi individual.
3. Used based approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung kepada
orang yang memandangnya, sehingga produk yang berkualitas paling tinggi.
Perspektif yang subyektif dan demand oriented ini juga menyatakan bahwa
pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula
sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang
dilaksanakannya.
4. Manufacturing based approach
Perspektif ini bersifat supply based dan terutama memperhatikan praktek-
praktek perekayasaan dan pemanufakturan serta mendefinisikan kualitas sebagai
kesesuaian/sama dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
spesipikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh
tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya jadi yang menentukan
kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen
yang menggunakannya.
5. Value base approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan
mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai affordable excellence, kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif,
sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang
paling bernilai; akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang
paling tepat dibeli.
Menurut Wolkins et al dikutip Tjiptono ( 2002 ) bahwa untuk menciptakan
suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi perusahaan jasa untuk
memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang
berlaku. Keenam prinsip tersebut sangat bermanfaat dalam membentuk dan
mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan penyempurnaan
kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan
pelanggan yaitu :
1. Kepemimpinan; strategis kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan
komitmen dari manajemen puncak yang harus memimpin perusahaan untuk
meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil
terhadap perusahaan.
2. Pendidikan, semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan
operasional, harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang
perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan meliputi konsep kualitas
sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas dan peranan
eksekutif .
3. Perencanaan, harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang
dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visinya.
4. Review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk
mengubah perilaku organisasional, proses ini merupakan suatu mekanisme yang
menjamin adanya perhatian yang konstan dan terus menerus untuk mencapai
tujuan kualitas.
5. Komunikasi, implementasi strategis kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh
proses komunikasi dalam perusahaan, komunikasi harus dilakukan dengan
karyawan, pelanggan dan stake holder perusahaan lainnya.
6. Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam
implementasi strategi kualitas, setiap karyawan yang berprestasi tersebut diakui.
Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi morak kerja, rasa bangga dan
rasa kepemilikan setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang
dilayaninya.
Menurut Tjiptono ( 2002 ) faktor-faktor penyebab kualitas yang buruk
meliputi:
1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan adalah merupakan
karakteristik jasa yang penting artinya jasa diproduksi dan dikomsumsi pada saat
bersamaan, dengan kata lain dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan
partisipasi pelanggan akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan
interaksi produsen dan konsumen jasa. Beberapa kekurangan yang mungkin ada
pada karyawan pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan
pada kualitas misalnya : tidak terampil dalam melayani pelanggan, cara
berpakaian tidak sesuai, tutur katanya kurang sopan atau bahkan menyebalkan,
bau badannya mengganggu dan selalu cemberut atau pasang tampang angker.
2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi, keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam
penyempaian jasa dapat pula menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat
variabilitas yang tinggi.
3. Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai, karyawan front line
merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa, supaya mereka dapat
memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu mendapatkan dukungan dari
fungsi utama manajemen ( operasi, pemasaran, keuangan, SDM )
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
4. Kesenjangan komunikasi, merupakan faktor yang sangat esensial dalam kontak
dengan pelanggan. Bila terjadi kesenjangan dalam komunikasi, maka akan timbul
penilaian negatif terhadap kualitas jasa.
5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama, dalam hal ini interaksi
dengan pemberi jasa tidak semua pelanggan bersedia menerima pelayanan yang
seragam, sering terjadi ada pelanggan yang menginginkan atau bahkan menuntut
jasa yang bersifat personal dan berbeda dengan pelanggan lain.
6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan, disatu sisi memperkenalkan
jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat meniningkatkan peluang pemasaran
dan menghindari terjadinya pelayanan yang buruk.
7. Visi bisnis jangka pendek, bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk
jangka panjang, misalnya : kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan
cara mengurangu jumlah kasir menyebabkan semakin panjangnya antrian di Bank.
Menurut Tjiptono (2002) strategi meningkatkan kualitas jasa tidaklah
semudah yang dibayangkan. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, upaya
tersebut berdampak luas yaitu terhadap budaya organisasi secara keseluruhan. Di
antara berbagai faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa dari sudut pandang pelanggan.
Oleh karena itu langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan riset untuk
mengidentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran.
Langkah berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan
tersebut. Dengan demikian dapat diketahui posisi relatif perusahaan di mata
pelanggan dibandingkan pesaing, sehingga perusahaan dapat memfokuskan
supaya peningkatan kualitasnya.
2. Mengelola harapan pelanggan, semakin banyak janji yang diberikan maka
semakin besar pula harapan pelanggan (bahkan bisa menjurus menjadi tidak
realistis) yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya
harapan pelanggan oleh perusahaan.
3. Mengelola bukti kualitas jasa, bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan
selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena jasa merupakan kinerja dan tidak
dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pelanggan cenderung
memperhatikan fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti
kualitas.
4. Mendidik konsumen tentang jasa, membantu pelanggan dalam memahami suatu
jasa merupakan upaya yang sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas
jasa, pelanggan yang lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih
baik.
5. Mengembangkan budaya kualitas, merupakan sistem nilai organisasi yang
menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan
kualitas secara terus-menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan,
sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Ada beberapa faktor yang dapat memperlancar dan sekaligus dapat pula
menghambat pengembangan jasa yang berkualitas, yaitu:
a) Manusia, misalnya deskripsi kerja, seleksi, pelatihan.
b) Organisasi/struktur, meliputi integrasi/koordinasi fungsi-fungsi dan
struktur pelaporan.
c) Pengukuran, yaitu evaluasi kinerja dan pemantauan keluhan dan
kepuasan pelanggan.
d) Pendukung sistem, yakni faktor tehnis, komputer.
e) Pelayanan, meliputi nilai tambah, rentang dan kualitas, standar kinerja,
pemuasan kebutuhan dan harapan.
f) Program, meliputi pengelolaan keluhan, alat-alat penjualan/promosi,
alat-alat manajemen.
g) Komunikasi internal terdiri dari prosedur dan kebijaksanaan umpan
balik dalam organisasi.
h) Komunikasi eksternal yakni pendidikan pelanggan, penciptaan harapan,
citra perusahaan.
6. Menciptakan automating quality dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang
disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki, perusahaan perlu
melakukan penelitian secara seksama untuk menentukan bagian yang
membutuhkan sentuhan manusia dan bagian yang memerlukan otomatisasi.
7. Menidak lanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek-aspek jasa yang
perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi
sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi
mereka terhadap jasa yang diberikan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang
menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk
mengumpulkan, menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung
pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek,
yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal,
serta informasi mengenai perusahaan dan pelanggan.
Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada
kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi
pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut
pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang
pelanggan.
Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accuntability, dimana
setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang
mereka terima. Adalah sangat sulit untuk menilai kualitas suatu pelayanan tanpa
mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dan aparat
pelaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan, merupakan
elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam
analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau
setelah pelayanan itu diberikan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Adapun dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan
berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini tidak
mustahil dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka
kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini yang
dijadikan pertimbangan adalah kesulitan atau kemudahan konsumen dan produsen di
dalam menilai kualitas pelayanan.
Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik tersebut meliputi:
1. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik meliputi kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengendaliannya oleh masyarakat.
Kegiatan ini harus diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.
2. Prosedur pelayanan yang merupakan rangkaian proses atau tata kerja yang
menunjukkan adanya tahapan yang jelan dan pasti, sederhana, tidak berbelit-belit,
mudah dipahami dan mudah dilaksanakan serta diwujudkan dalam bagan alur.
3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan secara jelas
dan relevan dengan jenis pelayanan serta diletakkan di dekat loket pelayanan.
4. Rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat
loket pelayanan dan dapat dibaca serta pungutan yang ditarik dari masyarakat
harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.
5. Waktu penyelesaian pelayanan dan kurun waktu penyelesaian pelayanan publik
harus diinformasikan dan diletakkan di dekat loket pelayanan dengan
melaksanakan azas first in first out (fifo).
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
6. Pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab memberikan pelayanan dan atau
menyelesaikan keluhan/persoalan/sengketa harus ditetapkan dengan
memperhatikan persyaratan/persyaratan yang dibutuhkan.
7. Lokasi pelayanan mudah dijangkau dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana
yang cukup memadai.
8. J anji pelayanan yang merupakan komitmen tertulis unit kerja dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat harus tertulis jelas, singkat, dan mudah dimengerti
yang menyangkut hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat termasuk
didalamnya standar kualitas pelayanan.
9. Standar pelayanan publik wajib disusun sesuai dengan tugas dan kewenangan dan
dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi
penerima pelayanan.
10. Informasi pelayanan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar,
janji/motto pelayanan, lokasi serta pajabat/petugas yang berwenang dan
bertanggungjawab wajib dipublikasikan kepada masyarakat melalui media cetak,
gambar atau penyukuhan langsung kepada masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan baik
kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan sesuai ketentuan
perundangan. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik yang merupakan proses mulai
dari tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan
prasarana, kejelasan aturan dan kedisiplinan, pelayanan yang sesuai standar/janji
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
pelayanan, dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, pemberian kompensasi,
penilaian oleh masyarakat secara berkala sesuai mekanisme dan mekanisme
pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam pelayanan atau jika pengaduan
masyarakat tidak ditanggapi.
Akuntabilitas biaya pelayanan publik yang meliputi biaya pelayanan yang
dipungut harus sesuai dengan ketentuan perundangan yang ditetapkan dan pengaduan
masyarakat terhadap penyimpangan biaya pelayanan publik harus ditangani oleh
petugas yang ditunjuk berdasarkan penugasan dari pejabat yang berwenang.
Akuntabilitas produk pelayanan publik yang menyakut persyaratan teknis dan
administratif harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan
keabsahan produk pelayanan, prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan
dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan serta produk pelayanan diterima
dengan benar, tepat, dan sah.
Izin adalah dokumen yang dikeluarkan pemerintah daerah berdasarkan
Peraturan Daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas,
menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha
atau kegiatan tertentu. Sedangkan Perizinan adalah pemberian legalitas kepada
seseorang atau pelaku usaha tertentu baik dalam bentuk izin atau daftar usaha.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu disebutkan bahwa penyelenggaraan
pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan atau
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
nonperizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai
dengan tahap terbitnya dokumen dilakukan pada satu tempat. Perizinan Terpadu Satu
Pintu merupakan salah satu pola pelayanan yang diselenggarakan satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan, memiliki keterkaitan proses dan dilayani pada satu
pintu.
Beberapa pengertian tentang berbagai jenis perizinan menurut Pemerintah
Kota Lhokseumawe (2007) antara lain:
1. Izin adalah izin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu yang
diterbitkan oleh instansi yang berwenang dan diberikan kepada pengusaha untuk
menjalankan kegiatan usahanya.
2. Surat Izin Tempat Usaha (SITU) adalah izin yang diberikan untuk mendirikan
dan atau menggunakan tempat-tempat, ruang-ruang tempat bekerja dan jasa yang
untuk mendirikannya tidak memerlukan rUndang-Undang gangguan (Hinder
Ordonantie)
3. Izin Gangguan (HO) adalah izin gangguan yang diberikan kepada orang pribadi
atau badan dilokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan,
tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh pemerintah pusat
dan atau pemerintah daerah.
4. Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
kepada orang pibadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
dimaksudkan agar disain, pelaksanaan pembangunan, dan bangunan sesuai
dengan rencana tata ruang yang berlaku.
Model perizinan terpadu (perdu) merupakan pengembangan dari pendekatan
satu atap (sintap). Perdu pada dasarnya merupakan suatu model sintap yang
dikembangkan terutama dari aspek cara memproses perizinan bersama-sama dengan
lain, tergantung garis kewenangan dan kebutuhan tiap-tiap daerah adalah tanggung
jawab bersama semua instansi yang berkaitan dengan perizinan. Instansi penyedia
layanan haruslah ditentukan terlebih dahulu dan dilaksanakan secara konsisten.
Sebaiknya, keputusan tentang pembentukan perdu ini tidak dibuat oleh instansi
penyedia layanan. Tetapi haruslah diambil oleh Kepala Daerah dan atau persetujuan
DPRK. Hal ini sangat penting untuk mencegah adanya konflik diantara penyedia
layanan. Kecendrungan seperti ini pada akhirnya akan menimbulkan biaya tinggi
dalam proses perizinan.
Namun proses panjang dan costly ini tidak berarti bahwa model perdu ini
tidak efektif. Efektivitas model ini tergantung pada kualitas pelayanan yang
diberikan dan sinergi diantara perdu dengan instansi penyedia pelayanan terkait
lainnnya. Seleksi jenis perizinan yang akan didelegasikan berimplikasi pada
efektivitas perdu. Setiap daerah memiliki kebutuhan perizinan yang berbeda serta
pendekatan yang berbeda dalam memungut pajak dan retribusi daerah. Kedua hal ini
akan mempengaruhi operasi dan efektifitas perdu di suatu daerah. Sangat penting
untuk memutuskan layanan perizinan yang ditugaskan kepada perdu karena akses
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
terhadap perdu akan menentukan penilaian terhadap perizinan mana yang akan
dikeluarkan lewat saluran tertentu. Mungkin, indikator akses yang penting dalam
pengambilan keputusan tersebut adalah luasnya wilayah, jumlah, serta kepadatan
penduduk.
Kompleksitas sistem perizinan dan model-model sistem perizinan usaha
terpadu (perdu) yang ada tentu saja memiliki beberapa kelemahan yang melekat di
dalamnya. Hal ini tidak dapat dihindari karena tidak ada sistem yang 100% sempurna.
Dengan mengetahui kelemahan-kelemahan potensial sistem ini, yang perlu dilakukan
adalah mengembangkan strategi untuk menghindari kelemahan tersebut dalam
implementasi sistem perdu. Strategi yang tepat menurut Wibawa (2007) adalah
dengan menerapkan sistem yang mempermudah bukan mempersulit, memperpendek
bukan memperpanjang, lebih murah bukan makin mahal, dan menarik bukan
membosankan.
a. Mempermudah bukan mempersulit
Prosedur yang panjang dan berbelit-belit merupakan stigma lama sistem
perizinan yang kita kenal selama ini. Oleh karena itu, perdu semestinya memberi
perhatian besar pada tantangan mengubah anggapan perizinan yang selama ini sulit
dan tidak bersahabat menjadi suatu kegiatan yang mudah dan menyenangkan.
Dalam pemberlakuan perdu, perlu memperhatikan bahwa berbagai prosedur dari
berbagai institusi yang berbeda dapat memperpanjang proses perizinan. Artinya,
perdu harus menjauhkan diri dari adanya duplikasi proses. Perdu harus menciptakan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
citra baru bahwa prosedur pengurusan izin sederhana, mudah dan menyenangkan.
Misalnya pelanggan yang sebelumnya harus pergi ke beberapa kantor dinas untuk
mengurus satu perizinan, sekarang ia cukup pergi ke satu tempat yaitu perdu. Namun
dalam realitanya bisa saja proses perizinan ternyata lebih panjang dari sebelumnya
meskipun maksudnya bukan begitu. Hal itu dapat terjadi karena secara tidak sengaja
lebih banyak prosedur yang ditambahkan ke dalam sistem perdu itu dengan biaya
dan waktu yang sama atau bahkan lebih.
b. Memperpendek, bukan memperpanjang
Kelemahan lain yang mungkin terjadi dalam sistem perdu adalah jika
implementasi perdu menjadikan pelanggan harus menempuh jarak yang lebih jauh
untuk dapat mengakses pelayanan yang sama dibandingkan waktu sebelumnya.
Sebagai ilustrasi, pelayanan pengurusan IMB sebelumnya dilaksanakan di kantor
camat namun setelah dilaksanakannya perdu pelanggan harus mengajukan aplikasi
perizinan yang sama ke perdu yang terletak di ibukota kabupaten/ kota. J arak adalah
hal yang sangat penting di sebagian besar daerah, khusus untuk daerah yang wilayah
sangat luas dan berpenduduk jarang.
c. Lebih murah bukan lebih makin mahal
Biaya yang lebih besar untuk memperoleh izin merupakan kelemahan lain
yang mungkin terjadi dalam implementasi perdu. Biaya ekstra tersebut dapat muncul
dari biaya perizinan langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung dapat berupa
biaya tersembunyi dalam perhitungan tarif, biaya salinan perizinan, sampai biaya
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
administrasi untuk mendokumentasikan berkas yang dibutuhkan dari pelanggan.
Biaya tidak langsung dapat berupa ongkos transportasi dan biaya lain yang terkait
mendapat izin.
d. Menarik bukan membosankan
Implementasi perdu yang menyebabkan berkurangnya minat masyarakat
untuk memperoleh izin dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, persepsi
masyarakat bahwa perdu yang baru lebih baik atau bahkan lebih buruk dari prosedur
perizinan sebelumnya. Yang kedua, lokasi perdu terlalu jauh dari tempat tinggal
sebagian besar dari masyarakat sehingga akses ke perdupun menjadi tidak praktis dan
sulit bagi mereka.
Untuk menghindari kelemahan ini, penyebab turunnya minat masyarakat
tersebut penting untuk ditelusuri untuk mencari solusinya. J anji untuk lebih dapat
diandalkan atau bentuk-bentuk komitmen lain dapat membantu meyakinkan
masyarakat bahwa perdu berkomitmen untuk memberikan pelayanan perizinan yang
reliabel, cepat, mudah, dan jujur. Komitmen ini disertai dengan upaya untuk
mendorong masyarakat mencoba layanan yang diberikan perdu untuk melihat
komitmen tersebut dalam kenyataannya. Termasuk dalam hal ini minat dunia usaha
atau investor potensial. Manfaat tambahan dapat ditawarkan kepada para pelaku
usaha untuk mendirikan usaha baru di daerah itu, misalnya dengan prosedur yang
sederhana atau pemrosesan paket perizinan yang simultan dalam waktu yang relatif
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
cepat dan mungkin juga dengan menawarkan biaya perizinan yang lebih murah jika
dimungkinkan.
Dari beberapa asumsi tersebut, maka ditarik kesimpulan bahwa kualitas
pelayanan adalah merupakan usaha sadar yang dilakukan organisasi sesuai dengan
wewenang dan tanggungjawabnya untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dalam
penelitian ini dimensi yang digunakan untuk mengetahui bagaimana kualitas
pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Kota Lhokseumawe dipergunakan teori
menurut pendapat Zeithaml, et.al (1990) yaitu:
1. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya penampakan fasilitas fisik seperti
gedung, peralatan atau perlengkapan, pegawai dan fasilitas- fasilitas lainnya
yang menunjang pelayanan.
2. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan
yang dijanjikan secara akurat;
3. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk untuk menolong
customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas;
4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan
kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers.
5. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers
kepada customers;


Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
2.1.1. Kualitas
Pengertian kualitas mengandung banyak penafsiran dan arti. Supranto (2000)
mendefinisikan bahwa kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Sejalan dengan hal tersebut
Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono dan Diana, 2001) mendefinisikan bahwa kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk jasa, manusia,
proses dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi harapan.
Dari definisi tersebut ada beberapa kesamaan yaitu:
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggannya.
2. Kualitas merupakan kondisi yang setiap saat mengalami perubahan.
3. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.
4. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang memenuhi atau melebihi
harapan.
Perbedaan harapan dan persepsi masyarakat yang dilayani birokrasi
pemerintah selaku pemberi layanan merupakan permasalahan krusial yang
mengakibatkan terjadinya pelayanan tidak berkualitas, tidak efektif dan tidak efisien.
2.1.2. Pelayanan
Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) adalah usaha
melayani kebutuhan orang lain sedang pelayan adalah membantu menyiapkan
(mengurus apa yang diperlukan seseorang). Keunggulan suatu produk jasa adalah
tergantung dari keunikan serta kualitas yang dipelihatkan oleh jasa tersebut apakah
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
sudah sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan (Supranto, 2001).
Sejalan dengan uraian tersebut, maka pengertian pelayanan menurut Munir
(2000) adalah serangkaian kegiatan karena itu ia merupakan proses, sebagai proses
pelayanan langsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan
orang dalam masyarakat. Dari definisi yang telah diuraikan, maka ditarik kesimpulan
bahwa pelayanan merupakan serangkaian proses meliputi kebutuhan masyarakat yang
dilayani secara berkesinambungan.
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu
sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah
dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan
kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan
bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.
Pelayanan oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah satu perwujudan
dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara.
Pelayanan oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat
(warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh
Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan
di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa
baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan
yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan
indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo,
2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan
kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan
aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk
melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.
Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus
dapat memberikan layanan perizinan yang lebih efektif, sederhana, transparan,
terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas
manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara
aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam Widodo, 2001). Arah
pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk mengatur dan menentukan
masa depannya sendiri.
Pelayanan publik yang berkualitas, artinya pelayanan publik yang dicirikan
oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur
pemerintah). Selain itu, dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis di atas,
birokrasi publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam
memberikan pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah
menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah
menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis dan
dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha
dalam Widodo, 2001). Dengan revitalitas birokrasi publik (terutama aparatur
pemerintah daerah) ini, pelayanan publik yang lebih baik dan profesional dalam
menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenagan yang diberikan kepadanya dapat
terwujud.
Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh
pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public
service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi
perlindungan (protection function).
Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat
mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
(pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat
yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip
equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya pelayanan pemerintah tidak
boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan diberikan tanpa memandang status,
pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak
yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Meskipun pemerintah mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana di atas, namun
tidak berarti bahwa pemerintah harus berperan sebagai monopolist dalam pelaksanaan
seluruh fungsi-fungsi tadi. Beberapa bagian dari fungsi tadi bisa menjadi bidang tugas
yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak swasta ataupun dengan
menggunakan pola kemitraan (partnership), antara pemerintah dengan swasta untuk
mengadakannya. Pola kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam
memberikan berbagai pelayanan kepada masyarakat tersebut sejalan dengan gagasan
reinventing government yang dikembangkan Osborne dan Gaebler (1992).
Namun dalam kaitannya dengan sifat barang privat dan barang publik murni,
maka pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berkewajiban menyediakan barang
publik murni, khususnya barang publik yang bernama rules atau aturan (kebijakan
publik). Barang publik murni yang berupa aturan tersebut tidak pernah dan tidak
boleh diserahkan penyediaannya kepada swasta. Karena bila hal itu dilakukan maka
di dalam aturan tersebut akan melekat kepentingan-kepentingan swasta yang
membuat aturan, sehingga aturan menjadi penuh dengan vested interest dan menjadi
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
tidak adil (unfair rule). Karena itu peran pemerintah yang akan tetap melekat di
sepanjang keberadaannya adalah sebagai penyedia barang publik murni yang
bernama aturan.
Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat
sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan
masyarakat. Karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum
(public services) sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana
pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat,
yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana negara telah menjalankan
perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.
Dipandang dari sudut ekonomi, pelayanan merupakan salah satu alat pemuas
kebutuhan manusia sebagaimana halnya dengan barang. Namun pelayanan memiliki
karakteristik tersendiri yang berbeda dari barang. Salah satu yang membedakannya
dengan barang, sebagaimana dikemukakan oleh Gasperz (1994), adalah outputnya
yang tidak berbentuk (intangible output), tidak standar, serta tidak dapat disimpan
dalam inventori melainkan langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi.
Karakteristik pelayanan sebagaimana yang dikemukakan Gasperz tadi secara
jelas membedakan pelayanan dengan barang, meskipun sebenarnya keduanya
merupakan alat pemuas kebutuhan. Sebagai suatu produk yang intangible, pelayanan
memiliki dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat tangible. Produk akhir
pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang dimiliki oleh barang.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Produk akhir pelayanan sangat tergantung dari proses interaksi yang terjadi antara
layanan dengan konsumen.
Dalam konteks pelayanan publik, dikemukakan bahwa pelayanan umum
adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik,
mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan kepada
publik (publik=umum). Senada dengan itu, Moenir (1992) mengemukakan bahwa
pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu
dalam usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.
Dalam buku Delivering Quality Services karangan Zeithaml, et.al ( 1990),
yang membahas tentang bagaimana tanggapan dan harapan masyarakat pelanggan
terhadap pelayanan yang mereka terima, baik berupa barang maupun jasa. Dalam hal
ini memang yang menjadi tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah bagaimana
mempersiapkan pelayanan publik tersebut yang dikehendaki atau dibutuhkan oleh
publik, dan bagaimana menyatakan dengan tepat kepada publik mengenai pilihannya
dan cara mengaksesnya yang direncanakan dan disediakan oleh pemerintah.
Kemudian, untuk tujuan tersebut diperinci sebagai berikut :
1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya;
2. Memperlakukan pengguna pelayanan, sebagai customers;
3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan, sesuai dengan yang diinginkan
mereka;
4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas;
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
5. Menyediakan cara-cara, bila pengguna pelayanan tidak ada pilihan lain.
2.2. Faktor-Faktor Manajerial yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan
Perizinan

Berdasarkan analisis data dari beberapa pakar dan observasi diketahui bahwa
hal yang paling essensial dalam peningkatan kualitas pelayanan adalah adanya
kesetaraan hubungan antara masyarakat pengguna jasa dengan aparat yang bertugas
memberikan jasa pelayanan. Pelayanan Publik hanya akan menjadi baik atau
berkualitas apabila masyarakat yang mengurus sesuatu jenis pelayanan tertentu
mempunyai posisi tawar yang sebanding dengan posisi tawar petugas pemberi
pelayanan.
Pentingnya kesetaraan posisi tawar antara petugas dan instansi pemberi
pelayanan di satu sisi dengan masyarakat pengguna jasa disisi lainnya adalah mutlak
untuk mewujudkan pelayanan perizinan yang berkualitas. Dengan demikian
masyarakat harus diberdayakan dan pelayanan harus dikontrol. Kontrol ini harus
dilakukan kepada semua pihak baik pemerintah, swasta maupun LSM. Biasanya
hanya instansi pemerintah saja yang ditengarai melakukan penyimpangan, padahal
pihak lainpun akan melakukan penyimpangan apabila kontrol terhadap mereka
lemah.
Kesetaraan ini dapat diwujudkan apabila terdapat mekanisme exit dan
voice. Mekanisme exit artinya pengguna jasa pelayanan mempunyai pilihan untuk
menggunakan penyedia jasa layanan perizinan yang lain apabila dia tidak puas
dengan sesuatu pada penyedia jasa . Apabila alternatif penggunaan jasa layanan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
perizinan tidak dimungkinkan, maka harus ada mekanisme voice. Mekanisme
voice ini artinya pengguna jasa dapat menyampaikan ketidakpuasannya terhadap
pelayanan yang diberikan oleh instansi penyelenggara pelayanan perizinan. J adi
untuk mewujudkan kesetaraan hubungan agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan
perizinan, yang harus dilakukan adalah : (a) memperkuat posisi tawar pengguna jasa
pelayanan; dan (b) memfungsikan mekanisme voice. Sedangkan faktor-faktor
manajerial yang menjadi penentu kualitas pelayanan perizinan adalah: (a) adanya
birokrasi yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa;
(b) terbangunnya kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugas untuk
memberikan pelayanan perizinan, dan (c) diterapkannya sistem pelayanan yang
mengutamakan masyarakat, khususnya pengguna jasa pelayanan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ratminto & Winarsih (2005) yang
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan
perizinan yang antara lain disebabkan oleh :
1. Kuatnya posisi tawar pengguna jasa pelayanan;
2. Maksimalisasi mekanisme voice;
3. Adanya birokrat yang berorientasi pada kepentingan masyarakat;
4. Terbangunnya kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugas
memberikan pelayanan perizinan;
5. Diterapkannya sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat,
khususnya pengguna jasa pelayanan.


Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
2.2.1. Penguatan Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayanan
Pelayanan perizinan dan juga pelayanan umum atau pelayanan publik yang
berkualitas mensyaratkan adanya kesetaraan hubungan atau kesetaraan posisi tawar
antara pemberi pelayanan dan pengguna atau penerima jasa pelayanan. Oleh karena
itu posisi tawar pengguna jasa, yang selama ini sangat lemah harus diperkuat.
Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan ini dapat dilakukan antara lain
dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan. Hal semacam ini dikonsepkan
sebagai citizens charter yang dirumuskan pertama kali Ingris. Di Indonesia citizens
charter belum begitu dikenal dan dikembangkan.
2.2.2. Maksimalisasi Mekanisme Voice
Hal lain yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan hubungan antara
pemberi jasa pelayanan dan penerima jasa pelayanan adalah dengan menciptakan dan
memaksimalkan mekanisme voice. Artinya pengguna jasa pelayanan harus memberi
kesempatan untuk mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas pelayanan yang
diterimanya. Apabila saluran ini dapat berfungsi secara efektif, maka posisi tawar
pengguna jasa akan menjadi sama dengan posisi tawar penyelenggara jasa pelayanan
sehingga kualitas jasa pelayanan dapat ditingkatkan.
2.2.3. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan
Faktor utama dalam manajemen pelayanan perizinan dan pelayanan umum
atau pelayanan publik adalah sumber daya manusia atau birokrat ataupun aparatur
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
yang bertugas memberi pelayanan. Dari aparat negara dan atau aparatur pemerintah,
diharapkan atau dituntut adanya kemampuan baik berupa pengetahuan, keterampilan
serta sikap perilaku yang memadai, sesuai dengan tuntutan pelayanan dan
pembangunan sekarang ini (Handayaningrat, 1986). Sementara itu, konsep lain
mendefinisikan kemampuan atau ability sebagai sifat yang dibawa lahir atau
dipelajari yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental
atau fisik (Bibson, 1991), sedangkan skill atau keterampilan adalah kecakapan yang
berhubungan dengan tugas (Soetopo, 1999).
Berkaitan dalam hal kualitas pelayanan publik, maka kemampuan aparat
sangat berperan penting dalam hal ikut menentukan kualitas pelayanan publik
tersebut. Untuk itu indikator-indikator dalam kemampuan aparat adalah sebagai
berikut :
1. Tingkat pendidikan aparat;
2. Kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal;
3. Kemampuan melakukan kerja sama;
4. Kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dialami organisasi;
5. Kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan;
6. Kecepatan dalam melaksanakan tugas;
7. Tingkat kreativitas mencari tata kerja yang terbaik;
8. Tingkat kemampuan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada atasan;
9. Tingkat keikutsertaan dalam pelatihan/kursus yang berhubungan dengan bidang
tugasnya.

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Kemampuan birokrat juga dipengaruhi oleh stuktur organisasi. Menurut
Anderson (1972), struktur adalah susunan berupa kerangka yang memberikan bentuk
dan wujud, dengan demikian akan terlihat prosedur kerjanya. Dalam organisasi
pemerintahan, prosedur merupakan sesuatu rangkaian tindakan yang ditetapkan lebih
dulu, yang harus dilalui untuk mengerjakan sesuatu tugas.
Sementara itu dalam konsep lain dikatakan bahwa struktur organisasi juga
dapat diartikan sebagai suatu hubungan karakteristik-karakteristik, norma-norma dan
pola-pola hubungan yang terjadi di dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai
hubungan baik potensial atau nyata dengan apa yang mereka miliki dalam
menjalankan kebijaksanaan (Van Meter dan Van Horn dalam Winarno 1997).
Pengertian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Robbins (1995) bahwa
struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada
siapa, mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaaksi yang akan diikuti.
Lebih jauh Robbins mengatakan bahwa struktur organisasi mempunyai tiga
komponen, yaitu: kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. Kompleksitas berarti
dalam struktur orgaisasi mempertimbangkan tingkat differensiasi yang ada dalam
organisasi termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau pembagian kerja, jumlah
tingkatan dalam organisasi serta tingkat sejauh mana unit-unit organisasi tersebar
secara geografis. Formalisasi berarti dalam struktur organisasi memuat tentang tata
cara atau prosedur bagaimana suatu kegiatan itu dilaksanakan (Standard Operating
Prosedures), apa yang boleh dan tidak dapat dilakukan. Sentralisasi berarti dalam
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
struktur organisasi memuat tentang kewenangan pengambilan keputusan, apakah
disentralisasi atau didesentralisasi.
Berdasarkan pengertian dan fungsi struktur organisasi tersebut menunjukkan
bahwa struktur organisasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu
organisasi, sehingga dengan demikian struktur organisasi juga sangat berpengaruh
terhadap kualitas pelayanan.
Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas, apabila komponen-komponen
struktur organisasi yang mendukung disusun dengan baik antara pembagian kerja
atau spesialisasi disusun sesuai dengan kebutuhan, dapat saling menunjang, jelas
wewenang tugas dan tanggung jawabnya, tidak tumpang tindih, sebaran dan tingkatan
dalam organisasi memungkinkan dilakukannya pengawasan yang efektif, struktur
organisasi desentralisasi memungkinkan untuk diadakannya penyesesuaian atau
fleksibel, letak pengambilan keputusan disusun dengan mempertimbangkan untuk
rugi dari sistem sentralisasi dan desentralisasi, antara lain sentralisasi yang berlebihan
bisa menimbulkan ketidakluwesan dan mengurangi semangat pelaksana dalam
pelaksanaan kegiatan. Sedangkan desentralisasi yang berlebihan bisa menyulitkan
dalam kegiatan pengawasan dan koordinasi.
Untuk struktur organisasi perlu diperhatikan apakah ada petugas pelayanan
yang mapan, apakah ada pengecekkan penerimaan atau penolakkan syarat-syarat
pelayanan, kerja yang terus-menerus berkesinambungan, apakah ada manajemen
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
yang komitmen, struktur yang cocok dengan situasi dan kondisi dan apakah ada
sumberdaya yang mapan.
Dalam pengendalian pelayanan perlu prosedur yang runtut yaitu antara lain
penentuan ukuran, identifikasi, pemeliharaan catatan untuk inspeksi dan peralatan uji,
penilaian, penjaminan dan perlindungan (Gaspersz, 1994).
Oleh karena itu struktur organisasi yang demikian akan berpengaruh positif
terhadap pencapaian kualitas pelayanan. Akan tetapi, apabila struktur organisasi tidak
disusun dengan baik maka akan dapat menghambat kualitas pelayanan publik yang
baik.
2.2.4. Pengembangan Kultur Pelayanan
Hal lain yang juga sangat krusial dalam peningkatan kualitas pelayanan
perizinan adalah berkembangnya kultur pelayanan dalam diri birokrat atau aparatur
pelayanan. Seberapapun hebatnya sumber daya manusia jika tidak didukung oleh
kultur pelayanan maka kehebatan itu justru akan dipakai untuk membodohi
masyarakat pengguna jasa yang berkepentingan terhadap salah satu organisasi.
Kultur pelayanan berawal dari budaya organisasi yang diterapkan dalam
sebuah organisasi. Menurut Sethia dan Glinow (dalam Collins dan Mc Laughlin,
1996) membedakan ada empat macam budaya organisasi, yaitu :
a. Apathetic Culture
Dalam tipe ini perhatian anggota organisasi terhadap hubungan antar manusia
maupun perhatian terhadap kinerja pelaksanaan tugas , dua-duanya rendah.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Disini penghargaan diberikan terutama berdasarkan permainan politik dan
pemanipulasian orang-orang lain.
b. Caring Culture
Budaya organisaian tipe ini dicirikan oleh rendahnya perhatian terhadap kinerja
dan tingginya perhatian terhadap perhatian terhadap hubungan antar manusia.
Penghargaan lebih didasarkan atas kepaduan tim dan harmoni, dan bukan
didasarkan atas kinerja pelaksanaan tugas.
c. Exacting Culture
Perhatian orang sangat rendah tetapi perhatian terhadap kinerja sangat tinggi.
Disini secara ekonomis, penghargaan sangat memuaskan tetapi hukuman atas
kegagalan yang dilakukan sangat berat. Dengan demikian tingkat keamanan
pekerjaan sangat rendah.
d. Intergrative Culture
Dalam tipe ini perhatian terhadap orang maupun kinerja keduanya sangat tinggi.
Beberapa hasil penelitian pada organisasi-organisasi publik di Indonesia
dianalisis dengan menggunakan empat tipe budaya organisasi di atas, maka
disimpulkan bahwa sebagian besar organisasi publik memiliki budaya organisasi
bertipe Caring. Organisasi-orgnisasi publik di Indonesia biasanya memiliki
perhatian yang sangat rendah terhadap pelaksanaan tugas, tetapi memiliki
perhatian yang sangat tinggi terhadap hubungan antar manusia. Ratminto dan
Winarsih (2005) menyebutkan bahwa ciri-ciri birokrat sebagai berikut :
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
a. lebih mementingkan kepentingan pimpinan daripada kepentingan klien atau
pengguna jasa;
b. lebih merasa sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat;
c. meminimalkan resiko dengan cara menghindari inisiatif;
d. menghindari tanggungjawab;
e. menolak tantangan;
f. tidak suka berkreasi dan berinovasi dalam melaksanakan tugasnya;
Budaya Caring ini tidak cocok dengan pemberian pelayanan yang berkualitas
kepada masyarakat. Dengan demikian harus diadopsi budaya organisasi baru yang
lebih sesuai dan kondusif dengan manajemen pelayanan publik. Budaya organisasi
seperti ini disebut kultur kinerja (Ivancevich, et.al, 1997), yang mendefinisikan
budaya kinerja sebagai suatu situasi kerja yang memungkinkan semua karyawan
dapat melaksanakan semua pekerjaan dengan cara terbaik. Budaya kinerja seperti ini
akan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan kualitas pelayanan
apabila organisasi memiliki budaya organisasi yang bertipe Integrative dan birokrat-
birokrat yang ada dalam organisasi itu telah mengadopsi 10 semangat kewirausahaan
sebagaimana disampaikan oleh Osborne dan Gaebler (1993).
Adapun kesepuluh semangat kewirausahaan yang dikembangkan Osborne dan
Gaebler (1993) adalah sebagai berikut :
a. mengarahkan ketimbang mengayuh;
b. memberi wewenang kepada masyarakat;
c. menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan;
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
d. menciptakan organisasi yang digerakkan oleh misi ketimbang peraturan;
e. lebih berorientasi kepada hasil, bukan input;
f. berorientasi kepada pelanggan, bukan birokrasi;
g. berorientasi wirausaha;
h. bersifat antisipatif;
i. menciptakan desentralisasi;
j. berorientasi kepada pasar.
Organisasi yang memiliki tiga ciri tersebut di atas (budaya kinerja, budaya
organisasi integrative, dan mengadopsi 10 semangat kewirausahaan) disebut
organisasi yang mempunyai budaya pelayanan. Dengan kata lain budaya pelayanan
dalam organisasi terbentuk bila :
1. organisasi memiliki budaya kinerja
2. organisasi memiliki budaya organisasi bertipe integrative
3. orang-orang dalam organisasi memiliki 10 semangat kewirausahaan.
2.2.5. Pembangunan Sistem Pelayanan yang Mengutamakan Kepentingan
Masyarakat

Faktor terakhir yang juga sangat penting dalam manajemen pelayanan
perizinan adalah beroperasinya sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan
masyarakat. Pelayanan dapat menjadi sangat tidak berkualitas apabila sistem yang
diterapkan memang tidak memihak kepada kepentingan pengguna jasa.
Secara definisi sistem adalah suatu jaringan yang berhubungan satu sama lain
menurut skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama
dalam suatu usaha atau urusan (Prajudi, 1992), bisa juga diartikan sebagai suatu
kebulatan dari keseluruhan yang kompleks teroganisisr, berupa suatu himpunan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan dari
keseluruhan yang utuh (Pamudji, 1981).
Untuk sistem pelayanan perlu diperhatikan apakah ada pedoman pelayanan,
syarat pelayanan yang jelas, batas waktu, biaya atau tarif, prosedur, buku panduan,
media informasi terpadu saling menghargai dari masing-masing unit terkait atau unit
terkait dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan itu sendiri.
Dengan demikian sistem pelayanan adalah kesatuan yang utuh dari suatu
rangkaian pelayanan yang saling terkait, bagian atau anak cabang dari suatu sistem
pelayanan terganggu maka akan menganggu pula keseluruhan pelayanan itu sendiri.
Dalam hal ini apabila salah satu unsur pelayanan sepertinggi mahalnya biaya,
kualitasnya rendah atau lamanya waktu pengurusan maka akan merusak citra
pelayanan di suatu tempat.
Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini maka indikator-indikator
sistem pelayanan yang menetukan kualitas pelayanan perizinan adalah :
1. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan berkait dengan lokasi tempat
pelayanan;
2. Kejelasan informasi tentang pelayanan yang diberikan;
3. Perlindungan terhadap dampak hasil pelayanan.


Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian
J enis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang berusaha untuk memahami masalah
berdasarkan fakta tentang kenyataan yang berada di lokasi penelitian. Kemudian
dilakukan penelaahan agar dapat diperoleh gambaran yang jelas serta sistematis
dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa
adanya. (Irawan, 2003). Dalam penelitian yang bersifat deskriptif, data yang
dikumpulkan adalah berupa catatan kata-kata, gambar, tulisan atau pun perilaku
yang semuanya dapat dilihat dan dirasakan secara langsung ketika dilakukan
penelitian. Namun demikian, secara kualitatif penelitian ini tidak mengukur atau
membandingkan antara variabel yang satu dengan yang lainnya.
Pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian yang non
hipotesis sehingga dalam rangka penelitiannya bahkan tidak perlu merumuskan
hipotesisnya (Arikunto, 1996). Metode penelitian deskriptif adalah metode yang
digunakan untuk mendapatkan gambaran keseluruhan obyek penelitian secara akurat.
Pelaksanaan metode penelitian deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada
pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
arti data tersebut, selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci
terhadap apa yang diteliti ( Moleong, 2000).
Data penelitian yang bersifat deskriptif dalam penulisan ini antara lain
meliputi data:
a. Catatan tentang profit organisasi dan dokumen organisasi.
b. Hasil wawancara dan hal-hal lain yang sering diungkapkan.
c. Dokumen resmi lainnya baik yang internal maupun eksternal seperti
peraturan-peraturan pemerintah, keputusan-keputusan pemerintah, laporan
pemerintah, majalah, bulletin, ataupun berita yang disiarkan oleh media
massa.

3.2. Definisi Konsep
Untuk memudahkan serta dapat memberikan arah yang lebih jelas dalam
pencapaian tujuan penelitian, maka perlu dilakukan pendefinisian secara konseptual
terhadap variabel-variabel dalam penelitian ini. Adapun definisi konseptual tersebut
adalah:
1. Kualitas pelayanan perizinan terpadu satu pintu adalah penyelenggaraan
pelayanan perizinan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dapat memuaskan masyarakat yang
menerima pelayanan meliputi berbagai jenis pelayanan, memiliki keterkaitan
proses dan dilayani pada satu pintu.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
2. Kualitas adalah usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan dalam setiap
pelayanan yang diberikan.
3. Pelayanan adalah pemenuhan keperluan orang atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata
cara yang telah ditetapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan perizinan dapat
dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Tabel 1. Kualitas Pelayanan Perizinan dan Faktor-Faktor Manajerial yang
Mempengaruhinya
No Teori Indikator
1. Kualitas Pelayanan Perizinan 1. Bukti langsung ( tangibles )
2. Keandalan ( reliability )
3. Daya tanggap (responsivenes)
4. J aminan ( assurance )
5. Empati

2. Faktor-faktor Manajerial
yang Mempengaruhi
Kualitas Pelayanan
Perizinan

1. Penguatan posisi
tawar pengguna jasa
pelayanan
2. Maksimalisasi
mekanisme voice
3. Pembentukan birokrat
yang berorientasi
pelayanan
4. Pengembangan kultur
pelayanan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
5. Pembangunan sistem
pelayanan yang
mengutamakan kepentingan
masyarakat

3.3. Populasi dan Sampel
Menurut Arikunto (1999), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Dengan demikian, maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparatur Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe berjumlah 21
orang dan masyarakat yang melakukan pengurusan izin dengan Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe berjumlah 40 orang.
Sedangkan Sampel merupakan bagian atau wakil dari populasi yang akan
diteliti (Arikunto, 1999). Sampel untuk masyarakat dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik Accidental Sampling. Menurut Soehartono (2000), Accidental
Sampling yaitu seperti yang ditunjuk oleh namanya, orang yang diambil sebagai
anggota sampel adalah mereka yang kebetulan ditemui atau mereka yang mudah
diterima atau dijangkau. Dengan demikian yang menjadi sampel dalam penelitian
ini masyarakat yang tinggal dalam wilayah Kota Lhokseumawe yang mempunyai
kepentingan untuk memperoleh pelayanan sebanyak 20 orang sebagai responden
bagi kuisoner penelitian dan juga untuk diwawancarai. Sampel dari aparatur Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe berjumlah
10 orang sebagai responden yang di wawancarai.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Kuesioner yaitu, usaha mengumpulkan data dan informasi dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan tertulis dan bersifat tertutup (berstruktur),
yakni setiap pertanyaan yang dibuat telah disediakan jawabannya oleh peneliti
dengan maksud agar perolehan jawaban sesuai dan tidak menyimpang dari
operasionalisasi konsep-konsep penelitian yang digunakan.
2. Pengamatan secara intensif (observation);
3. Wawancara yang dilakukan secara mendalam (in depth interview);
4. Teknik dokumentasi;
5. Telaah kepustakaan;
Dalam melakukan pengamatan secara intensif (observation), penulis berada di
lokasi penelitian di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe dan mengamati secara teliti dan seksama keadaan yang sesungguhnya
di lapangan serta mengamati gejala-gejala yang ada dan timbul untuk dijadikan bahan
penelitian.
Dalam melakukan Wawacara mendalam (in depth interview), penulis
melakukan interview langsung baik kepada aparat yang bertanggung jawab
melaksanakan pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe, masyarakat pengguna jasa untuk mendapatkan
informasi yang lebih jelas dan mendalam tentang berbagai hal yang diperlukan, yang
berhubungan dengan masalah penelitian.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Teknik dokumentasi, pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan
kualitas pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe seperti laporan tahunan dan bulanan tentang
pelaksanaan pelayanan dan laporan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
Telaah Kepustakaan dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh
dengan konsep dan teori yang berkaitan secara langsung.
Kelima teknik tersebut di atas digunakan di lapangan untuk memperoleh data-
data yang dibutuhkan, yakni untuk memperoleh data primer, di samping dilakukan
pengamatan secara langsung di lapangan, juga digunakan teknik interview terhadap
responden yang telah ditentukan, dengan cara mengajukan pertanyaan yang
berpedoman pada daftar pertanyaan (interview guide) yang telah disusun. Dalam
melakukan interview, pertanyaan tidak hanya terpaku pada pedoman wawancara,
tetapi dapat berkembang sesuai kenyataan yang ada di lapangan. Selanjutnya untuk
membuktikan benar tidaknya jawaban atau pernyataan responden, perlu didukung
dengan data-data sekunder yang didapat dari studi dokumentasi.
3.5. Lokasi Penelitian
Penelitian tentang kualitas pelayanan perizinan ini lebih difokuskan pada
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe.
Adapun pemilihan lokasi penelitian di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe tersebut dikarenakan perubahan kelembagaan
pelayanan perizinan yang terpisah menjadi terintegrasi (satu pintu) dan tergolong
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
baru menuntut penulusuran lebih jauh tentang apakah pelayanan perizinan satu pintu
pintu telah sesuai dengan harapan masyarakat.

3.6. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui bagaimana Kualitas Pelayanan
Perizinan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe. Teknik analisa data secara deskriptif kualitatif dengan tabulasi silang.
Menurut pendapat Surakhmad (1994) yang masing-masing item pada kuesioner
diukur menurut interval nilai (score).
1. J awaban A (terbaik) diberi nilai 3;
2. jawaban B (cukup baik) diberi nilai 2;
3. jawaban C (terburuk) diberi nilai 1.
Rumus untuk mengukurnya adalah sebagai berikut :
K = B/N x 100 %

Keterangan :
K =Skor rata-rata
B =J umlah nilai yang diperoleh
N =J umlah nilai maksimum
Untuk menghitung persentase jawaban digunakan rumus :
Persentase (%) =f/n x 100%
Keterangan :
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
f =frekuensi jawaban
n =jumlah responden
Sedangkan untuk menetukan kriteria/kategori hasil penghitungan berpedoman
kepada pendapat Arikunto (1999) sebagai berikut :
1. Kriteria/Kategori Baik, jika hasil pengukurannya =76 % s/d 100 %
2. Kriteria/Kategori Cukup, jika hasil pengukurannya =56 % s/d 75 %
3. Kriteria/Kategori Kurang, jika hasil pengukurannya =40 % s/d 55 %
4. Kriteria/Kategori Tidak Baik, jika hasil pengkurannya =kurang dari 40 %
Dalam pelaksanaan penelitian, analisis data dapat dilakukan bersamaan
dengan proses pengamatan. J adi selama proses penelitian berlangsung data yang
diperoleh dapat langsung di analisis dan di tabulasi silang.
Sesuai dengan metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini, maka untuk menganalisis data yang telah
dikumpulkan dari lapangan, metode analisis yang digunakan adalah analisis
deskriptif. Melalui metode ini, akan digambarkan seluruh data atau fakta yang
diperoleh dengan mengembangkan kategori-kategori yang relevan dengan tujuan
penelitian dan penafsiran terhadap hasil analisis deskriptif dengan berpedoman pada
teori-teori yang sesuai.

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota
Lhokseumawe

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe adalah salah satu unit kerja di lingkungan Pemerintah Kota
Lhokseumawe yang dibentuk berdasarkan Peraturan Walikota Lhokseumawe
Nomor 01 tahun 2007 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi Tata Kerja
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe.
4.1.1. Visi dan Misi
Visi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe
adalah terwujudnya pelayanan prima. Untuk mewujudkan visi tersebut diatas
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe telah
menetapkan misi yaitu terciptanya pelayanan perizinan dan non perizinan yang
prima melalui aparatur yang profesional, jujur, transparan dan sistem kinerja yang
baik.
4.1.2. Pencapaian Tujuan dan Sasaran
Implementasi misi tersebut di atas diarahkan pada pencapaian tujuan
sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada Tahun 2008 sebagai berikut :
1. Mewujudkan pelayanan yang prima melalui peningkatan kualitas SDM
aparatur dan sistem kinerja yang baik.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
2. Menciptakan kepuasan masyarakat sehingga masyarakat akan ikut aktif
berperan serta dalam pelaksanaan pembangunan daerah.
Upaya merealisasikan visi dan misi , pada Tahun 2008 ditetapkan beberapa
sasaran yang merupakan penjabaran secara terukur dari tujuan yang akan
diwujudkan. Penjabaran dimaksud untuk dapat memberikan gambaran tentang
sesuatu yang akan dicapai/dihasilkan secara nyata dalam kurun waktu maksimal 1
(satu) tahun, yaitu :
1. Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perizinan
2. Meningkatkan kinerja layanan perizinan
3. Meningkatkan layanan Sumber daya manusia (SDM) layanan perizinan.

4.1.3 Struktur Organisasi dan Kepegawaian

Sebagai perangkat daerah dan unsur pelaksana tugas di bidang Pelayanan
Perizinan, instansi ini dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Kantor ini terbentuk berdasarkan Peraturan Walikota Lhokseumawe Nomor
01 tahun 2007 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi Tata Kerja Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe, Struktur Organisasi
Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu sebagai berikut:
1. Kepala Kantor
2. Kasubag Tata Usaha
3. Seksi Perencanaan, Pengembangan, Evaluasi dan Pelaporan
4. Seksi Pelayanan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
5. Seksi Informasi dan Pengaduan
Bagan struktur organisasi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada gambar berikut :
Stuktur Organisasi
KEPALA
SEKSI PERENCANAAN,
PENGEMBANGAN,
EVALUASI DAN
PELAPORAN
SEKSI PELAYANAN
SEKSI INFORMASI DAN
PENGADUAN
SUBBAG. TATA USAHA
KEPALA
SEKSI PERENCANAAN,
PENGEMBANGAN,
EVALUASI DAN
PELAPORAN
SEKSI PELAYANAN
SEKSI INFORMASI DAN
PENGADUAN
SUBBAG. TATA USAHA
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYANAN PERIZINAN STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYANAN PERIZINAN
TERPADU SATU PINTU (KPPTSP) KOTA LHOKSEUMAWE TERPADU SATU PINTU (KPPTSP) KOTA LHOKSEUMAWE
Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008

Gambar 1. Stuktur Organisasi
Sedangkan alur pelayanan perizinan dan mekanisme pelayanan yang
dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota
Lhokseumawe dapat kita lihat pada gambar berikut ini :










Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Alur Pelayanan Perizinan

PEMOHON
MENGAJ UKAN
PERMOHONAN




1 2
3
KOMPUTERISASI PENELITIAN
VALIDASI
PENERIMA
BERKAS





4
TIM TEKNIS/
PEMERIKSAAN
LAPANGAN



5
RAPAT TIM
TEKNIS/
PERTIMBANGAN
KELAYAKAN
IZIN


11


6
10


9



8


7
2. DIBERI WAKTU MELENGKAPI
SYARAT
3. PERHITUNGAN
PEMBAYARAN
RETRIBUSI LANGSUNG PADA
BANK YANG DITUNJ UK OLEH
KEPALA DAERAH
CETAK DOKUMEN
1. KEMBALIKAN BERKASNYA
OUTPUT
1. DITOLAK
2. DITUNDA
3. DITERIMA
PENYERAHAN
IZIN/DOKUMEN
AGENDA/
ADMINISTRASI
PROSES PENANDA
TANGANAN



Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008
Gambar 2. Bagan alur Pelayanan Perizinan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Mekanisme Pelayanan Perizinan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu Kota Lhokseumawe




PERMOHONAN




BANK















Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008

Gambar 3. Mekanisme Pelayanan Perizinan pada Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe


Alur Proses
Ditolak / Ditangguhkan
Pemberitahuan Pengambilan Izin
Pembayaran Retribusi
LOKET PELAYANAN PENGAMBILAN IZIN
(PENGISIAN IKM)

PEMERIKSAAN BERKAS
PENELITIAN LAPANGAN PROSES SK IZIN
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Secara umum mekanisme dalam setiap pelayanan perizinan pada Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe dapat di jelaskan
sebagai berikut :
1. Pemohon menyampaikan berkas administrasi permohonan.
2. Petugas melihat dan meneliti kelengkapan keabsahan berkas, yang memenuhi
syarat akan diproses sedangkan yang tidak memenuhi syarat akan
dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi.
3. Untuk perizinan yang memerlukan survey dilapangan akan dibentuk tim
teknis guna untuk menentukan kelayakan izin.
4. Tim teknis membuat berita acara dan rekomendasi persetujuan bagi
pemohon.
5. Pemohon yang memenuhi semua persyaratan akan dihitung pajak
retribusinya, dan retribusi tersebut akan menjadi Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
6. Masa penerbitan izin.

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu Kota Lhokseumawe didukung oleh 21 Orang PNS. Berikut tabel data
kepegawaian pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota
Lhokseumawe berdasarkan pangkat/golongan dan jenis kelamin.




Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Tabel 2. Jumlah Pegawai Menurut Pangkat/Golongan dan Jenis Kelamin
Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008
N
o
Pangkat/Golongan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. IV/ a 1 - 1
2. III/ d 2 1 3
3. III/ c 1 - 1
4. III/ b - 1 1
5. III/ a 2 3 5
6. II/ d - 1 1
7.
8.
9.
II/c
II b
II a
3
-
1
2
1
2
5
1
2
Total 9 11 21
J umlah pegawai dalam tabel tersebut di atas termasuk pemangku jabatan
Struktural Eselon Eselon III dan eselon IV. Mengenai tingkat pendidikan aparatur
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe memiliki latar
belakang pendidikan yang berbeda-beda mulai dari tingkat SLTA/sederajat sampai
dengan Strata 1, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3. Jumlah Pegawai Menurut Jenjang Jabatan Sruktural
No Jabatan Jumlah (orang)
1. Eselon III.a 1
2. Eselon III.b 1
3. Eselon IV.a 3
Total 4
Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Tabel 4. Jumlah Pegawai Menurut Jenjang Pendidikan
Pendidikan
No Jabatan
SLTA D-3 S-1 S-2 Jlh
1.
2.
3.

4.
5.
6.
Kepala Kantor
Kasubbag TU
Seksi Perencanaan, Pengembangan,
Evaluasi dan Pelaporan
Seksi Pelayanan
Seksi Informasi dan Pengaduan
Pegawai Staf
-
-
-
-
-
-
5
-
-
-
-
-
-
4
1
1
1
1
1
1
6
-
-
-
-
-
-

1
1
1
1
1
1
15
5 4 12 - 21
Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, Mei 2008
Berdasarkan tabel tersebut diatas bahwa Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe dalam menjalankan tugas dan fungsi
sebagai penyelenggara pelayanan publik memiliki 21 orang personil yang
merupakan PNS. Pegawai berpendidikan SMA sebanyak 5 orang (24%),
sedangkan yang berpendidikan D.III berjumlah 4 orang (19%), yang berpendidikan
S.1 berjumlah 12 orang atau 57 %.
4.1.4. Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Tatalaksana pelayanan publik bidang perizinan yang dilaksanakan di
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
meliputi:
1. Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
2. Izin Gangguan (HO)
3. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
4. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
5. Tanda Daftar Gudang (TDG)
6. Tanda Daftar Industri (TDI)
7. Izin Perluasan Usaha Industri (IPUI)
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
8. Izin Usaha Industri (IUI)
9. Izin Usaha J asa Konstruksi (IUJ K)
10. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
11. Izin Penyelenggaraan Reklame
12. Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian C
13. Izin Penyelenggaraan Wisata
14. Izin Apotek
15. Izin Toko Obat
16. Izin Bidan/Perawat
17. Izin Praktek Fisioterapi
18. Pendaftaran Pengobatan Tradisional/ Alternatif
19. Pendaftaran Pabrik Obat Tradisional
20. Izin Pusat Kebugaran
21. Rekomendasi Rumah Sakit Swasta
22. Izin Penyelenggaraan Rumah Bersalin
23. Izin Praktek Tukang Gigi
24. Izin Optik
25. Izin Penangkapan Ikan
26. Izin Pembudidayaan Ikan
27. Izin Penyimpanan/Penampungan/Pengolahan/Pengawetan Ikan
28. Izin Pengangkutan dan Pemasaran Ikan
29. Izin Penggunaan Kapal Perikanan
30. Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum
31. Izin Usaha Salon Kecantikan
32. Izin Usaha Hotel
33. Izin Rumah Potong Hewan.
Sumber : KPPTSP Kota Lhokseumawe, Mei 2008

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
4.2. Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
Dari uraian teori-teori pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa dalam
penelitian ini indikator-indikator yang digunakan untuk mengetahui bagaimana
kualitas pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Kota Lhokseumawe berpedoman
pada pendapat menurut Zeithaml, et.al (1990) yaitu:
1. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fasilitas fisik seperti
gedung, peralatan atau perlengkapan, pegawai dan fasilitas- fasilitas lainnya
yang menunjang pelayanan.
2. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan
pelayanan yang dijanjikan secara akurat;
3. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk untuk menolong
customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas;
4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan
kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers.
5. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh
providers kepada customers;

4.2.1. Tangibles (Ketampakan Fisik)
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe saat ini belum memiliki kantor yang representatif, untuk sementara
aktifitas kantor dilaksanakan dengan menyewa dua unit pintu Ruko yang dijadikan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
kantor. Berdasarkan hasil pengamatan, sarana dan prasarana untuk pelayanan
belum memadai seperti ruang tunggu yang kurang nyaman dan tempat parkir
kendaraan yang terlalu sempit dan tidak aman.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan tanggapan responden yaitu
masyarakat mengenai ketampakan fisik Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5. Tanggapan Responden terhadap Ketampakan Fisik (tangibles) pada
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe
J awaban J umlah Responden Persentase (%)
Sangat baik
Cukup baik
Kurang baik
-
6
14
0
30
70
J umlah 20 100
Tingkat pencapaian 26 : 60 x 100% =43,3% (Kriteria kurang baik)
Sumber: Hasil Analisis
Tabel tersebut menunjukkan tanggapan para responden penelitian bahwa
ketampakan fisik (tangibles) Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe dengan kriteria kurang baik. Hal ini ditunjukkan
dengan jawaban para responden yang umumnya menjawab kurang baik mencapai
70%, yang menjawab cukup baik 30% dan tidak ada yang menjawab sangat baik.
Dari hasil pengolahan kuesioner diperoleh tingkat pencapaian sebesar 43,3% yang
termasuk dalam kriteria kurang baik. Hal tersebut terbukti karena kantor ini hanya
menempati sebuah ruko karena belum tersedianya gedung kantor secara permanen.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Berbicara mengenai kemampuan unit pelayanan dalam memberikan
pelayanan dengan cepat dan baik waktu pelayanan, sudah waktunya apabila setiap
permohonan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe diproses melalui komputerisasi. Dengan memanfaatkan komputer
selain dapat menghemat waktu juga dapat on-line antar instansi terkait. Hal ini
terungkap dari hasil wawancara sebagai berikut :
Memang, disini kita sudah waktunya memberi pelayanan dengan sistem
komputerisasi. Hal ini tentu akan semakin mempercepat waktu pelayanan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, mungkin sarana dan
prasrana ini yang harus disiapkan (hasil wawancara dengan responden,
2008).

Hal ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan pelayanan perizinan di
Kota Lhokseumawe belum mengadopsi sistem komputerisasi sebagai penunjang
kelancaran pelaksanaan pelayanan publik. Dari kondisi ini dapat dinilai bahwa
keberadaan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe dalam pemanfaatan teknologi masih rendah.
Proses pelayanan publik dapat dimanipulasi karena tidak adanya sistem
komputerisasi. Berbagai berkas-berkas urusan tidak akan terkontrol dengan baik,
bahkan hilang sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Di
sini masyarakat menjadi bagian yang paling dirugikan karena sistem yang tidak
sistematis. Oleh sebab itu, kebutuhan akan komputerisasi menjadi mutlak adanya
bagi setiap birokrasi pelayanan publik untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat pengguna jasa agar lebih efektif dan efisien.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Dalam kasus pelayanan perzinan di Kota Lhokseumawe ini, sistem
komputerisasi online belum dilaksanakan. Hal ini menyebabkan proses pelayanan
bisa dimanipulasi dengan mudah. Kurangnya penggunaan teknologi berdampak
pada tidak adanya sistem kontrol manajemen yang tepat.
4.2.2. Reliability (reabilitas)
Indikator berikutnya yang menentukan kualitas pelayanan publik adalah
reabilitas yaitu kemampuan untuk memberi pelayanan yang dijanjikan menyangkut
kejelasan dan kepastian yaitu kemudahan dalam pengajuan permohonan dan
kelengkapan administrasi yang menyangkut prosedur atau tata cara, tidak berbelit-
belit, mudah dipahami dan dilaksanakan. Kelengkapan administrasi akan
mempermudah dalam proses penyelesaian setiap urusan pelayanan dan diperoleh
data yang benar.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan tanggapan responden yaitu
masyarakat mengenai kejelasan dan kepastian pelayanan yang diberikan oleh
aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe, dapat dilihat pada tabel berikut ini :





Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Tabel 6. Tanggapan responden terhadap Rehabilitas pada Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
J awaban J umlah Responden Persentase (%)
Sangat jelas dan pasti
Cukup jelas dan pasti
Kurang jelas dan kurang pasti
15
5
-
75
25
0
J umlah 20 100
Tingkat pencapaian 55 : 60 x 100% =92% (Kriteria baik)
Sumber: Hasil Analisis

Tabel tersebut menunjukkan tanggapan para responden penelitian bahwa
pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sangat jelas dan pasti, artinya tata cara
pelayanan, persyaratan pelayanan baik persyaratan teknis maupun administratif
serta rincian tarif pelayanan, tata cara pembayaran dan waktu penyelesaian suatu
layanan sangat jelas dan pasti.
Dari hasil pengolahan kuesioner menunjukkan jawaban para responden
umumnya menjawab sangat jelas dan pasti mencapai 75%, yang menjawab cukup
jelas dan pasti 25% dan tidak ada yang menjawab kurang jelas dan kurang pasti
dan diperoleh tingkat pencapaian sebesar 92% yang termasuk dalam kriteria baik
sehingga dapat dikatakan bahwa oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe telah menerapkan prosedur pelayanan
yang sangat jelas.

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Setiap permohonan harus dilengkapi dengan persyaratan yang lengkap dan
harus diisi dengan benar. Kami tidak segan-segan untuk menolak
permohonan apabila persyaratan yang diajukan masih kurang lengkap (hasil
wawancara dengan responden, 2008).

Dari hasil wawancara tersebut Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe secara tegas mensyaratkan kelengkapan
administrasi dalam pengajuan permohonan, tetapi hal ini justru sering menyulitkan
masyarakat yang masih kurang paham akan kelengkapan administrasi dalam
pengajuan permohonan.
...dengan kelengkapan administrasi sebenarnya akan sangat membantu
dalam mempermudah pengajuan permohonan. Tidak usah bingung, toh...di
formulir permohonan sudah tertera kelengkapan administrasi yang harus
dilengkapi (hasil wawancara dengan responden, 2008).

Uraian tadi semakin menjelaskan bahwa dalam pengajuan permohonan dan
kelengkapan administrasi di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe mensyaratkan adanya kelengkapan administrasi,
hal ini didukung dengan adanya petunjuk yang jelas dalam setiap formulir
pengajuan permohonan.
Dalam hal kemudahan pemberian pelayanan publik, seringkali di salah
artikan. Dikarenakan persepsi antara masyarakat pengguna jasa dan aparat
birokrasi mengenai jenis dan kualitas pelayanan publik seringkali belum mencapai
titik temu. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang efisien, transparan, pasti
dan adil belum sepenuhnya dipahami oleh aparat birokrasi. Dalam banyak hal
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
diskriminasi dalam pelayanan publik sering dialami oleh kelompok marginal dalam
masyarakat,seperti kelompok miskin dan minoritas, padahal prinsip pelayanan
publik itu ialah tidak memihak individu atau kelompok manapun. Pelayanan publik
harus bersifat terbuka dan dikelola menurut sudut pandang masyarakat pengguna
jasa sehingga menyiratkan hubungan yang dekat antara masyarakat pengguna jasa
dan petugas pelayanan.
Pelaksanaan pelayanan publik yang sangat diharapkan oleh masyarakat
sebagai konsumen yaitu penggunaan waktu penyelesaian yang cepat. Dengan
semakin cepat pelayanan yang diberikan, maka tingkat kepuasan masyarakat
sebagai konsumen akan tinggi.
Hasil jawaban kuesioner terhadap responden masyarakat mengenai
ketepatan waku pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 7. Tanggapan Responden terhadap Ketetapan Waktu Pelayanan pada
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe
J awaban J umlah Responden Persentase (%)
Sangat tepat waktu
Cukup tepat waktu
Kurang tepat waktu
5
12
3
25
60
15
J umlah 20 100
Tingkat pencapaian 42 : 60 x 100% =70% (Kriteria cukup)
Sumber: Hasil Analisis

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Berdasarkan tabel tersebut diatas mayoritas responden (60%) menjawab
sangat tepat waktu, lima orang responden (25%) menjawab cukup tepat waktu dan
selebihnya tiga orang responden (15%) menjawab kurang tepat waktu. Hasil
pengolahan kuesioner diperoleh tingkat pencapaian sebesar 70% yang termasuk
kriteria cukup. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketepatan waktu dalam
memberikan pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah cukup tepat waktu.
Penyelesaian pelayanan yang terlalu lama akan membuat masyarakat
menjadi tidak percaya terhadap birokrasi pemerintah dan akan timbul kesan negatif
sengaja dikerjakan terlambat, apabila diberikan imbalan maka akan dikerjakan
secepatnya. Oleh karena itu perlu adanya penetapan standar waktu pelayanan yang
dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan suatu pelayanan.
Dalam kaitannya dengan indikator ketepatan waktu, yang dilakukan oleh
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
menciptakan pelayanan yang berkualitas adalah melalui percepatan waktu tunggu
pada setiap jenis pelayanan.
Namun demikian, pada kenyataannya masih ditemukan tidak konsistennya
antara waktu tunggu dengan waktu penyelesaiannya yang dilaksanakan di Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, berikut
ini akan disajikan fenomenanya :
...selama 3 (tiga) hari berturut-turut ini saya bolak-balik kesini mau ambil
Surat IMB, kok ternyata belum jadi-jadi. Padahal sudah lebih dari 2 (dua)
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
minggu sejak mengurusnya masih belum selesai juga. Malah, dijanjikan oleh
petugasnya...besok...besok, nyatanya...mana? (hasil wawancara dengan
responden, 2008).

Selain itu terlihat masih ada keluhan dari sebagian masyarakat sebagai
konsumen dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe tentang pelayanan publik, yaitu :
Mengurus HO saja sampai harus sebulan lamanya, tapi tetap saja tidak
beres-beres. Memangnya kerja petugas disana ngapain saja (hasil
wawancara dengan responden, 2008).

Dari gambaran tersebut diatas terlihat jelas bahwa masih banyak dari
masyarakat yang mengeluhkan tentang ketepatan waktu pelayanan yang berkaitan
dengan waktu tunggu dan proses yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe.
Masyarakat Kota Lhokseumawe yang mayoritas sebagai pedagang dan
pengusaha, akan sangat kecewa apabila segala urusan tidak bisa terselesaikan
secara tepat waktu. Hal ini disadari oleh Kepala Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe:
Kami menyadari kekurangan kami, tetapi kami akan berusaha melayani
masyarakat sebaik-baiknya semampu kami. Untuk itu, kami mohon
pengertian dari masyarakat bahwa dalam setiap urusan pelayanan telah
ditetapkan standard waktu dalam penyelesaiannya (hasil wawancara dengan
responden, 2008).

Waktu penyelesaian setiap urusan berbeda-beda sesuai instansi yang
bertanggungjawab menyelesaikannya. Berikut ini daftar penyelesaian suatu urusan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Tabel 8. Jenis Pelayanan dan Waktu Penyelesaian
Jenis Pelayanan Waktu Penyelesaian
1. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

2. Ijin Tempat Usaha (SITU)

3. Izin Gangguan (HO)

4. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

5. Izin Usaha J asa Konstruksi (IUJ K)

6. Izin Usaha Angkutan

7. Izin Penyelenggaraan Reklame

8. Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian C

9. Izin Penangkapan Ikan

10. Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum
14 hari

35 hari

12 hari

10 hari

10 hari

15 hari

7 hari

30 hari

7 hari

10 hari
Sumber : KPPTSP Kota Lhokseumawe, Mei 2008

Dari hasil wawancara, apabila diperhatikan dengan seksama, masyarakat
Kota Lhokseumawe yang merasa tidak puas dengan ketepatan waktu pelayanan di
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
adalah masyarakat yang mengalami keterlambatan penyelesaian maksimal lebih
dari 1 (satu) minggu dari daftar waktu penyelesaian pelayanan. Hal ini diakui oleh
aparat kantor ini mengingat untuk jenis izin tertentu perlu kebijakan dan koordinasi
dengan berbagai pihak sebelum dikeluarkan izin, agar tidak terjadi pembatalan izin
atau timbul permasalahan nantinya.



Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
4.2.3. Responsiveness (Responsivitas atau Daya Tanggap)
Dalam melaksanakan pelayanan tentunya seringkali berhadapan dengan
permasalahan masyarakat sebagai pelanggan. Tidak menutup kemungkinan akan
terjadinya kesalahan dalam proses pengurusan izin. Kesalahan tersebut tidak hanya
pada masyarakat sendiri maupun aparatur. Sementara itu, akurasi pelayanan yang
berkaitan dengan apakah pelayanan tersebut bebas dari kesalahan, menunjukkan
dalam setiap permohonan pelayanan masih diketemukan kesalahan-kesalahan yang
berkaitan dengan hal-hal teknis, misalnya kesalahan dalam proses mencetak
dokumen. Hal ini patut sebenarnya masih dapat dianggap wajar, tetapi sebagai
konsumen yang ingin mendapat pelayanan yang terbaik seharusnya setiap
kesalahan hendaknya dapat dikurangi bahkan tidak terdapat kesalahan sedikitpun.
Demikian harapan dari sebagian besar masyarakat selaku pengguna jasa, berikut
fenomenanya :
Selaku manusia pasti pernah berbuat kesalahan, tetapi sekarang jaman udah
canggih. Kalau bikin IMB itu nulis namanya jangan salah, kalau gak
alamatnya yang salah (hasil wawancara dengan Responden, 2008).

Dari pihak Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe, menyadari bahwa setiap kesalahan seperti salah cetak, ada yang
salah ketik merupakan murni kesalahan petugas Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, asal kelengkapan formulir
administrasinya telah diisi dengan benar dan pihaknya siap untuk memperbaiki dan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
mengganti setiap kesalahan tersebut dan masyarakat tidak dipungut biaya
tambahan. Seperti yang terungkap sebagai berikut :
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe siap mengganti setiap kesalahan dan memperbaikinya secara
gratis, karena itu merupakan tanggung jawab kami untuk melayani
masyarakat. Masyarakat puas kami senang... (hasil wawancara dengan
Responden, 2008).

Mengenai apakah setiap pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe bebas dari kesalahan? Setiap manusia
pastilah pernah berbuat kesalahan baik itu disengaja maupun tidak. Untuk itu
setiap kesalahan dalam pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe akan diperbaiki dan diganti tanpa dipungut
biaya lagi. Hal ini menunjukkan adanya komitmen dalam tanggung jawab kepada
konsumen.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan tanggapan responden yaitu
masyarakat mengenai kesadaran atau keinginan untuk membantu pelanggan pada
saat memperoleh pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, sesuai pada tabel berikut ini:




Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Tabel 9. Tanggapan Responden terhadap Responsivitas pada Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe
J awaban J umlah Responden Persentase (%)
Sangat baik
Cukup baik
Kurang baik
2
15
3
10
75
15
J umlah 20 100
Tingkat pencapaian 39 : 60 x 100% =65% (Kriteria cukup)
Sumber: Hasil Analisis

Berdasarkan tabel tersebut diatas lima belas orang responden (75%)
menjawab cukup baik , tiga orang responden (15%) menjawab cukup kurang baik,
dua orang responden (10%) menjawab sangat baik. Hasil pengolahan kuesioner
diperoleh tingkat pencapaian sebesar 65% yang termasuk kriteria cukup. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa tingkat responsivitas aparat dalam memberikan
pelayanan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe sudah cukup baik.
4.2.4. Assurance (Kepastian)
Berdasarkan tanggapan responden mengenai assurance (kepastian) meliputi
pengetahuan aparatur dalam memberikan palayanan menambah wawasan
pelangggan melalui informasi pelayanan yang disampaikan oleh aparat Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe secara
pasti, dapat dilihat pada tabel berikut ini:


Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Tabel 10. Tanggapan Responden terhadap Assurance pada Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
J awaban J umlah Responden Persentase (%)
Sangat baik
Cukup baik
Kurang baik
13
6
1
65
30
5
J umlah 20 100
Tingkat pencapaian 52 : 60 x 100% =87% (Kriteria baik)
Sumber: Hasil Analisis
Tabel tersebut menunjukkan tanggapan para responden penelitian bahwa
pengetahuan yang dimiliki oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sangat baik, hal ini dapat dilihat dari
pengamatan selama penelitian dan penyampaian informasi yang ditempelkan pada
papan informasi sehingga masyarakat dapat mengetahui segala informasi yang
berkaitan dengan pelayanan.
Hal tersebut ditunjukkan dengan jawaban para responden yang umumnya
menjawab sangat baik mencapai 65%, yang menjawab cukup baik 30% dan yang
menjawab kurang baik hanya 5%. Dari hasil pengolahan kuesioner diperoleh
tingkat pencapaian sebesar 87% yang termasuk dalam kriteria baik.
Penetapan besarnya biaya pelayanan telah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kota Lhokseumawe, karena pemasukan dari Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sangat membantu dalam
memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Lhokseumawe. Selain itu,
besarnya biaya pelayanan juga dengan melihat kondisi perekonomian dari warga
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
masyarakat Kota Lhokseumawe. Dalam penetapan biaya pelayanan harus
diperhatikan beberapa aspek sebagai berikut :
1. Nilai produk yang dihasilkan melalui suatu proses pelayanan tidak melebihi
kewajiban atau jika dibandingkan dengan produk-produk lainnya tidak
melebihi tarif yang ditentukan dalam peraturan.
2. Memperhatikan kondisi dan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat.
3. Tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah jika terpaksa
harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi
peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya, untuk itu besarnya
biaya pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP)
Kota Lhokseumawe dianggap wajar dan memadai oleh masyarakat. Berikut
disajikan besarnya biaya pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe:







Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Tabel 11. Besarnya Biaya Pelayanan
Jenis Pelayanan Besarnya Biaya
1. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

2. Ijin Tempat Usaha (SITU)


3. Izin Gangguan (HO)


4. Izin Apotek

5. Izin Usaha J asa Konstruksi (IUJ K)

6. Izin Usaha Salon Kecantikan

7. Izin Penyelenggaraan Reklame

8. Izin Toko Obat

9. Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum

Rp 500.000,00

Rp 15.000,00 Rp 200.000,00
(tergantung jenis usaha)

Rp 75.000,00- Rp. 1.500.000,00
(tergantung luas usaha)

Rp. 500.000,00

Rp 400.000,00 Rp 2000.000,00

Rp. 150.000,00-Rp. 300.000,00

Rp 200,00 Rp 55.000,00

Rp 200.000,00

Rp 200.000,00
Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe, 2008

Namun pada kenyataannya, besarnya biaya pelayanan yang berlaku di
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
tidak menutup kemungkinan jika melebihi tarif yang telah ditentukan. Hal ini
disebabkan karena ada sebagian masyarakat yang mengurus lewat calo yang
banyak beredar di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe atau para petugas di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe berusaha untuk mengambil keuntungan dari
masyarakat.
Selain alasan seperti yang disebutkan di atas, alasan penetapan besarnya
biaya pelayanan disesuaikan dengan jenis pelayanan yang secara kualitatif lebih
baik dapat dikenakan biaya yang agak mahal, sementara jasa pelayanan standar
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
dikenakan biaya atau tarif yang standar pula. Pemasukan dari jenis pelayanan yang
relatif mahal, akan dapat dipergunakan untuk membiayai pelayanan yang lebih
murah, melalui mekanisme subsidi silang (cross subsidi). Dengan cara demikian,
diharapkan institusi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP)
Kota Lhokseumawe dapat membiayai sendiri kebutuhan operasionalnya, dengan
tidak mengorbankan fungsi pelayanan yang menjadi tugas utamanya.
4.2.5 Emphaty (Perlakuan)
Berdasarkan tanggapan responden yaitu masyarakat mengenai emphaty
atau perlakuan dalam memberikan pelayanan oleh aparat Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 12. Tanggapan Responden terhadap Perlakuan Pelayanan pada Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe
J awaban J umlah Responden Persentase (%)
Sangat Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
5
12
3
25
60
15
J umlah 20 100
Tingkat pencapaian 42 : 60 x 100% =70% (Kriteria cukup)
Sumber: Hasil Analisis
Tabel tersebut menunjukkan tanggapan para responden penelitian bahwa
perlakuan atau perhatian terhadap pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
cukup baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan jawaban para responden yang
umumnya menjawab sangat baik 25%, yang menjawab cukup baik 60% dan yang
menjawab kurang baik hanya 15%. Dari hasil pengolahan kuesioner diperoleh
tingkat pencapaian sebesar 70% yang termasuk dalam kriteria cukup.
Pada prinsipnya perlakuan atau perhatian aparat dalam memberikan
pelayanan disesuaikan dengan persyaratan pelayanan, dibatasi pada hal-hal yang
berkaitan dengan pencapaian sasaran pelayanan yang tetap memperhatikan
keterpaduan antara persyaratan dengan produk layanan yang dihasilkan dan juga
dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan yang sama dalam hal proses
pelayanan.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan tanggapan responden yaitu
masyarakat mengenai keadilan aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, dapat dilihat pada tabel berikut ini :











Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Tabel 13. Tanggapan Responden terhadap Keadilan Pelayanan pada Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe
J awaban J umlah Responden Persentase (%)
Sangat adil
Cukup adil
Kurang adil
7
9
4
35
45
20
J umlah 20 100
Tingkat pencapaian 43 : 60 x 100% =72% (Kriteria cukup)
Sumber: Hasil Analisis

Berdasarkan tabel tersebut diatas tujuh orang (35%) responden menjawab
sangat adil, sembilan orang responden 45%) menjawab cukup adil dan empat
orang responden (20%) menjawab kurang adil. Hasil pengolahan kuesioner
diperoleh tingkat pencapaian sebesar 72% yang termasuk kriteria cukup.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa didalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah cukup adil. Keadilan diusahakan seluas
mungkin dengan distribusi yang merata dan diberikan secara adil bagi seluruh
lapisan warga masyarakat tanpa pilih kasih.
Salah satu indikator dalam memperoleh kualitas pelayanan dalam
mendukung perlakuan pelayanan maka yang perlu untuk diperhatikan adalah
ketepatan waktu pelayanan yang berkaitan dengan waktu tunggu dan proses.
Semakin cepat dan tepat waktu dalam proses pelayanan, maka akan membuat
pengguna jasa semakin puas.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
4.3. Faktor-faktor Manajerial Penentu Kualitas Pelayanan Perizinan
Sesuai dengan pendapat Ratminto & Winarsih (2005) yang mengemukakan
bahwa faktor-faktor manajerial yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan
perizinan yang antara lain disebabkan oleh :
1. Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan;
2. Maksimalisasi mekanisme voice;
3. Pembentukan birokrat yang berorientasi pada pelayanan kepentingan
masyarakat;
4. Pengembangan kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugas
memberikan pelayanan perizinan;
5. Pembangunan sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat,
khususnya pengguna jasa pelayanan.
4.3.1. Penguatan Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayanan
Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan ini dapat dilakukan antara
lain dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan. Hal semacam ini
dikonsepkan sebagai citizens charter yang dirumuskan pertama kali Ingris.
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu berdasarkan hasil
pengamatan penulis dalam upaya penguatan posisi tawar yaitu adanya kesetaraan
hubungan antara masyarakat pengguna jasa dengan aparat yang bertugas
memberikan jasa pelayanan telah mulai dikembangkan. Hasil wawancara dengan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe
menyatakan bahwa hak protes kepada pelanggan menyangkut berbagai aspek
pelayanan perizinan, perilaku aparat, dan kondisi kantor. Pelanggan juga diberikan
hak untuk tahu tentang tata cara pengajuan permohonan, besaran biaya dan rincian
biaya pelayanan. Untuk memaksimalkan pelayanan, aparatur juga harus
mengetahui hak dan kewajiban sebagai pemberi jasa pelayanan.
Namun demikian masih saja kita dapati kendala-kendala dalam upaya
penguatan posisi tawar pengguna jasa. Hal ini terungkap dengan hasil wawancara
dengan masyarakat, padahal kantor tersebut secara tegas mensyaratkan
kelengkapan administrasi dalam pengajuan permohonan dan telah diinformasikan
sebelumnya, tetapi hal ini justru sering menyulitkan masyarakat yang masih kurang
paham akan kelengkapan administrasi dalam pengajuan permohonan.
Heran saya, mau ngurus IMB saja kok dipersulit. Katanya sih kurang surat
persetujuan lingkungan (hasil wawancara dengan responden, 2008).

...dengan kelengkapan administrasi sebenarnya akan sangat membantu
dalam mempermudah pengajuan permohonan. Tidak usah bingung, toh...di
formulir permohonan sudah tertera kelengkapan administrasi yang harus
dilengkapi (hasil wawancara dengan responden, 2008).

Uraian tadi semakin menjelaskan bahwa dalam pengajuan permohonan dan
kelengkapan administrasi di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota
Lhokseumawe mensyaratkan adanya kelengkapan administrasi, hal ini didukung
dengan adanya petunjuk yang jelas dalam setiap formulir pengajuan permohonan.
Dengan demikian penguatan posisi tawar yang diharapkan menjadi terkendala
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
akibat kesalahpahaman dalam menterjemahkan informasi yang ada. Pihak aparatur
akan terus meningkatkan upaya penguatan posisi tawar pengguna jasa melalui
sosialisasi meliputi prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya penyelesaian,
produk layanan, guna penyelenggaraan pelayanan publik yang memenuhi standar
pelayanan terutama pelayanan perizinan.
4.3.2. Maksimalisasi Mekanisme Voice
Dalam upaya memaksimalkan mekanisme voice yaitu pengguna jasa
pelayanan harus memberi kesempatan untuk mengungkapkan ekspresi
ketidakpuasannya atas pelayanan yang diterimanya. Apabila saluran ini dapat
berfungsi secara efektif, maka posisi tawar pengguna jasa akan menjadi sama
dengan posisi tawar penyelenggara jasa pelayanan sehingga kualitas jasa pelayanan
dapat ditingkatkan.
Hasil penelitian membuktikan bahwa di Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe telah berupaya menerapkan mekanisme
voice dengan menyediakan kotak saran di Kantor tersebut. Berbagai ekspresi
pengguna jasa dituangkan dalam bentuk saran-saran yang membangun. Menurut
salah satu aparat di Kasi Pelayanan menyebutkan bahwa saran-saran tersebut
dijadikan pedoman untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang selama ini
diberikan kepada pengguna jasa. Namun ada kelemahan yang sering terjadi bahwa
tidak semua saran tersebut diakomodir jika memang tidak sesuai dengan
mekanisme pelayanan seperti kultur pelayanan untuk perizinan serta kinerja
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
aparatur. Tidak jarang pula saran tersebut hanya diketahui oleh top manajemen
saja. Secara umum mekanisme voice telah dilaksanakan pada Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe. Akan tetapi pengelolaan saluran
ini belum dilakukan secara maksimal sehingga posisi tawar pengguna jasa
pelayanan tetap lemah.
4.3.3. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan
Dalam melayani kebutuhan dari pengguna jasa maka kemampuan aparat
yang bertugas dalam hal pelayanan menjadi sangat penting. Demikian juga halnya
dengan kemampuan aparat di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe, aparat dalam hal ini petugas di Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe merupakan ujung
tombak dalam bidang pelayanan.
Hal penting yang menjadi faktor penting dari kemampuan aparat di Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe adalah
tingkat pendidikan aparat. Apabila diperinci satu-persatu, maka dapat dilihat dalam
tabel sebagai berikut :
Tabel 14. Tingkat Pendidikan Aparat
Jabatan Tingkat Pendidikan
1. Ka. KPPTSP
2. Kasi Pelayanan
3. Kasi Informasi dan Pelayanan
4. Kasi Perencanaan
5. Kasubbag Tata Usaha
6. Staf
S-1
-
S-1
S-1
S-1
6 orang S-1, 4 orang D-III, dan 6 orang SMA
Sumber: KPPTSP Kota Lhokseumawe,2008

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Dari komposisi tingkat pendidikan aparat seperti pada tabel diatas, terlihat
bahwa kemampuan aparat di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah tergolong baik. Hal ini dibuktikan dengan
tingkat pendidikan yang tinggi (sarjana) dan hanya 6 (enam) orang saja yang
berpendidikan SMA.
Tetapi dari hasil wawancara di dapatkan bahwa kadang-kadang mereka
merasa jenuh dan bosan dalam hal melayani masyarakat. Berikut ini hasil
wawancaranya :
Saya ini sarjana tapi saya kerjaannya cuma begini, cuma jaga loket.
Percuma saja saya sekolah tinggi, keahlian dan kemampuan saya tidak
dimanfaatkan sama sekali (hasil wawancara dengan responden, 2008).

Keluh kesah dari salah satu petugas loket di Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe ini sebenarnya dapat untuk
dipahami. Hal ini patut disayangkan karena kemampuan yang ada tidak dapat
dimanfaat seoptimal mungkin. Tetapi, memang dalam hal ini tidak ada yang dapat
untuk disalahkan. Apabila diteliti lebih dalam lagi bahwa status kepegawaiannya
adalah masih berstatus tenaga honorer. Sehingga sulit bagi petugas tersebut untuk
menuntut lebih banyak lagi, apabila nanti Pemda mengadakan penerimaan pegawai
baru atau ada pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil, ilmu dan kemampuannya
dapat lebih termanfaatkan.
Indikator lain dalam upaya pembentukan birokrat yang berorientasi
pelayanan adalah kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal. Disini yang
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
dimaksud adalah dalam hal penyelesaian urusan pelayanan perizinan. Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe berusaha
untuk menyelesaikan setiap permohonan secara tepat waktu dengan segenap
kemampuan yang ada. Untuk itu diperlukan adanya kemampuan melakukan kerja
sama yang baik antar instansi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Dalam birokrasi yang meliputi serangkaian tindakan yang dilakukan aparat
pelayanan yang merepresentasikan adanya pelayanan yang berdasarkan pada
kemampuan aparat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara efisien
dan tidak terlalu berdasarkan pada juklak dan juknis secara kaku.
Masalah kemampuan melakukan kerja sama di Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe terlihat masih menjadi kendala
dan kerja sama antara atasan dan bawahan kurang tercipta dengan baik. Bawahan
hanya minta petunjuk atasan kalau merasa bingung dalam memutuskan sesuatu.
...sebagai bawahan saya hanya bertugas sebagai pelaksana saja. Jadi tidak
punya wewenang apa-apa. Semua keputusan diserahkan ke atasan. Beliau
kan yang paling tahu aturan yang berlaku. Jadi, kalau kita minta petunjuk
atasan itu, supaya nantinya kalau ada apa-apa tidak disalahkan. Soalnya,
kalau dipecahkan sendiri nanti dikiranya penguasa (hasil wawancara dengan
responden, 2008).
Sebagai pegawai apabila ada pekerjaan yang tidak pas, maka harus minta
petunjuk atasan soalnya sebagai bawahan harus loyal. Loyalitas itu wajar-
wajar saja, supa setiap tindakan yang kita ambil itu benar. Jadi, kebijakan
tetap ada di tangan atasan (hasil wawancara dengan responden, 2008).

Dalam hal kemampuan kerja sama ini, masyarakat pengguna jasa
pelayanan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Lhokseumawe tidak tahu-menahu akan apa dan bagaimana yang terjadi dengan
proses hubungan antara atasan dan bawahan dalam hal kemampuan kerja sama. Di
setiap organisasi menuntut harus selalu mengevaluasi setiap hasil kegiatannya
secara berkala, agar dapat diketahui perkembangan organisasinya tersebut, apakah
organisasi tersebut perlu untuk dilanjutkan atau tidak.
Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe setiap aparat yang terkait dituntut untuk dapat mempunyai
kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dialami organisasi. Setiap
ada perubahan dalam organisasi yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan
dalam hal pelayanan dan keluhan-keluhan dari masyarakat, maka setiap aparat
harus tanggap dengan perubahan tersebut.
Seperti halnya dalam penyusunan visi, misi dan sistem pemberian
pelayanan dilakukan dengan melibatkan atasan dan bawahan sehingga membuat
mereka merasa memiliki tanggung jawab sama dalam pemberian pelayanan kepada
masyarakat pengguna jasa.
J uga perlu diadakan pertemuan rutin antar pegawai dan antar instansi
terkait untuk saling memberikan masukan tentang kesulitan-kesulitan yang dialami
dan keputusan yang dibuat menyalahi aturan organisasi. Dari sini bisa dipantau
apakah perubahan dalam organisasi apakah menyimpang dari visi dan misi
organisasi.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Selanjutnya, dalam hal kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan
sebenarnya telah diatur pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Daerah yang
berlaku. Kegiatan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP)
Kota Lhokseumawe dimulai pukul 08.00 dan pelayanan berakhir sampai pukul
16.45.
Dalam hal kecepatan dalam melaksanakan tugas, petugas Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dapat bekerja secara
cepat dalam artian setiap ada masyarakat yang ingin membutuhkan pelayanan,
dengan cekatan petugas segera tanggap melayani.
Saya merasa puas dengan cara kerja petugas di Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, begitu saya datang ke
loket...langsung ada petugas yang menanyakan, Ada yang bisa dibantu...?
(hasil wawancara dengan responden, 2008)

Apabila selama ini petugas pelayanan tidak bersemangat untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada pengguna jasa karena masih kurangnya
tingkat kreativitas mencari tata kerja yang terbaik. Lemahnya semangat ini
disebabkan pada tingkat kejenuhan dari beberapa individu saja. Namun demikian
penghargaan terhadap pegawai untuk saat ini telah diberikan tunjangan prestasi
maupun beban kerja sehingga tidak ada alasan untuk mengurangi semangat aparatur
dalam menjalankan kewajibannya sebagai pelayan masyarakat harus lebih inovatif.
Petugas di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe tidak dituntut untuk mengambil keputusannya sendiri karena selama ini
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
pekerjaan yang dihasilkan seolah-olah tidak ada yang menilainya. Hal ini ternyata
sangat sesuai dengan jawaban petugas tentang hubungan antara atasan dengan
bawahan.
Sebagai institusi yang bertugas melayani publik dalam hal ini masyarakat,
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
yang diwakili oleh Kepala Kantor secara periodik memberikan
pertanggungjawaban kepada Walikota Lhokseumawe. Hal-hal yang dilaporkan
adalah mengenai laporan keuangan hasil pemasukan dari Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe. Ini penting sekali
karena laporan keuangan tersebut akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
dalam bentuk pembangunan melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kami yang bertugas di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe bertanggungjawab langsung ke Walikota.
Setiap bulan pemasukan dari hasil pelayanan publik disetor ke Kantor Kas
Daerah Kota Lhokseumawe dan laporannya setiap bulan sekali dilaporkan
ke walikota (hasil wawancara dengan responden, 2008).

Keberhasilan dalam hal pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe tidak dapat terlepas dari tingkat
keikutsertaan dalam pelatihan atau kursus yang berhubungan dengan bidang
tugasnya. Sebab peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) perlu
mendapatkan prioritas sebagai bagian dari peningkatan komitmen pengembangan
pegawai.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Selain itu, dengan mengikutsertakan pegawai pada program-program
pelatihan mengenai dasar-dasar manajemen organisasi terbuka, kepemimpinan dan
penerapan organisasi adaptif diharapkan dapat meningkatkan penguasaan mereka
akan konsep-konsep pelayanan publik yang baik.
Adapun jumlah diklat teknis fungsional yang sudah diikuti dapat dilihat
dari tabel berikut ini :
Tabel 15. Diklat Teknis Fungsional yang Pernah Diikuti
J enis Diklat Yang Sudah Mengikuti
1. Pelayanan Prima
2. Manajemen Publik
3. Keuangan Daerah
4. Strategi dan Manajemen Mutu
5. Kepemimpinan
Semua
5 orang
3 orang
5 orang
2 orang
Sumber: KPPTS Kota Lhokseumawe

Dari uraian diatas, para petugas Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dapat dikatakan sudah memahami bagaimana
cara memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tinggal penerapannya di lapangan
yang harus diwujudkan.
4.3.4. Pengembangan Kultur Pelayanan
Seperti yang telah diuraikan pada Bab II bahwa budaya pelayanan dalam
organisasi terbentuk bila :
1. organisasi memiliki budaya kinerja
2. organisasi memiliki budaya organisasi bertipe integrative
3. orang-orang dalam organisasi memiliki 10 semangat kewirausahaan.

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian kultur pelayanan pada
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
belum maksimal dalam mengadopsi pencapaian budaya kinerja dan belum
menerapkan secara keseluruhan dari unsur-unsur semangat kewirausahaan. Budaya
organisasi juga masih cenderung bersifat Caring, sehingga perlu upaya penciptaan
tipe budaya organisasi yang bertipe Integrative.
4.3.5. Pembangunan Sistem Pelayanan yang Mengutamakan Kepentingan
Masyarakat

Sistem pelayanan adalah suatu rangkaian yang saling berkaitan secara utuh
membentuk kebulatan dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat sebagai pengguna jasa dari pelayanan publik. Untuk itu dalam rangka
memberikan kualitas pelayanan yang terbaik maka Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe harus memperhatikan setiap
tuntutan dari konsumen sebagai pengguna jasa dari pelayanan publik yang
diselenggarakan.
Sesuai tujuan organisasi di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe dalam menentukan keberhasilan kualitas pelayanan
publik maka salah satu syarat yang sangat significant untuk diperhatikan adalah
adanya kenyamanan dalam memperoleh pelayanan yang berkaitan dengan lokasi
tempat pelayanan.
Kenyataan yang ada di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe menunjukkan bahwa faktor kenyamanan bagi
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
masyarakat perlu diperhatikan. Hal ini terlihat dari kondisi ruang pelayanan yang
tidak memperhatikan faktor kenyamanan seperti yang distandarkan.
Menanggapi hal ini, Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe menegaskan :
Kami menyadari bahwa keberadaan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dalam melayani masyarakat masih
jauh dari sempurna. Tetapi hal ini kami konsultasikan dengan walikota,
bahwa anggaran tahun depan akan dipercantik dengan melengkapinya
sesuai kebutuhan masyarakat (hasil wawancara dengan responden, 2008).

Selain hal tersebut diatas, dalam mendukung sistem pelayanan, pihak
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
juga memberikan kejelasan informasi tentang pelayanan yang diberikan berkaitan
dengan pelayanan publik yang diberikan sebagai upaya dalam rangka menjalin
hubungan dengan masyarakat sebagai pihak yang harus dilayani dengan baik.
Apabila ada keluhan dari masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan perizinan,
masyarakat dapat mengadukan keluhan tersebut kotak saran maupun samedia
massa. Dari media massa tersebut selain sebagai sarana bagi masyarakat untuk
mengadukan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan pelayanan perizinan juga
digunakan sebagai sarana informasi dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe untuk memberikan penerangan kepada
masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan perizinan. Selain itu, pihak Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe juga
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
memberikan informasi Kepada masyarakat melalui pemasangan spanduk-spanduk
yang dipasang di jalan-jalan protokol.
Berkaitan dengan perlindungan terhadap dampak hasil pelayanan, Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pihak Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe menjamin dan memberikan
perlindungan terhadap konsumen apabila ada kesalahan. Hal ini terungkap dalam
hasil Wawancara dengan aparat kantor tersebut :
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe siap mengganti setiap kesalahan dan memperbaikinya secara
gratis, karena itu merupakan tanggung jawab kami untuk melayani
masyarakat. Masyarakat puas kami senang. (hasil wawancara dengan
responden, 2008).

Untuk menjamin perlindungan konsumen, Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe melakukan eveluasi secara
berkala. Dimaksudkan untuk memberikan penilaian secara menyeluruh. Selain itu,
masyarakat juga perlu dilibatkan dalam memberikan penilaian terhadap pelayanan
yang mereka terima.
Berdasarkan gambaran seperti ini, maka dalam membentuk sistem
pelayanan terbaik maka yang harus ditempuh adalah menjalankan cara terbaik
dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.
Pelayanan yang berkualitas dan handal, tarif yang wajar dan affortable,
pelayanan yang bersahabat, memperluas cakupan pelayanan, melayani
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
dengan baik atau tidak membebani masyarakat (hasil wawancara dengan
responden, 2008).

Dari uraian pada bab ini, jelas menunjukkan bahwa kualitas pelayanan
perizinan di Kota Lhokseumawe secara umum sudah cukup baik dan harus terus
dikembangkan dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan
perizinan.
Tabel 16. Hasil dan Pembahasan
No Teori Indikator Hasil Analisis
1. Kualitas Pelayanan 1. Bukti langsung ( tangibles ) 1. Kurang
2. Keandalan ( reliability ) 2. Baik
3.Daya tanggap (responsivenes) 3. Cukup baik
4. J aminan ( assurance ) 4. Baik
5. Empati 5. Cukup Baik

2.

Faktor-faktor manajerial
yang mempengaruhi kualitas
pelayanan perizinan


1. Penguatan posisi tawar
pengguna jasa pelayanan

1. Belum maksimal
2. Maksimalisasi mekanisme
voice
2. Belum maksimal
3. Pembentukan birokrat
yang berorientasi
pelayanan
3. cukup baik
4. Pengembangan kultur
pelayanan
4. belum maksimal
5. Pembangunan sistem
pelayanan yang
mengutamakan kepentingan
masyarakat
5. cukup baik
Sumber: Hasil Analisis
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada Bab Hasil dan Pembahasan, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kualitas pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe yang tercermin dalam aspek tangibles, reliability,
responsiveness, assurance dan emphaty mempunyai kecendrungan pada tingkat
cukup baik, sesuai dengan tanggapan responden penelitian yaitu masyarakat yang
mengurus perizinan terhadap beberapa dimensi tersebut yaitu :
a. Tangibles (ketampakan fisik)
Tanggapan para responden penelitian bahwa ketampakan fisik Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
masih dalam kriteria kurang baik. Kondisi fisik Kantor harus di tata kembali
agar ruang tidak terlalu sempit mengingat kantor ini masih menyewa ruko.
Demikian juga sarana parkir harus ditingkatkan keamanannya dengan
menyiapkan Satpam guna mengantisipasi resiko kehilangan baik aparat
maupun pegguna jasa.


Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
b. Reliability (reabilitas)
Pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sangat jelas dan pasti, artinya tata
cara pelayanan, persyaratan pelayanan baik persyaratan teknis maupun
administratif serta rincian tarif pelayanan, sehingga dari segi reabilitas
tergolong baik.
c. Responsivitas
Daya tanggap aparatur kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe mendapat kriteria cukup baik.
d. Assurance
Pelayanan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe menjamin kepastian, baik pengetahuan
aparat, biaya pelayanan, maupun informasi pelayanan hal ini dapat dilihat dari
informasi yang ditempelkan pada papan informasi sehingga masyarakat dapat
mengetahui segala informasi yang berkaitan dengan pelayanan. Assurance
mendapat kriteria baik.
e. Emphaty
Perlakuan pelayanan yang diberikan oleh aparat Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah cukup baik.

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
2. Faktor-faktor manajerial penentu kualitas perizinan sudah dilaksanakan pada
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
akan tetapi ada beberapa hal yang belum maksimal yaitu :
a. Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan
Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan ini dapat dilakukan antara
lain dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan perizinan. Perlu
diterapkan cara-cara seperti yang tercantum dalam citizen charter.
Meningkatkan upaya penguatan posisi tawar pengguna jasa melalui sosialisasi
meliputi prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya penyelesaian, produk
layanan.
b. Maksimalisasi mekanisme voice
upaya memaksimalkan mekanisme voice yaitu pengguna jasa pelayanan harus
memberi kesempatan untuk mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas
pelayanan yang diterimanya, misalnya melalui kotak saran ataupun kotak pos.
Saran-saran tersebut harus ada tindak lanjut agar berfungsi sacara efektif
sebagai media penyampaian ekspresi pengguna jasa sehingga Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe
mampu mengukur seberapa bagus kualitas pelayanan yang telah diberikan.
c. Pembentukan birokrat yang berorientasi pelayanan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Para petugas Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe sudah memahami bagaimana cara memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan birokrat
seperti tingkat pendidikan, kemampuan penyelesaian pekerjaan tepat waktu,
dan kerja sama sudah cukup baik dan tidak kaku dalam memberikan
pelayanan.
d. Pengembangan kultur pelayanan.
Memgembangkan budaya kinerja sebagai suatu situasi kerja yang
memungkinkan semua karyawan dapat melaksanakan semua pekerjaan
dengan cara terbaik. Budaya kinerja seperti ini akan dapat memberikan
kontribusi yang besar dalam peningkatan kualitas pelayanan apabila
organisasi memiliki budaya organisasi yang bertipe Integrative yaitu tipe
budaya pelayanan dimanaperhatian terhadap orang maupun kinerja keduanya
sangat tinggi. Birokrat-birokrat yang ada dalam Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe telah mengadopsi 10
semangat kewirausahaan dan harus terus ditingkatkan lagi.
e. Pembangunan sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat
Upaya pembangunan sistem pelayanan perizinan di Kota Lhokseumawe
secara umum sudah cukup baik dan harus terus dikembangkan dalam rangka
perbaikan dan peningkatan sistem pelayanan perizinan yang berkualitas,
handal, tarif yang wajar dan affortable, pelayanan yang bersahabat,
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
memperluas cakupan pelayanan, melayani dengan baik atau tidak membebani
masyarakat.

5.2. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan pelaksanaan pelayanan perizinan di Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe, adapun hal-
hal perlu disarankan untuk mendapatkan perhatian dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan perizinan adalah sebagai berikut :
1. Ditinjau dari ketampakan fisik (tangibles) gedung kantor perlu ditata kembali agar
memberi kenyamanan kepada pengguna jasa. Kenyamanan harus tertib, teratur,
disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan
sehat serta dilengkapi fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet,tempat
ibadah, dan lain lain.
2. Dilihat dari kemampuan aparat, harus melaksanakan prinsip The right man in the
right place maka dalam pendelegasian tugas dan wewenang serta pemberian
kesempatan kepada pegawai untuk memegang tanggung jawab perorangan harus
jauh dari pola pendekatan hubungan pribadi, tetapi lebih ditekankan pada
objektifitas kualitas keahlian dan kecakapan individu penerima wewenang.
3. Mengikuti arus informasi yang semakin cepat, maka penggunaan sistem
komputerisasi online yang dapat diakses langsung oleh masyarakat harus segera
diterapkan, selain akan mempercepat proses pelayanan publik juga agar lebih
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
membuka diri terhadap gagasan-gagasan inovatif, peka terhadap perubahan dan
gagasan inovatif dalam peningkatan produktivitas dan pelayanan.
4. Berkaitan dengan faktor-faktor manajerial yang mempengaruhi kualitas
pelayanan perizinan supaya Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe menerapkan konsep citizens charter dalam upaya
meningkatkan posisi tawar pengguna jasa sehingga mampu menyediakan
pelayanan yang berkualitas, dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-
hak dan kewajiban-kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan.


Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
DAFTAR PUSTAKA



Arikunto, Suharsimi, 1996, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, PT.
Rineka Cipta, J akarta.

Brown, S.A., 1992, A Total Quality Service,Otario, Prentice Hall Canada Inc.

Collins dan McLaughin., 1996,Effective Management ( second edition ). Sydney:CCH
.
Gaspersz, V., 1994, Manajemen Kualitas, Gramedia, J akarta..

Lane, J ane-Erik, 1995, The Public Sector: Concepts, Models and Approaches, Sage
Publications, London.

Moenir, H.A.S., 1992, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara,
J akarta.

Moerdiono, 1992, Birokrasi dan Administrasi Pembangunan: Beberapa Pemikiran
Pemecahan, Sinar Grafika, J akarta.

Moleong, Lexi J ., 2000, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Osborne, David dan Gaebler, Ted, 1992, Mewirausahakan Birokrasi (terjemahan),
PPM, J akarta.

Osborne, David dan P. Plastrik, 1997, Banishing Bureaucracy : The Five Strategies
for Reinventing Government, New York, AddisonWesley.

Ratminto, 1999, Konsep-konsep Dasar Manajemen Pelayanan, Universitas Gadjah
Mada, J ogjakarta.

Ratminto dan Winarsih, Atik Septi, 2007, Manajemen Pelayanan (Pengembangan
Model Konseptual, Penerapan Citizens Charter dan Standar Pelayanan
Minimal), Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Ryaas, Muhammad Rasyid, 1999, Makna Pemerintahan Tinjauan Dari Segi Etika
dan Kepemimpinan, PT.Yasrif Watampoe, J akarta.

Robbins, S.P., 1995, Managing Organizational Conflict : A Non-Traditional
Approach, Englewood Cliffs, NJ :Prentice Hall.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Soetopo, 1999, Pelayanan Prima, LAN RI, J akarta.

Soehartono, Irawan. 2002. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya.

Supranto, 2001, Pengukuran Tingkat Kepuasan : Untuk Menaikkan Pangsa Pasar,
Rineka Cipta, J akarta.

Soehartono, Irawan. 2003. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya.

Surachmad, Winarno, 1994, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung.

Thoha, Miftah, 1998, Deregulasi dan Debirokratisasi dalam Upaya Peningkatan
Mutu Pelayanan Masyarakat : dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia,
LP3ES, J akarta.

Tjiptono, Fandy, 2002, Strategi Pemasaran, Andi Offset, J ogjakarta.

Utomo, Warsito, 1997, Peranan dan Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, dalam J urnal Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, volume 1.

Wibawa, Fahmi. 2007. Panduan Praktis Perizinan Usaha Terpadu. Grasoind,
J akarta.

Walsh, Kieron, 1991, Quality and Public Service, dalam majalah Public
Administration, volume 69.

Widodo, J oko, 2001, Good Governance : Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan
Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan
Cendekia, Surabaya.

Yamit, Zuliana. 2001, Management Kualitas Produk dan Jasa Ekonesia, Yogyakarta.

Zeithaml, Valarie A., (et.al), 1988, Servqual : A Multiple-Item Scale for Measuring
Consumer Perceptions of Service Quality dalam J ournal of Retailing, Spring.

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Zeithaml, V.A.,Parasuraman & L.L.Berry, 1990, Delivering Quality Services :
Balancing Customer Perceptions and Expectations, The Free Press, A Division
of Macmillan Inc., New York.


Peraturan-peraturan :

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu
Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 tentang
Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan .

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26 Tahun 2004 tentang
Transparansi dan Akuntabilitas Pelayanan .

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tanggal 6 J uli 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Keputusan Walikota Lhokseumawe Nomor 01 tahun 2007 tentang Pembentukan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Lampiran 1

DAFTAR KUISONER

Penelitian Tentang:
KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DAN
FAKTOR-FKTOR MANAJERIAL YANG MEMPENGARUHINYA
DI KOTA LHOKSEUMAWE

A. PENGANTAR
Dengan hormat, bersama ini penulis:
Nama : Ridha Fahmi
NIM : 067024039/SP
Penulis adalah salah seorang mahasiswa Program Magister Studi Pembangunan
Sekolah Pasca Sarjana USU Medan. Penulis sedang menyelesaikan tugas akhir
berupa penulisan tesis, untuk maksud tersebut maka penulis memerlukan data sebagai
bahan untuk penyusunan tesis. Penulis mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk
mengisi daftar pertanyaan di bawah ini, yang semata-mata dimaksudkan hanya untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak ada maksud-maksud lain.
Adapun untuk mengisi daftar pertanyaan maupun identitas responden, dimohon
Bapak/Ibu/Saudara mengisi dengan keadaan yang sebenarnya. Kemudian atas
bantuan Bapak/Ibu/Saudara diucapkan terima kasih.

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
B. DATA RESPONDEN
1. N a m a :
2. J enis Kelamin :
3. Umur :
4. Pekerjaan :

C. PETUNJUK PENGISIAN
Untuk menjawab daftar pertanyaan di bawah ini, dimohon kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara untuk memberikan tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban
yang dianggap paling sesuai dengan sikap, pengetahuan, pengalaman
Bapak/Ibu/Saudara.

D. PERTANYAAN
I. Tangible
Yaitu berupa penampilan fasilitas fisik peralatan dan perlengkapan Kantor.
1. Bagaimana tanggapan anda terhadap ketampakan fisik Kantor Pelayanan Terpadu
Satu Pintu dalam mendukung pelayanan?
a. Sangat Baik
b. Cukup Baik
c. Kurang Baik
2. Bagaimana tanggapan anda terhadap keamanan dan kenyamanan tempat parkir
Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu?
a. Baik
b. Cukup
c. Kurang

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
II. Reliability
Yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai yang dijanjikan,
terpercaya dan akurat.
3. Bagaimana tanggapan anda terhadap kemampuan aparat Kantor Pelayanan
Terpadu Satu Pintu dalam memberikan pelayanan?
a. Sangat jelas dan pasti
b. Cukup jelas dan pasti
c. Kurang jelas dan kurang pasti
4. Bagaimana tanggapan anda terhadap ketepatan waktu pelayanan yang diberikan
oleh aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu?
a. Sangat tepat waktu
b. Cukup tepat waktu
c. Kurang tepat waktu

III. Responsiveness
Yaitu kemauan dari aparat untuk membantu dan memberikan jasa dengan
cepat dan mendengar keluhan serta memberikan solusinya.
5. Bagaimana tanggapan anda terhadap kesadaran dan kemauan aparat jika terjadi
kesalahan dalam pengurusan izin Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam
memberikan pelayanan?
a. Sangat Baik
b. Cukup Baik
c. Kurang Baik





Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
IV. Assurance
Yaitu kemampuan untuk menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan
terhadap janji yang dikemukakan pada pelanggan.
6. Bagaimana tanggapan anda terhadap pengetahuan aparat dalam memberikan
pelayanan yang dilakukan oleh aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu?
a. Baik
b. Cukup
c. Kurang

V. Empathy
Yaitu kesedian aparatur untuk memberikan perhatian secara pribadi kepada
pelanggan
7. Bagaimana tanggapan anda terhadap keadilan yang merata yang diberikan aparat
Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam memberikan pelayanan?
a. Baik
b. Cukup
c. Kurang

8. Bagaimana tanggapan anda terhadap perlakuan oleh aparat Kantor Pelayanan
Terpadu Satu Pintu dalam memberikan pelayanan?
a. Baik
b. Cukup
c. Kurang

9. Bagaimana tanggapan anda terhadap pembiayaan yang dikenakan dalam
pengurusan pelayanan?
a. Baik
b. Cukup
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
c. Kurang
10. Apakah pelayanan yang diberikan sudah memuaskan keinginan anda?
a. Memuaskan
b. Cukup memuaskan
c. Kurang memuaskan























Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
LAMPIRAN 2



DAFTAR PEDOMAN WAWANCARA
A. Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota
Lhokseumawe
1. Bagaimana menurut Bapak kemampuan aparat pemerintah Kantor Pelayanan
Terpadu Satu Pintu?
2. Bagaimana menurut Bapak sistem komputerisasi yang diterapkan pada Kantor
Pelayanan Terpadu Satu Pintu?
3. Bagaimana menurut Bapak tentang persyaratan dalam setiap pelayanan yang
akan diberikan kepada pengguna jasa?
4. Bagaimana menurut Bapak jika terdapat kesalahan dalam pengurusan izin
pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu?
5. Bagaimana menurut Bapak terhadap permasalahan ketepatan waktu dalam
pengurusan izin pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu?
6. Sejauh ini apakah ada keluhan dari masyarakat yang menyangkut
penyelenggaraan pelayanan?
7. Kendala-kendala apa saja yang bapak hadapi dalam melaksanakan tugas?
8. Disamping upaya untuk meningkatkan pelayanan, apakah bapak juga
melakukan upaya pemberdayaan kepada masyarakat?
9. Bagaimana tindakan bapak terhadap oknum aparat kantor pelayanan terpadu
satu pintu yang melanggar peraturan?
10. Apakah bapak memberikan penghargaan terhadap aparat kantor pelayanan
terpadu satu pintu yang berprestasi dalam melaksanakan tugasnya?


Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
B. Aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota
Lhokseumawe

1. Bagaimana prosedur pelayanan dikantor ini?
2. Menurut bapak/ibu, apakah sarana dan prasarana yang ada sudah memadai
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat?
3. Apakah bapak/ibu pernah melakukan kesalahan dalam memberikan
pelayanan?
4. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan sanksi akibat kesalahan yang
dilakukan?
5. Apakah yang menjadi hambatan aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu
dalam pelaksanaan tugasnya terutama dalam pelayanan?
6. Menurut bapak/ibu, bagaimana hubungan antara atasan dan bawahan di
Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu?
7. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan sanksi akibat kesalahan yang
dilakukan?
8. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan penghargaan karena prestasi yang
diperoleh?
9. Kendala-kendala apa saja yang bapak/ibu hadapi dalam melaksanakan tugas?
10. Apakah pihak kantor kantor pelayanan terpadu satu pintu dapat segera
menangani keluhan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan?

C. Masyarakat
1. Menurut bapak/ibu, apakah sarana dan prasarana yang ada sudah memadai
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat?
2. Bagaimana menurut Bapak/ibu kemampuan aparat Kantor Pelayanan Terpadu
Satu Pintu?
3. Kendala-kendala apa saja yang bapak/ibu hadapi dalam mengurus perizinan?
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
4. Menurut bapak/ibu, bagaimanakah perlakuan aparat dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat?
5. Menurut bapak/ibu, bagaimanakah pengetahuan aparat terhadap berbagai
informasi yang dibutuhkan oleh pengguna jasa seperti bapak/ibu?
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
Lampiran 2

DAFTAR PEDOMAN WAWANCARA

A. Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota
Lhokseumawe
1. Bagaimana menurut Bapak kemampuan aparat pemerintah Kantor Pelayanan
Terpadu Satu Pintu?
2. Bagaimana menurut Bapak sistem komputerisasi yang diterapkan pada Kantor
Pelayanan Terpadu Satu Pintu?
3. Bagaimana menurut Bapak tentang persyaratan dalam setiap pelayanan yang
akan diberikan kepada pengguna jasa?
4. Bagaimana menurut Bapak jika terdapat kesalahan dalam pengurusan izin
pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu?
5. Bagaimana menurut Bapak terhadap permasalahan ketepatan waktu dalam
pengurusan izin pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu?
6. Sejauh ini apakah ada keluhan dari masyarakat yang menyangkut
penyelenggaraan pelayanan?
7. Kendala-kendala apa saja yang bapak hadapi dalam melaksanakan tugas?
8. Disamping upaya untuk meningkatkan pelayanan, apakah bapak juga
melakukan upaya pemberdayaan kepada masyarakat?
9. Bagaimana tindakan bapak terhadap oknum aparat kantor pelayanan terpadu
satu pintu yang melanggar peraturan?
10. Apakah bapak memberikan penghargaan terhadap aparat kantor pelayanan
terpadu satu pintu yang berprestasi dalam melaksanakan tugasnya?


Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
B. Aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota
Lhokseumawe

1. Bagaimana prosedur pelayanan dikantor ini?
2. Menurut bapak/ibu, apakah sarana dan prasarana yang ada sudah memadai
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat?
3. Apakah bapak/ibu pernah melakukan kesalahan dalam memberikan
pelayanan?
4. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan sanksi akibat kesalahan yang
dilakukan?
5. Apakah yang menjadi hambatan aparat Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu
dalam pelaksanaan tugasnya terutama dalam pelayanan?
6. Menurut bapak/ibu, bagaimana hubungan antara atasan dan bawahan di
Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu?
7. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan sanksi akibat kesalahan yang
dilakukan?
8. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan penghargaan karena prestasi yang
diperoleh?
9. Kendala-kendala apa saja yang bapak/ibu hadapi dalam melaksanakan tugas?
10. Apakah pihak kantor kantor pelayanan terpadu satu pintu dapat segera
menangani keluhan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan?

C. Masyarakat
1. Menurut bapak/ibu, apakah sarana dan prasarana yang ada sudah memadai
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat?
2. Bagaimana menurut Bapak/ibu kemampuan aparat Kantor Pelayanan Terpadu
Satu Pintu?
3. Kendala-kendala apa saja yang bapak/ibu hadapi dalam mengurus perizinan?
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008
4. Menurut bapak/ibu, bagaimanakah perlakuan aparat dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat?
5. Menurut bapak/ibu, bagaimanakah pengetahuan aparat terhadap berbagai
informasi yang dibutuhkan oleh pengguna jasa seperti bapak/ibu?

Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota
Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository 2008

Anda mungkin juga menyukai