Anda di halaman 1dari 29

`

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIK 1

Entalpi Pelarutan

NamaPraktikan

: Ainul Avida

NIM

: 141810301042

Kelompok

: 5(Lima)

Fak/Jurusan

: MIPA/KIMIA

Nama asisten

: Winda Intan Novita

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Entalpi merupakan istilah dalam termodinamika yang menyatakan jumlah
energi internal dari suatu sistem termodinamika dan energi yang digunakan untuk
melakukan kerja pada sebuah materi. Entalpi digolongkan menjadi beberapa jenis
yaitu entalpi pembentukan standar, entalpi penguraian standar, entalpi
pembakaran standar, dan entalpi pelarutan standar. Entalpi yang berperan disini
adalah entalpi pelarutan. Entalpi pelarutan sendiri adalah jumlah kalor yang
diperlukan atau dibebaskan untuk melarutkan 1 mol zat pada keadaan standar.
Termodinamika sangat penting dalam kimia, sebab dengan menggunakan
termodinamika kita dapat menduga apakah suatu reaksi akan berlangsung atau
tidak, dan apabila reaksi itu berlangsung, jika suatu zat yang dilarutkan (dalam
air) bisa jadi melibatkan pembebasan kalor (eksoterm) atau penyerapan kalor
(endoterm). Entalpi bernilai positif berarti bahwa reaksi endoterm dan entalpi
negatif berarti bahwa reaksi eksoterm.
Larutan merupakan campuran yang homogen. Larutan merupakan zat yang
memiliki komposisi yang sama (jumlah mol zat terlarut dan pelarut) pada setiap
larutan, sehingga membentuk satu fasa. Larutan dibagi menjadi tiga jenis
berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan suatu zat, yakni larutan belum
jenuh, jenuh, dan lewat jenuh. Larutan jenuh memiliki keseimbangan antara zat
terlarut dalam larutan dan zat yang tidak larut, atau dalam artian lain suatu zat
dikatakan jenuh apabila konsentrasinya tetap, karena kecepatan pelarutan dan
pengendapan sama, sehingga mengakibatkan jumlah mol zat padat yang berubah
menjadi fasa cair sama dengan jumlah mol zat cair yang berubah menjadi fasa
padat. Larutan belum jenuh berarti kurang dari jumlah zat yang tidak
larut, sedangkan larutan belum jenuh apabila jumlah zat terlarut
lebih dari jumlah zat yang tidak larut.
Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah suhu.
Suhu dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat karena semakin besar suhu yang

diberikan pada suatu senyawa maka molekul, ion, ataupun atom-atom dari
senyawa tersebut akan memiliki energi kinetik rata-rata yang semakin besar. Vant
Hoff menyatakan bahwa untuk entalpi pelarutan positif (endotermis) semakin
tinggi temperatur maka semakin banyak pula jumlah zat yang akan larut,
sedangkan untuk entalpi pelarutan negatif (eksotermis), semakin tingg.i suhu
maka akan semakin berkurang zat yang dapat larut.
Kehidupan sehari-hari seringkali berhubungan dengan aktivitas yang ada
kaitannya dengan pengaruh suhu terhadap kelarutan zat. Aktivitas tersebut
contohnya yaitu kelarutan gula untuk pembuatan teh pada suhu kamar dan pada
suhu lebih tinggi dari suhu kamar. Percobaan ini perlu dilakukan untuk memahami
lagi pengaruh suhu terhadap kelarutan suatu zat dan entalpi kelarutannya,
sehingga dapat berguna untuk diterapkan dalam kehidupan.
1.2. Tujuan
Mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan
menentukan entalpi kelarutannya.
1.3 Rumusan Masalah
1.) Bagaimana pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat?
2.) Berapa entalpi kelarutan zat tersebut?

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1. Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H 2C2O4 dengan
nama sistematis asam etanadioat. Berat molekul asam oksalat yaitu 90,04 g/mol.
Asam oksalat tidak berwarna dan memiliki titik didih yaitu 189,5 C atau setara
dengan 373 F dan tekanan uapnya 4,62 (air = 1). Asam oksalat dapat larut dalam
air dingin, dietil eter, alkohol dan gliserol dan tidak dapat larut dalam benzene.
Asam Oksalat kelarutannya dalam air yaitu 9,5 g/100 mL (15C), 14,3 g /100 mL
(25C), dan 120 g/100 mL (100C). Asam oksalat berbahaya jika mengenai kulit
karena dapat menyebabkan gatal atau iritasi begitu juga jika terkena mata.
Penanganannya yaitu dengan cara mencuci kulit atau mata dengan air yang
banyak. Asam oksalat yang tertelan dapat menyebabkan sakit pada tenggorokan
dan penanganannya yaitu segera minum air putih yang banyak atau minum susu,
sedangkan untuk asam oksalat yang terhirup menyebabkan sistem pernafasan
terganggu sehingga harus dibawa ke tempat yang berudara segar (Anonim, 2013).
2.1.2. Akuades (H2O)
Akuades berwujud cair, tidak berbau dan tidak berwarna. Akuades
mempunyai berat molekul 18,02 g/mol. Akuades mempunyai pH netral yaitu 7.
Titik didih akuades sebesar 100oC(212F). Akuades mempunyai tekanan uap
2,3kPa pada suhu 200C dan mempunyai densitas uap 0,62. Akuades tidak
berbahaya apabila terkena kulit, mata, terhirup maupun tertelan. Akuades tidak
korosif untuk kulit dan tidak memyebabkan iritasi apabila terkena mata.
Penanganan khusus apabila terkena akuades tidak ada (Anonim, 2013).
2.1.3. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, adalah
sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan
tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. NaOH
sangat larut dalam air, etanol dan metanol. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan

pelarut non-polar lainnya. Struktur molekul NaOH berbentuk tetrahedral. NaOH


memiiki massa molar sebesar 39,9971 g.mol-1. NaOH memiliki densitas sebesar
2,1 g.cm-3 dengan titik leleh sebesar 318C (591 K) dan titik didih sebesar 1390C
(1663 K) dan kelarutan dalam air sebesar 111 g/100 ml pada suhu 20C (Anonim,
2013).
2.1.4. Indikator PP
Massa molar indikator pp adalah 318,32 g/mol, massa jenisnya 1,277 g/mol
pada suhu 32C dan titik lelehnya 262,5C. Keadaan fisik dan penampilan
berbentuk cair, tidak berwarna, memiliki PH (soln 1% / air) netral. Suhu kritis
243C, tekanan uapnya 5,7 kPa dan kepadatan uap: 1,59 (Udara = 1). Indikator PP
memiliki spesifik gravity yang diketahui yaitu 0,7915 (air =1) dan tekanan uap
tertinggi yaitu 12,3 kPa pada suhu 2C. Indikator PP mudah larut dalam air
dingin, air panas, metanol, dietil eter dan larut

dalam aseton. Indikator PP

berbahaya dalam kasus kontak kulit (iritan), sistem pencernaan, dan sistem
pernapasan. Lensa kontak harus segera diperiksa dan segera dibasuh mata dengan
air mengalir selama minimal 15 menit, dijaga kelopak mata terbuka. Indikator PP
yang mengenai kulit segera siram dengan banyak air (Anonim, 2013)
2.2 Landasan Teori
Entalpi atau yang biasa dilambangkan dengan H yang merupakan fungsi
keadaan. Fungsi keadaan yaitu suatu fungsi yang tidak bergantung pada jalannya
reaksi namun ditentukan oleh keadaan awal dan keadaan akhir. Entalpi juga
merupakan fungsi termodinamika yang berhubungan dengan energi dalam atau
biasa dilambangkan dengan U. Persamaan untuk entalpi dapat dituliskan seperti
persamaan 2.1 berikut:
H = U + PV

(2.1)

H : entalpi (joule atau kalori)


U : dalam energi dalam (joule atau kalori)
P : tekanan (atm)
V : volume (liter)
(Syukri, 1999).
Entalpi adalah jumlah dari semua bentuk energi yang tersimpan dalam suatu
zat. Perubahan entalpi sistem suatu reaksi ditentukan oleh keadaan awal (pereaksi)

dan keadaan akhir (hasil akhir). Perubahan entalpi reaksi diukur pada keadaan
standar yaitu pada 25C (298 K) dan tekanan 1 atmosfer (1 atm) sehingga disebut
perubahan entalpi standar dan diberi lambang H. Satuan energi yang digunakan
untuk H menurut satuan internasional (SI) adalah joule (J). Entalpi pelarutan
standart merupakan perubahan entalpi standart jika suatu zat terlarut dalam pelarut
dengan sejumlah tertentu. Entalpi pembatas pelarutan adalah perubahan entalpi
standart jika zat melarut dalam pelarut dengan jumlah tak terhingga, sehingga
interaksi antara dua ion (atau molekul terlarut untuk zat bukan elektrolit ) dapat
diabaikan. Perubahan entalpi standart, dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
1.

Entalpi penguapan standart (Huap), adalah perubahan entalpi per mol jika

2.

cairan murni pada tekanan 1 bar menguap menjadi gas pada tekanan 1 bar.
Entalpi peleburan standart (Hfus), dimana es pada tekanan 1 bar meleleh

3.

menjadi cair pada tekanan 1 bar.


Entalpi pembakaran standart (Hc), adalah entalpi reaksi standart untuk
oksidasi zat organic menjadi CO2 dan H2O bagi senyawa yang mengandung

4.

C, H, dan O dan menjadi N2 bagi senyawa yang juga mengandung N.


Entalpi pengionan (Hi), adalah perubahan entalpi standart untuk

penghilangan satu elektron


(Atkins, 1999).
Panas pelarutan dapat dibagi menjadi 2 yaitu panas pelarutan integral dan
panas pelarutan deferensial. Panas pelarutan integral didefenisikan sebagai
perubahan entalpi jika suatu mol zat dilakukan dalam n mol pelarut. Panas
pelarutan diferensial didefenisikan sebagai perubahan antalpi jika suatu mol zat
terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan tak terhingga, sehingga konsentrasinya
tidak berubah dalam penambahan 1 mol zat terlarut. Perubahan panas diplot
sebagai jumlah mol zat terlarut dan panas pelarutan diferensial dapat diperoleh
dengan mendapatkan kemiringan tergantung pada konsenterasi larutan (Dogra,
1984).
Zat dapat dilarutkan ke dalam pelarut apabila kalor dapat diserap atau
dilepaskan. Kalor reaksi bergantung pada konsentrasi larutan akhir. Kalor
pelarutan integral adalah perubahan entalpi untuk larutan dari 1 mol zat terlarut
dalm n mol pelarut. Zat terlarut yang dilarutkan dalam pelarut secara kimia sama
dan tidak ada komplikasi mengenai ionisasi atau solvasi, kalor pelarutan dapat
hampir sama dengan kalor pelelehan zat terlarut. Kalor pelarutan, kalor

pengenceran dan kalor reaksi dalam larutan dapat dihitung dari nilai kalor
pembentukan dalam larutan yang ditabelkan. Entalpi pembentukan air dapat
diabaikan dalam perhitungan, bila jumlah mol air sama pada kedua sisi dari kedua
persamaan yang disetimbangkan. Entalpi pembentukan air murni juga digunakan
untuk air dan larutan air (Alberty,1992).
Perubahan entalpi yang terjadi dapat ditentukan jika konsentrasi larutannya
telah ditetapkan terlebih dahulu. Hal-hal yang harus diperhatikan pada perubahan
entalpi yaitu sebagai berikut:
a. H, E atau q positif, artinya sistem memperoleh tenaga
b. W>0 kerja dilakukan oleh sistem
c. W<0 kerja dilakukan terhadap sistem
(Sukardjo, 1997).
Entalpi sesudah reaksi menjadi lebih besar pada reaksi endoterm, sehingga
H positif. Entalpi sesudah reaksi pada reaksi eksoterm menjadi lebih kecil,
sehingga H negatif. Perubahan entalpi pada suatu reaksi disebut kalor reaksi.
Kalor reaksi untuk reaksi-reaksi yang khas disebut dengan nama yang khas pula,
misalnya kalor pembentukan,kalor penguraian, kalor pembakaran, kalor pelarutan
dan sebagainya. Reaksi kimia dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri
dari dua bagian yang berbeda, yaitu pereaksi (reaktan) dan hasil reaksi atau
produk. Reaksi yang berlangsung pada sistem tertutup dengan volume tetap (V =
0), maka sistem tidak melakukan kerja, w = 0. Kalor reaksi pada volume tetap
dinyatakan dengan qv , sehingga persamaan hukum I termodinamika dapat ditulis
seperti persamaan 2.2 berikut:
U = qv + 0 = qv = q reaksi

(2.2)

(Atkins, 1999).
Vant Hoff menyatakan jika kesetimbangan terganggu dengan perubahan
temperatur, maka konsentrasi larutannya akan berubah. Pengaruh temperatur
terhadap kelarutan dapat dinyatakan sebagai persamaan 2.3- 2.5 berikut:
2
dln S/dt = H / RT
ln S1/S2 = ( H / RT ) ( T

1
1

ln S =
Keterangan:

1
2

(2.3)
(2.4)

H
+konstanta
(2.5)
RT

S1,S2= kelarutan zat masing-masing pada temperatur T1 dan T2


H

= entalpi pelarutan

R = konstanta gas umum


Vant Hoff menyatakan untuk entalpi pelarutan positif (endotermis), maka
semakin tinggi temperatur akan semakin banyak zat yang larut. Entalpi pelarutan
negatif (eksotermis), maka semakin tinggi temperatur akan semakin berkurang zat
yang dapat larut (Tim penyusun, 2016).

BAB III. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Gelas Beaker
- Buret
- Termometer
- Pipet volum
- Pengaduk
- Pipet tetes
- Statif
- Erlenmeyer
- Pipet Mohr
- Ball Pipet
- Tabung Reaksi
- Waterbath
3.1.2 Bahan
- Asam oksalat
- NaOH
- Akuades
- Indikator PP

3.2 Prosedur Kerja


Asam oksalat

ditentukan kelarutannya dalam akuades pada temperature 5C, 10C, 15C,


20C dan 25C

dilarutkan dalam 100 ml akuades sedikit demi sedikit sampai keadaan jenuh

dimasukkan ke dalam waterbath pada temperatur yang dikehendaki.


Dilakukan untuk semua variasi temperatur yang ditentukan.

diaduk terus larutannya agar temperatur sistem menjadi homogen

diambil 5 mL larutan (kristal asam oksalat yang tidak larut tidak boleh
sampai terbawa)

diberi indikator PP pada masing-masing larutan tiga tetes

dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M

dicatat data volume NaOH 0,5 M yang dibutuhkan untuk titrasi

hasil

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Suhu

Pengulanga

Massa

Massa

Volume

Erlenmeyer

erlenmeyer

NaOH (mL)

(gram)

+ H2C2O4

1
2

35,760
34, 801

(gram)
41,137
39,881

19,4
20,1

1
2

34,820
34,817

40,004
40.000

20,9
21,0

1
2

34,819
35,630

34,949
41,038

21,0
21,5

1
2

34,872
34,932

39,965
40,095

21,6
21,5

1
2

35,825
34,814

40,871
34,949

21,6
21,8

5C
10C
15C
20C
25C
Suh

Konsentras

Konsentr

Massa

Mol asam

Kelaruta

i asam

asi NaOH

asam

oksalat

n (g/mL)

(C)

oksalat (M)

(M)

oksalat

(mol)

0,988

0,5

(gram)
0,623

0,00493

0,123

10

1,047

0,5

0,659

0,00523

0,132

15

1,062

0,5

0, 669

0,00531

0,133

20

1,0775

0,5

0,678

0,00538

0, 287

25

1,085

0,5

0,683

0,00542

0, 137

4.2 Pembahasan
Percobaan ketiga pada praktikum kali ini yaitu entalpi
pelarutan, tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur
terhadap kelarutan suatu zat dan menentukan entalpi kelarutannya. Atkins (1999)
menyatakan bahwa entalpi adalah jumlah dari semua bentuk energi yang
tersimpan dalam suatu zat. Perubahan entalpi sistem suatu reaksi ditentukan oleh
keadaan awal (pereaksi) dan keadaan akhir (hasil akhir). Perubahan entalpi reaksi
diukur pada keadaan standar yaitu pada 25C (298 K) dan tekanan 1 atmosfer (1
atm) sehingga disebut perubahan entalpi standar dan diberi lambang H. Entalpi
pelarutan standart merupakan perubahan entalpi standart jika suatu zat terlarut
dalam pelarut dengan sejumlah tertentu.
Percobaan ini diawali dengan membuat larutan jenuh asam oksalat yaitu
dengan cara melarutkan padatan asam oksalat ke dalam 100 mL akuades sampai
ada padatan asam oksalat yang sudah tidak mampu larut lagi atau dengan kata lain
terbentuk endapan asam oksalat. Reaksi pelarutan padatan asam oksalat dalam
akuades ini bersifat endotermis yaitu panas dari lingkungan ditransfer ke sistem.
Hal tersebut ditandai dengan dinding gelas beaker yang terasa dingin saat asam
oksalat dilarutkan karena suhu lingkungan menjadi turun. Asam oksalat padat
yang dilarutkan dalam akuades akan mengionisasi menjadi berikut ini:
H2C2O4 (s) + H2O (l)

H3O+(aq) + HC2O4- (aq)

HC2O4- (aq) H2O (l)

H3O+(aq) + C2O42- (aq)

Reaksi asam-basa diatas berdasarkan konsep asam-basa bronsted-lowry yaitu


asam oksalat sebagai asam bronsted yang dapat menyumbangkan proton (H +)
untuk basa (dalam reaksi tersebut yaitu H2O) sehingga akan dihasilkan basa
konjugat HC2O4-. Asam oksalat akan mengalami ionisasi selanjutnya hingga
akhirnya terbentuk basa konjugat C2O42-. Tanda reaksi

berarti karena reaksi

dapat terjadi bolak-balik karena H2C2O4 merupakan asam lemah yang tidak dapat
mengionisasi sempurna dalam air.
Larutan asam oksalat jenuh tersebut kemudian diambil 5 mL dan dimasukkan

ke dalam erlenmeyer. Pengambilan asam oksalat tidak boleh disertai endapan


asam oksalat yang tidak larut dalam akuades, karena jika ada yang endapan terikut
ditakutkan akan mempengaruhi hasil titrasi. Molaritas larutan asam oksalat
bergantung pada massa asam oksalat yang terlarut. Massa asam oksalat akan
memberikan informasi tentang jumlah mol larutan asam oksalat dimana hubungan
antara massa asam oksalat dan jumlah molnya berbanding lurus. Hal tersebut yang
membuat molaritas juga berbanding lurus dengan jumlah mol, semakin banyak
massa asam oksalat yang terlarut maka jumlah mol asam oksalat akan semakin
banyak dan semakin besar pula konsentrasi larutan asam oksalat.
Percobaan ini mengamati kelarutan asam oksalat dalam akuades pada lima
variasi temperatur yaitu pada suhu 5C, 10C, 15C, 20C dan 25C.
Pengupayaan variasi temperatur ini dilakukan dengan meletakkan beaker glass
yang berisi asam oksalat dilengjkapi dengan termometer dan pengaduk kaca di
dalam water bath. Water bath berisi potongan-potongan es batu yang ditambah
dengan garam. Penambahan garam tersebut bertujuan untuk menurunkan titik
beku dari es batu sehingga es batu dengan adanya garam akan lebih cepat mencair
dan proses penurunan suhu juga bisa menjadi lebih cepat. Larutan asam oksalat
selama di dalam water bath harus selalu diaduk agar suhu larutan asam oksalatnya
homogen (sama). Larutan dimasukkan ke dalam water bath sampai tercapai suhu
konstan yang diinginkan.
Larutan asam oksalat jenuh yang sudah diatur pada suhu tertentu kemudian
ditambah indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes lalu dititrasi melawan larutan
NaOH 0,5 N. Proses titrasi ini dilakukan secara duplo untuk masing-masing
variasi suhu. Indikator fenolftalein ditambahkan agar dapat diketahui terjadinya
titik akhi titrasi yang ditandai dengan adanya perubahan warna larutan. Range
untuk indikator fenolftalein yaitu pada pH 8,3 10 sehingga perubahan warna
akan tampak ketika larutan dalam suasana basa dengan kata lain setelah
penambahan beberapa mL larutan NaOH. Warna larutan ketika titik akhir tecapai
yaitu pink pudar, jika warnanya pink pekat maka sebenarnya titik akhir titrasi telah
terlewati. Hal tersebut terjadi karena ketidaktelitian praktikan dalam melakukan
titrasi. Reaksi yang terjadi antara larutan asam oksalat dengan larutan NaOH saat
titrasi yaitu:

H2C2O4(aq) + 2NaOH(aq) Na2C2O4 (aq) + 2H2O (l)


Volume larutan NaOH 0,5 M yang dibutuhkan dalam titrasi bervariasi dari
suhu 5C sampai dengan 25C berbeda-beda. Trend volume larutan NaOH yang
diperlukan dalam titrasi melawan larutan asam oksalat secara rata-rata megalami
kenaikan dengan peningkatan suhu, namun ada beberapa data yang menyimpang
karena kemungkinan suhu larutan asam oksalat jenuh mengalami kenaikan setelah
diangkat dar water bath sehingga tidak sesuai dengan suhu yang ditentukan.
Volume NaOH yang dibutuhkan dalam titrasi secara rata-rata meningkat seiring
dengan peningkatan suhu, hal ini sesuai dengan literatur karena menurut Vant
Hoff untuk entalpi pelarutan positif (endotermis), maka semakin tinggi temperatur
akan semakin banyak zat yang larut. Asam oksalat yang semakin banyak larutnya
maka konsentrasinya juga semakin besar dan akan semakin banyak pula NaOH
yang dibutuhkan untuk titrasi hingga mencapai titik ekivalen. Hal ini berarti
peningkatan suhu zat yang mengalami reaksi endotermis (entalpi pelarutan positif)
akan meningkatkan pula kelarutan zat tersebut.
Data kelarutan asam oksalat pada variasi suhu mengalami penurunan pada
suhu 25C. Penyimpangan tersebut terjadi karena kelalaian praktikan saat
melakukan percobaan pada suhu tersebut massa erlenmeyer setelah diisi asam
oksalat tidak diukur sehingga praktikan mengambil jalan lain dengan cara ketika
percobaan sudah selesai erlenmeyer yang dipakai pada suhu 25C diisi lagi
dengan larutan asam oksalat yang masih sisa lalu ditimbang dan didapatkan data
massa erlenmeyer berisi asam oksalat tersebut, namun massa ini bisa saja berbeda
dengan massa erlenmeyer berisi asam oksalat yang dipakai pada saat titrasi.
Entalpi pelarutan asam oksalat dalam akuades dapat diketahui nilainya dengan
membuat grafik kelarutan (S) melawan suhu (T), variabel x diwakili oleh T dan
variabel y diwakili oleh S. Grafik kelarutan melawan temperatur dapat dilihat
pada grafik berikut:

Grafik Konsentrasi vs Suhu


0.4
0.29
S

0.2
0
275

0.14

f(x) = 0x0.13
- 0.89 0.13
0.12
R = 0.17
280

285

290

295

Linear ()

300

Slope yang diperoleh dari grafik ini merupakan

H / R , sehingga harga

entalpi pelarutan dapat dihitung dengan persamaan 4.1 berikut:


m=

H
R

(4.1)

R merupakan konstanta gas, pada percobaan ini yang dipakai yaitu 8,314 J/mol.K
dan diperoleh entalpi pelarutan asam oksalat dalam akuades sebesar 0,249 J.
Entalpi pelarutan yang diperoleh bernilai positif yang berarti reaksi bersifat
endotermis sehingga sesuai dengan fenomena yang terjadi saat percobaan ini
dilakukan.

BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari dari praktikum percobaan ini yaitu
temperatur mempengaruhi kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu yakni apabila
zat mengalami reaksi endotermis maka peningkatan suhu akan disertai dengan
peningkatan kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu. Entalpi pelarutan asam
oksalat bernilai positif yang berarti reaksi pelarutan asam oksalat ke dalam air
bersifat endotermis
5.2 Saran
Praktikan sebaiknya memahami betul prosedur yang telah ditentukan
sehingga tidak akan menimbulkan kesalahan saat praktikum yang bisa
menimbulkan kegagalan percobaan. Temperatur larutan asam oksalat sebaiknya
benar-benar dijaga setelah diangkat dari water bath sehingga hasil percobaan
yang diperoleh baik.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2013.Material Safety Data Sheet Akuades.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsld=9927321[diakses

tanggal

25 maret 2016].
Anonim.2013.Material Safety Data Sheet Oxalic Acid.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsld=9927379.[diakses

tanggal

25 maret 2016].
Anonim.2013.Material Safety Data Sheet Phenolphtalein indicator.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsld=9926472.[diakses

tanggal

25 maret 2016].
Anonim.2013.Material Safety Data Sheet Sodium Hidroxide.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsld=9924998.[diakses
25 maret 2016].
Alberty, R., A. 1991. Kimia Fisik. Jakarta: Erlangga.
Atkin, PW. 1999. Kimia Fisika. Jakarta:Erlangga.
Dogra,S.K dan Dogra,S.1984.Kimia Fisik dan Soal-soal.Jakarta:UI-Press
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Yogyakarta:Rinaka Cipta.
Syukri,S. 1999.Termodinamika Kimia. Jakarta:Erlangga

tanggal

Tim Penyusun.2016. Penuntun Kimia Fisik 1.Jember:FMIPA Universitas Jember

Lembar Pengamatan

LAMPIRAN

Volume asam oksalat : 5 mL


M NaOH : 0,5 M
Mr asam oksalat (H2C2O4) = 126,07 g/mol
Suhu 5 C pengulangan dua kali
1. Molaritas asam oksalat
n H2C2O4 = n NaOH
n .M1 .V1 = n .M2 . V2
2 .M1 . 5 mL = 1 . 0,5 M . 19,4 mL
M1 =

9,7 MmL
10 mL

= 0,97 M

n .M1 .V1 = n .M2 . V2


2 .M1 . 5 mL = 1 . 0,5 M . 20,1 mL
M1 =

10,05 MmL
10 mL

= 1,005 M

(0,97+1,005) M
2

Mrata-rata =

= 0,988 M

2. Mol asam oksalat (n)


n=M.V
n = 0,988 M . 5.10 -3L
= 4,9 x 10 -3 mol
3. Massa asam oksalat
m = n .Mr
= 4,9 x 10 -3 mol. 126,07 g.mol-1
= 0,623 g
4. Massa larutan
m H2C2O4 = (m H2C2O4+erlenmeyer) (m Erlenmeyer kosong)
= 41,137 g 35,760 g
= 5,38 g
m H2C2O4 = (m H2C2O4+erlenmeyer) (m Erlenmeyer kosong)
= 39,881 g 34,801g
= 5,08 g

mrata-rata =

( 5,38+5, 08 ) g
2

= 5,23 g

5. Massa pelarut (H2O)


m H2O = m lar. m as. Oksalat
= 5,23 g 0,623 g
= 4,607 g = 4,607. 10-3 kg
6. Molalitas solut
Molalitas =

n H 2 C 2O 4
m H 2O
4,9 x 103 mol
4, 607 .103 kg

= 1,06 mol.kg-1

7. Mol solut
Mol solut = molalitas .m H2O
= 1,06 mol.kg-1 . 4,607. 10-3 kg
= 4,88.10-3mol
8. Kelarutan asam oksalat
S=

mol solut . Mr asam oksalat


V asam oksalat
4,88.103 mol . 126,07 g/mol
5 mL

= 0,123 g/mL = 123 g/L


Suhu 10 C pengulangan dua kali
1. Molaritas asam oksalat
n H2C2O4 = n NaOH
n .M1 .V1 = n .M2 . V2
2 .M1 . 5 mL = 1 . 0,5 M . 20,5 mL
M1 =

10,45 MmL
10 mL

= 1,045 M

n .M1 .V1 = n .M2 . V2


2 .M1 . 5 mL = 1 . 0,5 M . 21,0 mL

M1 =

10,5 MmL
10 mL

= 1,05 M

(1,045+1,0 5)M
2

Mrata-rata =

= 1,047 M

2. Mol asam oksalat (n)


n=M.V
n = 1,047 M. 5.10 -3L
= 5,235x 10 -3mol
3. Massa asam oksalat
m = n . Mr
= 5,235x 10 -3mol. 126,07 g.mol-1
= 0,66 g
4. Massa larutan
m H2C2O4 = (m H2C2O4+erlenmeyer) (m Erlenmeyer kosong)
= 40,004 g 34,820 g
= 5,184 g
m H2C2O4 = (m H2C2O4+erlenmeyer) (m Erlenmeyer kosong)
= 40,00 g 34,817 g
= 5,183 g
mrata-rata =

( 5,184 +5,183 ) g
2

= 5,183 g

5. Massa pelarut (H2O)


mH2O = m lar. m as. Oksalat
= 5,183 g 0,66 g
= 4,52 g = 4,52 . 10-3 kg
6. Molalitas solut

Molalitas =

n H 2 C 2O 4
m H 2O
5,235 x 103 mol
4,5 2 x 103 kg

= 1,16 mol.kg-1

7. Mol solut
Mol solut = molalitas .mH2O
= 1,16 mol.kg-1 . 4,52 . 10-3 kg
= 5,24 . 10-3mol
8. Kelarutan asam oksalat
S=

mol solut . Mr asam oksalat


V asam oksalat
5 , 24 x 103 mol .126,07 g/mol
5 mL

= 0,132 g/mL = 132 g/L


Suhu 15 C pengulangan dua kali
1. Molaritas asam oksalat
n H2C2O4 = n NaOH
n .M1 .V1 = n .M2 . V2
2 .M1 . 5 mL = 1 . 0,5 M . 21,0 mL
M1 =

10,5 MmL
10 mL

= 1,05 M

n .M1 .V1 = n .M2 . V2


2 .M1 . 5 mL = 1 . 0,5 M . 21,5 mL
M1 =

10,75 MmL
10 mL

Mrata-rata =

= 1,075M

(1,0 5+1,0 7 5) M
2

2. Mol asam oksalat (n)


n=M.V
n = 1,06 M . 5.10 -3 L

= 1,06 M

= 5,3. 10 -3mol
3. Massa asam oksalat
m = n .Mr
= 5,3. 10 -3mol. 126,07 g.mol-1
= 0,668 g
4. Massa larutan
m H2C2O4 = (m H2C2O4+erlenmeyer) (m Erlenmeyer kosong)
= 34,949 g 34,81 g
= 0,139 g
m H2C2O4 = (m H2C2O4+erlenmeyer) (m Erlenmeyer kosong)
= 41,038g 35,630 g
= 5,408 g

( 0,139+ 5, 408 ) g
2

mrata-rata =

= 2,77 g

5. Massa pelarut (H2O)


m H2O = m lar. m as. Oksalat
= 2,77 g 0,668 g
= 2,082 g = 2,082 . 10-3 kg
6. Molalitas solut
Molalitas =

n H 2 C 2O 4
m H 2O
5,3 x 103 mol
2,082 x 103 . kg

= 2,54 mol.kg-1

7. Mol solut
Mol solut = molalitas .m H2O
= 2,54 mol.kg-1 . 2,082. 10-3 kg
= 5,29.10-3mol
8. Kelarutan asam oksalat

S=

mol solut . Mr asam oksalat


V asam oksalat
5, 29 x 103 mol . 126,07 g /mol
5 mL

= 0,133 g/mL = 133 g/L


Suhu 20 C pengulangan dua kali
1. Molaritas asam oksalat
n H2C2O4 = n NaOH
n .M1 .V1 = n .M2 . V2
2 .M1 . 5 mL = 1 . 0,5 M . 21,6 mL
M1 =

0,5 M x 21,6 mL
2 x 5 mL

= 1,08 M

n .M1 .V1 = n .M2 . V2


2 .M1 . 5 mL = 1 . 0,5 M . 21,5 mL
M1 =

0,5 M x 21,5 mL
2 x 5 mL

Mrata-rata =

1,075M

1,08 M +1,075 M
= 1,0775 M
2

2. Mol asam oksalat (n)


n=M.V
n = 1,0775 M 5.10-3 L
= 0,00538 mol
3. Massa asam oksalat
m = n .Mr
= 0,00538 mol. 126,07 g.mol-1
= 0,678 g g
4. Massa larutan
m H2C2O4 = (m H2C2O4+erlenmeyer) (m Erlenmeyer kosong)
= 39,965 g 34,872g

= 5,093 g
m H2C2O4 = (m H2C2O4+erlenmeyer) (m Erlenmeyer kosong)
= 40,095 g 34,932g
= 5,163 g

( 5,093+5,163 ) g
2

mrata-rata =

= 5,128 g

5. Massa pelarut (H2O)


m H2O = m lar. m as. Oksalat
= 5,128 g 0,678 g
= 4,450 g = 0,00445 kg
6. Molalitas solut
Molalitas =

n H 2 C 2O 4
m H 2O

0,0 0538mol
0,00445 kg

= 2,559 mol/kg

7. Mol solut
Molsolut = molalitas .m H2O
= 2,559 mol.kg-1 . 4,450 10-3 kg
= 11,38.10-3mol
8. Kelarutan asam oksalat
S=

mol solut . Mr asam oksalat


V asam oksalat
11,38 103 mol . 126,07 g/mol
5 mL
= 0, 287 g/mL

= 287 g/L
Suhu 25 C pengulangan dua kali
1. Molaritas asam oksalat
n H2C2O4 = n NaOH

n .M1 .V1 = n .M2 . V2


2 .M1 . 5 mL = 1 . 0,5 M . 21,6 mL
M1 =

0,5 x 21,6 MmL


10 mL

= 1,08 M

n .M1 .V1 = n .M2 . V2


2 .M1 . 5 mL = 1 . 0,5 M . 21,8 mL
M1 =

Mrata-rata =

0,5 M x 21,8 mL
10 mL

1,08 M +1,09 M
2

= 1,09 M

= 1,085 M

2. Mol asam oksalat (n)


n=M.V
= 1, 085 M 5.10-3 L
= 0,00542 mol
3. Massa asam oksalat
m = n . Mr
= 0,00542 mol. 126,07 g.mol-1
= 0,683 g
4. Massa larutan
m H2C2O4 = (m H2C2O4+erlenmeyer) (m Erlenmeyer kosong)
= 40,871 g 35,825 g
= 5,046 g
m H2C2O4 = (m H2C2O4+erlenmeyer) (m Erlenmeyer kosong)
= 34,949 g 34,814 g
= 0,135 g
mrata-rata =

5, 046 g+0,135 g
2

5. Massa pelarut (H2O)


mH2O = m lar. m as. Oksalat
= 2,5905 g 0,683 g

= 2,5905 g

= 1,907 g = 1,907 x 10-3 kg


Molalitas solut
Molalitas =

n H 2 C 2O 4
m H 2O
0,00547 mol
3
1,907 . 10 kg

= 2,842 mol.kg-1

6. Mol solut
Molsolut = molalitas .mH2O
= 2,842 mol.kg-1 1,907 x 10-3 kg
= 5,419.10-3 mol
7. Kelarutan asam oksalat
S=

mol solut . Mr asam oksalat


V asam oksalat
5,419 mol . 126,07 g/mol
5 mL

= 0,137 g/mL = 137 g/L


Grafik Kelarutan terhadap Temperatur

Grafik Konsentrasi vs Suhu


0.35
0.3

0.29

0.25
0.2
S 0.15
0.1

f(x) = 0x - 0.89
R = 0.17 0.13
0.12

0.14

0.13

0.05
0
275

280

285

290
T

295

300

Linear ()

y = mx + c
y = 0,003x - 0,891
H = m . R
= 0,003 . 8,314 J/mol.K
= 0,249 J/mol.K
Gambar hasil titrasi H2C2O4 dengan NaOH
Temperatur 5C

Temperatur 10 C

Temperatur 15 C

Anda mungkin juga menyukai