Komisi di Indonesia sangat banyak, apa saja? lantas efektifkah?
Bidang : Hukum Administrasi Negara (HAN)
Komisi-Komisi Nasional Di Indonesia Berikut Ini akan disebutkan Komisi-komisi yang ada di Indonesia. Keberadaan komi si-komisi banyak kalangan menilai efektifitas tugas dan fungsi yang diemban oleh komisi-komisi tersebut masih cenderung belum dapat dirasakan masyarakat. Terlep as dari pada itu sangat layak apabila kita tahu mengenai komisi-komisi yang ada di Indonesia. Dengan mengetahuinya diharapkan kita sebagai masyarakat paling tid ak dapat menilai apakah keberadaan komisi-komisi tersebut saat ini sudah dapat d irasakan manfaatnya. Karena satu hal yang penting keberadaan komisi cukup sangat menguras keuangan negara, oleh karena itu sebagai masyarakat kita layak untuk t ahu komisi-komisi ada saat ini malaksanakan tugas dan fungsi yang berkaitan deng an apa saja, hal ini penting agar kelak dapat menilai apakah telah ada nilai yan g berarti yang dapat dirasakan atas keberadaan komisi itu sendiri. Komisi-Komisi tersebut anatara lain: v Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) Dasar Hukum : Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993 Ketua : Ifdhal Hakim v KPAI (Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia), atau juga dikenal sebagai Komnas Anak Dasar Hukum : Keppres 77/2003 dan pasal 74 UU No. 23 Tahun 2002 dalam rangka untuk meningkatk an efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia Ketua : Hadi Supeno v KPU (Komisi Pemilihan Umum) Dasar Hukum : - KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999 yang berisikan 53 orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah dan Partai Politi k dan dilantik oleh Presiden BJ Habibie. - KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001 yang b erisikan 11 orang anggota yang berasal dari unsur akademis dan LSM dan dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April 2001. - KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan Keppres No 101/P/2007 yan g berisikan 7 orang anggota yang berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, p eneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsulbahri yang ur ung dilantik Presiden karena masalah hukum - undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu - Ketua : Prof. Dr. H. A. Hafiz Anshary AZ, MA v Komnas Perempuan (Komisi Nasional Perempuan), juga disebut sebagai Komisi Nas ional Perlindungan terhadap Perempuan Dasar Hukum : Keputusan Presiden No. 181/1998, tanggal 15 Oktober 1998 dan diperbaharui denga n Peraturan Presiden No.65/2005. Ketua : Yuniyanti Chuzaifah v Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional) Dasar Hukum : Peraturan Komisi kepolisian Nasional Nomor 1 TAHUN 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kepolisian Nasional Ketua : MENKO POLHUKKAM, DJOKO SUYANTO, S.IP. v KY (Komisi Yudisial) Dasar hukum : - Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24 - Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 3 4 - Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Ketua : M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. v KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Dasar Hukum : - Undang-undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan P ersaingan Usaha Tidak Sehat - Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persai ngan Usaha, Ketua : Mokhamad Syuhadhak v Komisi Kejaksaan Dasar Hukum : - Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indon esia, Pasal 38. - Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2005 Tentang Kom isi Kejaksaan R.I. - Peraturan Jaksa Agung R.I Nomor : PER-071/A/JR/08/2006 Tentang Organi sasi dan Tata Kerja Sekretariat. Ketua : Amir Hasan Ketaren, SH v KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Dasar Hukum : - Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Ko rupsi - Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang B ersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme - Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K orupsi - Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyar akat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi - Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K orupsi - Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak P idana Korupsi - Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang - Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sum ber Daya Manusia KPK Ketua : Tumpak Hatorangan Panggabean (Plt Ketua), Mas Achmad Santosa (Plt), Wal uyo (Plt Wakil Ketua) v Komisi Ombudsman Dasar Hukum : - Ketetapan MPR No: VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Ne gara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme, Pasal 2. - Undang-Undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional ( Propenas) - Keppres No. 44 Tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional - Undang-Undang Republik Indonesia nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsma n Republik Indonesia Ketua : Antonius Sujata, SH v KHN (Komisi Hukum Nasional) Dasar Hukum : Keputusan Presiden No 15/2000 Tentang Komisi Hukum Nasional, pada tanggal 18 Feb ruari 2000 Ketua : J.E. Sahetapy v Komnas FPBI (Komisi Nasional Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza, Komisi Nasional Flu Burung) Dasar Hukum : Peraturan Presiden Republik Indonesia No 7 tahun 2006 tentang Komite Nasional Pe ngendalian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Inf luenza, pada 13 Maret 2006 Ketua : Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakya Aburizal Bakrie v Komnas LANSIA (Komisi Nasional Lanjut Usia) Dasar Hukum : - Pasal 25 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lans ia - Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia Ketua : H. Bachtiar Chamsyah, SE (Ketua I), Dra. Hj. Inten Soeweno (Ketua II) v KPI (Komisi Penyiaran Indonesia ) Dasar Hukum : - Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 - Surat Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi No. 51 A/KEP/M.KOMIN FO/8/2004 tentang organisasi dan tata kerja sekretariat Komisi Penyiaran Indones ia Pusat dengan tingkat eselon 2a Ketua : Ir. Oemar Edi Prabowo, MM v Komisi Konstitusi Dasar Hukum : -Ketetapan MPR Nomor 1/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi Konstitusi Keputusan Nomor 4/MPR/2003 tentang Kedudukan Komisi Konstitusi Ketua : Prof. Dr. H. R. Sri Soemantri M, SH v Komisi Pendidikan Nasional Dasar Hukum : Ketua : v Komisi Informasi Dasar Hukum : - Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publi k (UU KIP) - Keputusan Presiden No 48/P tahun 2009 tentang penetapan keanggotaan Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) tertanggal 2 Juni 2009 Ketua : Ahmad Alamsyah Saragih v Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Dasar Hukum : - Undang-Undang No.27/2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Ketua : Uskup Agung Desmond Tutu v Komisi Pengawas Penyeleggaraan Haji Dasar Hukum : - Pasal 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ib adah Haji - Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2010 tentang Tat a Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Komisi Pengawasan Haji Indonesia Ketua: Menteri Agama, Suryadharma Ali v Komisi Independen Pengusutan Tindak Kekerasan di Aceh Dasar Hukum : - Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 1999 Tentang Kom isi Independen Pengusutan Tindak kekerasan Dia Aceh Ketua : H. Mohd. Salim, S.H. OMBUDSMAN Pasal 6 Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggara kan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah te rmasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Dae rah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang dibe ri tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu. Pasal 7 Ombudsman bertugas: a. menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; b. melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan; c. menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsma n; d. melakukan investigasi atas prakarsa sendiriterhadap dugaan Maladministrasi da lam penyelenggaraan pelayanan publik; e. melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemeri ntahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan; f. membangun jaringan kerja; g. melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan pu blik; dan h. melakukan tugas lain yang diberikan oleh undangundang. Bagian Kedua Wewenang Pasal 8 (1) Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pa sal 7, Ombudsman berwenang: a. meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, ata u pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman; b. memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan; c. meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan da ri instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor; d. melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan; e. menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pih ak; f. membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan; g. demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi. (2) Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman berwenang: a. menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggar a Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik; b. menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Pe rwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan pe raturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Mala dministrasi. Pasal 9 Dalam melaksanakan kewenangannya, Ombudsman dilarang mencampuri kebebasan hakim dalam memberikan putusan. Pasal 10 Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan BAB VI LAPORAN Pasal 23 (1) Setiap warga negara Indonesia atau pendudukberhak menyampaikan Laporan kepad a Ombudsman. (2) Penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya atau imbalan dalam bentuk apa pun. Pasal 24 (1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) harus memenuhi persyara tan sebagai berikut: a. memuat nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat lengkap Pelapor; b. memuat uraian peristiwa, tindakan, atau keputusan yang dilaporkan secara rinc i; dan c. sudah menyampaikan Laporan secara langsung kepada pihak Terlapor atau atasann ya, tetapi Laporan tersebut tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya. (2) Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas Pelapor dapat dirahasiakan. (3) Peristiwa, tindakan atau keputusan yang dikeluhkan atau dilaporkan sebagaima na dimaksud pada ayat (1) belum lewat 2 (dua) tahun sejak peristiwa, tindakan, a tau keputusan yang bersangkutan terjadi. (4) Dalam keadaan tertentu, penyampaian Laporan dapat dikuasakan kepada pihak la in. BAB VII TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENYELESAIAN LAPORAN Pasal 25 (1) Ombudsman memeriksa Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. (2) Dalam hal Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kekurangan, Om budsman memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor untuk melengkapi Laporan. (3) Pelapor dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tangg al Pelapor menerima pemberitahuan dari Ombudsman harus melengkapi berkas Laporan. (4) Dalam hal Laporan tidak dilengkapi dalam waktu ebagaimana dimaksud pada aya t (3), Pelapor dianggap mencabut Laporannya. Pasal 26 (1) Dalam hal berkas Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dinyatakan leng kap, Ombudsman segera melakukan pemeriksaan substantif. (2) Berdasarkan hasil pemeriksaan substantive sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Ombudsman dapat menetapkan bahwa Ombudsman: a. tidak berwenang melanjutkan pemeriksaan; atau b. berwenang melanjutkan pemeriksaan. Pasal 27 (1) Dalam hal Ombudsman tidak berwenang melanjutkan pemeriksaan sebagaimana dima ksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a, Ombudsman memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal hasil pemeriksa an ditandatangani oleh Ketua Ombudsman. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memuat saran kepada P elapor untuk menyampaikan Laporannya kepada instansi lain yang berwenang. Pasal 28 (1) Dalam hal Ombudsman berwenang melanjutkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud d alam Pasal 26 ayat (2) huruf b, Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan dapat: a. memanggil secara tertulis Terlapor, saksi, ahli, dan/atau penerjemah untuk di mintai keterangan; b. meminta penjelasan secara tertulis kepada Terlapor; dan/atau c. melakukan pemeriksaan lapangan. (2) Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada a yat (1) dapat melihat dokumen asli dan meminta salinan dokumen yang berkaitan dengan pem eriksaan. Pasal 29 (1) Dalam memeriksa Laporan, Ombudsman wajib berpedoman pada prinsip independen, nondiskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya. (2) Selain prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman wajib mendengar kan dan mempertimbangkan pendapat para pihak serta mempermudah Pelapor dalam menyampaika n penjelasannya. Pasal 30 (1) Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan wajib menjaga kerahasiaan, kecuali dem i kepentingan umum. (2) Kewajiban menjaga kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak gugur setelah Ombudsman berhenti atau diberhentikan dari jabatannya. Pasal 31 Dalam hal Terlapor dan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a telah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan a lasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indon esia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa. Pasal 32 (1) Ombudsman dapat memerintahkan kepada saksi, ahli, dan penerjemah mengucapkan sumpah atau janji sebelum memberikan kesaksian dan/atau menjalankan tugasnya. (2) Bunyi sumpah/janji yang diucapkan oleh saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: Demi Allah/Tuhan saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan sungguh- sungguh menyata kan Kebenaran yang sebenar-benarnya mengenai setiap dan seluruh keterangan yang saya berikan. (3) Bunyi sumpah/janji yang diucapkan oleh ahli dan penerjemah sebagaimana dimak sud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: Demi Allah/Tuhan saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan tugas saya dengan tidak memihak dan bahwa saya akan melaksanakan tugas saya secara profesional dan dengan sejujur-jujurnya. Komisi-Komisi Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Kita Amandemen yang dilakukan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 membawa implikasi pad a perubahan sistem ketatanegaraan kita, hal tersebut bisa kita lihat apabila kit a mengamati pemilahan pada lembaga negara yang ada. Ambil contoh; bila sebelum a mandemen, kita mengenal adanya lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negar a, maka setelah amandemen, dikotomi tersebut sirna, demikian juga kita mengalami penambahan beberapa lembaga, yang semula belum kita kenal keberadaannya, namun pasca perubahan/amandemen UUD 1945, lembaga-lembaga tersebut muncul. Secara sederhana sistem ketatanegaraan kita dapat saya deskripsikan sebagai beri kut; 1. Lembaga Negara (LN) Institusi ini eksistensinya termaktub dalam UUD 1945, dia ntaranya: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Makhkamah Agung (MA), Makhkamah Konstitu si (MK), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta Komisi Yudisial (KY), saya pe rnah menginventarisir perbedaan penafsiran antara Baharudin Aritonang (Anggota B PK) dan Jimly Asshidiqi (yang waktu itu menjabat sebagai ketua Makhkamah Konstit usi) yang berbeda pendapat antara menurut Baharudin KY sejajar dengan lembaga-le mbaga negara di atas, namun menurut Jimly tidak sejajar. Kemudian kita juga mend apati Bank Indonesia (BI) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam UUD juga dicantu mkan, untuk kemudian pengaturannya di-breakdown ke dalam bentuk Undang-Undang, k husus untuk KPU, di dalam Undang-Undang Dasar ditulis dengan huruf kecil, yaitu komisi pemilihan 2. Lembaga Pemerintahan, yang secara umum bisa didefinisikan sebagai salah satu institusi kelengkapan negara, dengan fungsi utama menjalankan pemerintahan, eksi stensinya termaktub dalam UUD 1945, kemudian dibreakdown ke dalam Peraturan Peme rintah dan Keputusan Presiden, adapun bentuk lembaganya secara garis besar dibag i menjadi dua, yaitu; A. Kementrian Negara, yang berjumlah 36 kementrian, baik yang level departemen maupun non departemen (seperti misalnya Kementrian Pemuda dan Olah Raga) B. Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND), diidentifikasi ada sekitar 25, contoh lembaga-lembaga tersebut seperti; Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPPOM), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), BPPT, BATAN, BAP ETEN, BAKOSURTANAL, BPHN. Lembaga-lembaga tersebut bertanggung jawab kepada Pres iden. 3. Lembaga Kuasi Negara, Adalah lembaga yang dibentuk sebagai salah satu cara gu na menangani masalah-masalah tertentu sesuai bidangnya. Oleh Baharudin Aritonang didefinisikan sebagai; Lembaga masyarakat yang diformalkan sehingga mengambil p eran kewenangan negara dalam bidang masing-masing, dengan kata lain Lembaga Kuas i Negara, atau State Auxalary Bodies, yaitu Lembaga yang dibentuk atau didirikan untuk menangani masalah-masalah khusus sesuai dengan spesifikasinya, yang pada umumnya pendiriannya merupakan sebuah reaksi atas ketidakmampuan institusi yang ada menangani masalah tersebut, struktur dan cara kerja lembaga tersebut bersifa t independen, meskipun demikian supratruktur dan infrastrukturnya disediakan ole h negara. Pada hakikatnya, lembaga kuasi negara merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kemudian diformalkan menjadi Lembaga Negara, kita bisa melihat hal tersebu t, sebagai sample; adalah sebuah lembaga perlindungan anak yang ada di Jepang, s emula lembaga tersebut merupakan sebuah LSM, namun karena kinerja dan eksistensi nya sangat bermakna bagi pemerintah dan masayarakat, maka kemudian lembaga terse but diformalkan menjadi lembaga negara. Di Indonesia, secara umum, yang mendasari pembentukan lembaga ini ada dua alasan ; 1. Karena tidak adanya lembaga dalam struktur resmi kenegaraan kita yang secara spesifik menangani masalah tersebut, seperti misalnya; Komnas HAM, yang dibentuk sebagai komisi negara pertama yang dibentuk, disampaing sebagai bentuk akomodas i terhadap mengemukanya dorongan wacana penegakan Hak Asasi Manusia, juga dikare nakan tidak adanya lembaga yang secara spesifik menangani masalah Hak Asasi Manu sia. 2. Sebagai salah satu kanal bagi terciptanya/terselenggaranya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, hal tersebut didasari pada realitas bahwa beberapa lembaga negara dan pemerintahan yang ada belum mampu menjalankan perannya secara optima l, misalnya Komisi Pemilihan Umum dibentuk sebagai alternatif penanganan kasus-k asus korupsi yang sedemikian parah di negeri ini, sebab aparat hukum yang ada (s eperti Kepolisian dan Kejaksaan) dianggap tidak mampu menangani masalah tersebut . Dasar Hukum Lembaga-lembaga tersebut beragam; ada yang berdasarkan Undang-Undang Dasar seperti misalnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), Undang-Undang seperti misla nya Komnas HAM, PP, Perpres, Kepmen s Adapun nama lembaga Kuasi Negara tidak selalu Komisi, namun ada juga yang nama L embaga, contoh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Bila diilustrasikan dalam bentuk denah, maka tampilannya seperti di bawah ini; 1. Lembaga Negara ? DPR, DPD, MPR, Presiden, MA, MK, KY, BI, KPU (Eksistensisnya merupakan amanah dari UUD 1945, sementara teknis pen gaturan operasionalnya dituangkan dalam bentuk Undang-Undang. 2. Lembaga Pemerintah ? Kementrian Negara (Baik yang berbentuk,Menko, Departemen , maupun Non-Departemen), jumlahnya ada 36. Lembaga Pemerintah Non Departemen (L PND) ada 25; BIN, BPN, BKPN, BPKP, Badan POM, LIPI, BPPT, BATAN, BAPETEN, BAKOSU RTANAL, BPHN. 3. Lembaga Kuasi Negara ? Komisi-Komisi (Negara) yang saya maksud, ada-pun dasar pendiriannya ada yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar (UUD), UU, Perpres, Kepress dan Kepmen. Adapun jumlah Komisi Negara yang ada sampai saat ini adalah; 1. Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) 2. KPAI (Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia), atau juga dikenal sebagai Komnas Anak 3. KPU (Komisi Pemilihan Umum) 4. Komnas Perempuan (Komisi Nasional Perempuan), juga disebut sebagai Komisi Nas ional Perlindungan terhadap Perempuan 5. Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional) 6. KY (Komisi Yudisial) 7. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) 8. Komisi Kejaksaan 9. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) 10. Komisi Ombudsman 11. KHN (Komisi Hukum Nasional) 12. Komnas FPBI (Komisi Nasional Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza, Komisi Nasional Flu Burung) 13. Komnas LANSIA (Komisi Nasional Lanjut Usia) 14. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia ) 15. Komisi Konstitusi 16. Komisi Pendidikan Nasional 17. Komisi Informasi 18. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi 19. Komisi Pengawas Penyeleggaraan Haji 20. Komisi Independen Pengusutan Tindak Kekerasan di Aceh Selain yang disebutkan di atas, masih ada lagi lembaga Kuasi Negara yang keduduk annya sejajar dengan Komisi-Komisi Negara, namun berbeda namanya, diantaranya; 1. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban 2. Konsil Kedokteran Indonesia 3. Komite Nasional Keselamatan Trasnportasi (KNKT) 4. Komite Olah Raga Nasional Indonesia 5. Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) 6. Komite Antar Depertemen Bidang Kehutanan 7. Komite Penilaian Independen 8. Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) 9. Komite Standard Nasional Untuk Satuan Ukuran 10. Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak 11. Komite Penanganan Perdagangan Indonesia 12. Komite Anti Dumping Indonesia Kemudian ada sejumlah lembaga yang namanya berbeda, yaitu menyandang nama Dewan, namun berbeda dari Dewan Perwakilan Rakyat, namun memiliki fungsi yang hampir s ama dengan beberapa lembaga yang tersebut di atas, lembaga-lembaga tersebut dian taranya adalah; 1. Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) 2. Dewan Pers 3. Dewan Maritim Indonesia 4. Dewan Gula Nasional 5. Dewan Ketahanan Pangan 6. Dewan Buku Nasional 7. Dewan Penerbangan Antariksa Nasional 8. Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia 9. Dewan Riset Nasional 10. Dewan Ketahanan Nasional 11. Dewan Pengarah LEMHANAS 12. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Kita juga menemukan sejumlah insititusi negara/pemerintah, yang merupakan penamb ahan dari sekian banyak yang sudah ada, diantaranya adalah; 1. Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Penyandang Caca t 2. Lembaga Sensor Film 3. Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum 4. Badan Akreditasi Nasional, Perguruan Tinggi 5. Badan Akreditasi Nasional, Sekolah/Madrasah 6. Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal 7. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (LAPINDO?) 8. Badan Pengembangan KAPET 9. Badan Narkotika Nasional 10. Bakornas PBP 11. Badan Pengelolaan Geloran Bung Karno 12. Badan Pengelola Kawasan Kemayoran 13. Badan Pertanahan Nasional 14. Badan Pengelola PUSPITEK 15. Badan Pertimbangan Perfilman Nasional 16. Badan Nasional Sertifikasi Profesi 17. Badan Koordinasi Penempatan TKI Sebagian kalangan memandang bahwa jumlah Lembaga Kuasi Negara/ Komisi-Komisi Neg ara tersebut terlalu banyak, sehingga bukan saja merupakan cerminan buruk birokr asi di negeri ini, realitas tersebut juga berimplikasi pada kurang efesiennya an ggaran yang harus dikeluarkan oleh pemerintah.