Anda di halaman 1dari 15

A.

JUDUL PERCOBAAN
Penentuan Tetapan Kesetimbangan Ion Triodida
B. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan tetapan kesetimbangan reaksi
pembentukan ion triodida.
C. LANDASAN TEORI
Kesetimbangan kimia terjadi apabila laju reaksi maju dan laju reaksi balik
sama besar dengan konsentrasi reaktan dari produk tidak lagi berubah seiring
berjalannya waktu. Kesetimbangan kimia merupakan proses dinamik. Hal ini
dapat diibaratkan dengan gerakan para pemain ski disuatu resar ski yang ramai,
jumlah pemain ski yang naik gunung lama dengan yang turun berseluncur
bersama. Jadi, walaupun ada perpindahan pemain ski, jumlah orang di atas dan di
bawah tetap sama. Reaksi kesetimbangan kimia melibatkan zat – zat yang berbeda
untuk reaktan dan juga produknya ( Chang, 2005 :66 ).
Tetapan kesetimbangan untuk kesetimbangan gas dan larutan nonelektorlit
dapat dinyatakan dengan konsentrasi dan hasilnya cukup baik untuk tekanan
rendah dan konsentrasi rendah. Untuk larutan elektrolit penggantian aktivitas
dengan konsentrasi tidak tepat, terutama dalam perhitungan – perhitungan kinetik
dan electromotive force cell (emf cell). Untuk larutan elektrolit AxBy, ionisasinya
dapat dituliskan sebagai berikut:
AxBy ↔ xA2+ + yB2-
Aktivitas elektrolit sebagai keseluruhan a2, didefinisikan sebagai hasil kali
aktivitas kation dan anion sebagai berikut:
a2 = (a+x) (a-y).
Harga rata – rata geometri aktivitas larutan atau aktivitas rata – rata a ±:
𝑣 𝑦
a ± : 𝑣√𝑎2 = √(𝑎+𝑥 )(𝑎− )

v = x+y
(Sukardjo, 2013:266).
Persamaan – persamaan dasar termodinamika yang telah diturunkan hanya
berlaku untuk sistem dengan komposisi tetap, artinya tidak terjadi transfer materi
dengan lingkungannya (sistem tertutup). Meskipun reaksi kimia, banyak
dilakukan dalam tempat tertutup, namun reaksi yang sedang berlangsung dapat
dipandang sebagai sistem terbuka. Pada sistem ini zat pereaksi dianggap keluar
dari sistem dan zat hasil reaksi masuk ke dalam sistem. Hasil dari persamaan –
persamaan tersebut digunakan untuk menurunkan syarat tercapainya
kesetimbangan kimia dalam suatu reaksi (Rohman dan Sri, 2004 : 123).
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan zat terlarut (solute) yang dapat larut dalam kedua
pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut
umumnya pelarut organik dan air. Prakteknya, solute akan terdistribusi dengan
sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah.
Perbandingan konsentrasi solute di dalam kedua pelarut tetap dan merupakan
suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut sebagai tetapan distribusi
atau koefisien distribusi (Soebagio, 2003 : 34).
Tetapan KD dikenal sebagai koefisien distribusi atau partisi. Penting untuk
mencatat bahwa angka banding C2/C1 hanya konstan bila zat yang terlarut
mempunyai massa molekul relatif yang sama untuk kedua pelarut itu. Hukum
distribusi atau partisi dapat dirumuskan : bila suatu zat pelarut terdistribusi ini
tidak langsung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka
banding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan
temperatur. Mengambil suatu zat terlarut dari dalam larutan air oleh suatu pelarut
yang tak dapat bercampur dengan air disebut ekstraksi dengan pelarut. Teknik ini
sering kali digunakan untuk pemisahan. Maka pada suatu temperatur yang
konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tak bergantung
pada spesi molekul lain (Svehla, 1985 : 140).
Angka banding distribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat
terlarut dalam pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air). Jika zat
terlarut itu adalah senyawa x maka rumus angka bandingnya dapat ditulis:
konsentrasi total senyawa x dalam fasa organik
D = konsentrasi total senyawa x dalam fasa air

Untuk keperluan analisis kimia angka banding distribusi (D) akan lebih bermakna
daripada keofisien distribusi (KD). pada kondisi ideal dan tidak terjadi asosiasi,
disosiasi, atau polimerisasi, maka harga KD sama dengan D. Harga D tidak
konstan antaralain dipengaruhi oleh adanya pH (Soebagio, dkk, 2002 :35).
Kesetimbangan kimia merepresentasikan suatu kesetaran antara reaksi
maju dan reaksi balik. Dalam kebanyakan kasus, kesetaraan ini sangat rentan.
Perubahan kondisi percobaan dapat menganggu kesetaraan dan menggeser posisi
kesetimbangan sehingga produk yang diinginkan bias terbentuk lebih banyak atau
kurang. Bila kita katakan bahwa posisi kesetimbangan bergeser ke kanan,
misalnya, yang kita maksudkan ialah bahwa reaksi bersih sekarang adalah dari
kiri ke kanan. Dimana variabel – variabel percobaan yang diatur adalah tekanan,
konsentrasi, volume, dan suhu. Selain itu katalis juga berpengaruh dalam suatu
kesetimbangan reaksi (Chang, 2005 : 79).
Kesetimbangan heterogen terjadi jika zat – zat yang terlibat dalam
kesetimbangan kimia lebih dari satu fasa. Sampai sejauh ini kita baru
membicarakan kesetimbangan homogen dalam fasa gas. Reaksi kimia yang
melibatkan lebih dari satu fasa, rumusan untuk tetapan kesetimbangan sama saja,
hanya perlu pengetahuan tambahan mengenai aktivitas zat padat dan zat cair
murni. Dapat ditinjau penguraian termal kalsium karbonat dalam suatu tempat
tertutup.
CaCO3(s) ↔ CaO(s) + CO2(g)
Tetapan kesetimbangan termodinamikanya adalah:
𝑎CaO aC𝑂2
K =
𝑎CaC𝑂3

(Rohman dan Sri, 2004 : 145).


Contoh kesetimbangan kimia adalah reaksi hidrolisis yang merupakan
reaksi reversibel yang konversi maksimalnya dibatasi oleh konversi
kesetimbangan. Salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan konversinya
adalah dengan cara pengambilan produk yang terbentuk secara kontinyu. Tujuan
pengambilan produk pada reaksi hidrolisis ini adalah untuk menggeser reaksi agar
bergerak ke arah produk. Sehingga konversi dapat terus meningkat hingga
mencapai konversi optimum. Semakin cepat waktu pengambilan produk pada
hidrolisis, konversi minyak menjadi asam lemah yang semakin besar atau juga
semakin bertambah banyak (Setyawardhani, dkk, 2013: 66-67).
Iodium I2 sedikit larut di dalam air namun larut di dalam air yang
mengandung ion I- , misalnya dalam larutan KI. I2 dan I- dalam larutan air akan
membentuk ion triodida, I3- dan reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan.
Untuk reaksi : I2(aq) + I-(aq) ↔ I3-(aq)
Kesetimbangan ini berlangsung dalam larutan air, untuk itu perlu menghitung
konsentrasi -konsentrasi yang bersangkutan dalam air. Dari percobaan penentuan
tetapan distribusi diatas dapat dihitung nilai Kd kemudian dengan rumus :
[𝐼 ]𝐻 O
Kd = [𝐼 2]CC𝑙
2
2 4

Dapat dihitung konsentrasi [I2] H2O dengan persamaan [I2] H2O = Kd [I2] CCl4
dan selanjutnya dapat dihitung [I3-] H2O dan [I-] H2O . I2 lebih mudah larut dalam
KI, itulah sebabnya I2 yang terdistribusi ke dalam lapisan atas lebih banyak atau
lebih melimpah (Tim Dosen Kimia Fisik I, 2018: 21-22).
Kesetimbangan iodin dapat diukur melalui pengaturan pH dalam fasa
sumber dalam air untuk dapat transpor dalam bentuk molekul ke fasa membran
kloroform. Menurut Betrabe, dalam larutan air iodin akan terhidrolisis seperti
reaksi berikut:
I2(aq) + H2O(l) ↔ HIO(aq) + I-(aq) + I3-(aq)
Pengaturan pH ditujukan untuk mendifusi I2 dalam bentuk molekul ke dalam fasa
membran kloroform. Pada rentang pH 3-6 (kondisi asam di fasa sumber)
merupakan kondisi yang tepat untuk mendifusikan iodin dalam bentuk molekul
dalam fasa membran. Difusi ini terjadi di antarmuka fasa sumber dan fasa
membran dalam bentuk reaksi transisi dan terjadi pada pH tertentu. I2 memiliki
kelarutan yang baik dalam pelarut organik seperti kloroform dan lain-lain. Proses
transpor iodin dari fasa sumber- fasa membran- fasa penerima berlangsung
melalui proses difusi. Prosedur yang sama dilakukan untuk mendapatkan optimasi
terhadap parameter yang diuji antara lain , pengaruh pH fasa sumber, pengaruh
pH fasa penerima dan pengaruh lama waktu (Refinel, dkk, 2011 : 54).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Labu Erlenmeyer 250 mL 6 buah
b. Gelas ukur 100 mL 1 buah
c. Gelas ukur 10 ml 2 buah
d. Buret 50 mL 1 buah
e. Statif dan kleim @1 buah
f. Corong pisah 250 mL 1 buah
g. Corong biasa 1 buah
h. Gelas kimia 250 mL 1 buah
i. Gelas kimia 100 mL 1 buah
j. Batang pengaduk 1 buah
k. Pipet tetes 3 buah
l. Botol semprot 1 buah
m. Lap kasar 1 buah
n. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan jenuh iod dalam kloroform ( I2 dalam CHCl3)
b. Kalium iodida ( KI) (0,1 M)
c. Larutan natrium tiosulfat ( Na2S2O3) (0,1 M)
d. Aquades (H2O)
e. Tissue
E. PROSEDUR KERJA
1. Larutan I2 dalam CHCl3 diukur sebanyak 10 ml, kemudian dimasukkan ke
dalam corong pisah.
2. Larutan KI 0,1 M diukur sebanyak 100 ml dan dimasukkan ke dalam corong
pisah yang berisi larutan I2 dalam CHCl3.
3. Larutan di dalam corong pisah dikocok selama 30 menit.
4. Larutan yang telah dikocok kemudian didiamkan sampai terbentuk dua
lapisan.
5. Lapisan atas dan lapisan bawah dipisahkan ke dalam gelas kimia yang
berbeda.
6. Lapisan atas diukur sebanyak 2 ml dan dipindahkan ke dalam Erlenmeyer
yang selanjutnya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 M. titrasi
dilakukan sebanyak 3 kali. Volume yang digunakan dicatat.
7. Lapisan bawah diukur sebanyak 2 ml dan dipindahkan ke dalam Erlenmeyer
yang selanjutnya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 M. titrasi
dilakukan sebanyak 3 kali. Volume yang digunakan dicatat.
F. HASIL PENGAMATAN
No Aktivitas Hasil
1 10 mL I2 dalam CHCl3 Terbentuk dua lapisan.
(ungu) + 100 mL KI 0,1 M Lapisan atas berwarna coklat
(bening) Lapisan bawah berwarna ungu
2 Lapisan bawah 2 mL Larutan bening
dititrasi dengan Na2S2O3 V1 = 2,3 mL
0,1 M V2 = 2,4 mL
V3 = 3,1 mL
Vrata-rata = 2,6 mL
3 Lapisan atas 2 mL dititrasi Larutan bening
dengan Na2S2O3 0,1 M V1 = 0,4 mL
V2 = 0,4 mL
V3 = 0,6 mL
Vrata-rata = 0,467 mL
G. ANALISIS DATA
Diketahui :
[Na2S2O3] = 0,1 M
[KI] = 0,1 M
Volume I2 dalam CHCl3 = 2 mL
Volume I2 dalam H2O = 2 mL
Volume Na2S2O3 untuk titrasi I2 dalam CHCl3
Titrasi I = 2,3 mL
Titrasi II = 2,4 mL
Titrasi III = 3,1 mL
Volume Na2S2O3 I2 dalam H2O
Titrasi I = 0,4 mL
Titrasi II = 0,4 mL
Titrasi III = 0,6 mL
V rata-rata Na2S2O3 untuk titrasi I2 dalam CHCl3
𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
Vrata- rata = 3
2,3 𝑚𝐿+2,4 𝑚𝐿+3,1 𝑚𝐿
= 3

= 2,6 mL
= 2,6 . 10-3 L
V rata-rata Na2S2O3 untuk titrasi I2 dalam H2O
𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
Vrata- rata = 3
0,4 𝑚𝐿+0,4 𝑚𝐿+0,6 𝑚𝐿
= 3

= 0,467 mL
= 0,467 . 10-3 L
Ditanyakan : K…………..?
Penyelesaian
1. [I2] CHCl3
3 NaCl + Na2S6O4 CHCl3 + 3 Na2S2O3

n Na2S2O3 =M.V
= 0,1 M . 2,6 . 10-3 L
= 2,6 . 10-4 mol
1
n I2 = 3 . n Na2S2O3
1
= 3 . 2,6 . 10-4 mol

= 8,67 . 10-5 mol


Jadi konsentrasi I2 dalam CHCl3
𝑛 𝐼2
[I2] CHCl3 = 𝑉 𝐼2

8,67 . 10−5 𝑚0𝑙


= 2 .10−3

= 4, 335 . 10-2 M
= 0,04335 M
2. [I2] H2O
I2 + Na2S2O3 2NaI + NaS4O6
n Na2S2O3 =M.V
= 0,1 M . 0,467 . 10-3 L
= 4,67 . 10-5 mol
1
n I2 =2 . n Na2S2O3
1
= 2 . 4,67 . 10-5 mol

= 2,335 . 10-5 mol


Jadi konsentrasi I2 dalam H2O
𝑛𝐼
[I2] H2O = 𝑉 𝐼2
2

2,335 . 10−5 𝑚0𝑙


= 2 .10−3

= 1,167 . 10-2 M
= 0,01167 M
Koefisien distribusi (Kd)
𝐶𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘
Kd = 𝐶𝑎𝑖𝑟
0,04335 𝑀
= 0,01167 𝑀

= 0, 3715
[I3-] H2O = Kd . [I2] CHCl3
= 0. 3715 . 0.04335 M
= 0.0161 M
[I-] H2O = [I-]mula- mula - [I3-] H2O
= 0.1 M – 0, 0161 M
= 0.0839 M
Jadi tetapan kesetimbangan
I2(aq) + I-(aq) ↔ I3-(aq)
[𝐼3− ] 𝐻2 O
K = [𝐼2 ]𝐻2 O . [𝐼− ] 𝐻2 O
0.0610 𝑀
= 0.01167 𝑀 .(0,0839 𝑀)
0,0610 𝑀
= 0,0009791 𝑀

= 16,444 M-1
H. PEMBAHASAN
Kesetimbangan adalah keadaan dimana reaksi berakhir dengan suatu
campuran yang mengandung baik zat pereaksi maupun hasil reaksi. Hukum
kesetimbangan adalah hasil kali konsentrasi setimbang zat yang berada di ruas
kanan dibagi hasil kali konsentrasi setimbang zat yang berada di ruas kiri yang
masing – masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya (Brady,1999).
Sedangkan menurut Chang (2005 :66), kesetimbangan terjadi apabila laju reaksi
maju dan laju reaksi balik sama besar dengan konsentrasi reaktan dan produk
tidak lagi berubah seiring berjalannya waktu. Tetapan kesetimbangan adalah
perbandingan antara konsentrasi hasil – hasil reaksi dengan konsentrasi hasil –
hasil pereaksi (Sukardjo, 1985 : 105).
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan tetapan kesetimbangan reaksi
pembentukan ion triodida. Prinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut
I2 ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu air dan kloroform.
Adapun prinsip kerjanya yakni, pengukuran, pencampuran, pengocokan,
pemisahan, dan penitrasian. Titrasi yang digunakan yaitu titrasi iodometri yang
merupakan jenis titrasi tidak langsung yang memerlukan reaksi antara untuk
menghasilkan I2 yaitu mereaksikan sampel dengan iodium, maka proses iodometri
sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan KI berlebih dan akan
menghasilkan I2 yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat
(Na2S2O3) (Asip, 2013 : 24-25).
Percobaan ini juga memanfaatkan hokum distribusi Nernst. Menurut
hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan zat terlarut (solute) yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut
maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut
organik dan air. Pada perbandingan konsentrasi solute di dalam kedua pelarut
tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut
sebagai tetapan distribusi atau koefisien distribusi dengan simbol Kd (Soebagio,
2003 : 34). Nilai Kd dalam percobaan ini perlu ditentukan untuk mengetahui
banyak I2 yang terdistribusi ke dalam pelarut organik dan air. Dalam percobaan
ini I2 dalam CHCl3 akan terekstraksi ke dalam larutan KI yang kemudian akan
ditentukan tetapan kesetimbangan pembentukan I3- (ion triodida). Selanjutnya
untuk dapat menentukan konsentrasi yang nantinya akan dipakai dalam penentuan
tetapan kesetimbangan, maka harus diketahui berapa konsentrasi I2 yang
terekstraksi dalam KI. Penentuan konsentrasi ini dapat dilakukan dengan cara
titrasi menggunakan natrium tiosulfat, karena volume natrium tiosulfat yang
digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan
banyaknya sampel yang ada (Gandjar, 2007 : 154).

Gambar 1.1 I2 dalam CHCl3 + KI Gambar 1.2 Larutan dikocok


Percobaan ini dilakukan dengan mencampurkan I2 dalam CHCl3 dengan
larutan kalium iodide (KI) dalam corong pisah. Corong pisah digunakan karena
corong pisah memiliki kemampuan memisahkan larutan dengan baik atau
sempurna. Prinsip dasar corong pisah yaitu memisahkan campuran berdasarkan
perbedaan sifat kepolaran dan massa jenis zat dalam campuran dan prinsip
kerjanya yaitu dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur
dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi
kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah
itu tercapai maka lapisan didiamkan kemudian dipisahkan (Khopkar, 2008 : 106).
Corong pisah juga dapat membuat pengocokan lebih mudah dan efektif.
Penambahan KI berfungsi sebagai penyedia I- yang akan bereaksi dengan I2
menghasilkan I3-. Selanjutnya campuran dikocok. Pengocokan berfungsi agar
pendistribusian I2 dalam CHCl3 ke dalam KI menjadi lebih cepat. Saat
pengocokan, sesekali tutup corong pisah dibuka dengan tujuan untuk mengurangi
tekanan yang dihasilkan akibat adanya penguapan saat pengocokan. Selama
pengocokan ini, I2 yang berada dalam CHCl3 akan terdistribusi ke dalam fasa air
KI karena iodium sedikit larut dalam air yang mengandung I- misalnya dalam
larutan KI. Pada percobaan I2 yang terikat dalam CHCl3 akan terdistribusi
menuju fasa cair milik KI.

Gambar 1.3 Larutan didiamkan


Pengocokan dihentikan dan didiamkan beberapa saat agar larutan
terdistribusi sempurna, kemudian terbentuk dua lapisan. Terbentuknya dua lapisan
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan kepolaran antara air dan kloroform.
Air bersifat polar (Pitonga, 2011), sedangkan kloroform bersifat nonpolar
(Nurjanah, 2011). Lapisan atas adalah I2 dalam air dan lapisan bawah adalah I2
dalam kloroform. Hal ini disebabkan karena air memiliki massa jenis lebih kecil
dibandingkan kloroform. Massa jenis air sebesar 1 gram/mL sedangkan massa
jenis kloroform yaitu sebesar 1,48 gram/mL (Effendy, 2003). Adapun reaksi yang
terjadi:
KI(aq) ↔ K+(aq) + I-(aq)
I-(aq) + I2(aq) ↔ I3-(aq)
Lapisan -lapisan yang terbentuk dikeluarkan pada wadah yang berbeda
masing – masing lapisan tersebut dititrasi dengan Na2S2O3. Titrasi dilakukan
sebanyak 3 kali untuk masing – masing lapisan agar diperoleh hasil yang akurat.
Titrasi dilakukan terhadap dua lapisan dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 M.
Penggunaan Na2S2O3 karena merupakan larutan standar yang konsentrasinya telah
diketahui secara pasti serta konsentrasinya tetap dan tidak mudah berubah-ubah.
Proses penitrasian ini bertujuan untuk menentukan angka pendistribusian I2 antara
kloroform dan air. Pada saat proses titrasi berlangsung, maka akan terjadi reaksi
redoks, dimana iod akan mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrasianat yang tidak
berwarna sehingga, menghasilkan larutan yang bening, tidak berwarna saat akhir
titrasi. Lapisan atas berwarna coklat dan lapisan bawah berwarna ungu. Reaksi
yang terjadi :
Pada lapisan atas (I2 dalam H2O)
I-3 (aq) + 2S2O3 ↔ 3I-(aq) + S4O62-(aq)
Pada lapisan bawah (I2 dalam CHCl3)
I2 (aq) + 2S2O3 ↔ 2I-(aq) + S4O62-(aq)

Gambar 1.4 Lapisan bawah Gambar 1.5 Lapisan bawah


( sebelum titrasi) (sesudah titrasi)
Lapisan atas (I2 dalam H2O) dan lapisan bawah (I2 dalam CHCl3) dititrasi
dengan menggunakan Na2S2O3. Pada titrasi ini tidak digunakan indikator, seperti
indikator amilum karena I2 bersifat autoindikator, yang artinya I2 dapat menjadi
indikator untuk dirinya sendiri yang akan menandai terjadinya atau tercapainya
titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna.
Dimana dalam percobaan ini lapisan atas (I2 dalam H2O) yang berwarna coklat
kemudian dititrasi berubah menjadi bening dan lapisan bawah (I2 dalam CHCl3)
yang berwarna ungu kemudian dititrasi berubah menjadi bening, yang merupakan
titik akhir titrasi dimana titrasi harus dihentikan.

Gambar 1.6 Lapisan atas Gambar 1.7 Lapisan atas


(sebelum titrasi) (sesudah titrasi)
Titrasi pada lapisan atas yaitu I2 dalam H2O diperoleh Na2S2O3 adalah 0,4
mL untuk titrasi pertama, 0,4 mL untuk titrasi kedua, dan 0,6 mL untuk titrasi
ketiga. Sedangkan untuk titrasi pada lapisan bawah yaitu I2 dalam CHCl3,
diperoleh volume Na2S2O3 adalah 2,3 mL untuk titrasi pertama, 2,4 mL untuk
titrasi kedua dan 3,1 mL untuk titrasi ketiga. Sehingga volume rata- rata Na2S2O3
yang digunakan untuk titrasi lapisan atas adalah 0,467 ml dan untuk lapisan
adalah sebesar 2,6 mL. berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa I2
terdistribusi lebih banyak ke dalam lapisan bawah (I2 dalam CHCl3) dibandingkan
pada lapisan (I2 dalam H2O). Hal ini sesuai dengan nilai koefisien distribusi (Kd)
yang diperoleh berdasarkan hasil analisis data, dimana nilai Kd yang diperoleh
pada percobaan ini adalah 3,7146 yang artinya nilai Kd > 1. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa jika harga Kd besar (> 1) , solute secara kualitatif
akan cendrung terdistribusi lebih besar atau banyak ke dalam pelarut organik
begitu pula dengan hal yang sebaliknya (Soebagio, 2003 : 34). Dari hasil analisis
data yang diperoleh tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan ion triodida (K)
sebesar 16,444 M1 yang menunjukan bahwa produk triodida yang diperoleh
jumlahnya sangat sedikit. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa tetapan kesetimbangan pembentukan ion triodida sebesar 710 M (latief,
2014). Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan suhu kamar yang
digunakan dan distribusi iod yang tidak merata. Adapun reaksi yang terjadi:
I2 (H2O) ↔ I3- (CHCl3)
I2(aq) + I-(aq) ↔ I3-(aq)
KI → K+ + I-
2 I- → I2 + 2e
Na2S2O3 → 2Na2+ + S2O32-
Oksidasi : S2O32- → S4O62- + 2e
Reduksi : I2 + 2e → 2 I-
S2O32- + I2 → S4O62- + 2 I-
Reaksi lengkap: Na2S2O3 + I2 → NaS4O6 + 2 NaI
I. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
nilai tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan ion triodida sebesar 16,444
M-1 yang berarti triodida yang dihasilkan jumlahnya sangat sedikit.
2. Saran
Diharapkan agar praktikan selanjutnya lebih berhati – hati dalam proses
pengocokan dan titrasi agar hasil yang diperoleh maksimal.

Anda mungkin juga menyukai