)
Presentase Kapur (%)
MDD
Universitas Sumatera Utara
Gambar IV.5 Hubungan antara persentase Ca(OH) dengan kadar air
optimum
Gambar IV.6 memperlihatkan penurunan berat isi kering maksimum
seiring dengan penambahan presentase kapur. Penurunan yang terjadi sebesar
6.82% pada penambahan kapur 5% atau dari 1.439kg/cm menjadi 1.257kg/cm.
Tabel memperlihatkan kenaikan kadar air optimum dari 29.68% menjadi 32.23%
atau sebesar 8.59%. Sedangkan pada tabel dapat dilihat hubungan antara kadar air
dengan berat isi kering dengan variasi presentase penambahan kapur dari 0%
(tanah asli) hingga penambahan 5%.
Gambar IV.6 Hubungan antara kadar air dengan berat isi kering dari
masing masing persentase Ca(OH)
29,68
30
30,73
32,23
28
28,5
29
29,5
30
30,5
31
31,5
32
32,5
0 1 3 5
K
a
d
a
r
A
i
r
O
p
t
i
m
u
m
(
%
)
Presentase Kapur (%)
OMC
1,1
1,15
1,2
1,25
1,3
1,35
1,4
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
B
e
r
a
t
I
s
i
K
e
r
i
n
g
(
g
r
/
c
m
)
Kadar Air (%)
0% Kapur
1% Kapur
3% Kapur
5% Kapur
Universitas Sumatera Utara
IV.1.3 Pengaruh Penambahan Ca(OH) Terhadap Kekuatan dan Daya
Dukung Lempung (Clay)
IV.1.3.1 Nilai CBR Laboratorium yang telah Distabilisasi dengan Ca(OH)
Hasil Uji CBR sebagaimana tercantum pada gambar menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan nilai CBR seiring dengan penambahan
persentase kapur. Peningkatan nilai CBR ini disebabkan terjadinya sementasi
akibat penambahan kapur. Sementasi ini menyebabkan penggumpalan yang
menyebabkan meningkatnya daya ikat antar butiran. Meningkatnya ikatan antar
butiran maka akan meningkatkan kemampuan saling mengunci antar butiran.
Selain itu rongga rongga pori yang telah ada sebagian akan dikelilingi bahan
sementasi yang lebih keras, sehingga butiran tidak mudah hancur atau berubah
bentuk karena pengaruh air. Nilai CBR maksimum diperoleh pada penambahan
kapur sebesar 5% dengan masa perawatan 14 hari, yaitu dari 1.99% menjadi
23.6%.
Gambar IV.7 Perbandingan niai CBR lempung yang dicampur Ca(OH)
dengan berbagai variasi kadar kapur dan waktu pemeraman
1,99 1,99 1,99
3,5
4,6
5,8
7,6
11,1
15,6
12,5
16,9
23,6
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
0 7 14
C
B
R
U
n
s
o
a
k
e
d
(
%
)
Waktu Pemeraman (Hari)
0% kapur
1% kapur
3% kapur
5% kapur
Universitas Sumatera Utara
IV.1.3.2 Nilai Kekuatan Tekan Bebas (Qu) Lempung yang telah Telah
Distabilisasi dengan Ca(OH)
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel
bahwa kuat tekan bebas tanah asli yang dicampur dengan kapur selalu naik dengan
naiknya kadar kapur di dalam tanah serta lamanya pemeraman. Kenaikan nilai
kuat tekan bebas (Qu) maksimum terjadi pada penambahan kapur 5% dengan masa
pemeraman 14 hari, yaitu dari 0.204 kg/cm menjadi 0.703 kg/cm.
Berdasarkan kekuatan tekan bebas tersebut, maka jenis tanah dapat
diklasifikasikan atas beberapa jenis, yaitu :
Tabel IV.3 Klasifikasi tanah berdasarkan nilai kuat tekan bebas
No Jenis Tanah
Unconfined
Unconfined Compresive
Strenght (kg/cm)
1 Very soft <0.25
2 Soft 0.25 0.50
3 Medium 0.50 1.00
4 Stiff 1.00 2.00
5 Very stiff 2.00 4.00
6 Hard >4.00
(Laporan Praktikum Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil USU)
Apabila ditinjau tabel di atas, maka terjadi perubahan jenis tanah
unconfined, yaitu dari very soft (Qu=0.204 kg/cm) menjadi medium (Qu=0.703
Universitas Sumatera Utara
kg/cm). Ini membuktikan bahwa stabilisasi dengan kapur akan memperbaiki
kekuatan tekan bebas tanah.
Gambar IV.8 Perbandingan nilai kuat tekan bebas maksimum lempung yang
telah dicampur Ca(OH) dengan berbagai variasi kadar kapur dan waktu
pemeraman
Kenaikan nilai kuat tekan bebas tanah tersebut disebabkan oleh 2 hal yaitu :
1. Terjadinya pertukaran ion - ion positif (kation) yang ada didalam tanah
lempung (Na+dan K+) oleh ion - ion positif yang ada didalam kapur
(Ca+). Reaksi pertukaran ion-ion postif ini terjadi dalam waktu yang relatif
singkat dan akan menyebabkan proses terjadinya butiran-butiran yang
cukup besar (flokulasi). Membesarnya butiran-butiran tanah lempung akan
menaikkan nilai sudut gesek dalam tanah tersebut yang berakibat pada
kenaikan kuat geser tanah (dalam hal ini kuat tekan bebas).
2. Terjadinya reaksi posolanik yaitu reaksi pembentukan calsium silikat hidrat
(CS-H) atau calsium aluminat hidrat, atau calsium silikat aluminat hidrat
(C-S-A-H) oleh terjadinya ikatan antara CaO ditambah air dengan silika
0,204 0,204 0,204
0,231
0,286
0,372 0,366
0,411
0,545
0,526
0,61
0,703
0,747
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
0 7 14 28
Q
u
m
a
k
s
i
m
u
m
(
k
g
/
c
m
)
Waktu Pemeraman (Hari)
0% kapur
1% kapur
3% kapur
5% kapur
Universitas Sumatera Utara
(SiO) dan alumina (AlO) yang terkandung di dalam tanah lempung .
Hidrat-hidrat tersebut berbentuk gel dan akan mengeras dalam kurun waktu
tertentu. Reaksi posolanik ini terjadi dalam waktu yang cukup lama dan
dalam kondisi perbandingan antara Ca(OH) dengan (SiO) maupun
(AlO) yang cukup proporsional.
Dengan bertambahnya waktu pemeraman, kuat tekan bebas terlihat
meningkat, terutama pada waktu pemeraman 14 hari kenaikan kuat tekan
bebasnya 15.25%. sedangkan pada masa pemeraman 28 hari kenaikan kuat
tekan bebas sebesar 6.26%. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi posolanik
teerjadi dengan baik pada masa pemeraman hingga 14 hari. Namun perlu
diingat bahwa semakin panjang waktu pemeraman, kadar air didalam tanah
akan menurun. Oleh sebab itu pada waktu pemeraman yang sangat panjang
kuat tekan bebas akan turun atau paling tidak konstan. Reaksi posolanik
akan terjadi bila ada air. Apabila tidak ada air, CaO pada kapur tidak akan
bereaksi dengan silikat dan aluminat yang ada di dalam mineral lempung
sehingga proses stabilisasi tidak akan berjalan.
IV.2 Analisa dan Diskusi
VI.2.1 Klasifikasi Tanah Asli
IV.2.1.1 Sistem Klasifikasi Kesatuan Tanah / Unified Soil Classification
System (USCS)
Adapun data data yang diperoleh dari pengujian laboratorium terhadap sampel
tanah asli (sebelum dicampur) adalah :
1. Tanah yang lolos saringan no 200 =67.63 %
2. Batas cair =70.30 %
Universitas Sumatera Utara
3. Indeks Plastisitas =43.43 %
Dari data propertis tanah yang diperoleh diatas maka dapat disimpulkan beberapa
hal, yaitu :
a. Berdasarkan nilai presentase lolos saringan no. 200 tanah lempung di atas,
presentase tersebut lebih besar dari 50 %, maka berdasarkan tabel
klasifikasi USCS tanah ini secara umum dikategorikan golongan tanah
berbutir halus.
b. Dari tabel sistem klasifikasi USCS, data batas cair dan indeks plastisitas
diplotkan pada diagram plastisitas sehingga didapatkan identifikasi tanah
yang lebih spesifik. Hasil dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar IV.9 Klasifikasi tanah asli menurut USCS
Dapat dilihat pada Gambar IV.1.1 bahwa hasil pengeplotan menunjukkan
satu titik pertemuan pengeplotan di atas garis A, yang mana titik temu ini jenis
tanah yang diuji. Dengan merujuk pada hasil di atas maka tanah lempung yang
diuji termasuk kedalam kelompok CH (high plasticity clay) yaitu tanah lempung
tak organik dengan plastisitas tinggi dengan nilai Indeks Plastisitas sebesar 43.43
% (plastisitas tinggi).
Universitas Sumatera Utara
IV.2.1.2 Sistem Klasifikasi AASHTO
Berdasarkan pada tabel klasifikasi tanah AASHTO pada Bab 2, apabila
persentase tanah lolos saringan no.200 lebih besar dari 35% maka tanah tersebut
diklasifikasikan ke dalam kelompok lanau lempung.
Adapun data data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan
yaitu :
1. Presentasi tanah yang lolos saringan no.200 adalah 67.63%, dengan
kata lain tanah tersebut termasuk ke dalam kelompok lanau
lempung.
2. Batas cair =70.30 %
3. Batas plastis =26.87 %
4. Indeks plastisitas =43.43 %
Gambar IV.10 Klasifikasi tanah asli menrut AASHTO
Nilai indeks kelompok dihitung dengan menggunakan persamaan :
GI =(F-35){0.2 +0.005 (LL -40)} +0.01 (F-15) (PI-10)
Dimana :
GI =Indeks Kelompok
Universitas Sumatera Utara
F =Persen material lolos saringan no. 200
LL =Batas cair
PI =Indeks Plastisitas
GI =(67.63-35)[0.2+0.005(70.30-40)]+0.01(67.63-15)(43.43-10)
=1.15 +17.59
=18.74 19
Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO maka tanah lempung yang diteliti
dikategorikan ke dalam kelompok A-7-6 (19) dan termasuk dalam klasifikasi tanah
berlempung sedang sampai buruk.
IV.2.2 Klasifikasi Tanah yang Telah Dicampur dengan Ca(OH)
Setelah tanah dicampur dengan kapur, terjadi perubahan klasifikasi tanah
menurut Sistem Unified maupun AASHTO. Menurut Unified, dengan nilai batas
cair =44.60% dan indeks plastisitas =8.35% maka tanah lempung yang telah
dicampur dengan kapur termasuk golongan OL (low plasticity of organic clay)
dengan kriteria lanau organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas
rendah. Menurut sistem klasifikasi AASHTO terjadi perubahan nilai GI yaitu :
GI =(F-35){0.2 +0.005 (LL -40)} +0.01 (F-15) (PI-10)
=(67.63 - 35){0.2 +0.005 (44.60 -40)} +0.01 (67.63 - 15) (8.35 - 10)
=7.28 8
Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO maka tanah lempung yang diteliti
dikategorikan ke dalam kelompok A-5 (8) dan termasuk dalam klasifikasi tanah
berlanau sedang sampai buruk.
Universitas Sumatera Utara
IV.2.3 Pengaruh Stabilisasi Lempung dengan Kapur Ca(OH) Terhadap
Indeks Plastisitas, CBR Laboratorium, dan Kuat Tekan Bebas
Gambar IV.11 Perbandingan Pengaruh Kapur terhadap Nilai Indeks
Plastisitas, CBR Laboratorium, dan Kuat Tekan Bebas
Dari grafik penurunan dan kenaikan nilai properties akibat stabilisasi
menggunakan kapur di atas, pengaruh yang paling dominan akibat stabilisasi
dengan kapur yaitu penurunan indeks plastisitas, yaitu dari 43.43% menjadi 8.35%
dengan besar penurunan yaitu 35.08 %. Nilai CBR Laboratorium juga mengalami
kenaikan yang signifikan, yaitu dari 1.99 % menjadi 23.6 % atau naik sebesar
21.61%. Stabilisasi dengan kapur juga mengubah sifat tanah unconfined dalam
sistem klasifikasi kuat tekan bebas tanah, yaitu dari 0.204 kg/cm menjadi 0.703
kg/cm atau dari jenis very soft menjadi medium dengan kenaikan sebesar 0.499
kg/cm.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 7 14
N
i
l
a
i
P
r
o
p
e
r
t
i
e
s
Waktu Pemeraman (hari)
PI (%)
CBR (%)
UCS (kg/cm2)
Universitas Sumatera Utara
BAB V
APLIKASI LAPANGAN
V.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada pekerjaan stabilisasi lempung dengan kapur terdiri
dari beberapa jenis sesuai fungsinya. Peralatan-peralatan tersebut harus layak
pakai dan yang memerlukan peneraan harus dikalibrasi sesuai ketentuan yang
berlaku. Adapun peralatan yang digunakan antara lain :
a) Alat penebar
1. Alat penebar mekanis, alat yang dilengkapi dengan timbangan untuk
mengetahui jumlah bahan pengikat tertebar. Alat ini dirancang untuk
menjamin penebaran merata di seluruh area yang akan distabilisasi.
Alat ini juga harus mampu menebar kapur dengan lebar bervariasi
antara 0,3 meter sampai dengan 2,4 meter.
2. Alat penebar manual atau penebaran dengan tangan, seperti penggaruk
atau perata. Penggunaan alat penebar manual ini hanya untuk pekerjaan
dengan volume kecil dan jalan pedesaan pada daerah terpencil atau
jalan lingkungan.
b) Alat pencampur, alat untuk mencampur bahan jalan, bahan pengikat, dan
air
1. Alat pencampur mekanis, memiliki kelengkapan sedemikian rupa
sehingga mampu melakukan proses pencampuran secara homogen
sampai kedalaman atau ketebalan yang sesuai dengan rencana.
Universitas Sumatera Utara
Gambar V.1 Alat pencampur (stabiliser/reclaimer)
Kelengkapan yang dimiliki alat pencampur ini antara lain:
a. Alat pengontrol kedalaman
b. Drum pengaduk (miling drum) yang dirancang dapat memotong ke atas
disertai dengan kontrol pengatur putaran. Gigi-gigi pengaduk digunakan
untuk menghaluskan atau melembutkan bahan dan membawanya keluar
melalui kotak pengaduk untuk mencegah segregasi. Komponen pengaduk
terletak di tengah (diantara poros roda mesin) untuk menjamin kerataan
kedalaman stabilisasi.
Gambar V.2 Gigi pengaduk di drum pengaduk (milling drum)
Universitas Sumatera Utara
Untuk menjamin proses pencampuran dan penambahan air dapat dilakukan
dengan baik, maka drum pengaduk atau penghancur (milling drum) dilengkapi
dengan peralatan sebagai berikut :
a. Sistem pengontrol air yang mampu mengatur penambahan air sesuai
dengan rencana. Sistem pengontrol dikendalikan oleh seorang operator
mesin dan berada di ruang kerja operator
b. Sistem pembersih nozzle yang menjamin tidak adanya nozzle yang
tersumbat, sehingga penambahan air dapat dilakukan secara akurat dan
merata ke seluruh lebar jalan yang akan dikerjakan. Tiap-tiap grup nozzle
dapat dibuka dan ditutup dari ruang operator sesuai dengan lebar jalan yang
distabilisasi.
J ika terdapat lapis beraspal atau lapis tersemenisasi dan alat pencampur
(stabiliser /reclaimer) tidak mampu menggali dan
menghancurkan/menghaluskannya, maka diperlukan alat lain misalnya mesin
penggali-dingin (lihat Gambar 3) sebelum proses pencampuran dengan bahan
pengikat.
Gambar V.3 Mesin penggali-dingin (profiller/cold milling machine)
Universitas Sumatera Utara
2. Alat pencampur konvensional seperti peralatan pertanian (pulvimixer),
alat pencampur pupuk (rotary hoes), rotovator kapasitas lebih kecil 100
PK dan alat pembentuk mekanik (motor grader) dapat digunakan, akan
tetapi penggunaanya cenderung menghasilkan suatu sifat campuran
yang kurang baik dan dapat mengakibatkan pengurangan umur
pelayanan. Penggunaan alat pencampur konvensional ini hanya untuk
pekerjaan dengan volume kecil dan jalan pedesaan pada daerah
terpencil atau jalan lingkungan.
c) Alat pembentuk permukaan tanah (motor grader), alat yang diperlukan
untuk pembentukan atau penyesuaian elevasi awal dan akhir lapis
terstabilisasi .
d) Truk tangki air, alat yang dilengkapi pipa penyebar air atau pipa
penyambung ke mesin pencampur untuk menambahkan air selama
pencampuran basah (wet mixing).
e) Alat pemadat, alat yang mampu memadatkan lapis terstabilisasi sampai
mencapai nilai kepadatan yang ditentukan. Pemilihan jenis alat pemadat
yang digunakan tergantung kebutuhan, terdiri dari:
a. Pemadat roda besi bergigi (padfoot roller) 12 ton sampai dengan 18
ton, yang digunakan untuk pemadatan awal lapis terstabilisasi. Alat ini
mampu memadatkan lapis terstabilisasi dengan ketebalan lebih dari 250
mm;
b. Pemadat kaki kambing (sheepsfoot roller), digunakan untuk pemadatan
awal, sebagai alternatif apabila tidak dapat menggunakan alat pemadat
roda besi bergigi, terutama untuk bahan berbutir halus;
Universitas Sumatera Utara
c. Pemadat roda besi halus (smooth drum) 8 ton sampai dengan 10 ton,
yang digunakan untuk memadatkan lapis terstabilisasi dan pemadatan
setelah pembentukan akhir.
d. Pemadat roda karet bertekanan (pneumatic tyre roller) 10 ton sampai
dengan 12 ton, digunakan sebagai alternatif untuk pemadatan akhir.
e. Timbris mekanis (tamping compactor), digunakan untuk memadatkan
lapis terstabilisasi pada area sempit yang sulit dijangkau alat pemadat
roda besi bergigi, pemadat kaki kambing, pemadat roda besi halus dan
pemadat roda karet bertekanan dan/atau untuk pemadatan tambahan
pada sambungan.
V.2 Ketentuan Khusus Persiapan Stabilisasi
V.2.1 Kadar Air Awal Bahan Jalan
Kadar air awal bahan jalan diperiksa setiap jarak tidak lebih dari 100 m.
Kadar air awal bahan jalan diharapkan berkisar 2% di bawah kadar air optimum
yang diperlukan untuk mencapai kepadatan maksimum. Hal ini dimaksudkan
untuk mempermudah penggemburan bahan jalan dan meningkatkan homogenitas
campuran kapur. J ika kadar air awal bahan jalan yang akan distabilisasi terlalu
tinggi dan tidak memungkinkan dilakukannya pemadatan secara optimal, maka
bahan jalan harus dikeringkan terlebih dahulu melalui pengadukan tanpa bahan
pengikat dan dijemur.
V.2.2 Menentukan Kadar Kapur Aktual dan Jumlah Penebaran Kapur
Penentuan atau penetapan kadar kapur yang digunakan harus berdasarkan
hasil percobaan lapangan (jika dilakukan) atau percobaan di laboratorium dengan
mempertimbangan faktor efisiensi alat pencampur. Langkah-langkah penentuan
Universitas Sumatera Utara
kadar kapur yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Contoh campuran yang telah merata atau seragam yang mewakili diambil
dan dibawa ke laboratorium lapangan. Contoh tersebut dibagi menjadi 2
bagian yang sama. Dari sebagian contoh langsung dibuat 3 benda uji UCS
dan sebagian lagi dicampur ulang di laboratorium kemudian dibuat 3 benda
uji UCS.
b. Dilakukan pengujian UCS setelah proses perawatan benda uji selama 7 hari.
c. Menentukan faktor efisiensi alat pencampur :
Fe (%) = x 100% ...................................................(Persamaan V.1)
Dimana :
Fe =faktor efisiensi alat pencampur;
qu lap =nilai UCS rata-rata contoh campuran lapangan;
qu lab =nilai UCS rata-rata contoh campuran lapangan yang
dicampur ulang dilaboratorium
d. Menentukan nilai UCS terkoreksi :
quk = ............................................................................(Persamaan V.2)
dimana:quk =nilai UCS rencana terkoreksi, digunakan sebagai dasar
penentuan kadar kapur (kekuatan rencana
terkoreksi);
qu =nilai UCS rencana awal berdasarkan percobaan di
laboratorium;
FE =faktor efisiensi alat pencampur.
e. Nilai UCS terkoreksi (quK) digambarkan pada grafik hubungan antara
Universitas Sumatera Utara
persentase kadar kapur dan UCS, untuk memperoleh persentase kadar
kapur terkoreksi, yaitu kadar kapur yang digunakan pada pekerjaan
stabilisasi di lapangan.
Setelah kadar kapur ditetapkan melalui percobaan di laboratorium, jumlah
penebaran kapur (kg/m) dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah Penebaran (kg/m) = d maks x P x d............................(Persamaan V.3)
Dimana : d maks =berat isi kering maksimum lempung (kg/m)
P =persentase kapur (%)
d =kedalaman padat lapisan yang akan distabilisasi
Perhitungan kadar kapur aktual dan jumlah penebaran berdasarkan
penelitian yang telah dilaksanakan di laboratorium adalah berdasarkan data data
sebagai berikut :
IV.2.2.1 Kadar Kapur Aktual
Kekuatan lempung yang telah distabilisasi dengan kapur, qu lab =0.7 kg/cm
Hasil pengujian laboratorium, persentase bahan pengikat yang dibutuhkan
untuk mencapai target =5%
Untuk percobaan pencampuran lapangan, faktor efisiensi alat
pencampur(sebagai pedoman) =0.80
Dilakukan pengujian kuat tekan bebas contoh campuran hasil percobaan
lapangan setelah perawatan 7 hari :
o Kekuatan campuran lapangan, qu lap =0.5 kg/cm
o Kekuatan campuran lapangan yang dicampur ulang =0.7 kg/cm
Universitas Sumatera Utara
di laboratorium
Faktor efisiensi aktual alat pencampur, FE =qu lap / qu lab =0.5 / 0.7 =0.71
Kekuatan terkoreksi quk=qu / FE=0.7 / 0.71 =0.98 kg/cm
Dari grafik diperoleh persentase aktual pemakaian kapur Pk =6.8% 7%
Gambar V.4 Grafik hubungan kekuatan dengan kadar kapur aktual
IV.2.2.2 Jumlah Penebaran Ca(OH) di Lapangan
Diketahui data data hasil percobaan laboratorium dan lapangan sebagai
berikut :
Kepadatan kering maksimum campuran lempung kapur =1.257t/m
Persentase kadar kapur yang digunakan =7%
Ketebalan padat lapisan stabilisasi yang direncanakan =0.35m
Jumlah penebaran =1.257 x 0.07 x 0.35 =30.80 kg/m
Kapur dapat ditebar penuh selebar jalan yang akan distabilisasi atau ditebar
selebar drum pengaduk (milling drum) pada alat pencampur (stabiliser/reclaimer)
untuk meminimalisasi terhadap gangguan arus lalu lintas. Jumlah bahan pengikat
tertebar harus sesuai dengan jumlah rencana penebaran. Toleransi jumlah bahan
pengikat tertebar adalah 10% dari rencana penebaran.
0
5
10
15
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
K
e
k
u
a
t
a
n
,
q
u
(
k
g
/
c
m
)
Kadar Kapur (%)
Universitas Sumatera Utara
V.2.3 Kadar Air dan Derajat Kepadatan Lapangan
Untuk mendapatkan nilai derajat kepadatan lapangan, harus dilakukan
pengujian kepadatan lapangan minimum 1 titik untuk setiap 1000 m lapis
terstabilisasi yang telah dipadatkan. Beberapa cara pengujian kepadatan lapangan
dapat digunakan, pada umumnya menggunakan alat kerucut pasir (sand cone)
sesuai SNI 03-2828-1992.
Setelah dilakukan pengujian kepadatan lapangan, derajat kepadatan
lapangan ditentukan dengan rumus, sebagai berikut:
D (%) = ......................................................(Persamaan V.4)
Dimana :
D =derajat kepadatan lapangan (%)
=kepadatan kering lapangan (kg/cm)
=kepadatan kering maksimum laboratorium (kg/cm)
Kadar air pada kepadatan lapangan yang dicapai harus berada pada rentang
kadar air untuk mencapai derajat kepadatan lapangan minimum yang ditentukan di
atas.
V.2.4 Kekuatan
Desain kekuatan struktural lapis bahan jalan terstabilisasi umumnya
dinyatakan dalam modulus flexural (kelenturan). Untuk memudahkan kontrol di
lapangan, nilai modulus flexural ini dikonversikan dalam nilai UCS dan/atau CBR.
Nilai UCS atau CBR hasil konversi tersebut ditentukan terlebih dahulu
sebagai nilai kekuatan rencana atau target kekuatan, sehingga hasil uji lapangan
minimal sama atau melebihi nilai yang telah ditentukan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel V.1 Tipikal desain kekuatan bahan jalan terstabilisasi
Derajat
Pengikatan
Modulus Flexural Rencana Kekuatan Rencana
MPa Kg/cm MPa Kg/cm
Rendah
(modified)*
1000 10.000 UCS 1 UCS 10
Sedang (lightly
bound
1500 - 3000 15000 - 30000 1 <UCS <4 10 <UCS <40
Tinggi (heavily
bound)
3000 30000 UCS 4 UCS 40
*pengujian bisa menggunakan CBR
V.2.5 Sambungan
Proses pencampuran pada umumnya dilakukan dari lajur satu dan
menyambung ke lajur berikutnya, tanpa ada celah (gap) yang tidak terstabilisasi.
Sambungan memanjang, tumpang-tindih (overlap) minimum 75 mm; sedangkan
sambungan melintang, tumpang-tindih (overlap) minimum 1000 mm. Bahan
pengikat kapur tidak diperbolehkan tumpang-tindih karena dapat menyebabkan
lapisan terstabilisasi menjadi retak. Membuat sambungan dalam kondisi segar atau
sebelum terjadi pengikatan lebih disarankan.
Ukuran tumpang-tindih (overlap) minimum sambungan lapisan terstabilisasi adalah:
a. Pada sambungan memanjang minimum 75 mm
L
Gambar V.5 Sambungan memanjang lapisan stabilisasi
B
Arah Pencampuran Lajur 1
Arah Pencampuran Lajur 2
B
B
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:
L adalah panjang ruas pencampuran
b1 adalah lebar lajur I pencampuran
b2 adalah lebar lajur II pencampuran
b3 adalah lebar tumpang tindih (overlap)
b. Pada sambungan melintang minimum 1000 mm.
Gambar V.6 Sambungan melintang lapis stabilisasi
Keterangan:
L1 adalah panjang ruas I pencampuran
L2 adalah panjang ruas II pencampuran
L3 adalah panjang tumpang tindih (overlap)
b adalah lebar lajur pencampuran
V.3 Cara Pengerjaan
Sebelum proses stabilisasi dilaksanakan, ada beberapa hal yang harus
dilakukan antara lain pembersihan permukaan jalan yang akan distabilisasi,
pembentukan permukaan jalan, dan pemeriksaan kadar air awal tanah lempung.
Setelah kegiatan kegiatan ini dilaksanakan, tahapan selanjutnya yaitu proses
L
Arah Pencampuran Ruas 1 Arah Pencampuran Ruas 1
L
B
L
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan stabilisasi lempung dengan kapur.
V.3.1 Penebaran Kapur
J ika diperlukan, sebelum penebaran bahan pengikat dilakukan
penggemburan atau penghalusan terlebih dahulu. Penggemburan atau
pengahalusan ini tidak diperlukan jika peralatan pencampuran yang akan
digunakan berkapasitas tinggi seperti stabiliser/ reclaimer.
Gambar V.7 Pemuatan kapur (loading binder)
Penebaran kapur dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Penebaran kapur menggunakan alat penebar mekanis (spreader). Kapur
dapat ditebar penuh selebar jalan yang akan distabilisasi atau ditebar
selebar drum pengaduk (milling drum) alat pencampur untuk
meminimalisasi terhadap gangguan lalu lintas. Jumlah penebaran
dikendalikan melalui timbangan atau alat pengontrol tingkat penebaran
yang tersedia pada alat penebar; sedangkan untuk mengetahui jumlah
aktual penebaran, dilakukan pemeriksaan menggunakan baki/matras seluas
1 m yang ditempatkan pada permukaan jalan diantara roda alat penebar.
J ika jumlah aktual penebaran kurang dari rencana, lakukan penebaran
tambahan. J ika jumlah bahan pengikat tertebar telah sesuai rencana,
Universitas Sumatera Utara
lakukan penebaran pada sisi sebelahnya sampai mencapai lebar dan jumlah
penebaran yang ditentukan.
Gambar V.8 Penyebaran kapur (spreading)
b) Penebaran kapur secara manual dilakukan dengan menempatkan kantong-
kantong kapur di atas permukaan jalan yang akan distabilisasi dengan jarak
tertentu agar memenuhi takaran yang direncanakan, baik arah memanjang
maupun arah melintang. Buka kantong kapur dengan pisau atau peralatan
lain yang sesuai dan keluarkan kapur dari dalam kantong sampai kantong
tersebut kosong, kemudian dihamparkan atau ditebarkan secara merata
menggunakan alat perata atau penggaruk manual.
V.3.2 Pencampuran
Setelah penebaran, langkah berikutnya adalah pencampuran kapur dengan
lempung yang distabilisasi. Homogenitas campuran kapur, lempung yang
distabilisasi dan air merupakan salah satu hal yang penting untuk mencapai
suksesnya stabilisasi bahan jalan. Oleh sebab itu, dianjurkan untuk menggunakan
Universitas Sumatera Utara
alat pencampur khusus (stabiliser/reclaimer). Alat pencampur konvensional dapat
digunakan melalui percobaan lapangan (trial mixing).
Untuk mendapatkan keseragaman pencampuran yang lebih baik maka
dilakukan beberapa kali pencampuran atau sesuai hasil percobaan lapangan (jika
dilakukan). Perlu diperhatikan, bahwa proses pencampuran ini dapat menghasilkan
jumlah butiran halus berlebihan yang akan merusak atau mengganggu proses
stabilisasi. Untuk alat reclaimer/stabiliser direkomendasikan sampai 2 (dua) kali
pencampuran.
Pencampuran pertama tanpa penambahan air (dry mix), dan pencampuran
kedua adalah pencampuran basah (wet mix), yaitu dengan menambah air ke dalam
campuran untuk mencapai kadar air di antara 2% di bawah kadar air optimum dan
atau 1% di atas kadar air optimum.
Gambar V.9 Pencampuran kering (dry mixing)
Pada proses pencampuran basah, air ditambahkan langsung ke kotak
pencampuran (mixing chamber) melalui nozzle yang dikendalikan dari kontrol
Universitas Sumatera Utara
panel. Penambahan air langsung dari tangki air melalui pipa penyemprot air
(distributor) dapat dilakukan sebelum pencampuran basah dimulai. Penyiraman
secara manual untuk menambah kadar air setelah pencampuran tidak
diperkenankan.
Gambar V.10 Pencampuran basah (wet mixing)
Pelaksanaan pencampuran pada umumnya dilakukan dari lajur satu dan
menyambung ke lajur berikutnya, tanpa ada gap yang tidak terstabilisasi.
Ketentuan ukuran tumpang-tindih (overlap) sambungan.
V.3.3 Pemadatan dan Perataan
Setelah proses pencampuran, maka pemadatan dimulai sesegera mungkin.
Pemadatan dilakukan menggunakan alat pemadat yang sesuai. Pada stabilisasi
dalam (depth lift stabilization), alat pemadat roda besi bergigi (padfoot roller)
dapat digunakan sebagai pemadat awal yang akan membentuk seperti tapak
berlubang di atas lapisan yang telah dicampur. Setelah itu alat pemadat getar roda
besi (smooth drum vibrating roller) digunakan untuk menyempurnakan pemadatan
sampai mencapai seluruh kedalaman lapisan terstabilisasi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar V.11 Pemadatan awal (initial compaction)
Lakukan pemadatan dengan beberapa lintasan sehingga didapat nilai
kapadatan. Sebagai alternatif jika tidak tersedia alat pemadat roda besi bergigi, alat
pemadat kaki kambing (sheepsfoot roller) dapat digunakan sebagai pemadat awal.
Pada bagian jalan yang lurus, pemadatan dimulai dari tepi menuju ke tengah
sejajar sumbu jalan, sedangkan pada bagian tikungan, pemadatan dilakukan mulai
dari bagian yang rendah menuju bagian yang tinggi sejajar sumbu jalan. Pada
tanjakan, pemadatan dimulai dari bagian yang rendah menuju ke tempat yang
tinggi sejajar sumbu jalan. Sedangkan pada sambungan, pemadatan dilakukan
secara hati-hati agar roda alat pemadat tidak memadatkan atau menggilas bagian
yang sudah dipadatkan terlebih dahulu. Pemadatan dilakukan searah dengan arah
sambungan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar V.12 Pemadatan akhir (final compaction)
Pembentukan atau perataan dilakukan pada saat diperlukan selama proses
pemadatan. Untuk memastikan hasil pengikatan yang baik dari penyempurnaan-
penyempurnaan permukaan (shaping) sebelum pemadatan akhir, alat pemadat roda
karet bertekanan (pneumatic tyre roller) dapat digunakan. Perlu diperhatikan
bahwa pada waktu perataan ini, lapis tipis dari bahan terstabilisasi tidak boleh
diletakkan di atas lapisan terstabilisasi yang telah dipadatkan sebelumnya. J ika
perataan dilakukan dengan pemotongan tipis (trimming), seluruh sisa bahan hasil
pemotongan tipis harus dibuang. J ika pemotongan tipis mengakibatkan
berkurangnya ketebalan lapis terstabilisasi, dapat diperbaiki dengan menambah
ketebalan lapis berikutnya, atau mencampur dan memadatkan kembali lapis
terstabilisasi tersebut sampai kedalaman minimum 150 mm jika bahan pengikat
dengan tingkat pengikatan lambat (slow setting binder) yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar V.13 Pemotongan (cutting)
V.3.4 Perawatan (Curing)
Lapisan terstabilisasi dilindungi dari kehilangan kadar air secara langsung
selama minimum 4 hari berturut-turut, atau sampai lapis berikutnya atau lapis
permukaan dilaksanakan. Perawatan (curing) ini diperlukan untuk menghindari
kehilangan air dari lapisan terstabilisasi yang terlalu cepat sehingga menyebabkan
keretakan pada proses hidrasinya.
Perawatan dapat dilakukan dengan menjaga kelembaban lapisan terstabilisasi
dengan menyemprot air sehingga permukaan lapisan terstabilisasi tersebut dalam
kondisi lembab. Perawatan dapat dilakukan dengan melapisi menggunakan bahan
beraspal yang terdiri dari salah satu jenis aspal emulsi (rapid setting) dan atau lapis
prime coat (minimum cut back bitumen). Pelaksanaan pelapisan dengan bahan
beraspal dilakukan dalam 24 (dua puluh empat) jam setelah penyelesaian
pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar V.14 Perawatan (curing) menggunakan membran bitumen
Dalam masa perawatan, lapisan terstabilisasi tidak boleh dilalui arus lalu lintas,
kecuali tidak ada alternatif lain dengan batasan kecepatan sampai dengan 20
km/jam, untuk menghindari terjadinya abrasi permukaan perkerasan akibat
lintasan roda kendaraan.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan analisa yang dilakukan oleh penyusun, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengujian laboratorium terhadap tanah asli diantaranya :
Kadar air =14.82%
Berat jenis =2.64
Batas cair =70.30%
Batas plastis =26.87%
Indeks plastisitas =43.43%
Kadar air optimum =29.68%
Berat isi kering maksimum =1.349kg/cm
CBR unsoaked =1.99%
Kuat tekan bebas =0.204 kg/cm
Berdasarkan data hasil pengujian di atas maka disimpulkan bahwa tanah
lempung yang diuji termasuk golongan CH (menurut USCS) dan A-7-6 (19) (menurut
AASHTO) yaitu tanah lempung tak organik dengan plastisitas tinggi dengan nilai
Indeks Plastisitas sebesar 43,73 % (plastisitas tinggi).
2. Dari hasil percobaan di laboratorium terhadap tanah asli yang dicampur kapur,
kadar kapur optimum untuk menstabilisasi tanah dengan sifat sifat di atas
adalah sebesar 5% dengan waktu pemeraman 14 hari.
3. Hasil pengujian laboratorium terhadap lempung yang dicampur dengan 5%
Universitas Sumatera Utara
kapur diantaranya:
Batas cair =44.60%
Batas plastis =36.25%
Indeks plastisitas =8.35%
Kadar air optimum =32.23%
Berat isi kering maksimum =1.257 kg/cm
CBR unsoaked =23.6%
Kuat tekan bebas =0.703 kg/cm
Berdasarkan data hasil pengujian diatas maka disimpulkan bahwa tanah
lempung yang dicampur dengan kapur termasuk golongan CL (low plasticity of
Clay) dengan kriteria lempung tak organik dengan plastisitas rendah sampai
sedang (menurut USCS). Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO maka tanah
lempung yang diteliti dikategorikan ke dalam kelompok A-5 (8) dan termasuk
dalam klasifikasi tanah berlanau sedang sampai buruk.
4. Dari data data penelitian terhadap tanah asli dan tanah yang telah
dicampur kapur, pengaruh yang paling dominan akibat stabilisasi dengan
kapur yaitu penurunan indeks plastisitas, yaitu dari 43.43% menjadi 8.35%
dengan persentase penurunan sebesar 80.77% . Nilai CBR Laboratorium
juga mengalami kenaikan yang signifikan, yaitu dari 1.99 % menjadi 23.6
%, tetapi kondisi ini perlu dikontrol dengan teknik CBR Lapangan, yaitu
dengan percobaan Dynamic Cone Penetrometer atau Cone Penetrometer.
Stabilisasi dengan kapur juga mengubah sifat tanah unconfined dalam
sistem klasifikasi kuat tekan bebas tanah, yaitu dari 0.204 kg/cm menjadi
0.703 kg/cm atau dari jenis very soft menjadi medium.
Universitas Sumatera Utara
5. Berdasarkan perhitungan kadar kapur aktual, persentase kapur yang
digunakan di lapangan adalah 7% dari berat kering tanah asli dengan
jumlah penebaran 30.80 kg/cm.
VI.2. SARAN
1. Mengingat proses pembangunan jalan pada tanah dasar lempung dengan
plastisitas tinggi memerlukan biaya tambahan untuk bahan stabilisasi,
hendaknya metode perhitungan kadar kapur di laboratorium dan
pengerjaan di lapangan dilakukan dengan tepat dan teliti.
2. Pekerjaan stabilisasi jalan raya dengan bahan kapur harus dilakukan
dengan hati hati, karena kapur merupakan bahan yang berbahaya
sehingga diperlukan tindakan pengamanan dan keselamatan kerja yang
sesuai prosedur.
Universitas Sumatera Utara