Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA

ENTALPI PELARUTAN

Oleh

Nama : Inas Tasyah

NIM : 191810301022

Kelas/Kelompok : A/3

Asisten : Rorintha Pecky

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER

2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Termodinamika merupakan salah satu reaksi yang penting dalam kimia, karena dengan
termodinamika kita dapat menduga jalannya suatu reaksi akan berlangsung atau tidak. Reaksi
kimia dalam proses berlangsungnya banyak melibatkan pelepasan atau penyerapan kalor.
Entalpi merupakan suatu besaran yang tidak dapat ditentukan maupun diukur karena
merupakan besaran mutlak dan entalpi akan tetap konstan selama tidak ada energi yang masuk
maupun keluar dari zat. Entalpi merupakan sifat eksternal dan digolongkan menjadi beberapa
jenis seperti entalpi pembentukan standar, penguraian standar, pembakaran standar, dan
pelarutan standar. Praktikum kali ini menggunakan entalpi pelarutan, dimana entalpi pelarutan
merupakan banyaknya kalor yang diperlukan untuk melarutkan 1 mol zat pada keadaan standar
(Syukri, 1999).
Proses pelarutan pada suatu bahan kimia tidak selalu dapat melarutkan, hal itu
tergantung dengan sifat zat tersebut. Proses pelarutan yang tidak dapat melarutkan menyisakan
kristal-kristal atau endapan di bagian bawah larutan karena semua ion atau molekul dalam
larutan telah bereaksi dan dalam keadaan setimbang sehingga ion atau molekul yang berlebih
akan mengendap ke bawah dan hal itu menandakan bahwa larutan berada dalam keadaan jenuh.
Larutan dibagi dalam beberapa jenis yaitu larutan tidak jenuh, jenuh, dan lewat jenuh. Faktor
yang mempengaruhi kelarutan suatu zat kimia salah satunya yaitu temperatur. Perubahan
temperatur dapat digunakan untuk mengukur panas yang diberikan maupun dilepaskan oleh
suatu reaksi pelarutan suatu zat dan dapat dihitung entalpi dari pelarutan tersebut (Atkins,
1999).
Praktikum kali ini dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari – hari misalnya dalam
pembuatan air gula, pelarutan garam, dan sebagainya. Praktikum entalpi sangat bermanfaat bagi
mahasiwa untuk menambah pengetahuan dan kemampuan mengenai entalpi. Praktikum kali ini
dilakukan dengan melakukan pelarutan asam oksalat hingga keadaan larut dan
memindahkannya ke dalam bejana yang berisi es batu dan garam. Pengadukan dilakukan pada
larutan secara homogen dan dilakukan titrasi hingga mencapai titik akhir titrasi yang
dilanjutkan dengan perhitungan (Tim Penyusun, 2020).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam percobaan entalpi pelarutan kali ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat ?
2. Bagaimana cara menetukan entalpi kelarutan suatu zat ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari percobaan entalpi pelarutan kali ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat
2. Menentukan entalpi kelarutannya.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Akuades ( H2O )
Akuades yang memiliki nama ilmiah H2O sering disebut air murni. Akuades tidak
berwarna dan tidak berbau. Akuades memiliki berat molekul sebesar 18 g/mol, nilai pH netral
yaitu 7, dan titik didih sebesar 100℃. Akuades merupakan pelarut yang baik dan bersifat polar,
grativitas sepesisinya adalah 1 dengan tekanan uap sebesar 2,3 kPa. Bahan ini tidak berbahaya
dalam penggunaan yang sesuai, jika terkena akuades cukup dibersihkan dengan lap saja
( Labchem, 2020 ).
2.1.2 Asam Oksalat ( C2H2O4 )
Asam oksalat dengan nama ilmiah C2H2O4 memiliki penampakan kristal padat atau
bubuk kristal putih dan tidak berbau. Berat molekulnya sebesar 90,04 g/mol dan titik lebur
sebesar 189,5 ℃. Asam oksalat dapat larut dalam air maupun alkohol, benzena, petroleum eter,
dan gliserol. Senyawa ini memiliki potensi bahaya karena bersifat iritan. Penanganan apabila
terkena senyawa in yaitu dibasuh dengan air mengalir (Labchem, 2019).
2.1.3 Indikator Phenolptalein ( C20H14O4 )
Indikator PP ini memiliki penampakan cair, tidak berwarna, dan berbau seperti
alkohol. Senyawa ini memiliki derajat keasaman (pH) biasanya dalam kondisi basa sekitar 8
dan memiliki titik didih >450℃ dan titik lebur 263℃. Senyawa ini memiliki bahaya iritan
sehingga apabila terkena senyawa ini maka penanganannya dibilas dengan air mengalir atau
segera cuci dengan sabun, dan pindahkan ke udara terbuka apabila terhirup (Labchem, 2019).
2.1.4 Natrium Hidroksida ( NaOH )
Natrium Hidroksida dengan nama kimia NaOH memiliki penampakan padat
berwarna putih dan tidak berbau namun higroskopis. Berat molekul NaOH sebesar 40 g/mol,
titik didihnya sebesar 1388℃ dan titik lebur 323℃. Senyawa ini memiliki potensi bahaya iritan,
maka apabila terkena senyawa ini harus segera dibilas dengan air mengalir dan jika terhirup
pindahkan ke ruang udara terbuka (Labchem, 2019).
2.1.5 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium Klorida dengan nama kimia NaCl berbentuk kristal atau serbuk berwarna
putih. Berat molekul NaCl sebesar 58,44 gram/mol dan titik didih 1413℃, titik leleh 801℃,
dan juga berat jenis sebesar 2,165 g/cm³. Natrium klorida mudah larut dalam air, gliserol, dan
maonia. NaCl tidak memiliki potensi bahaya jika digunakan dalam jumlah wajar bagi tubuh
manusia, namun mengonsumsi dengan berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi
juga apabila terkena luka maka akan meyebabkan rasa perih. Pertolongan pertama jika terkena
garam dapur yaitu membilasnya dengan air mengalir ( Labchem, 2020 ).

2.2 Dasar Teori


2.2.1 Entalpi
Entalpi merupakan istilah dalam termodinamika kimia yang menyatakan jumlah
energi dalam (U) ditambah energi yang berfungsi untuk melakukan suatu kerja. Energi dalam
(U) merupakan keseluruhan energi potensial dan energi kinetik zat yang terdapat dalam suatu
zat. Suhu atau temperatur yang dinaikkan akan menyebabkan energi bertambah dan suatu
sistem memiliki energi karena partikel zat di dalamnya bergerak secara acak (Syukri, 1999).
Entalpi dapat dirumuskan sebagai berikut :
H = U + PV (2.1)
Keterangan :
H = entalpi (J)
U = energi dalam (J)
P = tekanan (Pa)
V = volume (m3)
Penurunan persamaan rumus hukum pertama termodinamika pada suatu tekanan tetap yaitu
sebagai berikut :
𝑞 = ∆𝑈 − 𝑊 (2.2)
𝑞 = ∆𝑈 + 𝑃∆𝑉 (2.3)
𝑞 = U2 –U1 + P(V2-V1) (2.4)
𝑞 = (U2 + PV2) – (U1 + PV1) (2.5)
q = H2 – H1 (2.6)
𝑞 = ∆𝐻 (2.7)
Keterangan :
Q = Kalor yang dibutuhkan (J)
∆𝐻 = perubahan entalpi (J)
(Bird, 1987).
Perubahan entalpi standar merupakan suatu perubahan entalpi sistem yang mengalami
perubahan kimia atau fisika berdasarkan kondisi standar. Perubahan entalpi standar dapat
dibagi menjadi empat yaitu entalpi pembentukan standar (∆𝐻°f) merupakan perubahan yang
terjadi pada pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsurnya yang paling stabil dalam keadaan
dasar, penguraian (∆𝐻°d) merupakan perubahan yang terjadi pada suatu penguraian 1 mol
senyawa dari unsur-unsurnya, pembakaran (∆𝐻°c) merupakan perubahan yang terjadi pada
pembakan 1 mol zat secara sempurna, dan pelarutan standar (∆𝐻°s) merupakan peruabhan
yang terjadi pada pelarutan 1 molzat terlarut yang dapat larut dalam n mol pelarut
(Atkins, 1999).
Entalpi reaksi merupakan entalpi yang terdapat dalam persamaan kimia. Simbol dari
entalpi reaksi yaitu ∆H. Nilai ∆H diperoleh dengan menghitung selisih antara entalpi produk
dan entalpi reaktan, berikut persamaannya :
∆H = Hproduk - Hreaktan (2.8)
Nilai atau harga dari ∆H<0 atau bernilai negatif apabila reaksi terjadi secara eksotermis dan
∆H>0 atau bernilai positif jika rekasi berjalan secara endotermis. Nilai ∆H=0 atau bernilai 0
apabla proses adiabatik terjadi yang berarti kalor diubah dalam bentuk kerja (Syukri, 1999).
Entalpi pelarutan standart suatu zat adalah perubahan entalpi standar jika zat itu
melarut di dalam pelarut dengan jumlah tertentu. Perubahan naik turunnya temperatur
berpengaruh terhadap entalpi suatu larutan. Perubahan entalpi suatu zat dalam suatu reaksi atau
sistem baik secara kimia maupun fisika biasanya dilaporkan untuk proses yang terjadi pada
sekumpulan kondisi standar atau disebut perubahan entalpi standar (Atkins, 1999).
Entalpi pelarutan dapat diartikan sebagai perubahan entalpi pada peristiwa
melarutnya suatu mol zat dalam n mol pelarut. Zat yang dilarutkan dalam pelarut air biasanya
disertai dengan reaksi eksoterm dan endoterm. Entalpi pelarutan merupakan efek kalor dalam
peristiwa tersebut. Besarnya entalpi pelarutan bergantung pada molalitas zat yang terbentuk
dalam suatu larutan. Jenis zat, temperatur dan tekanan tidak mempengaruhi kalor pelarut suatu
zat namun bergantung pada konsentrasi larutan dan kalor pelarutan berbanding terbalik dengan
kelarutan suatu zat (Rosenberg, 1996).
2.2.2 Larutan
Larutan merupakan suatu campuran homogen 2 atau lebih zat. Larutan terbentuk
diakibatkan oleh dua molekul atau lebih berinteraksi secara langsung. Larutan terdiri dari zat
pelarut dan terlarut. Zat terlarut adalah zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam laruta dan zat
pelarut adalah zat yang jumlahnya lebih banyak (Chang, 2010).
Larutan dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu larutan jenuh, tidak jenuh, dan
lewat jenuh. Larutan tidak jenuh adalah larutan yang mengandung solute yang kurang untuk
membuat suatu larutan atau tidak tepat bereaksi. Larutan jenuh adalah larutan yang pada suhu
tertentu, larutan tak dapat melarutkan suatu zat lebih banyak. Larutan lewat jenuh yaitu apabila
zat terlarut melebihi batas jenuh (Rosenberg, 1996).
Larutan jenuh dapat terjadi pada keadaan kesetimbangan antara zat terlarut dalam
suatu larutan dan zat yang tidak terlarut. Kesetimbangan akan terganggu dengan adanya
perubahan temperatur dan konsentrasi dari larutannya juga akan berubah. Pengaruh temperatur
terhadap kelarutan menurut Van’t Hoff dinyatakan dalam persamaan berikut ini :
d ln S/dt = (∆H)/RT2 (2.9)
Dengan mengintegralkan dari T1 ke T2 maka akan dihasilkan :
ln S2/S1 = (∆H/R) (T1-1-T2-1) (2.10)
ln S = -(∆H)/RT + konstanta (2.11)
Keterangan :
- S1/S2 = kelarutan masing – masing zat pada temperatur T1 dan T2 (g/1000 gram solven)
- ∆H = panas pelarutan (panas pelarutan/ g (gram))
- R = konstanta gas umum
(Tim Penyusun, 2020).
Temperatur sangat berpengaruh dalam pelarutan suatu larutan dengan bahan kimia.
Kelarutan merupakan jumlah maksimal dari suatu pelarut yang dibutuhkan untuk melarutkan
suatu zat terlarut pada keadaan terlarut. Faktor – faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu
suhu, tekanan, dan adana pelarut lain. Zat yang larut dalam suatu pelarut disebabkan oleh gaya
antar molekul yang dimiliki oleh suatu zat lebih kecil dari gaya antar molekul larutan.
Kelarutan suatu zat ditentukan oleh gaya yang dimiliki antar molekul seperti zat terlarut ionik
yang membutuhkan suatu gaya anatar molekul yang lebih besar agar dapat larut dalam cairan,
agar ikatan ionik dapat putus dari padatannya (Goldberg, 2007).
2.2.3 Titrasi Asam Basa
Titrasi merupakan suatu cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan larutan lain
yang telah dikeyahui konsentrasinya. Titrasi juga disebut metode analisa volumetri karena
menggunakan pengukuran volume reaktan. Zat yang akan ditentukan konsentrasinya dititrasi
dengan larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Syarat-syarat titrasi agar berjalan dnegan
baik adalah berlangsung cepat dan reversibel, menggunakan indikator yang dapat berlangsung
sempurna, tunggal, dan berdasarkan persamaan reaksi yang jelas menurut teori yang ada. Istilah
yang terdapat dalam titrasi adalah titik akhir dan titik ekuivalen. Titik akhir titrasi merupakan
tanda bahwa tirasi harus dihentikan, titik akhir titrasi ditandai oleh terjadinya perubahan warna
larutan. Titik ekuivalen adalah kondisi asam dan basa tepat habis bereaksi, di mana mol titran
sama dengan mol titrat (Chang, 2005).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Bulp filler
- Pipet Mohr 10 mL
- Batang pengaduk
- Gelas beaker 150 mL
- Gelas beaker 1 L
- Erlenmeyer 100 mL
- Corong
- Labu ukur 100 mL
- Botol semprot
- Kaca arloji
- Clam dan statif
- Pipet tetes
- Termometer
- Timbangan analitik
- Buret

3.1.2 Bahan
- Akuades
- Asam oksalat
- Larutan NaOH 0,5 M
- Indikator phenolptalein
- Es batu
- Garam
3.2 Diagram Kerja

Kristal asam oksalat

- dilarutkan dalam 100 ml akuades (bj diketahui) hingga menjadi larutan jenuh ,
suhu 25℃ ( suhu ruang ).
- ditimbang erlenmeyer kosong, dicatat
- dimasukkan 5 ml asam oksalat ke dalam erlenmeyer
- dimasukkan larutan jenuh kedalam bejana berisi es batu dan garam dengan
suhu yang ditentukan dilengkapi pengaduk dan termometer
- ditambahkan dengan indikator pp
- dilakukan titrasi hingga ditemui titik akhir reaksi
- diperoleh data kualitatif maupun kuantitatif

Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1.1 Data Hasil Percobaan


Massa Mol
Suhu [NaOH]
No. [H2C2O4] (M) H2C2O4 H2C2O4 S (g/mL) Ln S
(K) (M)
(g) (mol)
1,1 0,5 0,693 7,971 143478 11,87
1. 298 K
1,1 0,5 0,693 7,69 138420 11,83
0,855 0,5 0,538 5,982 107658 11,58
2. 295 K
0,865 0,5 0,545 6,059 109062 11,6
0,615 0,5 0,387 4,304 77472 11,25
3. 287 K
0,6 0,5 0,370 4,201 75618 11,23
0,455 0,5 0,287 3,192 5743 10,95
4. 280 K
0,455 0,5 0,287 3,191 5743 10,95
0,32 0,5 0,201 2,245 4041 10,6
5. 276 K
0,31 0,5 0,195 2,165 3897 10,5

Tabel 4.1.2 Nilai Entalpi Pelarutan ( ∆𝐻 )


Entalpi Pelarutan
Pengulangan 1 Pengulangan 2
𝑘𝐽
∆𝐻 = ( ) + 38,3050922 kJ/mol.K + 37,7846358 kJ/mol.K
𝑚𝑜𝑙. 𝐾

4.2 Pembahasan
Percobaan kali ini yaitu mengenai entalpi pelarutan, dimana entalpi merupakan suatu
fungsi keadaan untuk mentransfer energi. Entalpi dapat terjadi karena adanya aktivitas naik atau
turunnya temperatur. Entalpi ada beberapa jenis yaitu pelarutan, pembentukan, pembakaran,
dan penguraian. Praktikum kali ini membahas mengenaui entalpi pelarutan yang merupakan
jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan 1 mol zat pada keadaan STP. Pelarutan suatu
zat berkaitan erat dengan naik turunnya temperatur. Tujuan dari percobaan kali ini yaitu
mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan dan menentukan entalpi kelarutannya.
Percobaan pertama dalam praktikum ini diawali dengan melarutkan asam oksalat
kedalam akuades. Sampel asam oksalat digunakan karena kelarutannya sangat sensitif terhadap
perubahan suhu sehingga memberikan kemudahan praktikan dalam mengamati pengaruh suhu
terhadap kelarutannya. Variasi suhu yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu 3,7,14,22,25
℃ dan percobaan pada setiap suhu dilakukan duplo untuk mendapatkan nilai yang lebih akurat
dan presisi. Variasi suhu digunakan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap pelarutan
larutan asam oksalat Perlakuan pertama yaitu melarutkan asam oksalat dengan akuades
sebanyak 100 mL di dalam gelas beaker hingga keadaan jenuh yang ditandai dengan adanya
asam oksalat yang tidak larut pada larutan. Larutan jenuh merupakan larutan yang pada suhu
tertentu, larutan tak dapat melarutkan suatu zat lebih banyak yakni menurut Rosenberg (1996).
Pelarutan di dalam beaker dibarengi dengan pengadukan yaitu untuk mempercepat laju reaksi
dan pelarutan asam oksalat karena tumbukan atau reaksi antar molekul terjadi dengan lebih
cepat.
Larutan yang telah jenuh didiamkan dan beralih untuk menimbang erlenmeyer kosong
dan mencatatnya yang akan digunakan untuk perhitungan titrasi. Penimbangan berfungsi agar
dapat mengethui massa dari larutan asam oksalat yang nantinya akan dihitung selisih antara
erlenmeyer kosong dengan erlenmeyer yang berisi sampel. Data massa erlenmeyer yang kosong
diperoleh 25,1 gram dan 35 gram dan ini merupakan massa dari erlenmeyer kosong pada semua
variasi suhu. Larutan asam oksalat jenuh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL sebanyak
5 m dan dimasukkan kedalam bejana berisi es batu dengan campuran garam dapur. Fungsi
penambahan garam dalam es batu yaitu untuk menurunkan titik beku dari es batu sehingga es
batu lebih cepat mencair. Es batu akan mneurunkan suhu dengan menyerap kalor dari dinding
– dinding gelas dan garam digunakan karena mampu mempercepat mencainya permukaan e
batu. Es batu akan menyerap panas dari larutan garam dan larutan garam akan menyerap panas
dari larutan yang ada dalam gelas beaker melalui dinding gelas sehingga alrutan menjadi lebih
dingin. Garam akan membantu penurunan titik leleh es batu, oleh karena itu es batu dengan
garam akan lebih cepat mencair dari pada penggunaan es batu saja.
Percobaan pada suhu ke 25℃ yaitu setelah diukur suhu larutan pada erlenmeyer tepat
25℃, maka larutan ditambahkan dengan indikator PP. Fungsi penambahan indikator PP yaitu
sebagai indikator untuk menunjukkan titik akhir titrasi dengan perubahan warna sesuai dengan
trayek pH dan karena titrasi ini merupakan titrasi antara asam lemah dan basa kuat. Indikator
PP mempunyai trayek pH 8,3-10 dengan perubahan warna dari tidak berwarna hingga merah
muda. Langkah percobaan selanjutnya yaitu titrasi asam basa dengan menggunakan NaOH 0,5
M sebagai larutan standar primer dan asam oksalat sebagai larutan standar sekunder yang belum
diketahui konsentrasinya. Titrasi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dari asam oksalat.
NaOH digunakan karena bereaksi sempurna dengan asam asetat, dimana NaOH yang
merupakan bas akuat berekasi dengan asam asetat yang merupakan basa lemah membentuk
garam yang bersifat basa dan reaksi ini lebih mudah diamati titik akhir titrasinya karena
merupakan reaksi antara basa kuat dan asam lemah. Volume dari NaOH sebagai basa
seharusnya meningkat dalam keadaan larutan asam oksalat yang jenuh karena jumlah partikel
yang larut akan mempengaruhi konsentrasi larutan. Percobaan pada suhu ke 25℃ didapatkan
data volume NaOH kedua percobaan adalah 22 mL. Berikut persamaan reaksinya :
H2C2O4 (aq) + 2NaOH(aq) Na2C2O4 (aq) + 2H2O (4.1)
Percobaan pada suhu selanjutnya yaitu 22℃ diperoleh data volume NaOH 17,1 mL dan
17,3 mL dengan prosedur yang sama seperti suhu 25℃. Volume NaOH untuk suhu 14℃ adalah
12,3 mL dan 12 mL, untuk suhu 7℃ adalah 9,1 mL dan 8,9 mL, dan pada suhu 3℃ adalah 6,4
mL dan 6,2 mL. Data volume NaOH yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi suhu maka
volume NaOH semakin banyak, hal ini sesuai dengan teori persamaan gas ideal bahwa semakin
besar suhu maka volume juga semakin besar. Kelarutan asam oksalat sangat sensitif terhadap
temperatur dan kelarutannya kecil apabila dilarutkan dalam air, kelarutan dalam air yaitu 90
g.dm3 pada 20℃ (Chang, 2010).
Berdasarkan volume yang diperoleh maka dapat konsentrasi asam oksalat dapat
dihitung dengan menggunakan rumus pengenceran. Konsentrasi masing – masing suhu adalah
pada 25℃ yaitu 1,1 M secara duplo, untuk 22℃ yaitu 0,855 M dan 0,865 M, untuk 14℃ yaitu
0,615 M dan 0,6 M, untuk 7℃ yaitu 0,455 M secara duplo dan untuk 3℃ yaitu 0,32 M dan
0,31 M. Suhu yang semakin tinggi mengakibatkan energi kinetik atau laju reaksi menjadi
semakin tinggi atau cepat karena pergerakan partikel menjadi lebih cepat. Jumlah dari produk
semakin banyak karena laju reaksi semakin tinggi dan menandakan bahwa semakin tinggi suhu
konsentrasi juga meningkat.
Berdasarkan data konsentrasi dan volume yang diperoleh kita dapat menghitung mol
dari asam oksalat yaitu suhu 25℃ adalah 7.971 mol dan 7,69 mol, suhu 22℃ adalah 5,982 mol
dan 6.059 mol, suhu 14℃ adalah 4,304 mol dan 4,021 mol, suhu 7℃ adalah 3,192 mol dan
3,191 mol, dan terakhir suhu 3℃ adalah 2,245 ml dan 2,165 mol. Data tersebut menunjukkan
semakin tinggi suhu semakin besar pula jumlah molnya. Jumlah mol yang diketahui digunakan
untuk menghitung massa asam oksalat yaitu didapatkan data pada suhu 25℃ adalah 0,693 gram
secara duplo, suhu 22℃ adalah 0,538 gram dan 0,545 gram, suhu 14℃ adalah 0,387 gram dan
0,370 gram, suhu 7℃ adalah 0,287 gram secara duplo, dan suhu 3℃ adalah 0,201 gram dan
0,195 gram. Data tersebut menunjukkan semakin tinggi suhu maka massa asam oksalat juga
semakin berat.
Kelarutan dapat dicari dari data konsentrasi larutan asam oksalat yang diketahui.
Kelarutan yang diperoleh dari percobaan ini yaitu suhu 25℃ adalah 143478 g/mL dan
138420g/mL, suhu 22℃ adalah 107658 g/mL dan 109062 g/mL, suhu 14℃ adalah 77472
g/mL dan 75618 g/mL, suhu 7℃ adalah 5743 g/mL secara dulpo, dan suhu 3℃ adalah 4041
g/mL dan 3897 g/mL. Data tersebut menunjukkan semakin tinggi suhu maka kelarutan juga
semakin tinggi, temperatur memilki pengaruh positif terhadap nilai kelarutan asam oksalat.

Grafik Hubungan ln S dengan 1/T (1)


12
y = -4607,3x + 27,286
11,8
R² = 0,9714
11,6
11,4
ln S

11,2
ln S
11
Linear (ln S)
10,8
10,6
10,4
0,0033 0,00335 0,0034 0,00345 0,0035 0,00355 0,0036 0,00365
1/T

Grafik 4.1 Grafik ln S terhadap 1/T pengulangan 1


Grafik diatas diperoleh dari perhitungan melalui excel dengan menggunaan rumus
ln S dan gradien juga dengan rumus ∆𝐻 dengan R 8,314 J mol/K dan m yang didapatkan dari
persamaan gradien. Grafik 4.1 diatas menunjukkan bahwa semakin meningkat suatu temperatur
maka kelarutan dari suatu zat akan semakin meningkat pula. Grafik diatas menghasilkan suatu
persamaan garis yaitu y= -4607,3x + 27,286, dan gradien atau slope dari grafik ini adalah -
4607,3 dimana nilai slope ini dapat digunakan untuk menghitung netalpi pelarutan. Berdasarkan
data ini maka dapat diukur entalpi pelarutan dan didapatkan sebesar + 38,3050922 kJ/mol.K,
tanda positif menunjukkan bahwa reaksi bersifat endoterm yaitu menyerap panas atau kalor.
Menurut Van’t Hoff entalpi pelarutan , semakin tinggi temperatur maka semakin banyak zat
yang larut hal ini sesuai dengan percobaan pelarutan asam oksalat dalam praktikum ini dimana
variasi suhu dilakukan dengan hasil data semakin tinggi suhu maka kelarutan semakin besar.
Grafik Hubungan ln S dengan 1/T (2)
12
11,8 y = -4544,7x + 27,06
R² = 0,9758
11,6
11,4
ln S

11,2
ln S
11
Linear (ln S)
10,8
10,6
10,4
0,0033 0,00335 0,0034 0,00345 0,0035 0,00355 0,0036 0,00365
1/T

Grafik 4.2 Grafik ln S terhadap 1/T pengulangan 2


Grafik diatas menunjukkan hal yang sama dimana semakin meningkatnya
temperatur maka kelarutan akan semakin meningkat. Persamaan garis yang dihasilkan dari
grafik ini yaitu y = - 4544,7x + 27,06, gradien grafik atau slope yaitu -4544,7. Berdasarkan data
ini maka diperoleh nilai entalpi pelarutan sebesar + 37,7846358 kJ/mol.K.. Asas Le Chatelier
menyatakan bahwa kesetimbangan akan bergeser ke arah proses endoterm jika suhu suatu
reaksi dinaikkan. Temperatur dapat menggeser kesetimbangan suatu sistem ke arah reaksi
endoterm sehingga konsentrasi semakin meningkat. Data yang dihasilkan dalam percobaan kali
ini telah sesuai dengan literatur dimana semakin tinggi temperatur maka kelarutan juga akan
semakin meningkat hal ini juga ditunjukkan dengan gelas beaker yang dingin saat asam oksalat
ditambahkan dengan air (Syukri, 1999).
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini yaitu sebagai berikut :

1. pengaruh temperatur terhadap kelarutan bernilai positif, dimana semakin tinggi


temperatur maka nilai kelarutan akan semangkun tinggi. Reaksi endoterm yang terjadi pada
praktikum kali ini yaitu semakin tinggi suhu maka zat yang dapat larut juga semakin banyak.
Tanda positif menunjukkan bahwa reaksi berjalan secara endoterm.
2. Penentuan entalpi kelarutan dilakukan dengan metode pelarutan suatu bahan hingga
melakukan titrasi dan perhitungan. Perhitungan entalpi dilakukan dengan menggunaan rumus
entalpi dan menentukan reaksi yang telah berjalan apakah endo atau ekso. Entalpi yang
didapatkan dalam praktikum ini yaitu + 38,3050922 kJ/mol.K dan + 37,7846358 kJ/mol.K.

5.2 Saran
Saran untuk praktikum yang dilakukan yaitu agar mahasiswa lebih teliti dalam
melakukan perhitungan data dan dalam menjelaskan fenomena kimia yang terjadi di dalam
praktikum. Video praktikum yang tampilkan untuk tidak terlalu cepat dan penunjukkan hasil
akhir lebih jelas. Video juga perlu lebih mendetail agar praktikan lebih memahami mengenai
alat dan bahan hingga prosedur prakitikum yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 1999. Physical Chemistry 2th Edition.New York: Freeman Company.
Bird,T. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Jilid 1 . Jakarta : Erlangga
Chang, R. 2010. Chemistry 10th Edition. New York: Mc Grow-hill.
Goldberg, D. E. 2007. Fundamentals of Chemistry 5th Edition. New York : McGraw/Hill
LabChem. 2019. Material Safety Data Sheet of Aquades [Serial Online].
http://www.LabChem.com//tools/msds/msds/LC2650.pdf. Diakses pada
tanggal 13 oktober 2020.
LabChem. 2019. Material Safety Data Sheet of Oxalic acid [Serial Online].
http://www.LabChem.com//tools/msds/msds/LC18040.pdf. Diakses pada
tanggal 13 oktober 2020.
LabChem. 2019. Material Safety Data Sheet of phelophtalein [Serial Online].
http://www.LabChem.com//tools/msds/msds/LC18198.pdf. Diakses pada
tanggal 13 oktober 2020.
LabChem. 2019. Material Safety Data Sheet of Sodium Chloride [Serial Online].
http://www.LabChem.com//tools/msds/msds/LC23510.pdf. Diakses pada
tanggal 13 oktober 2020.
LabChem. 2019. Material Safety Data Sheet of Sodium Hydroxide [Serial Online].
http://www.LabChem.com//tools/msds/msds/LC23900.pdf. Diakses pada
tanggal 13 oktober 2020.
Rosenberg,J. 1996. Kimia Dasar Edisi Keenam.Jakarta: Erlangga.
Syukri. 1999. Termodinamika Kimia. Jakarta: Erlangga.
Tim Penyusun. 2020. Petunjuk Praktikum Termodinamika Kimia. Universitas Jember :Jember
Lampiran 1. Perhitungan

Lembar Perhitungan
 Suhu 3℃
Massa Erlenmeyer Kosong: 1) 25,1 gram
2) 35 gram
Massa Erlenmeyer + Larutan: 1) 30 gram
2) 41,9 gram
Volume NaOH untuk titrasi: 1) 6,4 × 10−3 L
2) 6,2 × 10−3 L
1. Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4
Pengulangan 1 Pengulangan 2
Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4 Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4
NaOH = 𝐶2 𝐻2 𝑂4 NaOH = 𝐶2 𝐻2 𝑂4
𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 = 𝑀2 𝑛2 𝑉2 𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 = 𝑀2 𝑛2 𝑉2
𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1
𝑀2 = 𝑀2 =
𝑛2 𝑉2 𝑛2 𝑉2

0,5 𝑀 × 1 𝑚𝑜𝑙 × 6,4 × 10−3 L 0,5 𝑀 × 1 𝑚𝑜𝑙 × 6,2 × 10−3 L


5 × 10−3 L × 2 𝑚𝑜𝑙 6,2 × 10−3 L × 2 𝑚𝑜𝑙
0,0032 0,0031
= 0,32 𝑀 = 0,31 𝑀
0,01 0,31
2. Mol asam oksalat
V= 5 mL → 𝐿 = 5 × 10−3 𝐿

Pengulangan 1 Pengulangan 2
n=M×V n=M×V
= 0,32 M × 5 × 10−3 𝐿 = 0,31 M × 5 × 10−3 𝐿
= 1,6 × 10−3 𝑚𝑜𝑙 = 1,55 × 10−3 𝑚𝑜𝑙

3. Massa garam oksalat padat (𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂)


Mr 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = 126,07 gram/mol
Pengulangan 1
Massa = n × Mr
= 1,6 mol × 126,07 gram/mol
= 0,201 gram
Pengulangan 2
Massa = n × Mr
= 1,55 mol × 126,07 gram/mol
= 0,195 gram
4. Massa larutan 𝐶2 𝐻2 𝑂4
Pengulangan 1
Massa larutan = (massa larutan + erlemenyer) – (massa erlenmeyer kosong)
= 30 gram – 25,1 gram
= 4,9 gram
Pengulangan 2
Massa larutan = (massa larutan + erlemenyer) – (massa erlenmeyer kosong)
= 41,9 gram – 35 gram
= 6,9 gram

5. Massa larutan 𝐻2 𝑂
Pengulangan 1
Massa 𝐻2 𝑂 = massa larutan – massa 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
= 4,9 gram – 0,201 gram
= 4,698 gram
Pengulangan 2
Massa 𝐻2 𝑂 = massa larutan – massa 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
= 6,9 gram – 0,1953 gram
= 6,704 gram

6. Molaritas Solut
Pengulangan 1 Pengulangan 2
1000 1000
M=n× M=n×
𝑃 𝑃
0,202 1000 0,195 1000
= × 4,698 𝑔𝑟𝑎𝑚 = × 6,704 𝑔𝑟𝑎𝑚
90 90
= 0,478 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 = 0,323 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔

7. Mol solute
Pengulangan 1 Pengulangan 2
Mol solute = Molaritas × m 𝐻2 𝑂 Mol solute = Molaritas × m 𝐻2 𝑂
= 0,340 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 × 4,698 g = 0,313 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 × 6,705 g
= 2,245 mol = 2,165 mol

8. Kelarutan (s)

Pengulangan 1 Pengulangan 2
n solut × Mr Oksalat n solut × Mr Oksalat
s= s=
𝑉 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑉 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
2,245 mol × 90 ⁄𝑚𝑜𝑙 2,165 mol × 90 ⁄𝑚𝑜𝑙
= =
0,005 𝑙 0,005 𝑙
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 4041 ⁄𝑙 = 3897 ⁄𝑙
In s = 10,6 In s = 10,5
 Suhu 7℃
Massa Erlenmeyer Kosong: 1) 25,1 gram
2) 35 gram
Massa Erlenmeyer + Larutan: 1) 31,5 gram
2) 42,3 gram
Volume NaOH untuk titrasi: 1) 9,1 × 10−3L
2) 8,9 × 10−3L
1. Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4
Pengulangan 1 Pengulangan 2
Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4 Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4
NaOH = 𝐶2 𝐻2 𝑂4 NaOH = 𝐶2 𝐻2 𝑂4
𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 = 𝑀2 𝑛2 𝑉2 𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 = 𝑀2 𝑛2 𝑉2
𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1
𝑀2 = 𝑀2 =
𝑛2 𝑉2 𝑛2 𝑉2

0,5 𝑀 × 1 𝑚𝑜𝑙 × 9,1 × 10−3 L 0,5 𝑀 × 1 𝑚𝑜𝑙 × 8,9 × 10−3 L


5 × 10−3 L × 2 𝑚𝑜𝑙 5 × 10−3 L × 2 𝑚𝑜𝑙
0,0045 0,0045
= 0,455 𝑀 = 0,455 𝑀
0,01 0,01
2. Mol asam oksalat
V= 5 mL → 𝐿 = 5 × 10−3 𝐿

Pengulangan 1 Pengulangan 2
n=M×V n=M×V
= 0,455 M × 5 × 10−3 𝐿 = 0,455 M × 5 × 10−3 𝐿
= 2,275 × 10−3 𝑚𝑜𝑙 = 2,275 × 10−3 𝑚𝑜𝑙

3. Massa garam oksalat padat (𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂)


Mr 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = 126,07 gram/mol
Pengulangan 1
Massa = n × Mr
= 2,275 × 10−3 mol × 126,07 gram/mol
= 0,287 gram
Pengulangan 2
Massa = n × Mr
= 2,275 × 10−3 mol × 126,07 gram/mol
= 0,287 gram

4. Massa larutan 𝐶2 𝐻2 𝑂4
Pengulangan 1
Massa larutan = (massa larutan + erlemenyer) – (massa erlenmeyer kosong)
= 31,5 gram – 25,1 gram
= 6,4 gram
Pengulangan 2
Massa larutan = (massa larutan + erlemenyer) – (massa erlenmeyer kosong)
= 42,3 gram – 35 gram
= 7,3 gram

5. Massa larutan 𝐻2 𝑂
Pengulangan 1
Massa 𝐻2 𝑂 = massa larutan – massa 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
= 6,4 gram – 0,287 gram
= 6,11 gram
Pengulangan 2
Massa 𝐻2 𝑂 = massa larutan – massa 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
= 7,3 gram – 0,287 gram
= 7,013 gram

6. Molaritas Solut
Pengulangan 1 Pengulangan 2
1000 1000
M=n× M=n×
𝑃 𝑃
0,287 1000 0,287 1000
= × 6,113 𝑔𝑟𝑎𝑚 = × 7,013 𝑔𝑟𝑎𝑚
90 90
= 0,522 𝑚𝑜𝑙⁄𝑘𝑔 = 0,455 𝑚𝑜𝑙⁄𝑘𝑔

7. Mol solute
Pengulangan 1 Pengulangan 2
Mol solute = Molaritas × m 𝐻2 𝑂 Mol solute = Molaritas × m 𝐻2 𝑂
= 0,522 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 × 6,113 g = 0,455 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 × 7,013 g
= 3,192 mol = 3,191 mol

8. Kelarutan (s)

Pengulangan 1 Pengulangan 2
n solut × Mr Oksalat n solut × Mr Oksalat
s= s=
𝑉 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑉 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
3,191 mol × 90 ⁄𝑚𝑜𝑙 3,191 mol × 90 ⁄𝑚𝑜𝑙
= =
0,005 𝑙 0,005 𝑙
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 5743 ⁄𝑙 = 5743 ⁄𝑙
In s = 10,95 In s = 10,95
 Suhu 14℃
Massa Erlenmeyer Kosong: 1) 25,1 gram
2) 35 gram
Massa Erlenmeyer + Larutan: 1) 32,1 gram
2) 42,2 gram
Volume NaOH untuk titrasi: 1) 12,3 × 10−3L
2) 12 × 10−3 L

1. Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4
Pengulangan 1 Pengulangan 2
Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4 Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4
NaOH = 𝐶2 𝐻2 𝑂4 NaOH = 𝐶2 𝐻2 𝑂4
𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 = 𝑀2 𝑛2 𝑉2 𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 = 𝑀2 𝑛2 𝑉2
𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1
𝑀2 = 𝑀2 =
𝑛2 𝑉2 𝑛2 𝑉2

0,5 𝑀 × 1 𝑚𝑜𝑙 × 12,3 × 10−3 L 0,5 𝑀 × 1 𝑚𝑜𝑙 × 12 × 10−3 L


5 × 10−3 L × 2 𝑚𝑜𝑙 5 × 10−3 L × 2 𝑚𝑜𝑙
0,00615 0,006
= 0,615 𝑀 = 0,6 𝑀
0,01 0,01

2. Mol asam oksalat


V= 5 mL → 𝐿 = 5 × 10−3 𝐿
Pengulangan 1 Pengulangan 2
n=M×V n=M×V
= 0,615 M × 5 × 10−3 𝐿 = 0,6 M × 5 × 10−3 𝐿
= 3,075 × 10−3 𝑚𝑜𝑙 = 3 × 10−3 𝑚𝑜𝑙

3. Massa garam oksalat padat (𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂)


Mr 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = 126,07 gram/mol
Pengulangan 1
Massa = n × Mr
= 3,075 × 10−3 𝑚𝑜𝑙 × 126,07 gram/mol
= 387,66× 10−3 gram
Pengulangan 2
Massa = n × Mr
= 3 × 10−3 𝑚𝑜𝑙 × 126,07 gram/mol
= 370,21× 10−3 gram
4. Massa larutan 𝐶2 𝐻2 𝑂4
Pengulangan 1
Massa larutan = (massa larutan + erlemenyer) – (massa erlenmeyer kosong)
= 32,1 gram – 25,1 gram
= 7 gram
Pengulangan 2
Massa larutan = (massa larutan + erlemenyer) – (massa erlenmeyer kosong)
= 42,2 gram –35 gram
= 7,2 gram

5. Massa larutan 𝐻2 𝑂
Pengulangan 1
Massa 𝐻2 𝑂 = massa larutan – massa 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
= 7 gram – 387,66× 10−3 gram
= 6,612 gram
Pengulangan 2
Massa 𝐻2 𝑂 = massa larutan – massa 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
= 7 gram – 370,21× 10−3 gram
= 6,821 gram
6. Molaritas Solut
Pengulangan 1 Pengulangan 1
1000 1000
M=n× M=n×
𝑃 𝑃
387,6 1000 378,21 1000
= × 6,612 𝑔𝑟𝑎𝑚 = × 6,821 𝑔𝑟𝑎𝑚
90 90
= 0,651 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 = 0,616 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔

7. Mol solute
Pengulangan 1 Pengulangan 2
Mol solute = Molaritas × m 𝐻2 𝑂 Mol solute = Molaritas × m 𝐻2 𝑂
= 0,651 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔𝑟𝑎𝑚 ×6,612 gram = 0,616 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 × 6,821 gram
= 4,304 mol = 4,201 mol

8. Kelarutan (s)

Pengulangan 1 Pengulangan 2
n solut × Mr Oksalat n solut × Mr Oksalat
s= s=
𝑉 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑉 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
4,304 mol × 90 ⁄𝑚𝑜𝑙 4,201 mol × 90 ⁄𝑚𝑜𝑙
= =
0,005 𝑙 0,005 𝑙
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 77472 ⁄𝑙 = 75618 ⁄𝑙
In s = 11,25 In s = 11,23
 Suhu 22℃
Massa Erlenmeyer Kosong: 1) 25,1 gram
2) 35 gram
Massa Erlenmeyer + Larutan: 1) 31 gram
2) 42 gram
Volume NaOH untuk titrasi: 1) 17,1× 10−3 𝐿
2) 17,3 × 10−3 L
1. Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4
Pengulangan 1 Pengulangan 2
Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4 Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4
NaOH = 𝐶2 𝐻2 𝑂4 NaOH = 𝐶2 𝐻2 𝑂4
𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 = 𝑀2 𝑛2 𝑉2 𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 = 𝑀2 𝑛2 𝑉2
𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1
𝑀2 = 𝑀2 =
𝑛2 𝑉2 𝑛2 𝑉2

0,5 𝑀 × 1 𝑚𝑜𝑙 × 17,1 × 10−3 gram 0,5 𝑀 × 1 𝑚𝑜𝑙 × 17,3 × 10−3 gram
5 × 10−3 gram × 2 𝑚𝑜𝑙 5 × 10−3 gram × 2 𝑚𝑜𝑙

8,55 × 10−3 8,65 × 10−3 gram


= 0,855 𝑀 = 0,865 𝑀
0,01 0,01

2. Mol asam oksalat


V= 5 mL → 𝐿 = 5 × 10−3 𝐿
Pengulangan 1 Pengulangan 2
n=M×V n=M×V
= 0,855 M × 5 × 10−3 𝐿 = 0,865 M × 5 × 10−3 𝐿
= 4,275 × 10−3 𝑚𝑜𝑙 = 4,325 × 10−3 𝑚𝑜𝑙

3. Massa garam oksalat padat (𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂)


Mr 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = 126,07 gram/mol
Pengulangan 1
Massa = n × Mr
= 4,275 × 10−3 mol × 126,07 gram/mol
= 0,538 gram
Pengulangan 2
Massa = n × Mr
= 4,325 × 10−3 gram × 126,07 gram/mol
= 0,545 gram

4. Massa larutan 𝐶2 𝐻2 𝑂4
Pengulangan 1
Massa larutan = (massa larutan + erlemenyer) – (massa erlenmeyer kosong)
= 31 gram – 25,1 gram
= 5,9 gram
Pengulangan 2
Massa larutan = (massa larutan + erlemenyer) – (massa erlenmeyer kosong)
= 42 gram – 35 gram
= 7 gram

5. Massa pelarut 𝐻2 𝑂
Pengulangan 1
Massa 𝐻2 𝑂 = massa larutan – massa 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
= 5,9 gram – 0,538 gram
= 5,361 gram
Pengulangan 2
Massa 𝐻2 𝑂 = massa larutan – massa 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
= 7 gram – 0,545 gram
= 6,455 gram

6. Molaritas Solut
Pengulangan 1 Pengulangan 2
1000 1000
M=n× M=n×
𝑃 𝑃
0,538 1000 0,544 1000
= × 5,361 = × 6,455
90 𝑔𝑟𝑎𝑚 90 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 1,116 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 = 0,938 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔

7. Mol solute
Pengulangan 1 Pengulangan 2
Mol solute = Molaritas × m 𝐻2 𝑂 Mol solute = Molaritas × m 𝐻2 𝑂
= 1,116 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 × 5,36 g = 0,938 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 ×6,46 g
= 5,982 mol = 6,059 mol

8. Kelarutan (s)

Pengulangan 1 Pengulangan 2
n solut × Mr Oksalat n solut × Mr Oksalat
s= s=
𝑉 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑉 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
5,981 mol × 90 ⁄𝑚𝑜𝑙 6,059 mol × 90 ⁄𝑚𝑜𝑙
= =
0,005 𝑙 0,005 𝑙
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 107658 ⁄𝑙 = 109062 ⁄𝑙
In s = 11,58 In s = 11,6
 Suhu 25℃
Massa Erlenmeyer Kosong: 1) 25,1 gram
2) 35 gram
Massa Erlenmeyer + Larutan: 1) 31 gram
2) 42 gram
Volume NaOH untuk titrasi: 1) 22 × 10−3 𝐿
2) 22 × 10−3 L
1. Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4
Pengulangan 1 Pengulangan 2
Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4 Molaritas 𝐶2 𝐻2 𝑂4
NaOH = 𝐶2 𝐻2 𝑂4 NaOH = 𝐶2 𝐻2 𝑂4
𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 = 𝑀2 𝑛2 𝑉2 𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 = 𝑀2 𝑛2 𝑉2
𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1 𝑀1 . 𝑛1. 𝑉1
𝑀2 = 𝑀2 =
𝑛2 𝑉2 𝑛2 𝑉2

0,5 𝑀 × 1 𝑚𝑜𝑙 × 22 × 10−3 L 0,5 𝑀 × 1 𝑚𝑜𝑙 × 22 × 10−3 L


5 × 10−3 L × 2 𝑚𝑜𝑙 5 × 10−3 L × 2 𝑚𝑜𝑙
11 × 10−3 11 × 10−3
= 1,1 𝑀 = 1,1 𝑀
0,01 0,01

2. Mol asam oksalat


V= 5 mL → 𝐿 = 5 × 10−3 𝐿
Pengulangan 1 Pengulangan 2
n=M×V n=M×V
= 1,1 M × 5 × 10−3 𝐿 = 1,1 M × 5 × 10−3 𝐿
= 5,5 × 10−3 𝑚𝑜𝑙 = 5,5 × 10−3 𝑚𝑜𝑙

3. Massa garam oksalat padat (𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂)


Mr 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂 = 126,07 gram/mol
Pengulangan 1
Massa = n × Mr
= 5,5 × 10−3 𝑚𝑜𝑙 × 126,07 gram/mol
= 0,693 gram
Pengulangan 2
Massa = n × Mr
= 5,5 × 10−3 𝑚𝑜𝑙 × 126,07 gram/mol
= 0,693 gram

4. Massa larutan 𝐶2 𝐻2 𝑂4
Pengulangan 1
Massa larutan = (massa larutan + erlemenyer) – (massa erlenmeyer kosong)
= 31 gram – 25,1 gram
= 5,9 gram
Pengulangan 2
Massa larutan = (massa larutan + erlemenyer) – (massa erlenmeyer kosong)
= 42 gram – 35 gram
= 7 gram

5. Massa 𝐻2 𝑂
Pengulangan 1
Massa 𝐻2 𝑂 = massa larutan – massa 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
= 5,9 gram – 0,693 gram
= 5,207 gram
Pengulangan 2
Massa 𝐻2 𝑂 = massa larutan – massa 𝐶2 𝐻2 𝑂4 . 2𝐻2 𝑂
= 7 gram – 0,693 gram
= 6,307 gram

6. Molaritas Solut
Pengulangan 1 Pengulangan 2
1000 1000
M=n× M=n×
𝑃 𝑃
0,693 1000 0,693 1000
= × 5,207 𝑔𝑟𝑎𝑚 = × 6,307 𝑔𝑟𝑎𝑚
90 90
= 1,531 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 = 1,220 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔

7. Mol solute
Pengulangan 1 Pengulangan 2
Mol solute = Molaritas × m 𝐻2 𝑂 Mol solute = Molaritas × m 𝐻2 𝑂
= 1,531 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 × 5,207 g = 1,220 𝑚𝑜𝑙⁄𝑔 × 6,307 g
= 7,971 mol = 7,69 mol

8. Kelarutan (s)

Pengulangan 1 Pengulangan 2
n solut × Mr Oksalat n solut × Mr Oksalat
s= s=
𝑉 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑉 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
7,971 mol × 90 ⁄𝑚𝑜𝑙 4,995 mol × 126,07 ⁄𝑚𝑜𝑙
= =
0,005 𝑙 0,005 𝑙
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 143478 ⁄𝑙 = 138420 ⁄𝑙
In s = 11,87 In s = 11,83
Grafik Hubungan ln S dengan 1/T (1)
12
y = -4607,3x + 27,286
11,8
R² = 0,9714
11,6
11,4
ln S

11,2
ln S
11
Linear (ln S)
10,8
10,6
10,4
0,0033 0,00335 0,0034 0,00345 0,0035 0,00355 0,0036 0,00365
1/T

Entalpi pelarutan pengulangan 1


y = - 4607,3x + 27,286
R = 8,314 J mol/K
∆𝐻
ln S = − +C
𝑅𝑇
∆𝐻 1
ln S = − ×𝑇+C
𝑅

y = mx + c
∆𝐻
− =𝑚
𝑅

−∆𝐻 = 𝑚 𝑅
∆𝐻 = −(𝑚𝑅)
∆𝐻 = −(−4607,3 × 8,314 J/mol.K)
= + 38305,0922 J/mol.K
= + 38,3050922 kJ/mol.K
Grafik Hubungan ln S dengan 1/T (2)
12
11,8 y = -4544,7x + 27,06
R² = 0,9758
11,6
11,4
ln S

11,2
ln S
11
Linear (ln S)
10,8
10,6
10,4
0,0033 0,00335 0,0034 0,00345 0,0035 0,00355 0,0036 0,00365
1/T

Entalpi pelarutan pengulangan 2


y = - 4544,7x + 27,06
R = 8,314 J mol/K
∆𝐻
ln S = − +C
𝑅𝑇
∆𝐻 1
ln S = − ×𝑇+C
𝑅

y = mx + c
∆𝐻
− =𝑚
𝑅

−∆𝐻 = 𝑚 𝑅
∆𝐻 = −(𝑚𝑅)
∆𝐻 = −(−4544,7 × 8,314 J/mol.K)
= + 37784,6358 J/mol.K
= + 37,7846358 kJ/mol.K
LEMBAR PENGAMATAN

No. Pengulangan Volume C2H2O4 Volume NaOH


1. Suhu 25℃
a. Perlakuan 1 5 mL 22 mL
b. Perlakuan 2 5 mL 22 mL

2. Suhu 22℃
a. Perlakuan 1 5 mL 17,1 mL
b. Perlakuan 2 5 mL 17,3 mL

3. Suhu 14℃
a. Perlakuan 1 5 mL 12,3 mL
b. Perlakuan 2 5 mL 12 mL

4. Suhu 7℃
a. Perlakuan 1 5 mL 9,1 mL
b. Perlakuan 2 5 mL 8,9 mL

5. Suhu 3℃
a. Perlakuan 1 5 mL 6,4 mL
b. Perlakuan 2 5 mL 6,2 mL

Anda mungkin juga menyukai