gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
Diabetes Mellitus Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut Diabetes Mellitus Tipe 2 Bervariasi mulai dan yang predominan retensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama retensi insulin. Diabetes Mellitus Tipe Lain Defek gentik fungsi sel beta Defek gentik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat / zat kimia Infeksi: rubella congenital, CMV, lainnya Imunologi (jarang) Sindroma genetik lain Diabetes Kehamilan Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disiropan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar , akibatnya, glukosa tersebut muncul daam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksrsikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). resistensi insulin, meningkatnya produksi glukosa oleh hati, terganggunya sekresi insulin terjadi kegagalan aksi insulin dalam upaya menurunkan gula darah, sel beta pankreas mensekresikan insulin lebih banyak untuk mengatasi kekurangan insulin toleransi glukosa dapat masih normal, dan suatu saat akan terjadi gangguan dan menyebabkan gangguan toleransi glukosa (IGT) dan belum terjadi diabetes 12
sel beta pankreas lama kelamaan tidak mampu mensekresikan insulin untuk menurunkan kadar gula darah sekresi insulin oleh sel beta pankreas menurun dan terjadi hiperglikemia peningkatan glukosa hepatik dan penurunan penggunaan glukosa oleh otot dan lemak mempengaruhi kadar gula darah puasa dan pospandrial polifagi polidipsi Poliuri Penurunan berat badan Gejala klasik kesemutam gangguan penglihatan terasa tebal di kulit kulit terasa tertusuk- tusuk, dll Gejala kronis Usia 45 tahun Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m 2 . yang disertai faktor risiko: Kebiasaan tidak aktif Turunan perama dari orang tua dengan DM Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir > 4000 gram, atau riwayat DM gestasional. Hipertensi (>140/90 nuuHg) Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau triglisaida > 250 mg/dl Menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin Adanya riwayat TGT atau GDPT sebelumnya Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu 200 mg/dL. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa 126 mg/ dL. Kadar glukosa darah 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 200 mg/ dL. DIAGNOSIS Komplikasi akut: Ketoasidosis diabetik (KAD) Hiperosmolar non ketotik (HONK) Hipoglikema Komplikasi kronis: Makroangiopati Retinopati diabetik Nefropati diabetik Neuropati Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati Rentan infeksi Kaki diabetik Disfungsi ereksi P E N A T A L A K S A N A A N
NON FARMAKOLOGIS EDUKASI TERAPI GIZI MEDIS LATIHAN JASMANI FARMAKOLOGIS OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL INSULIN TERAPI KOMBINASI Golongan Cara kerja utama Efeksamping utama Penurunan A1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 1,5 2 %
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 1,5 2 %
Metformin Menekan produksi glukosa hati & menambah sensitifitas terhadap insulin Diare, dyspepsia, asidosis laktat
Tiazolidindion Menambah sensitifitas terhadap insulin Edema 1,3%
Insulin Menekan produksi glukosa hati, stimulasi pemanfaatan glukosa Hipoglikemia, BB naik Potensial sampai normal Golongan Generik Mg/tab Dosis harian Lama kerja Frek/hari Waktu Klorpropamid 100-250 100-500 24-36 1 Glibenklamid 2,5 - 5 2,5 - 15 12-24 1 2 Sulfonilurea Glipizid 5 - 10 5 2- 10-16 1 2 Sebelum Glikuidon 30 30 - 120 6 - 8 2 3 makan Glimepirid 1,2,3,4 0,5 - 6 24 1 Glinid Repaglinid 0,5,1,2 1,5 - 6 - 3 Nateglinid 120 360 - 3 Tiazolidindion Rosiglitazon 4 4 - 8 24 1 Tdk bergantung Pioglitazon 15,30 15 - 45 24 1 jadwal makan Penghambat glukosidase Acarbose 50-100 100-300 3 Bersama suapan pertama Biguanid Metformin 500-850 250-3000 6-8 1-3 Bersama/sesudah makan Nama Buatan Efek puncak Lama kerja Cepat Actrapid Humulin-R
Novo Nordisk (U-40&U-100) Eli Lilly (U-100) 2-4 jam 6-8 jam Menengah Insulatard Monotard Human Humulin-N
Novo Nordisk (U-40&U-100) Novo Nordisk (U- 40&U-100) Eli Lilly (U-100) 4-12 jam 18-24 jam Campuran Mixtard 30 Humulin-30/70
Novo Nordisk (U-40&U-100) Eli Lilly (U-100) 1-8 14-15 Panjang Lantus Bentuk Penfill untuk
Bentuk Penfill untuk
Bentuk Penfill untuk
Aventis Novopen 3 adalah : Actrapid Human 100 Insulatard Human 100 Maxtard 30 Human 100 Humapen Ergo adalah : Humulin-R 100 Humulin-N 100 Humulin-30/70 Optipen adalah : Lantus
Tidak ada
24 am Nama : Tn. M Umur : 50 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jebres, Surakarta Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam Pekerjaan : Petani sering buang air kecil Sejak sebulan SMRS pasien mengeluh semakin sering buang air kecil. Hal ini telah mulai dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, namun akhir-akhir ini hal tersebut semakin mengganggu aktivitas sehari- harinya. Keluhan ini sering muncul pada malam hari ketika pasien tertidur, sehingga pasien tidak dapat tertidur dengan nyenyak. Pasien juga mengeluh walaupun sering kencing tetapi pasien sering kali merasa haus dan lapar. Pasien juga sering merasa lemas, walaupun sudah makan banyak. Selain itu, pasien merasakan kaki dan tangannya terasa sering kesemutan. Karena mengganggu aktivitas pasien, maka pasien memeriksakan diri ke Poliklinik RS. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat DM : disangkal Riwayat sakit jantung : disangkal Riwayat hipertensi : disangkal Riwayat mondok : disangkal Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga Riwayat DM : (+) ibu pasien Riwayat hipertensi : disangkal Riwayat asma : disangkal Riwayat Kebiasaan Riwayat merokok :disangkal Riwayat minum minuman keras : disangkal Riwayat olah raga teratur : disangkal Riwayat Gizi Pasien sehari makan tiga kali, dengan nasi 2-2 1 / 2 centong nasi dengan lauk pauk tempe, tahu, sayur, kadang-kadang dengan ikan, telur, daging, atau ayam. Penderita jarang makan buah- buahan. Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah seorang laki-laki umur 60 tahun, seorang petani. Saat ini penderita tinggal bersama istri. Istri sebagai ibu rumah tangga. Mempunyai tiga orang anak yang semuanya bekerja di luar Surakarta. Pasien berobat dengan fasilitas BPJS Kulit : dalam batas normal Kepala : dalam batas normal Mata : dalam batas normal Hidung : dalam batas normal Telinga : dalam batas normal Mulut : dalam batas normal Tenggorokan : dalam batas normal Sistem respirasi : dalam batas normal Sistem kardiovaskuler : dalam batas normal Sistem gastrointestinal : mudah haus, mudah lapar Sistem musculoskeletal : lemas Sistem genitourinaria : sering buang air kecil pada malam hari Ekstremitas atas dan bawah : kesemutan Status neurologis : kesemutan Status gizi : BB=60 kg, TB=170 cm BMI=20,7 kg/ m 2
Pemeriksaan 14/09/2014 Satuan Rujukan Hb 13 g/dl 12-15,6 Hct 39 % 33-45 AL 12,4 10 3 / L 4,5-14,5 AT 229 10 3 / L 150-450 AE 4,40 10 6 / L 4,10-5,10 GDS 229 mg/dl 100-199 GDP 196 Mg/dL 100-125
Diabetes Mellitus Tipe 2
Menurunkan kadar gula darah sehingga dapat mengurangi gejala-gejala yang dikeluhkan pasien TUJUAN TERAPI
Non Farmakologis 1. Edukasi kepada pasien mengenai penyakit DM, komplikasi, dan penanganannya 2. Edukasi kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan rendah gula dan kalori 3. Edukasi kepada pasien untuk meningkatkan aktivitas fisik dan melakukan latihan jasmani Farmakologis R/ Glibenklamid tab mg 2,5 No. XIV 1 dd tab 1 a.c Pro : Tn. M (50 tahun) TERAPI Non farmakologis 1.Edukasi 2.Diet 3.Latihan Jasmani Dilakukakan evaluasi selama 4 minggu
Jika setelah 1 bulan tidak tercapai maka ditambah intervensi farmakologis R/ Glibenklamid tab mg 2,5 No. XIV 1 dd tab 1 a.c Pro : Tn. M (50 tahun) Jika setelah 3 bulan tujuan terapi tidak tercapai ditambah satu macam obat golongan biguanid R/ Glibenklamid tab mg 5 No. XIV 1 dd tab 1 a.c R/ Metfomin tab mg 500 No. XLII 3 dd tab 1 d.c. Pro : Tn. M (50 tahun) Jika tetap tidak tercapai, diberikan kombinasi dengan insulin injeksi subkutan R/ Glibenklamid tab mg 5 No. XIV 1 dd tab 1 a.c R/ Metfomin tab mg 500 No. XLII 3 dd tab 1 d.c R/ Insulin reguler injeksi 100 ui Cum spuit insulin injeksi imm Pro : Tn. M (50 tahun) Glibenklamid Mekanisme Kerja Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogeus, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel Langerhans pankreas, oleh sebab itu obat ini hanya efektif apabila sel-sel Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca ++ akan masuk sel , merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C. Kecuali itu sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.
Farmakodinamik Memiliki efek hipoglikemik yang poten (200 kali lebih kuat daripada Tolbutamida) sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Glibenklamid efektif dengan pemberian dosis tunggal.
Glibenklamid Farmakokinetik Absorpsi OHO sulfonilurea melalui usus baik sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstra sel. Dalam plasma sebagian besar pada protein plasma terutama albumin (70-99%). Mula kerja (onset) glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat 15-60 menit setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 2-4 jam. Semua metabolit tidak ada yang diakumulasi, hanya 25-50 % metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Waktu paruh eliminasi sekitar 15-16 jam, dapat bertambah panjang apabila terdapat kerusakan hati atau ginjal. Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam. Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap glibenklamid atau senyawa OHO; golongan sulfonilurea lainnya; Porfiria; Ketoasidosis diabetik dengan atau tanpa koma; Penggunaan OHO golongan sulfonilurea pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal, gizi buruk; Pengobatan tunggal pada DM juvenil; DM dengan kehamilan; Alkoholisme akut
Glibenklamid
Efek Samping Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat, gangguan hematologik, peningkatan berat badan Interaksi Obat Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik; Analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan efek sulfonilurea; Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik; Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamida dan trimetoprim): meningkatkan efek sulfonilurea; Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat metabolisme); Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala peringatan; dll Parameter Monitoring Kadar glukosa darah puasa : 80-120mg/dl; Kadar hemoglobin A1c : <100mg/dl; Gejala hipoglikemia. Bentuk Sediaan Kaptab 5 mg, Tablet 2,5 dan 5 mg, Tablet Ss 5 mg.
Glibenklamid
Efek Samping Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat, gangguan hematologik, peningkatan berat badan Interaksi Obat Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik; Analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan efek sulfonilurea; Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik; Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamida dan trimetoprim): meningkatkan efek sulfonilurea; Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat metabolisme); Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala peringatan; dll Parameter Monitoring Kadar glukosa darah puasa : 80-120mg/dl; Kadar hemoglobin A1c : <100mg/dl; Gejala hipoglikemia. Bentuk Sediaan Kaptab 5 mg, Tablet 2,5 dan 5 mg, Tablet Ss 5 mg.
DAFTAR PUSTAKA 1. Ganiswarna S (2000). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI. Hal: 467-481. 2. Mansjoer A, et al. (2001). Kapita selekta kedokteran edisi III. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006). Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. Semarang. 4. Powers CA (2005). Harrisons Principle of Internal Medicine 16 th . North America: Medical Publishing Division Mc Graw- Hill. 5. Soegondo S (2006). Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal :1852-1863. 6. Suyono S (2007). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 7. Slamet S., Sarwono W., Sidartawan S., Pradana S., Imam S., Gatut S., Jose R.L.B., Ermita I.I., Endang B (2005). Penatalaksanaan Diabetes Terpadu.Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 22,35-8,40. 8. Tastekin D., Atasaver M., Adiguzel G., Keles M., and Tastekin A (2006). Hypoglicemic effect of artemisisa herba alba in experimental hyperglicemic rats. Bull Vet Inst Pulawy 50, 235-238. 9. Baxter JD, Young WF, Webb P (2003). Cardiovascular Endocrinology: Introduction. Endocrine Reviews 24(3):253260 10. Lippincott wiliams and wilkins (2002). Pathophysiology Made Incredibly Easy. Springhouse. Philadeplhia. 11. Departemen Farmakologi dan Terapi FK UI (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. pp: 490-91. Aldini FD (2010). Keunggulan Inhibitor DPP-4 sebagai Terapi Diabetes Melitus Tipe 2. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Karya Ilmiah.
Metformin Mekanisme Kerja Biguanid merupakan obat antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein kinase). Meski masih controversial, adanya penurunan produksi glukosa di herar, banyak data yang menyatakan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek pada sekresi glucagon, kortisol, hormone pertumbuhan dan somatostatin.
Farmakokinetik Metformin oral akan diabsorbsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.
Metformin Dosis Dosis awal 2x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan adalah 3x 500 mg, dosis maksimal adalah 2,5 g. Obat diminum pada waktu makan. Pasien yang tidak respon terhadap sulfonylurea dapat diatasi dengan metformin atau dapat pula sebagai kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.
Indikasi Pengobatan penderita diabetes yang baru terdiagnosis setelah dewasa, dengan atau tanpa kelebihan berat badan dan bila diet tidak berhasil. Sebagai kombinasi terapi pada penderita yang tidak responsif therhadap terapi tunggal sulfonilurea baik primer ataupun sekunder. Sebagai obat pembantu untuk mengurangi dosis insulin apabila dibutuhkan. Kontra Indikasi Penderita kardiovaskular, gagal ginjal, gagal hati, dehidrasi dan peminum alkohol, koma diabetik, ketoasidosis, infark miokardial, keadaan penyakit kronik akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan, keadaan yang berhubungan dengan asidosis laktat seprti syok, insufisiensi pulmonar, riwayat asidosis laktat.
Metformin Efek Samping Efek samping bersifat reversible pada saluran cerna termasuk anoreksia, gangguan perut, mual, muntah, rasa logam pada mulut dan diare.Dapat menyebabkan asidosis laktat tetapi kematian akibat insiden ini lebih rendah 10 - 15 kali dari fenformin dan lebih rendah dari kasus hipoglikemia yang disebabkan oleh glibenklamid/sulfonilurea. Interaksi Obat Acarbose penghambat alpha-glukosidase mengurangi bioavailabilitas metformin dan mengurangi konsentrasi puncak plasma metformin rata-rata, tetapi waktu untuk mencapai konsentrasi puncak tersebut tidak berubah. Simetidin menghambat sekresi metformin pada tubular ginjal secara kompetitif dan meningkatkan daerah di bawah kurva konsentrasi plasma metformin terhadap waktu serta mengurangi ekskresi ginjal metformin. Antikoagulan oral phenprocoumon menambah eliminasi obat ini, meningkatkan aliran darah hati dan ekstraksi hati sebagai efek metformin pada aktivitas enzim mikrosomal. Metformin Peringatan dan perhatian Keadaan yang memicu hipoksia dan akumulasi laktat dapat menyebabkan terjadinya asidosis laktat yang berbahaya, maka metformin tidak boleh diberikan pada penderita penyakin kardiovaskuler, gagal ginjal, gagal hati, dehidrasi dan peminum alkohol. Terapi metformin jangka panjang, dapat menyebabkan gangguan absorpsi vitamin B12 dan asam folat di saluran cerna, oleh karena itu perlu diperiksa kadar vitamin B12 dalam serumnya tiap tahun. Meskipun metformin tidak menimbulkan efek samping embrionik pada wanita hamil yang mengalami diabetes, insulin lebih baik daripada zat antihiperglikemik oral untuk mengontrol hiperglikemia pada kehamilan. Tidak dianjurkan untuk diberikan pada wanita menyusui. Kemungkinan terjadinya interaksi antara metformin dan antikoagulan tertentu, dalam hal ini mungkin diperlukan penyesuaian dosis antikoagulan. Perlu hati-hati untuk orang-orang lanjut usia, infeksi serius dan dalam keadaan trauma. INSULIN Terapi insulin pada pasien DMT2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (A1c>7,5 % atau kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun. Pada keadaan tertentu di mana kendali glikemik amat buruk dan disertai kondisi katabolisme, seperti kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL, kadar glukosa darah acak menetap >300mg/dL, A1C >10%, atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan dengan intervensi pola hidup. Selainitu terapi insulin juga dapat langsung diberikan pada pasien DM yang memiliki gejala nyata (poliuri,polidipsi,dan penurunan berat badan ). Kondisi-kondisi tersebut sering ditemukan pada pasien DMT1 atau DMT2 dengan defisiensi insulin yang berat. Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat ditambahkan dan penggunaan insulin dapat dihentikan. INSULIN Pada pasien DM terjadi gangguan sekresi insulin basal dan prandial untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam bbatas normal baik keadaan puasa maupun setelah makan. Dengan mengetahui mekanisme tersebut, maka tujuan pengobatan DM adalah menurunkan kadar glukosa darah baik puasa maupun seterlah makan. Dalam rangka mencapai sasaran pengobatan yang baik, maka diperlukan insulin dengan karakteristik menyerupai orang sehat, yaitu kadar insulin yang sesuai dengan kebutuhan basal dan prandial. Pemberian insulin basal, selain insulin prandial, merupakan salah satu strategi pengobatan untuk memperbaiki kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan. Oleh karena glukosa darah setelah makan merupakan keadaan yang dipengaruhi oleh kadar glukosa darah puasa, maka diharapkan dengan menurunkan kadar glukosa darah basal, kadar glukosa darah setelah makan juga ikut turun.