Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS RISIKO MULTIBENCANA

BANJIR DAN TANAH LONGSOR KABUPATEN SIDRAP


PROVINSI SULAWESI SELATAN

Oleh:
Agus A.Wahid MG, Ayu Wahyuningnias, Rahmiyatal Munaja, Westi Utami, Yuli Kusworo

Abstrak
Kabupaten Sidrap merupakan wilayah yang sangat berpotensi, merupakan simpul ekonomi dan
transportasi serta sebagai lumbung padi Propinsi Sulawesi Selatan. Sulawesi selatan merupakan wilayah
yang memiliki potensi bencana hidrometeorologi yang besar, BNPB pun memprediksikan pada tahun
2013 bencana ini merupakan yang paling sering terjadi di Indonesia. Saat ini telah banyak cara
mengetahui tingkat risiko bencana diantaranya dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis.
Penelitian sederhana ini dilakukan dengan pendekatan tersebut guna mengetahui tingkat multirisiko
banjir dan longsor di Kabupaten Sidenreng Rappang.
Kata Kunci: Banjir, Longsor, Sidenreng Rappang, Multirisiko

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Luas wilayah administratif Kabupaten Sidenreng
Rappang yaitu 1.883,25 Km
2
atau setara dengan
3,01 persen dari luas daratan wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan secara keseluruhan. Kabupaten
Sidenreng Rappang terdiri dari 11 Kecamatan dan
106 Desa/Kelurahan. Kabupaten Sidenreng
Rappang secara geografis dikelilingi oleh delapan
Kabupaten/Kota tetangga yang juga sekaligus
berada di tengah-tengah jazirah Sulawesi Selatan,
menempatkannya sebagai jalur perlintasan
transportasi utara-selatan dan timur-barat
begitupun sebaliknya khususnya di kawasan
ajatappareng. Kondisi ini otomatis juga
menjadikan Kabupaten Sidenreng Rappang
memiliki daya akses yang luas dan mudah dari
segala penjuru, sehingga merupakan nilai tambah
bagi Kabupaten Sidenreng Rappang dibanding
dengan daerah lainnya. Populasi - Total 264.955
jiwa (2008) dengan kepadatan 140,69 jiwa/km
2
.
Secara umum laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Sidenreng Rappang dalam kurun waktu
tiga tahun terakhir (2008-2010) mengalami
peningkatan yang cukup menggembirakan, jika
diakumulasikan maka rata-rata pertumbuhan dalam
kurun waktu tiga tahun terakhir mencapai 16,56
persen. Pertumbuhan ekonomi dan kondisi
strategis Kabupaten Sidenreng Rappang tersebut
selain merupakan potensi bagi kabupaten ini juga
meningkatkan kerentanan wilayah terhadap
bencana. Informasi BNPB
1
prediksi bencana
Bencana hidrometeorologi (banjir, longsor,
kekeringan, kebakaran lahan hutan dan puting

1
http://www.bnpb.go.id/website/asp/berita_list.asp?id=1128
beliung) akan mendominasi selama 2013. Banjir
dan longsor berpotensi terjadi hingga Maret 2013.
Puncak banjir dan longsor Januari-Februari 2013.
Sebanyak 315 kabupaten/kota dengan penduduk
60,9 juta jiwa tinggal di daerag rawan sedang-
tinggi banjir di Indonesia. Sedangkan untuk
longsor terdapat 270 kabupaten/kota dengan
penduduk 124 juta jiwa yang berada di daerah
rawan sedang-tinggi longsor. Bencana banjir
terakhir di Kabupaten Sidrap terjadi pada tanggal 7
juli 2012. Bencana ini melumpuhkan transportasi
antar kabupaten bahkan propinsi. Berdasarkan
pada hal tersebut diatas maka dianggap penting
adanya analisis mengenai tingkat risiko bencana
banjir dan longsor di Kabupaten sidrap.
I.2. Perumusan masalah
Permasalahan yang diangkat dalam analisis risiko
multi bencana ini adalah bagaimana menyusun
pemodelan pemetaan risiko dari data-data yang
tersedia guna menyusun peta risiko banjir dan
longsor.
I.3. Pembatasan masalah
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal yang
menjadi batasan masalah, diantara yaitu sebagai
berikut :
Dalam penyusunan tingkat risiko, tidak digunakan
variabel kapasitas sebab kriteria kapasitas sangat
dinamis dan relatif. Penelitian ini merupakan
proses belajar untuk mengetahui risiko ditinjau
dari potensi bahaya, yaitu longsor dan banjir sesuai
dengan perumusan masalah serta kerentanan
demogtafi dan fisik wilayah.
I.4. Tujuan dan Manfaat
Sesuai dengan perumusan masalah yang diangkat,
maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
tingkat risiko bencana banjir dan longsor di
Kabupaten Sidrap secara spasial dengan tinjauan
potensi bencana dan kerentanan.
I.5. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan Undang-undang No.24 Tahun 2007
tentang penanggulangan bencana, definisi bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat, sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Longsor
Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah
suatu peristiwa geologi yang terjadi karena
pergerakan masa batuan atau tanah, dengan
berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan
atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian
longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong
adalah faktor-faktor yang mempengaruhikondisi
material sendiri,sedangkan faktor pemicu adalah
faktor yang menyebabkan bergeraknya material
tersebut
2
meskipun penyebab utama kejadian ini
adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng
yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya
yang turut berpengaruh antara lain erosi, hujan
lebat, gempa bumi, gunung berapi, berat yang
terlalu berlebihan dan getaran dari mesin.
Daerah rawan longsor lahan diantaranya: daerah
dengan batuan lepas, batu lempung, tanah tebal,
lereng curam. Daerah rawan longsor lahan ini
memanjang menyusuri patahan besar Sumatera,
daerah pengunungan di Pulau Jawa, Bali, Flores,
Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan
Pegunungan Jaya Wijaya di Papua.
Banjir
Kerentanan bajir (flood susceptibility) adalah
tingkat kemudahan suatu daerah untuk terkena
banjir (Dibyosaputro, 1984). Daerah yang
terpengaruh adanya banjir adalah daerah dengan
relief datar dan landai seperti datara aluvial, teras
sungai erosional, teras marin, dan dataran nyaris.
Bentuk lahan yang berbukit jarang mengalami
banjir karena memiliki kemiringan lereng yang
relatif curam sehingga sebagian besar air hujan
langsung mengalir menjadi aliran permukaan.
Akan tetapi, aliran permukaan ini tidak

2
http://id.wikipedia.org/wiki/tanah_longsor.
menyebabkan banjir karena hanya mengalir ke
daerah yang lebih rendah. Selain itu sebagian ecil
air hujan mengalami infiltrasi masuk ke dalam
tanah.
Penentuan tingkat kerentanan banjir dapat
dilakukan melalui survey terestrial maupun teknik
penginderaan jauh. Untuk daerah yang luas dan
memiliki medan yang sulit pemanfaatan survey
akan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang
mahal. Susanto (1994) mengemukakan bahwa
untuk memantau daerah yang sering mengalami
banjir diperlukan suatu alat yang memiliki
keterandalan dalam perekaman secara cepat
sehingga memungkinkan perekaman ulang daerah
yang sama dalam periode waktu yang pendek.
Risiko banjir adalah kemungkinan suatu daerah
mengalami kerugian atau kehilangan sebagai
akibat terjadinya peristiwa banjir. Faktor penentu
risiko banjir adalah tingkat bahaya banjir, kelas
kepadatan dan nilai produktivitas untuk setiap
penggunaan lahan. Misalnya apabila suatu daerah
dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
produktivitas lahan tinggi apabila terkena banjir
dengan tingkat bahaya tinggi maka kemungkinan
kerugiannya adalah tinggi.
Sistem Informasi Geografis
Integrasi antara penginderaan jauh dan SIG
merupakan sarana yang baik dalam pengumpulan
data, analisis serta sintesis, disamping itu
pembuatan suatu permodelan berdasarkan integrasi
tersebut merupakan suatu cara yang efektif untuk
melakukan suatu perencanaan. Hal tersebut
memungkinkan SIG siap melakukan suatu analisis
atau permodelan yang dibutuhkan oleh para
pengambil keputusan (Kresnawati, dkk., 2000).
Diharapkan dengan suatu model berdasarkan
integrasi tersebut merupakan suatu cara yang
efektif karena dapat tergambarkan karakteristik
darah dan potensinya. Hal ini sangat diperlukan
bilamana diterapkan untuk pengelolaan wilayah
pantai, mengingat karakteristik wilayahnya
bervariasi.
Kajian risiko (risk assessment) adalah proses untuk
menentukan perilaku dan gejala risiko dengan
menganalisis bencana potensial dan mengevaluasi
kondisi kerentanan yang ada dimana kondisi
tersebut dapat menyebabkan kerugian dan
kerusakan baik pada manusia, harta benda,
lingkungan fisik maupun sosial (ISDR, 2002
dalam Latif, 2007). Dalam penerapannya sistem
informasi geografis dapat digunakan untuk kajian
bersama.
Potensi dan Risiko bencana
Potensi adalah jenis bencana yang bisa terjadi pada
suatu daerah ditinjau dari faktor-faktor
pendukungnya. Indonesia merupakan negara
dengan potensi bencana yang sangat tinggi.
Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok utama,
yaitu potensi bahaya utama dan potensi bahaya
ikutan.
Risiko merupakan kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun
waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kehilangan atau kerusakan harta dan
gangguan kegiatan masyarakat (UU No 24 Tahun
2007).
Risiko merupakan hubungan antara bahaya dan
kerentanan. Tingginya bahaya yang terjadi akibat
bencana serta tingkat kerentanan yang sangat
tinggi akan menunjukkan bahwa suatu daerah
berada pada zona yang berisiko tinggi.





Sumber : Presentasi Lokakarya Manajemen kedaruratan dan
perencanaan kontijensi


II. DATA DAN METODOLOGI
II.1 Data
Peta yang digunakan adalah peta tematik
Kabupaten Sidrap yang diolah oleh bagian
pengolahan data LAPAN Pare-pare.
Data yang digunakan untuk menganalisa potensi
bencana dalam penelitian ini yaitu:
Tabel Kebutuhan Data

Data kerentanan merupakan hasil pengolahan data
statistik tahun 2011 yang dispasialkan untuk
kemudian dapat dioverlay dengan data potensi
bencana.

II.2 Metodologi
Pendekatan yang digunakan dalam metode
penelitian ini adalah pendekatan sistem informasi
geografis untuk mengetahui potensi dan risiko
bencana di Kabupaten Sidrap. Potensi bencana
diperoleh berdasarkan kriteria faktor medan yang
dapat mengakibatkan terjadinya bencana.
Sedangkan risiko bencana diperoleh berdasarkan
hubungan potensi bencana yang mungkin terjadi
dengan tingkat kerentanan.
Pada tahap pengumpulan data dilakukan studi
pustaka yang bersifat teoritis maupun teknis yang
berhubungan dengan penelitian ini. Kemudian
dilakukan juga inventarisasi data yang diperlukan.
Karena data yang digunakan adalah data yang
telah diolah menjadi peta tematik maka tahap yang
dilakukan setelah pengumpulan data adalah
melakukan overlay terhadap peta tematik yang
telah tersedia. Sebelum melakukan overlay terlebih
dulu dilakukan skoring dan pembobotan variabel
dengan kriteria yang telah ditentukan. Pembobotan
variabel sebagai berikut (Pada tabel variabel):
Faktor yang sangat berpengaruh untuk
meminimalisasi kerentanan banjir dan longsor
diberi bobot yang tinggi sedangkan faktor
benrpengaruh besar terhadap kerentanan banjir dan
longsor diberi bobot yang rendah. Masing-masing
N
o.
Jenis
Bencana
data yang
digunakan Sumber data
1
SL
(Longsor)
kemiringan lereng peta tematik
elevasi/topografi peta tematik
bentuk lahan peta tematik
Penutup lahan peta tematik
2 FL (Banjir)
kemiringan lereng peta tematik
Tutupan Lahan peta tematik
bentuk lahan peta tematik
Curah Hujan peta tematik

peta yang telah diskor dioverlay untuk zona
risikonya. Kelas kerentanan bencana dibagi
menjadi empat kelas yaitu (1) tinggi; (2)sedang;
(3)renda; (4)aman.
Formula risiko yang diperhtungkan adalah:
R= HxV
Dimana : R = Kelas Risiko
H = Potensi Bencana
V = Kerentanan

Tabel Variabel, skor dan bobot





III. PEMBAHASAN
III.1. Kondisi Eksisting Kabupaten Sidrap
Kabupaten Sidenreng Rappang dengan Ibukota
Kabupaten Wattang Sidenreng, saat ini telah
memiliki kawasan perkotaan yang melingkupi
Kecamatan Baranti dan Maritengngae. Wilayah
perkotaan ini secara geomorfologis berada pada
wilayah dataran dan perbukitan dengan kelerengan
antara 0-50%. Sedangkan wilayah kecamatan yang
bukan merupakan kawasan perkotaan berada pada
kelerengan yang lebih terjal dengan kondisi
geomorfologis berupa pegunungan dan perbukitan.
(Gambar Peta Kelerengan dan Gemorfologi)


Peta Administrasi, kelerengan dan geomorfologi Kab. Sidrap
Sumber: Rencana Tata Ruang Kab.Sidrap
No. variabel kriteria nilai/skor bobot
1. Permodelan Banjir
1
Peta
Curah
Hujan
intensitas < 1750
mm/th 1 20
intensitas 1750-2000
mm/th 2 20
intensitas > 2000
mm/th 3 20
2
Peta
Lereng
Kemiringan > 40% 1 10
Kemiringan 15-40 2 10
Kemiringan 0-15 3 10
3
Peta
Penutup
Lahan
Semak, Kebun Hutan 1 10
Pemukiman 2 10
Sawah, tegalan 3 10
4
Peta
Bentuk
Lahan
Pegunungan 0 30
perbukitan 1 30
Dataran 2 30
2. Permodelan Longsor
1


Peta
Lereng

Kemiringan > 40% 3 20
Kemiringan 15-40 2 20
Kemiringan 0-15 1 20
2


Topografi


elevasi 0-150 1 20
elevasi 150-300 2 20
elevasi > 300 3 20
3


Bentuk
lahan


Dataran 1 10
perbukitan 2 10
Pegunungan 3 10
4


Penutup
lahan


Hutan dan
perkebunan 1 30
Sawah, tegalan 2 30
pemukiman, kebun
tanaman 3 30

no.
komponen
kerentanan
parameter
kerentanan Bobot 1 2 3
1
Demografi
dan sosial
budaya
kepadatan
penduduk 50
<75
jiwa/Ha
75-150
jiwa/ha
>150
jiwa/ha
persentase
penduduk miskin 20 <10% 10-20% >20%
persentase ibu
hamil 10 <5% 5-10% >10%
persentase
penduduk usia
balita 10 <5% 5-10% >10%
persentase
penduduk lansia 10 <10% 10-20% >20%
2 Fisik
Persentase
jaringan jalan 20 <30% 30-60% >60%
Persentase lahan
terbangun 20 <30% 30-60% >60%

Ditinjau dari Debit curah hujan pertahun, dapat
diketahui bahwa curah hujan tinggi hampir pada
setiap tahunnya terjadi di bagian selatan Pitu
Riase, dan utara Dua Pitue serta pada kawasan
pemukiman Maritengngae, mencapai hingga
>3500mm/tahun. Curah hujan sedang terjadi pada
sekitar wilayah Wattang Sidenreng, Panca Rijang,
Kulo, Baranti, dan Wattang Pulu, dengan curah
hujan 2001-3500 mm/tahun, sedangkan untuk
Tellu Limpoe dan Panca Lautang curah hujan
rendah, hanya berkisar antara 1500-2000
mm/tahun.
Wilayah utara (Pitu Riase) dan selatan (Tellu
Limpoe) Kabupaten sidrap didominasi oleh hutan.
Kabupaten Sidrap merupakan wilayah yang
terkenal sebagai lumbung padi Sulawesi Selatan,
Kecamatan Baranti, Maritengngae, Pitu Riawa,
selatan Pitu Riase, Sidenreng dan Panca Lautang
merupakan wilayah kecamatan yang tutupan
lahannya hampir 90% merupakan area
persawahan. Pada selatan Pitu Riase terdapat
bendungan besar sebagai sumber irigasi teknis
untuk area persawahan Kabupaten Sidrap.
Kepadatan penduduk terbesar di Kabupaten Sidrap
terletak pada tiga kecamatan di wilayah perkotaan,
yaitu Baranti, Maritengngae dan Panca Rijang.
Seddangkan kepadatan penduduk terendah berada
pada Pitu Riase dan Pitu Riawa. Demikian pula
dengan persebaran pemukiman dan jaringan jalan,
serta fungsi-fungsi ekonomi berupa perdagangan
dan jasa sangat padat teraglomerasi pada wilayah
perkotaan Pangkajene Sidenreng.
Gambar disamping merupakan peta gambaran
kondisi Curah hujan, Tutupan lahan dan kepadatan
penduduk di Kabupaten Sidenreng Rappang.

III.2. Analisis dan Hasil
Sesuai dengan metode yang digunakan pada penelitian ini, kemudian dihasilkan dua peta hasil Overlay
berupa Peta Potensi Banjir dan Peta Potensi Longsor di Kabupaten Sidrap. Dari peta potensi banjir
kemudian dapat digambarkan wilayah yang berpotensi tinggi terhadap bahaya banjir adalah sebagian
Kecamatan Wattang Pulu dan Maritengngae, serta sebagian kecil wilayah Kecamatan Pitu Riawa yang
berbatasan dengan Kabupaten Wajo. Wilayah ini merupakan wilayah dengan tipologi kelerengan yang
landai, merupakan dataran dengan dominasi fungsi persawahan, terletak relatif sangat dekat dengan
Danau sidenreng dengan curah hujan sedang.
Potensi banjir sedang tergambar pada wilayah Kecamatan Baranti, Wattang Sidenreng, Pitu Riawa, Dua
Pitue dan Watang pulu. Wilayah ini juga merupakan wilayah yang landai dengan fungsi persawahan
namun memiliki curah hujan yang relatif lebih rendah dari wilayah yang memiliki potensi banjir yang
tinggi. Sesuai dengan bentuk lahan, wilayah utara dan selatan Kabupaten Sidrap merupakan wilayah yang
memiliki potensi banjir rendah. Wilayah ini merupakan wilayah pegunungan dan perbukitan terutama
pada bagian selatan, Kecamatan Panca Lautang, merupakan wilayah dengan curah hujan rendah.
Terlihat bahwa wilayah perkotaan Kabupaten Sidrap merupakan wilayah yang berpotensi besar dan
sedang terhadap banjir, tidak hanya disaat curah hujan tinggi, juga saat pasang air danau. Sehingga
pembangunan perkotaan sangat perlu memperhatikan sistem drainase yang baik, serta pengelolaan
sampah yang baik pula untuk menghindari risiko banjir yang lebih besar.


Gambar Peta Potensi Banjir Kabupaten Sidenreng Rappang
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2012


Dari peta potensi longsor diketahui bahwa wilayah perkotaan Kabupaten Sidrap memiliki potensi longsor
yang rendah. Potensi longsor tinggi berada pada bagian utara dan selatan kabupaten yang merupakan
wilayah perbukitan dan pegunungan. Wilayah tersebut merupakan kecamatan Pitu Riase dan sebagian
kecil Kecamatan Tellu Limpoe dan Panca Lautang.
Ditinjau dari peta kerentanan, terdapat empat kecamatan yang dinilai rentansecara fisik dan demografi.
Keempat kecamatan tersebut antara lain Panca Lautang, Tellu Limpoe, Wattang Sidenreng, dan Pitu
Riawa. Wilayah ini tidak dihitung kerentanannya dari aspek lingkungan dan ekonomi karena keterbatasan
data.
Setelah melakukan overlay terhadap ketiga peta ini, maka kemudian dihasilkan peta multirisiko bencana
Banjir dan Longsor di Kabupaten Sidrap. Wilayah Tellu Limpoe yang berbatasan dengan Kota Pare-pare
merupakan wilayah yang dinilai memiliki multirisiko tinggi, demikian pula dengan Panca Lautang dan
Maritengngae. Sedangkan untuk wilayah perkotaan Kabupaten Sidrap yang lain memiliki tingkat
multirisiko sedang, hal ini diasumsikan karena wilayah ini rawan terhadap bencana banjir namun tidak
rawan terhadap bencana longsor. Potensi longsor besar terjadi pada wilayah utara kabupaten, namun
karena tingkat kerentanan yang rendah maka risiko yang ditimbulkan juga diprediksikan akan rendah.
Upaya pengurangan risiko harus dioptimalkan pada wilayah perkotaan Kabupaten Sidrap, sebab selain
merupakan Node di Propinsi Sulawesi selatan, wilayah ini juga merupakan lumbung padi propinsi.

Gambar Peta Potensi Longsor Kabupaten Sidenreng Rappang
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2012

Gambar Peta Kerentanan Kabupaten Sidenreng Rappang
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2012

Gambar Peta Multi Risiko Bencana Longsor dan Banjir Kabupaten Sidenreng Rappang
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2012


IV. PENUTUP
Wilayah Kabupaten Sidrap yang berisiko terhadap bencana longsor dan banjir rata-rata terletak pada
wilayah perkotaan, meskipun wilayah utara yang memiliki potensi longsor yang tinggi tidak memiliki
risiko yang tinggi pula, namun perlu ditinjau dalam pengembangan wilayahnya sehingga risiko dapat
diantisipasi sedini mungkin.
Penilaian kerentanan masih terbatas, sebaiknya pada penelitian selanjutnya variabel lingkungan dan
ekonomi penting untuk dipertimbangkan. Hasil penilaian multirisiko belum mempertimbangkan
kapasitas, perlu penentuan variabel kapasitas yang baik untuk benar-benar dapat menilai dan kemudian
dapat mengurangi risiko meskipun kerentanan tidak signifikan berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Dibyosaputro,P.1984. Flood Susceptibility and hazard survey of the kudus prawata, welahan. Thesis.
ITC Enschede. The Netherland
ESRI, 1996. ArcView GIS : The Geographic information system for everyone. ESRI
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanah_longsor
Kresnawati, K. D, Sutisna, S, Warsito, H, 2000. Prosiding Survei dan pemetaan. Pemanfaatan
pengideraan jauh dan peran masyarakat dalam penanganannya. Jakarta
Susanto, 1994. Penginderaan Jauh Jilid II. Gadjah Mada Unversity Press. Yogyakarta
_____________, 2008. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh untuk mengidentifikasikerentanan dan
risiko banjir. Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Georgrafi,vol 8, No.2, Oktober 2008

Anda mungkin juga menyukai