Anda di halaman 1dari 6

BLOK 13

TUGAS JURNAL
HUBUNGAN ANTARA ASITRETIN DENGAN DISFUNGSI
EREKSI























IMAM MARDANI
H1A212026




FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014
Pendahuluan
Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap atau terus-menerus untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang berkualitas sehingga dapat mencapai
hubungan seksual yang memuaskan. Batasan tersebut menunjukkan bahwa proses fungsi seksual
laki-laki mempunyai dua komponen yaitu mencapai keadaan ereksi dan mempertahankannya.
(Wibowo S, Gofir A. 2009)

Epidemologi
Penelitian National Institutes of Health 2009 menunjukkan kurang lebih 15 juta sampai
30 juta laki-laki di Amerika mengalami disfungsi ereksi. Insidensi terjadinya gangguan
bervariasi dan meningkat seiring dengan usia. Pada usia 40 tahun, terdapat kurang lebih 5% laki-
laki mengalami keadaan disfungsi ereksi, pada usia 65 tahun, terdapat kurang lebih 15-25%
(Handriadi Winaga, 2006). Prevalensi disfungsi ereksi di Indonesia belum diketahui secara tepat,
diperkirakan 16 % laki-laki usia 20 75 tahun di Indonesia mengalami disfungsi ereksi. (NIH,
2009)
Etiologi
Fazio dan Brock mengklasifikasikan penyebab disfungsi ereksi sebagai berikut:
Penuaan
Gangguan psikologis, misalnya: depresi, ansietas
Gangguan neurologis, misalnya: penyakit serebral, trauma spinal, penyakit medula spinalis
neuropati, trauma nervus pudendosus.
Penyakit hormonal (libido menurun), misalnya: hipogonadism, hiperprolaktinemi, hiper atau
hipotiroidsme, Cushing sindrom, penyakit Addison.
Penyakit vaskuler, misalnya: aterosklerosis, penyakit jantung iskemik, penyakit vaskuler
perifer, inkompetensi vena, penyakit kavernosus.
Obat-obatan, misalnya: antihipertensi, antidepresan, estrogen, antiandrogen, digoksin.
Kebiasaan, contohnya: pemakai marijuana, alkohol, narkotik, merokok.
Penyakit-penyakit lain, contohnya: diabetes melitus, gagal ginjal, hiperlipidemi, hipertensi,
penyakit paru obstruksi kronis.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda hipogonadisme (termasuk testis kecil, ginekomasti
dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut) memerlukan perhatian khusus.
Pemeriksaan penis dan testis dikerjakan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan bawaaan atau
induratio penis. Bila perlu dilakukan palpasi transrektal dan USG transrektal. Tidak jarang DE
disebabkan oleh penyakit prostat jinak ataupun prostat ganas atau prostatitis. (Baziad A, 2010)
Pemeriksaan rektum dengan jari (digital rectal examination), penilaian tonus sfingter ani,
dan bulbo cavernosus reflex (kontraksi muskulus bulbokavernous pada perineum setelah
penekanan glands penis) untuk menlai keutuhan dari sacral neural outflow. Nadi perifer
dipalpasi untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit vaskuler. (Purnomo, B. 2012)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis DE antara lain: kadar serum
testosteron pagi hari (perlu diketahui, kadar ini sangat dipengaruhi oleh kadar luteinizing
hormone). Pengukuran kadar glukosa dan lipid, hitung darah lengkap (complete blood count),
dan tes fungsi ginjal. (Purnomo, B. 2012)

Penatalaksanaan
Hal yang pertama kali harus disarankan kepada pasien DE adalah harus memperbaiki
pola hidup menjadi sehat. Beberapa cara dalam menerapkan pola hidup sehat antara lain olah
raga, menu makanan sehat (asam amino arginin, bioflavonoid, seng, vitamin C dan E serta
makanan berserat), kurangi dan hindari rokok atau alkohol, menjaga kadar kolesterol dalam
tubuh, mengurangi berat badan hingga normal), dan mengurangi stres. Jika dengan menerapkan
pola hidup sehat, pasien sudah mengalami peningkatan kepuasan ereksi maka pasien DE tidak
perlu menggunakan obat atau vakum ereksi. (Purnomo, B. 2012)
Manajemen Khusus
Pada manajemen khusus meliputi terapi nonbedah dan terapi bedah / operatif yaitu :
1. Terapi non bedah / medis :
Farmakoterapi oral, misalnya yohimbin, sildenafil citrate, vardenafil, alprostadil,
papaverin HCl, phenoxybenzamine HCl, Aqueous testosterone injection, transdermal
testosteron, bromocriptine mesylate, apomorfin, fentolamin, ganglioid, linoleat gamma,
aminoguanidine, methylcobalamine.
Injeksi intrakavernosa
Pengobatan kerusakan vena
Pengobatan hormonal
Terapi intraurethral pellet (MUSE)
Terapi external vacuum
2. Terapi Bedah
Prostesis penis
Semirigid or malleable implant rod implants
Fully inflatable implants

Prognosis
Disfungsi ereksi temporer sering terjadi dan biasanya bukan masalah yang serius. Akan
tetapi, jika DE menjadi persisten, efek psikologis menjadi signifikan. DE dapat menyebabkan
gangguan hubungan antara suami istri dan dapat menyebabkan terjadinya depresi. DE yang
persisten dapat merupakan suatu gejala dari kondisi medis yang serius seperti diabetes, penyakit
jantung, hipertensi, gangguan tidur, atau masalah sirkulasi. (Wibowo S, Gofir A. 2009)






Analisis kasus
Seperti yang dijelaskan diatas, salah satu factor pencetus terjadinya disfungsi ereksi
adalah obat-obatan. Pada kasus ini, seorang pasien psoriasis yang mengkonsumsi asitretin 25 mg
2 kali sehari mengeluh gangguan ereksi setelah kira;kira 45 hari minum obat ini. Sebelumnya
diketahui bahwa pasien bukan perokok, kemudian dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya
kelainan pada organ genitalia.
Keluhan gangguan ereksi ini membuat dokter yang menanganinya mencoba
memberhentikan pengobatan setelah mengetahui bahwa tidak ada kelainan ataupun factor
pencetus yang menyebabkan terjadinya gangguan ereksi ini. Setelah 2 minggu menghentikan
pengobatan, pasien tidak lagi mengalami keluhan. Sehingga memutuskan untuk menghentikan
pengobatan.
Jadi disimpulkan pada kasus ini bahwa asitretin menyebabkan terjadinya gangguan ereksi
pada pasien.





DAFTAR PUSTAKA

Anjum R.M, 2010. Erectile Dysfunction: Update on Evaluation and Management. Nisthar
Medical Journal. Department of Urology. Nisthar Department Collage and Hospital. Available at
http://www.auanet.org/common/pdf/education/clinical-guidance/Erectile-Dysfunction.pdf

Baziad A. 2010. Menopause dan Andropause. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakata.
Fazio, L and Brock,G. 2009. Erectile dysfunction: management update. National Institute
Health. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC395819/pdf/20040427s00032p1429.pdf
Koman G. et al, 2012. Case Report: Erectile Dysfunction as Rare Side Effect in
Simultaneous Intratechal Application of Morphine and Clonidine. Martin-Luther-University
halle- Wittenberg halle, Germany. Available at www.painphysicianjournal.com

Purnomo B.B, 2012. Disfungsi Seksual. Dasar-Dasara Urology Edisi keTiga. RSUD Dr.
Saiful Anwar/ Fakultas Kedikteran Universitas Brawijaya, Malang.

Rossi, M and Pellegrino, M. 2014. Acitretin-associated erectile dysfunction: a case
report. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19946454
Wibowo S, Gofir A. 2009. Disfungsi Ereksi. Pustaka Cendekia Press. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai