Anda di halaman 1dari 5

KONSTIPASI

Konstipasi adalah keluhan saluran cerna yang terbanyak pada usia lanjut, terjadi 30-40% pada usia diatas
65 tahun. Batsan dari konstipasi klinis adalah sejumlah besar feses memenuhi ampula rectum pada
colok dubur atau terdapat timbunan feses pada kolon, rectum, atau keduanya yang tampak pada foto
polos perut. Frekuensi BAB bervariasi dari 3 kali per hari sampao 3 kali per minggu. Secara umum bila
dalam 3 hari belum BAB maka massa feses akan mengeras dan sampai kesulitan BAB.
Menurut Holson, batasan konstipasi paling sedikit terdapat 2 keluhan dalam 3 bulan, yaitu:
a. Konsistensi feses yang keras
b. Mengejan keras saat BAB
c. Rasa tidak tuntas ketika BAB
d. Frekuensi BAB seminggu hanya 2 kali atau kurang
Konstipasi diklasifikasi menjadi 2 yaitu:
a. Konstipasi fungsional
Terdapat 2 atau lebih dari keluhan ini yang terjadi dalam waktu 12 bulan:
- Mengedan keras
- Feses yang keras
- Rasa tidak tuntas
- BAB kurang dari 2 kali per minggu
b. Konstipasi akibat penundaan muara rectum
- Hambatan pada anus lebih dari 25% BAB
- Waktu BAB yang lebih lama
- Perlu bantuan jari untuk mengeluarkan feses
PATOFISIOLOGI KONSTIPASI
Defekasi dimulai dari gerekan peristaltic usus besar yang mengantarkan feses ke rectum untuk
dikeluarkan. Feses masuk masuk dan meregangkan ampula dari rectum diikuti relaksasi dari spincter
anus interna. Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang tidak diinginkan maka reflex konstraksi dari
spinchter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis akan terjadi yang dipersarafi oleh n. pudendus.
Otak menerima keinginan unuk BAB dan spincter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga
rectum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan
tekanan dalam perut, relaksasi sphincter dan otot levator ani.
Pada sebuah penelitian tentang konstipasi dengan menggunakan petanda radioopak yang ditelan lansia
menunjukkan hasil bahwa total waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang
ditelan, normalnya kurang dari 3 hari setelah ditelan akan dikeluarkan, sedangkan pada lansia yang
dirawat dan berbaring ditempat tidur cenderung mangalami konstipasi dengan perpanjangan waktu
gerakan usus dari 9-14 hari.
Pada individu diatas usia 60 tahun terbukti bahwa kadar plasma beta-endorfin yang meningkat disertai
peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Efek opiate ini akan menyebabkan relaksasi
tonus kolon, motilitas berkurang, dan menghambat efek gastrocolon.
Selain itu terdapat kecenderungan menurunnya tonus spincter dan kekuatan otot-otot poloks berkaitan
dengan usia, sehingga para lansia mempunyai kecenderungan kesulitan untuk mengeluarkan feses yang
kecil dank eras, maka dibutuhkanlah upaya upaya mengejan yang lebih keras dan lebih lama.
Pada penderita konstipasi terdapat salah satu dari tiga perubahan patologis di rectum:
a. Diskesia rectum
Penurunan tonus rectum, dilatasi rectum, gangguan sensasi rectum, dan peningkatan ambang
kapasitas sehingga dibutuhkan regangan rectum yang lebih besar untuk menginduksi sphincter
ani eksterna dan interna. Pada colok dubur sering ditemukan adanya impaksi feses yang tidak
disadari.
b. Dis-sinergisitas pelvis
Kegagalan untuk relaksasi otot puborektalis dan sphincter anus eksterna pada saat BAB
c. Peningkatan tonus rectum
Ditemukan pada kondisi kolon yang spastic dan menyebabkan kesulitan dalam mengeluarkan
feses yang kecil.
FAKTOR RESIKO
Berikut adalah faktor resiko yang dapat menginduksi terjadinya kosntipasi adalah:
1. Obat-obatan
- Antikolinergik
- Narkotik
- Analgetik
- Diuretic
- NSAIDs
- Kalsium antagonis
- Preparat kalsium
- Preparat besi
- Antasida aluminium
2. Kondisi neurologis
- Stroke
- Parkinson
- Trauma medulla spinalis
- Neuropati diabetic
3. Gangguan metabolik
- Hiperkalsemia
- Hipokalemia
- Hipotiroid
4. Psikologis
- Psikosis
- Depresi
- Dementia
- Kurangnya privasi untuk BAB
- Mengabaikan keinginan untuk BAB
- Konstipasi imajiner
5. Penyakit saluran cerna
- Kanker colon
- Divertikel
- Illeus
- Hernia
- Volvulus
- Irritable bowel syndrome
- Rektokel
- Wasir
- Fistula ani
- Inersia colon
6. Lain-lain
- Diet rendah serat
- Kurang serat
- Imobilitas/kurang olahraga
- Bepergian jauh
- Pasca tindakan bedah perut
MANIFESTASI KLINIS
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah:
a. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
b. Mengejan keras saat BAB massa feses yang sulit keluar
c. Perasaan tidak tuntas saat BAB
d. Sakit pada daerah rectum ketika BAB
e. Rasa sakit pada perut ketika BAB adanya perembesan feses cair pada pakain dalam
f. Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
g. Menggunakan obat-obatan pencahar
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Inspeksi
Apakah terdapat tonjolan, peregangan, dan pembesaran pada abdomen
2. Palpasi
Palpasi luar digunakan untuk menilai kekuatan-kekuatan otot perut sedangkan pada palpasi
dalam untuk meraba massa feses pada kolon, adanya tumor, ataupun aneurisma aorta
3. Perkusi
Untuk mencari pengumpulan gas yang berlebihan, pembesaran organ, ascites, dan adanya
massa feses.
4. Auskultasi
Untuk mendengarkan suara bunyi usus besar, normal atau berlebihan.
5. Inspeksi anus
Apakah terdapat wasir, prolaps, fisura, fistula, dan massa tumor yang dapat menganggu proses
BAB
6. Colok dubur
Digunakan untuk mengetahui ukuran dan kondisi rectum serta besar dan konsistensi feses.
Melalui pemeriksaan ini didapatkan informasi:
- Tonus rectum
- Tonus dan kekuatan sphincter
- Kekuatan otot puborektalis dan otot dasar pelvis
- Timbunan massa feses
- Massa lain seperti hemorrhoid
- Darah
- Perlukaan anus
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a. Tes laboratorium
b. Foto polos perut
c. Uji anatomis (enema, proktosigmoidoskopi, kolonoskopi)
d. Radiologis (sinedefecografi)
e. Uji manometri
f. Pemeriksaan elektromiografi
TERAPI
Terapi non farmakologis untuk konstipasi adalah sebagai berikut:
a. Latihan usus besar
melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita
konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara
teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-
10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastrocolon untuk BAB.
Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan
rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
b. Diet
Diet tinggi serat akan meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit
di usus. Dianjurkan pula untuk mengkonsumsi 6-8 gelas cairan sehari.
c. Olahraga
Dengan melakukan olahraga akan meningkatkan sirkulasi dan meningkatkan tonus otot pada
usus. Dianjurkan pula untuk melakukan senam perut terutama pada penderita atoni otot perut.
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis dilakukan apabila terapi non farmakologis tidak berhasil dilakukan, terapi
farmakologis ini dapat dilakukan dengan pmeberian salah satu dari 4 golongan obat sebagai berikut:
a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, misalnya cereal, methyl selulose, psillum
b. Melunakkan dan melicinkan feses, misalnya docusate
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, misalnya sorbitol, lactulose, glycerin
d. Merangsang peristaltic, misalnya bisakodil, fenolptalein.
Pada pasien diberikan laxadine untuk memperbaiki peristaltik usus dan menghambat resorbsi air. Hal ini
disebabkan keadaan imobilitas pasien yang dapat menyebabkan relaksasi otot usus dan berkurangnya
sirkulasi darah ke usus. Laxadine ini bersifat tidak mengiritasi mukosa lambung, sehingga sangat tepat
diberikan pada pasien yang telah mengalami dyspepsia ulkus ejc. gastropathy OAINS.

Anda mungkin juga menyukai