Anda di halaman 1dari 18

HUKUM PERNIKAHAN DAN MASALAH

PERNIKAHAN BEDA AGAMA DI INDONESIA



Oleh : Cahyo Fajar Handayani
NIM : 4301411113

Disusun untuk memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam
Dosen : Ali Sunarso



Jurusan : Kimia
Prodi : Pendidikan Kimia

2011
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang
senantiasa melimpahkan rahmat taufik serta hidayah-Nya. Salawat dan salam
semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang
menjadi suri tauladan dalam kehidupan kita sehari-hari. Pada kesempatan ini
penulis akan membuat suatu makalah yang berjudul HUKUM PERNIKAHAN
DAN MASALAH PERNIKAHAN BEDA AGAMA DI INDONESIA. Adapun
pembuatan makalah kecil ini merupakan tugas akhir dari mata kuliah Pendidikan
Agama Islam di Universitas Negeri Semarang tahun ajaran 2011/2012. Penulis
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik ilmu
pengetahuan maupun ketentuan-ketentuan dalam pembuatannya, juga
keterbatasan penulis. Semua ini masih jauh dari sempurna dan kebenarannya.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan tanggapan, kritik dan saran dalam
penyempurnaan penulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini
dapat bermanfaat bagi yang membacanya. TERIMA KASIH



Penulis








DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi . iii
Bab I
Pendahuluan .... 1-2
Bab II
A. Hukum Pernikahan atau Perkawinan Menurut Islam . 3-7
B. Permasalahan yang Timbul dalam Masyarakat .. 8-12
Bab III
Kesimpulan . 13
Saran ... 13
Daftar Pustaka
Lampiran





BAB I
PENDAHULUAN

Manusia diciptakan dimuka bumi ini oleh Allah SWT tidak lepas dari
satu tujuan yaitu sebagai kholifah dimuka bumi ini. Manusia, hewan, tumbuhan,
makhluk gaib, alam semesta dan semua yang telah diciptakan oleh Allah SWT
dan segala sesuatu yang terjadi dimuka bumi ini tak terlepas dari rencana dan
kehendak Allah SWT. Allah SWT menciptakan semua makhluknya dan
menurunkan agama islam untuk mengatur laju kehidupan semua makhluk ciptaan-
Nya agar selaras serta seimbang antara satu dan yang lainnya. Oleh karena itu
setiap umat Islam yang bertaqwa, tidak akan terlepas dari syariat, hukum dan
ketentuan yang terkandung dalam ajaran agama Islam yang tertulis dengan jelas
dalam Al-Quran dan telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam
perkataan, perbuatan, tingkah laku serta kebiasaannya yang disebut dengan hadist.
Hukum yang harus di patuhi oleh semua umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Baik laki-laki maupun perempuan, diantaranya tidak ada satupun perbedaan di
mata Allah SWT. Namun hanya satu hal yang membedakannya yaitu hanyalah
ketaqwaan umat tersebut.
Salah satu dari syariat Islam adalah tentang perkawinan. Pada dasarnya
perkawinan atau pernikahan adalah bersatunya dua insan manusia didunia untuk
membangun sebuah bahtera rumah tangga yang diridhoi Allah SWT dan sesuai
dengan syariat agama islam untuk melanjutkan keturunan dan memperbanyak
jumlah umat islam yang ada didunia. Pernikahan atau dalam ajaran islam disebut
dengan munakahat ini sudah di atur ketentuan dan persyaratannya dalam hukum
Islam, baik dalam al-Quran maupun dalam Hadits Rasulullah SAW.


Perkawinan merupakan peristiwa yang sering kita jumpai dalam hidup
ini. Setiap harinya banyak berlangsung perkawinan atau pernikahan, antara umat
muslim dengan umat muslim bahkan ada juga pernikahan antara umat muslim
dengan non muslim. Padahal telah kita ketahui bahwa umat muslim dilarang
untuk menikah dengan orang non muslim. Tetapi hukum Islam disamping
menentukan hukum juga memberikan alternatif jalan keluar yang bisa di tempuh
oleh umatnya jika ingin tetap melangsungkan pernikahan mereka dengan umat
non muslim dan tidak menimbulkan dosa sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan
ajaran agama islam, asalkan orang yang akan dinikahi tersebut mau dengan ikhlas
berpindah keyakinan menuju jalan yang di ridhoi Allah SWT. Maka pernikahan
mereka pun akan menjadi suatu pernikahan yang penuh dengan berkah dari Allah
SWT dan halal tentunya.













BAB II
ISI

A. HUKUM PERNIKAHAN ATAU PERKAWINAN MENURUT ISLAM
Hukum pernikahan atau perkawinan menurut agama islam adalah
suatu yang wajib hukumya, tetapi ada pendapat lain yang menyatakan bahwa
hokum pernikahan itu mubah atau boleh. Akan tetapi hukum itu akan berlaku
sesuai dengan situasi dan kondisi yang bersangkutan serta permasalahannya.
Dalam situasi dan kondisi tertentu hukum perkawinan dapat bersifat wajib,
sunnah, haram, makruh dan mubah. Dalam makalah ini akan dijelaskan
hukum-hukum pernikahan tersebut secara satu-persatu. Adapun hukum
pernikahan tersebut sebagai berikut ini :
1. Pernikahan Yang Wajib Hukumnya
Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh pemeluk
agama islam yang telah dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika
dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa.
Suatu pernikahan itu akan menjadi wajib hukumnya bagi seorang yang
sudah mampu secara financial atau secara materinya, siap secara lahir dan
batinya dan juga seseorang itu sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan.
Hal itu disebabkan karena menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila
jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah dan tidak ada jalan keluar
lainnya, tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam
jurang zina adalah wajib hukumnya.

Imam Al-Qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda
pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah, bila dia adalah orang
yang mampu secara lahir batin dan finansialnya serta dia takut tertimpa
resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu memenuhi persyaratan
dan ketentuan Allah SWT, maka Allah SWT pasti akan membuatnya
cukup dalam masalah rezekinya dan memberikan jalan untuk
menempuhnya, sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nuur ayat 33
berikut ini:
surah / surat : An-Nuur Ayat : 33

Artinya: Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-
Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian,
hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka [1037], jika kamu
mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka
sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu [1038]. Dan
janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran,
sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari
keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu [1039].
2. Pernikahan Yang Sunnah Hukumnya
Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah
mereka yang sudah mampu secara lahir batin dan finansialnya namun
masih tidak merasa takut jatuh kepada perbuatan zina. Barangkali karena
memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup
baik dan kondusif. Orang yang punya kondisi seperti ini hanyalah
disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab masih ada
jarak dan batas-batas tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke
dalam zina yang dilarangkan dan diharamkan oleh Allah SWT.
Bila dia memilih untuk menikah, maka dia akan mendapatkan
keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi
wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah SAW
untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda,
Menikahlah, karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat.
Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib nasrani. (HR. Al-Baihaqi
7/78)
Bahkan Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang
tidak mau menikah sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya.
Jadi, orang yang memilih untuk tidak menikah, maka ibadahnya
kurang sempurna karena menikah adalah sebagian dari ibadah yang
disunnahkan oleh Rasulullah SAW.



3. Pernikahan Yang Haram Hukumnya
Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang
menjadi haram untuk melaksanakan suatu pernikahan. Pertama, tidak
mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan
seksual karena memiliki suatu penyakit pada organ tubuhnya tersebut.
Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya kepada calon istrinya
dan calon istrinya itu mengetahui dan mau dengan ikhlas menerima
keadaannya.
Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat fisik lainnya yang
secara umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa
menjadi halal dan dibolehkan menikah, haruslah sejak awal dia berterus
terang atas kondisinya itu dan harus ada persetujuan dari calon
pasangannya untuk menerima segala kekurangannya dengan ikhlas.
Misalnya orang yang terkena penyakit menular yang bila dia
menikah dengan seseorang maka akan beresiko menulari pasangannya itu
dengan penyakitnya. Maka hukumnya haram baginya untuk menikah
kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.
Selain hal-hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang
mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah
dengan laki-laki yang berlainan agama atau atheis. Dan juga apabila
seorang laki-laki muslim menikahi wanita pezina dan pelacur, termasuk
menikahi wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya
suami, wanita yang berada dalam masa iddah.
Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti
pernikahan yang tidak memenuhi syarat dan rukun yang ditentukan oleh
ajaran agama islam. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi. Atau
menikah dengan niat untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk
sementara waktu yang kita kenal dengan nikah kontrak.
4. Pernikahan Yang Makruh Hukumnya
Orang yang tidaj bekerja atau tidak punya penghasilan sama
sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual,
hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya
harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi
mereka untuk menikah meski dengan karahiyah. Sebab idealnya bukan
wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi
tanggung jawab pihak suami untuk mencukupi kebutuhan rumah
tangganya.
Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar
bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada
ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya
menjadi jauh lebih besar.

5. Pernikahan Yang Mubah Hukumnya
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang
mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang
mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi
mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga
tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya. Pada kondisi
tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah




B. PERMASALAHAN YANG TIMBUL DALAM MASYARAKAT
Kehidupan didunia sangat beraneka ragam, baik itu dalam hal
agama, sulu bangsa, ras, dan sebagainya. Perbedaan agama yang ada didalam
masyarakat menimbulkan suatu permasalahan dalam urusan pernikahan,
khussnya pernikahan beda agama. Lalu bolehkah menurut hukum Islam
seorang Muslim, baik pria maupun wanita menikah dengan orang yang
berbeda agama atau umat non muslim meskipun mereka telah saling
mencintai dan menyayangi?
Masalah perkawinan beda agama telah mendapat perhatian serius
para ulama di Tanah Air. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah
Nasional II pada 1980 telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda
agama. MUI menetapkan dua keputusan terkait pernikahan beda agama ini.
Pertama, para ulama di Tanah Air memutuskan bahwa perkawinan wanita
Muslim dengan laki-laki non-Muslim hukumnya haram. Kedua, seorang laki-
laki Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim. Perkawinan
antara laki-laki Muslim dengan wanita ahlul kitab memang terdapat
perbedaan pendapat. "Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih
besar dari maslahatnya, MUI memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya
haram," ungkap Dewan Pimpinan Munas II MUI, Prof Hamka, dalam fatwa
itu.
Dalam memutuskan fatwanya, MUI menggunakan Alquran dan
Hadis sebagai dasar hukum.
Adapun ayat Al-Quran yang digunakan sebagai dasar hukum oleh
MUI adalah sebagai berikut :
Q.S.Al-Baqarah:221

Artinya : "Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik
dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya.
Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran." (QS. Al-Baqarah : 221).
Q.S.Al-Maidah:5

Artinya : Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan
makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini)
wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-
orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar
mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa
yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka
hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.
Q.S. At Tahrim:6

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Sedangkan, hadis yang dijadikan dalil adalah Sabda Rasulullah
SAW yang diriwayatkan Tabrani: "Barang siapa telah kawin, ia telah
memelihara setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia takwa
(takut) kepada Allah dalam bagian yang lain."
Ulama Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait
nikah beda agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di
Yogyakarta pada akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya
menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan agama di
Indonesia hukumnya tidak sah. Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah
juga telah menetapkan fatwa tentang penikahan beda agama. Secara tegas,
ulama Muhammadiyah menyatakan bahwa seorang wanita Muslim dilarang
menikah dengan pria non-Muslim. Hal itu sesuai dengan surat al-Baqarah
ayat 221, seperti yang telah disebutkan di atas. "Berdasarkan ayat tersebut,
laki-laki Mukmin juga dilarang nikah dengan wanita non-Muslim dan wanita
Muslim dilarang walinya untuk menikahkan dengan laki-laki non-Muslim,"
ungkap ulama Muhammadiyah dalam fatwanya. Ulama Muhammadiyah pun
menyatakan kawin beda agama juga dilarang dalam agama Nasrani. Dalam
perjanjian alam, kitab ulangan 7:3, umat Nasrani juga dilarang untuk menikah
dengan yang berbeda agama.
"Dalam UU No 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 juga disebutkan bahwa:
"Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu." Jadi, kriteria sahnya perkawinan adalah
hukum masing-masing agama yang dianut oleh kedua mempelai," papar
ulama Muhammadiyah dalam fatwanya. Ulama Muhammadiyah menilai
pernikahan beda agama yang dicatatkan di kantor catatan sipil tetap tak sah
nikahnya secara Islam. Hal itu dinilai sebagai sebuah perjanjian yang bersifat
administratif. Ulama Muhammadiyah memang mengakui adanya perbedaan
pendapat tentang bolehnya pria Muslim menikahi wanita nonMuslim
berdasarkan surat al-Maidah ayat 5. "Namun, hendaknya pula dilihat surat Ali
Imran ayat 113, sehingga dapat direnungkan ahli kitab yang bagaimana yang
dapat dinikahi laki-laki Muslim," tutur ulama Muhammadiyah.

Dalam banyak hal, kata ulama Muhammadiyah, pernikahan wanita
ahli kitab dengan pria Muslim banyak membawa kemadharatan. "Maka,
pernikahan yang demikian juga dilarang." Abdullah ibnu Umar RA pun
melarang pria Muslim menikahi wanita non-Muslim.
Oleh karena itu alangkah baiknya, pernikahan itu dilandasi dengan
satu tiang agama yang sama dan agama yang diridhoi Allah SWT, yaitu
agama islam. Agar pernikahan tersebut tidak menimbulkan suatu masalah
duniawi, dan juga agar pernikahan tersebut mendapat berkah dan lindungan
dari Allah SWT. Sehingga menjadi keluarga yang sakinah, mwadah dan
warahmah. Amin.












BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. 5 hukum pernikahan, yaitu wajib, sunnah, mubah, haram dan makruh.
2. Kelima hukum pernikahan tersebut akan berlaku sesuai dengan
keadaan, situasai, kondisi dan sebab-sebabnya pada setiap individu.
3. Ulama Muhammadiyah menilai pernikahan beda agama yang
dicatatkan di kantor catatan sipil tetap tak sah nikahnya secara Islam.
4. Menurut ulama pernikahan antara wanita muslim dengan laki-laki non
muslim adalah tidak sah, begitu pula pernikahan antara laki-laki muslim
dan wanita non muslim juga tidak sah.
5. Kriteria sahnya perkawinan adalah hukum masing-masing agama yang
dianut oleh kedua mempelai.
6. Sahnya suatu pernikahan dalam islam adalah pernikahan yang sesuai
dengan ketentuan, persyaratan, dan tuntunan yang ada dalam hukum
islam.

B. SARAN
1. Suatu pernikahan sebaiknya dilandasi dengan satu agama yang diridhoi
oleh Allah SWT.
2. Sebaiknya dalam memilih calon pendamping hidup, dipilih orang yang
seiman dan seagama.
3. Sebaiknya sebelum melaksanakan pernikahan hendaknya diserahkan
kepada Allah SWT melalui sholat istuqarah.
DAFTAR PUSTAKA

Hukum Islam- Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perkawinan Beda Agama, http://www.hukumonline.com/
Salmah Zuriyah, Perkawinan Beda Agama, Tinjauan Hukum Islam & Hukum
Negara, http://tafany.wordpress,com/













LAMPIRAN

Pertanyaan : Seorang yang berpindah agama hanya untuk menikah?
Seorang laki-laki non muslim berpindah agama masuk Islam
untuk menikah dengan perempuan islam. Untuk beberapa
waktu laki-laki tersebut masih menjalankan syariat islam
namun pada akhirnya laki-laki tersebut murtad/ keluar dari
agama islam. Lalu bagaimana pernikahan keduanya?
Jawaban : Pada saat laki-laki tersebut tulus dan ikhlas beragama islam,
pernikahannya dengan perempuan muslim tersebut adalah
sah. Setelah laki-laki tersebut murtad, pernikahan tersebut
dinyatakan batal atau sudah tidak sah kembali karena orang
tersebut telah orang tersebut keluar dari koridor islam.

Anda mungkin juga menyukai