Anda di halaman 1dari 8

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN



Telah dilakukan penelitian mengenai gambaran factor-faktor penyebab drop
out penderita TB paru dengan BTA positif di puskesmas Banjarbaru Utara tahun
2012-2014. Penelitian ini menggunakan total sampling yaitu semua pasien drop out
pada tahun 2012-2014 yang berjumlah 7 pasien dan menggunakan random sampling
pada pasien yang telah melakukan pengobatan lengkap dan sembuh yang berjumlah
sebanyak 10 pasien yang berada pada kelurahan Loktabat Utara dan Mentaos.

Tabel 5.1 Karakteristik Penderita TB Paru dengan BTA Positif di Puskesmas
Banjarbaru Utara Tahun 2012-2014 Berdasarkan Umur.
Umur Drop Out Sembuh
Jumlah (n) Persentasi (%) Jumlah (n) Persentasi (%)
15-<45 tahun 2 28 7 70
45 tahun 5 72 3 30
Berdasarkan tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa pada usia 45 tahun terjadi
drop out sebesar 72%, yang mana hasil ini sesuai dengan penelitian Sangadah (2012)
mengenai analisis penyebab terputusnya pengobatan penderita TB di daerah
Kebumen. Pada penelitian tersebut dikatakan pada usia 45 tahun lebih banyak
mengalami drop out, yaitu sebesar 69,8%. Hal tersebut dikarenakan kondisi fisik
sudah tidak memungkinkan untuk mencapai fasilitas kesehatan (21).
Namun, pada penelitian ini penyebab pasien mengalami drop out bukan
dikarenakan kondisi fisik yang tidak memungkinkan mencapai fasilitas kesehatan,
tetapi pada pasien usia 45 tahun lebih sering memiliki penyakit lain yang mendasari
yang dapat membuat pasien tidak meneruskan pengobatan.
Tabel 5.2 Karakteristik Penderita TB paru dengan BTA Positif di Puskesmas
Banjarbaru Utara Tahun 2012-2014 Berdasarkan Jenis Kelamin.

Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa pada laki-laki terjadi drop
out sebesar 72% dan laki-laki yang sembuh 72%, hal ini terjadi karena sebagian besar
penderita TB adalah laki-laki, karena laki-laki lebih sering bekerja daripda
perempuan, sehingga laki-laki lebih sering bertemu dengan orang-orang yang
kemungkinan menderita TB paru. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sangadah (2012)
mengenai analisis penyebab terputusnya pengobatan penderita TB di daerah
Kebumen. Pada penelitian tersebut dikatakan pada laki-laki lebih banyak mengalami
drop out, yaitu sebesar 79,8%. Hal tersebut dikarenakan laki-laki cenderung lebih
cepat bosan meminum obat TB dalam jangka waktu panjang, faktor kesibukan
pekerjaan dan merasa sudah sembuh. Hal ini dapat diatasi dengan meningkatkan
intensitas dan kualitas penyuluhan sehingga pasien sadar akan pentingnya pengobatan
TB secara teratur dan tuntas, karena apabila tidak tuntas maka akan memperberat
Jenis Kelamin Drop Out Sembuh
Jumlah (n) Persentasi (%) Jumlah (n) Persentasi (%)
Laki-laki 5 72 6 60
Perempuan 2 28 4 40
pengobatan dan bias menjadi agen penyebar penyakit TB tersebut, baik di lingkungan
rumah maupun di lingkungan bekerja (21).

Dari penelitian T.Santha, et al dari Pusat penelitian Tuberkulosis Chennai India
melaporkan mengenai faktor resiko yang berhubungan dengan dafault pasien TB
yang diobati dengan strategi DOTS bahwa laki-laki beresiko untuk mengalai default.
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Sophia Vijay, et al (2003) seorang ahli TB
dari India bahwa laki-laki beresiko mengalami putus obat dibandingkan wanita. Hal
ini dapat terjadi karena laki-laki merupakan kepala rumah tangga atau tulang
punggung keluarga sehingga harus bekerja mencari nafkah. Hal inilah yang membuat
para lelaki melupakan sakit yang dideritanya (13,14).
Tabel 5.3 Karakteristik Penderita TB paru dengan BTA Positif di Puskesmas
Banjarbaru Utara Tahun 2012-2014 Berdasarkan Pekerjaan.

Berdasarkan tabel 5.3 dapat disimpulkan bahwa pada penderita yang tidak
bekerja terjadi drop out sebesar 67%, yang mana hasil ini tidak sesuai dengan
penelitian di India menemukan bahwa DO banyak terjadi pada penderita yang bekerja
yaitu 17 % dibandingkan yang tidak bekerja (13).
Pekerjaan Drop Out Sembuh
Jumlah (n) Persentasi (%) Jumlah (n) Persentasi (%)
Bekerja 3 43 6 60
Tidak Bekerja 4 67 4 40
Hal tersebut terjadi karena pada penelitian ini, pasien yang mengalami drop
out adalah kebanyakan kelompok usia 45 tahun, yaitu sebesar 72% yang mana
sebagian besar pasien tersebut sudah tidak bekerja lagi.
Tabel 5.4 Karakteristik Penderita TB paru dengan BTA Positif di Puskesmas
Banjarbaru Utara Tahun 2012-2014 Berdasarkan Pendidikan.

Berdasarkan tabel 5.4 pasien drop out yang lulusan SD sebesar 57% dan
penderita yang sembuh pada pendidikan SMA sebesar 40% berdasarkan hal ini sesuai
dengan penelitian Erni (2009) yang menyatakan bahwa semakin rendah tingkat
pendidikan maka semakin tidak patuh penderita untuk berobat karena rendahnya
pendidikan seseorang sangat mempengaruhi daya serap seseorang dalam menerima
informasi sehingga dapat mempengaruhi tingkat pemahaman tentang penyakit TB
paru, cara pengobatan, dan bahaya akibat minum obat tidak teratur (22).



Pendidikan Drop Out Sembuh
Jumlah (n) Persentasi (%) Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak Sekolah 0 0 1 10
SD 4 57 3 30
SMP 2 29 2 20
SMA 0 0 4 40
S1/D3 1 14 0 0
Tabel 5.5 Karakteristik Penderita TB paru dengan BTA Positif di Puskesmas
Banjarbaru Utara Tahun 2012-2014 Berdasarkan Pengawas Minum Obat
(PMO).

Berdasarkan tabel 5.5 baik pasien drop out maupun patuh semuanya memiliki
PMO. Namun, berdasarkan hasil wawancara tim peneliti, ditemukan bahwa PMO
hanya menuruti kemauan penderita, apabila penderita sudah tidak ingin minum obat
lagi, maka PMO tidak berani untuk melawan. Kemungkinan hal inilah penyebab DO
pada penderita TB, walaupun sudah memiliki PMO. Seharusnya, PMO berasal dari
tenaga kesehatan seperti bidan desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan
lain-lain. Bila tidak ada tenaga kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal
dari kader kesehatan, guru, PKK, atau tokoh masyarakat (9).
Tabel 5.6 Karakteristik Penderita TB paru dengan BTA Positif di Puskesmas
Banjarbaru Utara Tahun 2012-2014 Berdasarkan Jarak.

Berdasarkan tabel 5.6, pada pasien drop out paling banyak terjadi pada jarak
ke Puskesmas 3-5 km (sedang) sebesar 72%, sedangkan pada pasien yang sembuh
PMO Drop Out Sembuh
Jumlah (n) Persentasi (%) Jumlah (n) Persentasi (%)
Ada 7 100 10 100
Tidak Ada 0 0 0 0
Jarak Drop Out Sembuh
Jumlah (n) Persentasi (%) Jumlah (n) Persentasi (%)
1-3 km (dekat) 2 28 5 50
3-5 km (sedang) 5 72 2 20
>5 km (jauh) 0 0 3 30
paling banyak pada jarak dekat (1-3 km) yaitu sebesar 50%. Dapat disimpulkan
bahwa jarak bukanlah faktor yang berpengaruh pada tingkat kepatuhan penderita,
namun hal yang lebih berpengaruh adalah usia, pendidikan, efek samping dan asumsi
penderita.
Menurut Ubaidillah (2001) dari hasil penelitiannya mengenai ketidakteraturan
berobat penderita TB paru dikemukakan bahwa jarak yang jauh dari tempat
pelayanan kesehatan menyebabkan ketidakteraturan penderita untuk berobat. Dengan
demikian kemungkinan penderita TB paru yang rumahnya jauh dari tempat pelayanan
kesehatan beresiko terjadinya DO dalam pengobatan TB parunya karena penderita
TB memerlukan waktu yang lama untuk mencapai tempat pelayanan kesehatan dan
juga memerlukan biaya yang besar untuk transportasi (17, 18).
Tabel 5.7 Karakteristik Penderita TB paru dengan BTA Positif di Puskesmas
Banjarbaru Utara Tahun 2012-2014 Berdasarkan Efek Samping Obat.

Berdasarkan tabel 5.7, semua pasien drop out mengalami efek samping obat
(100%) sedangkan pada pasien yang sembuh efek samping hanya terjadi pada 20%
pasien. Pada penelitian ini ditemukan paling banyak penderita mengalami efek
samping berupa mual muntah yaitu sebesar 77% dan efek samping berupa gatal
sebesar 23%. Dalam wawancara, penderita mengungkapkan bahwa efek samping
Efek Samping Obat Drop Out Sembuh
Jumlah (n) Persentasi (%) Jumlah (n) Persentasi (%)
Ada 7 100 2 20
Tidak Ada 0 0 8 80
mual muntah sangat mengganggu, yang menyebabkan penderita kesulitan beraktifitas
dan merasa lemas, sehingga penderita menghentikan pengobatannya Hal ini sesuai
dengan penelitian Erny (2009) bahwa ada pengaruh yang signifikan antara efek
samping obat terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru. Adanya efek
samping OAT merupakan salah satu penyebab terjadinya kegagalan dalam
pengobatan TB paru. Hal ini bisa berkurang dengan adanya penyuuhan terhadap
penderita akan mengetahui lebih dahulu tentang efek samping obat dan tidak cemas
apabila pada saat pengobatan terjadi efek samping obat (22).
Dalam Kartika (2009), berdasarkan penelitian K.C. Chang, et al dari
Departemen Kesehatan Hongkong tentang faktor resiko putus berobat dengan strategi
DOTS bahwa adanya penderita TB paru yang merasakan adanya efek samping
selama pengobatan lebih beresiko untuk mengalami putus berobat dibandingkan yang
tidak. Hal ini didukung oleh penelitian B. Tekle, et al dari Fakultas Kedokteran
Universitas Addis Ababa, Ethiopia bahwa efek samping pengobatan berhubungan
signifikan dengan kejadian putus berobat. Jenis efek samping obat yang beragam
tingkatannya dari yang ringan hingga yang berat sehingga kemungkinan penderita
untuk default lebih besar (11).




Tabel 5.8 Karakteristik Penderita TB paru dengan BTA Positif di Puskesmas
Banjarbaru Utara Tahun 2012-2014 Berdasarkan Asumsi Sehat.

Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil bahwa 57% pasien yang mengalami
drop out merasa dirinya sembuh walaupun belum lengkap menjalani pengobatan,
sehingga pasien menghentikan pengobatan, sedangkan semua pasien yang sembuh
(100%) tidak merasa sehat selama pengobatannya belum lengkap, sehingga pasien
melanjutkan pengobatan hingga lengkap (6 bulan). Pada hasil wawancara ditemukan
paisen merasa sembuh setelah pengobatan berjalan 2 bulan, pasien merasa sudah
tidak batuk lagi dan sesak yang dialaminya sudah berkurang.
Berdasarkan wawancara, diperoleh kesimpulan bahwa penyebab utama pasien
mengalami drop out adalah efek samping yang dirasa sangat mengganggu, yaitu mual
dan muntah yang dirasakan semua pasien yang merasakan efek samping, selain itu
faktor usia, pendidikan, dan asumsi juga berpengaruh.
Merasa Sembuh Drop Out Sembuh
Jumlah (n) Persentasi (%) Jumlah (n) Persentasi (%)
Ya 4 57 0 0
Tidak 3 43 10 100

Anda mungkin juga menyukai