Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN

Abses mastoid adalah suatu perjalanan penyakit yang berkembang dari
mastoiditis, di mana terjadi penumpukan eksudat berupa pus dalam sel mastoid,
sebagai bagian proses peradangan dari mukosa sel-sel mastoid. Mastoiditis ini
sendiri terjadi karena adanya perluasan peradangan yang terjadi pada telinga
tengah (otitis media) melalui penghubung epitimpanum dengan antrum mastoid
yaitu aditus ad antrum ke dalam sel-sel tulang mastoid. Otitis media yang banyak
berkembang menjadi abses mastoid ini adalah otitis media supuratif kronik tipe
maligna.
1,2
Otitis media paling banyak terjadi pada anak-anak, hal ini berhubungan di
antaranya karena bentuk tuba eustachius pada anak-anak yang masih lebih pendek
dan mendatar serta imunitas anak yang belum kuat menyebabkan anak-anak
cenderung untuk mengalami otitis media, akibatnya hal ini diikuti pula dengan
tingginya angka kejadian abses mastoid pada anak.
1
Pada zaman sebelum adanya antibiotik mastoidektomi dilkukan pada
hampir dari 20% kasus otitis media akut. Saat dimulai era antibiotic yaitu sejak
tahun 1940 angka kejadian abses mastoid yang timbul sebagai komplikasi
ekstrakranial dari otitis media. ini semakin menurun. Namun begitu, abses
mastoid masih harus mendapat perhatian serius terlebih mengenai diagnosis serta
tatalaksananya karena apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat abses ini
akan berkembang lebih jauh dan menjadi sumber infeksi bagi daerah-daerah yang
sehat di sekitarnya.
3,4
Abses mastoid sebagai komplikasi dari otitis media yang berbahaya karena
penyebaran proses radang tidak hanya terbatas pada tulang mastoid saja namun
dapa meluas ke tempat lain; posterior ke sinus sigmoid (yang dapat menyebabkan
thrombosis), penyebaran ke posterior juga dapat mencapai tulang oksipital yang
kemudian menyababkan osteomielitis calvaria atau abses Citelli. Penyebaran ke
superior dapat mencapai fossa posterior cranium, subdural, dan meningen.
Penyebaran ke anterior pus menyebar melalui aditus ad antrum ke telinga tengah,
2

ke lateral dapat membentuk subperiosteal abses, ke inferior dapat terbetuk Bezold
abscess; suatu abses pada bagian belakan insertion muskulus
sternocleidomastoideus, dan medial menyebar ke apex petrous menyebabkan
petrositis. Komplikasi mastoiditis intratemporal dapat berupa gangguan pada
nervus facialis dan atau labirin. Adanya banyak kemungkinan komplikasi dan
perkembangan lebih jauh dari abses mastoid ini, maka akan dilakukan suatu
diskusi kasus yang membahas lebih jauh mengenai penyebab yang mendasari
hingga tatalaksana dari kasus ini.























3

BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Definisi Abses Mastoid
Abses Mastoid adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di
sebuah kavitas jaringan, sel-sel mastoid yang terletak di tulang temporal karena adanya proses infeksi
(biasanya oleh bakteri atau parasit ) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik).
5

B. Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba auditiva
dan prosessus mastoideus .
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira
8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata 0,1 mm.
6
Secara Anatomis
membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa dan pars
flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani
suatu permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang
menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada
tulang dari tulang temporal. Pars flaksida atau membran Shrapnell,
letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida
dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan
plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
6






4








Gambar 1. Membran timpani
7
2. Cavum Timpani
Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh
membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah
superior oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n.
Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut
aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid
melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral,
terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial
dinding posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia
piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani.
8












Gambar 2. Kavum timpani
7
5

Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke
nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior
dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih
tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpanum yang
merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah membran
timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak
lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani
terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus,
inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor
timpani dan ligamentum muskulus stapedius.
6

3. Tuba Auditiva
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani,
bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang
menghubungkan antara kavum timpani dengan nasofaring. Tuba
Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang terdapat pada
bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang
terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).











Gambar 3. Tuba Eustachius
7
6

Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan
keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan
udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke
nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke
kavum timpani.
8
Pada bayi dan anak kecil, saluran ini pendek (10 mm) dan lurus,
pada orang dewasa panjangnya sekitar 30-40 mm dan melengkung. Pada
posisi berbaring, tuba ini pada bayi dan anak kecil berkedudukan tegak
lurus sehingga memudahkan masuknya lendir (dan infeksi) dari sekitar
hidung ke tuba ini. Keadaan ini memudahkan terjadinya infeksi rongga
telinga tengah pada bayi dan anak kecil (otitis media akut).

4. Prosessus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah
dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah
duramater pada daerah tersebut dan pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum.
6













7

C. Etiologi Abses Mastoid
Abses mastoid merupakan suatu penyakit yang berkembang dari
mastoiditis. Ootitis media akut merupakan penyebab utama terjadinya mastoiditis,
khususnya pada anak balita. Berbagai jenis bakteri yang menyebabkan infeksi
tersebut adalahStreptococcus (utamanya group A
hemolytic Streptococcus and Streptococcus pneumoniae) dan Haemophilus
influenza, menyebabkan 65%80% kasus dari keseluruhan kasus mastoiditis
akibat infeksi bakteri.
Selain itu, mastoiditis juga bisa disebabkan oleh :
Cholesteatoma
tertutupnya saluran penghubung mastoid air cells (aditus ad antrum)

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya abses mastoid adalah:el-sel
Anatomi telinga
Virulensi bakteri dan resistensi terhadapbakteri tersebut.
Daya tahan tubuh penderita
Keadaan gizi

D Epidemiologi Abses Mastoid
Insidensi kasus abses mastoid mengalami penurunan seiring dengan
berkurangnya kejadian mastoiditis, hanya 1,2-2 kasus per 100.000 orang per tahun
karena semakin baiknya penanganan kasus otitis media akut. Masih ada sekitar 1-
18% pasien yang tidak atau belum tertangani dengan tepat sehingga menimbulkan
komplikasi. Mastoiditis akut kebanyakan terjadi pada anak-anak, utamanya
kurang dari 2 tahun dan orang yang belum diberi terapi antibiotic oral yang tepat
untuk mengatasi otitis media akut. Hal ini berhubungan dengan sistem imun anak
kecil yang belum kuat sehingga daya tahan tubuh urang, posisi bayi dan anak
kecil yang sering horizontal, tuba yang pendek dan horizontal, orangtua yang
merokok (infeksi saluran pernafasan atas)


8

E Penatalaksanaan Abses Mastoid
Medikamentosa
Antibiotik merupakan prinsip utama pengobatan abses mastoid. Hasil
kultur dan resistensi sangat menentukan pemilihan antibiotik. Sebelum
hasil kultur dan uji resistensi keluar, umumnya terapi dimulai dengan
antibiotik spektrum luas secara intravena. Salah satu yang sering
dipilih adalah ceftriaxone, karena mampu melewati sawar darah otak.
Ceftriaxone diberikan dengan dosis 1 g setiap hari, kecuali pasien
mengalami komplikasi intrakranial, yang membutuhkan dosis 2 g dua
kali sehari. Apabila hasil kultur dan resistensi telah didapatkan, maka
harus dipilih antibiotic yang; (1) Cocok dengan strain bakteri bakteri
yang paling sering menyebabkan otitis media akut, yaitu S
pneumoniae, H. influenza dan Streptococcus pyogenes grup A, (2)
Antibiotik harus dapat melewati sawar darah otak, dan (3) antibiotic
terpilih harus menyempertimbangkan adanya multi drug resistan.
Lamanya pengobatan antibiotik adalah 2 minggu pada semua pasien.
9
Medikasi lain yang digunakan adalak analgesic, antipiretik, dan
kombinasi antibiotic/steroid topical untuk mengurang edem mukosa
sehingga antibiotic topical dapat mencapai telinga dan sistem mastoid.
Miringotomi/timpanosentesis
Tujuan tindakan ini untuk mengambil spesiamen dalan kavum telinga
tengah dang menguragi keluhan rasa tidak nyaman pada otitis media
akut. Proses penyembuhan setelah prosedur ini akan dicapai dalam
beberapa hari.
Tympanostomy tube placement
Tympanostomy tube menyebabkan terjadinya drainase dari pus yang
terjebak di dalam kavum tymphani dan aerasi, serta membantu
memasukkan antibiotic topical liang telinga tengah. Prosedur ini
biasanya dilakukan bersamaan dengan mastoidektomi.


9

Mastoidektomi
Pada sebagian besar buku teks otology, pengobatan standar untuk
abses mastoid adalah mastoidectomi kortikal. Prosedur ini dilakukan
dengan membuka sel udara tulang mastoid dengan membuat insisi
pada region retroaurikular dan membuka korteks mastoid. Semua
subperiosteal abses dibuka pada prosedur ini. Pada prosedur ini sel-sel
mastoid yang berisi pus dibuka dan dibesihkan serta membuka kembali
akses drainase dan aerasi ke meatus media. Hal ini dilakukan dengan
mengangkan jaringan granulasi serta mukosa yang oedem dan polipoid
akibat infeksi berulang pada aditus ad antrum. Prosedur terakhir adalh
irigasi telinga dan pemasangan drain, yang dipertahankan sekurang-
kurangnya 2 hari.
10



















10

DAFTAR PUSTAKA

1. Probst, Rudolf. 2006. Basic Otorhinolaryngology. Stuttgart : Germany.
2. Ami, Mazita, dkk. Mastoid Abscess in Acute and Chronic Otitis Media.
The Malaysian Journal of Medical Sciences. 010 Oct-Dec; 17(4): 4450.
3. Benito MB, Gorricho BP. Acute mastoiditis: Increase in the incidence and
complications. Int J Paediatr Otorhinolaryngol. 2007;71(7):10071011.
4. Luntz M, Brodsky A, Nusem S, Kronenberg J, Keren G, Migirov L, et al.
Acute mastoiditisthe antibiotic era: A multicenter study. Int J Paediatr
Otorhinolaryngol. 2001;57(1):19.
5. Kamus Kedokteran Dorland. 2002. EGC.Abses. Ed 9. Jakarta.
6. Dhingra PL, 2007. Anatomy of ear, in Disease of Ear, Nose, and Throat.
3rd ed. Elsevier. New Delhi. p 3-13.
7. Probst R, Grevers G, 2006. The Middle Ear in Basic Otorhinolaryngology-
A step- by-step Learning Guide. Thieme. New York. p 241-9
8. Helmi, 2005. Otitis Media Supuratif Kronis, dalam Otitis Media Supuratif
Kronis Pengetahuan Dasar Terapi Medik Mastoidektomi. Balai Penerbit
FK UI. Jakarta. Hal 55-72.
9. Mazita Ami, et al. Mastoid Abscess in Acute and Chronic Otitis Media.
Malays J Med Sci. 2010 Oct-Dec; 17(4): 4450.
10. 2.Halimuddin S and Asma A. Acute Mastoid Abscess Secondary to
Partially Treated Upper Respiratory Tract Infection: A Case Report. Med
& Health 2010; 5(1): 41-44

Anda mungkin juga menyukai