Anda di halaman 1dari 16

PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

Nia Arinal Haq*, Sintia Ayu Dewi

Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang

Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia, 50229

niaarinalhaq@gmail.com, 085728929695

Abstrak

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan energi
aktivasi (Ea) yang kemudian dapat dihitung dengan persamaan Arrhenius.untuk menentukan
pengaruh suhu terhada laju reaksi dan Energi Aktiasi digunakan metode sebagai berikut:
larutan H2O2 5 ml dan 5 ml air dicampur dalam tabung 1 serta larutan KI 10 ml, Na2S2O3 1
ml dan 1 ml amilum dicampur dalam tabung 2, kemudian kedua tabung reaksi
tersebut diletakkan dalam gelas piala 1000 ml yang berisi air sampai masing-masing tabung
1 dan tabung 2 suhunya sama sesuai dengan suhu pengamatan yaitu 7.0oC, 10.0oC, 21.0oC,
dan 31.0oC. setelah suhu kedua tabung sama, keduanya lalu dicampurkan dan diamati sampai
muncul warna ungu untuk pertama kalinya. Saat itu pula diukur suhunya. Pada praktikum ini
didapatkan nilai harga energi aktivasi sebesar 43 kJ/mol. Hasil praktikum menunjukkan
bahwa temperatur atau suhu berpengaruh pada laju reaksi yaitu semakin tinggi suhu semakin
cepat laju reaksi. Hal ini dikarenakan energi kinetic yang dimiliki ion-ion pereaksi lebih
besar akan membuat tumbukan antar partikel menjadi lebih sering, sehingga reaksi akan
lebih cepat berlangsung. Hal ini dibuktikan dengan dihasilkannya harga k yang lebih besar
pada suhu yang lebih tinggi dan diperolehnya kurva yang linear.

Kata kunci : energi aktivasi; laju reaksi; persamaan arrhenius.

Abstract
This experiment aims to study the effect of temperature on the reaction rate and the
activation energy (Ea) which can then be calculated by the equation Arrhenius.untuk
determine the effect of temperature and reaction rate terhada Aktiasi Energy used methods as
follows: H2O2 solution of 5 ml and 5 ml of water are mixed in a tube 1 and a solution of KI
10 ml, Na2S2O3 1 ml and 1 ml of the starch mixed in the tube 2, then the test tube was placed
in a beaker 1000 ml of water to each tube 1 and tube 2 temperature equal to the temperature
observations in 7.0oC, 10.0oC, 21.0oC and 31.0oC. After the temperature of the two tubes
together, they then mixed and observed until the color purple for the first time. During that
time, the measured temperature. In this lab values obtained activation energy prices
amounted to 43 kJ / mol. Lab results showed that the temperature or the temperature effect
on the reaction rate ie the higher the temperature the faster the rate of reaction. This is
because the kinetic energy possessed reagent ions bigger will make collisions between
particles become more frequent, so the faster the reaction will take place. This is evidenced
by the resultant value of k greater at higher temperatures and obtaining a linear curve.

Keywords: activation energy; reaction rate; Arrhenius equation.

Pendahuluan
Dibutuhkan energi yang disuplai dari luar sistem untuk dicapainya keadaan transisi
kompleks. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi (dalam kimia, disebut juga sebagai
energi permulaan). Pada reaksi endoterm ataupun eksoterm, energi aktivasi yang dimiliki
keduanya bernilai positif, karena tingkat energi dalam keadaan transisi kompleks akan lebih
tinggi dari reaktan. Bila terjadi tumbukan antar molekul reaktan akan diperoleh keadaan
transisi/intermediet yang mempunyai energi sangat tinggi, sehingga menyebabkan molekul yang
menghasilkan kompleks teraktivasi. Kompleks ini tidak stabil dan dengan segera berubah
menjadi produk. (Castellan, 1982)

Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia agar
dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasikan energi dan a yang
ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia
membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung. (Vogel, 1994)

Dalam reaksi endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan dan sebagainya
disuplai dari luar sistem. Pada reaksi eksoterm, yang membebaskan energi, ternyata juga
membutuhkan suplai energi dari luar untuk mengaktifkan reaksi tersebut. (Atkins, 1999)

Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali dengan
tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan terjadi penyusunan
ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan yang berbeda ( membentuk senyawa
produk ). (Vogel, 1994)

Energi aktivasi diperkenalkan oleh Svante Arrhenius, yang didefinisikan sebagai energi
yang harus dilampaui agar reaksi kimia dapat terjadi. Energi aktivasi dapat diartikan sebagai
energi minimum yang dibutuhkan agar reaksi kimia dapat berlangsung. (Nasruddin 2010). Harga
konstanta laju reaksi berbanding lurus dengan temperarur. Sehingga semakin tinggi temperature,
semakin besar pula konstanta laju reaksinya sesuai dengan persamaan Arrhenius. (Anjana et al.
2014). Pada dasarnya diketahui bahwa laju reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu. Dalam model
Arrhenius suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk
pangan. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin tinggi pula laju reaksi, dengan kata lain
semakin tinggi T maka akan semakin tinggi pula nilai k. Hubungan ini berdasarkan pada teori
aktivasi, bahwa suatu reaksi perubahan akan mulai berlangsung jika diberikan sejumlah energi
minimum yang disebut sebagai energi aktivasi (Ea). (Martono et al. 2011).

Suhu dinaikkan akan menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi. Hal ini


dikarenakan adanya kenaikkan suhu, energi kinetik dari molekul-molekul yang
bereaksi akan bertambah. Dengan demikian molekul-molekul tersebut akan
bergerak dengan keccepatan lebih tinggi, sehingga akan memperbesar jumlah
tabrakan tiap satuan waktu ynag mengakibatkan reaksi berjalan lebih cepat. Suhu
akan mempengaruhi colume campuran zat yang bereaksi dengan tetapan
kecepatan reaksi (k). Pengaruh terhadap tetapan kecepatan reaksi/laju reaksi relatif
cukup besar.
Persamaan Arrhenius mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara energi aktivasi
dengan konstanta laju reaksi sesuai dengan persamaan yang diusulkan oleh arrhenius pada tahun
1889 :

Ea
RT
K= Ae

K = konstanta laju reaksi

A = faktor freakuensi, dan merupakan ukuran probabilitas untuk kemudahan terjadiya suatu
tumbukan

Ea = energi aktivasi

R = Konstanta gas (8.314 J/K.mol)

T = Temperatur (K)

Parameter A dan ea merupakan parameter yang spesifik untuk satu reaksi yang diberikan.

Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :

ln K=ln A ( RTEa )
Ea 1
ln K= x +ln A
RT T

Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering disimbolkan dengan y =
mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju reaksi dapat dianalisis dalam bentuk
grafik ln k vs 1/T dengan gradien (Ea/RT) dan intersep ln A.

Energi aktivasi untuk dua data temperatur dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
Ea =(RT1T2 ln (k2/k1))/T2 T1 (Desnelli & Fanani 2009)
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan energi
aktivasi (Ea)yang kemudian dapat dihitung dengan persamaan Arrhenius.

Metode
Alat yang digunakan dalam percobaan persamaan arrhenius dan energi aktivasi yaitu
neraca analitik yang digunakan untuk ditimbangnya bahan yang berbentuk padatan (amilum,
natrium tiosulfat, dan kalium iodida). gelas arloji satu buah digunakan untuk bahan yang akan
ditimbang di neraca analitik, spatula digunakan untuk bahan padatan yang akan diambil, tabung
reaksi iwaki pyrex sejumlah 8 buah dan rak tabung reaksi digunakan untuk direaksikannya
campuran 1 dan 2, labu ukur 25 mL, 10 mL, dan 100 mL digunakan untuk dibuatnya larutan
dalam percobaan ini, pengaduk kaca digunakan untuk proses diaduknya larutan, corong
digunakan pada saat dibuatnya larutan amilum, hidrogen peroksida, kalium iodida dan natrium
tiosulfat. Beaker glass digunakan saat dibuatnya larutan.botol coklat digunakan sebagai tempat
untuk larutan yang sudah dibuat. pipet volume dan ball pipet digunakan untuk diambilnya
larutan dengan volume yang diinginkan. thermometer digunakan untuk diukurnya temperatur
pada campuran 1 dan 2 (T1) serta pada saat sudah mencapai kesetimbangan (T 2) atau saat
terbentuk warna ungu/ biru untuk pertama kalinya. gelas kimia 1000 mL digunakan untuk
wadah direaksikannya kedua campuran. stopwatch digunakan untuk diukurnya waktu terjadinya
reaksi. Dalam percobaan ini pula digunakan kompor gas untuk dipanaskannya padatan amilum
saat dilarutkan agar larut sempurna. Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara
lain: serbuk amilum dari Merck sebanyak 0,1000 gram untuk bahan dibuatnya amilum 1%.
padatan natrium tiosulfat (Na2S2O3)pro analisis dari Merck sebanyak 0,025 gram untuk bahan
dibuatnya 100 mL Na2S2O3 0,004 M. Larutan hidrogen peroksida (H2O2) 30% sebanyak 0,11
mL, padatan KI sebanyak 0,8301 grampro analisis dari Merck untuk dibuatnya 50 mL larutan
KI 0,01 M dan aquades secukupnya untuk proses pengenceran serta digunakan es batu. Dari
percobaan ini, variabel bebasnya adalah suhu sedangkan variabel terikatnya adalah waktu.

Pada percobaan ini yang pertama dilakukan adalah dibuatnya empat larutan yaitu 100
mL larutan amilum 1%, 10 mL larutan natrium tiosulfat 0,004 M, 10 mL kalium iodida 0,01 M,
25 mL larutan hidrogen peroksida 0,01 M. larutan natrium tiosulfat dibuat saat piket praktikum,
sedangkan kalium iodida, amilum, dan hidrogen peroksida dibuat saat piket persiapan. Natrium
tiosulfat dibuat dari padatan natrium tiosulfat sebanyak 0,025 gram yang dilarutkan dalam labu
takar 100 mL. larutanyang sudah homogen disimpan dalam botol coklat. Pada piket persiapan
dibuat larutan amilum 1% dari padatan amilum sebanyak 0,1 gram. Dibuat dengan
dilarutkannya amilum 0,1 gram dalam labu ukur 10 mL dan setelah tercampur secara homogen
disimpan dalam botol coklat. Larutan kalium iodida dibuat dari padatannya sebanyak 0,8305
gram yang dilarutkan dalam labu ukr 50 mL dan setelah larutan homogen disimpan dalam botol
coklat. Larutan hidrogen peroksida dibuat dari larutan hidrogen peroksida 30% diambil
sebanyak 0,11 mL dengan pipet volume dan dilarutkan dalam labu ukur 25 mL dan setelah
homogen diletakkan dalam botol coklat. Semua larutan yang sudah dibuat dan disimpan dalam
botol coklat diberi label dengan ketentuan nama senyawa dan konsentrasinya.

System disiapkan dengan cara tabung 1 diisi dengan 5 ml H2O dan 5 ml larutan
H2O2 dan pada Tabung 2 diisi dengan 10 ml larutan KI, 1 ml larutan Na 2S2O3, dan 1 ml larutan
amilum 1% kemudian kedua tabung reaksi (1 dan 2) diletakkan dalam gelas piala 1000 ml yang
berisi air sesuai suhu pengamatan sampai suhunya sama, digunakan bantuan es batu jika suhu
pengamatan 0 20 0C sedangkan jika suhu 20 40 0C dipanaskan. Larutan di tabung 1 dan
tabung 2 tersebut dicampurkan menjadi satu dan mengukur waktu reaksi dengan cara stopwatch
dinyalakan saat dicampurkannya larutan. Stopwatch dimatikan saat diamati sampai muncul
warna biru atau ungu untuk pertama kali.Diukur suhunya, dicatat suhu awal dan suhu akhir
serta suhu reaksinya. Prosedur di atas diulangi untuk suhu-suhu lain (antara 0-40 C) sampai
diperoleh 4 buah sistem, setiap kali melakukan percobaan, suhu dan waktu reaksi yang
diperlukan harus dicatat. Suhu yang digunakan yaitu dari suhu tertinggi lebih dahulu karena
untuk suhu kecil lebih mudah diturunkan dari pada untuk dinaikkannya suhu yaitu untuk
diturunkannya suhu dengan bantuan es batu.
Suhu yang didapatkan digunakan untuk analisis data. Analisis data pada praktikum ini
menggunakan persamaan Arhhenius:
Ea
K= Ae RT

Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :

ln K=ln A ( RTEa )
Ea 1
ln K= x +ln A
RT T

Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju k. Jika suhu dinaikan
maka harga k akan meningkat dan sebaliknya. Dari harga k tersebut maka akan
dapat dihitung energi aktivasi. Untuk mengetahui hubungan antara suhu dan laju K,
data 1/T dan ln K digunakan analisis product moment sebab data 1/T dan ln K
merupakan data kontinum. (Sudjana, 2006)

Hasil Dan Pembahasan


Hasil dari percobaan persamaan arrhenius dan energi aktivasi ini diperoleh beberapa
data. Data dalam tabel 1 menunjukkan waktu yang diperlukan untuk membentuk warna biru
pertama kalinya atau waktu yang diperlukan sampai larutan bereaksi. Dalam hal ini, waktu
yang dibutuhkan untuk bereaksi pada suhu 9.0 0C; 11.0 0C; 23 0C; dan 31.0 0C berturut-turut
tertera dalam tabel 1. Dari data yang diperoleh, semakin tinggi suhu semakin cepat laju
reaksinya.

Tabel 1 Data Pengamatan Percobaan Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi

Suhu (0C)
Percobaan Waktu (s)
Awal Akhir
Ke-1 30.0 31.0 220
Ke-2 21.0 23.0 270
Ke-3 10.0 11.0 462
Ke-4 7.0 9.0 1053

Pada percobaan ini sebelum dicari energi aktviasi yang diperlukan dalam reaksi pada
percobaan ini, terlebih dahulu dicari konsentrasi H2O2 awal dan saat bereaksi. H2O2 awal
sebesar 9.0909 x 10-3 M dan H2O2 saat bereaksi sebesar 9.0909 x 10-4 M. Setelah itu kita dapat
menghitung nilai K dan ln K dengan rumus sebagai berikut: K = [H 2O2] bereaksi/[H2O2] awal x
1/T. setelah digunakan analisis tersebut, nilai K dan ln K untuk waktu 220 s; 270 s; 462 s; dan
1053 s berturut-turut tertera dalam tabel 2. setelah nilai K dan ln K didapatkan, energi aktivasi
dapat dicari dengan analisis product moment. setelah dianalisis didapatkan persamaan ln K =
-5172.1 (1/T) + 9.7337, dengan R2 sebesar 0.8363. Energi Aktivasi untuk percobaan ini sebesar
43 kJ/mol. Grafik yang menunjukkan persamaan tersebut tertera dalam Gambar 1.

Tabel 2 Analisis Data Pengamatan

Rerata Suhu (K) 1/T K ln K

304 0.00329 4,5454 x 10-4 -7.697

295 0.00339 3,7037 x 10-4 -7.901

284 0.00352 2.1645 x 10-4 -8.438

281 0.00356 9.4967 x 10-5 -9.262

-7.000
0.00325 0.00330 0.00335 0.00340 0.00345 0.00350 0.00355 0.00360
-7.400

f(x) = - 5172.05x + 9.47


-7.800 R = 0.84

-8.200

-8.600

-9.000

-9.400

-9.800

Gambar 1 Hubungan antara 1/T vs ln K


Menurut Arrhenius, Energi aktivasi dapat diartikan sebagai energi minimum yang
dibutuhkan agar reaksi kimia dapat berlangsung. Harga konstanta laju reaksi berbanding lurus
dengan temperatur. Sehingga semakin tinggi temperature, semakin besar pula konstanta laju
reaksinya sesuai dengan persamaan Arrhenius.Pada dasarnya diketahui bahwa laju reaksi sangat
dipengaruhi oleh suhu. Dalam model Arrhenius suhu merupakan faktor yang sangat
berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan. Semakin tinggi suhu, maka akan
semakin tinggi pula laju reaksi, dengan kata lain semakin tinggi T maka akan semakin tinggi
pula nilai k. Hubungan ini berdasarkan pada teori aktivasi, bahwa suatu reaksi perubahan akan
mulai berlangsung jika diberikan sejumlah energi minimum yang disebut sebagai energi
aktivasi (Ea) yang dinyatakan dalam persamaan 1 di bawah ini:Ln k = ln k 0 - Ea/RT,
Dimana Ea adalah energi aktivasi, yang nilainya dianggap konstan (tetap) pada kisaran suhu
tertentu, R adalah konstanta gas (8,314 J/mol K), T adalah suhu yang dinyatakan dalam Kelvin
(K). Dalam percobaan ini, nilai ln k pada beberapa tingkatan suhu dihubungkan dengan suhu
penyimpanan dalam Kelvin (K). Energi aktivasi untuk dua data temperatur dapatdihitung
dengan menggunakan persamaan: Ea =(RT1T2 ln (k2/k1))/T2 T1. Kenaikan suhu dapat
menyebabkan terjadinya kecepatan reaksi yang lebih besardimana hal tersebut ditunjukkan oleh
kemiringan garis yang semakin tajam dan harga konstanta penurunan mutu yang semakin besar.
Jika kecepatan reaksi besar maka konsentrasi reaktan dan hasil reaksi akan semakin besar pula,
tiosulfat habis bereaksi. Dengan tambahan amylum, ion iodida yang terbentuk kembali akan
bereaksi dengan amilum dan dihasilkan warna ungu pada larutan.

Dari grafik Ln k dan 1/T tersebut diperoleh Ea = 43 kJ/mol. Hubungan energi aktivasi
dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik. Semakin besar energi aktivasi maka laju
reaksinya semakin lambat karena energi minimum untuk terjadi reaksi semakin besar. Faktor
yang mempengaruhi energi aktivasi (Ea) yaitu suhu, faktor frekuensi (A), katalis. Semakin kecil
harga Ln k maka harga 1/T rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi
temperatur maka energi aktivasinya akan semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang
diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal ini sesuai dengan teori dimana
energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi. Reaksi yang terjadi dalam percobaan ini
yaitu :

2H2O 2H2O + O2
I2 + 2S2O32-2I- + S4O62-
2H2O2 +2I- + S4O62-I2 + 2H2S2O3 + 2O2
I2 + I-I3-
I3- + amilum warna biru
Besarnya nilai Ea yang diperoleh berdasarkan perhitungan dari percobaan yang telah
dilakukan selanjutnya dibandingkan dengan nilai Ea teori yang menyatakan apabila suhu suatu
reaksi mengalami kenaikan sebesar 100C maka hal ini akan menyebabkan laju reaksi
berlangsung menjadi 2 kali lebih cepat. Hal ini dilakukan karena untuk megetahui apakah
percobaan yang telah dilakukan masih sesuai dengan teori/ tidak melenceng jauh (masih dalam
range), sehingga praktikan nantinya dapat mengetahui seberapa besar kesalahan/ hal-hal yang
dapat menyebabkan ketidaksesuaian hasil yang diperoleh berdasarkan teori yang telah ada.
Berdasarkan teori, didapatkan perhitungan energi aktivasi kenaikan suhu sebesar 10 0C dengan
suhu yang digunakan yaitu 250C dinaikkan menjadi 350C didapatkan hasil bahwa energy
aktivasi pada persamaan Arrhenius umumnya yaitu sebesar 52,9457 kJ/mol. Berdasarkan hasil
tersebut, apabila dibandingkan dengan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat dikatakan
bahwa energi aktivasi hasil percobaan tidak terlalu jauh berbeda dari teori yang ada.

Perbedaan yang sedikit ini kemungkinan dikarenankan beberapa faktor diantaranya


bahan yang digunakan tidaklah murni, karena pada awal pembuatan larutan, sodium
tiosulphate kondisinya sudah tidak murni atau sudah rusak. Hal ini dapat dilihat karena pada
saat penimbangan,sodium tiosulphate yang ditimbang mengandung air (lengket) dikarenakan
sifat dari sodium tiosulphate higroskopis (dapat menyerap air). Oleh karena itu kemungkinan
konsentrasi larutan yang dibuat dari sodium tiosulphate menjadi berkurang dari apa yang telah
ditetapkan.

Kesimpulan
Persamaan Arrhenius mendefisinikan secara kuantitatif hubungan antara energi aktivasi
dengan konstanta laju reaksi/kecepatan reaksi dimana energi aktivasi merupakan energi
minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia agar dapat berlangsung. Setelah melakukan
percobaan persamaan Arrhenius dan energi aktivasi ini diperoleh data waktu reaksi pada suhu
tertentu. Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu saat reaksi maka waktu
yang diperlukan untuk bereaksi adalah semakin sedikit atau suhu akan berbanding terbalik
dengan waktu. Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju k. Jika suhu dinaikan
maka harga k akan meningkat dan sebaliknya. Pengaruh terhadap tetapan kecepatan reaksi/laju
reaksi relatif cukup besar. Sehingga hasil dari analisis harga k harga energi aktivasinya dapat
dicari/dianalisis.
Dari data pengamatan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa hubungan energi aktivasi
dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik. Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya
semakin lambat karena energi minimum untuk terjadi reaksi semakin besar. Semakin kecil harga
ln K maka harga 1 / T rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi
temperatur maka energi aktivasinya akan semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang
diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal ini sesuai dengan teori dimana
energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi. Berdasarkan perhitungan Energi aktivasi
dari percobaan ini, diperoleh besarnya energy aktivasi yaitu 43 kJ/mol

Daftar Pustaka
Anjana, F., Oktaviani, W.R. & Roesyadi, d.A., 2014. Studi Kinetika Dekomposisi Glukosa pada
Temperatur Tinggi. Jurnal Teknik POMITS, III(03).

Atkins, P., 1999. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.

Castellan, G., 1982. Physical Chemistry Third Edition.. New York : General Graphics Sevices.

Desnelli & Fanani, Z., 2009. Kinetika Reaksi Oksidasi Asam Miristat, Stearat, dan Oleat dalam
Medium Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit, serta Tanpa Medium. Jurnal Penelitian
Sains, XII(01).

Martono, Y., Sari, Y.E.P. & Hidarto, J., 2011. Penggunaan Model Arrhenius untuk Pendugaan
Masa Simpan Produk Minuman Kemasan Berdasarkan Kandungan Vitamin C. Jurnal
Penelitian, IV(03).

Nasruddin, 2010. Model Kinetika Pembentukan Sisa Karbon dan Kadar Air Pada Proses
Hydrocracking Minyak Jarak Menjadi Biopetroleum Dengan katalis Zeolit Teraktivasi.
Jurnal Riset lndustri, IV(03).

Sudjana, 2006. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Vogel, 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Lampiran
1. Analisis data
Tabel 3 Data Pengamatan Percobaan Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi

Suhu (0C)
Percobaan Waktu (s)
Awal Akhir
Ke-1 30.0 31.0 220
Ke-2 21.0 23.0 270
Ke-3 10.0 11.0 462
m grek H2O2 Ke-4 7.0 9.0 1053 m grek KI
= M . V . valensi = M . V . valensi

= 0,04 . 5 . 2 = 0,1 . 10 . 1

= 0,4 m grek = 1 m grek

m grek Na2S2O3 = M . V . valensi

= 0,001 . 1 . 2

= 0,002 m grek

m grek H2O2 yang bereaksi

[H2O2]awal = (M.V) / V total = 9,0909 . 10-3 M

= (0.04 x 5) / 22 [H2O2]bereaksi = (M.V) / (2 x V total)


= (0.04 x 5) / (2 x 22) = 9,0909 . 10-4 M
Menghitung Nilai k

Tabel 4 Analisis Data Pengamatan

Rerata Suhu (K) 1/T K ln K

304 0.00329 4,5454 x 10-4 -7.697

295 0.00339 3,7037 x 10-4 -7.901

284 0.00352 2.1645 x 10-4 -8.438

281 0.00356 9.4967 x 10-5 -9.262


-7.000
0.00325 0.00335 0.00345 0.00355
-7.400

f(x) = - 5172.05x + 9.47


-7.800 R = 0.84

-8.200

-8.600

-9.000

-9.400

-9.800

Gambar 2 Hubungan antara 1/T vs ln K

Perbandingan berdasarkan teori


2. Alat dan Bahan
Alat

Bahan

Anda mungkin juga menyukai