Anda di halaman 1dari 8

REALITA KASUS PERADILAN PIDANA DI PENGADILAN NEGERI

DEPOK











Kelompok:
Anendya Niervana
Adhika Primananda
Cahya Berto Habibi
Fajar Abdillah F.
Mutiara K. Nasril
Wirahadi Danusaputra



FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2012


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah
Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan
masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak realita kasus-
kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral,
artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan
realita hukum yang memilukan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau
pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Karena
mereka dapat menggunakan uang untuk meringankan hukuman yang seharusnya dijatuhkan
padanya.
Tetapi kita tidak bisa menyalahkan satu pihak saja akan terjadinya realita hukum ini karena
kesepakatan dari pihak yang bersangkutan sehingga hukum di indonesia tidak berjalan dengan
semestinya padahal hukum itu merupakan peraturan yang bersifat memaksa dan mengikat.
Realita hukum di Indonesia akan berjalan apabila pihak penegak hukum menjalan kan
tugasnya sebagaimana mestinya dan memberikan hukuman yang sesuai dengan apa yang telah
diperbuatnya baik dari kalangan bawah maupun dari kalangan atas dengan tegas.
Seperti kasus dibawah ini tentang seorang nenek yang mencuri 3 buah kakao dan akibat
perbuatannya itu ia dikenakan hukuman 1,5 kurungan. Hukuman yang diberikan kepada nenek itu
tidak salah yang jadi permasalahan nya sekarang adalah nenek yang mencuri 3 kakao saja dihukum
tetapi orang yang mencuri lebih dari apa yang diperbuat nenek tersebut justru tidak dihukum.

B. Permasalahan
Ada pun rumusan masalah yang di kemukakan di makalah adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perolehan hak-hak terdakwa di peradilan Pengadilan negeri depok?
2. Apa saja faktor faktor yang memicu ketidakadilan hukum di Indonesia?
3. Realita apa saja yang terjadi di Pengadilan Negeri Depok?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui perolehan hak-hak terdakwa di peradilan Pengadilan Negeri Depok
2. Mengetahui faktor apa saja yang memicu ketidakadilan hukum di Indonesia.
3. Mengetahui realita apa saja yang terjadi di Pengadilan Negeri Depok.





BAB II
KERANGKA PEMBAHASAN

A. Konsep atau Teori
Makalah tentang ketidakadilan hukum yang dialami oleh para terdakwa di Depok ini
mengacu pada peraturan yang tertulis seperti di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) Indonesia.
Hak-hak tersangka atau terdakwa.
Seperangkat hak-hak tersangka atau terdakwa di KUHAP mulai dari pasal 50-68 meliputi:
1. Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan dan diadili (pasal 50 ayat 1, 2, dan 3).
2. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang digunakan yang dimengerti oleh nya
tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan (pasal 51 butir a dan b).
3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim seperti tersebut
di muka (pasal 52).
4. Hak untuk mendapat juru bahasa (pasal 53 ayat 1).
5. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan (pasal 54).
6. Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang
bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam
pidana.
7. Hak tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk menghubungi dan berbicara
dengan perwakilan negaranya (pasal 57 ayat 2).
8. Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka atau terdakwa yang ditahan (pasal 58).
9. Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka
atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum atau bagi jaminan bagi
penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga dengan maksud yang sama
dengan di atas (pasal 59 dan pasal 60)
10. Hak untuk dikunjungi sanak keluarga yang tidak ada hubungan dengan perkara tersangka
atau terdakwa, untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan keluarga (pasal 61).
11. Hak tersangka atau terdakwa untuk berhubungan surat menyurat dengan penasihat
hukumnya (pasal 62).
12. Hak tersangka untuk menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan (pasal 63).
13. Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (pasal 65)
14. Hak tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian .
15. Hal terdakwa (pihak yang diadili) untuk ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya
(pasal 27 ayat 1 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman).
Pembuktian
Sistem pembuktian atau teori pembuktian jalan tengah yang berdasarkan keyakinan hakim
sampai batas tertentu terpecah kedua jurusan:
Yang pertama, yaitu pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan-alasan yang logis
(convietion rasionee) dan,
Yang kedua, yaitu pembuktian berdasarkan undang-undang.

Penasihat Hukum
The International Covenant On Civil and Politcal rights chapter 1 article 14 sub 3d;
menyatakan bahwa kepada tersangka atau terdakwa membela diri sendiri secara pribadi atau
bantuan penasihat hukum menurut pilihannya sendiri, diberitahu hak-haknya ini, jika ia tidak
mempunyai penasihat hukum dan ditunjuk penasihat hukum untuk dia jika kepentingan peradilan
perlu untuk itu. Jika ia tidak mampu membayar penasihat hukum ia dibebaskan dari pembayaran.

Banding
Pasal 240 ayat 1 Jika pengadilan tinggi berpendapat dalam pemeriksaan tingkat pertama
ternyata ada kelainan dalam penerapan hukum acara atau terdapat kekeliruan atau ada yang kurang
lengkap, maka pengadilan tinggi dengan suatu keputusan dapat memerintahkan pengadilan negeri
untuk memperbaiki hal itu, atau pengadilan tinggi melakukannya sendiri.

Pasal 45 KUHP
Dalam menuntut orang yang belum cukup umur karena melakukan perbuatan sebelum
berumur 16 tahun, hakim dapat menentukan memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan
kepada orangtuanya, wali atau pemeliharanya; tanpa dipidana apapun; atau memerintahkan supaya
yang bersalah diserahkan pada pemerintah tanpa pidana apapun, yaitu jika perbuatan merupakan
kejahatan atau salah satu pelanggaran yang tersebut dalam pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505,
514, 517, 519, 526, 531, 532, 536, dan 540. Serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan salah
karena melakukan kejahatan atau pelanggaran tersebut di atas dan putusannya menjadi tetap; atau
menjatuhkan pidana.

B. Metodologi
Metode yang dipakai penulis untuk mencari dan mengumpulkan data serta informasi yang relevan
untuk karya tulis ilmiah ini adalah dengan menggunakan teknik wawancara juga melakukan
kegiatan observasi atau pengamatan langsung mengenai proses peradilan pidana di Pengadilan
Negeri Depok.










BAB III
PEMBAHASAN

A. Waktu dan Tempat
Penelitian kami lakukan pada:
hari: Rabu, 12 Desember 2012
pukul: 09.00 WIB-selesai
tempat: Pengadilan Negeri Depok, Jl. Boulevard Sektor Anggrek Grand Depok City 16413

B. Perolehan Data
Adapun data data perkara pidana sampai tanggal 12 Desember 2012 yang terjadi di
Pengadilan Negeri kota Depok adalah sebagai berikut :
Pidana biasa/khusus : 702 kasus
Pidana cepat : 249 kasus
Pidana Lalu Lintas : 32488 kasus
Pra peradilan : 5 kasus
Banding : 25 kasus
Kasasi : 13 kasus
Peninjauan kembali : 1 kasus

C. Wawancara
Kami melakukan wawancara terhadap seorang informan yakni
nama: M. Pandji Santosa, S.H., M.H.
latar belakang pendidikan: Hakim lulusan ilmu hukum UNS (Universitas Sebelas Maret)
pengalaman bekerja: - 13 tahun berkarier menjadi hakim
- 1 tahun di Pengadilan Negeri Depok
Sudah menangani sekitar ribuan kasus.

Hak-hak terdakwa
Awal persidangan akan dilihat pasal pada catatan dakwaan dahulu apakah ancaman
hukumnya tinggi atau tidak dan apakah terdakwa orang dewasa atau anak-anak.
Jika ancaman hukumannya tinggi maka akan ditanya terlebih dahulu kepada terdakwa saat
sidang pertama apakah kamu dalam keadaan sehat? apabila sakit maka sidang akan ditunda. Sakit
yang diderita harus bisa dipertanggungjawabkan.
Hak yang kedua hak menerima surat dakwaan. Jika belum maka jaksa penuntut umum akan
diperintahkan untuk menyerahkan surat dakwaan.
Apakah mau didampingi penasihat hukum? Jika pasal-pasal pidana ringan maka biasanya
tidak ada kewajiban bagi hakim untuk menunjuk penasihat hukum. Tapi hak akan tetap ditanyakan
kepada terdakwa. Apabila ia menginginkan penasihat hukum tetapi tidak sanggup membayar, akan
dilihat dahulu kewajiban pasal. Jika pasal ringan biasanya hanya akan diarahkan. Tetapi jika
ancaman di atas 5 tahun, perkara anak-anak, atau perkara yang menarik perhatian akan diberi
penasihat hukum oleh negara.
Hak untuk mengerti dakwaan yang dibacakan. Jika terdakwa tidak paham maka jaksa
penuntut umum wajib menjelaskan kepada terdakwa sampai mengerti.
Hak untuk mendapatkan sidang yang cepat artinya tidak bertele-tele. Lalu memilah saksi
sedikit dan secukup mungkin sesuai keyakinan jaksa supaya sidang semakin cepat.
Dalam keadaan bebas ketika diperiksa, di ruang sidang harus lepas borgol.
Hak mendapatkan salinan putusan (banding).

Penundaan Kasus
Ada karena biasanya faktor-faktor teknis:
1. Terdakwa atau jasa atau saksi tidak hadir di persidangan.
2. Tuntutan, pledoi, eksepsi belum siap.
3. Terdakwa membawa saksi yang meringankan.
Perkara pidana biasanya 90 hari sudah harus ada putusan tetapi bisa diperpanjang sesuai ketentuan
pengadilan tinggi.

Keputusan yang selama ini dibuat apakah sudah seadil mungkin?
Sudah karena pertimbangannya banyak:
1. Sumber hukum
2. Saksi
3. Fakta Hukum
4. Keyakinan terhadap permasalahan yang ada.
Yang harus dipahami dari menghukum terdakwa adalah bukan balas dendam tapi sebagai
pendidikan atau penjeraan.

Pemecatan Hakim Agung Achmad Yamanie terkait kasus manipulasi PK
Hakim Pandji enggan berkomentar dengan alasan belum ada pernyataan tepat yang
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung terkait masalah ini artinya masalah ini masih dalam status
penyelidikan.
Pada prinsipnya beliau mangatakan bahwa hakim harus berhati-hati dalam mengambil
keputusan.

Ketidakadilan hukum di Indonesia
Kami bertanya mengapa kebanyakan koruptor mendapat vonis hukuman yang ringan
sedangkan pencuria ringan mendapatkan hukuman yang berat. Hakim Pandji mengatakan bahwa
Ada historis dari Belanda di mana pencurian kecil dihukum dengan berat. KUHP yang dulu dibuat
Belanda memang ditujukan untuk kepentingan mereka. Sedangkan koruptor yang pada waktu itu
kebanyakan adalah pejabat asal Belanda di hukum ringan supaya dapat tetap mendukung tujuan-
tujuan Belanda di Indonesia sehingga kebanyakan pasal pada KUHP tidak lagi representatif.
Hukuman minimal untuk koruptor tidak lagi sesuai.
Koruptor dapat hukuman ringan karena biasanya mereka bisa mengembalikan ganti rugi dan
kerugian negara yang biasa ditaksir media massa tidak sebanyak kenyataannya. Kesulitan sampai
saat ini adalah bahwa belum ada tolak ukur yang pasti untuk sebuah keadilan. Dan terkadang
semangat menghukum masyarakatnya tinggi.

Restorative J ustice
Hakim Pandji menyatakan bahwa pada saat ini pengadilan di Indonesia sedang mencoba
sistem baru yakni restorative justice di mana semua kasus pidana tidak harus diselesaikan di
pengadilan. Untuk kasus pidana ringan maka akan diputuskan di kantor polisi langsung saat itu
juga. Hakim Pandji sendiri melihat hal ini sebagai peluang baru bagi sistem hukum di Indonesia.

Kasus salah tangkap
Ketika dimintai pendapat perihal fenomena kasus salah tangkap yang marak terjadi akhir-
akhir ini juga, Hakim Pandji mengatakan bahwa kasus salah tangkap biasanya bermula dari
kepolisian. Pengadilan bertugas untuk membuktikan penangkapan tersebut benar atau tidak.
Pengadilan bukan hanya tempat menghukum tapi juga tempat membebaskan dan
melepaskan orang-orang yang tidak bersalah jika memang terbukti si terdakwa tidak bersalah.

Diskusi Hakim dibalik pintu
Itu yang dinamakan musyawarah karena seringkali kami ingin memutus juga pada hari itu.
Maka kami sering berbisik dan di situ masih biasanya masih ada jaksa, ungkap hakim Pandji.
Kadang sesama hakim saling berbicara pada saat mendengarkan saksi juga menimbulkan
persepsi yang salah di masyarakat. Obrolan guyonan memang dilarang tapi hak kami untuk
ngobrol saat sidang tetap ada untuk menemukan putusan hukum.















BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kami menemukan hanya sedikit realita yang bersimpangan dengan apa yang tertulis di
hukum. Karena keterbatasan waktu dan tenaga, informasi yang kami peroleh pun sangat terbatas.
Awalnya kami memiliki niat untuk mewawancarai terdakwa untuk mendapatkan informasi lebih
namun sayangnya terdakwa biasa datang tepat dengan jam kuliah kami.
Setidaknya kami mampu menarik kesimpulan walaupun adanya hukum yang mengatur,
tidak menjamin pelaksanaannya sesuai di lapangan. Kadang kala ada yang menyimpang dari hukum
demi menuju ke arah kebaikan namun ada juga yang menyimpang dari hukum dengan tujuan
menyalahi hukum.
Hukum di Indonesia nampaknya lama kelamaan hanya menjadi hiasan. Harusnya kita
kembali pada tujuan awalnya hukum itu dibuat yaitu untuk menciptakan keteraturan. Sehingga akan
sedikit pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi di Indonesia.

B. Saran
Alangkah baiknya apabila:
1. Semua masyarakat Indonesia termasuk pejabat sekalipun patuh pada hukum.
2. Pemerintah membenahi sistem hukum di Indonesia.
3. Semua aparat penegak hukum kembali tegas dalam menghadapi segala kasus, termasuk
tegas terhadap dirinya sendiri.
4. Berhati-hati untuk semua petinggi hukum dalam mengambil keputusan.
5. Hendaknya masyarakat menjauhi segala perbuatan yang mengacu pada pelanggaran hukum.

Anda mungkin juga menyukai