Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

ILEUS OBSTRUKTIF




Disusun Oleh : Diah Dewi Anggraeni
NIM : 1102009076
Pembimbing : dr. Trimayu Suhendar, SpB






Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Bagian Ilmu Bedah
RSUD dr. Slamet Garut
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
2014
1

BAB I

PENDAHULUAN

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Gangguan pasase usus dapat
disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus obstruktif atau oleh gangguan
peristaltik yang selanjutnya disebut sebagai ileus paralitik.
1

Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus atau oleh
adanya gangguan peristaltik. Obstruksi intestinal atau disebut juga ileus obstruktif (obstruksi
mekanik) dapat disebabkan oleh strangulasi,invaginasi atau adanya sumbatan dalam lumen
usus. Obstruksi usus merupakan gangguan peristaltik baik di usus halus maupun di kolon.
Obstruksi mekanik dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar
usus maupun di dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total.
Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian
besar obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan
yang memerlukan diagnosa dini dan tindakan bedah darurat.
1


Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai
dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Setiap tahunnya 1 dari 1000
penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di
dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan.
Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang
mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
2

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus . Di Amerika
diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya . Di Indonesia tercatat
ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien
rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.







2

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS

II.1 ANATOMI USUS

USUS HALUS

Gambar 1. Anatomi Usus

Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm sampai
290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum panjangnya
sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang jejenum 100 110 cm dan panjang
ileum 150 -160 cm. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz.
Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium. Kira kira dua per lima dari
sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum.
Duodenum merupakan muara dari saluran pankreas dan empedu. Duodenum terdiri dari 4
bagian yaitu
1. Pars superior duodeni, yang hampir selalu ditutupi oleh peritoneum dan cukup
mobile.
2. Pars descenden duodenum terletak pada garis vertical dari apex pars superior duodeni
sampai sepertiga bagian horizontal. Pada bagian medialnya terdapat ductus
choledocus dan ductus pancreaticus wirsungi. Terletak di retroperitoneum
3. Pars horizontalis duodenum, melintasi garis setinggi vertebra lumbalis ketiga. Serta
terletak di bagian depan vena cava inferior
4. Pars ascendens duodenum, terletak di anterior kiri aorta. Terdapat ligamentum treitz
yang memfiksasi pada bagian kaudal.

Jejenum Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga
perlima terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah
3

kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan. Jejunum
mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen
dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai
messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai
peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah
dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena
mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah
arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian
atas duodenum adalah arteri pancreaticoduodenalis superior, suatu cabang arteri
gastroduodenalis. Sedangkan bagian bawah duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-
pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain
untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh
arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messenterika superior yang menyatu
dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan
pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-
serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut
parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi
motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan
pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas
melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi limphatici soeliakus dan ke bawah melalui nodi limphatici
pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici mesenterikus superior sekitar pangkal arteri
mesenterica superior. Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
limphatici mesenterikus dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior,
yang terletak sekitar pangkal arteri mesenterikus superior.
4

USUS BESAR

Gambar 2. Anatomi Usus Besar

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi
makin dekat anus semakin kecil.
3

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua
atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecal mengontrol aliran kimus dari
ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens
dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli
dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa,
membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk
kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam
rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan
sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan
oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan
menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai anus dalam perineum.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) dengan
cabangnya yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika media, serta a.
pancreaticoduodenalis inferior dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri
5

(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) melalui a. kolika sinistra, a. sigmoidalis, a. hemoroidalis superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi limphatici mesenterikus
dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di
sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari
kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus superior,
sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens
akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus inferior.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon
ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
pleksus saraf mesenterikus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf
simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan
dari pleksus mesenterikus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya
mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum, sepertiga distal dipersarafi oleh
saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi
serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis
mempunyai efek berlawanan.


Gambar 1.
Arteri mesenterika superior
mempercabangkan arteri pancreaticoduodenalis
inferior, intestinalis, ileocolica, colica dekstra.



6






Gambar 2.
Arteri mesenterika inferior
mempercabangkan arteri colica sinistra,
sigmoidea, dan hemorrhoidalis superior.




II.2 HISTOLOGI
A. USUS HALUS
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan:
3,4

1. Tunika Serosa. Tunika serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas
duodenum, hampir lengkap di dalam usus halus mesenterika, kekecualian pada
sebagian kecil, tempat lembaran visera dan mesenterika peritoneum bersatu
pada tepi usus.
2. Tunika Muskularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunika
muskularis usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang
tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan
dalamnya stratum sirkulare. Yang terakhir membentuk massa dinding usus.
Plexus myenterikus saraf (Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua
lapisan otot.
3. Tela Submukosa. Tela submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terletak di antara tunika muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis
mukosa, yang terletak di bawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan
pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di samping itu, di sini ditemukan
neuropleksus Meissner.
4. Tunika Mukosa. Tunika mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum,
tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara
transversa. Masing-masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi. Usus
7

halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas
permukaan dan membantu fungsi absorbsi yang merupakan fungsi utamanya:
a. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang
dinamakan valvula koniventes (lipatan Kerckringi) yang menonjol ke dalam
lumen sekitar 3 sampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan
jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini
menyerupai bulu pada radiogram.
b. Villi merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya
sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5
sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran
mukosa menyerupai beludru.
c. Mikrovilli merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1
pada permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron
dan tampak sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar
2.000 cm. Valvula koniventes, villi dan mikrovilli bersama-sama menambah luas
permukaan absorpsi sampai 2 juta cm, yaitu meningkat seribu kali lipat.

B. USUS BESAR
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus
lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan
otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang
dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum
mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek
daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-
kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan
mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak
mengandung villi atau rugae. Kriptus Lieberkn (kelenjar intestinal) terletak lebih
dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.
5


II.3 FISIOLOGI USUS

A. USUS HALUS
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorbsi bahan-
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung
8

dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border villi dan
mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi.
3,5

Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari
salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal
dan suplai kontinyu isi lambung.


Gambar 3. Gerakan peristaltik

Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang
terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang
terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot
longitudinal. Bila bagian ini mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus
akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus
sekitar 1-4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami
relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila
usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini
berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan
mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmental berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi
segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7
kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan
9

menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, di mana pada bagian
proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan
biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak
dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui
dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh.Selain
itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat berlangsung
dengan mekanisme transpor aktif dan pasif.

B. USUS BESAR
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air
dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi
sampai defekasi berlangsung.
3

Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek
serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari,
semua kecuali 100-200 ml diabsorbsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5
l/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorbsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik,
meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang
umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik
panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan
defekasi.
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk
hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600
ml/hari.




10

BAB III
PEMBAHASAN ILEUS OBSTRUKTIF


III.1 DEFINISI
Ileus (eileos) artinya tergulung; hambatan pasase isi usus
1
. Ileus obstruksi
disebut juga obstruksi lumen usus. Obstruksi usus dapat didenfinisikan sebagai
gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.
Sebagian besar obstruksi mengenai usus halus. Obstruksi usus kronis biasanya
mengenai kolon akibat adanya karsinoma atau pertumbuhan tumor dan
perkembangannya lambat.
5


III.2 KLASIFIKASI
1. Secara umum
Ileus obstruksi sederhana : obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah
Ileus obstruksi strangulata: ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi
iskemia yang akan menyebabkan nekrosis atau gangren.
2. Berdasarkan letak obstruksi
Letak tinggi : duodenum jejenum
Letak tengah : ileum terminal
Letak rendah : colon sigmoid rektum.
1




Gambar 4. Klasifikasi Ileus Obstruktif Berdasarkan Letak Obstruksi



11


III.3 ETIOLOGI

1. Adhesi
Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis lokal atau
umum, atau pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengketan dalam bentuk tunggal
maupun multipel, dan dapat setempat maupun luas. Sering juga ditemukan adhesi yang
bentuknya pita. Pada operasi, perlengketan dilepaskan, dan pita dipotong agar pasase
usus pulih kembali. Ileus akibat adhesi umumnya tiak disertai strangulasi
2. Hernia inkarserata
Hernia disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit cincin hernia sehingga isi kantong
terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, sehingga terjadi
gangguan pasase atau gangguan vaskularisasi. Hernia merupakan penyebab kedua
terbanyak setelah adhesi dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen.
1

3. Askariasis
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena higiene
kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Obstruksi umunya disebabkan oleh
gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau
hampir mati akibat pemberian obat cacing. Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh
riwayat pemberian obat cacing atau pencahar, demam, serangan kolik, muntah, dan
cacing keluar dari mulut atau anus.
1

4. Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada dewasa
muda. Invaginasi adalah masuknya bagian usus proksimal (intussuseptum) kedalam
bagian yang lebih distal dari usus (intussupien). Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk dan naik ke kolon asenden serta mungkin keluar dari
rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan obstruksi ataupun nekrosis iskemik pada
bagian usus yang masuk dengan kompikasi perforasi dan peritonitis.
5. Volvulus
Merupakan proses memutarnya usus sehingga menyebabkan obstruksi usus dan
gangguan vaskularisasi. Volvulus jarang terjadi di usus halus. Kebanyakan volvulus
didapat di bagian ileum.


12

6. Kelainan kongenital
Dapat berupa stenosis atau atresia. Kelaianan bawaan ni akan menyebabkan obstruksi
setelah bayi mulai menyusui.
7. Radang kronik
Morbus Chron dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi, dan fibrosis
yang biasanya terjadi pada penyakit kronik ini.
8. Tumor
Lebih dari separuh tumor jinak ditemukan di ileum, sisanya di duodenum dan
yeyenum. Tumor jinak usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali
jika menimbulkan invaginasi (penyebab tidak langsung) atau karena tumornya sendiri
(penyebab langsung). Separuh kasus tumor ganas terdapat di ileum. Keluhannya
samar, seperti penurunan berat badan dan sakit perut. Sama halnya dengan tumor
jinak usus halus, tumor ganas juga jarang menyebabkan obstruksi.
9. Batu empedu yang masuk ke ileus
Inflamasi yang berat dari kantung empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke
duodenum yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu
empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada ileum terminal atau
katup ileosekal yang menyebabkan obstruksi.
10. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi,
atau trauma operasi.
Hernia Oklusi mesentrial Volvulus

Adhesi Tumor Invaginasi
Gambar 4. Etiologi obstruksi usus

13

III.4 PATOFISIOLOGI


Gambar 5. Patofisiologi Ileus Obtruktif

Patofisiologi obstruksi mekanik pada usus berhubungan dengan perubahan fungsi dari usus,
dimana terjadi peningkatan tekanan intraluminal. Bila terjadi obstruksi maka bagian proksimal dari
usus mengalami distensi dan berisi gas, cairan dan elektrolit. Bila terjadi peningkatan tekanan
intraluminal, hipersekresi akan meningkat pada saat kemampuan absorbsi usus menurun, sehingga
terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif.

Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat untuk melawan adanya
hambatan. Peristaltik yang terus berlanjut menyebabkan aktivitasnya pecah, dimana frekuensinya
tergantung pada lokasi obstruksi. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi peningkatan tekanan
intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi dengan baik dan bising usus
menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi menyebabkan
gangguan vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus menjadi udem dan terjadi translokasi bakteri ke
pembuluh darah. Produksi toksin yang disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan
timbulnya gejala sistemik.

14

Efek lokal peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorpsi toksin-toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Pada obstruksi mekanik sederhana,
hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang
tertelan, sekresi usus dan udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit.
Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan
absorpsi membran mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi
intestinal yang berat dengan sendirinya secara terus-menerus dan progresif akan mengacaukan
peristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi, iskemik,
nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian.

III.5 MANIFESTASI KLINIK

Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi pada
obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominan adalah
nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal
usus menjadi sangat dilatasi.
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus
atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang-
kadang dilatasi dari usus dapat diraba.
Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding
obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi
dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. Pada obstruksi bagian proksimal usus halus
biasanya muncul gejala muntah yang terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat
dini dalam perjalanan. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi.
Jika obstruksi di distal di dalam usus halus atau kolon, maka muntah timbul lambat
dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil
pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnansi. Nyeri perut bervariasi dan
bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian
tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri
bersifat konstan/menetap.

15


Gambar 6. Perbandingan Klinis Bermacam-macam Ileus.

III.6 DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN FISIK
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi
postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang kadang dapat meningkat.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan:
1. Inspeksi
- Abdomen tampak distensi
- Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung
(gambaran gerakan usus)
- Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu
hernia inkarserata
- Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis
- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi

2. Auskultasi
Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum)
menjadi bunyi metalik (klinken)/metallic sound. Pada fase lanjut bising usus
dan peristaltik melemah sampai hilang.


16

3. Perkusi
Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.

4. Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada
obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites. Pada obstruksi usus
dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri abdomen yang hebat dan
bersifat menetap makin lama makin hebat, demam, takikardi, hipotensi dan
gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen
tampak distensi, didapatkan ascites dan peristaltik meningkat (bunyi
Borborigmi). Pada tahap lanjut di mana obstruksi terus berlanjut, peristaltik
akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan
rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi
sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% -
50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
2,7

Radiologik
Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang banyak di beberapa
tempat (multiple air fluid level) yang tampak terdistribusi dalam susunan tangga (step
ladder appearance), sedangkan usus sebelah distal dari obstruksi akan tampak
kosong. Jumlah loop dari usus halus yang berdilatasi secara umum menunjukkan
tingkat obstruksi. Bila jumlah loop sedikit berarti obstruksi usus halus letaknya tinggi,
sedangkan bila jumlah loop lebih banyak maka obstruksi usus halus letaknya rendah.
17

Semakin distal letak obstruksi, jumlah air fluid level akan semakin banyak, dengan
tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step ladder appearance.
2,9

Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer dan biasanya
berbentuk huruf U terbalik. Obstruksi kolon ditandai dengan dilatasi proksimal
kolon sampai ke tempat obstruksi, dengan dekompresi dari kolon bagian distal. Kolon
bagian proksimal sampai letak obstruksi akan lebih banyak berisi cairan daripada
feses. Usus halus bagian proksimal mungkin berdilatasi, mungkin juga tidak. Dugaan
tumor kolon dapat dibuat foto barium enema. Foto polos abdomen mempunyai tingkat
sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi
kolon. Foto thoraks PA diperlukan untuk mengetahui adanya udara bebas yang
terletak di bawah diafragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi.
2,9

CT scan kadang kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi
usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan
pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.
2,7

Gambar 7. Foto polos abdomen
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas
dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda
mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari:
4

1. Anamnesis
18

Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya
atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilikus,
sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah
pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar
onset muntah lama.
1

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik
usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.
4

b. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga
juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata.
4

c.Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen.
4

d. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup defance musculair involunter atau rebound dan pembengkakan
atau massa yang abnormal.
e. Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
19

- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
3. Laboratorium
Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih yang
normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-kadang
ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya
gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak
sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus
besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan
satu-satunya gambaran penting. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya
perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi
disarankan pada kecurigaan volvulus.


III.7 DIAGNOSIS BANDING
Ileus paralitik
Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena usus tidak
berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di mana peristaltik usus dihambat
sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom
pergerakan usus. Manifestasi kliniknya berupa distensi perut, tidak dapat flatus
maupun defekasi dan dapat disertai muntah serta perut terasa kembung. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen, bising usus menurun atau bahkan
menghilang, tidak terdapat nyeri tekan dan perkusi timpani di seluruh lapang
abdomen. Pada pemeriksaan radiologi, foto polos abdomen didapatkan gambaran
dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum dan herring bone appearance
(gambaran tulang ikan).

III.8 KOMPLIKASI

Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-
hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami strangulasi
mungkin mengalami perforasi dan mengeluarkan materi tersebut ke dalam rongga
20

peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat melintasi
usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan
getah bening dan mengakibatkan syok septik.

III.9 PENATALAKSANAAN

Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai pencapaian
tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau dengan mengamati
pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan vena sentral dan pemeriksaan
laboratorium berurutan.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan intralumen
dengan tujuan untuk dekompresi lambung sehingga memperkecil kesempatan
aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran
pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan
tekanan intalumen.
c) Pemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparatomi.
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
9

a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
inkarserata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
21

b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal, Crohn disease,
dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh
karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya
pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
Post-operatif
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu
diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
III. 10 PROGNOSIS
Angka kematian pada ileus obstruksi usus non-strangulasi adalah < 5%,
dengan banyaknya kematian terjadi pada pasien usia lanjut dengan komorbid. Angka
kematian pada operasi ileus obstruksi usus strangulasi berkisar 8-25%. Pada ileus
obstruksi kolon, biasanya angka kematian berkisar antara 15-30%. Perforasi sekum
merupakan penyebab utama kematian. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
diakukan dengan cepat.















22

BAB IV
KESIMPULAN

Ileus obstruktif adalah terjadinya kerusakan atau hilangnya pasase usus yang disebabkan
oleh sumbatan mekanik, yaitu oleh karena obstruksi dalam lumen usus, dinding usus atau luar
usus yang menekan pada usus halus maupun usus besar.
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar serta flatus. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan
abdomen yang terlihat adalah abdomen yang distensi, terdapat Darm Contour dan Darm
Steifung, pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan Borborygmi (bunyi usus
mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) atau metallic sound. Pada fase lanjut, bising usus
dan peristaltik melemah sampai hilang. Pada foto posisi tegak akan didapatkan bayangan air
fluid level yang banyak di beberapa tempat yang tampak terdistribusi dalam susunan tangga
(step ladder appearance), juga terlihat gambaran distensi. Dasar pengobatan ileus adalah
koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi traktus gastrointestinal, mengatasi peritonitis dan syok bila ada serta
menghilangkan obstruksi untuk memeperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal
dengan cara operasi. Prognosis baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan segera.















23

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, R . De Jong,W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Evers BM. 2004. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern
surgical practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; p. 1323-1342.
3. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya,
Caroline, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. p. 437-59.
4. Geneser F. Histologi Usus Besar. Dalam: Gunawijaya AF, editor. Buku Teks
Histologi Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994.
5. Sherwood Lauralee. Sistem Pencernaan. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
Jakarta ; EGC ; 2001. p 570-88.
6. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya,
Caroline, editors.2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume
1. Edisi 6. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
7. Whang E E, Ashley Stanley, Zinner J Michael. Small Intestine. In :Charles F
Brunicardi. Schwartzs Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006. P 702-
711.
8. Hopkins Christy. Large Bowel Obstruction. 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/774045-treatment#showall. Accesed april 22,
2013.
9. Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit
Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994.

Anda mungkin juga menyukai