Anda di halaman 1dari 17

PPOK

(PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK)



1 Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan
aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.
1


2 Prevalensi
Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat asia tahun 2006 mencapai
56,6 juta pasien dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di
cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, jepang sebanyak 5.014 juta jiwa, dan
Vietnam sebesar 2.068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien
dengan prevalens 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah
perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan rokok.
3

3 Faktor Risiko
2

1. Asap rokok
2. Polusi udara
Polusi di dalam ruangan
o Asap rokok
o Asap kompor
Polusi di luar ruangan
o Gas buang kendaraan bermotor
o Debu jalanan
Polusi tempat kerja (bahan kimia,zat iritasi,gas beracun)
3. Gen
Factor resico genetic yang paling sering terjadi adalah -1 antitrypsin sebagai
inhibitor dari protease serin.

4 Patogenesis
Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap
rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan
faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil.
1
Kemudian,
makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-
paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak
berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan
menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang
sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah
diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini
dapat meningkatkan penghancuran antiprotease.
3

Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial,
hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi
silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan.
Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh
batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen structural yang
dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan
berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat
rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini
mengakibatkan obstruksi paten pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis
lainnya yang karakteristik untuk PPOK.
2

Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang
terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO
2

rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi
dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (V
d
),
menyebabkan pembuangan CO
2
yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi
untuk mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang
dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya
proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO
2
(hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan
PPOK berat.
2
5 Klasifikasi
2

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi
atas 4 derajat :
1. Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara
ringan (VEP
1
/ KVP < 70%; VEP
1
> 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut
mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP
1
/ KVP < 70%; 50% < VEP
1
<
80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien
biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
3. Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk
(VEP
1
/ KVP < 70%; 30% < VEP
1
< 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin
memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang
berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP
1
/ KVP < 70%; VEP
1
< 30%
prediksi) atau VEP
1
< 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan
gagal jantung kanan.
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab
itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi
dengan VEP1:
6 Diagnosis
2

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang
jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan
gejala seperti pada tabel berikut :




Tabel 1. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK
Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat
seiring berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa perlu usaha
untuk bernapas
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak
berdahak
Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan factor resiko Asap rokok
Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur
1. Gambaran klinis :
a. Anamnesis:
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater


Gejala bronchitis (Blue Bloater)
1. Sesak nafas pada saat istirahat, yang memburuk
dengan aktivitas ringan
2. Batuk berdahak terutama pada pagi hari
3. Mengi ketika saat bernafas
4. Kelihatan lelah
5. Obesitas

Gejala Emfisema (pink puffer)
1. Sesak nafas
2. Batuk dengan atau tanpa
dahak
3. Kelelahan
4. Penurunan berat badan
5. Cachexia

Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
1. Suara napas vesikuler normal, atau melemah
2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
3. Ekspirasi memanjang
4. Bunyi jantung terdengar jauh
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE
< 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan
corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah
pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.



Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
a. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b. Uji latih kardiopulmoner
N No or rm ma al l H Hy yp pe er ri in nf fl la at ti io on n
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktivitas bronkus derajat ringan.
d. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
f. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia.

j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat
penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak
atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri).

7.Diagnosa Banding







8.Penatalaksanaan
2

Tujuan dari manajemen PPOK adalah untuk meningkatkan status fungsional pasien
dan kualitas hidup dengan menjaga fungsi paru-paru yang optimal, menurunkan
gejala, menurunkan kematian,mencegah dan menangani komplikasi dan mencegah
kekambuhan eksaserbasi. Setelah diagnosis PPOK ditegakkan, penting untuk
memberitahu pasien tentang penyakit dan untuk mendorong partisipasi aktif dalam
terapi.
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Berhenti merokok
3. Obat obatan
4. Rehabilitasi
5. Terapi oksigen
6. Ventilasi mekanis
7. Nutrisi
5. Edukasi
Secara Umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
a. Pengetahuan dasar tentang PPOK
b. Obat obatan, manfaat dan efek sampingnya
c. Cara pencegahan perburukan penyakit
d. Menghindari pencetus
6. Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif
dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresivitas penyakit.
7. Obat obatan
Bronkodilator
Macam macam bronkodilator ;
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping bronkodilator
juga mengurangi sekresi mucus.
Golongan agonis -2
Bentuk inhaler digunakan untuk menatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebaai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebulizer dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,
tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis -2
Kombinasi kedua obat golongan ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mudah digunakan.
Golongan xantin
Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak, bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
Antibiotic
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan untuk lini
pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua diberikan
amoksisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon
dan makrolid baru.
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Digunakan
N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang
sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

Mukolitik (pengencer dahak)
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian jangka panjang.

Antitusif
Diberikan dengan hati-hati
8. Rehabilitasi PPOK
4

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi terhadap latihan
dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Pasien yan dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yan tlah mendapatkan pengobatan
optimal yang disertai :
Simptom pernapasan berat
Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
Kualitas hidup yang menurun
9. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi dalam
sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.
a. Manfaat Oksigen :
1. Mengurangi sesak
2. Memperbaiki aktivitas
3. Mengurangi hipertensi pulmoner
4. Mengurangi vasokontriksi
5. Mengurangi hematokrit
6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7. Meningkatkan kualitas hidup

b. Indikasi :
1. Pa0
2
< 60 mmHg atau Sat O
2
< 90 %
2. PaO
2
diantara 55-59 mmHg atau Sat O
2
> 89% disertai korpulmonale,
perubahan P pumonal, Ht > 55 % dan tanda-tanda gagal jantung kanan,
sleep apnea, dan penyakit paru.

c. Macam terapi oksigen :.
1. Pemberian oksigen jangka panjang
2. Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
10. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas
kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi atau
tanpa intubasi..
11. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapnia menyebabkan terjadinya
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas PPOK
karena berkolaborasi dengan derajat penurunan faal paru dan perubahan
analisis gas darah.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah
karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat
meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi
terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas
kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
1. Penurunan berat badan
2. Kadar albumin darah
3. Antropometri
Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dalam PPOK, baik
kelebihan dan kekurangan berat badan bisa menjadi masalah. Kira kira 25%
dari pasien PPOK derajat II sampai IV menunjukkan penurunan baik indeks
massa tubuh dan massa lemak bebas.
12. Terapi Pembedahan
1,4

Bertujuan untuk :
a. Memperbaiki faal paru
b. Memperbaiki mekanik paru
c. Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
d. Memperbaiki kualitas hidup
Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
a. Bulektomi
b. Bedah reduki volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery
c. Transplantasi paru
9. Penatalaksanaan pada eksaserbasi akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan dengan kondisi
sebelunya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau factor lainnya seperti
polusi udara, kelelahan, atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen)
a. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator
nebulizer, oksigen selama aktivitas dan tidur, mukolitik, ekspektoran.
b. Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:
Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +
antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5
mg/kgBB/jam)
Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.
Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik
10.Komplikasi
4

1. Gagal napas
a. Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan :
1. Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
2. Bronkodilator adekuat
3. Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
4. Antioksidan
5. Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik
1. Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
2. Sputum bertambah dan purulen
3. Demam
4. Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik
ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit
darah.
3. Kor polmunale
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan.
11.Pencegahan
4

- Hindari asap rokok
- Hindari polusi udara
- Hindari infeksi saluran napas berulang
12.Prognosis
2

Makin cepat diagnosis bisa ditegakkan, maka prognosis penderita baik,
dengan catatan etiologinya bisa di hilangkan. Bila etiologi tidak dapat
disinggirkan, maka penderita bukan hanya mendapatkan kekambuhan, tetapi
juga perjalanan penyakitnya akan melaju terus menerus dengan pesat.
Semakin lambat diagnosis ditegakkan, maka makin jelek prognosis penderita.
Hal ini di akibatkan sudah semakin berkurangnya elastisitas paru, semakin
luasnya kerusakan silia secara irreversible dan semakin tebalnya mukosa
saluran pernapasan. Kalau penderita tidak meninggal karena kegagalan
pernapasan, maka sebab kematian yang lain adalah karena salah satu atau
lebih komplikasi yang dapat timbul setiap saat.









DAFTAR PUSTAKA

1. Medscape and reference drugs deseases & produceres, 2012. Chronic Obstructive
Pulmonary Disease.di akses pada tanggal 5 oktober 2012.
http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2011.Penyakit Paru Obstruksif Kronik.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta.
3. Danusantoso Halim,2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates.Jakarta
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2003. Penyakit Paru Obstruksif Kronik
(PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Diindonesia.
Jakarta.http://www.daynightclinic.com/COPD.aspx

Anda mungkin juga menyukai