Anda di halaman 1dari 15

Oleh : Prof.Dr.Harry Agusnar M.Sc, M.

Phill


Kimia hijau atau green chemistry adalah sebuah
paradigma baru yang menggiatkan rancangan proses
dan produk yang bisa memperkecil bahkan
menghilangkan penggunaan maupun pembentukan
bahan kimia beracun dan berbahaya.
Sedikit berbeda dengan cakupan bahasan kimia
lingkungan yang mengurusi aspek-aspek kimia dalam
lingkungan, maka kimia hijau lebih mengarahkan
pandangannya pada persoalan mencari metode proses
kimia yang lebih ramah lingkungan, mengurangi, dan
mencegah polusi serta sumber polusinya.

Tujuan Green Chemistry/Kimia hijau :
Untuk mempromosikan metode kimia yang inovatif
Menghilangkan penggunaan atau timbulnya bahan kimia
berbahaya dalam disain
Pembuatan dan penggunaan produk kimia
Menambah/mengurangi atau memperbaharui proses
kimia tradisional-konvensional menjadi lebih ramah
terhadap lingkungan maupun thd manusia tanpa
meninggalkan prinsip-prinsip optimasi proses produksi

Tahun 2005, Ryoji Noyori mengajukan tiga aspek
pengembangan kimia hijau, yaitu karbon dioksida
superkritis sebagai pelarut hijau, hidrogen peroksida
sebagai agen oksidasi hijau, dan penggunaan hidrogen
dalam sintesis senyawa asimetris. Aspek-aspek tersebut
menjadi jauh lebih beragam seiring dengan berkembang
pesatnya gairah ilmuwan bergiat di bidang kimia hijau.
Proses kimia dalam reaktor ukuran mikro, proses kimia
yang melibatkan cecair ionik (ionic liquids) maupun
reaksi kimia dalam pelarut multi fasa adalah sedikit
contoh tambahan aspek.
Paul Anastas dan John C. Warner kemudian mengembangkan 12 prinsip
demi mendefinisikan kimia hijau.

1. Mencegah terbentuknya sampah sisa proses kimia dengan cara
merancang sintesa kimia yang mencegah terbentuknya sampah atau
polutan.
2. Merancang bahan kimia dan produk turunannya yang aman yang
menghasilkan produk kimia yang efektif tapi tanpa atau rendah efek
racunnya.
3. Merancang sintesa kimia yang jauh berkurang efek bahayanya, berarti
merancang proses dengan menggunakan dan menghasilkan senyawa yang
memiliki sedikit atau tanpa efek beracun terhadap manusia dan lingkungan
4. Memanfaatkan asupan proses kimia dari material terbaharukan. Bahan
baku dari produk agrikultur atau aquakultur bisa dikatakan sebagai bahan
baku terbaharukan, sedangkan hasil pertambangan dikatakan sebagai
bahan tak dapat diperbaharui.
5. Menggunakan katalis. Reaksi yang memanfaatkan katalis memiliki
keunggulan karena hanya menggunakan sedikit material katalis untuk
mempercepat dan menaikkan produktifitas dan proses daur reaksi.
6. Menghindari proses derivatisasi tehadap senyawa kimia. Artinya
menghindari tahapan pembentukan senyawa antara atau derivat ketika
melakukan reaksi, karena agen derivat tersebut menambah hasil samping
atau hanya terbuang percuma sebagai sampah.
7. Memaksimalkan ekonomi atom dengan jalan merancang proses
sehingga hasil akhir mengandung perbandingan maksimum terhadap
asupan awal proses sehingga tidak menghasilkan sampah atom.
8. Penggunaan pelarut dan kondisi reaksi yang lebih aman dengan cara
mencoba menghindari penggunaan pelarut, agen pemisah, atau bahan
kimia pembantu lainnya. Pelarut digunakan seminimal mungkin dan
tidak menimbulkan masalah pencemaran atau kerusakan terhadap
lingkungan dan atmosfer. Air adalah contoh pelarut segala (universal
solvent) yang ramah lingkungan.
9. Meningkatkan efisiensi energi yaitu melakukan reaksi pada kondisi
mendekati atau sama dengan kondisi alamiah, misalnya suhu ruang dan
tekanan atmosfer.
10. Merancang bahan kimia dan produknya yang dapat terdegradasi
setelah digunakan menjadi material tidak berbahaya atau tidak
terakumulasi setelah digunakan.
11. Analisis pada waktu bersamaan dengan proses produksi untuk
mencegah polusi. Dalam sebuah proses, dimasukkan tahapan
pengawasan dan pengendalian bersamaan dengan dan sepanjang
proses sintesis untuk mengurangi pembentukan produk samping.
12. Memperkecil potensi kecelakaan yaitu merancang bahan kimia dan
wujud fisiknya yang dapat meminimalkan potensi kecelakaan kimia
misalnya ledakan, kebakaran, atau pelepasan racun ke lingkungan.
Aplikasi green chemistry dalam reaksi kimia :
- Dari biomass menjadi hidrogen menjadi energi terbaharukan
Bahan baku dari petrokimia digantikan dengan bahan kimia berasal
dari sumber biologis yang disebut biomassa.
Dahulu kita hanya mengenal minyak dan gas bumi serta batu bara
sebagai bahan bakar, namun kesadaran terhadap menurunnya
cadangan minyak dunia, naiknya pemanasan global dan pencemaran
udara akibat pembakaran material tadi mengubah pandangan dunia
untuk mulai memikirkan sumber energi alternatif. Maka kini ilmuwan
dan praktisi industri mulai menjajagi kemungkinan sumber energi lain
yang terbaharukan dan menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah
kaca (terutama karbon dioksida, CO2), misalnya sinar matahari,
panas bumi, angin, gelombang, biofuel, dan tentu saja gas hidrogen.
- Dalam Sintesis Organik :

Proses industri berwawasan hijau dan berkesinambungan
mulai dirancang menurut konsep Atom Ekonomi.
Apakah itu atom ekonomi? Ia adalah sebuah konsep
perancangan proses kimia yang bisa mengubah
semaksimal mungkin bahan baku menjadi produk
target ketimbang menghasilkan senyawa sampingan
(side product). Dengan kata lain, reaksi kimia tersebut
memiliki nilai konversi, selektifitas, dan yield yang
setinggi-tingginya.

Sintesa hijau memerlukan pilihan bahan baku (reaktan), pelarut, dan kondisi
reaksi yang dirancang sedemikian rupa demi mengurangi konsumsi sumber
daya dan mengurangi limbah. Penerapan prinsip-prinsip kimia hijau dalam
sintesis organik dapat dimulai dengan pemilihan bahan baku (feedstock) yang
bukan berasal dari minyak bumi.
Atom ekonomi bisa didekati dengan perhitungan sebagai berikut:

% Atom ekonomi = (berat molekul produk target)/(berat molekul semua bahan
baku) x 100%

Sebagai ilustrasi mari kita lihat contoh reaksi sintesis aspirin (asam asetil
salisilat) dari asam salisilat dan asetat anhidris.





Perhitungan di atas tentu saja menganggap bahwa
reaksi berlangsung tuntas dan 100% produk dapat
diisolasi (suatu hal yang tentu saja hampir tidak
mungkin dilakukan pada skala industri). Kenyataanya,
dalam proses sebenarnya dibutuhkan asetat anhidris
berlebih untuk mendorong kesetimbangan reaksi ke
arah kanan dan bisa menghasilkan aspirin setnggi-
tingginya. Walaupun demikian, perhitungan sederhana
atom ekonomi bisa menjadi panduan awal menilai
sebuah reaksi kimia hijau atau tidak.
Biodiesel sebagai salah satu bahan bakar terbaharukan yang
bersumber dari bahan nabati kini mendapat perhatian istimewa
dari khalayak ilmuwan dan industriawan Indonesia dan dunia.
Pemerintah Indonesia meramalkan bahwa pada tahun 2025
konsumsi terhadap energi terbarukan bakal mencapai 17% dari
total konsumsi dengan presentase mencapai 5% untuk pemakaian
bahan bakar bio (biodiesel maupun bioethanol).

Logam indium (In, nomor atom 49 golongan 3A pada tabel periodik)
belumlah lama dikenal sebagai logam yang berguna sebagai katalis. Sifat
elektronik dan kimiawinya yang mirip dengan aluminum, boron,
magnesium, seng, dan timah menjadikan indium memiliki fungsi sebagai
katalis.
Para kimiawan telah lama mengenal pereaksi Grignard yang komponen
utamanya adalah logam magnesium. Reaksi Grignard berguna dalam
proses penggabungan dua atom karbon. Demikian juga aluminum dikenal
sebagai katalis asam Lewis dalam reaksi Friedel-Crafts (alkilasi maupun
asilasi) dan Boron seringkali digunakan dalam reaksi reduksi. Lalu
mengapa logam indium perlu dipertimbangkan dalam bidang katalis
terutama dalam lingkup kimia hijau (green chemistry).
Logam Indium

Sterilisasi air minum dengan secarik kain dan nano desinfektan
Dalam praktek sehari-hari larutan encer sodium hipoklorit (NaClO)
juga digunakan sebagai agen pembunuh bakteri dalam air, namun
memanfaatkan cara ini untuk pengolahan air minum mungkin
kurang sehat. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, ilmuwan
menawarkan salah satu pemecahan dengan memanfaatkan nano
material.
Pengetahuan tentang material nano perlahan mulai merevolusi
aneka proses industri dan kehidupan sehari-hari. Seiring dengan
turunnya mutu air baku untuk air minum atau untuk industri kimia,
teknologi proses untuk mendapatkan air yang bersih dan bebas
kuman juga semakin canggih.
Pada masa kini kita sudah mengenal proses pemurnian air
menggunakan membran penyaring dan menerapkan kaidah
osmosis terbalik (reverse osmosis membrane, ROM). Walau
teknologi tersebut bisa dikatakan sudah mapan dan jitu untuk
mendapatkan air bersih, tetap saja memiliki masalah diantaranya
adalah pembentukan biofilm mikroorganisme (biofouling) pada
permukaan membran.
Gambar Teknologi Sterilisasi Air Minum

Anda mungkin juga menyukai