Anda di halaman 1dari 22

1

A. DEFINISI
Beberapa pengertian tentang bayi berat lahir rendah (BBLR), menurut
pantiawati (2010, h.1) mengatakan BBLR adalah bayi dengan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram.
BBLR merupakan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa kehamilan, sedangkan menurut Surasmi et all (2003, h.30)
mengatakan BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama
dengan 2500 gram.
Low birthweight has been defined by the World Health Organization (WHO) as
weight at birth of less than 2,500 grams (5.5 pounds) (Unicef & WHO 2004, h.1).
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat
kelahiran kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram). (FKUI. Hal : 1051)
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong. Hal : 423)
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah suatu istilah yang dipakai bagi bayi
prematur, atau low birth weight, atau sering disebut bayi dengan berat badan lahir
rendah. Hal ini dikarenakan tidak semua bayi lahir dengan berat badan kurang dari
2.500 gram bukan bayi prematur (WHO. 1961)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa BBLR adalah bayi
yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram tanpa memandang
masa kehamilannya.

B. ETIOLOGI
1. Preamaturitas Murni
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur (Pantiawati
2010,h.4). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan BBLR menurut pantiawati
(2010, hh.4-5) dan Surasmi et all (2003, hh.31-32) antara lain sebagai berikut :
1. Faktor Ibu
a. Penyakit
penyakit yang yang berpengaruh seperti toksemia gravidarum (Preeklamsia dan
ekslamsia), perdarahan antepartum, trauma fisik, diabetes melitus, tumor,
penyakit akut dan kronis.
2


b. taruma pada masa kehamilan antara lain fisik (misal jatuh) dan psikologis
(stres)
c. ibu dengan faktor BBLR sebelumnya.
d. usia ibu
usia yang dapat beresiko terjadinya BBLR diantaranya usia kurang dari 16
tahun dan usia lebih dari 35 tahun, dan ibu dengan multigravida yang jarak
kelahirannya terlalu dekat.
e. keadaan sosial
keadaan sosial yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR adalah golongan
sosial ekonomi rendah dan perkawinan yang tidak sah, keadaan gizi yang
kurang baik, mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat, dan
pengawasan antenatal yang kurang.
f. sebab lain
sebab lain yang dapat berpengaruh pada BBLR adalah ibu yang perokok,
peminum alkohol dan pemakai narkotik.

2. faktor janin
a. hidramnoin.
b. kehamilan ganda
c. ketuban pecah dini
d. cacat bawaaan
e. infeksi (rubeolla, sifilis, toksoplasmosis)
f. insufisiensi plasenta
g. inkopantibilitas darah ibu dan janin

3. Faktor plasenta
a. plasenta previa
b. solusio plasenta
c. sindrom transfusi bayi kembar (sindrom parabiotik)
d. tumor (molahidatidosa)
e. luas permukaan berkurang
f. adanya plasentitis villus (bakteri, virus, dan parasit)

3


2. Dismaturitas
Menurut Renfield (1975) IUGR dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Proportionate IUGR
Janin yang menderita distres yang lama dimana gangguan pertumbuhan
terjadi berminggu-minggu sampai berbulan bulan sebelum bayi lahir sehingga
berat,panjang dada lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi
keseluruhannya masih dibawah masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak
menunjukkan adanya Wasted oleh karena retardasi pada janin terjadi sebelum
terbentuknya adipose tissue.
2. Disporpotionate IUGR
Terjadi karena distres subakut gangguan terjadi beberapa minggu
sampai beberapa hari sampai janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar
kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak
Wasted dengan tanda tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit , kulit
kering keriput dan mudah diangkat bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.

Faktor Faktor yang mempengaruhi BBLR pada Dismatur :
1. Faktor ibu : Hipertensi dan penyakit ginjal kronik, perokok, pendrita penyakit
diabetes militus yang berat, toksemia, hipoksia ibu, (tinggal didaerah
pegunungan , hemoglobinopati, penyakit paru kronik ) gizi buruk, Drug abbuse,
peminum alcohol.
2. Faktor utery dan plasenta : Kelainan pembuluh darah, (hemangioma) insersi tali
pusat yang tidak normal, uterus bicornis, infak plasenta, tranfusi dari kembar
yang satu kekembar yang lain, sebagian plasenta lepas.
3. Faktor janin : Gemelli, kelainan kromosom, cacat bawaan, infeksi dalam
kandungan, (toxoplasmosis, rubella, sitomegalo virus, herpez, sifillis).
4. Penyebab lain : Keadaan sosial ekonomi yang rendah, tidak diketahui

C. KLASIFIKASI
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang BB lahirnya
kurang dari 2500 gram. Berdasarkan pengertian di atas maka bayi berat lahir rendah
dapat dibagi menjadi 2 golongan:
4


1. Prematuritas murni
Bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai
berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut
Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan (NKBSMK).
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam paterm, term, dan posterm. Dismatur
ini dapat juga Neonatus Kurang Bulan Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB-
KMK). Neonatus Cukup Bulan Kecil Masa Kehamilan (NCB-KMK),
Neonatus Lebih Bulan Kecil Masa Kehamilan(NLB-KMK).

D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Proverawati (2010, h.2) mengatakan bahwa tanda dan gejala dari
BBLR, menunjukkan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaannya
lemah :
1. Fisik.
a. bayi kecil
b. pergrakan kurang dan masih lemah
c. kepala lebih besar dari pada badan
d. berat badan < 2500 gram
e. panjang < 45 cm
f. lingkar dada < 30 cm
g. lingkar kepala < 33 cm

2. Kulit dan kelamin
a. kulit tipis dan transparan
b. lanugo banyak
c. rambut halus dan tipis
d. genitalia belum sempurna

3. Sistem syaraf
a. refleks moro
b. refleks menghisap, menelan, batuk belum sempurna
5


4. Sistem muskuloskeletal
a. axifikasi tengkorak sedikit
b. ubun-ubun dan satura lebar
c. tulang rawan elastis kurang
d. otot-otot masih hipotonik
e. tungkai abduksi
f. sendi lutut dan kaki fleksi
g. kepala menghadap satu jurusan

5. Sistem pernafasan
a. pernafasan belum teratur sering apnoe
b. frekwensi nafas bervariasi
c. nadi 100-140 x/menit

E. PATOFISIOLOGI
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral,
seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir
kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap
hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR
memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar 108
kkal/kg/hari3. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi
antara isap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi
pneumonia, belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu.
Penundaan pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi
preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan.
Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang
diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm.
Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan
lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar
kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja
bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan
mengganggu makanan secara oral. Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya
6


permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada
jaringan bawah kulit memberikan insulasi.

a. Prematuritas murni.
Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan
mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau
disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan ( NKB- SMK).
Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan makin
tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Melalui pengelolaan yang optimal dan
dengan cara yang kompleks serta menggunakan alat-alat yang canggih,
beberapa sangguan yang berhubungan dengan prematuritas dan dapat diobati,
sehingga ejala sisa yang mungkin diderita dikemudian hari dapat dicegah atau
dikurangi. Bayi prematuritas murni digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu:
1) Bayi yang sangat prematur (extremely premature): 24-30 minggu. Bayi
dengan masa gestasi 24-27 minggu masih sangat sukar hidup terutama di
negara yang belum atau sedang berkembang. Bayi dengan masa gestasi 28-30
minggu masih mungkin dapat hidup dengan perawatan yang sangat intensif.
2) Bayi pada derajat prematur yang sedang (moderately premature) : 31-36
minggu. Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari
pada golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya di kemudian hari
juga lebih ringan, asal saja pengelolaan terhadap bayi ini benar-benar intensif.
3) Borderline premature: masa gestasi 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat-
sifat prematur dan matur. Biasanya beratnya seperti bayi matur dan dikelola
seperti bayi matur, akan tetapi sering timbul problematika seperti yang
dialami bayi prematur, misalnya sindrom gangguan pernapasan,
hiperbilirunemia, daya hisap yang lemah dan sebagainya, sehingga bayi harus
diawasi dengan seksama.

b. Dismaturitas.
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term.
Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan Kecil untuk Masa
7


Kehamilan (NKB- KMK) Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan
(NCB-KMK), Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB- KMK).

F. PATHWAY

8


G. KOMPLIKASI

Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain :
Hipotermia
Hipoglikemia
3. Gangguan cairan dan elektrolit
4. Hiperbilirubinemia
5. Sindroma gawat nafas
6. Paten duktus arteriosus
7. Infeksi
8. Perdarahan intraventrikuler
9. Apnea of Prematurity
10. Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir
rendah (BBLR) antara lain :
1. Gangguan perkembangan
2. Gangguan pertumbuhan
3. Gangguan penglihatan (Retinopati)
4. Gangguan pendengaran
5. Penyakit paru kronis
6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

H. PEMERIKSAAN FISIK dan PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. PEMERIKSAAN FISIK
a. Reflek misalkan moro, menggenggam, dan menghisap.
b. Tonus Aktivitas
c. Kepala
d. Mata
e. THT (telinga dan mulut)
f. Abdomen
g. Toraks
h. Paru-paru
9


i. Jantung
j. Ekstermitas
k. Umbilikus
l. Genetalia
m. Anus
n. Spina
o. Kulit
p. Suhu

2. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis ).
b. Hematokrit ( Ht ) : 43%- 61 % ( peningkatan sampai 65 % atau lebih
menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau
hemoragic prenatal/perinatal ).
c. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan
anemia atau hemolisis berlebihan ).
d. Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan
12 mg/dl pada 3-5 hari.
e. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran
rata-rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
f. Pemantauan elektrolit ( Na, K, Cl ) : biasanya dalam batas normal pada
awalnya.
g. Pemeriksaan Analisa gas darah (Sitohang 2004, h.5).

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada BBLR menurut Pantiawati (2010, hh.55 56)
dan Proverawati at all (2010, hh.31-35) antara lain:
a. Medikamentosa
pemberian vitamin K
1
dengan cara injeksi IM 1 mg atau peroral 2 mg sekali
pemberian, atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir 3-10 hari dan umur 4-6 minggu)
(Pantiawati 2010, h.55).

10


b. Pemberian, Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan
pilihan asupan nutrisi, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan
kebutuhan bayi BBLR. Asupan nutrisi misalnya air susu ibu (ASI) merupakan
pilihan pertama jika bayi mampu menghisap. ASI merupakan makanan paling
utama sehingga ASI didahulukan untuk diberikan. ASI juga dapat dikeluarkan dan
diberikan pada bayi yang tidak bisa untuk menghisap. Bila faktor menghisapnya
kurang, ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok secara perlahan atau
dengan memasang sonde ke lambung (Proverawati 2010, h.33).
Pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan
khususnya untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam
usus. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat untuk menghisap dan sianosis
ketika minum dapat melalui botol atau menete pada ibunya dengan melalui
nasogastrik tube (NGT). Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan
kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam
dilakukan pada bayi dengan berat badan yang lebih rendah. Alat pencernaan bayi
belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang (Proverawati
2010, h.33).

c. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Pada bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas dan menjadi
hipotermia, karena pengaturan pusat panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi
prematur hauis dirawat di dalam inkubator, sehingga panas badannya mendekati
dalam rahim.
BBLR dirawat dalam inkubator yang modern dilengkapi dengan alat
pengatur suhu dan kelembabannya agar bayi dapat mempertahankan suhu
tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur.
Pemberian oksigen untuk mengurangi bahaya hipoksia dan sirkulasi yang
tidak memuaskan harus berhati-hati agar tidak terjadi hiperoksia yang dapat
menyebabkan hiperoplasia retrorental dan fibroplasis paru. bila mungkin
pemberian oksigen dilakukan melalui tudung kepala dengan alat CPAP (continues
11


positif airway preasurre) atau dengan endotrakeal untuk pemberian konsentrasi
oksigen yang aman dan stabil.

d. Pencegahan infeksi
bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk
apapun. digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan
luka tali pusst, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptik dan aseptik alat-
alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien, mengatur kunjungan
menghindari perawatan yang terlalu lama dan pemberian antibiotik yang tepat.
bayi prematur mudah sekali terinfeksi, karena daya tahan tubuhnya masih lemah,
kemampuan leokosit masih kurang, dan pembentukan antibody belum sempurna.
oleh karena itu upaya preventif dapat dilakukan sejak pengawasan antenatal
sehingga tidak terjadi BBLR.

e. Penimbangan berat badan
perubahan berat badan mencerminkan kondisi nutrisi bayi dan eratnya
kaitannya dengan daya tahan tubuh oleh karena itu penimbangan berat badan
harus dilakukan dengan ketat.

f. Pemberian oksigen
ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi BBLR
akibatnya tidak adanya alveoli dan surfaktan. konsentrasi O2 yang diberikan
sekitar 30 35%. konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa panjang akan
menyebabkan kerussakan pada jaringan retina bayi dan dapat menimbulkan
kebutaan.

g. Pengawasan jalan nafas
jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring, trakhea, alveoli,
bronkhiolus, bronkheolus respiratorius dan duktus alveolus ke alveoli.
terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan kematian.



12


J. PENCEGAHAN BBLR
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan :
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun
kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko,
terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat
dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih
mampu.
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim,
tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar
mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik.
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi
sehat (20-34 tahun).
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan
pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses
terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil.

K. PENDIDIKAN KESEHATAN
Pendidikan yang dapat diberikan pada klien dan keluarga klien adalah
1. Breast Care
merupakan suatu tindakan dengan melakukan beberapa pemijatan, menjaga
kebersihan serta tindakan-tindakan pada kelainan payudara, sehingga tidak
mengalami kesulitan pada saat menyusui.
a. Tahap-tahap cara perawatan payudara
1) Langkah-langkah membersihkan puting susu meliputi :
a) Ibu duduk bersandar
b) Buka pakaian atas
c) Letakan handuk di bawah payudara
d) Kapas dibasahi dengan baby oil
e) Kedua puting susu dibasahi dengan kapas yang sudah dibasahi dengan
baby oil selama 3-4 menit.
f) kapas digosok-gosok di sekitar puting susu untuk mengangkat kotoran
g) Kedua tangan dibasahi dengan baby oil dan lakukan pemijatan
13


2) Cara-cara pemijatan pada perawatan payudara
a) Tuangkan minyak atau baby oil secukupnya.
b) Kedua telapak tangan berada di antara kedua belah payudara lalu
diurut dari atas ke samping lalu kebawah dan menuju ke puting susu
dengan mengangkat payudara perlahan-lahan, pemijatan dilakukan 30
kali.
c) Telapak tangan kiri menyokong payudara sebelah kiri dan tangan
kanan dengan sisi kelingking mengurut payudara mulai dari pangkal
dada kearah puting susu, demikian dengan payudara sebelah kanan
dan dilakukan sebanyak 30 kali.
d) Sokong payudara kiri dengan tangan kiri, payudara kanan dengan
tangan kanan, 2 atau 3 jari tangan berlawanan membuat pemutaran
sambil ditekan, dari pangkal payudara dan berakhir pada puting susu,
setiap payudara kali gerakan.

3) Pengompresan pada cara perawatan payudara
Pengompresan pada cara perawtan payudara adalah kompreslah payudara
dengan waslap dingin selama 5 menit, sekalian untuk membersihkan
payudara dari minyak.

2. Memeras ASI
Manfaat memeras ASI adalah
a. Mengurangi bengkak pada payudara.
b. Mengurangi sumbatan atau ASI statis.
c. Sambil diberi ASI perah, bayi belajar menyusu dari puting yang terbenam.
d. Bayi yang mengalami kesulitan dalam koordinasi menyusu, dapat diberi ASI
perah terlebih dahulu.
e. Bayi yang menolak menyusu, dapat diberi ASI perah dulu, sambil belajar
menyukai proses menyusu.
f. Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yang tidak bisa menyusu,
dapat diberi ASI perah.
g. Bayi yang sakit dapat diberi ASI perah, ketika tidak mendapat ASI yang
cukup dari kegiatan menyusu langsung pada ibu.
14


h. Mempertahankan pasokan ASI ketika bayi atau ibunya sakit.
i. Ketika ibu bekerja, bayi tetap mendapat ASI yang diperah.
j. Mencegah ASI menetes ketika ibu jauh dari bayinya.
k. Membantu bayi melekat pada payudara yang penuh.
l. Memberi ASI langsung ke mulut bayi, dengan cara diperah.
m. Mencegah puting dan areola menjadi kering dan lecet.
L. PENGKAJIAN
1. Riwayat Maternal
1. Umur ibu dalam resiko kehamilan ( < 16 thn atau > 35 thn)
2. Kehamilan ganda ( gemeli)
3. Status ekonomi rendah, malnutrisi dan ANC kurang
4. Adanya riwayat kelahiran prematur sebelumnya
5. Infeksi: TORCH, penyakit kelamin dll
6. Kondisi kehamilan: toksemia gravidarum, KPD, plasenta previa dll
7. Penggunaan Narkoba, alkohol, rokok
2. Riwayat Kelahiran
1. Gestasi : 24- 37 minggu
2. BB : < 2500 gram
3. APGAR SKORE
3. Sistem kardiovaskuler
1. HR : 120-160 x/menit
2. Saat lahir mungkin terdapat murmur: indikasi adanya shunt ke kiri dan tekanan
paru yang masih tinggi atau adanya atelektasis
4. Sistem gastrointestinal
1. Abdomen menonjol
2. Pengeluaran mekonium: 12-24 jam
3. Refleks hisap lemah, koordinasi mengisap dan menelan lemah
15


4. Anus: paten, jika tidak pertanda kelainan kongenital
5. Berat badan kurang 2500 gram
5. Sistem integumen
1. Kulit: pucat, sianosis, ikterik, kutis marmorata atau kemerahan
2. Kulit tipis, transparan, halus dan licin
3. Verniks caseosa sedikit dengan lanugo banyak
4. Terdapat edema umum atau lokal
5. Kuku pendek
6. Rambut sedikit dan halus
7. Garis tangan sedikit dan halus
6. Sistem muskuloskeletal
1. Tulang rawan telinga (Cartilago ear) belum berkembang, telinga halus dan lunak
2. Tulang kepala dan tulang rusuk lunak
3. Reflek kurang dan letargi
7. Neuroensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala besar
dalam hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakan, fontanel
mungkin besar atau terbuka lebar. Edema kelopak mata umum terjadi, mata
mungkin merapat (tergantung usia gestasi).
Refleks tergantung pada usia gestasi ; rooting terjadi dengan baik pada gestasi
minggu 32; koordinasi refleks untuk menghisap, menelan, dan bernafas
biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32; komponen pertama dari refleks
Moro(ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan membuka tangan)tampak
pada gestasi minggu ke 28; komponen keduaa(fleksi anterior dan menangis
yang dapat didengar) tampak pada gestasi minggu ke 32. Pemeriksaan
Dubowitz menandakan usia gestasi antara minggu 24 dan 37.

16


8. Pernapasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur;
pernafasan diafragmatik intermiten atau periodik (40-60x/mt). Mengorok,
pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan substernal, atau berbagai
derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi ampelas pada auskultasi,
menandakan adaya sindrom distress pernafasan (RDS).
9. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah.Wajah mungkin
memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit kemerahan atau tembus
pandang, warna mungkin merah. muda/kebiruan, akrosianosis, atau
sianosis/pucat. Lanugo terdistribusi secara luas diseluruh tubuh.
Ekstremitas mungkin tampak edema. Garis telapak kaki mungkin tidak ada
pada semua atau sebagian telapak. Kuku mungkin pendek.
10. Seksualitas
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora, dengan
klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau
tidak ada pada skrotum.

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru
2. Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap
defisiensi surfaktan
3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d
ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake
yang kurang adekuat
5. Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi termoregulasi atau
perubahan suhu lingkungan
17


6. Resiko tinggi terjadi gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas fungsi
kardiovaskuler
7. Resiko tinggi injuri susunan saraf pusat b/d hipoksia
8. Resiko tinggi infeksi b/d imaturitas fungsi imunologik
9. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit.
10. Gangguan persepsi-sensori : penglihatan, pendengaran, penciuman, taktil b/d
stimulus yang kurang atau berlebihan dari lingkungan perawatan intensif
11. Koping keluarga tidak efektif b/d kondisi kritis pada bayinya, perawatan yang
lama dan takut untuk merawat bayinya setelah pulang dari RS

N. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru
Tujuan : Pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil :
a. Kebutuhan oksigen menurun
b. Nafas spontan, adekuat
c. Tidak sesak
d. Tidak ada retraksi dada

Rencana Tindakan :
a. Berikan posisi kepala sedikit ekstensi
b. Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
c. Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan

2. Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder
terhadap defisiensi surfaktan
Tujuan : menunjukan pertukaran gas adekuat
Kriteria Hasil :
a. Tidak sianosis.
b. Analisa gas darah normal
c. Saturasi oksigen normal.

18


Rencana Tindakan :
a. Lakukan isap lendir kalau perlu
b. Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
c. Observasi warna kulit
d. Ukur saturasi oksigen
e. Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan
f. Lapor dokter apabila terdapat tanda-tanda perburukan pernafasan
g. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
h. Kolaborasi dalam pemeriksaan surfaktan

3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d
ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit
Tujuan : menunjukan tidak ada gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil :
a. Turgor kulit elastik
b. Tidak ada edema
c. Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
d. Elektrolit darah dalam batas normal
Rencana Tindakan :
a. Observasi turgor kulit.
b. Catat intake dan output
c. Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan elektrolit
d. Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi
dan intake yang kurang adekuat
Tujuan : Menunjukan pemenuhan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
a. Berat badan naik 10-30 gram / hari
b. Tidak ada edema
c. Protein dan albumin darah dalam batas normal
19


Rencana Tindakan :
a. Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat
b. Observasi dan catat toleransi minum
c. Timbang berat badan setiap hari
d. Catat intake dan output
e. Kolaborasi dalam pemberian total parenteral nutrition kalau perlu

5. Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi
termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan
Tujuan : Suhu bayi stabil
Kriteria Hasil :
a. Suhu 36,5 0C -37,2 0C
b. Akral hangat
Rencana Tindakan :
a. Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai.
b. Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai sumber
dingin/panas
c. Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau kalau perlu
d. Ganti popok bila basah

6. Resiko tinggi terjadi gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas fungsi
kardiovaskuler
Tujuan : Menujukan perfusi jaringan baik
Kriteria Hasil :
a. Tekanan darah normal
b. Pengisian kembali kapiler <2 detik
c. Akral hangat dan tidak sianosis
d. Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
e. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
a. Ukur tekanan darah kalau perlu
b. Observasi warna dan suhu kulit
c. Observasi pengisian kembali kapiler
20


d. Observasi adanya edema perifer
e. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
f. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan

7. Resiko tinggi injuri susunan saraf pusat b/d hipoksia
Tujuan : Tidak ada injuri
Kriteria Hasil :
a. Kesadaran composmentis
b. Gerakan aktif dan terkoordinasi
c. Tidak ada kejang ataupun twitching
d. Tidak ada tangisan melengking
e. Hasil USG kepala dalam batas normal
Rencana Tindakan :
a. Cegah terjadinya hipoksia
b. Ukur saturasi oksigen
c. Observasi kesadaran dan aktifitas bayi
d. Observasi tangisan bayi
e. Observasi adanya kejang
f. Lapor dokter apabila ditemukan kelainan pada saat observasi
g. Ukur lingkar kepala kalau perlu
h. Kolaborasi dalam pemeriksaan USG kepala

8. Resiko tinggi infeksi b/d imaturitas fungsi imunologik
Tujuan : Menunjukan tidak terjadinya infeksi
Kriteria Hasil :
a. Suhu 36,5 0C -37,2 0C
b. Darah rutin normal
Rencana Tindakan :
a. Hindari bayi dari orang-orang yang terinfeksi kalau perlu rawat dalam
inkubator
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
c. Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik bila melakukan prosedur invasif
d. Lakukan perawatan tali pusat
21


e. Observasi tanda-tanda vital
f. Kolaborasi pemeriksaan darah rutin
g. Kolaborasi pemberian antibiotika

9. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit.
Tujuan : Menunjukan Integritas kulit baik
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada rash
b. Tidak ada iritasi
c. Tidak plebitis
Rencana Tindakan :
a. Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi, rash, lesi dan lecet
pada daerah yang tertekan
b. Gunakan plester non alergi dan seminimal mungkin
c. Ubah posisi bayi dan pemasangan elektrode atau sensor

10. Gangguan persepsi-sensori : penglihatan, pendengaran, penciuman, taktil
b/d stimulus yang kurang atau berlebihan dari lingkungan perawatan
intensif
Tujuan : Persepsi dan sensori baik
Kriteria Hasil : Bayi berespon terhadap stimulus
Rencana Tindakan :
a. Membelai bayi sebelum malakukan tindakan
b. Mengajak bayi berbicara atau merangsang pendengaran bayi dengan
memutarkan lagu-lagu yang lembut
c. Memberikan rangsang cahaya pada mata
d. Kurangi suara monitor jika memungkinkan
e. Lakukan stimulas untuk refleks menghisap dan menelan dengan
memasang dot



22


11. Koping keluarga tidak efektif b/d kondisi kritis pada bayinya, perawatan
yang lama dan takut untuk merawat bayinya setelah pulang dari RS
Tujuan : Koping keluarga efektif
Kriteria Hasil :
a. Keluarga kooperatif dg perawatan bayinya.
b. Pengetahuan ortu bertambah
c. Keluarga dapat merawat bayi di rumah
Rencana Tindakan :
a. Memberikan kesempatan pada ortu berkonsultasi dengan dokter
b. Rujuk ke ahli psikologi jika perlu
c. Berikan pendidikan kesehatan cara perawatan bayi BBLR di rumah
termasuk pijat bayi, metode kanguru, cara memandikan
d. Lakukan home visit jika bayi pulang dari RS untuk menilai kemampuan
orang tua merawat bayinya

O. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang
merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap
perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal
(Santosa NI, 1995).

P. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses
penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk
pengkajian ulang rencana keperawatan (Santosa NI, 1995). Evaluasi dilakukan secara
terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain.
Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi dengan
BBLR, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan
keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang
sesuai dengan kriteria evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai