Anda di halaman 1dari 2

PPG: Pemberontakan Para Calon Guru

Posted on March 20, 2014


Akhir-akhir ini program Pendidikan Profesi Guru atau yang kerap disebut dengan PPG,
menjadi topik hangat bahkan mungkin panas untuk dibicarakan di kalangan mahasiswa,
terlebih lagi oleh mahasiswa jurusan pendidikan. Secara umum, program Pendidikan Profesi
Guru (PPG) merupakan program yang dirancang oleh pemerintah dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas pengajar atau guru di Republik Indonesia. Program ini diputuskan
oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2013. Berbagai
respons (pro dan kontra) pun terjadi di kalangan mahasiwa pendidikan. Persoalan yang
kemudian muncul adalah kenapa mahasiswa berbasis pendidikan tidak dapat mendapatkan
sertifikat pendidik (akta mengajar) kembali? Dan, untuk mendapatkannya, mahasiswa calon
guru haruslah menempuh PPG. Selanjutnya, apakah LPTK tidak lagi dipercaya sebagai
lembaga calon pencetak pendidik (yang mendapatkan akta mengajar)?

Kawan-kawanku semua, para mahasiswa, para calon guru yang mulia hatinya Mari, kita kaji
lebih dalam mengenai program Pendidikan Profesi Guru (PPG) ini. Dalam surat keputusan
yang dikeluarkan kementrian pendidikan dan kebudayaan nomor 87 tahun 2013 disebutkan
bahwa, (1) pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan khusus dengan persyaratan dan
keahlian khusus. (2) Program Pendidikan Profesi Guru atau pra-jabatan atau yang selanjutnya
disebut PPG adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan
S-1 kependidikan S-1/D-IV non-kependidikan yang memiliki kompetensi bakat dan minat
menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional
pendidikan, sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik professional pada pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dari poin pertama,di atas, kita dapat melihat bahwa program ini diadakan guna memberikan
keahlian khusus bagi calon guru. Artinya, untuk menjadi guru dibutuhkan syarat dan keahlian
khusus. Kemudian, pertanyaan yang muncul adalah bukankah para pahasiswa calon guru dari
jurusan Kependidikan sudah dididik dan dilatih selama kurang lebih 4 tahun dengan program
khusus pendidikan? Bagaimana bisa jurusan kependidikan disamaratakan dengan non-
kependidikan dalam proses untuk menjadi guru, sedangkan dalam proses pembelajaran
selama kuliah mereka mendapat ilmu yang jelas berbeda? Secara khusus, mahasiswa
kependidikan sudah dilatih untuk bagaimana menjadi guru yang baik. Sementara itu,
mahasiswa non-kependidikan tidak dilatih dengan tujuan menjadi guru. Oleh karena itu,
secara sederhana dapat kita disimpulkan bahwa dalam hal ini tidak ada kehususan bagi
mahasiswa kependidikan, dan pada akhirnya harus tetap bersaing dengan lulusan non-
kependidikan yang juga ingin menjadi guru.

Selain itu, ada yang tak kalah menarik untuk didiskusikan yaitu tentang mata ajar yang ada
dalam program PPG. Kembali dalam surat keputusan yang dikeluarkan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan nomor 87 tahun 2013 pasal 9 disbutkan bahwa; struktur
kurikulum PPG berisis lokakarya pengembangan perangkat pembelajaran, latihan mengajar
melalui pembelajaran mikro, pembelajaran pada teman sejawat, dan program pengalaman
lapangan (PPL), dan program pengayaan bidang studi dan/atau pedagogi. Jika diperuntukan
bagi lulusan jurusan non-Kependidikan yang ingin menjadi guru, maka struktur kurikulum di
atas dirasa relevan, tapi tidak untuk lulusan jurusan kependidikan. Program seperti
pembelajaran mikro dan PPL sudah ada dalam kurikulum pendidikan dan jika itu diulang lagi
di PPG maka dalam bahasa jawa itu disebut mindon gaweni atau melakukan pengulangan
yang tidak perlu. Maka pertanyaanya adalah masih relevan-kah PPG untuk alumni jurusan
Kependidikan?

Dalam sebuah berita di okezone.com pada Rabu, 12 Februari 2014 10:32 WIB, terkait dengan
calon guru wajib ikuti pendidikan profesi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad
Nuh menyatakan bahwa S.Pd. adalah gelar akademik bukan gelar profesi sama halnya seperti
(S.Ked) bagi alumni kedokteran. Tetapi, dilain sisi mari kita lihat lebih dalam, S.ked itu
berbeda dengan S.Pd karena hanya alumni dari kedokteranlah yang boleh menjadi dokter,
sekali pun ada pendidikan profesi. Semua warga negara kita berhak menjadi guru, tapi
bukankah sudah sewajarnya yang berangkat dari bangku kependidikan mendapat perhatian
khusus, dikhususkan dan tidak disamaratakan dengan yang memiliki latar belakang
pendidikan non-kependidikan? Mari kita pahami bersama.

- Fajar Subekti Zulkarnain (Kadep PSDM BEM FBS 2014)

Dilema para mahasiswa Prodi Kependidikan atas dihapusnya sertifikat pendidik (akta 4) oleh
Dikti memicu berbagai pertanyaan. Di sisi lain, melalui kebijakan tersebut, mahasiswa Prodi
non-kependidikan pun dapat menjadi pendidik dengan mengikuti Program Pendidikan
Profesi Guru (PPG). Berangkat dari persoalan tersebut BEM FBS UNY 2014
kabinet #Serawung pun berinisiatif mengadakan audiensi dengan: (1) Ketua LPPMP
(Penyelenggara PPG), (2) Dekan FBS, dan (3) Wakil Dekan I FBS (Bagian Akademik).
Acara akan dilaksanakan di ruang seminar PLA Lantai III FBS UNY pada Jumat (21/03)
Pukul 15.00 WIB. Terbuka untuk umum. Silakan bawa sahabat-sahabatmu yaaa!

Anda mungkin juga menyukai