Anda di halaman 1dari 70

1

1. DESKRIPSI LIMBAH

1.1. Data Sampel Limbah
1.1.1. Jenis Limbah
Jenis limbah yang digunakan oleh kelompok C3 adalah limbah cair perendaman sayur asin.
Limbah ini dihasilkan berupa cairan yang mengandung bumbu-bumbu dalam proses
pembuatan sayur asin. Dalam praktikum yang dilakukan limbah cair yang didapatkan ini
disaring terlebih dahulu agar didapatkan limbah murni saja.

1.1.2. Waktu Pengambilan
Pengambilan limbah dilakukan pada hari Senin, 8 September 2014 sekitar pukul 06.30 WIB
dengan memasukkan ke dalam 3 botol minuman kemasan 1,5 liter atau sebanyak 4,5 liter.
Limbah cair yang didapatkan langsung dilakukan pengujian pada pukul 15.00 WIB. Limbah
sebanyak 4,5 liter ini juga digunakan untuk kelompok C1 dan C2 yang sama-sama
menggunakan limbah perendaman sayur asin.

1.1.3. Tempat pengambilan limbah
Limbah ini diambil dari tempat jualan milik Bu Marni yang terletak di Pasar Gang Baru,
Semarang.

1.1.4. Debit limbah per hari
Dalam sehari limbah yang dihasilkan mencapai 200 liter. Dari limbah cair yang dihasilkan
tidak dilakukan prosedur penanganan apapun dari penjual tersebut, hanya diletakkan pada
ember di suhu ruang.

1.2. Karakteristik Limbah
1.2.1. Karakteristik Umum
Limbah dapat diartikan sebagai buangan atau bekas yang memiliki bentuk cair, gas serta
bentuk padat. Dalam air limbah terkandung senyawa kimia yang berbahaya dan sulit untuk
dihilangkan. Dengan adanya bahan kimia tersebut sehingga beberapa jenis mikroorganisme
yang tidak diinginkan dapat tumbuh dan berkembang biak, diantaranya mikroba penyebab
penyakit tipus, kolera dan disentri. Oleh karena itu, air limbah tersebut harus diolah supaya
tidak membahayakan kesehatan bahkan mencemari lingkungan yang berakibat juga pada
kerusakan alam (Sugiharto, 1987). Dalam sampah terdapat senyawa organik yang terdiri dari
2



bahan karbohidrat, lemak, nitrogen yang memiliki unsur C dan sabun yang memiliki sifat
tidak tetap, mengeluarkan bau yang tidak sedap dan dapat dengan mudah membusuk.
Sedangkan benda yang termasuk anorganik pada umumnya tidak merugikan (Mahida, 1992).

Berdasarkan sumber pembuangan limbah dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah
air limbah industri, air limbah domestik dan air limbah limpasan. Air limbah industri
dihasilkan dari buangan industri seperti industri tekstil, kulit, pangan, dan industri kimia.
Kemudian air limbah domestik berasal dari air bekas penghunian seperti rumah tinggal,
perkantoran, pertokoan, pasar, fasilitas pelayanan umum, sekolahan, hotel, dan kampus.
Sedangkan air limbah limpasan yaitu air limbah yang melimpas diatas permukaan tanah
(Ibnu, 1997).

Dalam air limbah terkandung 99,9% air dan 0,1% bahan padat. Bahan padat tersebut dibagi
menjadi dua jenis golongan yaitu senyawa organik dan anorganik. Senyawa organik terdiri
dari sebanyak 65% protein, 25% karbohidrat dan 10% lemak. Sedangkan untuk senyawa
anorganik adalah butiran, metal dan garam (Sugiharto, 1987). Menurut sifat fisiknya, limbah
dari hasil pengolahan di perusahaan atau suatu badan usaha dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu limbah cair, padat dan gas (Otto, 1986). Limbah yang berbentuk cair dapat dihasilkan
dari proses pencucian, pemotongan, blanching, pasteurisasi, pengemasan, pencucian
peralatan pengolahan, dan pendinginan produk akhir (Jenie & Rahayu, 1993).

Limbah yang dapat langsung dibuang ke saluran umum harus memenuhi beberapa syarat
diantaranya adalah sebagai berikut:
Konsentrasi zat yang berlemak tidak lebih dari 100 mg/l.
Tidak menghasilkan bau yang keras, tidak mengandung gas beracun, tidak berbau tengik
dan tidak mengandung gas yang mudah meledak.
Temperatur dari limbah harus rendah yaitu antara 100 -110F, sebab limbah yang terlalu
panas dapat menyebabkan kerusakan pada logam di dalam saluran kotoran.
pH yang baik berkisar antara 5,5 dan 9 serta tidak boleh bersifat asam atau basa keras.
Tidak terkandung zat padat yang dapat mengendap seperti wol, rambut, kain, pasir dan
silikon (Mahida, 1992).

3



Limbah sebelum dibuang ke alam harus dilakukan penanganan, untuk memastikan bahwa
limbah bebas dari senyawasenyawa beracun. Menurut Jenie & Rahayu (1993), menyatakan
bahwa apabila limbah cair mengandung banyak nutrien yang mendukung pertumbuhan
ganggang, maka dapat menyebabkan meledaknya populasi dari ganggang menyebabkan
kadar dari oksigen dalam air tersebut menjadi berkurang. Bila oksigen terlarut dalam air habis
akibat tingginya kadar bahan organik, sehingga menimbulkan bau busuk dan warna air
menjadi gelap. Jika protein dalam air mengandung sulfur serta sulfat yang terbentuk secara
alamiah, maka dihasilkan hidrogen sulfida yang menimbulkan bau tidak sedap serta warna
cat dari bangunan disekelilingnya menjadi hitam. Dengan hal tersebut, maka perlu adanya
pengolahan limbah secara fisikawi, kimiawi dan biologis. Analisa limbah bertujuan untuk
memastikan kandungan konsentrasi, mengetahui karakteristik limbah, serta mengkondisikan
limbah sehingga karakteristik limbah sesuai dengan standar (Mahida, 1992).

Limbah cair yang berasal dari pengolahan dari pangan memiliki kandungan nitrogen yang
rendah, nilai BOD dan padatan tersuspensi tinggi, serta mengalami proses dekomposisi yang
cepat. Limbah cair segar memiliki nilai pH yang mendekati netral tetapi selama proses
penyimpanan pH tersebut akan mengalami pengurangan. Kandungan bahan organik pada
limbah industri pangan sangat tinggi yang merupakan sumber energi pertumbuhan mikroba
yang berakibat berkurangnya oksigen dalam air. Air mengandung oksigen terlarut sebanyak 8
ppm. Standart minimum oksigen untuk kehidupan ikan yaitu sebanyak 5 ppm. Apabila
kurang dari standar tersebut, maka menyebabkan kematian biota dalam air (Jenie & Rahayu,
1993).

Penanganan pengolahan air limbah terdiri dari 6 tingkatan berdasarkan Gintings (1992) dan
Sugiharto (1987), yaitu :
1. Pretreatment
Pengambilan partikel yang agak besar dan mengapung. Air limbah banyak mengandung
padatan yang terapung biasanya berupa potongan kayu, pasir, lumpur, sisa kain, sisa
pembersihan daging dan sebagainya. Selain itu, juga terdapat lapisan minyak dan lemak di
atas permukaan air. Pada proses pretreatment digunakan filter berupa saringan yang sedikit
kasar dan tidak mudah berkarat. Pembersihan saringan dilakukan setiap hari untuk
mengambil bahan yang terjaring agar aliran air tetap lancar.

2. Primary Treatment
4



Ada dua metode dalam primary treatment yaitu pengolahan secara fisik dan pengolahan
secara kimia. Metode ini digunakan untuk menghilangkan padatan halus atau zat larut yang
tidak terjaring pada pretreatment. Pengolahan secara fisik merupakan terjadinya pengendapan
akibat proses secara gravitasi. Sedangkan pengolahan secara fisika yaitu pengendapan atau
pengapungan dari bahan kasar yang diolah.

Pengolahan kimia adalah proses pengendapan bahan padatan yang dilakukan dengan
penambahan zat kimia. Senyawa kimia dengan bahan pengendap akan bereaksi dan
menghasilkan butiran yang besar, maka berat jenis butiran tersebut menjadi lebih besar
dibanding air. Senyawa pencemar limbah yang dapat mengendap adalah mengandung zat
organik meliputi besi, plumbum, aluminium dan nikel. Akibat dari penambahan bahan
pengendap maka terjadi perubahan alkalinitas air. Limbah yang dibuang ke alam harus
memiliki pH mendekati netral maka perlu dilakukan proses netralisasi. primary treatment
bertujuan untuk memproses padatan halus,zat warna dll yang tidak tersaring pada proses
pretreatment. Koagulasi merupakan suatu proses dengan prinsip penggumpalan melalui
reaksi kimia, bahan kimia yang sering digunakan adalah tawas, kapur, dan kaporit. Hal ini
disebabkan karena atom Ca, Fe, Al memiliki sifat tidak larut dalam air sehingga dapat
mengendap apabila bertemu dengan basa. Zat-zat yang digunakan untuk menggumpalkan
yaitu koagulan

Pengendapan dapat sempurna tergantung dari beberapa hal, diantaranya adalah:
Berat jenis partikel
Temperatur air limbah, apabila temperatur semakin tinggi maka viskositas cairan menjadi
lebih kecil.
Retention time
Banyaknya udara yang kontak dengan air limbah
Ukuran partikel, semakin besar ukuran partikel maka akan semakin cepat mengendap.
Konsentrasi padatan
Pemilihan koagulan, koagulan dipengaruhi oleh tingkat keasaman air limbah.

3. Secondary Treatment
Dalam secondary treatment melibatkan proses secara biologis untuk menghilangkan bahan
organik melalui biokimia oksidasi. Lumpur aktif dan trickling filter merupakan reaktor
yang digunakan dalam proses ini. Pada proses, lumpur aktif dan air buangan masuk ke dalam
5



tangki aerasi, disitulah mikroorgansime mendapatkan sumber makanan untuk membentuk sel
yang baru. Proses tersebut menghasilkan endapan yang terdapat dibagian dasar bak. pada
proses ini bertujuan untuk membantu mikroorganisme berkembang terutama mikroorganisme
aerob Sehingga didapatkan hasil endapan pada dasar bak selain itu pemasukan oksigen
bertujuan agar oksigen dapat bereaksi dengan kation, hal ini bertujuan agar dihasilkan reaksi
oksidasi logam yang terdapat di dalam air sehingga dapat terendapkan. Bagian yang tebal
pada dasar kemudian diambil kembali

4. Tertiary Treatment
Tertiary treatment merupakan penanganan lanjutan untuk menghilangkan senyawa kimia
organik dan senyawa anorganik meliputi sulfat nitrat, fosfor, kalsium dan kalium. Proses
fisika, kima dan biologis dalam penanganan ini diantaranya adalah proses filtrasi, destilasi,
pengapungan, pembekuan dan striping. Sedangkan untuk proses kimia yaitu adsorbsi karbon
aktif, Menurut Sugiharto (1987) karbon aktif digunakan untuk mengurangi kandungan kimia
yang terkandung pada air. Kemudian pada proses biologisnya yaitu analisa bakteri dan algae
nitrifikasi.
5. Desinfeksi
Desinfeksi merupakan penanganan untuk mereduksi dan menghilangkan mikroba patogen
yang terdapat didalam air limbah. Contoh zat kimia yang digunakan sebagai pembunuh
mikroba adalah klorin yang bekerja dengan cara merusak dinding sel akan tetapi menurut,
akan tetapi Jenie & Rahayu, (1993). efisiensi penggunaan dari klorin juga dipengaruhi oleh
beberapa factor yaitu, suhu, jenis mikroba, dan waktu kontak Metode yang digunakan
misalnya dengan menggunakan radiasi atau panas. Peranan desinfektan sangat efektif
terhadap pembunuhan sel vegetatif tetapi tidak efektif dengan sporanya. (Fardiaz, 1992).

6. Pengolahan Lanjutan (Ultimate disposal)
Pada pengolahan air limbah selalu dihasilkan lumpur yang perlu dilakukan pengolahan lagi
secara khusus supaya lumpur tersebut dapat diguakan kembali. misalkan untuk pembuatan
pupuk, membuat kolam, penimbunan dan pengisian tanah yang cekung (land filling).
Penanganan secara fisika dalam air limbah merupakan jenis proses pengolahan secara
mekanis dengan atau tanpa penambahan zat kimia diantaranya yaitu penyaringan,
penghancuran, perataan air, pencampuran, penggumpalan, pengendapan, pengapungan dan
penapisan.

6



1.2.2. Karakteristik Fisikawi
Air yang sudah tercemari oleh limbah dapat diidentifikasi secara visual baik melalui warna,
kekeruhan, warna, dan bau yang dapat dirasakan melalui panca indra. Zat organic yang
terurai oleh mikroorganisme dapat menghasilkan gas tertentu hasil dari reaksi kimia yang
dapat menyebabkan bau yang tidak sedap (Gintings, 1992). Secara fisik, karakterisik dari
limbah cair yaitu :
1. Bau
Bau dari limbah disebabkan karena proses dari bahan organic yang membusuk kemudian
diuraikan oleh mikroorganisme. Terjadinya pembusukan karena limbah pangan sebagian
besar bersifat organic. Pengukuran bau dari limbah dapat dilakuan dengan menggunakan
indra pembau dan GC (Gas Chromatography), yang keduanya merupakan alat untuk
menganalisa senyawa penimbul bau (Suhardi, 1991). Bau yang dihasilkan dari limbah sayur
asin berasal dari fermentasi asam laktat terhadap sayuran (Jennie, B.S & Dedy. M.,1978)

2. Warna dan Kekeruhan
Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya padatan yang bercampur di dalam air, tingkat
kekeruhan dari limbah dapat diukur dengan menggunakan turbidimeter, yaitu alat uji yang
digunakan untuk menguji tingkat kekeruhan dari zat cair. Sebelum dilakukan pengukurang
dengan menggunakan turbidimetri, larutan harus diberi perlakuan terlebih dahulu di jartest
agar dapat menentukan dosis optimal dari koagulan yang digunakan pada proses pengolahan
limbah (Farida, 2002). Prinsip kerja dari jartest adalah zat terlarut akan saling menempel
dengan permukaan koloid dan membuat saling bertempelan di dasar dari wadah (Beny,
2009). Kita dapat menentukan seberapa berbahaya dari suatu limbah dapat dilihat dari warna
limbah,misalkan apabila didapat limbah berwarna hitam maka tingkat Pb(timbal) sangat
tinggi (Suhardi,1991).

Menurut Gintings (1992), warna limbah dapat disebabkan karena hasil dari suatu bahan kimia
baik yang organik maupun anorganik yang terlarut di air, yang menyebabkan warna dari
limbah sayur asin berubah warna menjadi putih hijau keruh dan kental disebabkan karena
garam dari bahan dasar pembuatan sayur asin yang dapat membuat air limbah mengental
selain itu pengunaan air tajen yang sebagai bahan pendukung dalam membuat sayur asin dan
sisa sayuran yang hancur dari sisa fermentasi yang membuat limbah sayur asin berwarna
putih,hijau keruh dan agak kental (Anonim,2000).

7



3. Suhu
Suhu dapat dipergunakan menjadi indikator dalam menentukan aktivitas baik kimiawi
maupun biologis,tegangan permukaan, pengentalan,dll. Pada suhu tinggi pengentalan
berkurang dan menghasilkan peningkatan sedimentasi. Pada suhu tinggi pula juga dapat
mengurangi mikroorganisme pengurai sehingga aktivitas biologis akan berkurang
(Mahida,1992). Temperature limbah dapat mempengaruhi laju reaksi selain itu dengan
tingginya dari temperature maka dapat mempengaruhi kelangsungan hidup biota (Gintings,
1992) pada limbah sayur asin didapatkan hasil temperature yang tidak terlalu tinggi hal ini
disebabkan karena,pada limbah sayur asin tidak dilakukan proses pemanasan (Anonim,2000).

4. Kandungan bahan padatan total
Pada air limbah, banyak terdapat padatan yang melayang yang ikut bersama air, padatan pada
limbah dapat berupa lumpur,pasir,dll. Untuk menentukan kandungan bahan padatan dapat
ditentukan secara visual. Menentukan padatan yang terkandung dari limbah yaitu bertujuan
agar proses pengolahan limbah selanjutnya dapat dilakukan lebih mudah. Pada limbah sayur
asin dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain saring hal ini dilakukan agar padatan
dari limbah sayur dapat dipisahkan, padatan yang terdapat pada limbah sayut asin berupa
potongan sayur sisa. (Mahida, 1992). Padatan terlarut digunakan untuk menentukan jumlah
kepekatan dalam air, juga dinyatakan dalam mg per liter atau dalam ppm (part per million).
Penentuan padatan terlarut total dapat dengan cepat menentukan kualitas air limbah.
Total Solid (TS)
Pengukuran jumlah padatan yang ada dalam limbah cair biasanya menggunakan analisa total
padatan terlarut, analisa ini menggunakan cara sejumlah volume tertentu dari limbah di
evaporasikan dengan menggunakan oven selama satu malam,setelah dipanaskan kemudian
didinginkan dengan menggunakan desikator. Total padatan solid didapatkan dari jumlah
padatan yang telah dikeringkan (Hammer & Hammer, 1996).
Total Suspended Solid (TSS)
merupakan bahan yang tersaring pada filter standar seperti kertas saring. Analisis ini
dilakukan dengan filtrasi, dimana filter dikeringkan dan ditimbang untuk menentukan
peningkatan berat sebagai hasil dari residu yang tertahan. Menurut Hammer & Hammer
(1996) bahwa perhitungan total padatan tersuspensi sama dengan perhitungan total padatan.
Batas nilai maksimum TSS berdasarkan pada baku mutu lingkungan yaitu sebesar 100 mg/L
(PP no 5 tahun 2007).
Total Dissolved Solid (TDS)
8



Yaitu bahan yang dapat melewati filter standar. TDS merupakan banyaknya kepekatan dalam
suatu limbah, juga dinyatakan dalam mg per liter atau dalam ppm (part per million).
Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa dalam penentuan padatan terlarut total dapat dengan
cepat menentukan tingkat kualitas air limbah. Cahaya tidak tertembus banyak apabila
konsentrasi bahan tersuspensi tinggi. Jumlah total padatan terlarut dapat dihitung sebagai
selisih total padatan dengan total padatan tersuspensi. Penanganan total padatan terlarut
dengan menggunakan mikroorganisme yang umumnya terdapat dalam air limbah, untuk
konversi bahan partikulat (Jenie & Rahayu, 1993).
1.2.3. Karakteristik Kimiawi
Bahan kimia yang terdapat didalam air limbah mempunyai efek yang berbahaya pada
lingkungan. Timbulnya rasa dan bau busuk serta hilangnya kadar oksigen dalam air sungai
disebabkan oleh adanya bahan organik yang terlarut. Penyebab eutrofikasi pada danau yaitu
terdapatnya nutrien. Oleh sebab itu, kandungan zat kimia dalam air limbah perlu diketahui
dengan cara analisa kimiawi. Karakteristik kimia limbah cair dibagi menjadi dua macam
yaitu zat anorganik dan zat organik (Utomo, 1998).

Beberapa yang termasuk dalam limbah anorganik antara lain (Sugiharto, 1987) :
1. Logam
Mg, Fe dan Nikel merupakan senyawa yang dapat menimbulkan efek yang berbahaya bagi
kehidupan biologis dalam air. Selain itu, logam seperi Hg, Pb, dan Cd dapat berbahaya
bagi manusia.
2. Gas (NH
3
dan H
2
S)
merupakan gas yang berasal dari dekomposisi senyawa organik serta tidak diproses.

Senyawa organik dalam air limbah yaitu:
1.) Karbohidrat
Didalam karbohidrat terdapat karbon, hidrogen dan oksigen. Sebagian karbohidrat
mempunyai sifat yang larut dalam air contohnya adalah gula, sedangkan pati tidak dapat
larut air tetapi dengan adanya aktifitas mikroba pati dapat diubah menjadi gula.
2.) Minyak dan lemak
Merupakan komponen yang banyak terdapat dalam air limbah. Lemak adalah senyawa
organik yang sulit diuraikan mikroba, sedangkan minyak memiliki peran yang negatif
yaitu menghambat aktifitas mikroba.
3.) Pestisida
9



Beberapa yang termasuk pestisida adalah insektisida dan herbisida yang biasa digunakan
dalam pertanian. Pestisida banyak yang mempunyai sifat toksik sehingga bermasalah
pada rantai makanan.
4.) Protein
Protein mengandung karbon yang merupakan senyawa organik. Protein menyebabkan bau
tidak sedap karena terjadinya proses penguraian nitrogen dan sulfur.
5.) Deterjen atau surfaktan
Merupakan senyawa organik, dapat menimbulkan buih, sehingga pada saat proses aerasi
buih berada diatas permukaan gelembung udara yang mempunyai sifat relatif tetap
(Utomo, 1998).

Kandungan zat organik dalam air limbah dapat ditentukan dengan uji pH, BOD (Biochemical
Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand).
1. pH
Perlunya dilakukan pengawasan pH untuk melindungi sistem saluran kotoran dan
terutama untuk mencegah terganggunya proses penanganan selanjutnya. Konsentrasi ion
hidrogen merupakan ukuran kualitas air limbah. Konsentrasi air limbah yang tidak netral
dapat mengganggu proses biologis. pH netral merupakan pH yang baik untuk air minum
dan air limbah. Nilai pH yang rendah menyebabkan air limbah tersebut memiliki sifat
asam (Sugiharto, 1987).Dalam air limbah terdapat ion hidrogen bebas dan ion hidroksil
pada proses pemisahan molekul larutan cairan, dengan kelebihannya salah satu molekul,
sehingga menyebabkan larutan menjadi bersifat asam atau basa. Air limbah domestik
yang normal mengandung sedikit alkali yang tingkat keasamannya dapat diukur dengan
pH meter. Apabila pH <5 atau >10, maka proses aerobik secara biologis menjadi
terganggu (Mahida, 1992). Nilai pH maksimal dalam limbah cair domestik sebesar 6-9
(PP no 5 tahun 2007).

2. COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam
mgO
2
/liter yang digunakan dalam proses penguraian senyawa pencemar dalam reaksi
biokimiawi dan kimia, sebab proses perombakan yang dilakukan oleh mikroba juga
terjadi proses oksidasi. Oleh sebab itu, nilai COD lebih besar dari nilai BOD. Nilai COD
yang semakin tinggi maka kualitas air akan semakin tinggi pula (Suhardi,1991). Nilai
COD maksimal dalam limbah cair sebanyak 150 mg/L (PP no 5 tahun 2007).

10



Penentuan COD menggunakan oksidator K
2
Cr
2
O
7
untuk mengetahui kandungan jumlah
oksigen dalam senyawa organik yang tidak mudah dihancurkan pada proses oksidasi
(Gintings, 1992). Proses pemanasan berfungsi untuk mempercepat reaksi secara kimia
sebab dengan suhu yang tinggi energi kinetik yang terdapat dalam molekul dapat menjadi
besar. Penambahan larutan KI bertujuan agar reaksi oksidasi oksigen yang dibebaskan
agar bereaksi dengan ion K (Gintings, 1992). Zat penambah yang bersifat untuk
menggumpalkan, agar zat organik dapat hilang yaitu aluminium sulfat, Natrium-aluminat,
FeSO
4
+CaO, dan Na
2
CO
3
(Suhardi, 1991).

COD (Chemical Oxygen Demand) dimanfaatkan untuk mengelompokkan kandungan
organik dari air limbah. Tes COD untuk mengetahui jumlah oksigen yang diperlukan
untuk mengoksidasi bahan organik dalam sampel menjadi CO
2
dan H
2
O. Langkah uji
tersebut yaitu dengan penambahan larutan kalium dikromat standar yang telah diketahui
jumlahnya, reagen asam sulfat dengan kandungan perak sulfat serta sampel yang
kemudian dimasukkan ke dalam wadah. Sampel blanko berisi air destilasi dengan
perlakuan sama seperti tahap uji COD. Sampel blanko berfungsi untuk mengkoreksi
kesalahan yang timbul akibat adanya zat organik dalam reagen (Hammer & Hammer,
1996). Nilai COD ditentukan dengan menggunakan rumus:
COD (ppm) = (blanko-sampel) ml x N Na
2
S
2
O
3
x 8000 x pengenceran
ml sampel

Nilai COD yang didapatkan selalu menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai BOD (Suhardi, 1991). Faktor yang menyebabkan perbedaan antara kedua
nilai tersebut yaitu:
Bahan kimia yang teroksidasi secara kimiawi dan biokimia tetapi tidak dalam uji
BOD 5 hari, meliputi lemak berantai panjang dan selulosa.
Bahan kimia yang tidak tahan terhadap oksidasi kimia tetapi tahan terhadap oksidasi
biokimia, contohnya adalah lignin.
Senyawa toksik yang terdapat dalam air limbah yang dapat mengganggu uji BOD
tetapi tidak uji COD.
(Jenie & Rahayu, 1993).

Senyawa kimia yang digunakan sebagai penggumpal untuk menghilangkan senyawa
organik yaitu:
11



a.) Aluminium ferric yaitu aluminium sulfat yang mengandung Ferri oksida + 1%.
b.) Boothal : pencampuran (Al
2
(SO
4
)
3
) dan Na
2
CO
3
.
c.) Campuran FeSO
4
dan CaO.
d.) Natrium-aluminat
(Suhardi, 1991).

3. BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah kebutuhan oksigen dalam proses
oksidasi senyawa organik oleh mikroba menjadi bentuk yang lebih sederhana. BOD
memiliki fungsi untuk menentukan efisiensi unit proses (Mahida, 1992). Untuk
mengetahui nilai BOD digunakan rumus:
BOD = (Volume titran BOD
0
volume titran BOD
5
) x faktor pengenceran

Analisa BOD dapat dilakukan dengan dua metode yaitu (Alaerts & Santika, 1984) :
Analisa dengan titrasi Winkler
Prinsip analisa ini adalah dengan menambahkan larutan MnSO
4
dalam keadaan alkalis
akan dioksidasi oleh oksigen, maka terbentuk endapan MnO
2
. Penambahan asam sulfat
dan kalium iodide menjadikaniodin yang ekuivalen akan dibebaskan oleh oksigen
terlarut. Iodin yang terbebaskan tersebut, lalu dianalisa dengan metode titrasi iodimetris
yang menggunakan thiosulfat sebagai larutan standar thiosulfat sebagai indikator amilum.
Reaksi dari metode titrasi adalah sebagai berikut :
MnSO
4
+ 2 KOH Mn(OH)
2
+ K
2
SO
4

Mn(OH)
2
+ O
2
MnO
2
+ H
2
O
MnO
2
+ KI + 2 H
2
O Mn(OH)
2
+ I
2
+ 2 KOH
I
2
+ 2 S
2
O
3

2
S
4
O
6
-
+ 2 I
-
Analisa dengan DO meter
Prinsip analisa ini adalah dengan menggunakan elektroda yang terdiri dari katoda dan
anoda yang terendam dalam larutan ektrolit (larutan garam). Elektroda ini terdiri dari
katoda (Ag) dan anoda (Pb atau Cu) yang terlindung oleh membran plastik yang bersifat
semi permeable terhadap oksigen sehingga membran ini hanya dapat ditembus oleh
oksigen.

BOD merupakan jumlah oksigen yang dimanfaatkan oleh mikroba dalam mengoksidasi
zat organik secara aerob, dalam sampel air limbah dengan suhu 19-21
o
C di dalam
inkubator atau waterbath (Hammer & Hammer, 1996). Parameter untuk mengukur tingkat
12



polusi yang baik pada air limbah yaitu nilai BOD 5 hari (BOD
5
). Nilai BOD 5 hari
adalah hasil pengukuran jumlah oksigen terlarut yang digunakan oleh mikroba dalam
oksidasi biokimia zat-zat organik. Dalam 5 hari masa penyimpanan, oksidasi
berlangsung secara sempurna sebesar 60-70 %, tetapi apabila di inkubasi selama 20 hari,
maka reaksi oksidasi berlangsung sempurna sebesar 95-99%, jika hasil yang diperoleh
BODnya tinggi maka derajat pengotornya semakin besar (Tchobanoglous, 1981). Nilai
BOD maksimal dalam limbah cair sebanyak 75 mg/L (PP no 5 tahun 2007).

Analisa BOD dilakukan, pertama mengencerkan sampel dengan air aerasi. Sebagian
larutan ditentukan di ruangan gelap pada suhu 20
o
C untuk 5 hari, lalu oksigen terlarutnya
ditentukan kembali. Selisih antara kedua hitungan di atas merupakan permintaan oksigen
biokimia (BOD) (Sastrawijaya, 1991). Ada 5 jenis gangguan dalam analisa BOD ini antara
lain (Alaerts & Santika, 1984) :
a. Proses nitrifikasi
Terjadi di dalam botol dari hari ke-2 hingga hari ke-10 dan membutuhkan oksigen.
Semakin banyak reaksi nitrifikasi maka oksigen yang akan dianalisa dalam uji BOD
akan semakin tidak teliti. Oleh karena itu perlu adanya inhibitor, walaupun
kemungkinan adanya faktor suhu yang tinggi yang juga akan meningkatkan proses ini.
b. Keluarnya oksigen dari dalam botol
untuk mencegah keluarnya oksigen di dalam botol maka botol harus ditutup dengan
rapat, tidak boleh ada gelembung udara di dalam botol. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya penggunaan oksigen oleh kontaminan seperti ganggang dan lumut.
c. Nutrien
Merupakan salah satu syarat kehidupan bakteri bakteri yang akan dianalisa
kebutuhan oksigennya.
d. Zat beracun
Senyawa ini dapat memperlambat pertumbuhan bakteri sehingga akan mempengaruhi
dalam analisa BOD.
e. Cara pembenihan bakteri yang cocok dalam air limbah
Nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri, yaitu banyak mengandung lemak
dan protein sehingga memiliki BOD yang cukup tinggi.



13



1.2.4. Karakteristik Biologi
Dalam air limbah banyak mikroba pathogen yang terkandung didalamnya. Mikroorganisme
yang baik seperti protozoa, alga, jamur dan bakteri memiliki peran untuk proses pengolahan
air limbah. Proses menghilangkan bakteri dengan mematikannya agar mikroba pathogen
dalam air limbah dapat berkurang. Contohnya dengan proses pemanasan bertujuan merusak
dinding sel mikroba. Selain itu, dengan penambahan bahan kimia seperti klorin untuk
merusak dinding sel mikroba juga tetapi dengan cara inaktif enzim (Sugiharto, 1987).

Desinfeksi digunakan untuk mengurangi bakteri pathogen. Dalam pengukuran efisiensi
desinfeksi digunakan bakteri kolifom sebagai indikatornya. Bakteri yang mengubah asam
organik menjadi gas methana dan CO
2
adalah methanogenic atau methanoformer.
Pengolahan air limbah bakteri heterotropic juga berperan penting untuk mencampur organik
seperti sel karbon (Jenie & Rahayu, 1993). Zat organik dapat dimetabolisme oleh kapang dan
bakteri. Limbah yang memiliki pH rendah antara 4 sampai 5, nitrogen rendah, dan sedikit
nutrien sangat memicu pertumbuhan kapang (Jenie & Rahayu, 1993).

Bakteri yang bersifat kemoheterotrof menggunakan senyawa organik untuk memenuhi
kehidupannya seperti melakukan oksidasi NH
3
untuk energi dan CO
2
sebagai karbon.
Pengolahan air limbah dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu aerob dan anaerob.
Biodegradasi merupakan suatu prinsip pengolahan air limbah secara biologis dengan reaksi
enzimatis. Tahapan proses anaerob diantaranya yaitu hidrolisis dalam proses mikroba
berperan memecah karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak
menjadi asam lemak. Berikutnya adalah tahap acidogenesis, bakteri mengubah menjadi asam
butirat dan propionat. Tahap acetogenesis menghasilkan asam asetat dan gas H
2
dari
perombakan asam butirat dan propionate (Puterbaugh & Thomas, 2002).

Anaerob merupakan suatu proses pengolahan air limbah yang tidak menggunakan oksigen,
memakai bakteri bersifat anaerob, biasanya digunakan untuk limbah yang memiliki nilai
BOD dan COD yang tinggi yaitu lebih dari 3000 serta menghasilkan biogas yang ramah
lingkungan dan biasa dimanfaatkan sebagai sumber energi. Contoh mikroba anaerobik yaitu
Alcaligenes, Aerobacter, Eschericia, Pseudomonas, dan Flavobacterium (Puterbaugh &
Thomas, 2002). penggunaan klorin adalah salah satu cara untuk menurunkan nilai BOD dan
dapat menghilangkan bau tidak sedap pada limbah cair sebab bakteri tereduksi. Penggunaan
14



klorin harus sesuai dengan suhu, jumlah, jenis dan bentuk klorin, waktu digunakannya serta
konsentrasi bakteri (Jenie & Rahayu, 1993).

Pada pengolahan limbah cair secara biologi terdapat bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi yang
memiliki peran untuk mengubah nitrat dan nitrit menjadi N
2
, bakteri pengoksidasi sulfur,
pereduksi sulfat (Desulvofibrio), bakteri yang menghidrolisa lipid yaitu Bacillus cereus, serta
bakteri yang menghidrolisa polisakarida yaitu Bacillus subcilis. Bakteri dalam kebutuhan
hidupnya memanfaatkan karbon, nitrogen dan fosfor sebagai sumber makanannya. Sumber
karbon dapat berupa zat organik dan karbondioksida, sedangkan sumber energi dapat berasal
dari sinar matahari dan reaksi oksidasi secara kimia (Jenie & Rahayu, 1993).

Kapang merupakan mikroorganisme yang memiliki sel banyak, bercabang, berfilamen, non
fotosintesis, serta dapat memetabolisme kandungan organik yang terlarut pada limbah.
Senyawa organik dengan jenis yang sama dapat dimetabolisme oleh bakteri dan kapang. Air
limbah dengan kadar air rendah, nitrogen rendah, pH yang rendah antara 4 - 5, dan tidak ada
nutrien, maka banyak ditumbuhi kapang. Kapang merupakan mikroba yang sulit mengendap
sehingga sulit untuk ditangani (Jenie & Rahayu, 1993).

Klorin merupakan oksidator yang dapat bereaksi dengan zat-zat organik pada air limbah.
Kebutuhan klorin pada air limbah yang relatif jernih serta memiliki kandungan padatan
sedikit, maka klorin yang dibutuhkan juga relatif rendah. Klorinasi adalah metode yang
efektif dalam mengurangi bau yang ditimbulkan dari limbah cair. Klorin berperan untuk
mereduksi konsentrasi bakteri. Perlakuan klorinasi dapat menurunkan kadar BOD dari limbah
(Jenie & Rahayu, 1993).

Perlakuan anaerobik merupakan proses biologi secara alami yang dilakukan oleh mikroba
untuk membebaskan biogas ke lingkungan. Pada proses ini, mikroba memecah bahan organik
membentuk hasil pemecahan dan menghasilkan biogas dengan kandungan metan dan CO
2
.
Perlakuan anaerobik tidak memerlukan oksigen yang berlebih dan menghasilkan gas metan
yang kemudian ditampung untuk membuat air panas, uap panas, dan elektrisitas (Puterbaugh
& Thomas, 2002).





15

2. MATERI DAN METODE
2.1. Materi
2.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pengolahan limbah adalah masker, lap, sarung
tangan, kain saring, kertas saring, termometer, ember, pHmeter, gelas beker, gelas ukur,
erlenmeyer, tabung reaksi, corong, cawan Goch, pipet tetes, pipet volume, pompa Pilleus,
jartest, selang aerator, oven, desikator, timbangan analitik, buret, statif , pemanas listrik,
turbidimeter, pengaduk, penjepit, dan botol coklat.

2.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum pengolahan limbah ini adalah limbah cair
rendaman sayur asin,Ca(OH)
2
, FeCl
3
, aquades, HgSO
4
pekat, K
2
Cr
2
O
7
, KI 10%, indikator
amilum, Na
2
S
2
O
3
0,1 N, KI, MnSO
4
, H
2
SO
4
pekat, Na
2
S
2
O
3
0,01 N, air aerasi (buffer
phosphate, MgSO
4
, CaCl
2
, FeCl
3
), NaOH 5%, HCl 5%, karbon aktif dalam bentuk granula
dan serbuk serta klorin.

2.2. Metode
2.2.1. Uji Pendahuluan
2.2.1.1. Uji Bau, Warna, dan Kekeruhan
Limbah cair rendaman sayur asin diambil sebanyak masing masing 2 liter untuk kelompok
C1, C2, dan C3, kemudian disaring dengan menggunakan kain saring berukuran 30 x 30 cm
(pre-treatment). Filtrat limbah cair rendaman sayur asin yang didapat dari proses penyaringan
diambil sebanyak 1 liter kemudian diamati mengenai bau, warna, dan kekeruhannya.

2.2.1.2. Uji pH
Limbah cair perendaman sayur asin yang telah disaring diambil sebanyak 400 ml dan
dimasukkan ke dalam 2 gelas beker besar (masing-masing gelas beker 200 ml). Kemudian
diukur pH limbah sayur asin dalam kedua gelas beker besar dengan pH meter. Apabila pH
yang didapatkan asam maka ditambahkan koagulan Ca(OH)
2
, jika basa ditambahkan
koagulan FeCl
3
. Dengan ketentuan penambahan sebagai berikut :
Konsentrasi 0 ppm 0 gram
Konsentrasi 10000 ppm 2 gram
Konsentrasi 20000 ppm 4 gram
Konsentrasi 30000 ppm 6 gram
16




Konsentrasi 40000 ppm 8 gram
Konsentrasi 50000 ppm 10 gram

2.2.1.3. J ar Testing
Proses pengadukan dilakukan terhadap limbah cair sayur asin yang telah ditambahkan
dengan koagulan dengan konsentrasi yang berbeda menggunakan Jar Testing. Alat ini
dioperasikan dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit dan dilanjutkan pengadukan
dengan kecepatan 25rpm selama 15 menit. Setelah diaduk dengan Jar Testing, larutan
tersebut didiamkan selama 30 menit agar flokulan dalam larutan dapat mengendap di
dasar gelas beker besar. Dilakukan pengambilan filtrat dan disaring dengan
menggunakan kertas saring (Primary Treatment). Filtrat limbah hasil proses
penyaringan, masing-masing dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian difoto dan
diukur kekeruhannya (turbidity) dengan alat turbidimeter. Angka yang tertera pada
monitor alat turbidimeter menyatakan tingkat kekeruhan limbah sayur asin tersebut.
Dilakukan pula pembuatan kurva dimana variabel x sebagai ppm dan variabel y sebagai
turbidity.

2.2.1.4. Uji TS (Total Solid)
Cawan Gouch kosong ditimbang beratnya. Lalu limbah cair sayur asin yang telah
disaring diawal praktikum diambil sebanyak 2 ml dan diletakkan dalam cawan Goch.
Kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103-105C selama 1 malam dan
didesikator selama 15 menit. Cawan Gouch ditimbang dan dilakukan 2 kali ulangan.
Setelah itu hitung nilai Total Solid dengan rumus:
TS (ppm) =
()


Keterangan :
A = berat cawan setelah pengeringan sampel air limbah (mg)
B = berat cawan tanpa air limbah (mg)

2.2.1.5. Uji TSS (Total Suspended Solid)
Kertas saring yang akan digunakan ditimbang. Lalu limbah cair sayur asin yang telah
disaring diawal praktikum diambil sebanyak 50 ml dan dilakukan penyaringan dengan
menggunakan kertas saring. Kertas saring yang telah digunakan untuk penyaringan
17



limbah cair sayur asin tersebut kemudian diletakkan dalam cawan Goch serta
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103-105C selama 1 malam dan didesikator
selama 15 menit. Kertas saring ditimbang dan dilakukan 2 kali ulangan. Setelah itu
hitung nilai Total Suspended Solid dengan rumus:
TSS (ppm) =
()



Keterangan :
A = berat kertas saring kosong (mg)
B = berat kertas saring berisi residu (mg)

Setelah itu, dilakukan perhitungan Total Dissolved Solid/Padatan terlarut total dengan
rumus :
TDS (ppm)= TS TSS

2.2.1.6. Uji COD (Chemical OxygenDemand)
Limbah cair sayur asin yang telah disaring diawal praktikum diambil sebanyak 10 ml
dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian dilakukan pengenceran dengan
aquades hingga mencapai volume 100 ml. Ditambahkan 1 ml larutan HgSO
4
pekat dan
20 ml larutan K
2
Cr
2
O
7
. Kemudian dilakukan proses pemanasan dengan pemanas listrik
bersuhu 100C selama 10 menit. Larutan tersebut diambil masing-masing sebanyak 10
ml dan ditambahkan dengan 1,5 ml larutan KI 10% serta 2 ml indikator amilum (sesaat
sebelum proses titrasi). Dilakukan proses titrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,1 N hingga
tercapai titik akhir titrasi (TAT) berwarna biru bening dan dilakukan 2 kali ulangan.
Nilai COD dihitung dengan rumus:
COD (ppm) =
()





2.2.2. Uji Utama
2.2.2.1. Pre-Treatment
Limbah cair dari rendaman sayur asin diambil sebanyak 1 liter lalu dilakukan proses
penyaringan dengan kertas saring sebanyak 2 kali serta terdapat 2 kali ulangan.
2.2.2.2. Primary Treatment
18



Limbah cair yang telah disaring kemudian diambil sebanyak masing-masing 200 ml dan
digunakan untuk proses koagulasi. Pada masing-masing limbah ditambahkan Ca(OH)
2

30000 ppm atau 6 gram. Kemudian dilakukan Jar Test selama 1 menit dengan
kecepatan 100 ppm dan dilanjutkan dengan kecepatan 25 ppm selama 15 menit. Setelah
itu didiamkan selama 30 menit hingga flokulan mengendap pada dasar limbah cair
tersebut. Kemudian dilakukan proses penyaringan dengan menggunakan kertas saring.

2.2.2.3. SecondaryTreatment
Limbah cair yang telah melewati tahap Jar Test dan yang telah disaring kemudian di-
aerasi selama 30 menit dengan aerator.

2.2.3. Uji Kedua
2.2.3.1. TertiaryTreatment
Limbah yang telah di-aerasi pada hari sebelumnya kemudian digunakan untuk proses
adsorbsi. Pada kelompok 1 dan 3 ditambahkan bahan karbon aktif berbentuk granula
sebanyak 300 gram pada masing-masing limbah kemudian diaduk selama 10 menit.
Kemudian disaring dengan kertas saring sebayak 2 kali. Pada kelompok 2 ditambah
bahan serbuk karbon aktif sebanyak 300 gram pada masing-masing limbah kemudian
diaduk selama 10 menit. Setelah itu disaring dengan kain saring dan dilanjutkan
disaring dengan kertas saring. Setelah itu dilakukan proses desinfeksi dengan
penambahan klorin sebesar 10% dari volume air limbah tersebut. Kemudian dilakukan
proses netralisasi dimana bila limbah yang telah diukur pH nya dengan pH meter
memiliki pH asam maka limbah tersebut ditambah NaOH5% sehingga pH nya
mendekati 7 atau netral sedangkan bila pH nya basa maka ditambah HCl 5% sehingga
pH nya mendekati 7 atau netral. Setelah semua proses selesai maka dilakukan uji bau,
warna, kekeruhan, suhu, TS (Total Solid), TSS (Total Suspended Solid), COD
(Chemical Oxygen Demand), dan BOD (Biochemical Oxygen Demand)

2.2.3.1.1. Uji Bau dan Warna
Pada larutan limbah yang telah diberi perlakuan, diuji secara sensori mengenai bau yang
dihasilkan serta dibuat indikator yang sesuai. Hal yang sama dilakukan untuk uji warna.

19



2.2.3.1.2. Uji Kekeruhan
Pada larutan limbah yang telah diberi perlakuan diuji tingkat kekeruhannya dengan
menggunakan alat turbidimetri. Angka yang tertera pada monitor alat turbidimeter
menyatakan tingkat kekeruhan limbah sayur asin tersebut.

2.2.3.1.3. Uji Suhu
Pada masing-masing larutan limbah yang telah diberi perlakuan diamati suhu yang
dihasilkan dengan menggunakan termometer (2 kali pengulangan).

2.2.3.1.4. Uji TS (Total Solid)
Cawan Gouch kosong ditimbang beratnya. Lalu limbah cair sayur asin yang telah
disaring diawal praktikum diambil sebanyak 2 ml dan diletakkan dalam cawan Goch.
Kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103-105C selama 1 malam dan
didesikator selama 15 menit. Cawan Gouch ditimbang dan dilakukan 2 kali ulangan.
Setelah itu hitung nilai Total Solid dengan rumus:
TS (ppm) =
()


Keterangan :
A = berat cawan setelah pengeringan sampel air limbah (mg)
B = berat cawan tanpa air limbah (mg)

2.2.3.1.5. Uji TSS (Total Suspended Solid)
Kertas saring yang akan digunakan ditimbang. Lalu limbah cair sayur asin yang telah
disaring diawal praktikum diambil sebanyak 50 ml dan dilakukan penyaringan dengan
menggunakan kertas saring. Kertas saring yang telah digunakan untuk penyaringan
limbah cair sayur asin tersebut kemudian diletakkan dalam cawan Goch serta
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103-105C selama 1 malam dan didesikator
selama 15 menit. Kertas saring ditimbang dan dilakukan 2 kali ulangan. Setelah itu
hitung nilai Total Suspended Solid dengan rumus:
TSS (ppm) =
()




20



Keterangan :
A = berat kertas saring kosong (mg)
B = berat kertas saring berisi residu (mg)

Setelah itu, dilakukan perhitungan Total Dissolved Solid/Padatan terlarut total dengan
rumus :
TDS (ppm)= TS TSS

2.2.3.1.6. Uji COD (Chemical OxygenDemand)
Limbah cair sayur asin yang telah disaring diawal praktikum diambil sebanyak 10 ml
dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian dilakukan pengenceran dengan
aquades hingga mencapai volume 100 ml. Ditambahkan 1 ml larutan HgSO
4
pekat dan
20 ml larutan K
2
Cr
2
O
7
. Kemudian dilakukan proses pemanasan dengan pemanas listrik
bersuhu 100C selama 10 menit. Larutan tersebut diambil masing-masing sebanyak 10
ml dan ditambahkan dengan 1,5 ml larutan KI 10% serta 2 ml indikator amilum (sesaat
sebelum proses titrasi). Dilakukan proses titrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,1 N hingga
tercapai titik akhir titrasi (TAT) berwarna biru bening dan dilakukan 2 kali ulangan.
Nilai COD dihitung dengan rumus:
COD (ppm) =
()





2.2.3.1.7. Uji BOD (Biochemical Oxygen Demand)
2.2.3.1.7.1. Pembuatan Air Aerasi
Tiap 1000 ml aquades ditambahkan 1 ml buffer phosphate, 1 ml MgSO
4
, 1 ml CaCl
2
,
dan 1 ml FeCl
3
. Kemudian diaerasi selama 30 menit.

2.2.3.1.7.2. Uji BOD
0

Limbah cair dari rendaman sayur asin yang telah diberi perlakuan diambil sebanyak 100
ml dalam gelas beker besar lalu diencerkan hingga 1000 ml dengan air aerasi.
Dipisahkan limbah tersebut menjadi 600 ml dan 400 ml. Limbah sebanyak 600 ml
dimasukkan ke dalam botol cokelat lalu ditutup dan diinkubasi 5 hari dengan suhu 20C
sedangkan limbah sebanyak 400 ml dilakukan pengujian. Limbah yang akan diuji
ditambahkan dengan 3 ml larutan KI dan 3 ml larutan MnSO
4
. Larutan tersebut
21



kemudian didiamkan selama 15 menit dan kembali ditambahkan dengan 3 ml larutan
H
2
SO
4
pekat yang berada di ruang asam. Dilakukan pengocokan secara perlahan.
Larutan tersebut diambil sebanyak 20 ml dan dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N
sehingga warnanya menjadi pucat serta dicatat volume larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N yang
dibutuhkan. Setelah itu, ditambahkan 2 tetes indikator amilum sesaat sebelum titrasi.
Lalu dititrasi kembali dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N hingga terbentuk warna bening.
Dilakukan sebanyak 2 kali ulangan.

2.2.3.1.7.3. Uji BOD
5

Sampel limbah sebanyak 600 ml yang telah disimpan selama 5 hari dengan suhu 20
o
C
pada botol coklat disiapkan. Sampel diambil sebanyak 400 ml kemudian ditambahkan
dengan 3 ml larutan KI dan 3 ml larutan MnSO
4
. Larutan tersebut kemudian didiamkan
selama 15 menit dan kembali ditambahkan dengan 3 ml larutan H
2
SO
4
pekat yang
berada di ruang asam. Dilakukan pengocokan secara perlahan. Larutan tersebut diambil
sebanyak 20 ml dan dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N sehingga warnanya
menjadi pucat serta dicatat volume larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N yang dibutuhkan untuk
menghasilkan warna pucat. Ditambahkan pula 2 tetes indikator amilum sesaat sebelum
titrasi. Lalu dititrasi kembali dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N hingga terbentuk warna
bening. Dicatat volume larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N yang dibutuhkan untuk menghasilkan
warna bening. Dilakukan 2 kali ulangan. Nilai BOD dihitung dengan rumus:
BOD
5
= (Volume titrasi BOD
0
Volume titrasi BOD
5
) x faktor pengenceran
1 ml Na
2
S
2
O
3
= 1 mg/liter BOD













22

3. HASIL PENGAMATAN

3.1. Data Hasil Pengukuran Parameter Awal (sebelum Treatment)
Kelompok C1
3.1.1. Karakteristik Fisikawi
3.1.1.1. Bau : +++
3.1.1.2. Warna : ++++
3.1.1.3. Kekeruhan : +++
Keterangan :
Bau Warna Kekeruhan
+ = tidak bau + = putih + = tidak keruh
++ = agak bau ++ = putih kekuningan ++ = agak keruh
+++ = bau +++ = kuning +++ = keruh
++++ = sangat bau ++++ = kuning kehijauan ++++ = sangat keruh

3.1.1.4. Suhu/temperature : 28
o
C
Tabel 1. Suhu Limbah Cair Sayur Asin Sebelum Treatment
Sampel Suhu (
o
C)
Ulangan I 28
Ulangan II 28
Rata-rata 28

Pada karakteristik fisikawi limbah cair perendaman sayur asin, dapat dilihat bahwa
limbah ini berbau, warnanya adalah kuning kehijauan dan kekeruhannya tergolong
keruh. Suhu yang terukur saat pengambilan limbah pada ulangan 1 dan ulangan 2 adalah
28C sehingga rata-ratanya menjadi 28C.

3.1.1.5. Analisa Padatan
3.1.1.5.1. J ar Testing
Hasil analisa padatan dengan metode Jar Testing dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisa Tingkat Kekeruhan Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Sebelum Treatment
Kelompok Konsentrasi (ppm) Absorbansi (NTU)
C1
0 965
10.000 757
C2
20.000 842
30.000 674
C3 40.000 779
23



50.000 898

Dari data di atas diketahui bahwa pada uji analisa padatan dengan metode jar testing
didapatkan bahwa dengan konsentrasi 0 ppm maka nilai turbidity (kekeruhan) paling
tinggi yaitu 965 NTU dan pada konsentrasi 30000 ppm maka nilai turbidity (kekeruhan)
paling rendah yaitu 674 NTU.

Grafik 1. Hubungan Konsentrasi Koagulan dan Tingkat Kekeruhan Limbah Cair
Perendaman Sayur Asin

Dari data di atas diketahui bahwa dengan konsentrasi 0 ppm hingga 10000 ppm terjadi
penurunan nilai turbidity tetapi semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka nilai
turbidity semakin meningkat walaupun terjadi penurunan pada konsentrasi 30000 ppm.

3.1.1.5.2. Analisa Total Solid (TS)
Hasil analisa padatan dengan metode analisa Total Solid dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Total Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Sebelum
Treatment
Sampel
Volume
Sampel (ml)
Berat
Cawan (g)
Cawan +
Padatan (g)
Padatan (g) TS (mg/L)
Ulangan I 2 25,08 25,19 0,11 55000
Ulangan II 2 20,58 20,69 0,11 55000
Rata-rata 2 22,83 22,94 0,11 55000

Dari data di atas diketahui bahwa volume sampel rata-rata dari sampel ulangan I dan II
adalah 2 ml, berat cawan rata-rata 22,83 gram, berat rata-rata cawan yang berisi padatan
22,94 gram, berat padatan rata-rata 0,11 gram, dan total solid (TS) rata-rata adalah
55000 mg/l.
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i

Konsentrasi
24




3.1.1.5.3. Analisa Total Suspended Solid (TSS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Suspended Solid dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Total Suspended Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Sebelum Treatment
Sampel
Volume
Sampel (ml)
Kertas
Saring (g)
Kertas Saring
+ Padatan (g)
Padatan (g) TSS (mg/L)
Ulangan I 50 0,750 0,950 0,20 4000

Ulangan II 50 0,760 0,900 0,14 2800
Rata-rata 50 0,755 0,925 0,17 3400

Dari data di atas diketahui bahwa rata-rata volume sampel dari sampel ulangan I dan II
adalah 50 ml, berat rata-rata kertas saring adalah 0,755 gram, berat rata-rata kertas
saring yang berisi padatan adalah 0,925 gram, berat rata-rata padatan 0,17 gram, dan
total suspended solid (TDS) rata-rata adalah 3400 mg/l.

3.1.1.5.4. Analisa Total Dissolved Solid (TDS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Dissolved Solid dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Total Dissolved Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Sebelum Treatment
Sampel TS (mg/L) TSS (mg/L) TDS (mg/L)
Ulangan I 55000 4000

51000

Ulangan II 55000 2800 52200
Rata-rata 55000 3400 51600

Dari data di atas diketahui bahwa rata-rata nilai total solid (TS) dari ulangan sampel I
dan ulangan sampel II adalah 55000 ml/l, rata-rata nilai total suspended solid (TSS)
adalah 3400 mg/l, serta nilai rata-rata dari total dissolved solid (TDS) sebesar 51600
mg/l.

3.1.2. Karakteristik Kimiawi
3.1.2.1. Pengukuran pH
Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 6.

25



Tabel 6. Pengukuran pH Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Sebelum Treatment
Sampel pH
Ulangan I 3,45
Ulangan II 3,43
Rata-rata 3,44

Dari data di atas diketahui bahwa pH dari sampel dengan dua kali ulangan. Hasil pada
ulangan I diperoleh pH sebesar 3,45 dan sampel ulangan II diperoleh pH sebesar 3,43
sehingga dapat disimpulkan rata-rata pH sebesar 3,44.

3.1.2.2. Analisa Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD)
Hasil analisa kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) dapat dilihat pada tabel 7

Tabel 7. Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) Sebelum Treatment
Sampel Volume Sampel (ml) Volume Na
2
S
2
O
3
(ml) COD (mg/L)
Blanko 10 17 -
Ulangan I 10 14,5 2000
Ulangan II 10 15,1 1520
Rata-rata 10 14,8 1760

Dari data di atas diketahui bahwa nilai rata-rata sampel ulangan I dan sampel ulangan II
adalah 10 ml dengan volume rata-rata Na
2
S
2
O
3
adalah 14,8 ml serta nilai Chemical
Oxygen Demand (COD) adalah 1760 mg/l.

Kelompok C2
3.1.3. Karakteristik Fisikawi
3.1.3.1. Bau : +++
3.1.3.2. Warna : ++++
3.1.3.3. Kekeruhan : +++
Keterangan :
Bau Warna Kekeruhan
+ = tidak bau + = putih + = tidak keruh
++ = agak bau ++ = putih kekuningan ++ = agak keruh
+++ = bau +++ = kuning +++ = keruh
++++ = sangat bau ++++ = kuning kehijauan ++++ = sangat keruh

3.1.3.4. Suhu/Temperature : 28
o
C
Tabel 8. Suhu Limbah Sayur Asin Sebelum Treatment

26



Sampel Suhu (
o
C)
Ulangan I 28
Ulangan II 28
Rata-rata 28

Pada karakteristik fisikawi limbah cair perendaman sayur asin, dapat dilihat bahwa
limbah ini berbau, warnanya adalah kuning kehijauan dan kekeruhannya tergolong
keruh. Suhu yang terukur saat pengambilan limbah pada ulangan 1 dan ulangan 2 adalah
28C sehingga rata-ratanya menjadi 28C.

3.1.3.5. Analisa Padatan
3.1.3.5.1. J ar Testing
Hasil analisa padatan dengan metode Jar Testing dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisa Tingkat Kekeruhan Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Sebelum Treatment
Kelompok Konsentrasi (ppm) Absorbansi (NTU)
C1
0 965
10.000 757
C2
20.000 842
30.000 674
C3
40.000 779
50.000 898

Dari data di atas diketahui bahwa pada uji analisa padatan dengan metode jar testing
didapatkan bahwa dengan konsentrasi 0 ppm maka nilai turbidity (kekeruhan) paling
tinggi yaitu 965 NTU dan pada konsentrasi 30000 ppm maka nilai turbidity (kekeruhan)
paling rendah yaitu 674 NTU.

Grafik 2. Hubungan Konsentrasi Koagulan dan Tingkat Kekeruhan Limbah Cair
Perendaman Sayur Asin
27




Dari data di atas diketahui bahwa dengan konsentrasi 0 ppm hingga 10000 ppm terjadi
penurunan nilai turbidity tetapi semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka nilai
turbidity semakin meningkat walaupun terjadi penurunan pada konsentrasi 30000 ppm.

3.1.3.5.2. Analisa Total Solid (TS)
Hasil analisa padatan dengan metode analisa Total Solid dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kandungan Total Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Sebelum
Treatment
Sampel
Vol. sampel
(ml)
Berat cawan
(gr)
Cawan+
padatan (gr)
Padatan
(gr)
TS (mg/l)
Ulangan I 2 18,15 18,27 0,12 60000
Ulangan II 2 25,92 26,04 0,12 60000
Rata-rata 2 22,04 22,115 0,12 60000

Dari data di atas diketahui bahwa volume sampel rata-rata dari sampel ulangan I dan II
adalah 2 ml, berat cawan rata-rata 22,04 gram, berat rata-rata cawan yang berisi padatan
22,115 gram, berat padatan rata-rata 0,12 gram, dan total solid (TS) rata-rata adalah
60000 mg/l.

3.1.3.5.3. Analisa Total Suspended Solid (TSS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Suspended Solid dapat dilihat pada Tabel
11.

Tabel 11. Kandungan Total Suspended Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Sebelum Treatment
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i

Konsentrasi
28



Sampel
Vol. sampel
(ml)
Berat cawan
(gr)
Kertas saring
+ padatan (gr)
Padatan
(gr)
TS (mg/l)
Ulangan I 50 0,78 0,91 0,13 2600
Ulangan II 50 0,73 0,93 0,20 4000
Rata-rata 50 0,76 0,92 0,165 3300

Dari data di atas diketahui bahwa rata-rata volume sampel dari sampel ulangan I dan II
adalah 50 ml, berat rata-rata kertas saring adalah 0,76 gram, berat rata-rata kertas saring
yang berisi padatan adalah 0,92 gram, berat rata-rata padatan 0,165 gram, dan total
suspended solid (TDS) rata-rata adalah 3300 mg/l.

3.1.3.5.3. Analisa Total Dissolved Solid (TDS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Dissolved Solid dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Kandungan Total Dissolved Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Sebelum Treatment
Sampel TS (mg/l) TSS (mg/l) TDS (mg/l)
Ulangan I 60000 2600 57400
Ulangan II 60000 4000 56000
Rata-rata 60000 3300 56700

Dari data di atas diketahui bahwa rata-rata nilai total solid (TS) dari ulangan sampel I
dan ulangan sampel II adalah 60000mg/l, rata-rata nilai total suspended solid (TSS)
adalah 3300 mg/l, serta nilai rata-rata dari total dissolved solid (TDS) sebesar 56700
mg/l.

3.1.4. Karakteristik Kimiawi
3.1.4.1. Pengukuran pH
Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Pengukuran pH Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Sebelum Treatment
Sampel pH
Ulangan I 3,44
Ulangan II 3,46
Rata-rata 3,45

29



Dari data di atas diketahui bahwa pH dari sampel dengan dua kali ulangan. Hasil pada
ulangan I diperoleh pH sebesar 3,44 dan sampel ulangan II diperoleh pH sebesar 3,46
sehingga dapat disimpulkan rata-rata pH sebesar 3,45.

3.1.4.2. Analisa Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD)
Hasil pengukuran analisa kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) dapat dilihat
pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Pengukuran COD Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Sebelum
Treatment
Sampel Vol. sampel (ml) Volume Na
2
S
2
O
3
(ml) COD (mg/l)
Blanko 10 17 -
Ulangan I 10 13,7 2640
Ulangan II 10 9,2 6240
Rata-rata 10 11,45 4440

Dari data di atas diketahui bahwa nilai rata-rata sampel ulangan I dan sampel ulangan II
adalah 10 ml dengan volume rata-rata Na
2
S
2
O
3
adalah 11,45 ml serta nilai Chemical
Oxygen Demand (COD) adalah 4440 mg/l.

Kelompok C3
3.1.5. Karakteristik Fisikawi
3.1.5.1. Bau : +++
3.1.5.2. Warna : ++++
3.1.5.3. Kekeruhan : +++
Keterangan :
Bau Warna Kekeruhan
+ = tidak bau + = putih + = tidak keruh
++ = agak bau ++ = putih kekuningan ++ = agak keruh
+++ = bau +++ = kuning +++ = keruh
++++ = sangat bau ++++ = kuning kehijauan ++++ = sangat keruh

3.1.5.4. Suhu/ temperature : 28C
Tabel 15. Suhu Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Sebelum Treatment
Sampel Suhu (
o
C)
Ulangan I
Ulangan II
28
28
Rata-rata 28
30



Pada karakteristik fisikawi limbah cair perendaman sayur asin, dapat dilihat bahwa
limbah ini berbau, warnanya adalah kuning kehijauan dan kekeruhannya tergolong
keruh. Suhu yang terukur saat pengambilan limbah pada ulangan 1 dan ulangan 2 adalah
28C sehingga rata-ratanya menjadi 28C.

3.1.5.5. Analisa Padatan
3.1.5.5.1. J ar Testing
Hasil analisa padatan dengan metode Jar Testing dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil Analisa Tingkat Kekeruhan Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Sebelum Treatment
Kelompok Konsentrasi (ppm) Turbidity (NTU)
C1 0 965
10000 757
C2 20000 842
30000 674
C3 40000 779
50000 898

Dari data di atas diketahui bahwa pada uji analisa padatan dengan metode jar testing
didapatkan bahwa dengan konsentrasi 0 ppm maka nilai turbidity (kekeruhan) paling
tinggi yaitu 965 NTU dan pada konsentrasi 30000 ppm maka nilai turbidity (kekeruhan)
paling rendah yaitu 674 NTU.

Grafik 3. Hubungan Konsentrasi Koagulan dan Tingkat Kekeruhan Limbah Cair
Perendaman Sayur Asin

31



Dari data di atas diketahui bahwa dengan konsentrasi 0 ppm hingga 10000 ppm terjadi
penurunan nilai turbidity tetapi semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka nilai
turbidity semakin meningkat walaupun terjadi penurunan pada konsentrasi 30000 ppm.

3.1.5.5.2. Analisa Total Solid (TS)
Hasil analisa padatan dengan metode analisa Total Solid dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Kandungan Total Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Sebelum
Treatment
Sampel Vol.
sampel(ml)
Beratcawan
(g)
Cawan +
padatan (g)
Padatan
(g)
TS (mg/l)
Ulangan I
Ulangan II
2
2
25,13
25,21
25,250
25,340
0,120
0,130
60000

65000

Rata-rata 2 25,17 25,295 0,125 62500


Dari data di atas diketahui bahwa volume sampel rata-rata dari sampel ulangan I dan II
adalah 2 ml, berat cawan rata-rata 25,295 gram, berat rata-rata cawan yang berisi
padatan 25,295 gram, berat padatan rata-rata 0,125 gram, dan total solid (TS) rata-rata
adalah 62500 mg/l.

3.1.5.5.3. Analisa Total Suspended Solid (TSS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Suspended Solid dapat dilihat pada Tabel
18 .
Tabel 18. Kandungan Total Suspended Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Sebelum Treatment
Sampel Vol. sampel
(ml)
Kertas
saring (g)
Kertas saring
+ padatan (g)
Padatan (g) TSS (mg/l)
Ulangan I
Ulangan II
50
50
0,730
0,740
0,91
0,93
0,180
0,190
3600

3800

Rata-rata 50 0,735 0,92 0,185 3700

Dari data di atas diketahui bahwa rata-rata volume sampel dari sampel ulangan I dan II
adalah 50 ml, berat rata-rata kertas saring adalah 0,735 gram, berat rata-rata kertas
saring yang berisi padatan adalah 0,92 gram, berat rata-rata padatan 0,185 gram, dan
total suspended solid (TDS) rata-rata adalah 3700 mg/l.

3.1.1.5.4. Analisa Total Dissolved Solid (TDS)
32



Hasil analisa padatan dengan metode Total Dissolved Solid dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Kandungan Total Dissolved Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Sampel TS (mg/l) TSS (mg/l) TDS (mg/l)
Ulangan I
Ulangan II
60000

65000

3600

3800

56400

61200

Rata-rata 62500

3700

58800


Dari data di atas diketahui bahwa rata-rata nilai total solid (TS) dari ulangan sampel I
dan ulangan sampel II adalah 62500 mg/l, rata-rata nilai total suspended solid (TSS)
adalah 3700 mg/l, serta nilai rata-rata dari total dissolved solid (TDS) sebesar 58800
mg/l.

3.1.6. Karakteristik Kimiawi
3.1.6.1. Pengukuran pH
Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Pengukuran pH Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Sebelum Treatment
Sampel pH
Ulangan I
Ulangan II
3,56
3,40
Rata-rata 3,48

Dari data di atas diketahui bahwa pH dari sampel dengan dua kali ulangan. Hasil pada
ulangan I diperoleh pH sebesar 3,56 dan sampel ulangan II diperoleh pH sebesar 3,40
sehingga dapat disimpulkan rata-rata pH sebesar 3,48.

3.1.6.2. Analisa kandungan Chemical Oxygen Demand (COD)
Hasil pengukuran analisa kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) dapat dilihat
pada Tabel 21.

Tabel 21. Hasil Pengukuran COD Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Sebelum
Treatment
Sampel Vol. sampel (ml) Volume Na
2
S
2
O
3
(ml) COD (mg/l)
Blanko 10 17 -
Ulangan I
Ulangan II
10
10
12
13
4000
3200
33



Rata-rata 10 12,5 3600

Dari data di atas diketahui bahwa nilai rata-rata sampel ulangan I dan sampel ulangan II
adalah 10 ml dengan volume rata-rata Na
2
S
2
O
3
adalah 12,5 ml serta nilai Chemical
Oxygen Demand (COD) adalah 3600 mg/l.

3.2. Data Hasil Pengukuran Parameter Akhir (Setelah Treatment)
Kelompok C1
3.2.1. Karakteristik Fisikawi
3.2.1.1. Bau : ++++
3.2.1.2. Warna : +
3.2.1.3. Kekeruhan : +++
Keterangan :
Bau Warna Kekeruhan
+ = tidak bau + = putih + = tidak keruh
++ = agak bau ++ = putih kekuningan ++ = agak keruh
+++ = bau +++ = kuning +++ = keruh
++++ = sangat bau ++++ = kuning kehijauan ++++ = sangat keruh

3.2.1.4. Suhu/temperature : 28
o
C
Tabel 22. Suhu Limbah Cair Sayur Asin Setelah Treatment
Sampel Suhu (C)
Ulangan 1 28
o
C
Ulangan 2 28
o
C
Rata rata 28
o
C

Pada karakteristik fisikawi limbah cair perendaman sayur asin, dapat dilihat bahwa
limbah sangat berbau, warnanya adalah putih dan kekeruhannya tergolong keruh. Suhu
yang terukur saat pengambilan limbah pada ulangan 1 dan ulangan 2 adalah 28C
sehingga rata-ratanya menjadi 28C.

3.2.1.5. Analisa Padatan
3.2.1.5.1.Analisa Total Solid (TS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Solid (TS) dapat dilihat pada tabel 23.

Tabel 23. Kandungan Total Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah
Treatment

34



Sampel
Volume sampel
(ml)
Berat Cawan
(gram)
Cawan +
Padatan (gram)
Padatan
(gram)
TS
(mg/l)
Ulangan I 2 18 18,410 0,410 205000
Ulangan II 2 21 21,399 0,399 199500
Rata-rata 2 19,5 19,900 0,400 202250

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jika total solid yang didapatkan dari hasil
perhitungan pada ulangan I adalah 2025000 mg/l dan untuk ulangan II sebesar 199500
mg/l. Rata-rata total solid limbah cair tersebut setelah treatment adalah 202250 mg/l.

3.2.1.5.2. Analisa Total Suspended Solid (TSS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Suspended Solid (TS) limbah cair dapat
dilihat pada tabel 24.

Tabel 24. Kandungan Total Suspended Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Setelah Treatment
Sampel
Volume sampel
(ml)
Kertas Saring
(gram)
Kertas Saring +
Padatan (gram)
Padatan
(gram)
TSS
(mg/l)
Ulangan I 50 0,5 1,001 0,501 10020
Ulangan II 50 0,5 0,985 0,490 9700
Rata-rata 50 0,5 0,990 0,495 9860

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jika total suspended solid yang didapatkan
dari hasil perhitungan pada ulangan I sebesar 10020 mg/l dan ke-II sebesar 9700 mg/l.
Untuk rata-rata total suspended solid limbah cair tersebut setelah treatment adalah 9860
mg/l.

3.2.1.5.3. Analisa Total Dissolved Solid (TDS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Dissolved Solid (TDS) limbah cair dapat
dilihat pada tabel 25.

Tabel 25. Kandungan Total Dissolved Suspended Solid (TDS) Limbah Cair Perendaman
Sayur Asin Setelah Treatment
Sampel TS (mg/l) TSS (mg/l) TDS (mg/l)
Ulangan I 205000 10020 194980
Ulangan II 199500 9700 189800
Rata-rata 202250 9860 192390

35



Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui total dissolved solid yang didapatkan dari hasil
perhitungan pada ulangan I adalah 194980 mg/l dan ulangan ke-II sebesar 189800 mg/l.
Rata-rata total dissolved solid limbah cair tersebut setelah treatment adalah 192390
mg/l.

3.2.2. Karakteristik Kimiawi
3.2.2.1.Pengukuran pH
Hasil pengukuran pH limbah cair dapat dilihat pada tabel 26 berikut ini.

Tabel 26. Pengukuran pH Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah Treatment
Sampel pH
Ulangan I 7
Ulangan II 7
Rata-rata 7

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pengukuran pH sebanyak dua kali
dan didapatkan hasil pH limbah cair setelah treatment sebesar 7.

3.2.2.2. Analisa Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD)
Hasil pengukuran analisa kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) limbah cair
dapat dilihat pada tabel 27.

Tabel 27. Hasil Pengukuran COD Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah
Treatment
Sampel Volume sampel (ml) Na
2
S
2
O
3
(ml) COD (mg/l)
Blanko 10 49,2 -
Ulangan I 10 46,8 1920
Ulangan II 10 48,6 480
Rata-rata 10 47,7 1200

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui jika volume Na
2
S
2
O
3
yang diperlukan untuk
titrasi blanko sebanyak 49,2 ml dan rata-rata titrasi untuk sampel sebanyak 47,7 ml.
Untuk ulangan ke-I didapatkan nilai COD sebesar 1920 mg/l, sedangkan untuk ulangan
ke-II adalah 480 mg/l, sehingga dihasilkan rata-rata sebesar 1200 mg/l.

3.2.2.3. Analisa Kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD)
36



Hasil pengukuran analisa kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD) limbah cair
dapat dilihat pada tabel 28.

Tabel 28. Hasil Pengukuran BOD Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah
Treatment
Sampel
Volume
sampel (ml)
Titrasi I (ml) Titrasi II (ml) BOD (mg/l)
Ulangan I 20 0,4 0,1 3
Ulangan II 20 0,15 0,1 0,5
Rata-rata: 0,275 0,1 1,75
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui jika volume sampel yang digunakan adalah
20 ml. Rata-rata larutan yang dibutuhkan pada titrasi I sebesar 0,275 ml dan titrasi II
sebesar 0,1 ml. Jumlah BOD yang didapatkan untuk ulangan pertama adalah 3 mg/l,
sedangkan untuk ulangan kedua adalah 0,5 mg/l. Sehingga rata-rata BOD yang
didapatkan adalah 1,75 mg/l.

Kelompok C2
3.2.3. Karakteristik Fisikawi
3.2.3.1. Bau : ++++
3.2.3.2. Warna : +
3.2.3.3. Kekeruhan : +++

Keterangan :
Bau Warna Kekeruhan
+ = tidak bau + = putih + = tidak keruh
++ = agak bau ++ = putih kekuningan ++ = agak keruh
+++ = bau +++ = kuning +++ = keruh
++++ = sangat bau ++++ = kuning kehijauan ++++ = sangat keruh

3.2.3.4. Suhu / Temperatur : 28
o
C
Tabel 29. Tabel Suhu Awal Limbah Sayur Asin
Sampel Suhu (C)
Ulangan 1 28
o
C
Ulangan 2 28
o
C
Rata rata 28
o
C

Pada karakteristik fisikawi limbah cair perendaman sayur asin, dapat dilihat bahwa
limbah sangat berbau, warnanya adalah putih dan kekeruhannya tergolong keruh. Suhu
37



yang terukur saat pengambilan limbah pada ulangan 1 dan ulangan 2 adalah 28C
sehingga rata-ratanya menjadi 28C.

3.2.3.5. Analisa Padatan
3.2.3.5.1. Analisa Total Solid (TS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Solid (TS) dapat dilihat pada tabel 30.

Tabel 30. Kandungan Total Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah
Treatment
Sampel
Volume
sampel (ml)
Berat
cawan (g)
Cawan +
padatan (g)
Padatan (g) TS (mg/l)
Ulangan I 2 23,5 29,528 0,028 14000
Ulangan II 2 26 26,420 0,42 210000
Rata-rata 2 24,75 27,974 0,224 112000

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jika total solid yang didapatkan dari hasil
perhitungan pada ulangan I adalah 14000 mg/l dan untuk ulangan II sebesar 2100000
mg/l. Rata-rata total solid limbah cair tersebut setelah treatment adalah 112000 mg/l.

3.2.3.5.2. Analisa Total Suspended Solid (TSS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Suspended Solid (TS) limbah cair dapat
dilihat pada tabel 31.

Tabel 31. Kandungan Total Suspended Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Setelah Treatment
Sampel
Volume
sampel (ml)
Kertas saring
(g)
Kertas saring +
padatan (g)
Padatan (g)
TSS
(mg/l)
Ulangan I 50 0,5 0,957 0,46 9200
Ulangan II 50 0,5 1,046 0,55 11000
Rata-rata 50 0,5 1,002 0,51 10100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jika total suspended solid yang didapatkan
dari hasil perhitungan pada ulangan I sebesar 9200 mg/l dan ke-II sebesar 11000 mg/l.
Untuk rata-rata total suspended solid limbah cair tersebut setelah treatment adalah
10100 mg/l.
38




3.2.3.5.3. Analisa Total Dissolved Solid (TDS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Dissolved Solid (TDS) limbah cair dapat
dilihat pada tabel 32.

Tabel 32. Kandungan Total Dissolved Suspended Solid (TDS) Limbah Cair Perendaman
Sayur Asin Setelah Treatment
Sampel TS (mg/l) TSS (mg/l) TDS (mg/l)
Ulangan I 14000 9200 4800
Ulangan II 210000 11000 199000
Rata-rata 112000 10100 101900

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui total dissolved solid yang didapatkan dari hasil
perhitungan pada ulangan I adalah 4800 mg/l dan ulangan ke-II sebesar 199000 mg/l.
Rata-rata total dissolved solid limbah cair tersebut setelah treatment adalah 101900
mg/l.

3.2.4. Karakteristik Kimiawi
3.2.4.1.Pengukuran pH
Hasil pengukuran pH limbah cair dapat dilihat pada tabel 33.

Tabel 33. Pengukuran pH Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah Treatment
Sampel pH
Ulangan I 7
Ulangan II 7
Rata-rata 7

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pengukuran pH sebanyak dua kali
dan didapatka hasil pH limbah cair setelah treatment sebesar 7.

3.2.4.2. Analisa Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD)
Hasil pengukuran analisa kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) limbah cair
dapat dilihat pada tabel 34.

39



Tabel 34. Hasil Pengukuran COD Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah
Treatment
Sampel Volume sampel (ml) Na
2
S
2
O
3
(ml) COD (ppm)
Blanko 10 49,2 -
Ulangan I 10 47 1760
Ulangan II 10 48,3 720
Rata-rata 10 47,65 1240

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui jika volume Na
2
S
2
O
3
yang diperlukan untuk
titrasi blanko sebanyak 49,2 ml dan rata-rata titrasi untuk sampel sebanyak 47,65 ml.
Untuk ulangan ke-I didapatkan nilai COD sebesar 1760 mg/l, sedangkan untuk ulangan
ke-II adalah 720 mg/l, sehingga dihasilkan rata-rata sebesar 1240 mg/l.

3.2.4.3. Analisa Kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Hasil pengukuran analisa kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD) limbah cair
dapat dilihat pada tabel 35.

Tabel 35. Hasil Pengukuran BOD Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah
Treatment
Sampel Volume sampel (ml) Titrasi I (ml) Titrasi II (ml) BOD (mg/l)
Ulangan I 20
20
20
3,1 1,5 16
Ulangan II
Rata-rata
4,5
3,8
1,2
1,35
33
24,5

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui jika volume sampel yang digunakan adalah
20 ml. Rata-rata larutan yang dibutuhkan pada titrasi I sebesar 3,8 ml dan titrasi II
sebesar 1,35 ml. Jumlah BOD yang didapatkan untuk ulangan pertama adalah 16 mg/l,
sedangkan untuk ulangan kedua adalah 33 mg/l. Sehingga rata-rata BOD yang
didapatkan adalah 24,5 mg/l.

Kelompok C3
3.2.5. Karakteristik Fisikawi
3.2.5.1. Bau : ++++
3.2.5.2. Warna : +
3.2.5.3. Kekeruhan : +++
40



Keterangan :
Bau Warna Kekeruhan
+ = tidak bau + = putih + = tidak keruh
++ = agak bau ++ = putih kekuningan ++ = agak keruh
+++ = bau +++ = kuning +++ = keruh
++++ = sangat bau ++++ = kuning kehijauan ++++ = sangat keruh

3.2.5.4. Suhu/temperature : 28
o
C
Tabel 36. Suhu Limbah Cair Sayur Asin Setelah Treatment
Sampel Suhu (C)
Ulangan 1 28
o
C
Ulangan 2 28
o
C
Rata rata 28
o
C

Pada karakteristik fisikawi limbah cair perendaman sayur asin, dapat dilihat bahwa
limbah sangat berbau, warnanya adalah putih dan kekeruhannya tergolong keruh. Suhu
yang terukur saat pengambilan limbah pada ulangan 1 dan ulangan 2 adalah 28C
sehingga rata-ratanya menjadi 28C.

3.2.5.5. Analisa Padatan
3.2.5.5.1. Analisa Total Solid (TS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Solid (TS) dapat dilihat pada tabel 37.

Tabel 37. Kandungan Total Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah
Treatment
Sampel
Volume sampel
(ml)
Berat Cawan
(gram)
Cawan +
Padatan (gram)
Padatan
(gram)
TS
(mg/l)
Ulangan I 2 22,5 22,589 0,089 44500
Ulangan II 2 25,5 25,621 0,121 60500
Rata-rata 24 24,105 0,105 52500

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jika total solid yang didapatkan dari hasil
perhitungan pada ulangan I adalah 44500 mg/l dan untuk ulangan II sebesar 60500 mg/l.
Rata-rata total solid limbah cair tersebut setelah treatment adalah 52500 mg/l.

3.2.5.5.2. Analisa Total Suspended Solid (TSS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Suspended Solid (TS) limbah cair dapat
dilihat pada tabel 38.

41



Tabel 38. Kandungan Total Suspended Solid Limbah Cair Perendaman Sayur Asin
Setelah Treatment
Sampel
Volume sampel
(ml)
Kertas Saring
(gram)
Kertas Saring +
Padatan (gram)
Padatan
(gram)
TSS
(mg/l)
Ulangan I 50 0,59 1,0290 0,4390 8780
Ulangan II 50 0,59 0,9920 0,4020 8040
Rata-rata 0,59 1,0105 0,4205 8410

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jika total suspended solid yang didapatkan
dari hasil perhitungan pada ulangan I sebesar 8780 mg/l dan ke-II sebesar 8040 mg/l.
Untuk rata-rata total suspended solid limbah cair tersebut setelah treatment adalah 8410
mg/l.

3.2.5.5.3. Analisa Total Dissolved Solid (TDS)
Hasil analisa padatan dengan metode Total Dissolved Solid (TDS) limbah cair dapat
dilihat pada tabel 39.

Tabel 39. Kandungan Total Dissolved Suspended Solid (TDS) Limbah Cair Perendaman
Sayur Asin Setelah Treatment
Sampel TS (mg/l) TSS (mg/l) TDS (mg/l)
Ulangan I 44500 87800 35720
Ulangan II 60500 80400 52460
Rata-rata 52500 84100 44090

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui total dissolved solid yang didapatkan dari hasil
perhitungan pada ulangan I adalah 35720 mg/l dan ulangan ke-II sebesar 52460 mg/l.
Rata-rata total dissolved solid limbah cair tersebut setelah treatment adalah 44090 mg/l.

3.2.6. Karakteristik Kimiawi
3.2.6.1. Pengukuran pH
Hasil pengukuran pH limbah cair dapat dilihat pada tabel 40.

Tabel 40. Pengukuran pH Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah Treatment
Sampel pH
Ulangan I 7
Ulangan II 7
Rata-rata 7
42




Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pengukuran pH sebanyak dua kali
dan didapatka hasil pH limbah cair setelah treatment sebesar 7.

3.2.6.2. Analisa Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD)
Hasil pengukuran analisa kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) limbah cair
dapat dilihat pada tabel 41.

Tabel 41. Hasil Pengukuran COD Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah
Treatment
Sampel Volume sampel (ml) Na
2
S
2
O
3
(ml) COD (mg/l)
Blanko 10 49,2 -
Ulangan I 10 48,3 720
Ulangan II 10 48,7 400
Rata-rata: 48,5 560

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui jika volume Na
2
S
2
O
3
yang diperlukan untuk
titrasi blanko sebanyak 49,2 ml dan rata-rata titrasi untuk sampel sebanyak 48,5 ml.
Untuk ulangan ke-I didapatkan nilai COD sebesar 720 mg/l, sedangkan untuk ulangan
ke-II adalah 400 mg/l, sehingga dihasilkan rata-rata sebesar 560 mg/l.

3.2.6.3. Analisa Kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Hasil pengukuran analisa kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD) limbah cair
dapat dilihat pada tabel 42.

Tabel 42. Hasil Pengukuran BOD Limbah Cair Perendaman Sayur Asin Setelah
Treatment
Sampel
Volume
sampel (ml)
Titrasi I (ml) Titrasi II (ml) BOD (mg/l)
Ulangan I 20 1,3 0,2 11
Ulangan II 20 1,5 0,3 12
Rata-rata: 1,4 0,25 11,5

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui jika volume sampel yang digunakan adalah
20 ml. Rata-rata larutan yang dibutuhkan pada titrasi I sebesar 1,3 ml dan titrasi II
sebesar 1,5 ml. Jumlah BOD yang didapatkan untuk ulangan pertama adalah 11 mg/l,
43



sedangkan untuk ulangan kedua adalah 12 mg/l. Sehingga rata-rata BOD yang
didapatkan adalah 11,5 mg/l.

3.3. Perbandingan Data Keseluruhan
Hasil pengamatan perbandingan data keseluruhan limbah baik sebelum maupun sesudah
treatment dapat dilihat pada tabel 43.

Tabel 43. Hasil Pengamatan Data Keseluruhan Kelompok
Kelompok Parameter Sebelum Treatment Sesudah Treatment
C1
Bau +++ ++++
Warna ++++ +
Kekeruhan +++ +++
Suhu (rata-rata) 28
o
C 28
o
C
pH (rata-rata) 3,44 7
COD (rata-rata) 1760 ppm 1200 ppm
BOD (rata-rata) - 1,75
TS (rata-rata) 55000 mg/l 202250 mg/l
TSS (rata-rata) 3400 mg/l 9860 mg/l
TDS (rata-rata) 51600 mg/l 192390 mg/l
C2
Bau +++ ++++
Warna ++++ +
Kekeruhan +++ +++
Suhu (rata-rata) 28
o
C 28
o
C
pH (rata-rata) 3,45 7
COD (rata-rata) 4440 ppm 1240 ppm
BOD (rata-rata) - 24,5 ppm
TS (rata-rata) 60000 mg/l 112000 mg/l
TSS (rata-rata) 3300 mg/l 10100 mg/l
TDS (rata-rata) 56700 mg/l 101900 mg/l
C3
Bau +++ ++++
Warna ++++ +
Kekeruhan +++ +++
Suhu (rata-rata) 28
o
C 28
o
C
pH (rata-rata) 3,48 7
COD (rata-rata) 3600 ppm 560 ppm
BOD (rata-rata) - 11,5 ppm
TS (rata-rata) 62500 mg/l 52500 mg/l
TSS (rata-rata) 3700 mg/l 8410 mg/l
TDS (rata-rata) 58800 mg/l 44090 mg/l
Keterangan :
Bau Warna Kekeruhan
+ = tidak bau + = putih + = tidak keruh
++ = agak bau ++ = putih kekuningan ++ = agak keruh
+++ = bau +++ = kuning +++ = keruh
++++ = sangat bau ++++ = kuning kehijauan ++++ = sangat keruh
44



Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jika setelah treatment seluruh karakteristik
limbah mengalami perubahan kecuali suhu limbah yang stabil pada suhu 28
o
C. Bau
limbah yang awalnya tergolong bau setelah treatment naik parameternya menjadi sangat
bau, warna limbah awal berwarna kuning kehijauan kemudian menjadi putih, dan
tingkat kekeruhan awal dan akhir memiliki tingkatan yang sama. pH limbah tersebut
juga mengalami perubahan dari pH asam menjadi netral (pH 7) setelah dilakukan
treatment. COD limbah mengalami penurunan setelah dilakukannya treatment dan nilai
BODnya paling tinggi 24,5 ppm. Untuk nilai TS limbah sebelum treatment mengalami
kenaikan kecuali kelompok C3 yang mendapatkan nilai TS menurun. Nilai TSS limbah
juga mengalami kenaikan dan nilai TDS sesudah treatment didapatkan nilai lebih tinggi
dibandingkan sebelum treatment kecuali kelompok C3.

3.4. Baku Mutu Limbah
Terlampir




















45

4. PEMBAHASAN

Seperti yang telah dinyatakan oleh Sugiharto (1987), limbah merupakan bekas buangan
berbentuk cair, gas, dan padat yang mengandung senyawa kimia berbahaya dan sulit
untuk dihilangkan. Selain itu, menurut Jenie & Rahayu (1993), limbah cair banyak
mengandung nutrient yang mendukung pertumbuhan dari ganggang serta menyebabkan
ledakan populasi pada makhluk hidup tersebut yang membuat kadar oksigen didalam air
berkurang. Hal ini dapat menyebabkan bau busuk dan warna air menjadi gelap. Maka
dari itu, sebelum dibuang ke badan air, limbah harus ditangani terlebih dahulu.

Pada praktikum ini, limbah yang digunakan adalah limbah cair dari perendaman sayur
asin. Sayur asin merupakan salah satu produk dengan citarasa yang khas dihasilkan oleh
bakteri asam laktat yang mengalami fermentasi. Jenis-jenis bakteri asam laktat yang
dibiarkan aktif adalah Leuconostoc mesenteroide, Lactobacillus cucumeris, L.
plantarum, dan L. pentoaceticus. Bakteri yang aktif pada awal fermentasi dalam jumlah
besar adaah bakteri coliform yaitu Aeobacter cloacer yang memiliki kemampuan
menghasilkan gas dan asam yang mudah menguap. Pada kondisi inilah, Flavobacterium
rhenanus menghasilkan senyawa yang menyebabkan rasa khas pada sayur asin yaitu
kombinasi dari alkohol pembentuk ester serta asam. Fermentasi yang dilakukan pada
kondisi anaerob karena jika ada udara selama proses fermentasi akan menyebabkan
pembusukan (IPB, 1981).

Treatment yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pre-treatment
Pada pengolahan ini perlu dilakukan penyaringan/filtasi pada limbah cari dari
perendaman sayur asin. Menurut Sugiharto (1987), air limbah banyak mengandung
padatan terapung berupa potongan kayu, pasir, lumpur, sisa kain, sisa pembersihan
daging, dan sebagainya. Penyaringan berfungsi untuk menghilangkan padatan-padatan
berupa ukuran besar karena jika tidak dihilangkan akan mengganggu proses pengolahan
untuk tahap selanjutnya. Hal ini bisa dilakukan dengan saringan kasar dan filtrat yang
didapat disaring lagi dengan kain saring untuk mendapatkan hasil cairan yang bersih
dengan jumlah partikel kecilnya telah berkurang. Maka penyaringan merupakan salah


46

satu cara paling sederhana untuk memisahkan benda padat yang kasar dan besar dari
limbah tersebut (Mahilda, 1992).

Metode pada praktikum yang dilakukan adalah menyaring limbah cair perendaman
sayur asin sebanyak 1 liter setiap kelompok dengan menggunakan kain saring. Filtrat
yang diperoleh ditampung pada ember. Lalu dilakukan penyaringan lagi dengan
menggunakan kain saring dan kertas saring. Menurut Mahilda (1992), langkah-langkah
yang dilakukan telah tepat karena penyaringan awal dilakukan dengan kain saring
karena memiliki pori-pori yang lebih kasar dibandingkan kertas saring. Kain saing
bertujuan untuk memisahkan padatan-padatan yang berukuran besar sedangkan kertas
saring berfungsi untuk menahan padatan padatan berukuran sangat kecil. Biasanya
kertas saring yang digunakan berukuran 0,7 mm atau lebih besar.

2. Primary treatment
Menurut Sugiharto (1987), primary treatment bertujuan untuk memproses padatan
halus, zat warna, dll yang tidak tersaring dari proses sebelumnya. Pada treatment ini
terdapat dua metode yaitu pengolahan secara fisik dan secara kimia. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, pengolahan fisik adalah terjadinya pengendapan karena
gravitasi sedangkan pengolahan kimia adalah pengendapan bahan padatan dengan
menambahkan zat kimia. Pada praktikum ini, limbah cair yang mengandung bahan-
bahan terlarut dilakukan proses koagulasi yang menghasilkan endapan lalu disaring.
Koagulasi adalah proses pengendapan dengan prinsip penggumpalan melalui reaksi
kimia. Bahan kimia yang biasa digunakan adalah senyawa yang mengandung atom Ca,
Fe, dan Al karena ketiga atom tersebut tidak larut dengan air sehingga dapat mengendap
saat bertemu dengan basa. Maka penggunaan Ca(OH)
2
dan FeCl
3
pada praktikum kali
ini telah sesuai dengan pernyataan Sugiharto (1987). Gintings (1992) menambahkan
bahwa proses koagulasi dilakukan karena padatan halus maupun padatan tersuspensi
yang masih terdapat pada pretreatment dalam bentuk bahan-bahan organik akan
mengendap, menghilangkan zat-zat organik yang ada dalam limbah serta menetralkan
pH limbah cair. Dengan ditambahkan senyawa koagulan pada limbah maka partikel
yang tersuspensi saling terikat sehingga ukurannya membesar dan mempercepat
47



pengendapan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses pengendapan yang cepat
dipengaruhi oleh semakin besarnya partikel yang ada.

Konsentrasi koagulan yang ditambahkan juga sangat mempengaruhi proses koagulasi
yang terjadi. Untuk itu, pada uji pendahuluan dilakukan jar testing, dengan penambahan
koagulan pada berbagai konsentrasi (0, 10000, 20000, 30000, 400000, dan 50000 ppm).
Penggunaan jar testing berfungsi untuk mengetahui konsentrasi koagulan yang
memberikan tingkat kekeruhan paling rendah sehingga diharapkan warna limbah yang
diolah tidak terlalu gelap dan merugikan apabila dibuang ke badan air. Tingkat
kekeruhan dapat diukur dengan alat turbidimeter.

Limbah yang telah diberi koagulan lalu diberi pengadukan menggunakan jar test.
Pengadukan yang dilakukan akan mempercepat terjadinya reaksi antara koagulan dan
partikel padatan sehingga proses koagulasi dapat berjalan lebih efektif. Pengadukan
dengan jar test terdiri dari dua tahap, di mana tahap pertama dilakukan dengan
kecepatan 100 rpm selama 1 menit dan pada tahap kedua kecepatan diturunkan menjadi
25 rpm selama 15 menit. Hal ini menurut Kusnaedi (1998) dilakukan agar pada
pengadukan pertama terjadi homogenisasi koagulan yang akan menyebar merata pada
limbah, sedangkan pengadukan kedua dengan kecepatan lebih rendah berfungsi untuk
menjaga agar pertikel padatan yang tergabung tetap stabil. Pengolahan fisik dengan
pengendapan dan penyaringan dilakukan setelah proses koagulasi selesai. Limbah yang
telah dijar test didiamkan selama 30 menit agar terjadi pengendapan flokulan-flokulan
(gumpalan) yang terbentuk. Pengendapan dengan zat penggumpal yaitu zat penggumpal
yang larut air antar molekul dan mampu membentuk gumpalan-gumpalan besar yang
disebut dengan sponge. Sponge berfunsgi untuk menempelnya partikel-partikel yang
ada dalam air yang tersuspensi. Makin lama makin banyak partikel yang menempel
pada sponge sehingga akan bertambah besar dan berat yang karena gaya gravitasi akan
turun dan mengendap ke dasar tempat (Suhardi, 1991).

3. Secondary treatment
Pada praktikum yang dilakukan treatment ini dilakukan dengan melakukan aerasi
selama 30 menit. Aerasi adalah sistem oksigenasi dengan menangkap oksigen dari udara
48



pada air olahan yang akan diproses. Oksigen yang digunakan akan bereaksi dengan
kation yang ada didalam air sehingga menghasilkan oksidasi logam yang sukar larut
dalam air dan mengendap (Kusnaedi, 1998). Keuntungan dari proses ini adalah aroma
busuk dan tidak enak berkurang sehingga tidak menimbulkan pencemaran udara,
meningkatkan kandungan O
2
yang terandung didalam air yang akan memperbanyak
mikroba aerobik yang mampu mencerna zat-zat organik pada limbah, serta mampu
mengurangi senyawa biodegradable dan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk
(Sugiharto, 1987). Selain itu menurut Kusnaedi (1998), proses ini mampu mengurangi
nilai COD dan BOD. Mekanisme kerja aerasi pada praktikum adalah mengalirkan
oksigen melalui selang pada air limbah yang sesuai dengan pernyataan Sugiharto (1987)
akan menambah adanya mikroba aerobik. Dengan banyaknya mikroorganisme ini akan
mengefektifkan penguraian bahan organik sehingga terurai lebih banyak. Reaksinya
adalah sebagai berikut:
Bahan organik + O
2

bakteri
CO
2
+ NH
3
+ energi + bahan buangan dan bakteri baru
(Sugiharto, 1987).

4. Tertiary Treatment
Seperti yang telah disampaikan diawal, treatment ini adalah penanganan lanjutan untuk
menghilangkan senyawa kimia organik dan senyawa anorganik contohnya sulfat nitrat,
fosfor, kalsium, dan kalium. Adsorbsi dengan menggunakan karbon aktif merupakan
salah satu proses biologis pada treatment ini. Karbon aktif berfungsi untuk mengurangi
kandungan kimia yang terdapat pada air limbah. Dengan penambahan senyawa ini akan
menyebabkan partikel-partikel didalam air imbah yang tidak terurai menjadi terurai
sehingga nilai BOD yang dihasilkan dapat berkurang (Sugiharto, 1987). Selain itu,
Mahilda (1992) menambahkan bahwa dengan penambahan ini akan menyebabkan air
limbah menjadi lebih jernih dan bau yang dihasilkan tidak terlalu tajam.

Pada praktikum ini ditambahkan sebanyak 3 gram setiap 200 ml air limbah. Penggunaan
karbon aktif terbagi menjadi dua jenis yang berbeda yaitu berbentuk granula dan serbuk.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif penyerapan yang dilihat dari luas
permukaan adsorbent. Menurut Sugiharto (1987), peningkatan luar permukaan
dilakukan dengan kerja yang rapi melalui pembelahan bahan adsorbent yang dengan
49



semakin mahal umumnya akan lebih luas setiap unitnya. Setelah proses ini selesai,
limbah cair harus disaring kembali dan dilanjutkan ke pengolahan berikutnya.

5. Desinfeksi
Proses ini bertujuan untuk mereduksi dan menghilangkan mikroorgaisme patogen yang
terdapat pada air limbah. Salah satu senyawa kimia yang digunakan adalah klorin.
Klorin mampu merusak dinding sel dari mikroorganisme tersebut (Jenie & Rahayu,
1993). Fardiaz (1992) menambahkan, cara kerja desinfektan adalah merusak membran
sel atau protein dari sel tersebut atau pada gennya sehingga mengakibatkan kematian
atau mutasi pada jasad renik. Tujuan dari proses ini adalah memastikan bahwa limbah
yang akan dibuang aman bagi lingkungan serta tidak mengandung bahan-bahan
penyemar dan mikroorganisme lain. Pemilihan penggunaan klorin sebagai desinfekstan
adalah mudah beroksidasi dan bereaksi dengan beberapa komponen organik dalam
limbah cair (Jenie & Rahayu, 1993). Selain itu, klorin memenuhi persyaratan sebagai
berikut yaitu daya racun zat kimia tersebut, efektifitas, rendah dosis, tidak toksik pada
manusia ataupun hewan, waktu kontak yang dibutuhkan, tahan diair, biaya murah untuk
pemakaian yang bersifat massal (Sugiharto, 1987). Gintings (1987) menambahkan
bahwa baik atau tidaknya hasil reaksi yang dihasilkan tergantung dari suhu, pH, waktu
kontak, kekeruhan, dan konsentrasi klorin yang digunakan. Pada praktikum ini
konsentrasi yang digunakan adalah 10% dari limbah cair yang diuji.

6. Netralisasi
Proses penambahan asam atau basa dalam jumlah tertentu pada suatu produk disebut
dengan netralisasi (Sastrawijaya, 1991). Proses ini sangat dibutuhkan karena limbah
yang terlalu asam ataupun basa jika langsung dibuang ke air akan mengganggu
kehidupan biota air. Pada praktikum ini ditambahkan NaOH 5% untuk limbah asam dan
HCl 5% untuk limbah basa. Hal ini dilakukan agar pH yang didapatkan netral. Mahilda
(1992) menambahkan bahwa ph yang baik berkisar 5,5-9 yang dapat dibuang ke badan
air.

4.1. Karakteristik Fisikawi
4.1.1. Bau
50



Bau disebabkan oleh kegiatan mikroorganik pengurai zat organik yang mampu
menghasilkan gas tertentu. Unsur N (berupa asam amino atau senyawa organik lainnya)
mampu menyebabkan bau busuk pada tempat pembuangan limbah dan apabila senyawa
organik ini diuraikan oleh mikroorganisme secara aerob maka akan menghasilkan bau
busuk yang mengganggu. Menurut Jennie, B.S & Dedy M. (1987), bau yang dihasilkan
dari limbah sayu asin berasal dari fermentasi laktat pada sayuran tersebut. Pada
praktikum ini pada uji pendahuluan ditemukan bau kecut pada limbah di kelompok C1,
C2 dan C3. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diberikan sebelumnya karena bau
dari fermentasi asam laktat. Setelah itu, pada uji pendahuluan ditemukan limbah yang
sangat bau, namun yang dimaksudkan sangat bau disini adalah bau klorin yang telah
ditambahkan. Bau klorin yang ditambahkan pada proses desinfeksi berfungsi untuk
membunuh mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit. Aromanya
cukup kuat karena penambahannya juga banyak yaitu 10% dari volume total limbah.
Bau klorin pada limbah akhir tidak dapat hilang mengingat setelah proses desinfeksi
tidak dilakukan treatment lebih lanjut untuk menghilangkan bau tersebut. Di sisi lain,
bau menyengat dari sayu asin sudah tidak ada karena proses adsorbsi yang diserap oleh
karbon aktif.

4.1.2. Warna
Warna adalah petunjuk jumlah benda yang tersuspensi dan terlarut (Jenie & Rahayu,
1993). Namun, warna yang dihasilkan tidak dapat menentukan bahaya atau tidaknya
limbah cair tersebut. Pada uji pendahuluan, semua kelompok memiliki warna limbah
yaitu kuning kehijauan. Menurut Suhadi (1992), warna hijau dihasilkan karena
kandungan Fe yang tinggi pada sayur tersebut. Pernyataan benar mengingat bawa
sayuran yang digunakan untuk pembuatan sayur asin mengandung besi serta klorofil
yang mampu larut didalam air sehingga air menjadi berwarna hijau. Gintings (1992)
menambahkan warna limbah sayur asin dihasilkan karena garam dari bahan dasar
pembuatan sayur asin yang air limbah mengental selain itu pengunaan air tajen yang
sebagai bahan pendukung dalam membuat sayur asin dan sisa sayuran yang hancur dari
sisa fermentasi yang membuat limbah sayur asin berwarna putih,hijau keruh dan agak
kental. Sesudah dilakukan pengolahan, warna limbah yang dihasilkan adalah putih
kelompok C1-C3. Proses penambahan klorin yang diberikan akan mematikan
51



mikroorganisme patogen sehingga warna gelap yang ada pada limbah menjadi putih.
Jenie & Rahayu (1993) menambahkan bahwa warna bukanlah indikator bahayanya
suatu limbah namu menunjukkan kualitas dari limbah karena memberikan petunjuk
jumlah bahan yang tersuspensi dan terlarut.

4.1.3. Kekeruhan
Standart dari karakteristik fisik limbah pada warna dapat dilihat dari kekeruhannya
(Suhardi, 1991). Sugiharto (1987) menambahkan bahwa kekeruhan merupakan ukuran
yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar, kekeruhan disebabkan oleh adanya
benda tercampur atau benda koloid didalam air. Hasil pengamatan dari praktikum yang
dilakukan adalah pada uji pendahuluan ditemukan limbah yang keruh, namun pada uji
utama ditemukan limbah dengan kekeruhan yang lebih dari uji pendahuluan. Hal ini
menunjukkan bahwa didalam limbah mengandung padatan zat-zat koloid yaitu zat yang
terapung dan terurai secara halus sekali. Semakin keruh suatu limbah, berarti semakin
kuat limbah tersebut (Mahlida, 1981). Pada uji utama ditemukan hasil yang lebih keruh
dari uji pendahuluan walaupun warnanya adalah putih. Seharusnya warna yang
dihasilkan lebih bening dibandingkan pada uji pendahuluan, hal ini terjadi karena
penyaringan yang dilakukan tidak hanya satu kali saja. Selain itu, Sugiharto (1987)
menambahkan bahwa proses penyerapan (adsorbsi) berfungsi untuk penjernihan limbah
untuk mengurangi prngotoran bahan organik, partikel termasuk benda yang
nonbiodegradable. Kesalahan ini bisa terjadi karena kesalahan dari praktikan yang
kurang memahami parameter kekeruhan yang seharusnya dan bisa jadi warna keruh itu
ditimbulkan karena penambahan klorin untuk desinfektan.

4.1.4. Suhu
Menurut Mahilda (1992), suhu adalah karakteristik limbah yang harus diukur karena
semakin tinggi suhunya akan membunuh mikroorganisme pengurai sehingga aktivitas
biologisnya menurun. Selain itu, berfungsi untuk melihat kecenderungan aktivitas
kimiawi, biologis, pengentalan, tekanan uap, tegangan permukaan serta nilai
penjernihan dari benda padat dan gas. Pada praktikum ini, suhu yang ditemukan tidak
jauh berbeda pada uji pendahuluan dan uji utama yaitu sebesar 28
o
C pada semua
kelompok. Hal ini kurang sesuai dengan pernyataan Sastrawijaya (1991) yang
52



menyatakan dengan adanya treatment yang diberikan seharusnya suhu akan mengalami
penurunan. Mahilda (1992) menambahkan pada kondisi suhu ruang ( 27
o
C) akan
terjadi pembusukan limbah. Berdasarkan teori yang dikemukakan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa limah sayur asin sedang mengalami proses pembusukan.

4.1.5. Analisa Padatan
Selain diuji melalui parameter bau, warna, suhu, dan kekeruhan dari suatu air limbah,
pada pengujian fisik juga perlu diuji kandungan Total Solid (TS), kandungan Total
Suspended Solid (TSS), dan Total Dissolved Solid (TDS). Hal ini dilakukan karena pada
air limbah banyak ditemukan padatan terlarut ataupun tersuspensi yang ikut bersama air.
Tujuan penghilangan padatan adalah agar tidak mengganggu serta mempermudah
proses selanjutnya. Maka segala treatment yang dilakukan berguna untuk mengurangi
jumlah padatan dalam air limbah tersebut.

Menurut Tchobanoglous (1981), padatan yang berdiameter sekitar 1 milimikron sampai
1 mikron disebut dengan fraksi padatan koloid yang tidak dapat dipisahkan dengan
pengendapan tanpa perlakuan khusus. Fraksi padatan sendiri yang dapat melalui
saringan terbagi menjadi dua yaitu padatan terlarut dan padatan koloid. Koagulasi
adalah pengurangan jumlah zat pencemar dalam limbah secara kimia dengan cara
menambahkan koagulan sesuai dengan zat terlarut. Penyaringan sendiri dilakukan
dengan adanya 2 perlakuan yang berbeda dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
koaguan yang optimum pada pH. Penambahan Ca(OH)
2
diberikan pada sampel yang
bersifat asama dan diasuk agar proses koagulasi dapat berjalan dengan cepat.
Selanjutnya proses penyaringan dilakukan untuk padatan terlarut yang terkoagulasi. Hal
ini dilakukan dengan kertas saring berukuran 0,7 mm atau lebih besar lagi. Mahilda
(1992) menambahkan koagulan yang ditambahkan akan menyebabkan benda-benda
padat yang ada didalam larutan terendapkan didasar wadah sedimentasi bersama dengan
koagulan tersebut. Penambahan koagulan ini mampu memperbesar ukuran total padatan
yang diperoleh (Jenie & Rahayu, 1993).



53



4.1.5.1. Analisa Total Solid (TS)
Total Solid (TS) adalah sisa yang tertinggal selama proses evaporasi sampel dan
pengeringan dalam oven dalam keadaan suhu tertentu. Pada praktikum ini diambil
sebanyak 2 ml sampel dan diletakkan pada cawan yang telah diketahui beratnya terlebih
dahulu. Lalu diuapkan dengan menggunakan oven pada suhu 103-105C selama 24 jam
dan didesikator 15 menit. Menurut Sugiharto (1987), pengeringan yang dilakukan
bertujuan untuk menguapkan air dari cawan. Setelah itu, timbang cawan yang telah
didesikator. Perbedaan yang didapatkan yaitu antara berat cawan setelah didinginkan
(berat residu cawan) dengan berat kosong dianggap sama dengan milligram total residu
yang dihasilkan. Total padatan adalah padatan tersuspensi total yaitu sisa yang tertahan
difilter sedangkan padatan terlarut total adalah yang mampu melewati filter dengan
ukuran 2,0 milimikron atau bisa lebih kecil dari ukuran pori-pori tersebut. Maka jumlah
total endapan merupakan bahan-bahan yang mengendap, terlarut, dan tercampur dalam
air limbah itu. Langkah kerja yang dilakukan selama praktikum telah sesuai dengan
teori Sugiharo (1987).

Setelah mengetahui nilai Total Solid dengan memasukkan hasil-hasil yang didapatkan
pada rumus yag telah diberikan, maka didapatkan hasil sebelum treatment sebagai
berikut kelompok C1 55000 mg/l, kelompok C2 sebesar 60000 mg/l, dan kelompok C3
sebesar 62500 mg/l sedangkan hasil yang didapatkan setelah treatment semuanya
mengalami peningkatan kecuali pada kelompok C3. Hasilnya secara berturut-turut yaitu
202250 mg/l, 112000 mg/l, dan 52500 mg/l. Seharusnya dari teori-teri yang telah
disampaikan, hasil yang didapatkan setelah treatment adalah lebih sedikit padatan yang
terdapat didalam limbah ini seperti yang dialami oleh kelompok C3. Hal ini dapat
terjadi karena sampel awal dari air limbah sudah ada residu yang tertinggal setelah
evaporasi dan residu ini dari partikel-partikel yang terlarut maupun tersuspensi didalam
sampel awal. Selain itu, penambahan koagulan juga menambah partikel zat-zat yang
ditambahkan. Semakin meningkatnya TS dikarenakan juga oleh range waktu yang
cukup lama saat menimbang cawan Gouch sampai mencapai berat kostan sehingga
berat yang didapatkan kurang valid karena uap air akan terserap ke dalam cawan dan
berat cawan menjadi bertambah. Perlakuan awal pada limbah juga mempengaruhi
peningkatan nilai TS yang dilakukan yaitu tidak adanya pengocokan yang
54



mengakibatkan banyaknya padatan yang tidak terambil karena terendapkan (Jenie &
Rahayu, 1993).

4.1.5.2. Analisa Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) adalah bahan yang tertahan dalam filter dmana hal ini
dilakukan dengan filtrasi lalu filter yang digunakan dikeringkan dan ditimbang untuk
menentukan berat dari hasil sisa yang tertahan pada filter (Hammer & Hammer, 1996).
Teori tersebut sangat mendukung langkah kerja yang dilakukan selama kegiatan
praktikum yaitu 50 ml sampel disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah
diketahui beratnya lalu dioven dengan suhu sama pada perlakuan TS (Total Solid)
selama 1 malam dan didesikator selama 15 menit. Setelah itu kertas saring ditimbang
hingga beratnya konstan. Hasil TSS untuk kelompok C1, C2, dan C3 sebelum treatment
yaitu sebesar 3400 mg/l, 3300 mg/l, dam 3700 mg/l. Sedangkan nilai TSS setelah
dilakukannya treatment yaitu sebesar 9860 mg/l, 10100 mg/l, dan 8410 mg/l.
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa nilai TSS mengalami peningkatan sewaktu
dilakukannya treatment. Hasil tersebut tidak sesuai dengan baku mutu yang ada karena
batas maksimalnya sebesar 100 mg/l (ppm).

Hal ini juga tidak sesuai terhadap pendapat Gintings (1992) bahwa seharusnya nilai
TSS setelah treatment lebih kecil karena semakin kecil nilai TSS maka limbah tersebut
lebih aman apabila dibuang ke dalam air. Semakin sedikit senyawa organik yang ada
dalam air limbah maka kebutuhan oksigen mikroorganisme samakin sedikit pula
sehingga oksigen dalam air masih dapat digunakan untuk hidup bagi biota air lainnya.
Ketidaksesuaian dengan teori ini kemungkin dapat terjadi karena adanya penambahan
senyawa kimia yang dapat terbentuknya padatan total tersuspensi menjadi lebih banyak
dan kemungkinan disebabkan karena sampel yang digunakan pun berasal dari skala
rumah tangga yang memungkinkan adanya bahan kimia yang tertahan di permukaan
kertas saring yang digunakan. Kesalahan yang terjadi sangatlah bertentangan dengan
teori Gintings (1992) karena tujuan dari treatment berfungsi untuk mengolah limbah
menjadi lebih aman.


55



4.1.5.3. Analisa Total Dissolved Solid (TDS)
Total Dissolved Solid (TDS) merupakan karakter fisik yang dapat mencerminkan
kandungan air limbah dari segi kuantitas organik atau secara anorganik, baik dari
komponen terlarut maupun tersuspensi (Jenie & Rahayu, 1993). Pada kelompok C1-C3
didapatkan nilai TDS sebelum treatment secara berturut-turut 51600 mg/l, 56700 mg/l
dan 58800 mg/l sedangkan hasil setelah treatment yaitu 192390 mg/l, 101900 mg/l, dan
44090 mg/l. Hasil yang didapatkan setelah treatment nilai TDS mengalami peningkatan
kecuali kelompok C3.

4.2. Karakteristik Kimiawi
4.2.1. pH
Nilai pH merupakan indikator untuk mengetahui tingkat keasaman dari suatu cairan
encer dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya (Mahida, 1992). Menurut Hammer &
Hammer (1996), nilai keasaman pada limbah cair bergantung oleh banyak atau tidaknya
ion hidrogen yang larut dalam air karena hal inilah yang menjadi parameter untuk
mengetahui kualitas dari limbah cair. Air limbah yang terlalu asam atau terlalu basa,
jika dibuang secara langsung ke air, maka akan mengganggu kehidupan biota air
(Satrawijaya, 1991) maka itu perlu adanya pengawasan pH yang bertujuan untuk
melindungi sistem saluran kotoran dan untuk mencegah terganggunya pada proses
penanganan selanjutnya. Bahan yang digunakan untuk mengkondisikan pH asam
menjadi netral digunakan NaOH dan HCl

untuk mengkondisikan pH basa menjadi netral
(Sugiharto, 1987).

pH limbah cair awal yang diperoleh pada kelompok C1-C3 berturut-turut yaitu 3,44 ;
3,45 ; dan 3,48. Setelah dilakukan treatment, pada setiap kelompok dihasilkan pH yang
sama yaitu 7. Hasil yang didapatkan sesuai dengan baku mutu yang disarankan yaitu pH
6-9 (PP no 5 tahun 2007). Hal itu juga didukung oleh Mahida (1992) bahwa air limbah
yang normal biasanya mengandung sedikit alkali.

4.2.2. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD adalah kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) adalah banyaknya oksigen dalam ppm
atau mg/l yang dibutuhkan menguraikan/mengoksidasi benda organic maupun
56



anorganik secara kimiawi. Cara pengoksidasian tersebut menggunakan agen oksidasi
kuat dalam keadaan asam. Pada percobaan ini menggunakan K
2
Cr
2
O
7
sebagai
pengoksidasi kuat dan HgSO4 untuk memberikan keadaan asam. Tujuan penambahan
larutan K
2
Cr
2
O
7
dan HgSO
4
adalah untuk menyebabkan terjadi reaksi reduksi
oksidasi menghasilkan oksigen bebas yang nantinya diukur dengan metode titrasi iod
(Hammer & Hammer, 1996). Reaksi reduksi oksidasi ini dapat terjadi karena kalium
bikromat merupakan senyawa yang bersifat oksidator kuat. Reaksi reduksi oksidasi
tersebut dapat berlangsung optimal apabila dalam kondisi asam. jumlah K
2
Cr
2
O
7
yang
digunakan untuk oksidasi berbanding lurus dengan banyaknya total zat organik yang
dapat dioksidasi secara kimiawi (Suhardi, 1991).

Berikutnya , sampel tersebut dipanaskan hingga mendidih. Dilakukan pemanasan
bertujuan untuk meningkatkan kecepatan reaksi kimia yang terjadi. Setelah proses
pemanasan selesai dilakukan, dilanjutkan dengan pendinginan, kemudian sampel
tersebut diambil sebanyak 10 ml (dua kali ulangan). Ke dalam sampel tersebut
kemudian ditambahkan 1,5 ml KI 10 % dan sesaat sebelum titrasi dengan menggunakan
Na
2
S
2
O
3
0,1 N ditambahkan 2 ml amilum.penambahan KI dan indicator amilum
dilakukan ketika larutan mendingin hal ini dimaksudkan karena amilum mudah rusak
pada suhu tinggi. Bahan zat pengoksidasi kuat dianalisis dengan menambahkan kalium
iodida dan menitrasi iod. Dengan penambahan KI ini akan menyebabkan terjadi reaksi
antara ion K dengan oksigen yang dibebaskan dari reaksi oksidasi di atas (On) (Suhardi,
1991). Pada titrasi menggunakan larutan natrium tiosulfat akan menghasilkan warna
biru tua pada titik akhir titrasi dengan warna biru yang tidak kembali menghilang.
Warna biru ini timbul karena adanya reaksi antara molekul molekul pati dengan iodin.
Ikatan antara struktur molekul pati dengan iodin dapat menghasilkan warna biru tua.
Pada hasil pengamatan didapatkan COD pada kelompok C1 yaitu 1760 ppm sebelum
treatment dan 1200 ppm, kelompok C2 4440 ppm dan 1240 ppm, kelompok C3 3600
ppm dan 560 ppm sesudah treatment sedangkan menurut baku mutu limbah disebutkan
apabila nilai COD maksimal adalah berkisar 150 ppm, ketidaksesuaian nilai COD
dengan baku mutu disebabkan karena treatment yang dilakukan kurang maksimal. Pada
percobaan tersebut perlu di siapkan larutan blanko dan diperlakukan sama seperti
57



prosedur uji COD, dibuatnya blanko bertujuan sebagai pengkoreksi kesalahan yang
timbul karena adanya bahan-bahan organik dalam reagen.

4.2.3. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
BOD adalah jumlah oksigen yang terlarut yang dikonsumsi oleh kegiatan
mikrobiologik. BOD menunjukan banyaknya kandungan bahan organic, BOD bisa
disebut sebagai indicator kasar dari banyaknya kandungan organik. Tingginya nilai
BOD dari suatu limbah cair maka menunjukan semakin buruknya mutu air tersebut. Hal
ini dikarenakan semakin tinggi uji nilai BOD berarti semakin tinggi juga oksigen yang
dipergunakan oleh mikroorganisme, apabila limbah dengan BOD yang tinggi langsung
dibuang ke lingkungan tanpa melalui treatment terlebih dahulu dapat menyebabkan
terganggunya kehidupan makhluk hidup yang ada pada lingkungan, BOD yang tinggi
juga berarti oksigen terlarut dari limbah tersebut sangat sedikit. Pada percobaan uji
BOD digunakan metode titrasi. Dimana mula-mula limbah diencerkan terlebih dahulu
dengan mengunakan air yang sudah di aerasi. Tujuan dari pengenceran untuk
mengatisipasi limbah berbeban berat (Jenie & Rahayu, 1993). Air aerasi bertujuan
untuk menjaga kelancaran penyediaan udara sehingga dapat mencegah terbentuknya
endapan pada bagian bawah limbah endapan ini akan menyebabkan penghambatan
pemberian oksigen ke dalam sel bakteri, sehingga akan tercipta suasana yang anaerob
yang menyebabkan bau busuk. Metode yang dilakukan untuk uji BOD adalah limbah
cair dari rendaman sayur asin yang telah diberi perlakuan diambil sebanyak 100 ml
dalam gelas beker besar lalu diencerkan hingga 1000 ml dengan air aerasi. Dipisahkan
limbah tersebut menjadi 600 ml dan 400 ml. Limbah sebanyak 600 ml dimasukkan ke
dalam botol cokelat lalu ditutup dan diinkubasi 5 hari dengan suhu 20C 5 hari adalah
hanya mewakili sebagian kecil dari seluruh BOD secara lengkap, oleh karena itu BOD
5

bukan merupakan suatu ukuran yang lengkap dari kekuatan air limbah, mutu air limbah
atau tingkat pencemarannya (Mahida, 1992). Limbah yang diinkubasi selama 5 hari
disebut COD
5
sedangkan limbah sebanyak 400 ml dilakukan pengujian. Limbah yang
akan diuji ditambahkan dengan 3 ml larutan KI dan 3 ml larutan MnSO
4
. Larutan
tersebut kemudian didiamkan selama 15 menit dan kembali ditambahkan dengan 3 ml
larutan H
2
SO
4
pekat yang berada di ruang asam. Dilakukan pengocokan secara
perlahan. Larutan tersebut diambil sebanyak 20 ml dan dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3

58



0,01 N sehingga warnanya menjadi pucat serta dicatat volume larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N
yang dibutuhkan. Setelah itu, ditambahkan 2 tetes indikator amilum sesaat sebelum
titrasi. Lalu dititrasi kembali dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N hingga terbentuk warna
bening. Dilakukan sebanyak 2 kali ulangan.

Dari hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa nilai BOD awal pada limbah yang
belum ditreatment tidak terdeteksi atau nilai BOD tidak ada. Bahkan saat ditambah
dengan amilum pun, tidak terjadi perubahan warna menjadi biru sehingga tidak akan
bisa dititrasi. Hal ini berarti limbah cair sayur asin sebelum treatment tersebut
berkekuatan sangat tinggi. maka pengenceran yang dilakukan seharusnya, dilakukan ber
kali-kali atau bahkan lebih karena limbah berbeban berat. Hal ini sesuai dengan teori
Jenie & Rahayu (1993), yang menyatakan bahwa pada umumnya limbah pengolahan
pangan dan limbah hewan berkekuatan tinggi, sehingga mempunyai BOD yang tinggi
yakni lebih tinggi dari 1000 ppm. Setelah dilakukan treatment nilai BOD limbah C1-C3
berturut-turut adalah 11,5ppm; 24,5 ppm ; dan;1,75 ppm sedangkan menurut baku mutu
limbah nilai BOD maksimal adalah 150 ppm. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai
BOD yang didapat selama praktikum masih bisa termasuk dalam golongan limbah yang
aman.















59

5. KESIMPULAN

Limbah merupakan bekas buangan berbentuk cair, gas, dan padat yang mengandung
senyawa kimia berbahaya dan sulit untuk dihilangkan.
Sayur asin merupakan salah satu produk dengan citarasa yang khas dihasilkan oleh
bakteri asam laktat yang mengalami fermentasi.
Air limbah perlu diolah agar tidak membahayakan kesehatan serta mencemari
lingkungan yang berakibat pada kerusakan alam.
Treatment yang dilakukan untuk pengolahan limbah terdiri dari pretreatment
(filtrasi), primary treatment (koagulasi), secondary treatment (aerasi), tertiary
treatment (adsorbsi), desinfeksi, netralisasi, dan uji lanjutan.
Pretreatment (filtrasi) bertujuan untuk menghilangkan padatan-padatan berupa
ukuran besar karena jika tidak dihilangkan akan mengganggu proses pengolahan
untuk tahap selanjutnya.
Primary treatment (koagulasi) bertujuan untuk memproses padatan halus, zat warna,
dll yang tidak tersaring dari proses sebelumnya.
Koagulasi adalah proses pengendapan dengan prinsip penggumpalan melalui reaksi
kimia.
Bahan kimia yang biasa digunakan adalah senyawa dengan mengandung atom Ca,
Fe, dan Al.
Aerasi adalah sistem oksigenasi dengan menangkap oksigen dari udara pada air
olahan yang akan diproses.
Tertiary treatment bertujuan untuk menghilangkan senyawa kimia organik dan
senyawa anorganik contohnya sulfat nitrat, fosfor, kalsium, dan kalium.
Penggunaan karbon aktif berfungsi untuk mengurangi kandungan kimia yang
terdapat pada air limbah.
Desinfeksi bertujuan untuk mereduksi dan menghilangkan mikroorgaisme patogen
yang terdapat pada air limbah.
Klorin dipilih karena memiliki persyaratan daya racun zat kimia tersebut, efektifitas,
rendah dosis, tidak toksik pada manusia ataupun hewan, waktu kontak yang
dibutuhkan, tahan diair, biaya murah untuk pemakaian yang bersifat massal.

60



Netralisasi dilakukan untuk membuat limbah memiliki nilai pH netral atau mendekat
7.
Bau mampu menunjukkan kualitas dari limbah tersebut masih abru atau telah busuk.
Bau yang dihasilkan dari sayur asin sebelum diberikan treatment berasal dari
fermentasi asam laktat.
Warna yang ada pada limbah menunjukkan jumlah benda yang tresuspensi dan
terlarut.
Warna yang dihasilkan pada uji pendahuluan adalah kuning kehijauan sedangkan
warna pada uji utama adalah putih.
Kekeruhan disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid didalam air.
Kekeruhan yang dihasilkan setelah uji utama adalah lebih bening dari sebelumnya.
Suhu ruang yang ditemukan pada hasil pengamatan menunjukkan adanya proses
pembusukan pada limbah.
Terjadi penurunan suhu limbah setelah dilakukan treatment.
Total Solid (TS) adalah sisa yang tertinggal selama proses evaporasi sampel dan
pengeringan dalam oven dalam keadaan suhu tertentu.
Setelah treatment yang diberikan nilai TS pada uji pendahuluan akan lebih tinggi
dibandingkan uji utama.
Total Suspended Solid (TSS) adalah bahan yang tertahan dalam filter dmana hal ini
dilakukan dengan filtrasi lalu filter yang digunakan dikeringkan dan ditimbang
untuk menentukan berat dari hasil sisa yang tertahan pada filter.
TSS yang diharuskan berdasarkan baku mutu adalah 100 mg/liter.
TDS adalah pengurangan dari Total Solid dan Total Suspended Solid.
pH yang dianjurkan pada limbah saat dibuang ke badan air adalah 6-9.
COD adalah kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) adalah banyaknya oksigen dalam
ppm atau mg/l yang dibutuhkan menguraikan/mengoksidasi benda organic maupun
anorganik secara kimiawi.
Penggunaan K
2
Cr
2
O
7
sebagai pengoksidasi kuat dan HgSO4 untuk memberikan
keadaan asam.
Penambahan KI ini akan menyebabkan terjadi reaksi antara ion K dengan oksigen
yang dibebaskan dari reaksi oksidasi.
Amilum digunakan sebagai indikator mencapai titik akhir titrasi.
61



Nilai COD lebih tinggi dibandingkan nilai BOD.
BOD yang diharapkan dari baku mutu limbah adalah 150 ppm.
BOD adalah jumlah oksigen yang terlarut yang dikonsumsi oleh kegiatan
mikrobiologik.
BOD
5
mewakili sebagian kecil dari seluruh BOD secara lengkap bukan merupakan
suatu ukuran yang lengkap dari kekuatan air limbah, mutu air limbah atau tingkat
pencemarannya.
Nilai BOD maksimal yang dianjurkan adalah 150 ppm.

















Semarang, 21 September 2014
Kelompok C3: Asisten Dosen
- Veronica Dian Sari 12.70.0018 - Yuni Rusiana
- Cornelia Claudya G. 12.70.0024
- Tjan, Ivana Chandra 12.70.0057
- Danny Pratama 12.70.0110
- Siti Qolifah 12.70.0167


62

6. DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. & S.S.Santika. (1984). Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.

Anonim (2000). Pembuatan Sayur Asin.
http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/piwp/sayur_asin.pdf

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. Gramedia. Jakarta.

Farida Hanum. (2002). Proses Pengolahan Air Sungai Untuk Keperluan Air Minum.
USU digital library

Gintings, P. (1992). Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta.

Hammer, M.J & M.J. Hammer. (1996). Water & Wastewater Technology 3
nd
Edition.
Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Ibnu, H. (1997). Rekayasa Lingkungan. Gunadarma. Jakarta.

IPB. (1981). Sayur Asin Paket Industri Pangan untuk Daerah Pedesaan. Bogor.

Jenie, B. S. L. & W. P. Rahayu. (1993). Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius.
Yogyakarta.

Mahida, U. N. (1984). Pencemaran Air dan Penggunaan Limbah Industri. CV Rajawali.
Jakarta.

Mahida, U. N. (1992). Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV.
Rajawali. Jakarta.

Otto. (1986). Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV.Rajawali. Jakarta.

PP no 5 tahun 2007. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan.atau Pengolahan Buah-
buahan dan/atau Sayuran. diakses tanggal 31 Agustus 2014.

63



Puterbaugh S & Thomas. D. DiStefano. (2002). Preliminary Analysis of Hydrolysis and
Acidification of Food Processing Waste.

Sastrawijaya, A. T. (1991). Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.

Sugiharto. (1987). Dasar Dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia.
Jakarta.

Suhardi, (1991). Petunjuk Laboratorium Analisa Air dan Penanganan Limbah. PAU
Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Tchobanoglous, G. (1981). Waste Water Engineering : Treatment, Disposal, Reuse.
Tata McGraw. Hill Publishing Company Ltd. New Delhi.

Utomo, A.R. (1998). Kemungkinan Pemanfaatan Limbah cair Industri Pengolahan
Pangan untuk Irigasi. Jurnal Ilmiah Widya Mandala.










64

7. LAMPIRAN

7.1. Perhitungan
7.1. Perhitungan Uji Awal
Kelompok C1
1. COD (ppm) =
()
()

Ulangan 1 =
()

= 2000 ppm
Ulangan 2 =
()

= 1520 ppm
Rata-rata =
()

= 1760 ppm
2. TS =
()


Ulangan 1 =
()

= 55000 mg/L

Ulangan 2 =
()

= 55000 mg/L

Rata-rata =
()

= 55000 mg/L
3. TSS =
()


Ulangan 1 =
()

= 4000 mg/L
Ulangan 2 =
()

= 2800 mg/L
Rata-rata =

= 3400 mg/L
4. TDS = TS-TSS
Ulangan 1 = 55000-4000

= 51000 mg/L
Ulangan 2 = 55000-2800 = 52200 mg/L
Rata-rata =

= 51600 mg/L
Kelompok C2
1. COD (ppm) =
()
()

Ulangan 1 =
()

= 2640 ppm
Ulangan 2 =
()

= 6240 ppm
Rata-rata =
()

= 4440 ppm
2. TS =
()

65



Ulangan 1 =
()

= 60000 mg/L

Ulangan 2 =
()

= 60000 mg/L

Rata-rata =
()

= 60000 mg/L
3. TSS =
()


Ulangan 1 =
()

= 2600 mg/L
Ulangan 2 =
()

= 4000 mg/L
Rata-rata =

= 3300 mg/L
4. TDS = TS-TSS
Ulangan 1 = 60000-2600

= 57400 mg/L
Ulangan 2 = 60000-1600 = 56000 mg/L
Rata-rata =

= 56700 mg/L
Kelompok C3
1. COD (ppm) =
()
()

Ulangan 1 =
()

= 4000 ppm
Ulangan 2 =
()

= 3200 ppm
Rata-rata =
()

= 3600 ppm

2. TS =
()


Ulangan 1 =
()

= 60000 mg/L

Ulangan 2 =
()

= 65000 mg/L

Rata-rata =
()

= 62500 mg/L
3. TSS =
()


Ulangan 1 =
()

= 3600 mg/L
Ulangan 2 =
()

= 3800 mg/L
Rata-rata =

= 3700 mg/L
66



4. TDS = TS-TSS
Ulangan 1 = 60000-3600 = 56400 mg/L
Ulangan 2 = 65000-3800 = 61200 mg/L
Rata-rata =

= 58800 mg/L

7.2. Perhitungan Uji Utama
Kelompok C1
1. COD (ppm) =
()
()

Ulangan 1 =
()

= 1920 ppm
Ulangan 2 =
()

= 480 ppm
Rata-rata =
()

= 1200 ppm
2. BOD (ppm) = (volume titrasi BOD
0
x volume titrasi BOD
5
) x faktor pengencer
Ulangan 1 = (0,4-0,1) x 10 = 3 ppm
Ulangan 2 = (0,15-0,1) x 10 = 0,5 ppm
Rata-rata =

ppm
3. TS =
()


Ulangan 1 =
()

= 205000 mg/L

Ulangan 2 =
()

= 199500 mg/L

Rata-rata =

= 202250 mg/L
4. TSS =
()


Ulangan 1 =
()

= 10020 mg/L
Ulangan 2 =
()

= 9700 mg/L
Rata-rata =

= 9860 mg/L
5. TDS = TS-TSS
Ulangan 1 = 205000-10200

= 194980 mg/L
Ulangan 2 = 199500-9700

= 189800 mg/L
Rata-rata =

= 192390 mg/L
Kelompok C2
67



1. COD (ppm) =
()
()

Ulangan 1 =
()

= 1760 ppm
Ulangan 2 =
()

= 720 ppm
Rata-rata =
()

= 1240 ppm
2. BOD (ppm) = (volume titrasi BOD
0
x volume titrasi BOD
5
) x faktor pengencer
Ulangan 1 = (3,1-1,5) x 10 = 16 ppm
Ulangan 2 = (4,5-1,2) x 10 = 33 ppm
Rata-rata =

ppm
3. TS =
()


Ulangan 1 =
()

= 14 gram = 14000 mg/L


Ulangan 2 =
()

= 210 gram = 210000 mg/L


Rata-rata =
(

= 112000 mg/L
4. TSS =
()


Ulangan 1 =
()

= 9200 mg/L
Ulangan 2 =
()

= 11000 mg/L
Rata-rata =

= 10100 mg/L
5. TDS = TS-TSS
Ulangan 1 = 14000-9200 = 4800 mg/L
Ulangan 2 = 210000-11000 = 199000 mg/L
Rata-rata =

= 101900 mg/L




Kelompok C3
1. COD (ppm) =
()
()

Ulangan 1 =
()

= 720 ppm
68



Ulangan 2 =
()

= 400 ppm
Rata-rata =
()

= 560 ppm
2. BOD (ppm) = (volume titrasi BOD
0
x volume titrasi BOD
5
) x faktor pengencer
Ulangan 1 = (1,3-0,2) x 10 = 11 ppm
Ulangan 2 = (1,5-0,3) x 10 = 12 ppm
Rata-rata =

ppm
3. TS =
()


Ulangan 1 =
()

= 44500 mg/L

Ulangan 2 =
()

= 60500 mg/L

Rata-rata =
()

= 52500 mg/L
4. TSS =
()


Ulangan 1 =
()

= 8780 mg/L
Ulangan 2 =
()

= 8040 mg/L
Rata-rata =

= 8410 mg/L
5. TDS = TS-TSS
Ulangan 1 = 44500-8780 = 35720 mg/L
Ulangan 2 = 60500-8040 = 52460 mg/L
Rata-rata =

= 44090 mg/L

7.2. Foto










Gambar 1. Gambar pengambilan limbah cair perendaman sayur asin
69















Gambar 2. Gambar pengambilan limbah cair perendaman sayur asin





















Gambar 3. Hasil Uji COD (Sebelum Treatment)












Gambar 4. Hasil Uji Jar Testing
blanko C1 C2
C3
C1
C2 C3
70















Gambar 5. Hasil Uji COD (Setelah Treatment)














Gambar 6. Hasil Uji BOD
5
(Setelah Treatment)

7.3. Baku Mutu
7.4. Laporan Sementara


C1 C2 C3
C1 C2 C3

Anda mungkin juga menyukai