Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PERCOBAAN III PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

Cahyo Fajar Handayani, Aries Setyo Wibowo, Sasih Martiani Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang Gedung D Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229 cahyofajarhandayani@gmail.com 085642158386 Abstrak Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Praktikum ini dilakukan menggunakan larutan H2O2 5 ml dan 5 ml air dalam tabung 1 serta larutan KI 10 ml, Na2S2O3 1 ml dan 1 ml amilum dalam tabung 2, kemudian kedua tabung reaksi tersebut diletakkan dalam gelas piala 600 ml yang berisi air yang disesuaikan dengan suhu pengamatan, sampai masing-masing tabung 1 dan tabung 2 suhunya sama sesuai dengan suhu pengamatan yaitu 20oC, 25oC, 30oC, 35oC, dan 40oC (untuk suhu pengamatan 20oC dan 25oC dilakukan dengan bantuan es). Pada praktikum ini didapatkan harga energi aktivasi sebesar 2.311292 J/mol dan nilai ln A yaitu 4.7397 sehingga diperoleh nilai A sebesar 8.7413 x . Dan juga hasil praktikum menunjukkan bahwa temperatur atau suhu berpengaruh pada laju reaksi, jika suhu semakin tinggi maka laju reaksi juga akan semakin cepat. Hal ini dibuktikan dengan dihasilkannya harga k yang lebih besar pada suhu yang lebih tinggi. Abstract The lab aims to study the effect of temperature on reaction rate and calculate the activation energy (Ea) using the Arrhenius equation. This lab is done using 5 ml H2O2 solution and 5 ml of water in one tube and 10 ml of KI solution, Na2S2O3 1 ml and 1 ml of starch in tube 2, then the second test tube is placed in a beaker containing 600 ml of water, adjusted to the temperature observations, to each tube 1 and tube 2 at the temperature corresponding to the temperature of observation is 20oC, 25oC, 30oC, 35oC, and 40oC (for temperatures of 20oC and 25oC observations performed with the help of ice). At this lab activation energy prices obtained by 2.311292 J / mol and ln A value is -4.7397 to obtain a value of 8.7413 x . And lab results also indicate that the temperature or the temperature effect on the reaction rate, if the temperature is too high then the reaction rate will be faster. This is evidenced by the production of a larger value of k at higher temperatures.

Keywords: Activation Energy; Arrhenius equation; Rate of reaction

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat tumbukan antar molekul terjadi, sejumlah energi kinetik akan digunakan untuk memutuskan ikatan. Jika energi kinetik molekul besar, tumbukan yang terjadi mampu memutuskan sejumlah ikatan. Selanjutnya, akan terjadi pembentukan kembali ikatan baru. Sebaliknya, jika energi kinetik molekul kecil, tidak akan terjadi tumbukan dan pemutusan ikatan. Untuk memulai suatu reaksi kimia, tumbukan antarmolekul harus memiliki total energi kinetik minimum sama dengan atau lebih dari energi aktivasi (Ea). Saat molekul bertumbukan, terbentuk spesi kompleks teraktifkan (keadaan transisi), yaitu spesi yang terbentuk sementara sebagai hasil tumbukan antar molekul sebelum pembentukan produk. A + B reaktan -> AB* -> C + D

keadaan transisi produk

1.2 Landasan Teori Istilah energi aktifasi (Ea) pertama kali diperkenalkan oleh Svante Arrhenius dan dinyatakan dalam satuan kilojule per mol. Terkadang suatu reaksi kimia membutuhkan energi aktivasi yang teramat sangat besar, maka dari itu dibutuhkan suatu katalis agar reaksi dapat berlangsung dengan pasokan energi yang lebih rendah. Jika terdapat suatu reaksi reaktan menjadi produk, maka jika reaksi diatas berlangsung secara eksoterm. Persamaan Arrhenius mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara energi aktivasi dengan konstanta laju reaksi, dimana A adalah faktor frekuensi dari reaksi, R adalah konstanta universal gas, T adalah temperatur dalam Kelvin dan k adalah konstanta laju reaksi. Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa Ea dipengaruhi oleh temperatur (Atkins PW. 1999). Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali dengan tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan terjadi penyusunan ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan yang berbeda ( membentuk senyawa produk ). (Castellan GW. 1982). Dalam penyusunan ini, akan ada pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan yang baru, yang membutuhkan sejumlah energi. Ketika beberapa ikatan reaktan putus dan beberapa ikatan baru terbentuk, tercapailah suatu keadaan dimana dalam sistem terdapat sejumlah reaktan dan produk. Keadaan ini kita sebut sebagai transisi kompleks. Dalam keadaan transisi kompleks, memiliki campuran antara produk dan

reaktan yang cenderung kurang stabil, karena produk yang terbentuk dapat membentuk reaktan kembali. Keadaan ini memiliki energi yang cukup tinggi, karena sistem tidak stabil (Vogel. 1994) Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Konstanta laju reaksi (k) bergantung pada temperatur (T) reaksi dan besarnya energi aktivasi (Ea). Hubungan k, T, dan Ea dinyatakan dalam persamaan Arrhenius sebagai berikut: k = A e Ea / RT Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis : atau Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering disimbolkan dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju reaksi dapat dianalisis dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien (Ea/RT) dan intersep ln A. (Tim Dosen Kimia Fisik : 2013) Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut : Suhu Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu sebesar 10oC . hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat ganda. Faktor frekuensi Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil. Perlu dilihat bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama atau lebih dari energi aktivasi Katalis Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih rendah. (Castellan : 1982) (Sukarjo : 1997)

1.3 Rumusan Masalah a. Bagaimana pengaruh suhu terhadap laju reaksi? b. Bagaimana cara energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius

1.4 Tujuan Praktikum a. Mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi b. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius

2. METODE 2.1 Alat a. Rak tabung reaksi (terbuat dari kayu, berbentuk seperti balok) 1 buah b. Tabung reaksi (ukuran 15 x 150mm, terbuat dari kaca borosilikat tahan panas) 4 buah c. Gelas piala 600 ml (Terbuat dari gela (polipropilen) atau plastik yang tahan panas dan mempunyai volume 600 mL) 1 buah d. Pipet ukur 10 ml (berupa pipa kecil terbuat dari plastik atau kaca dengan ujung bawahnya meruncing serta ujung atasnya ditutupi karet) e. Stopwatch

2.2 Bahan Bahan H2O2 0,04 M KI 0,1 M Na2S2O3 Amilum Spesifikasi Bahan kimia oksidator garam putih
satusebatian

Perusahaan Pembuat PT Peroksida Indonesia Pratama PT. Smart Lab Indonesia hablur yang jernih PT. Smart Lab Indonesia PT. GP Farmasi

karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,

Es Batu

air yang membeku, berbentuk kristal

2.3 Cara Kerja Pertama siapkan tabung 1 berisi 5 ml H2O2 dan 5 ml air serta tabung 2 berisi 10 ml KI, 1 ml Na2S2O3 dan 1 ml amilum. Kemuadian kedua tabung reaksi diletakkan dalam gelas piala 600 ml yang berisi air sesuai dengan suhu pengamatan, sampai masing-masing tabung 1 dan tabung 2 suhunya sama sesuai dengan suhu pengamatan yaitu 20oC, 25oC 30oC, 35oC, dan 40oC untuk suhu pengamatan 20o25oC dilakukan dengan bantuan es.

2.4 Variabel Pengamatan Variabel bebas : suhu Variabel terikat : waktu reaksi

2.5 Cara Analisis Data Mgrek H2O2 Mgrek KI Mgrek Na2S2O3 = M.V.val (mgrek) = M.V.val (mgrek) = M.V.val (mgrek) pereaksi pembatas

Mgrek H2O2 yang bereaksi = mgrek tio [H2O2]awal [H2O2]bereaksi = = d [M] (M)

Menghitung k k=|

Menghitung ln K Menghitung 1/T

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Data Setelah praktikan melakukan percobaan diperoleh waktu reaksi saat mulai pencampuran sampai saat pertama kali larutan berubah warna menjadi biru keunguan. Data tersebut dapat dilihat dalam table berikut : Tabel 1. Hasil Pengamatan dalam Proses Praktikum Suhu Awal (C) Suhu Akhir No Tabung Tabung Campuran Campuran (C) 1 2 1 2 3 4 5 40 35 30 25 20 40 35 30 25 20 40 35 30 25 20 39 34 28 26 23 Waktu Reaksi (detik) 16 20 24 33 50

Rata-rata Suhu (C) 38.5 34.5 29.0 25.5 21.5

Mgrek H2O2 Mgrek KI

= M.V.val = 0,04 x 5 x 2 = 0,4 mgrek = M.V.val = 0,1 x 10 x 1 = 1 mgrek

Mgrek Na2S2O3 = M.V.val = 0,001 x 1 x 1 = 0,001 mgrek pereaksi pembatas Mgrek H2O2 yang bereaksi = mgrek tio [H2O2]awal [H2O2]bereaksi = = d [M] = =
0,04.5 = 0,009091 M 22

= 0,000909 M

Menghitung k k=|

Dari data 1 (t = 16 detik): k1 = = 0.00625

Dari data 2 (t = 20 detik): k2 = = 0.005

Dari data 3 (t = 24 detik): k3= = 0.004166667

Dari data 4 (t = 33 detik): k4= = 0.003030303

Dari data 5 (t = 50 detik): k5 = Menghitung ln K Dari data 1 (k1 = 0.00625): Ln k1 = -5.075173815 Dari data 2 (k2 = 0.005): Ln k2 = -5.298317367 Dari data 3 (k3 = 0.004166667): Ln k3 = -5.480638923 Dari data 4 (k4 = 0.003030303): Ln k4 =-5.799092654 Dari data 5 (k5 = 0.002): Ln k5 = Menghitung 1/T Dari data 1: 1/T = = 0,025974 = 0.002

Dari data 2: 1/T = = 0.028986

Dari data 3: 1/T = Dari data 4: 1/T = Dari data 5: 1/T = = 0.046512 = 0.039216 = 0.034483

Dari data perhitugan diatas maka diperoleh table dengan rata-rata suhu yang sebagai variable bebas dan waktu reaksi sebagai variable terikat yang telah

ditentukan diawal. Dari data tersebut maka diperoleh hasil perhitungan nilai 1/T, K, dan ln K. Sehingga dari data dan perhitungan yang telah ada dapat dibuat table sebagai berikut : Tabel 2. Sumbu X (1/T) dan Sumbu Y (ln K) No. 1. 2. 3. 4. 5. Rerata suhu (oC) 38.5 34.5 29.0 25.5 21.5 1/T (sumbu x) 0.025974 0.028986 0.034483 0.039216 0.046512 waktu (detik) 16 20 24 33 50 K 0.00625 0.005 0.004166667 0.003030303 0.002 Ln K (sumbu y) -5.075173815 -5.298317367 -5.480638923 -5.799092654 -6.214608098

Melalui proses perhitungan (analisa data pada lampiran) dapat digambarkan grafik ln k vs 1/T sebagai berikut:

ln K vs 1/T
0 0.025974026 -1 -2 ln K -3 -4 -5 -6 -7 1/T -5.075173815 -5.298317367 -5.480638923 ln K vs 1/T Linear (ln K vs 1/T) y = -0.278x - 4.7397 R = 0.9724 -5.799092654 -6.214608098 0.028985507 0.034482759 0.039215686 0.046511628

Gambar 1. Grafik Ln K vs T Perhitungan Ea Dari kurva diperoleh persamaan: y = -0.278x 4.7397 ( y = mx + b )

a.

m = - 0.278, maka m = Ea = - ( m x R ) = - (-0.278 x 8,314) = 2.311292 J/mol

b.

B = intercept = ln A = - 4.7397 A = 8.7413 x

3.2 Pembahasan Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi yang sistemnya terdiri dari dua tabung yaitu tabung 1 dan tabung 2. Pertama- tama suhu kedua tabung reaksi harus disamakan . Hal ini dilakukan karena kita akan mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Percobaan ini juga bertujuan untuk menghitung energi aktivasi menggunakan persamaan Arrhenius. Untuk mengetahui hal tersebut, energi aktivasi ditentukan nilainya dengan mengolah data dari grafik hubungan ln K dan 1/T berdasarkan persamaan Arrhenius. Dalam percobaan ini reaksi yang diukur adalah reaksi hidrogen peroksida dengan ion iodida. Dalam hal ini, hidrogen peroksida dicampurkan bersamaan dengan iodide, ion tiosulfat dan amilum. Setelah dicampurkan, larutan yang terbentuk akan berubah warna menjadi biru. Waktu yang diperlukan dari ketika larutan dicampurkan sampai mulai berwarna biru dinyatakan sebagai waktu reaksi. Penambahan larutan H2O2 berfungsi sebagai oksidator, yaitu mengubah Imenjadi I2. I- kemudian berikatan dengan Na2S2O3 yang berfungsi sebagai reduktor, I2 berubah kembali menjadi I- yang selanjutnya berikatan dengan larutan kanji. Ion iodida dan hidrogen peroksida akan bereaksi membentuk gas I2, gas tersebut akan bereaksi kembali dengan ion tiosulfat membentuk kembali ion iodida. Namun, dalam reaksi ini, tidak akan ada yodium yang dibebaskan sampai semua ion tiosulfat habis bereaksi. Dengan tambahan amilum, ion iodida yang terbentuk kembali akan bereaksi dengan amilum dan menghasilkan warna biru pada larutan. Amilum yang digunakan haruslah amilum yang baru dibuat, karena amilum yang telah lama dibuat memiliki kemungkinan perubahan struktur karena pengaruh luar. Oleh karena itu, sesaat setelah larutan amilum dibuat sebaiknya larutan dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pada temperature yang relative tinggi yaitu pada percobaan ini 40oC perubahan warna yang terjadi sangatlah cepat hanya membutuhkan waktu 16 detik, dan untuk temperature dibawah 40oC atau temperature rendah waktu reaksi yang dibutuhkan semakin lama. Hal ini membuktikan bahwa pada temperatur yang lebih tinggi, ionion pereaksi akan memiliki energi kinetik yang lebih besar. Berdasarkan teori tumbukan, energi kinetik yang lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel akan menjadi lebih sering, sehingga reaksi akan lebih cepat berlangsung. Sehingga berdasarkan hasil percobaan terlihat adanya penambahan energi kinetik partikel yang dilakukan dengan menaikkan temperatur reaksi, inilah energi yang diberikan

dari luar sistem untuk mencapai kondisi transisi seperti yang dijelaskan teori. Energi tersebut akan diukur besarnya ( energi aktivasi ). Oleh karena itu semakin tinggi suhu maka waktu yang diperlukan untuk bereksi semakin cepat Pada percobaan ini, didapatkan nila Ea sebesar 2.311292 J/mol dan nilai ln A yaitu - 4.7397 serta nilai A = 8.7413 x .

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2H2O2 I2 + 2S2O322H2O2 + 2I- + S4O622H2O + O2 2I- + S4O62I2 + 2H2S2O3 + 2O2

4. SIMPULAN Berdasarkan data percobaan, diperoleh grafik yang linier sehingga percobaan yang kami lakukan sesuai dengan persamaan Arrhenius. Dari analisis data yang terdapat pada bab hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa energi aktivasi dari percobaan ini adalah 2.311292 J/mol dan nilai ln A yaitu -4.7397, nilai A = 8.7413 x Dan juga

dapat disimpulkan bahwa temperatur berpengaruh pada laju reaksi, jika suhu semakin tinggi maka laju reaksi akan semakin cepat. Hal ini dibuktikan dengan dihasilkannya harga k yang lebih besar pada suhu yang lebih tinggi.

5. DAFTAR PUSTAKA Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I, penerjemah;Indarto Purnomo Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Physichal Chemistry. Castellan GW. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. New York : General Graphic Services. Sukarjo.1997. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta. Tim Dosen Kimia Fisik. 2012. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang : Jurusan Kimia FMIPA UNNES Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Semarang, 24 September 2013 Mengetahui, Dosen Pengampu Praktikan

Ir. Sri Wahyuni, M.Si

Cahyo Fajar Handayani NIM. 4301411113

JAWABAN PERTANYAAN Alasan yang mungkin menyebabkan terjadinya penyimpangan jika suhu diatas 40oC adalah jika suhunya lebih dari 40oC maka larutan amilum akan rusak atau rusak sebagian , sehingga ion iodida yang terbentuk dari perubahan yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik. 2. Ya, karena Hubungan energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik. Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi minimum untuk terjadi reaksi semakin besar. Semakin kecil harga ln K maka harga 1/T rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka energi aktivasinya akan semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal ini sesuai dengan teori dimana energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi. 3. Ya, karena temperatur berbanding terbalik dengan waktu. Semakin tinggi suhu, kecepatan gerak partikel-partikel pereaksi dan energi kinetik partikel ikut meningkat. Hal ini menyebabkan tumbukan akan lebih sering terjadi dan reaksi akan lebih cepat berlangsung.Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju K. Jika suhu dinaikan maka harga K akan meningkat dan begitu sebaliknya. Sehingga kurva energy aktifasi selalu linier.

1.

Anda mungkin juga menyukai