Anda di halaman 1dari 6

Jurnal MEDTEK, Vol u m e 2, N om or 1, A p r i l 20 10

POTRET PENDIDIKAN DI JEPANG SEBAGAI KONSEP


PENCERAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Hamzah Nur
Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar


Abstrak
Potret pendidikan di Jepang antara lain: pendidikan gratis, wajib belajar
sembilan tahun, pendidikan dilakukan secara adil, tidak ada deskriminasi,
perubahan sosial yang egalitarian, menghargai antarsesama, semangat ksatria,
bekerja keras, dan life skill. Konsep Pencerahan pendidikan di Indonesia, yaitu
Belajar dari kesalahan masa lalu dan berusaha untuk tidak mengulanginya serta
minta ampun kepada pencipta, lebih bijaksana kalau kita menatap ke masa depan
dan hari esok bagi kelangsungan generasi muda. Hari esok adalah arah kebijakan
pendidikan kita ke mana akan dibawa. Yang pertama harus dilakukan untuk
mengembalikan pendidikan pada tempatnya di antara kekuatan-kekuatan yang
bekerja di dalam masyarakat. Pengaruh poleksosbud pada pendidikan sebagai
pendukung tegaknya suatu negara.

Kata Kunci: Pendidikan, Jepang, Indonesia, Poleksosbud



























Berbagai upaya dilakukan pemerintah
untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Perubahan dalam pelaksanaan sistem
pendidikan nasional dilakukan, antara lain
dengan dikenalkannya berbagai program
yang langsung berkaitan dengan
pelaksanaan pendidikan. Perubahan ini
menutut adanya sebuah trobosan dan inovasi
di bidang pendidikan. Sebuah trobosan yang
banyak mendukung upaya meningkatkan
kualitas pendidikan antara lain dengan
menelaah pendidikan di sebuah negara.
Hasil penelaahan dapat digunakan sebagai
contoh, pembanding, dan referensi dalam
upaya meningkatkan kualitas pendidikan
Nasional.
Ketertarikan menelaah pendidikan di
Jepang adalah semangat kerja keras dan
berusaha keras bangsa Jepang yang didengar
dari berbagai sumber. Selain itu, semangat
ksatria bangsa Jepang juga perlu dicontoh
oleh bangsa Indonesia. Pendidikan adalah
prioritas. Hal ini bisa dibuktikan, menurut
beberapa sumber, setelah Jepang porak


























poranda akibat dibom oleh sekutu ketika
Perang Dunia II, Kaisar Hirohito bukannlah
menanyakan berapa jumlah tentara yang
masih hidup, melainkan menanyakan
berapa jumlah guru yang masih hidup.
Jelaslah menunjukkan bahwa pemerintah
Jepang mulai saat itu tidak lagi menyenangi
peperangan, tetapi pendidikan adalah utama.
Kiat ini dibuktikan sampai sekarang bahwa
Jepang tidak mempunyai tentara.
Pendidikan tidak dapat dipisahkan
dengan kebudayaan. Pada dasarnya ada
kemiripan latar belakang kebudayaan antara
Indonesia dengan Jepang. Secara historis,
peradaban Indonesia Jepang dapat dilacak
kembali sampai ke zaman kuno. Peradaban
Indonesi Jepang mengembangkan
kebudayaannya dengan jalan menyerap dan
mengasimilasikan unsur-unsur asing yang
berlanjut menjadi lapisan dasar budaya asli.
Selanjutnya, apakah potret pendidikan di
Jepang dapat menjadi acuan pembangunan
pendidikan di Indonesia?

H a m za h N u r , Pot r et Pend i d i k a n d i Jep a ng Seb a ga i Konsep Pencer a ha n Pend i d i k a n

2
POTRET PENDIDIKAN JEPANG
Sebelum Restorasi Meiji, Jepang
melaksanakan pendidikannya berdasarkan
sistem masyarakat feodal, yaitu pendidikan
untuk samurai, petani, tukang, pedagang,
serta rakyat jelata. Kegiatan ini dilaksanakan
dengan bimbingan para pendeta Budha yang
terkenal dengan sebutan Terakoya (sekolah
kuil). Namun semenjak Restorasi Meiji (Meiji
Ishin, 1868) dikibarkan, Jepang
membelalakkan mata dunia menjadi bangsa
yang pilih tanding dalam kompetensi ilmu
pengetahuan dan teknologi. Jepang
mereformasi pendidikan secara menyeluruh
yang disesuaikan dengan dunia barat.
Selain itu, Jepang mulai giat
menerjemahkan dan menerbitkan berbagai
macam buku, di antaranya tentang ilmu
pengetahuan, sastra, maupun filsafat. Para
pemuda banyak dikirim ke luar negeri untuk
belajar sesuai dengan bidangnya. Tujuannya
tidak lain untuk mencari ilmu dan
menanamkan keyakinan bahwa Jepang akan
dapat berdiri sama tinggi dan duduk sama
rendah dengan dunia barat.
Setelah Jepang kalah dalam Perang
Dunia II (PD II) banyak memberikan
dorongan pada bangsa Jepang untuk
mencurahkan perhatiannya pada bidang
pendidikan. Ada empat pokok struktur baru
yang dikembangkan Amerika Serikat dalam
Cummings(1984), yaitu: Pertama, Sekolah
Dasar (SD) wajib selama enam tahun.
Bertujuan untuk menyiapkan anak menjadi
warga yang sehat, aktif menggunakan
pikiran, dan mengembangkan kemampuan
pembawaannya. Kedua, sesudah SD ada
Sekolah Lanjutan Pertama selama tiga tahun,
punya tujuan untuk mementingkan
perkembangan kepribadian siswa,
kewargaannegaraan, dan kehidupan dalam
masyarakat serta mulai diberikan
kesempatan bekerja. Ketiga, setelah Sekolah
Lanjutan Pertama, ada sekolah lanjutan
selama tiga tahun. Bertujuan untuk
menyiapkan siswa masuk perguruan tinggi
dan memperoleh keterampilan kerja.
Keempat, Universitas harus berperan secara
potensial dalam mengembangkan pikiran
liberal dan terbuka bagi siapa saja, bukan
pada sekelompok orang. Munculnya struktur
baru pendidikan Jepang yang dikembangkan
Amerika Serikat, merupakan bentuk revisi
dari struktur pendidikan lama yang sudah
ada sebelum Perang Dunia II.
Dari upaya tersebut, lahirlah tokoh
modernisasi pendidikan Jepang era Meiji
seperti Fukuzawa Yukichi, memiliki gagasan
cemerlang. Gagasan yang terkenal tercetus
dalam bukunya berjudul Gakumon no Susume
(Jepang: di antara Feodalisme dan
Modernisasi) menyetakan pada bagian
pendahuluan buku tersebut sebagai jalan
yang paling ampuh unruk mencapai tujuan
negara adalah melalui pendidikan. Kegiatan
Jepang dalam mencerdaskan bangsanya
menuai hasil yang signifikan. Korelasi antara
majunya pendidikan Jepang dengan
kemajuan industrinya benar-benar terwujud.
Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan
bangsa Jepang tumbuh menjadi negara
industri utama di Asia, yang kedudukannya
sama dengan bangsa barat lainnya seperti
Inggris maupun Prancis.
Seiring dengan berjalannya waktu pada
abad ke-17, Jepang dengan politik isolasinya
melaksanakan pendidikannya dengan sistem
Terakoya (sekolah kuil) yang pada akhirnya
pada zaman Shugun terdapat kurang lebih
7000 Terakoya menjadi dasar pelaksanaan
sistem wajib belajar (gimu kyooiku).
Berdasarkan artikel 26 paragraf 2
dalam Katarina Thomasevski mengenai
penawaran konstitusi untuk pendidikan
gratis, pemerintah Jepang
menginterprestasikan penawaran tersebut
secara sempit sebagai pelarangan
pemungutan uang sekolah. Pemerintah
mempertimbangkan penyediaan gratis hanya
pada buku-buku ajar sebagaimana opsi
legislatif. Kenyataannya, orang tua harus
dibebani dengan beban biaya pendidikan
yang mahal termasuk biaya untuk materi-
materi pembelajaran, makanan, dan
kebutuhan-kebutuhan lain seperti seragam
sekolah dan olah raga.
Selanjutnya, Yoshio Sugimoto dalam
Katarina Thomasevski telah
mengkonfirmasikan temuan-temuan NGO
ini dengan menyatakan secara umum bahwa
Jurnal MEDTEK, Vol u m e 2, N om or 1, A p r i l 20 10


pendidikan di Jepang merupakan suatu
bisnis yang mahal. Dia juga telah
menegaskan bahwa definisi yang efektif
mengenai pendidikan gratis hanya merujuk
kepada wajib belajar sembilan tahun dan
gratis didefinisikan secara sempit hanya
untuk menghindari pemungutan uang
sekolah (2006: 232).
Upaya pemerintah dan bangsa Jepang
dalam meningkatkan pendidikan bisa
dikatakan berhasil. Pendidikan yang meluas
dan membumi membuat hampir semua
orang Jepang melek huruf mendekati angka
100%. Berdasarkan data statistik tahun1985,
siswa Jepang yang melanjutkan ke
Perguruan Tinggi 94 % dan yang
melanjutkan ke PT lebih kurang 38 %.
Tingginya standar pendidikan Jepang tidak
semata-mata muncul dengan sendirinya,
tetapi ada ungkapan yang baik bagi bangsa
Jepang, yaitu: kehausan yang tak pernah
puas akan pengetahuan. Membaca bagi
orang Jepang merupakan kegiatan yang tak
dipaksakan. Membaca tidak lepas dari
kehidupan sehari-hari, di stasiun,
perpustakaan, di jalan, atau dengan kata lain
di mana ada kehidupan di situ mereka
membaca.
Menurut William K. Cummings dalam
(eka_@yahoo.co.id), beberapa faktor yang
mendukung berhasilnya Jepang merombak
masyarakat melalui pendidikan adalah
sebagai berikut. Pertama, perhatian pada
pendidikan datang dari berbagai pihak.
Kedua, sekolah Jepang tidak mahal. Ketiga,
Jepang tidak ada diskriminasi terhadap
sekolah.Keempat. kurikulum sekolah Jepang
amat berat. Kelima, sekolah sebagai unit
produksi. Kelima, sekolah sebagai unit
pendidikan. Keenam, guru terjamin tidak
akan kehilangan jabatan. Ketujuh, guru
Jepang penuh dedikasi. Kedelapan, guru
Jepang merasa wajib memberi pendidikan
manusia seutuhnya. Kesembilan, guru Jepang
bersikap adil.
Kiat-kiat di atas juga dilaksanakan oleh
negara lain, seperti Thailand, dalam buku
Belajar dari Monyet, guru Shampon
menerapkan pendidikan untuk monyet
dengan biaya murah, tanpa membeda-
bedakan peserta didik, bersikap adil, penuh
dedikasi, dan pendidikan diprioritaskan
pada skill (Rung Kaewdang: 2002). Di
samping hal-hal di atas, pengaruh
pendidikan terhadap anak dan masyarakat
telah membuat pendidikan Jepang
mempunyai potensi yang luar biasa dalam
berbagai hal, misalnya, (1) Minat masyarakat
yang besar sekali pada pendidikan;(2)
prestasi kognitif dan motivasi siswa relatif
setara;(3) prestasi kognitif siswa rata-rata
tinggi;(4) munculnya pelajaran ide
egalitarianisme; (5) perubahan sosial yang
egalitarian; (6) timbulnya kesamaan yang
sama bagi semua lapisan masyarakat.
Menurut Danasasmita dalam
(eka_@yahoo.co.id), ada beberapa
karakteristik lain dari bangsa Jepang yang
mendorong bangsa ini maju. Pertama, orang
Jepang menghargai jasa orang lain. Hal ini
dibuktikan dengan ringannya mereka dalam
mengatakan arigatoo (terima kasih) ketika
mendapat bantuan orang lain dan tidak
menganggap remeh jerih payah orang lain
walaupun bantuan itu tidak seberapa.
Kedua, orang Jepang menghargai hasil
pekerjaan orang lain, dilambangkan dengan
ucapan otsukaresamadehita (maaf, Anda telah
berusaha payah). Ketiga, perlunya setiap
orang harus berusaha, dilambangkan dengan
ucapan ganbatte kudasai (berusahalah).
Keempat, orang Jepang punya semangat
yang tidak pernah luntur, tahan banting dan
tidak mau menyerah oleh keadaan, yang
terkenal dengan semangat bushido
(semangat kesatria).
Dari karakteristik yang disebutkan di
atas, Jepang mampu menjaga martabat dan
kualitas hidup bangsanya lewat pendidikan.
Pendidikan pada hakikatnya adalah sesuatu
yang luhur karena di dalamnya mengandung
misi kebajikan dan mencerdaskan.
Pendidikan bukanlah sekedar proses
kegiatan belajar mengajar saja, melainkan
sebagai proses penyadaran untuk
menjadikan manusia sebagai manusia
bukanlah seolah-olah manusia dijadikan
jagung atau padi yang setiap enam bulan
sekali diganti metode penanamannya,
H a m za h N u r , Pot r et Pend i d i k a n d i Jep a ng Seb a ga i Konsep Pencer a ha n Pend i d i k a n

4
apabila bagus dilanjutkan dan sebaliknya
bila jelek ditinggalkan.

Pendidikan di Indonesia dan
Pencerahannya
Pendidikan merupakan soko guru
kemajuan suatu bangsa. Maju mundurnya
suatu bangsa tidak akan lepas dari hidup dan
matinya mutu pendidikan negara yang
bersangkutan. Kalimat ini menambah banyak
statement yang telah ada sebelumnya. Akhir-
akhir ini muncul pula sebuah slogan
Pendidikan adalah Masa Depan Bangsa.
Pernyataan itu menjadi cambuk bagi
kemajuan bangsa. Namun, kenyataannya
hanyalah sebuah cita-cita luhur yang tak
tahu kapan terjadi dan di mana rimbanya.
Mengenang Indonesia yang dulu
terkenal sebagai negara yang kaya raya tata,
titi, tentrem, kerta, tur raharja sempat menjadi
percontohan di bidang pendidikan di
kawasan ASSEAN harus menjadi pecundang
dalam hal mutu pendidikan. Bila kita
bandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Vietnam sekalipun, kita masih kalah, apalagi
dengan Malaisia yang nota bene pernah kita
jadikan tujuan ekspor dosen-dosen kita
mengajar di sana. Kurikulum made in
Indonesia pun pernah dipekerjakan di
Malaisia dekade tahu 70-an. Hasilnya,
sungguh luar biasa, mereka berhasil investasi
pendidikan dari bangsa serumpun itu telah
berubah manis. Kemajuannya membuat
mereka kini berkata Malaisia is Truly Asia.
Namun, sekarang kualitas pendidikan di
Indonesia telah disalip oleh Malaisia dan
Vietnam yang dulu masih berada jauh di
bawah Indonesia.
Ada pameo yang menyatakan bahwa
Indonesia ini banyak koruptor, tetapi tidak
ada koruptor ( artinya begitu licinnya para
koruptor dalam menghindari jeratan hukum
sehingga sulit ditangkap. Atau mungkin para
penegak hukum masih malu-malu
menangkap koruptor. Hanya Allao swt. Yang
Mahatahu.
Belajar dari kesalahan masa lalu dan
berusaha untuk tidak mengulanginya serta
minta ampun kepada pencipta, lebih
bijaksana kalau kita menatap ke masa depan
dan hari esok bagi kelangsungan generasi
muda. Hari esok adalah arah kebijakan
pendidikan kita ke mana akan dibawa. Yang
pertama harus dilakukan untuk
mengembalikan pendidikan pada tempatnya
di antara kekuatan-kekuatan yang bekerja di
dalam masyarakat. Melindungi fungsinya
sebagai tempat berbaurnaya manusia-
manusia dengan jalan memerangi semua
bentuk pengucilan.
Mengacu pada model pendidikan di
Jepang bahwa pendidikan harus bersifat adil,
tidak membeda-bedakan, tidak mahal, guru
penuh dedikasi, kurikulum sarat, wajib
belajar sembilan tahun dan pendidikan
gratis, dan mengikutsertakan partisipasi
masyarakat dalam pendidikan adalah baik
untuk diterapkan di Indonesia. Membaca
adalah kegiatan rutin. Di mana ada
kehidupan di situ ada kegiatan membaca.
Hafid Abbas dalam Education For All:
The Purpose, Artikel III, butir satu
mengatakan bahwa pendidikan dasar harus
diberikan untuk semua anak-anak, pemuda,
dan orang dewasa. Pada akhirnya, kualitas
yang diberikan pada pendidikan dasar harus
dikembangkan dan konsisiten pada aturan
dan harus digunakan untuk mengurangi
perbedaan. Pernyataan itu sesuai dengan
prinsip keadilan dalam pendidikan dasar.
Guru harus bisa bersikap adil kepada peserta
didiknya tanpa membedakan atas dasar hal-
hal yang melatar belakangi peserta didik.
Pemberantasan buta huruf juga telah
dilakukan oleh pemerintah. Untuk itu, agar
program pemerintah bisa berhasil seperti di
Jepang maka memerlukan proaktif dari
masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, usaha harus dilakukan
dengan melaksanakan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan khas mereka. Hal
ini ebrarti para orang tua harus
diikutsertakan berbicara tentang
persekolahan anak-anaknya. Keluarga-
keluarga miskin harus diberi bantuan
sehingga mereka memandang bahwa sekolah
untuk anak-anaknya bukan suatu biaya yang
tidak teratasi.
Jurnal MEDTEK, Vol u m e 2, N om or 1, A p r i l 20 10


Untuk menciptakan berbagai
kemungkinan mengenali bakat dan
keterampilan terpendam, dan untuk
pengakuan sosial, sistem-sistem pengajaran
hendaklah sejauh mungkin
dianekaragamkan. Adapun, keluarga-
keluarga dan penduduk serta lembaga-
lembaga yang aktif di dalam masyarakat
hendaklah dilibatkan dalam kemitraan-
kemitraan pendidikan. Terlebih lagi, penting
untuk belajar menerima keanekaragaman.
Pendidikan untuk kemajemukan bukanlah
diperlukan untuk berlindung terhadap
kekerasan. Namun, adalah suatu prinsip
aktif untuk pengayaan kehidupan budaya
dan kewarganegaraan di dalam masyarakat
sekarang. Antara hal-hal yang ektrem,
abstrak, kesemestaan dan relativisme yang
tidak membuat permintaan lebih tinggi di
atas cakrawala setiap kebudayaan tertentu.
Perlu ditegaskan adanya dua hal, yakni hak
untuk berbeda dan penerimaan atas nilai-
nilai universal (semesta) (UNESCO, 1996).
Pendidikan dalam toleransi dan
penghormatan kepada manusia-manusia
lain, suatu prasarat untuk demokrasi
hendaklah dipandang suatu usaha yang
umum dan berkelanjutan. Untuk itu, yang
dapat dilakukan di sekolah-sekolah adalah
memberi kemudahan bagi praktik toleransi
sejari-hari dengan membantu murid-murid
menerima pandangan yang berbeda dari
murid-maurid lain. Akan tetapi, juga
diperlukan peranan sekolah untuk
menjelaskan kepada kaum muda,
latarbelakang sejarah, budaya atau religius
dari berbagai ideologi yang bersaing untuk
diperhatikan di dalam masyarakat sekitar
mereka atau di sekolah.
Rekomendasi-rekomendasi di atas bila
dikaitkan dengan bidang Poleksosbud dalam
pendidikan sebagai berikut. Bidang politik,
bahwa pendidikan adalah proses
mencerdaskan kehidupan bangsa. Apabila
bangsa di sebuah negara adalah abngsa yang
cerdas, akan berpengaruh pada pengelolaan
dan tatanan pemerintahan maupun
kehidupan bernegara. Pendidikan demokrasi
dilaksanakan agar hasil pendidikan dapat
mencerminkan sikap demokrasi dalam
kehidupan. Bidang ekonomi, pendidikan
yang dilaksanakan secara berkeadilan dan
memfokuskan pada life skill seperti di Jepang
dan Thailand dapat menciptakan
kesejahteraan bangsanya. Kesejahteraan
ekonomi dan kehidupan bangsa sangat
berpengaruh pada keamanan dan
kenyamanan suatu negara. Bidang sosial,
pendidikan yang bersifat menghormati,
toleransi, keadilan, serta memberdayakan
berbagai golongan minoritas untuk
pengendalian masa depannya adalah
penting dilakukan, Hal ini, dapat
membentuk manusia yang empati terhadap
sesama dalam praktik kehidupan sehari hari
sehingga tercipta masyarakat yang rukun
dan damai. Bidang budaya, melalui
pendidikan dapat menciptakan beraneka
ragam budaya untuk mengembangkan
budaya bangsa. Selain itu, melalui
pendidikan diharapkan para generasi muda
bisa menfilter masuknya budaya luar yang
tidak sesuai dengan peradapaban dan
kepribadian bangsa. Melalui pendidikan
upaya melestarikan budaya bangsa lebih
mengena.


SIMPULAN
Pembahasan di atas bisa disimpulkan
sebagai berikut. Beberapa faktor yang
mendukung berhasilnya Jepang merombak
masyarakat melalui pendidikan adalah
sebagai berikut. Pertama, perhatian pada
pendidikan datang dari berbagai pihak.
Kedua, sekolah Jepang tidak mahal. Ketiga,
Jepang tidak ada diskriminasi terhadap
sekolah.Keempat. kurikulum sekolah Jepang
amat berat. Kelima, sekolah sebagai unit
produksi. Kelima, sekolah sebagai unit
pendidikan. Keenam, guru terjamin tidak
akan kehilangan jabatan. Ketujuh, guru
Jepang penuh dedikasi. Kedelapan, guru
Jepang merasa wajib memberi pendidikan
manusia seutuhnya. Kesembilan, guru Jepang
bersikap adil.
Di samping hal-hal di atas, pengaruh
pendidikan terhadap anak dan masyarakat
telah membuat pendidikan Jepang
mempunyai potensi yang luar biasa dalam
H a m za h N u r , Pot r et Pend i d i k a n d i Jep a ng Seb a ga i Konsep Pencer a ha n Pend i d i k a n

6
berbagai hal, misalnya, (1) Minat masyarakat
yang besar sekali pada pendidikan;(2)
prestasi kognitif dan motivasi siswa relatif
setara;(3) prestasi kognitif siswa rata-rata
tinggi;(4) munculnya pelajaran ide
egalitarianisme; (5) perubahan sosial yang
egalitarian; (6) timbulnya kesamaan yang
sama bagi semua lapisan masyarakat.
Belajar dari kesalahan masa lalu dan
berusaha untuk tidak mengulanginya serta
minta ampun kepada pencipta, lebih
bijaksana kalau kita menatap ke masa depan
dan hari esok bagi kelangsungan generasi
muda. Hari esok adalah arah kebijakan
pendidikan kita ke mana akan dibawa. Yang
pertama harus dilakukan untuk
mengembalikan pendidikan pada tempatnya
di antara kekuatan-kekuatan yang bekerja di
dalam masyarakat. Melindungi fungsinya
sebagai tempat berbaurnaya manusia-
manusia dengan jalan memerangi semua
bentuk pengucilan.


























DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Hafid. (2003). Community- Based
Education. Jakarta: Teraju
Anonim. (2007). Potret Pendidikan di Jepang.
<<eka_kos@yahoo.co.id (Senin, 25
Juni 2007
Jacques Delor, Chairman. (1996). Belajar Harta
Karun di Dalamnya. Jakarta: UNESCO.
Terjemahan dari Learning: The Treasure
Within oleh W.P. Napitupulu.
Kaewdang, Rung. (2002). Belajar dari Monyet.
Jakarta: Grasindo
Tomasevski, Katarina. (2006). The State of The
Right to Education Worldwide.
Copenhagen.

Anda mungkin juga menyukai