Anda di halaman 1dari 6

BAB 13

REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI


DAN OTONOMI DAERAH



Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan pelaksanaan dari salah satu tuntutan
reformasi pada tahun 1998. Kebijakan ini merubah penyelenggaraan pemerintahan dari yang
sebelumnya bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan kewenangan
pemerintah pusat ke pemerintah daerah (kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
agama, fiskal moneter, dan kewenangan bidang lain) dan perubahan perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah.

Melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah maka pengambilan keputusan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik diharapkan akan menjadi lebih
sederhana dan cepat karena dapat dilakukan oleh pemerintah daerah terdekat sesuai kewenangan
yang ada. Kebijakan ini dibutuhkan untuk menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam
maupun di luar negeri.


A. PERMASALAHAN

Sejak dilaksanakannya kedua undang-undang tersebut, yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2001,
masih ditemukan berbagai permasalahan, antara lain: (i) belum jelasnya pembagian kewenangan
antara pemerintah pusat dan daerah, (ii) berbedanya persepsi para pelaku pembangunan terhadap
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, (iii) masih rendahnya kerjasama antar pemerintah
daerah, (iv) belum terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif dan efisien, (v) masih
terbatasnya dan rendahnya kapasitas aparatur pemerintah daerah, (vi) masih terbatasnya kapasitas
keuangan daerah, dan (vii) pembentukan daerah otonom baru (pemekaran wilayah) yang masih
belum sesuai dengan tujuannya. Berbagai permasalahan tersebut akan diperbaiki melalui revitalisasi
proses desentralisasi dan otonomi daerah, yang telah dimulai dengan merevisi kedua undang-undang
tersebut menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Kewenangan daerah masih banyak yang belum didesentralisasikan karena peraturan dan
perundangan sektoral yang masih belum disesuaikan dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan
Daerah. Hal ini mengakibatkan berbagai permasalahan, yaitu antara lain dalam hal kewenangan,
pengelolaan APBD, pengelolaan suatu kawasan atau pelayanan tertentu, pengaturan pembagian hasil
sumberdaya alam dan pajak, dan lainnya. Selain itu juga menimbulkan tumpang tindih kewenangan
antar pusat, provinsi dan kabupaten/kota daerah yang mengakibatkan berbagai permasalahan dan
konflik antar berbagai pihak dalam pelaksanaan suatu aturan, misalnya tentang pendidikan, tenaga
kerja, pekerjaan umum, pertanahan, penanaman modal, serta kehutanan dan pertambangan.

Bagian III.13 1



Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh
perbedaan persepsi para pelaku pembangunan terhadap kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah. Persepsi yang belum sama antar para pelaku pembangunan baik di jajaran
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para pelaku pembangunan lainnya telah menimbulkan
berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini ditandai antara lain dengan
lemahnya peran Gubernur dalam koordinasi antar kabupaten/kota di wilayahnya karena dalam Pasal
4 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa
masing-masing daerah berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain. Ini
kemudian dipersepsikan bahwa antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota tidak
ada hubungan hirarkinya. Seringkali kebijakan, perencanaan, dan hasil-hasil pembangunan maupun
penyelenggaraan pemerintahan tidak dikoordinasikan dan dilaporkan kepada Gubernur namun
langsung kepada Pemerintah Pusat. Pada sisi lain hubungan hirarki secara langsung antara
pemerintah kabupaten/kota dengan Pemerintah Pusat akan memperluas rentang kendali manajemen
pemerintahan dan pembangunan. Berbagai hal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakefisienan
dan ketidakefektifan pemanfaatan sumber daya nasional. Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi
khusus di Provinsi Papua, beberapa peraturan perundangan masih belum sejalan antara satu dengan
lainnya.

Masih rendahnya kerjasama antar pemerintah daerah. Kerjasama antar pemerintah daerah
masih rendah terutama dalam penyediaan pelayananan masyarakat di wilayah terpencil, perbatasan
antar daerah, dan wilayah dengan tingkat urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta
pada pengelolaan dan pemanfaatan bersama sungai, sumberdaya air, hutan, tambang dan mineral,
serta sumber daya laut yang melintas di beberapa daerah yang berdekatan, dan dalam perdagangan,
pendidikan, kesehatan, pertanian, perkebunan, dan perikanan termasuk pengolahan pasca panen dan
distribusi, dan lain-lain.

Belum efektif dan efisiennya penyelenggaraan kelembagaan pemerintah daerah. Struktur
organisasi pemerintah daerah umumnya masih besar dan saling tumpang tindih. Selain itu prasarana
dan sarana pemerintahan masih minim dan pelaksanaan standar pelayanan minimum belum mantap.
Juga dalam hubungan kerja antar lembaga, termasuk antara pemerintah daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, masyarakat, dan organisasi non pemerintah belum optimal.

Masih terbatasnya dan masih rendahnya kapasitas aparatur pemerintah daerah. Hal ini
ditunjukkan masih terbatasnya ketersediaan aparatur pemerintah daerah, baik dari segi jumlah,
maupun segi profesionalisme, dan terbatasnya kesejahteraan aparat pemerintah daerah, serta tidak
proporsionalnya distribusi, menyebabkan tingkat pelayanan publik tidak optimal yang ditandai
dengan lambatnya kinerja pelayanan, tidak adanya kepastian waktu, tidak transparan, dan kurang
responsif terhadap permasalahan yang berkembang di daerahnya. Selain itu belum terbangunnya
sistem dan regulasi yang memadai di dalam perekrutan dan pola karir aparatur pemerintah daerah
menyebabkan rendahnya sumberdaya manusia berkualitas menjadi aparatur pemerintah daerah. Hal
lainnya yang menjadi masalah adalah masih kurangnya etika kepemimpinan di beberapa daerah.

Masih terbatasnya kapasitas keuangan daerah. Hal ini ditandai dengan terbatasnya
efektivitas, efisiensi, dan optimalisasi pemanfaatan sumber-sumber penerimaan daerah, belum
efisiennya prioritas alokasi belanja daerah secara proporsional, serta terbatasnya kemampuan
pengelolaannya termasuk dalam melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta
profesionalisme.

Bagian III.13 2



Pembentukan daerah otonom baru (pemekaran wilayah) yang masih belum sesuai
dengan tujuannya, yaitu kesejahteraan masyarakat. Ketertinggalan pembangunan suatu wilayah
karena rentang kendali pemerintahan yang sangat luas dan kurangnya perhatian pemerintah dalam
penyediaan pelayanan publik sering menjadi alasan untuk pengusulan pembentukan daerah otonom
baru sebagai solusinya. Namun demikian, dalam pelaksanaannya proses pembentukan daerah
otonom baru lebih banyak mempertimbangkan aspek politis, kemauan sebagian kecil elite daerah,
dan belum mempertimbangkan aspek-aspek lain selain yang disyaratkan melalui Peraturan
Pemerintah yang ada. Selain itu, terbentuknya daerah otonom baru setiap tahunnya akan membebani
anggaran negara karena meningkatnya belanja daerah untuk keperluan penyusunan kelembagaan dan
anggaran rutinnya sehingga pembangunan di daerah otonom lama (induk) dan baru tidak mengalami
percepatan pembangunan yang berarti. Pelayanan publik yang semestinya meningkat setelah adanya
pembentukan daerah otonom baru (pemekaran wilayah), tidak dirasakan oleh masyarakatnya, bahkan
di beberapa daerah kondisinya tetap seperti semula.


B. SASARAN

Sasaran yang hendak dicapai dalam revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah dalam
lima tahun mendatang adalah:
1. Tercapainya sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan pusat dan daerah,
termasuk yang mengatur tentang otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi NAD.
2. Meningkatnya kerjasama antar pemerintah daerah;
3. Terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif, efisien, dan akuntabel;
4. Meningkatnya kapasitas pengelolaan sumberdaya aparatur pemerintah daerah yang profesional
dan kompeten;
5. Terkelolanya sumber dana dan pembiayaan pembangunan secara transparan, akuntabel, dan
profesional; dan
6. Tertatanya daerah otonom baru.


C. ARAH KEBIJAKAN

Revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah diarahkan untuk mendukung peningkatan
kesejahteraan rakyat dalam hal pelayanan masyarakat, penyelenggaraan otonomi daerah, dan
pemerintahan daerah yang baik yang dilaksanakan melalui kebijakan:
1. Memperjelas pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan baik kewenangan mengenai
tugas dan tanggung jawab maupun mengenai penggalian sumber dana dan pembiayaan
pembangunan yang didukung oleh semangat desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Mendorong kerjasama antar pemerintah daerah termasuk peran pemerintah provinsi dalam
rangka peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat;
3. Menata kelembagaan pemerintah daerah agar lebih proporsional berdasarkan kebutuhan nyata
daerah, ramping, hierarki yang pendek, bersifat jejaring, bersifat fleksibel dan adaptif, diisi
banyak jabatan fungsional, dan terdesentralisasi kewenangannya, sehingga mampu memberikan
pelayanan masyarakat dengan lebih baik dan efisien, serta berhubungan kerja antar tingkat
pemerintah, dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, masyarakat, dan lembaga non
pemerintah secara optimal sesuai dengan peran dan fungsinya;

Bagian III.13 3



4. Menyiapkan ketersediaan aparatur pemerintah daerah yang berkualitas secara proporsional di
seluruh daerah dan wilayah, menata keseimbangan antara jumlah aparatur pemerintah daerah
dengan beban kerja di setiap lembaga/satuan kerja perangkat daerah, serta meningkatkan
kualitas aparatur pemerintah daerah melalui pengelolaan sumberdaya manusia pemerintah
daerah berdasarkan standar kompetensi;
5. Meningkatkan kapasitas keuangan pemerintah daerah, termasuk pengelolaan keuangan yang
didasarkan pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme, sehingga
tersedia sumber dana dan pembiayaan yang memadai bagi kegiatan pelayanan masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan di daerah; serta
6. Menata daerah otonom baru, termasuk mengkaji pelaksanaan kebijakan pembentukan daerah
otonom baru di waktu mendatang, sehingga tercapai upaya peningkatan pelayanan publik dan
percepatan pembangunan daerah.


D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

Program yang akan ditempuh dalam revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah selama
lima tahun mendatang adalah:

1. PROGRAM PENATAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI DESENTRALISASI
DAN OTONOMI DAERAH

Program ini ditujukan untuk: (1) meningkatkan sinkronisasi dan harmonisasi berbagai peraturan
perundangan-undangan yang menyangkut hubungan pusat dan daerah, serta pelaksanaan otonomi
daerah termasuk peraturan perundang-undangan daerah; (2) menyusun berbagai peraturan pelaksana
dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah; (3) memperkuat visi
desentralisasi dan otonomi daerah para pelaku pembangunan agar tercapai persepsi yang sama
terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayananan publik, dan pembangunan di daerah;
dan (4) mendorong pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah:
1. Sosialisasi dan implementasi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional; Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi DI Aceh sebagai
Provinsi NAD, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
Papua, termasuk penyusunan, sosialisasi, dan implementasi peraturan pelaksananya, khususnya
terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan dan sistem perencanaan pembangunan di daerah.
2. Penyesuaian berbagai peraturan perundangan-undangan yang menyangkut hubungan pusat dan
daerah termasuk peraturan perundang-undangan sektoral dan yang terkait dengan otonomi
khusus NAD dan Papua, sehingga menjadi harmonis.
3. Penyesuaian peraturan perundang-undangan daerah sehingga menjadi sinkron dengan peraturan
perundang-undangan yang diatasnya; serta
4. Peningkatan supervisi beserta evaluasi pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.
Bagian III.13 4




2. PROGRAM PENINGKATAN KERJASAMA ANTAR PEMERINTAH DAERAH

Program ini ditujukan untuk meningkatkan pelaksanaan kerjasama antar pemerintah daerah
termasuk peningkatan peran pemerintah provinsi.

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kerjasama antar daerah meliputi:
1. Penyusunan dan penetapan peraturan perundang-undangan tentang kerjasama antar daerah
termasuk peran pemerintah provinsi;
2. Identifikasi, perencanaan, fasilitasi, dan pelaksanaan kegiatan fungsi strategis yang perlu
dikerjasamakan;
3. Peningkatan peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk memfasilitasi dan
menyelesaikan perselisihan antar daerah di wilayahnya; serta
4. Pengoptimalan dan peningkatan efektivitas sistem informasi pemerintahan daerah untuk
memperkuat kerjasama antar pemerintah daerah dan dengan Pemerintah Pusat.

3. PROGRAM PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH

Program ini ditujukan untuk menyusun kelembagaan pemerintah daerah yang disesuaikan
dengan kebutuhan daerah dan potensi daerah yang perlu dikelola.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan
pemerintah daerah meliputi:
1. Penataan kelembagaan pemerintahan daerah agar sesuai dengan beban pelayanan kepada
masyarakat;
2. Peningkatan kinerja kelembagaan daerah berdasarkan prinsip-prinsip organisasi moderen dan
berorientasi pelayanan masyarakat;
3. Penyusunan pedoman hubungan pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah agar
tercipta kontrol dan keseimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
4. Penguatan pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai Kerangka Nasional
Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas dalam rangka Mendukung Desentralisasi;
5. Pengkajian dan fasilitasi pelaksanaan standar pelayanan minimum, pengelolaan kewenangan
daerah, dan sistem informasi pelayanan masyarakat; serta
6. Peningkatan peran lembaga non-pemerintah dan masyarakat dalam setiap pengambilan
keputusan pada tingkat provinsi, dan kabupaten/kota melalui penerapan prinsip tata
pemerintahan yang baik (good governance).

4. PROGRAM PENINGKATAN PROFESIONALISME APARAT PEMERINTAH DAERAH

Program ini ditujukan untuk memfasilitasi penyediaan aparat pemerintah daerah, menyusun
rencana pengelolaan serta meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam rangka
peningkatan pelayanan masyarakat, penyelenggaraan pemerintahan, serta penciptaan aparatur
pemerintah daerah yang kompeten dan profesional.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam rangka peningkatan profesionalisme aparat
pemerintah daerah meliputi:
1. Penyusunan peraturan perundang-undangan daerah, pedoman dan standar kompetensi aparatur
pemerintah daerah;
Bagian III.13 5



Bagian III.13 6
1.
2.
3.
4.
2. Penyusunan rencana pengelolaan aparatur pemerintah daerah termasuk sistem rekruitmen yang
terbuka, mutasi dan pengembangan pola karir;
3. Fasilitasi penyediaan aparat pemerintah daerah, mutasi dan kerjasama aparatur pemerintah
daerah;
4. Peningkatan etika kepemimpinan daerah; serta
5. Fasilitasi pengembangan kapasitas aparatur pemerintah daerah dengan prioritas peningkatan
kemampuan dalam pelayanan publik seperti kebutuhan dasar masyarakat, keamanan dan
kemampuan di dalam menghadapi bencana, kemampuan penyiapan rencana strategis
pengembangan ekonomi (lokal), kemampuan pengelolaan keuangan daerah, dan penyiapan
strategi investasi.

5. PROGRAM PENINGKATAN KAPASITAS KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Program ini ditujukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kapasitas keuangan pemerintah
daerah dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat, penyelenggaraan otonomi daerah, dan
penciptaan pemerintahan daerah yang baik.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam rangka peningkatan kapasitas keuangan pemerintah
daerah meliputi:
1. Peningkatan efektivitas dan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah yang berkeadilan
termasuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi kegiatan dunia usaha dan investasi;
2. Peningkatan efisiensi, efektivitas dan prioritas alokasi belanja daerah secara proporsional; serta
3. Pengembangan transparansi dan akuntabilitas, serta profesionalisme pengelolaan keuangan
daerah.



6. PROGRAM PENATAAN DAERAH OTONOM BARU

Program ini ditujukan untuk menata dan melaksanakan kebijakan pembentukan daerah otonom
baru sehingga pembentukan daerah otonom baru tidak memberikan beban bagi keuangan negara
dalam kerangka upaya meningkatkan pelayanan masyarakat dan percepatan pembangunan wilayah.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain adalah:
Pelaksanaan evaluasi perkembangan daerah-daerah otonom baru dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat;
Pelaksanaan kebijakan pembentukan daerah otonom baru dan atau penggabungan daerah
otonom, termasuk perumusan kebijakan dan pelaksanaan upaya alternatif bagi peningkatan
pelayanan masyarakat dan percepatan pembangunan wilayah selain melalui pembentukan daerah
otonom baru;
Penyelesaian status kepemilikan dan pemanfaatan aset daerah secara optimal; serta
Penataan penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom baru.

Anda mungkin juga menyukai