Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA

ENTALPI ADSORPSI

Oleh

Nama : Inas Tasyah

NIM : 191810301022

Kelas/Kelompok : A/3

Asisten : Putri Alfiani

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER

2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Termodinamika merupakan salah satu reaksi yang penting dalam kimia, karena dengan
termodinamika kita dapat menduga jalannya suatu reaksi akan berlangsung atau tidak. Reaksi
kimia dalam proses berlangsungnya banyak melibatkan pelepasan atau penyerapan kalor.
Entalpi merupakan suatu besaran yang tidak dapat ditentukan maupun diukur karena
merupakan besaran mutlak dan entalpi akan tetap konstan selama tidak ada energi yang masuk
maupun keluar dari zat. Entalpi merupakan sifat eksternal dan digolongkan menjadi beberapa
jenis seperti entalpi pembentukan standar, penguraian standar, pembakaran standar, dan
pelarutan standar (Syukri, 1999).
Adsorpsi merupakan peristiwa dimana suatu zat menempel pada lapisan permukaan
yaitu molekul menempel pada permukaan adsorben. Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis
yaitu adsorpsi fisika dan kimia. Adsorpsi kimia merupakan reaksi yang terjadi antara suatu zat
yang diserap dengan adsorben dan banyaknya zat yang teradsorpsi bergantung pada sifat khas
zat padat yang merupakan fungsi tekanan dan suhu. Adsorpsi fisika merupakan suatu reaksi
yang terjadi karena adanya gaya Van der Waals yang menjadi penyebab terjadinya proses
pengembunan gas dan membantu menghasilkan suatu cairan pada permukaan suatu adsorben
(Syukri, 1999).
Praktikum ini dilakukan agar mahasiswa dapat mempelajari sifat – sifat adsorpsi suatu
bahan adsorben secara kuantitatif dan mempelajari cara menentukan entalpi adsorpsinya.
Percobaan ini dilakukan dengan beberapa tahapan yang dimulai dengan standarisasi larutan
NaOH dengan asam oksalat dilanjutkan dengan membuat asam asetat sebanyak 50 mL dengan
konsentrasi 0,4 N dan 0,6 N. NaOH yang telah distandarisasi digunakan untuk mentitrasi asam
asetat. Asam asetat akan diberi perlakuan berupa proses adsorpsi menggunakan karbon aktif
yang selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui massa akhir asam asetat, nilai log
dan juga grafik yang menunjukkan data praktikum ini. Praktikum ini juga dilakukan dengan
variasi suhu untuk mengetahui pengaruh dari suhu terhadap proses adsorbsi
(Tim penyusun, 2020).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam percobaan entalpi pelarutan kali ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sifat – sifat adsorpsi suatu bahan adsorben secara kuantitatif ?
2. Bagaimana cara menetukan entalpi adsorpsi ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari percobaan entalpi pelarutan kali ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sifat – sifat adsorpsi suatu bahan adsorben secara kuantitatif.
2. Menentukan cara menetukan entalpi adsorpsi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Akuades ( H2O )
Akuades yang memiliki nama ilmiah H2O sering disebut air murni. Akuades tidak
berwarna dan tidak berbau. Akuades memiliki berat molekul sebesar 18 g/mol, nilai pH netral
yaitu 7, dan titik didih sebesar 100℃. Akuades merupakan pelarut yang baik dan bersifat polar,
grativitas sepesisinya adalah 1 dengan tekanan uap sebesar 2,3 kPa. Bahan ini tidak berbahaya
dalam penggunaan yang sesuai, jika terkena akuades cukup dibersihkan dengan lap saja
( Labchem, 2020 ).
2.1.2 Asam Asetat ( CH3COOH )
Asam asetat dengan rumus kimia CH3COOH merupakan bahan kimia dengan
tampilan berwujud cair, tidak berwarna. Berbau tajam dan memiliki rasa cuka karena dipasaran
biasa disebut dengan cuka. Asam asetat memiliki berat molekul sebesar 60.05 g/mol, titik didih
118.1oC dan titik leleh sebesar 16.6oC. potensi bahaya jika terkena asam cuka yaitu bersifat
korosif, permeator, dan iritan terhadap mata dan kulit juga berbahaya jika terhirup. Pertolongan
pertama jika terkena asam asetat yaitu dibilas dengan air mengalir dan jika terhirup
berpindahlah ke ruangan dengan udara bebas bila tertelah segera minum air mineral sebanyak-
banyaknya ( Labchem, 2019 ).
2.1.3 Asam Oksalat ( C2H2O4 )
Asam oksalat dengan nama ilmiah C2H2O4 memiliki penampakan kristal padat atau
bubuk kristal putih dan tidak berbau. Berat molekulnya sebesar 90,04 g/mol dan titik lebur
sebesar 189,5 ℃. Asam oksalat dapat larut dalam air maupun alkohol, benzena, petroleum eter,
dan gliserol. Senyawa ini memiliki potensi bahaya karena bersifat iritan. Penanganan apabila
terkena senyawa in yaitu dibasuh dengan air mengalir (Labchem, 2019).
2.1.4 Indikator Phenolptalein ( C20H14O4 )
Indikator PP ini memiliki penampakan cair, tidak berwarna, dan berbau seperti
alkohol. Senyawa ini memiliki derajat keasaman (pH) biasanya dalam kondisi basa sekitar 8
dan memiliki titik didih >450℃ dan titik lebur 263℃. Senyawa ini memiliki bahaya iritan
sehingga apabila terkena senyawa ini maka penanganannya dibilas dengan air mengalir atau
segera cuci dengan sabun, dan pindahkan ke udara terbuka apabila terhirup (Labchem, 2019).
2.1.5 Karbon Aktif ( C )
Karbon biasanya berwarna hitam, padat, tidak berbau dan tidak memiliki rasa.
Karbon aktif sering disebut sebagai arang yang memiliki luas permukaan dan pori - pori besar.
Karbon memiliki massa molekul 12.01 g/mol dan titik leleh 3500oC. arang memiliki potensi
bahaya seperti bila terhirup, tertelan, dan mengenai mata atau kulit. Pertolongan pertama bila
terhirup yaitu berpindah ke tempat dengan udara bebas, bila tertelan minum air sebanyak-
banyaknya ( Labchem, 2019).
2.1.6 Natrium Hidroksida ( NaOH )
Natrium Hidroksida dengan nama kimia NaOH memiliki penampakan padat
berwarna putih dan tidak berbau namun higroskopis. Berat molekul NaOH sebesar 40 g/mol,
titik didihnya sebesar 1388℃ dan titik lebur 323℃. Senyawa ini memiliki potensi bahaya iritan,
maka apabila terkena senyawa ini harus segera dibilas dengan air mengalir dan jika terhirup
pindahkan ke ruang udara terbuka (Labchem, 2019).

2.2 Dasar Teori


Entalpi merupakan istilah dalam termodinamika kimia yang menyatakan jumlah energi
dalam (U) ditambah energi yang berfungsi untuk melakukan suatu kerja. Energi dalam (U)
merupakan keseluruhan energi potensial dan energi kinetik zat yang terdapat dalam suatu zat.
Suhu atau temperatur yang dinaikkan akan menyebabkan energi bertambah dan suatu sistem
memiliki energi karena partikel zat di dalamnya bergerak secara acak (Syukri, 1999).
Entalpi dapat dirumuskan sebagai berikut :
H = U + PV (2.1)
Keterangan :
H = entalpi (J)
U = energi dalam (J)
P = tekanan (Pa)
V = volume (m3)
Penurunan persamaan rumus hukum pertama termodinamika pada suatu tekanan tetap yaitu
sebagai berikut :
𝑞 = ∆𝑈 − 𝑊 (2.2)
𝑞 = ∆𝑈 + 𝑃∆𝑉 (2.3)
𝑞 = U2 –U1 + P(V2-V1) (2.4)
𝑞 = (U2 + PV2) – (U1 + PV1) (2.5)
q = H2 – H1 (2.6)
𝑞 = ∆𝐻 (2.7)
Keterangan :
Q = Kalor yang dibutuhkan (J)
∆𝐻 = perubahan entalpi (J)
(Bird, 1987).
Perubahan entalpi standar merupakan suatu perubahan entalpi sistem yang mengalami
perubahan kimia atau fisika berdasarkan kondisi standar. Perubahan entalpi standar dapat
dibagi menjadi empat yaitu entalpi pembentukan standar (∆𝐻°f) merupakan perubahan yang
terjadi pada pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsurnya yang paling stabil dalam keadaan
dasar, penguraian (∆𝐻°d) merupakan perubahan yang terjadi pada suatu penguraian 1 mol
senyawa dari unsur-unsurnya, pembakaran (∆𝐻°c) merupakan perubahan yang terjadi pada
pembakan 1 mol zat secara sempurna, dan pelarutan standar (∆𝐻°s) merupakan peruabhan
yang terjadi pada pelarutan 1 molzat terlarut yang dapat larut dalam n mol pelarut
(Atkins, 1999).
Entalpi reaksi merupakan entalpi yang terdapat dalam persamaan kimia. Simbol dari
entalpi reaksi yaitu ∆H. Nilai ∆H diperoleh dengan menghitung selisih antara entalpi produk
dan entalpi reaktan, berikut persamaannya :
∆H = Hproduk - Hreaktan (2.8)
Nilai atau harga dari ∆H<0 atau bernilai negatif apabila reaksi terjadi secara eksotermis dan
∆H>0 atau bernilai positif jika rekasi berjalan secara endotermis. Nilai ∆H=0 atau bernilai 0
apabla proses adiabatik terjadi yang berarti kalor diubah dalam bentuk kerja (Syukri, 1999).
Adsorpsi merupakan proses yang terjadi saat fluida maupun gas terikat pada suatu
padatan dan akhirnya membentuk lapisan tipis pada permukaan padatan tersebut. Adsorpsi
merupakan salat satu sifat yang penting dari permukaan suatu zat. Adsorpsi secara umum yaitu
suatu proses penggumpalan substansi terlarut yang terdapat dalam suatu larutan oleh
permukaan zat atau benda penyerap dan terjadi akibat adanya suatu ikatan kimia fisika antara
substansi dengan penyerapnya. Adsorbat merupakan zat yang terserap adsorben yang
merupakan zat penyerap dalam proses adsorpsi. Adsorben dapat berupa zat padat seperti karbon
aktif ( Brady, 1999 ).
Adsorpsi dengan absorpsi merupakan dua proses yang berbeda. Absorpsi secara
kimia merupakan masuknya gas ke padatan atau larutan atau masuknya cairanke larutan. Proses
adsorpsi dalam prosesnya zat yang diserap atau terserap menembus ke dalam zat penyerap
(Dainith, 1994). Kinetika adsorpsi menyatakan mengenai adanya suatu proses penyerapan zat
oleh adsorben dalam funsi waktu. Proses adsorpsi bisa terjadi pada permukaan zat apabila
adanya gaya tarik atom atau molekul pada suatu zat tersebut. Molekul zat padat atapun cair
mempunyai gaya tarik ke arah dalam karena tidak ada gaya lain yang mengimbangi dan gaya
tersebutlah yang menjadi penyebab zat padat dan zat cair mempunyai gaya adsorpsi
( Sukardjo, 1989 ).
Proses adsorpsi terdiri dari 2 jenis yaitu proses adsorpsi fisika dan kimia. Adsorpsi
kimia atau disebut adsorpsi aktivasi. Adsorpsi kimia memiliki ciri-ciri panas adsorpsinya tinggi
sekitar 20.000-100.000 kal/mol dan terjadi dengan pembentukan senyawa kimia dan ikatannya
lebih kuat. Contoh adsorpsi kimia adalah adsorpsi O2 padaAg, Au, Pt, dan C, dan adsorpsi H2
pada Ni. Adsorpsi fisika atau Van der Waals mempunyai ciri – ciri yaitu panas adsorpsi yang
rendah (10.000 kal/mol), kesetimbangan reversible, dan berlangsung cepat. Contohnya yaitu
adsorpsi gas pada charcoal ( Sukardjo, 1989 ).
Proses adsorpsi melibatkan suatu kolom yang disebut kolom adsorpsi. Kolom
adsorpsi merupakan suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses pengadsorpsi
(penyerapan atau penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom tabung tersebut. Proses ini
dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut
dilewatkan ke kolom yang mengandung fase cair dari komponen tersebut ( Warnana, 2007 ).
Ilmuwan langmuir menganggap permukaan suatu zat padat terdiri dari ruang
elementer yang masing – masing dapat mengadsorpsi satu molekul gas. Langmuir menganggap
bahwa semua ruang elementer identik dalam afinitasnya untuk molekul gas dan adanya molekul
gas pada suatu ruang tak mempengaruhi sifat dari ruang yang terdapat di dekatnya. 𝜃 adalah
fraksi permukaan laju penguapan dari permukaan yang tertutup sempurna pasa suatu suhu
tertentu dan laju penguapan gas yang teradsorbsi sama dengan laju kondensasi pada saat terjadi
kesetimbangan. Adsorpsi isoterm Langmuir digambarkan dengan persamaan berikut :
c/(X/m) = (1/𝛼) + c(𝛽/𝛼) (2.9)
grafik c(X/m) lawan c merupakan garis lurus, dimana :
𝛽/𝛼 = slope
1/𝛼 = intersep
(Alberty,1992).
Permukaan antara dua fasa yang bersih antara gas-cairan dan cairan-cairan apabila
ditambahkan komponen ketiga, maka komponen ketiga inilah yang akan teradsorpsi pada suatu
permukaan dan sifat permukaan dipengaruhi oleh komponen tersebut. Contoh dari komponen
ketiga adalah penambahan sabun dengan tujuan menstabilkan emulsi air-minyak, dimana
kestabilan akan meningkat karena dalam kasus ini molekul sabun akan teradsorpsi pada
permukaan antara kedua cairan dan menurunkan tegangan permukaan. Kesimpulan dari
penambahan pada komponen ketiga yaitu komponen ketiga yang ditambahkan merupakan
molekul yang teradsorpsi pada permukaan (surface/surfaktan) ( Bird, 1993 ).
Daya adsorpsi memiliki kekuatan terhadap suatu zat adsorben dala suatu campuran
atau larutan dipengaruhi oleh beberapa faktor berupa jenis adsorpsi, macam zat yang diadsorpsi
atau adsorbat, luas permukaan adsorben, temperatur dan konsentrasi zat yang diadsorpsi
(adsorbat). Adsorben yang sering digunakan adalah karbon aktif dan hubungan macam zat
dalam adsorpsi yaitu semakin banyak zat maka proses adsorpsinya semakin lambat. Luas
permukaan adsorben yang semakin luas akan menambah kemurnian dari larutan. Pengaruh
temperatur yaitu semakin tinggi suhu maka konsnetrasi dari adsorben semakin kecil sehingga
sulit untuk meyerap zat, oleh karena itu dalam suatu proses adsorpsi lebih cocok bila suhu nya
pada suhu kamar atau ruang yaitu 298 K ( Sukardjo, 1989 ).
Titrasi merupakan suatu cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan larutan
lain yang telah dikeyahui konsentrasinya. Titrasi juga disebut metode analisa volumetri karena
menggunakan pengukuran volume reaktan. Zat yang akan ditentukan konsentrasinya dititrasi
dengan larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Syarat-syarat titrasi agar berjalan dengan
baik adalah berlangsung cepat dan reversibel, menggunakan indikator yang dapat berlangsung
sempurna, tunggal, dan berdasarkan persamaan reaksi yang jelas menurut teori yang ada. Istilah
yang terdapat dalam titrasi adalah titik akhir dan titik ekuivalen. Titik akhir titrasi merupakan
tanda bahwa tirasi harus dihentikan, titik akhir titrasi ditandai oleh terjadinya perubahan warna
larutan. Titik ekuivalen adalah kondisi asam dan basa tepat habis bereaksi, di mana mol titran
sama dengan mol titrat (Chang, 2005).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Bulp filler
- Pipet Mohr
- Batang pengaduk
- Gelas beaker
- Erlenmeyer 100 mL
- Corong
- Labu ukur
- Botol semprot
- Clam dan statif
- Pipet tetes
- Termometer
- Timbangan analitik
- Buret
- Alumunium foil
- Karet gelang

3.1.2 Bahan
- Akuades
- Asam oksalat
- Asam asetat
- NaOH
- Indikator phenolptalein
- Karbon aktif
3.2 Diagram Kerja

NaOH

- distandarisasi dengan asam oksalat.


- diencerkan asam asetat dibuat masing – masing 50 ml dengan konsentrasi 0,4
m dan 0,6 m.
- diambil sebanyak 10 ml untuk dititrasi dengan naoh menggunakan indikator pp
dan dihasilkan konsentrasi asam asetat.
- diambil setiap larutan 25 ml dan dimasukkan kedalam erlenmyer.
- ditambahkan dengan karbon aktif.
- dikocok dan ditutup dengan kertas saring dan diamkan selama 30 menit.
- diambil filtrat 10 ml dan diberi indikator pp 2 tetes.
- dititrasi untuk memperoleh konsentrasi asam asetat dalam larutan.
- dilakukan perhitungan massa asam asetat yang diadsorbsi.
- dilakukan perlakuan yang sama dengan suhu 27 oc, 38oc, 43oc, dan 48oC.

Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Tabel hasil praktikum entalpi adsorpsi adalah sebagai berikut :


No. M CH3COOH V CH3COOH M NaOH V NaOH M CH3COOH (yang
terbaca)
1 0,4 N 10 ml 0,33 N 8,3 ml 0,2739 N
2 0,6 N 25 ml 0,33 N 11,5 ml 0,3795 N

4.1.2 Tabel hasil praktikum entalpi adsorpsi dengan variasi suhu :


a. Suhu 27ºC
No. N CH3COOH Konsentrasi X (mg) m (g) Log (X/m) Log C
CH3COOH
1 0,4 0,104 N 5,280 0,2 -1,578 -0,983
2 0,6 0,1478 N 3,960 0,2 -1,703 -0,830

b. Suhu 38º C
No. N CH3COOH Konsentrasi X (mg) m (g) Log (X/m) Log C
CH3COOH
1 0,4 0,0924 17,16 0,2 -1,0665 -1,034
2 0,6 0,14256 9,24 0,2 -1,335 -0,846

c. Suhu 43º C
No. N CH3COOH Konsentrasi X (mg) m (g) Log (X/m) Log C
CH3COOH
1 0,4 0,08976 19,8 0,2 -1,00043 -1,0469
2 0,6 0,1386 13,2 0,2 -2,28045 -0,8582

d. Suhu 48º C
No N CH3COOH Konsentrasi X (mg) m (g) Log (X/m) Log C
. CH3COOH
1 0,4 0,0871 22,4 0,2 1,887 -1,059
2 0,6 0,1359 15,84 0,2 1,737 -0,866

4.1.3 Tabel hasil entalpi 0,4 N dan 0,6 N


a. Konsentrasi 0,4 N
No Suhu (K) n C k ∆H
1 300 -0,595 0,104 0,4093
2 311 -0,0325 – 1,0015 0,0996 -37390,552
3 316 0,0465 – 1,0934 0,0806 J/mol K
4 321 2,946 – 4,005 0,3976
b. Konsentrasi 0,6 N
No Suhu (K) n C k ∆H
1 300 -0,873 0,1479 1,10
2 311 -0,489 – 0,357 0,4395 -15233,7422 J/mol
3 316 -0,3223 -0,536 0,2910 K
4 321 2,603 – 3,469 0,00033

4.2 Pembahasan
Praktikum kali membahas mengenai entalpi adsorpsi. Praktikum ini bertujuan untuk
mempelajari sifat – sifat adsorbsi suatu bahan adsorben secara kuantitatif dan menentukan
entalpi adsorbsi. Proses adsorbsi merupakan suatu proses yang terjadi ketika cairan atau gas
terikat pada suatu padatan dan menghasilkan satu lapisan tipis dipermukaan padatan. Karbon
aktif merupakan adsorben yang sering digunakan, dimana dalam praktikum kali ini juga
menggunakan karbon aktif. Praktikum ini dilakukan melakukan percobaan menggunakan
variasi suhu yaitu 27oC, 38oC, 43oC, dan 48oC dengan variasi konsentrasi asam setat yaitu 0,4
dan 0,6 N.
Percobaan pertama dalam praktikum ini yaitu membuat larutan NaOH dan
menstandarisasinya dengan asam oksalat. Tujuan dari standarisasi ini yaitu untuk mengetahui
konsentrasi larutan NaOH dan menstabilkan konsentrasi NaOH. NaOH merupakan bahan yang
higroskopis sehingga larutan NaOH mudah untuk bereaksi dengan udara sehingga
konsentrasinya mudah untuk berubah dan karena NaOH merupakan basa sekunder ia harus di
titrasi dahulu. Indikator yang digunakan yaitu indikator PP atau phenolptalein atau PP karena
indikator PP merupakan indikator yang tak berwarna dan akan berubah warna dalam range pH
mencapai 8,3 – 10. Titik akhir titrasi atau titik ekivalen ditandai dengan berubahnya warna
larutan menjadi merah muda , indikator ditambahkan sebanyak 2 tetes. Prose titrasi harus
dilakukan dengan teliti karena jika terlebih satu tetes saja akan menyebabkan kurangnya ke
presisian dari perhitungan akhirnya. Titrasi ini menghasilkan data yaitu volume NaOH sebesar
6,6 mL sehingga diperoleh konsentrasi NaOH sebesar 0,33 M. Berikut merupakan persamaan
reaksi titrasi tersebut :
H2C2O4.2H2O(aq) + 2NaOH(aq) → Na2C2O4(aq) + 2H2O(l) (4.1)
Indikator yang ditambahkan bertujuan untuk menunjukkan titik akhir titrasi dengan perubahan
warna larutan. Larutan primer dalam reaksi ini yaitu larutan asam oksalat dan larutan
sekundernya adalah larutan NaOH. Asam oksalat dipilih karena merupakan jenis asam yang
mudah bereaksi baik dengan basa kuat maupun lemah.
Percobaan selanjutnya yaitu pengenceran asam asetat menjadi variasi
konsentrasi 0,4 N dan 0,6 N dari konsentrasi 17,5 N. Cara pengenceran asam asetat diawali
dengan melakukan perhitungan menggunakan rumus pengenceran. Molaritas asam asetat mula
– mula dibandingkan dengan molaritas dan volume yang diinginkan. Pengenceran bertujuan
untuk mendapatkan konsentrasi yang lebih rendah dari suatu larutan. Perhitungan yang
dilakukan dalam praktikum kali ini menghasilkan data V1 adalah 1,149 mL untuk 0,4 N dan
1,714 mL untuk 0,6 N. Perlakuan selanjutnya yaitu melakukan titrasi asam asetat sebelum
diadsorpsi. Indikator yang digunakan adalah phenolptalein karena titrasi asam asetat dengan
NaOH merupakan titrasi antara asam lemah dengan basa kuat yang memiliki titik ekivalen 7,
indikator PP memiliki range pH 8,3 – 10. Reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut :
NaOH(aq) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + 2H2O(l) (4.2)
Data yang dihasilkan dari titrasi ini yaitu konsentrasi 0,2739 N untuk 0,4 N dengan volume
NaOH sebanyak 8,3 mL dan 0,3795 N untuk 0,6 N dengan volume NaOH 11,5 mL. Hasil data
ini menunjukkan semakin besar konsentrasi suatu zat maka semakin besar pula volume zat
penitrasi. Peristiwa tersebut dikarenakan semakin pekat suatu larutan yang akan dititrasi maka
akan membutuhkan volume zat penitrasi yang lebih banyak untuk mencapai keadaan setimbang
atau titik ekuivalen.
Perlakuan selanjutnya yaitu larutan yang telah dititrasi diambil sebanyak 25 mL dan
dimasukkan ke dalam erlenmyer setelah itu ditambahkan karbon aktif kedalamnya. Fungsi dari
penambahan karbon aktif yaitu sebagai adsorben. Proses adsorpsi ini bertujuan untuk
menghasilkan larutan yang lebih jernih dengan memanfaatkan fungsi dari adsorben untuk
menyerap zat-zat lain. Karbon yang telah ditambahkan selanjutnya diberi perlakuan dengan
mengocok perlahan erlenmeyer dan menutupnya dengan alumunium foil dan didiamkan kurang
lebih 30 menit untuk percobaan pertama yaitu pada suhu ruang untuk selanjutnya dipanaskan
dengan menggunakan waterbath atau penangas air pada suhu 38oc, 43oc, dan 48oC. Tujuan dari
pemanasan ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemanasan terhadap proses adsorpsi pada
larutan di dalam erlenmeyer. Larutan yang telah mencapai suhu tersebut difiltrasi dan diambil
masing – masing 10 mL untuk dititrasi menggunakan NaOH, tujuannya untuk mengetuahui
konsetrasi dari asam asetat setelah proses adsorpsi. Indikator yang digunakan masih tetap sama
yaitu indikator phenolptalein dan titik akhir dari reaksi ini dari larutan tak berwarna menjadi
merah muda.
Data yang diperoleh dari titrasi asam asetat setelah adsorpsi ini yaitu untuk suhu
27 oC diperoleh konsentrasi 0,104 N dengan volume 7,9 mL untuk 0,4 N dan 0,1478 dengan
volume 11,2 mL untuk 0,6 N. Suhu 38 oC yaitu 0,0924 N dengan volume 7 mL untuk 0,4 N dan
0,14256 N dengan volume 10,8 mL untuk 0,6 N. Suhu 43 oC yaitu 0,08976 N dengan volume
6,8 mL untuk 0,4 N dan 0,1386 N dengan volume 10,8 mL untuk 0,6 N. Suhu 48 oC yaitu 0,0871
N dengan volume 6,6 mL untuk 0,4 N dan 0,1359 N dengan volume 10,3 mL untuk 0,6 N.
Hasil tersebut menunjukkan semakin tinggi suhu maka volume NaOH atau penitrasi yang
digunakan semakin kecil hal ini sesuai dengan literatur dimana pengaruh temperatur yaitu
semakin tinggi suhu maka konsnetrasi dari adsorben semakin kecil sehingga sulit untuk
meyerap zat, oleh karena itu dalam suatu proses adsorpsi lebih cocok bila suhu nya pada suhu
kamar atau ruang yaitu 298 K ( Sukardjo, 1989 ). Percobaan selanjutnya dilanjutkan dengan
melakukan perhitungan Log C dimana log tersebut merupakan nilai dari asam asetat yang telah
diadsorpsi dan juga dilakukan perhitungan massa akhir dari asam asetat. Data yang diperoleh
digunakan untuk menghitung besarnya nilai entalpi adsorpsi yang dilanjutkan dengan
pembuatan grafik. Pembuatan grafik bertujuan untuk mencari slope dan interse masing –
masing suhu, grafik dihasilkan dari hubungan log C dengan log X/m. Grafik untuk suhu 27 oC
0,4 N yaitu :

log C vs log x/m pada T:27 dan 0,4 N


0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
-0,2
-0,4 y = -0,595x - 0,388
R² = 1
-0,6
log x/m

-0,8
Series1
-1
Linear (Series1)
-1,2
-1,4
-1,6
-1,8
log C

Gambar 4.1 Hubungan antara log C dengan log X/m pada suhu 27oC (0,4 N)
Hasil dari grafik tersebut dilihat bahwa y = mx + c, dimana nilai m adalah -0,595
dan nilai c adalah -0,388. Nilai k yang diperoleh adalah 0,4093. Grafik untuk 0,6 N pada suhu
27 oC yaitu :
log C vs log x/m pada T:27 dan
0,6 N
y = -0,873x + 0,043
0 R² = 1
0 0,5 1 1,5 2 2,5
-0,5

log x/m
-1 Series1
Linear (Series1)
-1,5

-2
log C

Gambar 4.2 Hubungan antara log C dengan log X/m pada suhu 27oC (0,6 N)
Grafik diatas dapat dilihat memiliki m sebesar -0,873 dan c nya adalah 0,043. Nilai k yang
dihasilkan yaitu 1,10. Grafik yang menunjukkan pada suhu 38 oC dan 0,4 N yaitu sebagai
berikut :

log C vs log x/m paday =T:38 dan


-0,0325x - 1,0015
0,4 N R² = 1

-1,03
0 1 2 3
-1,04
log x/m

-1,05 Series1

-1,06 Linear (Series1)

-1,07
log C

Gambar 4.3 Hubungan antara log C dengan log X/m pada suhu 38oC (0,4 N)
Grafik tersebut menunjukkan nilai m = -0,0325 dan c -1,0015, nilai k yang
dihasilkan yaitu 0,0996. Grafik yang menunjukkan pada suhu 38 oC dan 0,6 N yaitu sebagai
berikut :
log C vs log x/m pada T:38 dan
y = -0,489x - 0,357
0,6N R² = 1

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
-0,5
log x/m Series1
-1 Linear (Series1)

-1,5
log C

Gambar 4.4 Hubungan antara log C dengan log X/m pada suhu 38oC (0,6 N)
Grafik tersebut menunjukkan nilai m = -0,489 dan c -0,357, nilai k yang dihasilkan yaitu 0,4395.
Grafik yang menunjukkan pada suhu 43 oC dan 0,4 N yaitu sebagai berikut :

log C vs log x/m pada T:43 dan 0,4


N
-0,98
y = 0,0465x - 1,0934
0 0,5 1 1,5 2 2,5
-1 R² = 1
log x/m

-1,02 Series1
Linear (Series1)
-1,04

-1,06
log C

Gambar 4.5 Hubungan antara log C dengan log X/m pada suhu 43oC (0,4 N)
Grafik tersebut menunjukkan nilai m = 0,0465 dan c -1,0934, nilai k yang dihasilkan
yaitu 0,0806. Grafik yang menunjukkan pada suhu 43 oC dan 0,6 N yaitu sebagai berikut :

log C vs log x/m pada T:43 dan 0,6


N
y = -0,3223x - 0,536
0 R² = 1
0 0,5 1 1,5 2 2,5
-0,5
log x/m

Series1
-1 Linear (Series1)

-1,5
log C

Gambar 4.6 Hubungan antara log C dengan log X/m pada suhu 43oC (0,6 N)
Grafik tersebut menunjukkan nilai m = -0,3223 dan c -0,536 , nilai k yang dihasilkan yaitu
0,2910. Grafik yang menunjukkan pada suhu 48 oC dan 0,4 N yaitu sebagai berikut :

log C vs log x/m pada T:48 dan 0,4 N


3 y = 2,946x - 4,005
R² = 1
2
2
1
log x/m

1 Series1
0 Linear (Series1)
-1 0 0,5 1 1,5 2 2,5
-1
-2
log C

Gambar 4.7 Hubungan antara log C dengan log X/m pada suhu 48oC (0,4 N)
Grafik tersebut menunjukkan nilai m = 0,0465 dan c -1,0934, nilai k yang dihasilkan yaitu
0,0806. Grafik yang menunjukkan pada suhu 48 oC dan 0,6 N yaitu sebagai berikut :

log C vs log x/m pada T:48 dan 0,6 N


2 y = 2,603x - 3,469
R² = 1
1,5

1
log x/m

0,5 Series1
Linear (Series1)
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
-0,5

-1
log C

Gambar 4.8 Hubungan antara log C dengan log X/m pada suhu 48oC (0,6 N)
Grafik tersebut menunjukkan nilai m = 2,603 dan c -3,469, nilai k yang dihasilkan yaitu
0,00033.
Entalpi adsorpsi yang dihasilkan dari hubungan ln k dengan 1/T pada 0,4 N
adalah -37390,552 J/mol K. Nilai tersebut dihasilkan dari y = -4497,3x – 98,269. Grafik yang
menunjukkan hubungan dari ln k dengan 1/T pada 0,4 N :
ln k vs 1/T pada 0,4 N
0
0,00295 0,003 0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325
-2 y = -4497,3x + 10,296
R² = 0,0117
Axis Title -4
ln k
-6 Linear (ln k)

-8

-10
Axis Title

Gambar 4.9 Hubungan antara ln k dengan 1/T pada 0,4


Entalpi adsorpsi yang dihasilkan dari hubungan ln k dengan 1/T pada 0,6 N adalah -15233,7422
J/mol K. Nilai tersebut dihasilkan dari y = -1832,3x – 104,04. Grafik yang menunjukkan
hubungan dari ln k dengan 1/T pada 0,6 N :

ln k vs 1/T pada 0,6 N


1
0
0,00295
-1 0,003 0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325
y = -1832,3x + 3,2008
-2 R² = 0,002
-3
Axis Title

-4 ln k
-5 Linear (ln k)
-6
-7
-8
-9
Axis Title

Gambar 4.9 Hubungan antara ln k dengan 1/T pada 0,6


Nilai ∆H menunjukkan menunjukkan nilai entalpi adsorpsi yang besarnya < 0. Nilai ∆H < 0
menunjukkan reaksi berjalan secara endoterm dan sistem mengeluarkan kalor (Atkins, 1997).
Nilai entalpi adsorpsi yang didapatkan sesuai dengan literatur, reaksinya berjalan secara
eksoterm karena terdapat pemanasan dengan variasi suhu yang dilakukan didalam percobaan.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum dari kali ini yaitu sebagai berikut :
1. Praktikum kali menggunakan adsorben berupa karbon aktif, dimana karbon aktif
mempunyai sifat – sifat adsorbsi. Karbon aktif merupakan adsorben yang memiliki sifat – sifat
adsorpsi yang baik di udara maupun air. Karbon aktif dapat menyerapa suatu adsorbat dengan
baik sehingga semakin banyak zat yang diserap maka konsentrasi adsorbat semakin lama
semakin mengecil.
2. Entalpi adsorpsi dapat ditentukan dengan berdasarkan grafik hubungan antara ln k dengan
1/T. Entalpi adsorpsi pada praktikum kali ini dicari dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 N dan 0,6 N.
Entalpi adsorpsi merupakan perkalian antara gradien garis pada grafik hubungan antara gradien
garis pada grafik hubungan antara ln k dengan 1/T dan R yang merupakan konstanta 8.314
J/mol.

5.2 Saran
Saran untuk praktikum yang dilakukan yaitu agar mahasiswa lebih teliti dalam
melakukan perhitungan data dan dalam menjelaskan fenomena kimia yang terjadi di dalam
praktikum. Video praktikum yang tampilkan untuk tidak terlalu cepat dan penunjukkan hasil
akhir lebih jelas. Video juga perlu lebih mendetail agar praktikan lebih memahami mengenai
alat dan bahan hingga prosedur prakitikum yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

Alberty, Robert. 1992. Kimia Fisika Jilid 1. Jakarta : Erlangga.


Atkins, P.W. 1999. Physical Chemistry 2th Edition.New York: Freeman Company.
Bird, Tony. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Bird,T. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas. Jakarta : Binarupa Aksara.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Jilid 1 . Jakarta : Erlangga
LabChem. 2019. Material Safety Data Sheet of Aquades [Serial Online].
http://www.LabChem.com//tools/msds/msds/LC2650.pdf. Diakses pada
tanggal 13 oktober 2020.
LabChem. 2019. Material Safety Data Sheet of Acetic Acid. [serial online].
http://www.labchem.com/msds.php?msdsId=9923995 (diakses tanggal 20
Oktober 2019).
LabChem. 2019. Material Safety Data Sheet of Charcoal. [serial online].
http://www.labchem.com/msds.php?msdsId=9926477 (diakses tanggal 20
Oktober 2019).
LabChem. 2019. Material Safety Data Sheet of Oxalic acid [Serial Online].
http://www.LabChem.com//tools/msds/msds/LC18040.pdf. Diakses pada
tanggal 13 oktober 2020.
LabChem. 2019. Material Safety Data Sheet of phelophtalein [Serial Online].
http://www.LabChem.com//tools/msds/msds/LC18198.pdf. Diakses pada
tanggal 13 oktober 2020.
LabChem. 2019. Material Safety Data Sheet of Sodium Hydroxide [Serial Online].
http://www.LabChem.com//tools/msds/msds/LC23900.pdf. Diakses pada
tanggal 13 oktober 2020.
Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Yogyakarta : Rineka Cipta.
Syukri. 1999. Termodinamika Kimia. Jakarta: Erlangga.
Tim Penyusun. 2020. Petunjuk Praktikum Termodinamika Kimia. Universitas Jember :Jember
Warnana. 2007. Termodinamika. Jakarta : Universitas Terbuka.
Lampiran 1. Perhitungan

LEMBAR PERHITUNGAN
 Suhu 27℃
1) Standarisasi larutan NaOH
Molaritas Asam Oksalat (M2) = 0,22 M
Volume Asam Oksalat (V2) = 10 mL
M1V1 = M2.V2 𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻
N NaOH = n× 𝑏 𝑁𝑎𝑂𝐻
0,22𝑀×10 𝑚𝐿
M1 = = M × a NaOH
6,6 𝑚𝐿
M1= 0,33 M = 0,33 × 1
= 0,33 mol/k
2) Pengenceran Asam Asetat dari Konsentrasi 17,5 N
Variasi konsentrasi 0,4 N Variasi konsentrasi 0,6 N
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁2 × 𝑉2 𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁2 × 𝑉2
17,5 N × 𝑉1 = 0,4 N × 50 mL 17,5 N × 𝑉1 = 0,6 N × 50 mL
0,4 𝑁 ×50 𝑚𝐿 0,6 𝑁 ×50 𝑚𝐿
𝑉1 = 𝑉1 =
17,5 𝑁 17,5 𝑁
𝑉1 = 1,149 mL 𝑉1 = 1,714 mL

3) Konsentrasi awal Asam Asetat sebelum diadsorpsi

Variasi konsentrasi 0,4 N


𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 10 mL = 0,33 N × 8,3 mL
0,33 𝑁 ×8,3 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 10 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,2739 N

Variasi konsentrasi 0,6 N


𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
1) Konsentrasi Asam Asetat setelah di Adsorpsi
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 10 mL = 0,33 N × 11,5 mL
0,33 𝑁 ×11,5 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 10 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,3795 N

4) Konsentrasi Asam Asetat setelah diadsorpsi (N NaOH=0,33N)


N NaOH = 0,33 N (M= 0,4 ; 0,6N ; T=27℃)
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 25 mL = 0,33 N × 7,9 mL
2,607 𝑁 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 25 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,104 N
N NaOH = 0,6 N (M= 0,6 ; 0,6N ; T=38℃)
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 25 mL = 0,33 N × 11,2 mL
3,696 𝑁 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 25 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,1478 N

5) Nilai log C = log [𝑪𝑯𝟑 𝑪𝑶𝑶𝑯] setelah diadsorpsi


Konsentrasi 0,4 N
Log C = Log [𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻]
Log C = Log [0,104 N]
Log C = -0,983

Konsentrasi 0,6 N
Log C = Log [𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻]
Log C = Log [0,1478 N]
Log = -0,830
6) Massa akhir 𝑪𝑯𝟑 𝑪𝑶𝑶𝑯 yang diadsorpsi
(M=0,4 ; T= 38℃)
X = (a-b) × [NaOH 0,2 N] × Mr NaOH
= (8,3 mL – 7,9 mL) × 0,33N × 40
= (0,4 mL) × 0,33N × 40
= 5,28 mg
(M=0,6 ; T= 38℃)
X = (a-b) × [NaOH 0,2 N] × Mr NaOH
= (11,5 mL – 11,2 mL) × 0,33N × 40
= (0,3 mL) × 0,33N × 40
= 3,96 mg
𝑿
7) Nilai log (𝑴) dengan (M= massa karbon aktif = 0,29)
Konsentrasi 0,4 N
𝑋 5,280
Log ( ) = Log ( ) = -1,578
𝑀 200 𝑚𝑔
Konsentrasi 0,6 N
𝑋 3,960
Log (𝑀) = Log (200 𝑚𝑔) = -1,703
8) Menentukan nilai n (tetapan adsorpsi)
𝑋
Log (𝑀) = n log C + log K
𝟏
9) Nilai 𝑻
1 1 1
= 273+27 ℃ = 300 𝐾 = 0,0033
𝑇(𝐾)
 Suhu 38℃
1) Standarisasi larutan NaOH
Molaritas Asam Oksalat (M2) = 0,22 M
Volume Asam Oksalat (V2) = 10 mL
M1V1 = M2.V2 𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻
N NaOH = n× 𝑏 𝑁𝑎𝑂𝐻
0,22𝑀×10 𝑚𝐿
M1 = = M × a NaOH
6,6 𝑚𝐿
M1= 0,33 M = 0,33 × 1
= 0,33 mol/k

2) Pengenceran Asam Asetat dari Konsentrasi 17,5 N


Variasi konsentrasi 0,4 N Variasi konsentrasi 0,6 N
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁2 × 𝑉2 𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁2 × 𝑉2
17,5 N × 𝑉1 = 0,4 N × 50 mL 17,5 N × 𝑉1 = 0,6 N × 50 mL
0,4 𝑁 ×50 𝑚𝐿 0,6 𝑁 ×50 𝑚𝐿
𝑉1 = 𝑉1 =
17,5 𝑁 17,5 𝑁
𝑉1 = 1,149 mL 𝑉1 = 1,714 mL

3) Konsentrasi awal Asam Asetat sebelum diadsorpsi

Variasi konsentrasi 0,4 N


𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 10 mL = 0,33 N × 8,3 mL
0,33 𝑁 ×8,3 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 =
10 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,2739 N

Variasi konsentrasi 0,6 N


𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 10 mL = 0,33 N × 11,5 mL
0,33 𝑁 ×11,5 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 10 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,3795 N

4) Konsentrasi Asam Asetat setelah diadsorpsi (N NaOH=0,2N)


Variasi konsentrasi 0,4 N
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 25 mL = 0,33 N × 7 mL
0,33 𝑁 ×7 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 25 𝑚𝐿
1) Konsentrasi𝑁
Asam Asetat
𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,0924
setelah
N di Adsorpsi

Variasi konsentrasi 0,6 N


𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 25 mL = 0,33 N × 10,8 mL
10,33𝑁 𝑥 10,8 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 25 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,14256 N
5) Nilai log C = log [𝑪𝑯𝟑 𝑪𝑶𝑶𝑯] setelah diadsorpsi
Konsentrasi 0,4 N
Log C = Log [𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻]
Log C = Log [0,0924 N]
Log C = -1,034

Konsentrasi 0,6 N
Log C = Log [𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻]
Log C = Log [0,1425 N]
Log = -0,846
6) Massa akhir 𝑪𝑯𝟑 𝑪𝑶𝑶𝑯 yang diadsorpsi
(M=0,4 ; T= 38℃)
X = (a-b) × [NaOH 0,2 N] × Mr NaOH
= (8,3 mL – 7 mL) × 0,33N × 40
= (1,3 mL) × 0,33N × 40
= 17,16
(M=0,6 ; T= 38℃)
X = (a-b) × [NaOH 0,2 N] × Mr NaOH
= (11,5 mL – 10,8 mL) × 0,33N × 40
= (0,7 mL) × 0,33N × 40
= 9,24
𝑿
7) Nilai log (𝑴) dengan (M= massa karbon aktif = 0,29)
Konsentrasi 0,4 N
𝑋 17,16
Log (𝑀) = Log (200 𝑚𝑔) = Log 0,0858 = -1,0665
Konsentrasi 0,6 N
𝑋 9,24
Log (𝑀) = Log (200 𝑚𝑔) = Log 0,0462 = -1,335
8) Menentukan nilai n (tetapan adsorpsi)
𝑋
Log (𝑀) = n log C + log K
𝟏
9) Nilai 𝑻
1 1 1
= = = 0,0032
𝑇(𝐾) 273+38 ℃ 311 𝐾
 Suhu 43℃
1) Standarisasi larutan NaOH
Molaritas Asam Oksalat (M2) = 0,22 M
Volume Asam Oksalat (V2) = 10 mL
M1V1 = M2.V2 𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻
N NaOH = n× 𝑏 𝑁𝑎𝑂𝐻
0,22𝑀×10 𝑚𝐿
M1 = = M × a NaOH
6,6 𝑚𝐿
M1= 0,33 M = 0,33 × 1
= 0,33 mol/k
2) Pengenceran Asam Asetat dari Konsentrasi 17,5 N
Variasi konsentrasi 0,4 N Variasi konsentrasi 0,6 N
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁2 × 𝑉2 𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁2 × 𝑉2
17,5 N × 𝑉1 = 0,4 N × 50 mL 17,5 N × 𝑉1 = 0,6 N × 50 mL
0,4 𝑁 ×50 𝑚𝐿 0,6 𝑁 ×50 𝑚𝐿
𝑉1 = 𝑉1 =
17,5 𝑁 17,5 𝑁
𝑉1 = 1,149 mL 𝑉1 = 1,714 mL

3) Konsentrasi awal Asam Asetat sebelum diadsorpsi

Variasi konsentrasi 0,4 N


𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 10 mL = 0,33 N × 8,3 mL
0,33 𝑁 ×8,3 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 10 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,2739 N

Variasi konsentrasi 0,6 N


𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 10 mL = 0,33 N × 11,5 mL
0,33 𝑁 ×11,5 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 10 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,3795 N

4) Konsentrasi Asam Asetat setelah di Adsorpsi


N NaOH = 0,4 N
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 25 mL = 0,33 N × 6,8 mL
0,33 𝑁 ×6,8 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 25 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,08976 N

N NaOH = 0,6 N (M= 0,6 ; 0,6N ; T=38℃)


𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 25 mL = 0,33 N × 10,8 mL
0,33 𝑁 ×10,8 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 25 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,1386 N

5) Nilai log C = log [𝑪𝑯𝟑 𝑪𝑶𝑶𝑯] setelah diadsorpsi


Log C = Log [𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻]
Log C = Log [0,08976 N]
Log C = -1,0469

Konsentrasi 0,6 N
Log C = Log [𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻]
Log C = Log [0,1386 N]
Log = -0,8582
6) Massa akhir 𝑪𝑯𝟑 𝑪𝑶𝑶𝑯 yang diadsorpsi
(M=0,4 ; T= 38℃)
X = (a-b) × [NaOH 0,33 N] × Mr NaOH
= (8,3 mL – 6,8 mL) × 0,33N × 40
= (1,3 mL) × 0,33N × 40
= 19,8
(M=0,6 ; T= 38℃)
X = (a-b) × [NaOH 0,33 N] × Mr NaOH
= (11,5 mL – 10,8 mL) × 0,33N × 40
= (0,7 mL) × 0,33N × 40
= 13,2
𝑿
7) Nilai log (𝑴) dengan (M= massa karbon aktif = 0,29)
Konsentrasi 0,4 N
𝑋 19,8
Log (𝑀) = Log (200 𝑚𝑔) = Log 0,099 = -1,00043
Konsentrasi 0,6 N
𝑋 13,2
Log (𝑀) = Log (200 𝑚𝑔) = Log 0,066 = -1,18045
8) Menentukan nilai n (tetapan adsorpsi)
𝑋
Log (𝑀) = n log C + log K
𝟏
9) Nilai 𝑻
1 1 1
= 273+43 ℃ = 316 𝐾 = 0,0031
𝑇(𝐾)

 Suhu 48℃
1) Standarisasi larutan NaOH
Molaritas Asam Oksalat (M2) = 0,22 M
Volume Asam Oksalat (V2) = 10 mL
M1V1 = M2.V2 𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻
N NaOH = n× 𝑏 𝑁𝑎𝑂𝐻
0,22𝑀×10 𝑚𝐿
M1 = = M × a NaOH
6,6 𝑚𝐿
M1= 0,33 M = 0,33 × 1
= 0,33 mol/k
2) Pengenceran Asam Asetat dari Konsentrasi 17,5 N
Variasi konsentrasi 0,4 N Variasi konsentrasi 0,6 N
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁2 × 𝑉2 𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁2 × 𝑉2
17,5 N × 𝑉1 = 0,4 N × 50 mL 17,5 N × 𝑉1 = 0,6 N × 50 mL
0,4 𝑁 ×50 𝑚𝐿 0,6 𝑁 ×50 𝑚𝐿
𝑉1 = 𝑉1 =
17,5 𝑁 17,5 𝑁
𝑉1 = 1,149 mL 𝑉1 = 1,714 mL
3) Konsentrasi awal Asam Asetat sebelum diadsorpsi

Variasi konsentrasi 0,4 N


𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 10 mL = 0,33 N × 8,3 mL
0,33 𝑁 ×8,3 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 10 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,2739 N

Variasi konsentrasi 0,6 N


𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 10 mL = 0,33 N × 11,5 mL
0,33 𝑁 ×11,5 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 10 𝑚𝐿
1) Konsentrasi𝑁
Asam Asetat
𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 setelah
= 0,3795 N di Adsorpsi

4) Konsentrasi Asam Asetat setelah di Adsorpsi


N NaOH = 0,4 N
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 25 mL = 0,33 N × 6,6 mL
0,33 𝑁 ×6,6 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 25 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,0871 N
N NaOH = 0,6 N (M= 0,6 ; 0,6N ; T=38℃)
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 𝑉𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 × 25 mL = 0,33 N × 10,3 mL
0,33 𝑁 ×10,3 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 25 𝑚𝐿
𝑁𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = 0,1359 N
5) Nilai log C = log [𝑪𝑯𝟑 𝑪𝑶𝑶𝑯] setelah diadsorpsi
Konsentrasi 0,4 N
Log C = Log [𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻]
Log C = Log [0,0871 N]
Log C = -1,059

Konsentrasi 0,6 N
Log C = Log [𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻]
Log C = Log [0,1359 N]
Log = -0,866
6) Massa akhir 𝑪𝑯𝟑 𝑪𝑶𝑶𝑯 yang diadsorpsi
(M=0,4 ; T= 48℃)
X = (a-b) × [NaOH 0,33 N] × Mr NaOH
= (8,3 mL – 6,6 mL) × 0,33N × 40
= (1,7 mL) × 0,33N × 40
= 22,44
(M=0,6 ; T= 48℃)
X = (a-b) × [NaOH 0,33 N] × Mr NaOH
= (11,5 mL – 10,3 mL) × 0,33N × 40
= (1,2 mL) × 0,33N × 40
= 15,84
𝑿
7) Nilai log (𝑴) dengan (M= massa karbon aktif = 0,29)
Konsentrasi 0,4 N
𝑋 22,44
Log (𝑀) = Log (200 𝑚𝑔) = Log 77,24 = 1,887
Konsentrasi 0,6 N
𝑋 15,84
Log (𝑀) = Log (200 𝑚𝑔) = Log 54,62 = 1,737
8) Menentukan nilai n (tetapan adsorpsi)
𝑋
Log (𝑀) = n log C + log K
𝟏
9) Nilai 𝑻
1 1 1
= 273+48 ℃ = 321 𝐾 = 0,0031
𝑇(𝐾)

GRAFIK
1. SUHU 27ºC
0,4 N

log C vs log x/m pada T:27 dan 0,4 N


0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
-0,2
-0,4 y = -0,595x - 0,388
R² = 1
-0,6
log x/m

-0,8
Series1
-1
Linear (Series1)
-1,2
-1,4
-1,6
-1,8
log C

y = mx + C
y = -0,595x – 0.388
log X/m = n log C + log k
n =-0,595
log k = -0,388
k = 0,4093
ln k = -0,8933
0,6 N

log C vs log x/m pada T:27 dan 0,6 N


0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
-0,2
-0,4 y = -0,873x + 0,043
R² = 1
-0,6
log x/m

-0,8
Series1
-1
Linear (Series1)
-1,2
-1,4
-1,6
-1,8
log C

y = mx + C
y = -0,873x + 0,043
log X/m = n log C + log k
n = -0,873
log k = 0,043
k = 1,10
ln k = 0,095

2. Suhu 38ºC
0,4 N

y = mx + C log C vs log x/m pada T:38 dan


y = -0,0325x - 1,0015
y = -0,0325x – 1,0015 0,4 N R² = 1

log X/m = n log C + log k -1,03


0 1 2 3
n = -0,0325 -1,04
log x/m

log k = -1,0015 -1,05 Series1


Linear (Series1)
k = 0,0996 -1,06

ln k = -2,306 -1,07
log C
0.6 N

log C vs log x/m pada T:38 dan


y = mx + C 0,6N y = -0,489x - 0,357
y =- 0,489x – 0,357 R² = 1
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
log X/m = n log C + log k
-0,5

log x/m
n = -0,489
Series1
log k = -0,357 -1 Linear (Series1)
k = 0,4395
ln k = -0,8221 -1,5
log C

3. Suhu 43ºC
0,4 N

log C vs log x/m pada T:43 dan 0,4


y = mx + C
N
y = 0,0465x – 1,0934
-0,99 y = 0,0465x - 1,0934
log X/m = n log C + log k -1 0 1 2 3 R² = 1

n = 0,0465 -1,01
log x/m

-1,02 Series1
log k = – 1,0934
-1,03 Linear (Series1)
k = 0,0806 -1,04
ln k = -2,5182 -1,05
log C

0,6 N

y = mx + C
log C vs log x/m pada T:43 dan
y = -0,3223x -0,536
0,6 N
0 y = -0,3223x - 0,536
log X/m = n log C + log k R² = 1
0 1 2 3

n = -0,3223 -0,5
log x/m

log k = -0,536 Series1


-1 Linear (Series1)
k = 0,2910
ln k = -1,2344 -1,5
log C
4. Suhu 48ºC
0,4 N

log C vs log x/m pada T:48 dan


y = mx + C
0,4 N
y = 2,946x – 4,005
3 y = 2,946x - 4,005
log X/m = n log C + log k R² = 1
2
n = 2,946

log x/m
1
Series1
log k = -4,005 0
Linear (Series1)
0 1 2 3
k = 0,3976 -1
-2
ln k = -0,9223 log C

0,6 N

log C vs log x/m pada T:48 dan


y = mx + C 0,6 N
y = 2,603x – 3,469 2 y = 2,603x - 3,469
1,5 R² = 1
log X/m = n log C + log k
1
log x/m

n = 2,603
0,5 Series1
log k = – 3,469 0 Linear (Series1)

k = 0,00033 -0,5 0 1 2 3

-1
ln k = -8,0164 log C

GRAFIK ENTALPI ADSORPSI 0,4 N


1/T Ln k
0,003 -0,8933
0,00321 -2,306
0,00316 -2,5182
0,00311 -0,9223
ln k vs 1/T pada 0,4 N
0
0,00295
-1 0,003 0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325
-2
y = -4497,3x + 10,296
-3 R² = 0,0117
-4
Axis Title

-5 ln k
-6 Linear (ln k)
-7
-8
-9
-10
Axis Title

∆𝑯 𝟏
y = mx + C, dari persamaan k =− 𝑹 𝑻

y = -4497,3x – 98,269
∆H = m × R
= -4497,3× 8,314 J/mol K
= -37390,552 J/mol K

GRAFIK ENTALPI ADSORPSI 0,6 N


1/T Ln k
0,003 0,0095
0,00321 -0,8221
0,00316 -1,2344
0,00311 -8,0164

ln k vs 1/T pada 0,6 N


1
0
0,00295
-1 0,003 0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325
y = -1832,3x + 3,2008
-2 R² = 0,002
-3
Axis Title

-4 ln k
-5 Linear (ln k)
-6
-7
-8
-9
Axis Title
∆𝑯 𝟏
y = mx + C, dari persamaan k =− 𝑹 𝑻

y = -1832,3x – 104,04
∆H = m × R
= -1832,3 × 8,314 J/mol K
= -15233,7422 J/mol K
TABEL PENGAMATAN

NO PERLAKUAN HASIL
1. Standarisasi NaOH dengan C2H2O4 M asam oksalat = 0,22 M
V asam oksalat = 10 mL
V NaOH = 6,6 mL
2. Titrasi
- CH3COOH 0,4 N + PP + V NaOH = 8,3 mL
NaOH
- CH3COOH 0,6 N + PP + V NaOH = 11,5 mL
NaOH
3. Suhu 27ºC
- CH3COOH 0,4 N V NaOH = 7,9 mL
- CH3COOH 0,6 N V NaOH = 11,2 Ml
4. Suhu 38ºC
- CH3COOH 0,4 N V NaOH = 7 mL
- CH3COOH 0,6 N V NaOH = 10,8 mL

5. Suhu 43ºC
- CH3COOH 0,4 N V NaOH = 6,8 mL
- CH3COOH 0,6 N V NaOH = 10,5 mL

6. Suhu 48ºC
- CH3COOH 0,4 N V NaOH = 6,6 mL
- CH3COOH 0,6 N V NaOH = 10,3 mL

Anda mungkin juga menyukai