Anda di halaman 1dari 228

H:\Misc\LectureNotes\PROGRAM.

rtf
SI 3212: Struktur Baja (3 sks)
(Created 24/1/07)
Semester II/06_07; NIM: 150xx041-150xx080
(Dosen: Sindur P. Mangkoesoebroto)
Tujuan: Memberikan pemahaman dan kemampuan dalam merencanakan tahanan komponen struktur baja beserta
sambungannya. Penekanan diarahkan pada perilaku dan modus keruntuhan komponen struktur terhadap
berbagai kombinasi pembebanan.
Silabus: Pengantar LRFD dan material, batang tarik (LRFD dan probabilistik), batang tekan, balok (lentur, geser, beban
terpusat, dan analisis plastis), sambungan (baut dan las), elemen pelat tipis, torsi, tekuk torsi lateral, balok pelat
berdinding penuh, perencanaan plastis rangka sederhana, kombinasi lentur-tekan.
Waktu: Senin: jam 09:00-10:40
J umat: jam 09:00-10:40
Tempat: 3202
Mulai kuliah: 5 Februari 2007
UTS: 26 ~30 Maret 2007 (minggu ke 8)
Akhir kuliah: 18 Mei 2007
Prasyarat: Mekanika Teknik, Mekanika Bahan, Statistik & Probabilitas
Text: Salmon & J ohnson, Steel Structures: Design and Behavior, 4th ed., HarperCollins, 1996.
Satuan Acara Perkuliahan:
Materi Tatap Muka
(minggu ke & tgl)
KT
(2007)
1 Pengantar LRFD dan Material (2 x 100 mt) 1(5/2, 9/2) 14/2
2 Batang Tarik (LRFD) (1,5 x 100 mt) 2(12/2, 16/2)
3 Batang Tarik (Probabilistik) (1,5 x 100 mt) 2(16/2), 3(19/2)
21/2
4 Batang Tekan (2 x 100 mt) 3(23/2), 4(26/2) 28/2
5 Balok: Lentur, Geser, Beban Terpusat, & Analisis Plastis (3 x 100 mt) 4(2/3), 5(5/3, 9/3) 14/3
6 Sambungan: Baut dan Las (3 x 100 mt) 6(12/3, 16/3), 7(23/3) 28/3
7 Elemen Pelat Tipis (1,5 x 100 mt) 9(2/4), 10(9/4)
8 Torsi (3 x 100 mt) 10(9/4, 13/4), 11(16/4, 20/4)
9 Tekuk Torsi Lateral (1,5 x 100 mt) 11(20/4), 12(23/4)
25/4
10 Balok Pelat Berdinding Penuh (3 x 100 mt) 12(27/4), 13(30/4, 4/5) 9/5
11 Perencanaan Plastis Rangka Sederhana (100 mt) 14(7/5)
12 Kombinasi Lentur-Tekan (2 x 100 mt) 14(11/5), 15(14/5)
16/5
13 Ujian Komprehensif UAS TU
Handout: Versi e-file (format PDF) dapat di down load di www.icfee.info (gratis).
Presence Ticket: One grade down on the upper bound for each missing-ticket.

Nilai: Kegiatan Terstruktur (KT) setiap topik (2~3 soal) dan ujian komprehensif (100%) dan Tugas-tugas (15%)
A 92 92 B 82 82 C 72 72 D 62
Rujukan lainnya:
1. SNI 03-1729-2000 (Tatacara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung); [dan Peraturan
Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (1984) optional]
2. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987, UDC: 624.042).
3. AISC
Asisten:
Ayu Wulandari; Agnylla Palupi Arthi; Elias E. Pinem; Seto Wahyudi
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB I
Pengantar
Perencanaan struktur adalah kombinasi seni dan ilmu pengetahuan yang
menggabungkan intuisi para ahli struktur mengenai perilaku struktur dengan
pengetahuan prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan, dan analisis
struktur, untuk menghasilkan struktur yang aman dan ekonomis selama masa
layannya.
Metode perhitungan yang berdasarkan keilmuan harus menjadi pedoman dalam
proses pengambilan keputusan, namun tidak untuk diikuti secara membabi buta.
Kemampuan intuisi yang dirasionalkan oleh hasil-hasil perhitungan dapat menjadi
dasar poses pengambilan keputusan yang baik.
Struktur optimum dicirikan sebagai berikut:
a. biaya minimum,
b. bobot minimum,
c. periode konstruksi minimum,
d. kebutuhan tenaga kerja minimum,
e. biaya manufaktur minimum,
f. manfaat maksimum pada saat layan.
Kerangka perencanaan struktur adalah proses penentuan jenis struktur dan
pendimensian komponen struktur demikian sehingga beban kerja dapat dipikul
secara aman, dan perpindahan yang terjadi dapat ditolerir oleh syarat-syarat yang
berlaku.
Prosedur perencanaan secara iterasi dilakukan sebagai berikut:
1. Perancangan. Penetapan fungsi-fungsi struktur dan kriteria keberhasilan
yang optimum.
2. Penetapan konfigurasi struktur preliminari berdasarkan Step 1.
3. Penetapan beban-beban kerja yang harus dipikul.
4. Pemilihan tipe dan ukuran preliminari komponen-komponen struktur
berdasarkan Step 1, 2, 3.
5. Analisis struktur untuk menetapkan gaya-gaya-dalam dan perpindahan.
6. Evaluasi perancangan struktur optimum.
7. Perencanaan ulang dari Step 1 s/d 6.
8. Perencanaan akhir untuk menguji Step 1 s/d 7.
Beban
Beban kerja pada struktur atau komponen struktur bisa ditetapkan berdasarkan
peraturan pembebanan yang berlaku.
Beban mati adalah bebanbeban yang bersifat tetap selama masa layan, antara lain
berat struktur, pipa-pipa, saluran-saluran listrik, AC/heater, lampu-lampu, penutup
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 2
lantai/atap, dan plafon.
Beban hidup adalah beban-beban yang berubah besar dan lokasinya selama masa
layan, antara lain berat manusia, perabotan, peralatan yang dapat dipindah-pindah,
kendaraan, dan barang-barang lainnya.
Beban angin adalah tekanan-tekanan yang berasal dari gerakan-gerakan angin.
Umumnya perlu diperhitungkan pada luas bidang tangkap angin yang relatif luas
pada bangunan dengan beban-beban yang relatif ringan.
Beban gempa adalah gaya-gaya yang berasal dari gerakan-gerakan tanah
dikombinasi dengan sifat-sifat dinamis struktur. Karena seringkali percepatan
horizontal tanah lebih besar daripada percepatan vertikal, dan struktur secara
umum lebih sensitif terhadap gerakan horizontal daripada gerakan vertikal, maka
pengaruh gempa horizontal seringkali lebih menentukan daripada pengaruh
gempa vertikal.
Tahanan komponen struktur dalam memikul gaya mengikuti preferensi berikut
ini:
tarik: baik keruntuhan leleh bersifat daktail
tekan: kurang baik stabilitas (tekuk lentur, tekuk lokal)
lentur: sedang stabilitas (tekuk torsi, tekuk lokal, tekuk lateral)
geser: lemah getas, tekuk lokal
torsi: buruk getas, tekuk lokal
Belakangan ini komponen struktur tarik makin digemari mengingat efisiensinya
dalam memikul beban.
Etika profesi: Perencana bertanggungjawab penuh dalam menghasilkan struktur
yang aman dan ekonomis.
Falsafah Perencanaan LRFD (Load And Resistance Factor Design)
Metode ASD telah digunakan selama kurun waktu 100 tahun, dan dalam 20 tahun
terakhir telah bergeser ke perencanaan batas (LRFD) yang lebih rasional dan
berdasakan konsep probabilitas.
Keadaan batas adalah kondisi struktur diambang batas kemampuan dalam
memenuhi fungsi-fungsinya. Keadaan batas dibagi dalam dua katagori yaitu
tahanan dan kemampuan layan. Keadaan batas tahanan (atau keamanan) adalah
perilaku struktur saat mencapai tahanan plastis, tekuk, leleh, fraktur, guling, dan
gelincir. Keadaan batas kemampuan layan berkaitan dengan kenyamanan
penggunaan bangunan, antara lain masalah lendutan, getaran, perpindahan
permanen, dan retak-retak. Kriteria penerimaan (acceptance criteria) harus
mencakup kedua keadaan batas tersebut.
Konsep probabilitas dalam mengkaji keamanan struktur adalah metode keandalan
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 3
mean value first-order second-moment dimana pengaruh beban (Q) dan tahanan
(R) dianggap sebagai variabel acak yang saling tak bergantung, dengan frekuensi
distribusi tipikal sebagai berikut,
Agar lebih sederhana maka akan dipelajari variabel R/Q atau ln(R/Q) dengan
ln(R/Q)<0 menunjukkan kegagalan seperti ditunjukkan oleh gambar berikut ini,

Besaran
Q
R
n
menjadi definisi kegagalan. Varibel disebut indeks keandalan
(reliability index), dan bermanfaat untuk beberapa hal sebagai berikut:
1. Menunjukkan konsistensi perencanaan berbagai-bagai jenis komponen
struktur.
2. Dapat digunakan untuk menemukan metode baru dalam perencanaan
komponen struktur.
3. Dapat digunakan sebagai indikator dalam mengkalibrasi tingkat faktor
keamanan komponen struktur.
Secara umum, suatu struktur atau komponen struktur dikatakan aman bila
hubungan berikut ini terpenuhi,
R
n i
Q
i
Frekuensi
Tahanan (R)
Beban (Q)
Q R
Q R
Frekuensi
Gagal
0
n ( R/Q )
n ( R/Q )
n (R/Q)
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 4
dimana adalah faktor tahanan,
R
n
adalah tahanan nominal,
i
adalah fakfor beban,
Q
i
adalah (pengaruh) beban,
R
n
adalah tahanan rencana,
i
Q
i
adalah (pengaruh) beban terfaktor.
Kombinasi Pengaruh Beban
Kombinasi pengaruh beban ditentukan berikut ini,
1,4D
1,2D +1,6L +0,5 (L
a
atauH)
1,2D +1,6 (L
a
atau H) +(
L
L atau 0,8 W)
1,2D +1,3W +
L
L +0,5 (L
a
atau H)
1,2D +1,0E +
L
L
0,9D+ (1,3W atau 1,0E)
dimana D adalah pengaruh beban mati,
L adalah pengaruh beban hidup,
L
a
adalah pengaruh beban hidup pada atap,
W adalah pengaruh angin,
E adalah pengaruh gempa,
H adalah pengaruh hujan.
Secara umum D, L, L
a
, W, E, dan H masing-masing dapat berupa lentur, geser,
aksial, dan torsi. Tahanan setiap komponen struktur harus diperiksa terhadap
semua kombinasi pembebanan tersebut diatas.
Faktor Tahanan-LRFD
Faktor tahanan berikut ini digunakan dalam perencanaan menggunakan metode
LFRD.
Komponen struktur tarik:
t
=0,9 keadaan batas leleh
t
=0,75 keadaan batas fraktur
Komponen struktur tekan:
c
=0,85
Komponen struktur lentur:
b
=0,9 untuk lentur
v
=0,9 untuk geser
Untuk las: mengikuti diatas.
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Alat pengencang (baut/keling): =0,75
Dengan faktor beban dan faktor tahanan yang telah ditentukan diatas maka dapat
dihitung indeks keandalan berikut,
Q
R
=
(R/Q)
n
n

2 2
Q R
V V
Q
R
n
dimana
(R/Q) n
~ V + V
R Q
2 2
R
V
R
R
Q
V
Q
Q
Q R, masing-masing adalah nilai-nilai rerata tahanan dan beban,
R Q
, adalah standar deviasi untuk tahanan dan beban.
Kombinasi Beban Indeks Keandalan, Peluang Kegagalan, p
f
()
D & L 3,0 untuk komponen struktur
4,5 untuk hubungan
~1,35
~0,0034
D & L & W 2,5 untuk komponen struktur ~6,2
D & L & E 1,75 untuk komponen struktur ~40
Hubungan/ nilai-nilai indeks keandalan ( ) versus peluang kegagalan (p
f
) untuk
distribusi normal adalah sebagai berikut:
Indeks Keandalan, Peluang Kegagalan, p
f
()
2,33
3,09
10
1
3,72 0,1
4,26 0,01
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
1
BAB II
MATERIAL
Baja yang biasa digunakan untuk keperluan struktur adalah dari jenis:
rendah ( 0,15%)
sedang (0,15 0,29%) umum untuk
struktur bangunan (misalnya BJ 37)
baja karbon (f
y
=210 250 MPa) medium (0,30 0,50%)
tinggi (0,60 1,70%)
Baja karbon memiliki titik peralihan leleh yang tegas; peningkatan kadar
karbon akan meningkatkan kuat leleh tapi mengurangi daktilitas dan
menyulitkan proses pengelasan.
baja mutu tinggi (f
y
=275 480 MPa)
menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas.
didapat dengan menambahkan unsur aloi (chromium, nickel, vanadium,
dll) kedalam baja karbon untuk mendapatkan bentuk mikrostruktur yang
lebih halus.
baja aloi (f
y
=550 760 MPa)
tidak menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas.
titik peralihan leleh ditentukan menggunakan metode tangens 2atau
metode regangan 5.
Hubungan tegangan regangan tipikal.
T
e
g
a
n
g
a
n

(
M
P
a
)
Kuat tarik, fu
Bajaaloi
Kuat leleh minimum
fy =700 MPa
Bajamutu tinggi
Bajakarbon;
BJ 37
5 10 15 20 25 30 35
fy =350 MPa
fy =240 MPa
Regangan (%)
100
200
300
400
500
Tipi
700
800
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
2
Baja yang biasa digunakan untuk baut adalah baut mutu standar (f
ub
=415 MPa)
atau baut mutu tinggi (f
ub
=725 825 MPa; f
yb
=550 650 MPa).
Kawat las yang biasa digunakan dalam pengelasan struktur adalah E60xx (f
yw
=345
MPa; f
uw
=415 MPa) atau E70xx (f
yw
=415 MPa; f
uw
=500 MPa).
Diagram tegangan-regangan dalam daerah yang lebih rinci diperlihatkan pada
gambar dibawah ini.
Hubungan tegangan regangan pada daerah lebih rinci.
Metode ASD menggunakan tegangan ijin yang lebih kecil daripada kuat leleh
baja. Metode LRFD menggunakan kuat leleh baja.
Seperti jenis baja lainnya, baja aloi juga memiliki daerah plastis. Namun, dalam
daerah plastis tersebut hubungan tegangan-regangan menunjukkan penguatan.
Karena baja tersebut tidak memiliki daerah plastis yang betul-betul datar maka
baja tersebut (f
y
>450 MPa) tidak boleh digunakan dalam perencanaan plastis.
Tegangan Multiaksial
Teori keruntuhan Huber-von Mises-Hencky untuk kondisi tegangan triaksial
dinyatakan sebagai berikut:
T
e
g
a
n
g
a
n

(
M
P
a
)
2tangens
5 10 15 20 25
2tangens, fy=700 MPa
Kuat leleh
st
Daerah elastis
Daerah plastis Penguatan regangan
hinggaregangan kuat tarik
E
Est
(a)
(b)
Tipikal untuk fy >450 MPa
(c)
5regangan, fy =700 MPa
Regangan ()
400
500
600
700
800
100
200
300
Tipikal untuk fy <450 MPa
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
3
2
y
2
1 3
2
3 2
2
2 1
2
e
f
2
1
dimana
e
adalah tegangan efektif.
Untuk kondisi tegangan biaksial (
3
=0) persamaan tersebut menjadi,
2
y 2 1
2
2
2
1
2
e
f
atau 1
f
f f
y
2 1
2
y
2
2
2
y
2
1
dengan ilustrasi gambar sebagai berikut:
Kriteria leleh energi distorsi untuk tegangan bidang.
Tegangan geser maksimum untuk keadaan biaksial dapat ditulis sebagai berikut

2
2 1
max 1 2
max
45
o
Keadaan tegangan
geser murni
2 = 1
2 = 1
1 1
Keadaan tegangan
hidrostatis
-1,0
-1,0
+1,0
+1,0
2 = 1
2 = 1
1 1
2 = 1
2 = 1
1 1
= 1
2
fy
1
fy
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
4
untuk keadaan berikut ini berlaku
dan
1
1 1
max
2
e y y
f 3 3
1
2 2 2
y y y
f f
1
3
06 ,
Modulus geser dinyatakan sebagai berikut,
1 2
E
G
dengan Poissons ratio =0,3 untuk daerah elastis =0,5 untuk daerah plastis
danE =200.000 MPa maka G 80.000 MPa.
Perilaku Baja pada Suhu Tinggi
Bila suhu mencapai 90 C, hubungan tegangan-regangan baja menjadi tidak lagi
proporsional dan peralihan kuat leleh menjadi tidak tegas. Modulus elastisitas, E,
kuat leleh, f
y
, dan kuat tarik, f
u
, tereduksi dengan sangat nyata. Reduksi tersebut
sangat besar pada rentang suhu 430 C ~540 C. Pada suhu sekitar 260 ~320 C,
baja memperlihatkan sifat rangkak.
1 1
2
=|
1
|
2
=|
1
|
1
2
=-|
1
|
max
Kurva1: Rasio kuat leleh
Kurva2: Rasio modulus elastisitas
R
a
s
i
o

k
u
a
t

l
e
l
e
h

a
t
a
u

m
o
d
u
l
u
s

e
l
a
s
t
i
s
i
t
a
s

Material Sindur P. Mangkoesoebroto
5
Pengerjaan Dingin dan Penguatan Regangan
Pengerjaan dingin terhadap baja akan menghasilkan regangan permanen.
Terjadinya regangan permanen akan mengurangi daktilitas baja. Daktilitas baja, ,
didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan fraktur,
f
, terhadap regangan
leleh,
y
, atau daktilitas
y
f
.
Pengaruh peregangan diluar daerah elastis.
Strain Aging
Bila baja dibebani hingga mencapai daerah penguatan regangan dan kemudian
dibebas-bebankan untuk beberapa lama maka baja tersebut akan menunjukkan
hubungan tegangan-regangan yang sama sekali berbeda dari aslinya dan disebut
telah mengalami strain aging. Baja yang telah mengalami strain aging akan
memperlihatkan kuat leleh yang lebih tinggi, daerah tegangan konstan plastis yang
lebih tinggi, kuat tarik dan kuat fraktur yang lebih besar, namun daktilitasnya
lebih kecil.
Pengaruh strain aging akibat peregangan hingga mencapai daerah
penguatan regangan dan bebas beban.
Regangan
Regangan
permanen
Daerah plastis
Kemiringan
elastis
Hubungan tegangan - regangan
elastis - plastis
Penguatan regangan
Kuat tarik
Kuat fraktur
Peningkatan kuat leleh
karenapenguatan regangan
A
C E
F D B
0
Daerah elastis
T
e
g
a
n
g
a
n
Daerah regangan setelah
penguatan regangan dan
strain aging
Regangan
Peningkatan tegangan
akibat strain aging
C
E
D
T
e
g
a
n
g
a
n
Peningkatan kuat leleh
karenapenguatan
regangan
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
6
Keruntuhan Getas
Meskipun umumnya keruntuhan baja bersifat daktail, namun dalam beberapa
kondisi baja dapat mengalami keruntuhan secara getas. Keruntuhan getas adalah
jenis keruntuhan yang terjadi tanpa didahului oleh deformasi plastis dan terjadi
dalam waktu yang sangat singkat. Keruntuhan getas dipengaruhi oleh suhu,
kecepatan pembebanan, tingkat tegangan, tebal pelat, dan geometri detailing.
Pada suhu normal, keruntuhan getas berpotensi untuk terjadi bila keadaan
tegangan cenderung bersifat multiaksial. Karena perubahan geometri yang tiba-
tiba sering menimbulkan keadaan tegangan multiaksial, konfigurasi dan
perubahan penampang harus dibuat sehalus mungkin untuk menghindari
terjadinya keruntuhan getas.
Hal-hal berikut ini perlu diperhatikan dalam mengantisipasi keruntuhan getas:
1. Temperatur rendah meningkatkan resiko keruntuhan getas
2. Keruntuhan getas terjadi karena tegangan tarik
3. Pelat baja tebal meningkatkan resiko
4. Geometri tiga dimensi meningkatkan resiko
5. Adanya cacat baja meningkatkan resiko
6. Kecepatan pembebanan yang tinggi meningkatkan resiko
7. Sambungan las menimbulkan resiko
Sobekan lamelar
Sobekan lamelar adalah jenis keruntuhan getas yang terjadi pada bidang gilas
akibat gaya tarik yang besar bekerja tegak lurus ketebalan elemen pelat profil.
Karena regangan yang diakibatkan oleh beban layan biasanya <
y
maka beban
layan biasanya tidak perlu diperhatikan sebagai penyebab sobekan lamelar. Dalam
sambungan las yang terkekang, regangan akibat susut logam las dalam arah tegak
lurus ketebalan sering terjadi secara lokal dan lebih besar daripada
y.
Hal ini yang
sering menyebabkan terjadinya sobekan lemelar.
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
7
Buruk Baik
Sebagai akibat proses gilas baja panas, profil baja memiliki sifat yang berbeda-
beda dalam arah gilas, transversal, dan ketebalan. Pada daerah elastis, sifat-sifat
baja dalam arah gilas dan arah transversal hampir sama (tahanan dalam arah
transversal sedikit bebih kecil daripada tahanan dalam arah gilas). Namun,
daktilitas dalam arah ketebalan jauh lebih kecil daripada dalam arah gilas. Bila
proses pembebanan adalah demikian sehingga diperlukan redistribusi maka
daktilitas yang terbatas tidak dapat mengakomodasi redistribusi yang diperlukan;
bahkan yang terjadi dapat berupa sobekan lamelar.
Transversal
Arah gilas
Z =ketebalan
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
8
Keruntuhan Lelah
Tegangan tarik yang bersifat siklis dapat menyebabkan keruntuhan meskipun kuat
leleh baja tidak pernah tercapai. Gejala tersebut dinamakan keruntuhan lelah, dan
terjadi akibat tegangan tarik yang bersifat siklis. Keruntuhan atau keretakan yang
terjadi bersifat progresif hingga mencapai keadaan instabilitas.
Keruntuhan lelah dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. J umlah siklus pembebanan
2. Taraf tegangan tarik yang terjadi (dibandingkan dengan kuat leleh)
3. Ukuran cacat-cacat dalam material baja
Dalam hal keruntuhan lelah, tegangan yang terjadi pada saat layan merupakan
pertimbangan utama, sedangkan mutu baja tidak memegang peranan penting.
Pengaruh beban mati juga tidak cukup sensitif. Namun, geometri penampang dan
kehalusan penyelesaian detailing memberikan pengaruh yang dominan.
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 6
6.2.2 Kombinasi pembebanan
Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur baja harus mampu
memikul semua kombinasi pembebanan terfaktor di bawah ini:
1,4D (6.2-1)
1,2D +1,6 L +0,5 (L
a
atau H) (6.2-2)
1,2D +1,6 (L
a
atau H) +(
L
L atau 0,8 W) (6.2-3)
1,2D +1,3 W +
L
L +0,5 (L
a
atau H) (6.2-4)
1,2D +1,0 E +
L
L (6.2-5)
0,9D +(1,3 W atau 1,0E) (6.2-6)
Keterangan:
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi
permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap,
tangga, dan peralatan layan tetap;
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung,
termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti
angin, hujan, dan lain-lain;
L
a
adalah beban hidup diatap yang ditimbulkan selama perawatan oleh
pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh
orang dan benda bergerak;
H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air;
W adalah beban angin;
E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989,
atau penggantinya;
dengan,

L
=0,5 bila L<5 kPa, dan
L
=1 bila L 5 kPa.
Kekecualian: Faktor beban untuk L di dalam kombinasi
pembebanan pada Persamaan (6.2-3), (6.2-4), dan (6.2-5) harus
sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk
pertemuan umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih
besar dari 5 kPa.
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB III
KOMPONEN STRUKTUR TARIK
Batang tarik dapat terbuat dari profil bulat ( ), pelat ( ), siku ( ), dobel
siku ( ), siku bintang ( ), kanal tunggal/dobel ( , ), dan lain lain.
Tahanan nominal komponen struktur tarik dapat ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu (a) leleh penampang pada daerah yang jauh dari hubungan (las), (b) fraktur
pada penampang efektif neto pada lubang-lubang baut di hubungan, (c)
keruntuhan blok geser pada lubang-lubang baut di hubungan.
Untuk kasus (a) berlaku, tahanan tarik nominal
N
n
= f
y
A
g
.. (1)
yang mana f
y
adalah kuat leleh (MPa)
A
g
adalah luas penampang bruto
Untuk kasus (b). Pada hubungan yang menggunakan baut maka senantiasa terjadi
konsentrasi tegangan disekitar lubang baut.
Pada kasus (b) yang mana leleh terjadi secara lokal menyebabkan terjadinya
fraktur pada luas penampang neto maka tahanan nominal,
N
n
= f
u
A
e
.. (2)
yang mana f
u
adalah kuat tarik
A
e
adalah luas penampang efektif.
fy
<fy
< y y
T1 T1
fy
y
T2 >T1 T2 >T1
fy
y
T3 >T2 T3 >T2
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Perhatikan bahwa f
u
telah digunakan dalam Pers. (2) untuk daerah lokal
sedangkan f
y
digunakan pada Pers. (1) untuk daerah yang lebih panjang.
Sebetulnya f
u
juga dapat digunakan pada Pers. (1) namun hal ini akan
menyebabkan perpanjangan total yang cukup besar sehingga menimbulkan
redistribusi gaya yang berlebihan kepada komponen-komponen struktur lainnya.
Karena koefisien variasi dari f
u
lebih besar daripada koefisien variasi dari f
y
maka
faktor tahanan =
f
(untuk f
u
) juga lebih kecil daripada faktor tahanan =
y
(untuk f
y
).
Luas neto
Lubang-lubang baut dapat dibuat dengan beberapa cara. Cara yang termurah dan
termudah adalah menggunakan metode punching dengan diameter lubang 1,5 mm
lebih besar daripada diameter alat pengencang (keling atau baut). Metode tersebut
akan mengurangi kekuatan daerah pinggiran lubang baut, sehingga dalam analisis
diameter lubang diambil sebagai diameter lubang +1,5 mm atau diameter alat
pengencang +3 mm.
Metode pelubangan kedua adalah dengan cara punching dengan diameter yang
lebih kecil daripada diameter rencana kemudian melakukan reaming hingga
mendapatkan diameter rencana. Metode tersebut memberikan ketelitian yang lebih
baik daripada cara sebelumya, namun lebih mahal.
Metode ketiga adalah dengan cara langsung membor lubangnya sebesar diameter
alat pengencang +0,75 mm. Metode tersebut biasa digunakan pada pelat-pelat
yang tebal dan adalah cara yang termahal diantara ketiga cara tersebut di atas.
Luas neto penampang batang tarik yang relatif pendek (komponen penyambung)
tidak boleh diambil lebih besar daripada 85% luas brutonya, A
n
0,85 A
g
.
Contoh:
A
g
= t . d =6 * 75 =450 mm
2
A
n
= [d ( +1,5)] * t
= [75 (10 +1,5)] * 6 = 381 mm
2
(~85% A
g
)
Luas Neto Akibat Lubang Selang-seling
d =75 mm T T
=10 mm(punching)
t =6 mm
T T
sp
a
sg
diameter lubang = (punching) b
c
d f
e
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Panjang neto a d = (a d) 2 ( +1,5)
Panjang neto a b e f = (a d) 2 ( +1,5) +
g
2
p
s 4
s
Contoh:
Garis a-b-c-d : 400 2 (17,5 +1,5) = 362 mm
a-b-e-c-d : 400 3 (17,5 +1,5) +2
100 * 4
30
2
= 347,5 mm
a-b-f-g : 400 3 (17,5 +1,5) +2
100 * 4
30
2
= 347,5 mm
menentukan (~86% A
g
) OK
Untuk profil siku nilai s
g
= s
g1
+s
g2
t
Contoh:
T
T
30
a
=17,5 mm (punching)
b
c
d g
f
e
100
100
30
400
sg2
sg1
t
t
33 27
33
27
t
60
sp
60.60.6
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 4
s
g1
= s
g2
= 33 mm
s
g
= s
g1
+s
g2
t = 33 +33 6 = 60 mm
= 10 mm (punching)
A
g
= 691 mm
2
Panjang a-b-c-d : (60 +54 ) ( +1,5)
= 114 (10 +1,5) = 102,5 mm
Panjang a-b-e-f : (60 +54 ) 2 ( +1,5) +
60 * 4
30
2
= 114 2 * 11,5 +
60 * 4
30
2
= 94,75 mm (~83% A
g
)
Luas Neto Efektif
Luas neto yang diperoleh sebelumnya harus dikalikan dengan faktor efektifitas
penampang, U, akibat adanya eksentrisitas pada sambungan; demikian sehingga
didapat
A
e
= U A
n
yang mana A
e
adalah luas neto efektif
U adalah koefisien reduksi
A
n
adalah luas neto penampang
Koefisien reduksi U untuk hubungan yang menggunakan baut atau keling
diperoleh dari persamaan berikut:
U = 1 -
L
x
0,9
dimana x adalah jarak dari titik berat penampang yang tersambung secara
eksentris ke bidang pemindahan beban;
L adalah panjang sambungan dalam arah kerja beban
sg =60
27
sp =30
27
60
a
b
c
d
e
f
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Untuk hubungan dengan las.
1) Bila komponen struktur tarik dilas kepada pelat menggunakan las longitudinal
di kedua sisinya,
A
e
= U A
g
w
2w U = 1,0
1,5w 2w U = 0,87
w < 1,5w U = 0,75
2) Bila komponen struktur tarik dihubungkan menggunakan las transversal saja,
A
e
= U A
g
= A
kontak
3) Bila komponen struktur tarik dihubungkan kepada baja bukan pelat
menggunakan las longitudinal/transversal
A
e
= U A
g
= A
g
Contoh:
w
Akontak
WF 300.300.10.15
T/2
T/2
T
50 50 L =50 +50 =100 mm
c.g
=max ( , ) x x
1
x
2
x
2
x
1
c.g dari penampang I
x
x
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 6

10 * 135 15 * 300
15
2
135
* 10 * 135 7,5 * 15 * 300
x
= 24,80 mm
U = 1
100
80 , 24
= 0,75
A
e
= 0,75 A
n
Geser Blok
Suatu keruntuhan dimana mekanisme keruntuhannya merupakan kombinasi geser
dan tarik dan terjadi melewati lubang-lubang baut pada komponen struktur tarik
disebut keruntuhan geser blok. Keruntuhan jenis ini sering terjadi pada
sambungan dengan baut terhadap pelat badan yang tipis pada komponen struktur
tarik. Keruntuhan tersebut juga umum dijumpai pada sambungan pendek, yaitu
sambungan yang menggunakan dua baut atau kurang pada garis searah dengan
bekerjanya gaya.
Pengujian menunjukkan bahwa keruntuhan geser blok dapat dihitung dengan
menjumlahkan tarik leleh (atau tarik fraktur) pada satu irisan dengan tahanan
geser fraktur (atau geser leleh) pada bidang lainnya yang saling tegak lurus.
Tahanan tarik blok geser nominal ditentukan oleh Pers. (a) atau (b) berikut ini,
dengan fraktur mendahului leleh atau rasio fraktur/leleh terbesar.
T
n
= 0,6 f
y
A
gv
(leleh) +f
u
A
nt
(fraktur) .... (a)
T
n
= 0,6 f
u
A
nv
(fraktur) +f
y
A
gt
(leleh) .... (b)
Contoh:
= 23,5 mm (punching)
t = 6 mm
BJ 37: (f
y
=240 MPa, f
u
=370 MPa)
300
150
15
x
10
Penampang I
a b
c
geser
tarik
T
geser tarik
60 80 60
60
80
200
1 2 1
Tn
geser
tarik
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Blok geser :
T
n
= 0,6 f
y
A
gv
+f
u
A
nt
=0,6 * 240 * 6 * (80 +60)
+370 * 6 * [60 (23,5 +1,5)] =120960 +105450
= 22,6 ton
atau T
n
= 0,6 f
u
A
nv
+f
y
A
gt
= 0,6 * 370 * 6 [80 +60 1 (23,5 +1,5)]
+240 * 6 * 60 =136530 +86400
= 22,3 ton
T
n
= 44,6 ton
Blok geser :
T
n
= 0,6 f
y
A
gv
+f
u
A
nt
=0,6 * 240 * 2 * 6 * (80 +60)
+370 * 6 * [80 (23,5 +1,5)] =241920 +122100
= 36,4 ton
T
n
=0,6 f
u
A
nv
+f
y
A
gt
=0,6 * 370 * 2 * 6 * [80 +60 1 (23,5 +1,5)]
+240 * 6 * 80 =273060 +115200
= 38,8 ton
T
n
= 38,8 ton (menentukan)
J adi tahanan nominal akibat blok geser adalah T
n
= 38,8 ton
leleh : 0,6 f
y
A
gv
geser
fraktur : 0,6 f
u
A
nv
leleh : f
y
A
gt
tarik
fraktur : f
u
A
nt
Kriteria Kelangsingan Komponen Struktur Tarik
Kelangsingan komponen struktur tarik, =L/r, dibatasi sebesar 240 untuk batang
tarik utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder. Ketentuan tersebut tidak
berlaku untuk profil bulat.
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Penyaluran Gaya pada Sambungan
Anggapan dasar: Alat pengencang (baut atau keling) dengan ukuran yang sama
akan menyalurkan gaya yang sama besarnya bila diletakkan secara simetris
terhadap garis netral komponen struktur tarik.
Contoh:
t = 8 mm
= 23,5 mm (punching)
BJ 37: (f
y
=240, f
u
=370)
Satu alat pengencang menyalurkan
10
1
T
n
Potongan 1-3-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-3-1 sebesar 100% T
n
A
n
= 8 [300 3 (23,5 +1,5)] = 1800 mm
2
( 75% A
g
)
T
n
= A
e
f
u
= U A
n
f
u
U = 1
30 * 3
4
= 0,96 0,9 U = 0,9
T
n
= 0,9 * 1800 * 370 =60 ton
Potongan 1-2-3-2-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-2-3-2-1 sebesar 100% T
n
A
n
= 8 [300 5(23,5 +1,5) +
40 * 4
30
2
* 4] = 1580 mm
2
( 66% A
g
)
T
n
= A
e
f
u
= U A
n
f
u
= 0,9 * 1580 * 370 =52,6 ton (menentukan)
30
T
n
60
80
80
60
30
300
40
40
1
2
3
2
1
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Potongan 1-2-2-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-2-2-1 sebesar 90% T
n
A
n
= 8 [300 4(23,5 +1,5) +
40 * 4
30
2
* 2] = 1690 mm
2
( 70% A
g
)
90% T
n
= A
e
f
u
= U A
n
f
u
= 0,9 * 1690 * 370 =56,3 ton
T
n
= 62,5 ton
Resume Komponen Struktur Tarik
t
T
n
T
u
(1) Leleh pada penampang bruto,

y
T
n
= 0,9 f
y
A
g
(2) Fraktur tarik pada penampang efektif,

f
T
n
= 0,75 f
u
A
e
(3) Fraktur geser pada penampang neto,
V
n
= 0,75 (0,6 f
u
) A
nv
(4) Fraktur tarik pada penampang neto,
T
n
= 0,75 f
u
A
nt
(5) Kombinasi geser-tarik:
a) Bila f
u
A
nt
0,6 f
u
A
nv
R
bs
= 0,75 (0,6 f
y
A
gv
+f
u
A
nt
)
b) Bila 0,6 f
u
A
nv
> f
u
A
nt
R
bs
= 0,75 (0,6 f
u
A
nv
+f
y
A
gt
)
Keruntuhan
blok geser
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Contoh:
Bila D =2/3 L, tentukan beban kerja yang dapat dipikul oleh komponen struktur
tarik berikut.
BJ 37: (f
y
=240 MPa, f
u
=370 MPa)
= 18 mm (punching)
b
= 16 mm
(a) Tahanan pada penampang bruto,
y
T
n
=
y
A
g
f
y
= 0,9 * 1876 * 240 = 40 ton
(b) Tahanan pada penampang neto,
A
n1
= 1876 ( +1,5) * 8
= 1876 (18 +1,5) * 8 = 1720 mm
2
(91% A
g
)
A
n2
= 1876 2 ( +1,5) * 8 +
60 * 4
30
2
* 8
= 1876 2 (18 +1,5) * 8 +
60 * 4
30
2
* 8
= 1594 mm
2
(85% A
g
)
A
n
= 1594 mm
2
U = 1
L
x
0,9
= 1
180
4 , 32
= 0,82
A
e
= U A
n
= 0,82 * 1594 = 1307 mm
2
120.120.8
x
=32,4 mm
Ag =1876 mm
2
x
120 60
30
30
L =180
30 30 30
Tu(D,L)
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 11
f
T
n
=
f
A
e
f
u
= 0,75 * 1307 * 370 = 36,3 ton (menentukan)
J adi nilai tahanan rencana, T
d
=36,3 ton
T
d
T
u
= 1,2 D +1,6 L
= 1,2 *
3
2
L +1,6 L = 2,4 L
L
4 , 2
T
d
= 15 ton
D L
3
2
= 15 *
3
2
= 10 ton
D +L = 10 +15 = 25 ton
Bila digunakan beberapa baut berukuran besar, atau bila tebal pelat sayap
profil cukup tipis, maka perlu ditinjau kemungkinan keruntuhan blok geser.
Contoh:
Tentukan tahanan rencana komponen struktur tarik berikut ini.
BJ 37: (f
y
=240 MPa, f
u
=370 MPa)
= 18 mm (punching)
b
= 16 mm
(a) Tahanan pada penampang bruto,
y
T
n
=
y
A
g
f
y
= 0,9 * 813 * 240 = 17,6 ton
(b) Tahanan pada penampang neto,
A
n
= 813 ( +1,5) * 6
= 813 (18 +1,5) * 6 = 696 mm
2
(86% A
g
)
U = 1
L
x
0,9
=19,3 mm
Ag =813 mm
2
X
70.70.6
x
70
40
30
30 50 50 50
geser
tarik
Tu
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 12
= 1
3 * 50
3 , 19
= 0,89
f
T
n
=
f
U A
n
f
u
= 0,75 * 0,89 * (0,85*813) * 370
= 17 ton
(c) Tahanan blok geser,
0,6 f
u
A
nv
= 0,6 * 370 * [180 3 * ( +1,5)] * 6
A
nv
/t = 111,75
= 14,9 ton
f
u
A
nt
= 370 * [40 * ( +1,5)] * 6 = 6,72 ton
A
nt
/t = 30,25
Karena 0,6 f
u
A
nv
> f
u
A
nt
maka
f
R
bs
= 0,75 (0,6 f
u
A
nv
+f
y
A
gt
)
= 0,75 (0,6 * 370 * 111,75 +240 * 40) * 6
= 15,5 ton (menentukan)
J adi nilai tahanan rencana komponen tarik adalah 15,5 ton (akibat blok geser).
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 1
PENGANTAR ANALISIS KEANDALAN

Analisis keandalan berikut ini didasarkan pada mean value first order second
moment (MVFOSM). Pada dasarnya metode ini tidak terlalu teliti namun dapat
dianggap memadai untuk digunakan sebagai pengantar pada analisis yang lebih
canggih misalnya FORM (first order reliability method) dan SORM (second order
reliability method).

Contoh:







Akibat beban-beban hidup dan mati yang ditetapkan berdasarkan peraturan
muatan diketahui gaya-gaya tarik yang bekerja pada batang CE adalah T
D
=9,75
* 10
4
N dan T
L
=14,6 * 10
4
N. Batang CE terbuat dari 70.70.6 (A =2 * 812,7
mm
2
) dengan kuat leleh f
y
=240 MPa.
Tentukan indeks keandalan ( ), peluang kegagalan (p
f
), faktor-faktor beban (
D
,
L
), faktor tahanan ( ), dan faktor keamanan tunggal (SF), batang CE tersebut.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas perlu pengetahuan mengenai
distribusi dari R, D, L. Dalam bahasan selanjutnya akan ditinjau bila R, D, L
adalah normal dan lognormal.

R, D, L Normal dan Tak-bergantung
Formulasinya adalah sebagai berikut:
g(R,S) = R S

dimana g(R,S) adalah fungsi kinerja
S =D +L adalah (pengaruh) beban luar
R adalah tahanan tarik batang CE
D adalah gaya tarik akibat beban mati
L adalah gaya tarik akibat beban hidup.

Karena R, D, L adalah normal maka g(R,S) juga normal seperti ditunjukan
gambar berikut.

A
B
I
J
D
C
F
E
H
G
R, S
S, normal
Sn S Rn R
R, normal
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Pada gambar diatas, adalah nilai rerata dan adalah deviasi standar. Dari kedua
besaran tersebut didefinisikan koefisien variasi (V) adalah deviasi standar dibagi
nilai rerata, dan indeks keandalan ( ) adalah invers dari koefisien variasi, atau
Koefisien variasi, V , dan
Indeks keandalan, V
1 -

Nilai rerata dan deviasi standar dari g (R, S) dapat diperoleh berikut ini (R, S
adalah dua varibel acak yang tak-bergantung),

S R G
-

2
S
2
R
2
G


Sehingga indeks keandalan ( ) menjadi

2
S
2
R
S R
G
G

-
.................................................. (1)

dan peluang kegagalan (p
f
) adalah
dg g f p
0
-
G f


G
G
G
G
- -
-
- 0

0 -

-

2
S
2
R
S R

- 1 p
f


dimana adalah fungsi peluang kumulatif normal standar.

Persamaan (1) dapat ditulis kembali sebagai

2
S
2
R S R

fG (g)
gagal
0
g = R S
G
G
g= R S (normal)
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 3

S R
S R
2
S
2
R
S




atau

S S R R
V - 1 ........................................... (2)
dimana

S R
2
S
2
R




R
R
R
V

Karena
L D S
2
L
2
D S
dan maka Persamaan (2) menjadi

L D L D R R
V - 1

L L D D
V 1 V 1
yang mana

L D
2
L
2
D



atau
D D
L D
2
L
2
D
S R
S R
R R
S R
S R
V




-
1 V

-
- 1
+
L L
L D
2
L
2
D
S R
S R
V




-
1 ....................... (3)
J adi

R
S R
S R
V

-
- 1

D
L D
2
L
2
D
S R
S R
D
V




-
1

L
L D
2
L
2
D
S R
S R
L
V




-
1

dimana adalah faktor tahanan tengah

D
adalah faktor keamanan tengah untuk D

L
adalah faktor keamanan tengah untuk L

Faktor bias ( ) didefinisikan sebagai berikut:

R
n
R
R

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 4

D
n
D
D


L
n
L
L


maka Persamaan (3) menjadi,

n
D
D
L D
2
L
2
D
S R
S R
n
R
R
S R
S R
D
V




-
1
R
V

-
- 1

+
n
L
L
L D
2
L
2
D
S R
S R
L
V




-
1


dan faktor keamanan nominal menjadi:

R


D
D
D


L
L
L


dan angka kemanan tunggal (SF) adalah:

n n
n
L D
R
SF

Persamaan (3) dapat ditulis sebagai berikut:


n
L
L
n
D
D
n
R
R
L
V 1
D
V 1
R
V 1


dimana ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan sebagai nilai awal =0,75 dan
=0,85; dan prosesnya dilakukan secara iterasi.

Untuk contoh diatas diberikan
T
D
=D
n
=9,75 * 10
4
N
T
L
=L
n
=14,6 * 10
4
N
R
n
=240 * 2 * 812,7 =39 * 10
4
N


Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Anggap

R
=0,952 V
R
=0,11

D
=1,05 V
D
=0,1

L
=1,00 V
L
=0,3

N 10 * 40,97
0,952
10 * 39

R

4
4
R
n
R

N 10 * 9,28
1,05
10 * 9,75

T

D

4
4
D
D
D
n
D

N 10 * 14,6
1
10 * 14,6 L

4
4
L
n
L


R
=
R
. V
R
=40,97 * 10
4
* 0,11 =4,51 * 10
4
N
D
=0,928 * 10
4
N
L
=4,38 * 10
4
N

S
=
D
+
L
=23,9 * 10
4
N
2
4
2
4 2
L
2
D S
10 * 4,38 10 * 0,928
=4,5 * 10
4
N
0,19
10 * 9 , 23
10 * 4,5
V
4
4
S
S
S


R
-
S
=17,07 * 10
4
N
R
+
S
=9,01 * 10
4
N
D
+
L
=5,31 * 10
4
N
N 10 * 4,48
4 2
L
2
D

N 10 * 6,37
4 2
S
2
R


Indeks keandalan ( ),
2,68
10 * 6,37
10 * 17,07


-

4
4
2
S
2
R
S R


Peluang kegagalan, p
f
=1 - ( ) =1 - (2,68)
= 3,68

Angka keamanan tengah,
0,79 0,11
10 * 9,01
10 * 17,07
- 1 V

-
- 1
4
4
R
S R
S R

1,16 0,1
10 * 5,31
10 * 4,48

10 * 9,01
10 * 17,07
1 V




-
1
4
4
4
4
D
L D
2
L
2
D
S R
S R
D

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 6
1,48 0,3
10 * 5,31
10 * 4,48

10 * 9,01
10 * 17,07
1 V




-
1
4
4
4
4
L
L D
2
L
2
D
S R
S R
L


Angka keamanan nominal,
0,83
0,952
0,79

R

1,10
1,05
1,16

D
D
D

1,48
1
1,48
L
L
L


J adi R
n
=
D
. T
D
+
L
. T
L

0,83 R
n
=1,10 T
D
+1,48 T
L

atau 0,9 R
n
=1,20 T
D
+1,60 T
L


Angka keamanan tunggal (SF),
1,60
10 * 14,6 10 * 9,75
10 * 39

T T
R
SF
4 4
4
L D
n


R, D, L Lognormal dan Tak-bergantung
Suatu variabel acak X terdistribusi lognormal bila X Y n terdistribusi normal,
jadi:









Y
adalah mean value, dy y f y
Y
-
Y

Y
m adalah median,
2
1
y F y m
Y Y


y
-
Y Y
d f y F : imana d




y f
Y

Y Y
m
- <y <
y = n x
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 7

Median:

X X Y
m Y F m X F m Y F
2
1
n
maka
X Y Y
m m n
dan
X Y
n

Fungsi kerapatan normal adalah:

2
Y
Y
Y
Y
- y

2
1
- exp
2
1
y f

2
Y
Y
Y
Y X
- y

2
1
- exp
2
1
x
1
dx
dy
y f x f

m
x 1
2
1
- exp
2 x
1
2
X Y Y
n
Momen ke-r:
dx x f x X E
0
X
r r

dx
m
x

1

2
1
- exp
2
x
2
X Y 0
Y
1 r-
n
gunakan

X Y
m
x 1
p n p x

X
p
m
x
e
Y
- p 0 x
dp e m dx e m x
Y Y
p
Y X
p
X

diperoleh:
dp e
2
m
X E
-
rp p
2
1
-
r
X r
Y
2

x f
X

normal
x
x 0 X , Y n
e mod
X
m , median
X
, mean
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Catatan:
0 a ,
4a
b
exp
a
dx bx x a - exp
2
2
2 2

untuk

2
1
a
2
1
a
2


Y
r b
2 r
2
1
exp dx rx x
2
1
- exp
2 2
Y Y
2

sehingga

2
Y
2
2
1 r
X
r
r exp m X E
untuk

2
Y 2
1
X X
exp m X E 1 r

2
Y
2
X
2
2 exp m X E 2 r
2
Y
e m - 2 exp m X E
2
X
2
Y
2
X
2
X
2 2
X

1 e 1 e e m
2
Y
2
Y
2
Y
2
X
2
X

2
Y
2
1
e m
X X

1 e V
2
Y
2
X
2
X 2
X

atau
1 V
2
X
2
Y
n

2
Y X X Y

2
1
- m n n

Catatan: 0,3 untuk x x ~ x 1
2 2
n
sehingga bila 0,3 V
X
maka


2
X
2
Y
V ~ atau
X Y
V ~
dan

X Y
~ n

Bila R adalah tahanan dan S =D +L adalah beban maka bila R, S lognormal dan
tak-bergantung maka
lognormal
S
R
S R, g
normal S R - g n n n


S R g n n n
-

2
S
2
R
2
g n n n


Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Untuk lognormal

2
R
2
1
R R
-
n n
n

2
R
2
R
V 1 n
n


Sehingga

2
S
2
1
S
2
R
2
1
R g
- -
n n n
n n

2
R
2
S
2
1
S
R
V 1 - V 1 n n n

2
R
2
S
2
1
S
R
V 1
V 1
n n

2
R
2
S
S
R
V 1
V 1
n
dan

2
S
2
R
2
S
2
R
2
g
V 1 V 1 n n
n n n


2
S
2
R
V 1 V 1 n

2
S
2
R g
V 1 V 1 n
n

sehingga

2
S
2
R
2
R
2
S
S
R
g
g
V 1 V 1
V 1
V 1


n
n
n
n
............................. (4a)

Untuk V
R
, V
S
0,3 berlaku

2
S
2
R
S
R
V V

~
n
............................................................... (4b)

Persamaan (4a) dapat ditulis sebagai berikut

2
S
2
R
2
S
2
R
S R
V 1 V 1 exp
V 1
V 1
n
atau

2
S
2
S
S R
2
R
2
R
V 1
V 1 exp

V 1
V 1 exp

n n


2
L
2
L
L
2
D
2
D
D
V 1
V 1 exp

V 1
V 1 exp

n n
..... (5)
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 10
dimana

2
S
2
R
2
S
2
R
V 1 V 1
V 1 V 1
n n
n


dan nilai diperoleh dari persamaan berikut

2
L
2
L
L
2
D
2
D
D
2
S
2
S
S
V 1
V 1 exp

V 1
V 1 exp

V 1
V 1 exp

n n n

Untuk keperluan perencanaan Persamaan (5) dapat ditulis

n
2
L L
2
L
n
2
D D
2
D
n
2
R R
2
R
L
V 1
V 1 exp
D
V 1
V 1 exp
R
V 1
V 1 exp n n n

Sehingga angka keamanan tengah menjadi,


2
R
2
R
V 1
V 1 exp

n


2
D
2
D
D
V 1
V 1 exp

n


2
L
2
L
L
V 1
V 1 exp

n


dan angka keamanan nominal adalah


R


D
D
D


L
L
L


dan angka keamanan tunggal

n n
n
L D
R
SF
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Kembali pada contoh sebelumnya dapat dihitung

00
0
f
5,54 ~ p atau 2,54
0,73
0,85

=0,81 =0,85 SF =1,60

D
=1,17
D
=1,11
L
=1,53
L
=1,53

atau 0,85 R
n
=1,11 D
n
+1,53 L
n


atau 0,9 R
n
=1,17 D
n
+1,61 L
n


Terlihat bahwa kedua jawaban tersebut tidak memberikan hasil yang identik untuk
satu persoalan yang sama. Hal ini karena digunakan fungsi distribusi yang
berbeda dan metode pendekatan mean value first order second moment
(MVFOSM). Bila digunakan metode yang lebih canggih seperti first order
reliability method (FORM) maka akan didapat hasil yang sama untuk persoalan
yang sama seperti contoh tersebut diatas. Penggunaan FORM memungkinkan
peninjauan terhadap semua variabel acak dengan fungsi distribusi yang berbeda
(normal, lognormal, Type I, Type II, dan seterusnya) dan fungsi kinerja g (R, S)
yang sedikit nonlinier.

Inkonsistensi pada Metode Faktor Keamanan Tunggal
Pada metode faktor keamanan tunggal berlaku

L D
SF
sehingga akan timbul
D
dan
L
yang nilainya berbeda dengan peluang kegagalan
yang berbeda pula terhadap beban hidup dan mati.

Pada contoh sebelumnya (lognormal)

D
=4,0 p
f
~0,03

L
=2,1 p
f
~18

Jadi peluang kegagalan akibat beban hidup (18 ) jauh lebih besar daripada
peluang kegagalan akibat beban mati(0,03 ).

Pada perencanaan LRFD untuk batang tarik digunakan (leleh lapangan)
0,9 R
n
=1,2 D
n
+1,6 L
n

atau
n
n
n
n
D
L
1,78 1,33
D
R
........................................................ (6)

Karena dalam metode ASD, R
n
=SF (D
n
+L
n
)
atau
n
n
n
n
D
L
1 SF
D
R
........................................................... (7)
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 12
maka dari Persamaan (6) & (7) dapat diperoleh

n
n
n
n
D
L
1
D
L
1,78 1,33
SF ........................................................ (8)

Kurva Persamaan (8) adalah sebagai berikut:


























Pada contoh sebelumnya telah dihitung SF =1,60 maka
n n
D L =1,5. Untuk
n n
D L <1,5 metode ASD dapat memberikan hasil yang sama dengan metode
LRFD bila SF diambil <1,6. Bila digunakan SF =1,6 untuk
n n
D L <1,5 maka
metode ASD akan memberikan hasil yang lebih berat dengan indeks keandalan
yang lebih tinggi. Sebaliknya bila digunakan SF =1,6 untuk
n n
D L >1,5 maka
metode ASD akan memberikan hasil yang lebih ringan dengan indeks keandalan
yang lebih rendah. Hasil yang diberikan oleh metode LRFD adalah demikian
sehingga memberikan nilai indeks keandalan yang konstan.

Pada struktur baja, umumnya 2
D
L
1
n
n
, sedangkan pada struktur beton,
umumnya 1,5
D
L
,5 0
n
n
.
Factor of Safety vs L
n
/ D
n
for Tension Member
L
n
/ D
n
1.55
1.575
1.6
1.625
1.65
1 1.25 1.5 1.75 2
SF
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 13
Biaya Struktur

Biaya struktur terdiri dari biaya awal/ investasi dan biaya (resiko) kegagalan.
Biaya investasi tergantung daripada nilai yang dipilih; makin besar nilai maka
makin besar biaya investasinya, dan sebaliknya, makin kecil maka makin kecil
biaya investasi. Sebaliknya biaya (resiko) kegagalan meliputi biaya kerugian
akibat korban jiwa, biaya oportuniti, biaya sosial, dan biaya perbaikan baik
stuktural maupun non-struktural. Kedua biaya tersebut menjumlah menjadi biaya
struktur menurut persamaan berikut ini.

C
t
=C
i
( ) +P
f
( ) C
f

atau
C
C
C ( )
C
P ( )
t
f
i
f
f


dimana C
t
adalah biaya struktur/ total,
C
i
adalah biaya investasi,
C
f
adalah biaya (resiko) kegagalan,
P
f
adalah peluang kegagalan.

Biaya investasi dapat didekati dengan persamaan

C
i
( ) =a (1 +b )

sedang P
f
( ) =c exp (- /d), sehingga biaya struktur menjadi,

C
t
=a (1 +b ) +C
f
c exp (- /d)

atau
C
C
a1 b
C
c exp(- / d)
t
f f


dimana konstanta a, b, c, dan d ditentukan menurut keadaan lapangan dan diskusi
sebelumnya.

Sebagai contoh adalah suatu struktur bangunan yang dikonstruksi dengan biaya
investasi C
i
=Rp. 7,5 M, dan dengan a=Rp. 5 M, b=0,25. Sedangkan parameter
peluang keruntuhannya adalah c= 3,1 dan d= 0,4. Perhitungan simulasi
memberikan biaya keruntuhan sebesar C
f
=Rp. 25 M. Untuk kasus tersebut kurva
C
t
/C
f
adalah sebagai berikut:







Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 14
















Nilai (C
t
/C
f
)
min
=0,32 dan terjadi pada indeks keandalan target
T
=2,0 dengan
peluang kegagalan sebesar 2%. Sehingga biaya total adalah C
t
=0,32 x C
f
=0,32 x
Rp. 25 M=Rp. 8 M atau Rp. 0,5 M lebih tinggi daripada biaya investasinya.

Suatu peraturan yang optimum adalah peraturan yang menghasilkan nilai indeks
keandalan, , sama dengan
T
. Perhatikan juga bahwa, secara umum, untuk >
T

kurva C
t
/C
f
adalah linier sedangkan untuk <
T
kurva C
t
/C
f
adalah exponensial.
Hal ini menunjukan bahwa cost penalty untuk yang terlalu kecil lebih berat
daripada untuk yang terlalu besar.

Level dalam Metode Perencanaan Struktur

Metode perencanaan dapat dilakukan dengan beberapa taraf ditinjau dari sudut
sofistikasinya sebagai berikut:

Level 1: Adalah metode perencanaan menggunakan cara deterministik. Dalam
cara ini termasuk metode perencanaan menggunakan angka keamanan
tunggal (ASD) atau angka keamanan parsial (LRFD). Metode LRFD
diturunkan menggunakan konsep perencanaan Level 2.

Level 2: Metode perencanaan dengan kriteria kedekatan indeks keandalan
perencanaan terhadap suatu indeks keandalan target atau parameter
keamanan lainnya.

Level 3: Metode perencanaan menggunakan analisis keandalan secara penuh
untuk mendapatkan peluang keruntuhan struktur akibat berbagai-bagai
kombinasi pembebanan. Kriteria perencanaan didasarkan pada kedekatan
indeks keandalan aktual terhadap indeks keandalan optimum.

Level 4: Metode perencanaan dimana biaya total menjadi kriteria optimasi.
Metode ini memaksimumkan fungsi kinerja yang membedakan
keuntungan dan biaya sehubungan dengan perencanaan struktur tertentu.
Cost Rati o vs Rel i abi l i ty Index
0.250
0.300
0.350
0.400
0.450
0.500
0.550
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 1
M(x) M(x)
x
u(x)
BAB IV
KOMPONEN STRUKTUR TEKAN


Analisis tekuk elastis dilakukan sebagai berikut:









M(x) = P u(x)

0 u(x)
EI
P

dx
) x ( u d

EI
u(x) P
-
EI
M(x)
-
dx
u d
2
2
2
2


dan solusinya adalah u(x) = sin kx + cos kx, dimana k
2
=
EI
P


saat x = 0 u(x =0) = 0 = . 0 + . 1 = 0
x = L u(x =L) = 0 = sin kL

solusi exist bila 0 sin kL =0
atau kL = n , n = 1, 2, ..

sehingga k
2
=
2
2 2
L
n
dan P =
2
2 2
L
n
EI, n = 1, 2, ..

nilai n ditetapkan demikian sehingga P memberikan tingkat energi yang
minimum.

Energi regangan adalah
U =
L
0
2 2
dx
EA 2
P

EI 2
) x ( M

dimana M(x) = P u(x) = P sin n x/L
M
2
(x) = P
2

2
sin
2
n x/L

L
x
u(x)
P P
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Energi, U = dx
2EA
P
dx
2EI
x/L n sin P L
0
2
L
0
2 2 2


= 1
r 2 EA 2
L P

EA
L P

2
1

EI 4
L P
2
2 2 2 2 2


yang mana r
2
= I/A dengan r adalah jari-jari girasi.


Gaya P >0 yang memberikan energi terkecil (minimum) adalah bila n =1 dan
P
cr
=
2
2
L
EI
. Gaya P tersebut dinamakan gaya tekuk Euler, dan energi pada saat
menjelang tekuk ( 0) adalah

U
cr
=
L
EI
2
1

2
4


yang mana
r
L
adalah faktor kelangsingan.

Gaya tekuk Euler, P
cr
=
2
2
2
2
EA

L
EI
hanya berlaku bila pada setiap titik
pada penampang kolom nilai
2
2
cr
cr
E

A
P
lebih kecil daripada f
y
. Hal
ini hanya dapat terjadi bila nilai cukup besar ( >110). Untuk nilai yang
cukup kecil ( <110) maka yang terjadi adalah tekuk in-elastis atau bahkan leleh
pada seluruh titik pada suatu penampangnya ( 20). Pada banyak kasus, yang
terjadi adalah tekuk in-elastis.


Pengaruh Tegangan Sisa

Tegangan sisa pada penampang gilas panas sangat berpengaruh dalam
menentukan tahanan tekuk kolom, sedangkan faktor-faktor lainnya seperti
kelengkungan dan eksentrisitas awal tidak terlalu berpengaruh. Pengukuran
tegangan sisa pada flens profil gilas panas dapat mencapai 140 MPa.

Besar tegangan sisa tidak tergantung pada kuat leleh material, namun bergantung
pada dimensi dan konfigurasi penampang, karena faktor-faktor tersebut
mempengaruhi kecepatan pendinginan.

Modulus elastisitas baja dengan memperhatikan tegangan sisa ditunjukkan secara
skematis sebagai berikut:


Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 3













Pada daerah in-elastis dilakukan formulasi pendekatan sebagai berikut:







2 , 0
dx
du
I E'
M(x)
-
1
dx
u d
2
2



M(x) =
dA E
1
y - dA
catatan Lihat
E - y dA y
t
y
t

= dA y E
I E'
M(x)
dA y E
1
2
t
2
t



dA y E
I
1
E'
2
t



x
u,y
P
1
y
1/
x
fy
fy/2
elastis:
2
E
2
cr
20 0 110
in-elastis:
2
' E
2
cr
Daerah leleh (penguatan regangan): cr =fy
(fy =240)
fy
fy
<fy
90
Py/A
Pp/A
Akibat teg. Sisa &
pengaruh geometri
P/A
E E
elastis ( >110)
in-elastis (20 < <110)
leleh ( <20)
0
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 4

Catatan:
1. Penyerdahanaan dari hubungan tersebut telah menimbulkan ketidaktelitian
dalam hasilnya, namun, dalam konteks praktis hal tersebut dapat diterima.
2. Dalam bahasan diatas E
t
adalah point-to-point tangent modulus dan E adalah
sectional modulus of elasticity.

Untuk material elasto-plastis berlaku berikut

E (A)
y
, elastis
E
t
(A) =
0 (A) >
y
, plastis












y cr
0
y
e
2
2
2
2
cr
elastis
e 2
f
lim
f
I
I E

' E

I
I
E dA y
I
E
' E



Bila I
e
= I dan
cr
= f
y
berlaku

cr
=
2
y
2
E
= f
y

y
2
y
f
E









(A) > y, (plastis)
(A) y, (elastis)
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Contoh:













Namakan
A
P
f . Saat bekerja 0 <f (=P/A) <f
y
/2










cr
=
2
f

A
P

E y
2
1
2
2
f
E

y
2
1


Saat bekerja: f
y
<f (=P/A) < ( +) f
y



8
1

b t
) 2 / b ( t

I
I
3
f
12
1
3
f
12
1
e



cr
=
/I I E

2
f
2
2
e
2
y

y
2
2
f
E
2
1



cr
= f
y
=
/I I E
2
3
e
2

y
2
3
f
E

2 2
1


Namakan
E
f

y
c
, untuk E =200 GPa dan f
y
= 240 MPa,

+
f
y
/2
f
y
/2
+
f =f
y
/2 =P/A

f
y

=

b/2
b/4 b/4

+
b
fy/2
fy/2
diabaikan
Sumbu tekuk (lemah)
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 6
b/4 b/4

+
b
fy/2 fy/2
web diabaikan
b/4 b/4
fy /2
sumbu tekuk (lemah)
fy
fy/2
3 =32 0
Reduksi akibat
tegangan sisa
2 =45 y =91 1 =128
c 0
0,35 0,5 1 1,4
fy/ c
2
1
= 128,
c1
= 1,4
cr
= f
y
/2
2
= 45,
c2
= 0,5
cr
= f
y
/2
3
= 32,
c3
= 0,35
cr
= f
y

y
= 91,
cy
= 1














Contoh:













Saat bekerja: 0 <f (=P/A) < f
y
/2:







cr
=
2
f

E y
2
1
2
2
f
E

y
2
1

fy/2

+
fy
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Saat bekerja: f
y
/2 <f (=P/A) < ( +) f
y



I
e
= ? , f = P/A
x
0
= (1 - f /f
y
) b

3
y
3
f
12
1
3
0 f 12
1
e
) f f - (1 8
b t
) x 2 ( t

I
I




cr
= f
I
I

E
e
2
2
2
dimana f
y
/2 <f (=P/A) < f
y

y
3
y
y
2
3
y
y y
2
e
2
2
2
f / f
) /f f - (1 8
f
E

) /f f - (1 8
f / f f
E

I
I
f
E


atau
y
3
y
y
2
2
/f f
) /f f - (1 8
f
E
dimana < f /f
y
< 1
Bila
E
f

y
c
maka 2
1 c
dan

y
3
y
2 c
f / f
) /f f - (1 8
















x0
elastis
fy
1
0,5
Reduksi akibat
tegangan sisa
1
c
2
f
fy
K
o
m
p
o
n
e
n

S
t
r
u
k
t
u
r

T
e
k
a
n


S
i
n
d
u
r

P
.

M
a
n
g
k
o
e
s
o
e
b
r
o
t
o

8

A
I
S
C
S
N
I
1


f
y c
r

E
f



y
c

(
1
,
1
)

(
0
.
9
,
1
)

(
1
.
2
,
0
.
5
6
)

(
1
.
4
,
0
.
5
)

2
c
1

L
e
l
e
h

I
n
-
e
l
a
s
t
i
k

4
3
,
1
6
7
,
0
6
,
1
c

E
l
a
s
t
i
k

2
c
1
2
5
,
1
1

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Tahanan Tekan Nominal

Persamaan tegangan kritis untuk daerah elastis dapat ditulis sebagai berikut:


2
c
2
2
y
y
2
2
y
cr
1

f
E

f

dimana ;
f
E
y
c
y
2
y


Untuk penampang dengan elemen-elemen yang memiliki perbandingan lebar
terhadap tebal lebih kecil daripada
r
pada Tabel 7.5-1 berlaku

N
n
=A
g cr

di mana
cr

=
f
y
/

1
f A
f
f A N
y g
y
cr
y g n

Untuk
c
0,25 =1 (leleh)
0,25 <
c
< 1,2 =
c
67 , 0 6 , 1
43 , 1

(tekuk in-elastis)

c
1,2 =1,25
2
c
(tekuk elastis)
yang mana
c
= E / f
y


Nilai di tetapkan dengan memperhatikan tegangan sisa dan eksentrisitas tak
terduga yang merupakan faktor-faktor penting dalam masalah tekuk kolom namun
faktor-faktor tersebut tidak dapat di kuantifikasi secara teliti.

Tahanan tekan rencana adalah
N
d
=
c
N
n
N
u

dengan
c
= 0,85 adalah faktor tahanan tekan, dan N
u
adalah gaya tekan
terfaktor.

Komponen Struktur Tekan Tersusun
Komponen struktur tersusun dari dua profil siku sama kaki di mana
x y
di
analisis sebagai berikut:



r
a





h
y
y
x x
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Untuk pelat kopel yang di baut kencang tangan
2 2
0
2
m

dimana
0
adalah kelangsingan seluruh batang tersusun yang di anggap
sebagai satu kesatuan, terhadap sumbu y,
adalah kelangsingan terbesar batang tunggal,
a adalah jarak antar pelat kopel,
r

adalah jari-jari girasi minimum profil tunggal.

Untuk pelat kopel yang dilas atau di baut kencang penuh


2
1y
2
2
2
0
2
m

1
0,82

dimana
m
adalah kelangsingan profil tersusun,

1y
=
y 1
r
a
, adalah kelangsingan batang tunggal sepanjang a
terhadap sumbu yang melalui titik berat profil tunggal
dan sejajar sumbu-y,


r
1y
adalah jari-jari girasi batang tungal terhadap sumbu yang melalui
titik berat profil tunggal dan sejajar sumbu y,

1
r
r
r
h/2

2
y 1
y
1y
adalah perbandingan separasi

h adalah jarak antara titik berat masing-masing profil tunggal.

Catatan: Secara umum harus dipenuhi,
x
75 , 0 .

Panjang Tekuk

Dalam perhitungan kelangsingan,

=L
k
/r , harus digunakan panjang tekuk, L
k
,
yang sesui dengan kondisi ujung-ujung batang tekan. Panjang tekuk di tentukan
berikut ini.











L
L
k
=0,65L L
k
=0,8L L
k
=1,0L L
k
=2,1L L
k
=2L
(Teoritis: 0,5) (0,7) (1,0) (2,0) (2,0)

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Untuk kasus-kasus lainnya, gunakan nomogram tekuk untuk kasus dengan
goyangan atau tanpa goyangan dimana
G =
b
k
) L / I (
) L / I (


dimana I adalah momen inersia
L adalah panjang balok/kolom
k adalah notasi untuk kolom
b adalah notasi untuk balok

Kelangsingan batang tekan dibatasi demikian sehingga:
200
r
L

max
k
max

Contoh:









d = 300 mm r
0
= 18 mm
b = 300 mm h = 234 mm
t
w
= 10 mm r
x
= 131 mm
t
f
= 15 mm r
y
= 75,1 mm

BJ 37: (f
y
=240 MPa, f
u
=370 MPa)
A
g
= 11980 mm
2


Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni)

Flens Web

10
15
2 300

t
2 b
f
f
23,4
10
234

t
h
w


10,97
240
170

f
170
y
p
32,27
240
500

f
500
y
p


y
f
f
f
170

t
2 / b
Pen. kompak
y
w
f
500

t
h
Pen. kompak

Penampang kompak
L =4000 mm
IWF
300.300.10.15
Nu =200 t
h =d 2 (t
f
+r
0
)
h
bf
tf
tw
x x
y
y
d
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 12
Panjang tekuk: k
c
= 0,8
L = 4000 mm
L
k
= k
c
L = 0,8 * 4000 = 3200 mm

x
=
131
3200

r
L
x
k
= 24,42

y
=
75,1
3200

r
L
y
k
= 42,6

Arah x: (sumbu kuat)

0,27
10 * 200
240

24,42

E
f

3
y
x
cx


0,25 <
cx
(=0,27) < 1,2
x
=
cx
0,67 - 6 , 1
43 , 1


= 1,01
0,27 * 0,67 - 6 , 1
43 , 1


cr
=
1,01
240

f
x
y
= 238 MPa

N
n
= A
g

cr
= 11980 * 238 =285 ton


285 * 0,85
200

N
N
n c
u
= 0,83 < 1 OK

Arah y: (sumbu lemah)

0,47
10 * 200
240

42,6

E
f

3
y y
cy


0,25 <
cy
(=0,47) < 1,2
y
= 1,11
0,47 * 0,67 - 6 , 1
43 , 1


cr
=
1,11
240

f
y
y
= 216 MPa

N
n
= A
g

cr
= 11980 * 216 =258 ton


258 * 0,85
200

N
N
n c
u
= 0,91 < 1 OK
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 13
Contoh:








Untuk 1 profil:
r
x
=r
y
= 30,4 mm b = 100 mm
r = 19,5 mm t = 10 mm
A
g1
= 1900 mm
2
I
1y
=I
1x
=175 * 10
4
mm
4

BJ 37: (f
y
=240 MPa, f
u
=370 MPa)


Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni)

10
mm 10
mm 100

t
b


12,9
240
200

f
200
y


t
b
(=10) <
y
f
200
(=12,9) Penampang tak-kompak

Analisis dalam arah x: (sumbu lemah)

k
c
= 0,8
L
k
=k
c
L =0,8 * 4000 mm = 3200 mm
r
x
=30,4 mm
L = 4000 mm


105
30,4
3200

r
L

x
k
x


1,16
10 * 200
240

105

E
f

3
y
x
cx


0,25 <
cx
(=1,16) < 1,2
x
=
cx
0,67 - 6 , 1
43 , 1
= 1,74
1,16 * 0,67 - 6 , 1
43 , 1


L =4000
Nu
Nu =40 t
8 mm
y
y
x x
100.100.10
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 14

cr
=
1,74
240

f
x
y
= 138 MPa
N
n
= A
g

cr
= 2 * 1900 * 138 =52 ton


52 * 0,85
40

N
N
n c
u
= 0,90 < 1 OK


Analisis dalam arah y:
Kelangsingan batang tekan dalam arah y akan dibuat lebih kecil daripada dalam
arah x, karena mekanisme tekuk akan dibuat terjadi dalam arah x. Hal ini
diupayakan untuk meningkatkan efisiensi penampang tersusun.

Anggap tebal pelat kopel 8 mm.

I
y
= I
1y
+s
2
A
1
= 175 * 10
4
+32,2
2
* 1900
= 372 * 10
4
mm
4


r
y
= mm 44
1900
10 * 372

A
I
4
1
y 2
1



0
= 73
44
3200

r
L
y
k


a). Bila kopel dibaut kencang tangan dan ada 3 bentang terkopel,

68
19,5
4000/3

r
L/3

r
a

9953 68 73
2 2 2 2
0
2
m


m
= 100 <
x
(=105) tekuk terjadi pada sumbu x

b). Bila kopel dibaut kencang penuh atau las dan ada 3 bentang terkopel,


44
30,4
4000/3

30,4
L/3

r
a

y 1
y 1

1,06
30,4
32,2

r
s

r
/2 s 2

r
h/2

1y 1y 1y

6169 44 *
1,06 1
1,06
0,82 73
1
0,82
2
2
2
2 2
1y 2
2
2
0
2
m


m
=79 <
x
(=105) tekuk terjadi terhadap sumbu x dengan lebih
meyakinkan daripada bila kopel dipasang dengan baut kencang tangan.
8 mm
y
s
1y
1y
s =32,2 mm
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 15
Contoh:










b = 300 mm A
g
= 59,90 * 10
2
mm
2

d = 150 mm r
x
= 36,4 mm
t
w
= 10 mm r
y
= 75,1 mm
t
f
= 15 mm

BJ 37: (f
y
=240 MPa, f
u
=370 MPa)

Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni)

Flens Web

Tidak ada ketentuan 15
10
150

t
d
w


21,62
240
335

f
335
y



w
t
d
(=15) <
y
f
335
(=21,62)

Penampang tak-kompak





Kelangsingan batang: k
c
= 0,8 ; L = 4000 mm

L
k
= k
c
L =0,8 * 4000 = 3200 mm
88
36,4
3200

r
L

x
k
x
tekuk terjadi pada arah x
43
75,1
3200

r
L

y
k
y


L =4000 mm
Nu
Nu =80 t
T 150.300
150
300
tf =15 mm
tw =10 mm
y
y
x x
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 16
Arah x: (sumbu lemah)

0,97
10 * 200
240

88

E
f

3
y
x
cx


0,25 <
cx
(=0,97) < 1,2
x
= 1,51
0,97 * 0,67 - 6 , 1
43 , 1



cr
=
1,51
240

f
x
y
= 159 MPa

N
n
= A
g

cr
= 5990 * 159 =96 ton


96 * 0,85
80

N
N
n c
u
= 0,98 < 1 OK


Arah y: (sumbu kuat)

0,47
10 * 200
240

43

E
f

3
y y
cy


1,12
0,47 * 0,67 - 1,6
1,43

y



cr
=
1,12
240
= 215 MPa

N
n
= 5990 * 215 =129 ton


129 * 0,85
80

N
N
n c
u
= 0,73 < 1 OK


Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 17
Tabel 7.5-1
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan
(
y
f dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).
J enis Elemen Perbandingan
lebar terhadap
tebal
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal
( )
p

(kompak)
r

(tak-kompak)
Pelat sayap balok-I dan kanal
dalam lentur
b/t
y
f / 170 [c]
r y
f f / 370 [e]
Pelat sayap balok-I hibrida
atau balok tersusun yang di
las dalam lentur

b/t
yf
f / 170
e r yf
k / ) f f (
420
[e][f]
Pelat sayap dari komponen-
komponen struktur tersusun
dalam tekan

b/t -
e y
k / f / 290 [f]

Sayap bebas dari profil siku
kembar yang menyatu pada
sayap lainnya, pelat sayap
dari komponen struktur kanal
dalam aksial tekan, profil
siku dan plat yang menyatu
dengan balok atau komponen
struktur tekan
b/t -
y
f / 250
Sayap dari profil siku
tunggal pada penyokong,
sayap dari profil siku ganda
dengan pelat kopel pada
penyokong, elemen yang
tidak diperkaku, yaitu, yang
ditumpu pada salah satu
sisinya
b/t -
200/ f
y

Pelat badan dari profil T d/t -
335/ f
y


Catatan: Berdasarkan kelangsingan pelat penyusunnya (b/t), penampang profil baja
dikelasifikasikan kedalam tiga kategori:
1. penampang kompak,
p
t
b
;
2. penampang tak-kompak,
r p
t
b
;
3. penampang langsing,
r
t
b
.
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 18
Tabel 7.5-1 (Lanjutan)
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan
(
y
f dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).
J enis Elemen Perbandingan
lebar
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal
terhadap tebal
( )
p

(kompak)
r

(tak-kompak)
Pelat badan dari penampang
persegi panjang dan
bujursangkar berongga
dengan ketebalan seragam
yang dibebani lentur atau
tekan; pelat penutup dari
pelat sayap dan pelat
diafragma yang terletak di
antara baut-baut atau las
b/t
y
f / 500



y
f / 625

Bagian lebar yang tak
terkekang dari pelat penutup
berlubang [b]
b/t -
y
f / 830
Bagian-bagian pelat badan
dalam tekan akibat lentur [a]
h/t
w
y
f / 680 . 1 [c]
y
f / 550 . 2 [g]

Bagian-bagian pelat badan
dalam kombinasi tekan dan
lentur
h/t
w
Untuk
N
u
/
b
N
y
<0,125 [c]
y b
u
y
N
N
f
75 , 2
1
680 . 1
[g]
y b
u
y
N
N
f
74 , 0
1
550 . 2
Untuk N
u
/
b
N
y
>0,125
[c]
y y b
u
y
f N
N
f
665
33 , 2
500


Elemen-elemen lainnya yang
diperkaku dalam tekan
murni; yaitu dikekang
sepanjang kedua sisinya
b/t
h/t
w
-
y
f / 665



Penampang bulat berongga
Pada tekan aksial
Pada lentur
D/t [d]
-
14.800/f
y


22.000/f
y
62.000/f
y

[a] Untuk balok hibrida, gunakan tegangan leleh
pelat sayap f
yf
sebagai ganti f
y
.
[b] Ambil luas neto plat pada lubang terbesar.
[c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis sebesar 3.
Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi
diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar.
[d] Untuk perencanaan plastis gunakan 9.000/f
y
.
[e] f
r
=tegangan tekan residual pada pelat sayap
=70 MPa untuk penampang gilas
=115 MPa untuk penampang tersusun
[f]
w
e
t / h
k
4
tapi, 0,35 <k
e
<0,763
[g]
y
f adalah kuat leleh minimum.
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 19

Gambar 7.5-1
Simbol untuk beberapa variabel penampang.


Gambar 7.6-1
Nilai k
c
untuk kolom dengan ujung-ujung yang ideal.
b
h
w

t
f

t
w
t
f
t
t
h
c
b
h
b
h
c
h
b
b
h
w
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 20
Gambar 7.6-2
(a) Nilai k
c
untuk komponen struktur tak bergoyang, dan (b) untuk komponen struktur bergoyang.


Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB V
KOMPONEN STRUKTUR LENTUR
(Flens Tekan Terkekang Penuh Secara Lateral)
Komponen struktur lentur adalah komponen stuktur yang menggabungkan batang
tarik dan batang tekan dengan suatu separasi. Besar separasi tersebut dapat
bersifat tetap atau berubah sebagai fungsi dari posisi. Untuk penampang
komponen struktur lentur yang memiliki satu sumbu simetri atau lebih dan
terbebas dari semua jenis tekuk serta dibebani pada pusat gesernya, tegangan
lentur dapat ditentukan dengan cara berikut ini,

y
y
x
x
S
M
S
M
=
y
x y
x
y x
I
c M
I
c M
yang mana:
S
x
, S
y
adalah modulus penampang masing-masing terhadap sumbu-x
dan sumbu-y,
I
x
, I
y
adalah momen inersia masing-masing terhadap sumbu-x dan
sumbu-y,
c
x
, c
y
adalah jarak dari garis netral terhadap serat-serat extreem
masing-masing terhadap sumbu-x dan sumbu-y,
Untuk balok dengan pengaku lateral yang memenuhi syarat dan kelangsingan
elemen-elemen penampangnya lebih kecil daripada
p
, berlaku berikut ini,
cy
x x y y x x
cx
cy
y
x
x
c
I
S
x
y
y
c
I
S
y
x
x
c
I
S
z
M
< y, <fy = y, =fy > y, =fy y, =fy
M <M
y
M =M
y
M
y
<M <M
p
M =M
p
1 2 3 4
cy
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Kondisi : M = ) f ( S I
c
dA z
c
dA z
c
z
y x x
y
2
y y
: M =
yx x y
y
x
y
2
y
y
y
y
M S f
c
I
f dA z
c
f
dA z
c
z
f
: M =M
px
=
x y y y
Z f dA z f dA z f
yang mana Z
x
= dA z adalah modulus plastis penampang.
Dengan demikian faktor penampang
yx
px
x
M
M
adalah:

x
x
y
p
x
S
Z
M
M
Faktor penampang terhadap sumbu-x,
x
, dari profil IWF bervariasi antara 1,09 ~
1,18. Sedangkan terhadap sumbu-y,
y
, dapat mencapai 1,5.
Contoh:
Tentukan faktor penampang terhadap sumbu-y,
y
, dari profil IWF berikut:
Z
y
=
4
t
2
t
2t - d
4
b
t
2
b
2 2
w w
f f
2
=
2
w f
2
f
t 2t - d
4
1
b t
2
1
I
y
=
3
w f
3
f
t 2t - d
12
1
2 b t
12
1
=
3
w f
3
f
t 2t - d
12
1
b t
6
1
S
y
=
b
2
t 2t - d
12
1
b
2
b t
6
1
2
b
I
3
w f
3
f
y
=
3
w
f 2
f
t
b
t 2 - d
6
1
b t
3
1
tw
y
tf tf
y
b
d
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 3
y
=
t
b
2t d
b t
t 2t - d b t
S
Z
3
w
-
6
1 2
f 3
1
2
w f 4
1 2
f 2
1
y
y
f
1,5
2
3
~
Sendi Plastis
Bila tahanan lentur plastis penampang balok telah tercapai maka penampang
balok tersebut akan berdeformasi secara plastis tanpa memberikan tambahan
tahanan lentur, keadaan ini disebut balok telah membentuk sendi plastis. Diagram
momen-kelengkungan (M - ) dari suatu penampang balok yang telah mengalami
plastifikasi adalah sebagai berikut:
Agar suatu penampang dapat mencapai
u
maka harus dipenuhi tiga persyaratan
yaitu kekangan lateral balok,
t
b
pada flens tekan, dan
w
w
t
h
pada web.
Balok yang Terkekang Secara Lateral
Syarat tahanan,
u n b
M M
yang mana,
b
=0,9 adalah faktor tahanan,
M
n
adalah tahanan nominal,
M
u
adalah momen lentur terfaktor.
M
Mp
My
Mr
Pengaruh tegangan sisa, cacat,
dan geometri penampang
Plastifikasi
y u
Daktilitas kelengkungan,
p
u
Kompak,
p
Penampang Tak kompak,
p r
Langsing,
r
(lihat balok pelat)
p
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Penampang kompak (0 < <
p
)
M
n
=f
y
Z
yang mana, Z adalah modulus plastis penampang,
f
y
adalah kuat leleh.
Untuk penampang dengan =
r
maka tahanan lentur nominal M
n
=M
r
. Momen
residual, M
r
, ditetapkan sebagai:
M
r
=(f
y
f
r
) S
yang mana S adalah modulus penampang,
f
r
adalah tegangan sisa,
f
y
adalah kuat leleh.
Untuk penampang balok dengan
p
< <
r
maka tahanan lentur nominal
ditetapkan dengan cara interpolasi linier sebagai berikut,
M
n
=
r
p r
p
p
p r
r
M
-
-
M
-
-
,
r p
yang mana adalah kelangsingan penampang balok (flens dan web),
p
,
r
lihat
Tabel 7.5 1 (Peraturan Baja Indonesia).
Untuk penampang balok hibrida dimana f
yf
>f
yw
maka perhitungan M
r
harus
berdasarkan pada nilai yang lebih kecil dari (f
yf
f
r
) dan f
yw
.
Contoh:
Rencanakan balok berikut dengan beban mati D =300 kg/m dan L =1200 kg/m.
Bentang balok adalah =10 m. Sisi tekan flens terkekang secara lateral.
Gunakan profil I dengan dua jenis baja masing-masing BJ 37 dan BJ 55.
J awab:
qn
=10.000
Mn
Mp
Mr
p r
(=b/t)
kompak tak kompak langsing
0
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 5
q
u
=1,2 D +1,6 L =1,2 * 300 +1,6 * 1200 =2280 kg/m
M
u
= * q *
8
1
u
2
= m - t 28,5 mm 10.000 *
mm
N
22,8 *
8
1
2 2
=
u n b
M M
atau M
n
m - t 31,7
0,9
m - t 28,5 M
b
u

p r
Flens
f
2t
b
y
f
170
r y
f - f
370
Web
w
w
t
h
y
f
1680
y
f
2550
f
r
=70 MPa untuk profil gilas.
BJ 37 : (f
u
=370 MPa, f
y
=240 MPa)
Coba profil IWF 300.300.10.15 (r
o
=18 mm)

p r
10
15 * 2
300
2t
b
f
f
10,97 28,4
23,4
10
15) (18 2 - 300
t
h
w
w
w
108 165
Penampang kompak.
Z
x
=b t
f
(d t
f
) +t
w
(
2
d
- t
f
)
2
Z
y
=
2
1
t
f
b
2
+
4
1
(d 2t
f
) t
w
2
h
w
=d 2 (r
o
+t
f
)
d
b
y
y
x x
tw
tf
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 6

Z
x
=
2
f w f f
t -
2
d
t t - d t b
=
2
15 -
2
300
10 15 - 300 15 * 300
=1.464.750 mm
3
M
p
=f
y
Z
x
=240 * 1.464.750 =35 t-m
M
p
(=35 t m) >
b
u
M
(=31,7 t-m) OK
Catatan: 33
300
10.000
d
BJ 55 : (f
u
=550 MPa ; f
y
=410 MPa)
Coba IWF 300.300.10.15 (r
o
=18 mm) I
x
=20,4 * 10
7
mm
4

p r
f
(=10) 8,4 20 penampang tak kompak
w
(=23,4) 83 126
M
p
=f
y
. Z
x
=410 * 1.464.750 =60 t m
M
r
=(f
y
f
r
) S
x
=(f
y
f
r
)
2
d
I
x
=(410 70)
2
300
10 * 4 , 20
7
=46 t-m terlalu kuat
Coba IWF 250.250.9.14 (r
o
=16 mm) I
x
=10,8 * 10
7
mm
4

p r
f
8,9
14
125
8,4 20 penampang tak kompak
w
21
9
190
83 126
Z
x
=b t
f
(d t
f
) +t
w
2
f
t -
2
d
=250 * 14 (250 14) +9
2
14 -
2
250
=936.889 mm
3
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 7
S
x
=
2
250
10 * 10,8
2
d
I
7
x
=864.000 mm
3
M
p
=f
y
Z
x
=410 * 936.889 =38 t m
M
r
=(410 70) * 864.000 =29,4 t m
M
n
=
r
p r
p
p
p r
r
M
-
-
M
-
-
= m - t 37,6 29,4 *
8,4 - 20
8,4 - ,9 8
38 *
8,4 - 20
8,9 - 20
M
n
(=37,6 t m) >
b
u
M
(=31,7 t-m) . OK
Lendutan Balok
Lendutan balok untuk beberapa skenario pembebanan adalah sebagai berikut:
EI
M
48
5
EI
q
8
1
48
5
EI
q
384
5
2
o
2
2
o
4
o
s
dimana
2
o o
q
8
1
M
2
b ) b 4 - (3
EI 48
Pb
2 2
s
M1
s
EI 16
M
-
2
1
s
qo
S
/2 /2
S
a
P
/2
b
/2
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 8
EI 16
M
-
EI 16
M
-
EI
M
48
5
2
2
2
1
2
o
s
2 1 o
2
3M - 3M - 5M
EI 48
1
Karena M
o
=M
s
+
2
M M
2 1
maka

2 1 2 1 s
2
s
3M - 3M - M
2
5
M
2
5
5M
EI 48
1
2 1 s
2
M 0,1 - M 0,1 - M
EI 48
5
Lendutan tersebut harus dibatasi sesuai dengan Bab 6.4.3 pada Tatacara
Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung di Indonesia.
Geser pada Profil Gilas
Secara umum persamaan tegangan geser adalah:
y t I
y Q V
v
yang mana, V adalah gaya lintang yang bekerja pada suatu penampang
qo
S
M1
M2
2
o
q
8
1
M1
M2
M1
M2
Ms
Mo
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Q(y) =
2
d
y
dA adalah statis momen terhadap garis netral,
I adalah momen inersia,
t adalah ketebalan penampang.
Dalam perencanaan dapat digunakan:
v =
w
t d
V
yang mana d adalah tinggi total penampang,
t
w
adalah tebal web.
atau V
n
=
y
d t
w
=0,58 f
yw
d t
w
~0,6 f
yw
d t
w
. (*)
yang mana f
yw
adalah kuat leleh web.
Persamaan (*) dapat digunakan bila persyaratan berikut ini dipenuhi,
yw
w
f
1100
t
h
Tahanan geser rencana adalah:
v
V
n
V
u
yang mana
v
=0,9 ,
V
n
adalah tahanan geser nominal,
V
u
adalah gaya lintang terfaktor.
Contoh:
Tentukan tahanan geser rencana profil IWF 300.300.10.15
d =300 mm BJ 37: f
u
=370 MPa
t
w
=10 mm f
y
=240 MPa
t
f
=15 mm
r
0
=18 mm
2
d
y
dA
garis netral
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 10
J awab :
h =d 2 (r
o
+t
f
) =300 2 (18 +15) =234 mm
V
n
=0,6 f
yw
d t
w
=0,6 * 240 * 300 * 10
=43,2 ton
V
d
=
v
V
n
=0,9 * 43,2 =38,9 ton
Teori Umum Lentur
Tinjau suatu balok prismatis dengan penampang sembarang yang dibebani lentur
pada bidang berikut ini,
adalah bidang kerja beban ; M
Persamaan kesetimbangan balok adalah:
N
x
=0
x
dA =0 ............................................... (1)
M
y
=0 M
y
=-
x
z dA ........................................ (2)
M
z
=0 M
z
=-
x
y dA ........................................ (3)
23,4
10
234
t
h
w
71
240
1100
f
1100
yw
yw
w
f
1100
t
h
y
z
x
My
M
Mz
x
tan =-
z
y
M
y
=M cos
M
z
=M sin
tan =
y
z
M
M
z
P
y
garis netral
Bidang
My
Mz
M
Cat.: Arah vektor momen positif
ditentukan konsisten terhadap
asumsi tensor tegangan.
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Bidang netral adalah suatu bidang dimana lenturan terjadi tegak lurus terhadap
bidang tersebut. Bidang netral dianggap bersudut terhadap sumbu z. Berikut
adalah beberapa tinjauan untuk kasus =0, =
2
, dan sembarang.
Kasus =0: (Lentur terjadi pada bidang xy)
Dalam kasus tersebut tegangan
x
dapat dinyatakan sebagai berikut:
x
=-k
1
y
Persamaan (1), (2), dan (3) menjadi:
x
dA =k
1
y dA =0 ..................................... (4)
M
y
=-
x
z dA = k
1
yz dA =k
1
I
yz
............... (5)
M
z
=-
x
y dA = k
1
y
2
dA =k
1
I
z
................. (6)
Persamaan (4) menyatakan bahwa sumbu z adalah garis berat.
Persamaan (5) dan (6) memberikan
z
z
yz
y
1
I
M
I
M
k
atau tan
I
I
M
M
yz
z
y
z
Untuk sumbu yang bukan sumbu utama atau untuk sumbu yang bukan bagian dari
sumbu simetri maka I
yz
0 dan
2
, artinya garis netral tidak tegak lurus
bidang kerja beban. Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri
penampang dengan paling tidak satu sumbu simetri maka I
yz
=0, =
2
, dan M
y
=
0, artinya garis netral bidang kerja beban dan beban hanya bekerja // bidang xy.
Kasus =
2
: (Lentur terjadi pada bidang xz)
Persamaan tegangan
x
dapat dinyatakan sebagai berikut:
x
=-k
2
z
Persamaan (1), (2), dan (3) menjadi:
x
dA =k
2
z dA =0 ...................................... (7)
M
y
=-
x
z dA = k
2
z
2
dA =k
2
I
y
................. (8)
M
z
=-
x
y dA = k
2
yz dA =k
2
I
yz
............... (9)
Persamaan (7) menyatakan bahwa sumbu y adalah garis berat.
Persamaan (8) dan (9) memberikan
yz
z
y
y
2
I
M
I
M
k
atau tan
I
I
M
M
y
yz
y
z
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 12
Untuk sumbu yang bukan sumbu utama atau untuk sumbu yang bukan bagian dari
sumbu simetri maka I
yz
0 dan 0, artinya garis netral tidak tegak lurus bidang
kerja beban. Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang
dengan paling tidak satu sumbu simetri maka I
yz
=0, =0, dan M
z
=0, artinya
garis netral bidang kerja beban dan beban hanya bekerja // bidang xz.
Kasus sembarang:
Tegangan
x
dinyatakan sebagai superposisi (kasus elastis) dari dua kasus
sebelumnya,
x
=-k
1
y - k
2
z
M
y
=k
1
I
yz
+k
2
I
y
M
z
=k
1
I
z
+k
2
I
yz
atau
1
2
z yz
yz y
z
y
k
k
I I
I I
M
M
z
y
y yz
yz z
2
yz z y
1
2
M
M
I I -
I - I
I - I I
1
k
k
2
yz z y
yz y y z
1
2
yz z y
yz z z y
2
I - I I
I M - I M
k ;
I - I I
I M - I M
k
dan z
I - I I
I M - I M
y
I - I I
I M - I M
-
2
yz z y
yz z z y
2
yz z y
yz y y z
x
..... (10)
yang berlaku secara umum untuk kasus lentur. Anggapan yang perlu diingat
dalam menurunkan Persamaan (10) adalah:
a) balok adalah lurus
b) prismatis
c) sumbu y dan z adalah dua sumbu berat yang saling tegak lurus
d) material adalah elastis linier
e) tidak ada pengaruh puntir (semua beban bekerja pada pusat geser)
f) Arah vektor momen positif sesuai perjanjian tensor tegangan.
Bila sumbu y dan z adalah dua sumbu utama yang saling tegak lurus atau
bagian dari sumbu simetri dari suatu penampang yang paling tidak memiliki satu
sumbu simetri maka I
yz
=0 dan Persamaan (10) untuk tegangan menjadi,
z
I
M
y
I
M
-
y
y
z
z
x
(pada sumbu utama)
Bila pada serat-serat extreem dibatasi
x
f
y
maka berlaku:
1
S f
M
S f
M
y y
y
z y
z
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 13
adalah persamaan interaksi untuk M
z
, M
y
dan berlaku untuk daerah elastis linier
saja.
Garis netral adalah tempat kedudukan titik material dengan tegangan
x
=0.
Dengan me-nol-kan Persamaan (10) dan disusun kembali diperoleh,
yz y M
M
yz M
M
z
I - I
I - I
tan
z
y
y
z
y
z

yz y
yz z
I - tan I
tan I - I
Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang dengan paling
tidak satu sumbu simetri maka I
yz
=0 diperoleh,
tan
1
I
I
tan
y
z
artinya bila = /2 maka =0 terlepas dari nilai I
z
dan I
y
. Namun bila /2 maka
nilai menjadi sangat bergantung kepada nilai I
z
dan I
y
; dalam hal ini bidang
beban tidak tegak lurus bidang netral. Khusus untuk penampang dengan I
z
=I
y
,
seperti penampang bujur sangkar, maka bidang beban senantiasa tegak lurus
bidang netral.
Persamaan-persamaan yang dikembangkan diatas hanya berlaku untuk material
elastis linier (
x
<f
y
). Bila material telah mencapai daerah plastis seperti halnya
untuk perencanaan lapangan maka persamaan berikut dapat digunakan untuk
profil-profil yang paling tidak memiliki satu sumbu simetri,
1,0
M
M
M
M
nz b
uz
ny b
uy
yang mana M
u
adalah momen terfaktor,
M
n
adalah tahanan lentur nominal,
b
=0,9 adalah faktor tahanan.
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB VI
BEBAN TERPUSAT PADA PROFIL
1) Lentur Lokal pada Flens
P
u
R
n
tidak perlu stiffener
= 0,9
R
n
= 6,25
2
f
t f
yf
[N]
1 j >10 t
f
=
j 10 t
f
Bila 0,15 b tidak perlu stiffener
Leleh pada flens Lipat Tekuk Torsi
Lateral
Tekuk Vertikal
b j
tf
stiffener
las Tepi
terbuka
Pu
stiffener
Pu
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 2
2) Leleh Lokal pada Web
R
u
R
n
= ( k +N) f
yw
t
w
[=N] tidak perlu stiffener
dimana = 1,0
N k , pada tumpuan
5 bila j >d
=
2,5 bila j d
3) Lipat pada Web (gambar sama dengan di atas)
R
u
R
n
=
w
f
yw
5 , 1
f
w 2
w
t
t
f
t
t
1 t [=N] tidak perlu stiffener
dimana = 0,75
355 bila j >d/2 ; = 3
d
N
=
= 3
d
N
bila
d
N
0,2
175 bila j d/2
= 0,2 -
d
N 4
bila
d
N
> 0,2
4) Tekuk Web Bergoyang

R
u
R
n
tidak perlu stiffener
dimana = 0,85
Ru Ru
(a) (b)
j
Tepi terbuka
Ru
N
j
d
N
Ru
N+2,5k
N +5k
fyw
k
tf
Ru
tw
k
k
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 3
a) Sisi tekan flens fixed terhadap rotasi pada posisi bekerjanya gaya R
u
Untuk
b
f
w
L
b
t
h
2,3 maka
R
n
=
3
b
f
w
2
f
3
w r
L
b
t
h
0,4 1
h
t t C
[=N]
Untuk
b
f
w
L
b
t
h
> 2,3 R
n
Solusi: Ditempat bekerjanya R
u
dipasang
1. Bresing lateral lokal di flens tarik, atau
2. Sepasang pengaku vertikal atau pelat pengganda
b) Sisi flens tekan bebas terhadap rotasi pada posisi bekerjanya gaya R
u
Untuk
b
f
w
L
b
t
h
1,7 maka
R
n
=
3
b
f
w
2
f
3
w r
L
b
t
h
0,4
h
t t C

Untuk
b
f
w
L
b
t
h
> 1,7 R
n
Solusi: Dipasang bresing lateral lokal di flens tarik dan tekan ditempat
bekerjanya R
u
.
dimana L
b
adalah jarak terbesar dari titik-titik yang tidak dikekang secara
lateral pada salah satu flens balok.
6,6 * 10
6
bila M
u
<M
y
dititik kerja R
u
C
r
=
3,3 * 10
6
bila M
u
M
y
dititik kerja R
u
5) Tekuk Web akibat Dua Gaya Simetris
tw
h
bf
j
Tepi terbuka
Ru
Ru
tw
Ru
Ru
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 4
R
u
R
n
tanpa stiffener
= 0,9
R
n
= 10.750
yw
3
w
f
h
t
[=N]
1 bila j >d/2
=
0,5 bila j d/2
6) Geser Web pada Daerah Panel
V
u
V
n
pelat pengganda atau pelat diagonal
dimana = 0,90
a) Bila tidak dilakukan analisis khusus daerah panel terhadap stabilitas
struktur.
N
u
0,4 N
y
, V
n
= 0,60 f
y
d
c
t
w
N
u
> 0,4 N
y
, V
n
= 0,60 f
y
d
c
t
w
y
u
N
N
- 1,4
b) Bila dilakukan analisis khusus daerah panel terhadap stabilitas struktur.
N
u
0,75 N
y
, V
n
= 0,6 f
y
d
c
t
w
w c b
2
cf cf
t d d
t b 3
1
N
u
> 0,75 N
y
, V
n
= 0,60 f
y
d
c
t
w
y
u
w c b
2
cf cf
N
N 1,2
- 1,9
t d d
t b 3
1
dimana N
y
= f
y
A
g
tcf
db
bcf
pelat diagonal
pelat terusan
pelat pengganda
dc
Nu
Nu
tw
fy
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 5
7) Persyaratan Stiffener untuk Beban Terpusat
Pengaku vertikal atau diagonal,
a) Lebar dua stiffener di kedua sisi web ditambah tebal web tidak boleh
kurang dari 2/3 lebar flens.
b) Tebal stiffener tidak boleh kurang dari tebal flens, dan tidak boleh
kurang dari lebar pelat stiffener dikalikan
y
f
250
1
.
Pengaku vertikal yang dipasang secara penuh dari flens atas hingga flens
bawah karena gaya tekan yang bekerja terhadap flens balok biasa atau balok
berdinding penuh harus direncanakan sesuai dengan persyaratan perencanaan
komponen struktur tekan dengan persyaratan tambahan berikut ini:
a) Panjang tekuk efektif 0,75 h
b) Ada satu pasang pengaku vertikal
c) Bagian dari pelat badan selebar 25 t
w
untuk pengaku interior atau 12 t
w
untuk pengaku exterior.
8) Lain-lain
a) Pada ujung-ujung komponen struktur yang tidak merangka ke komponen
struktur yang lain, harus dipasang sepasang pengaku vertikal penuh
setinggi balok.
b) Pelat pengganda harus direncanakan sesuai dengan Standar Struktur
Bangunan Baja Indonesia, Bab 12.
9) Contoh:
2500
Pu2 =50 ton
5000 2500
300
Pu2 =50 ton
Pu1 =50 ton Pu1 =50 ton
Pu1 +Pu2 =100 ton
Pengaku
vertikal
tw
Pengaku
vertikal
25 tw
Interior
Pengaku
vertikal
tw
12 tw
Exterior
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 6
f
yw
= 240 MPa f
yf
= 240 MPa
k = 52 mm
N = 150 mm
(1) Leleh lokal pada web
Lapangan: R
n
= ( k +N) f
yw
t
w
(j >d) = 1,0 (5 * 52 +150) * 240 * 13
= 128 ton > P
u1
(=50 ton) OK
Tumpuan: R
n
= ( k +N) f
yw
t
w
(j <d) = 1,0 (2,5 * 52 +150) * 240 * 13
= 87 ton < P
u1
+P
u2
(=100 ton) perlu pengaku
vertikal
(2) Lentur lokal pada flens
Lapangan: R
n
= (6,25
2
f
t f
yf
)
(j >10 t
f
) = 0,9 * 1,0 * (6,25 * 24
2
* 240)
= 78 ton > P
u2
(=50 ton) OK
(3) Lipat pada Web
Lapangan: R
n
=
f
w
yw
5 , 1
f
w 2
w
t
t
f
t
t
1 t
=
14
9
700
150
3
d
N
3
= 355
R
n
= 0,75 * 355 * 13
2
13
24
* 240
24
13
14
9
1
5 , 1
= 119 ton > P
u1
(=50 ton) OK
Tumpuan: j = 300
j < d/2 =175
d/2 = 350
13
24
300
700
(j >d/2)
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 7
0,2 -
d
N
4 0,2 0,21 ~
14
3
d
N
= 0,2 -
14
3
4 = 0,66
R
n
= 0,75 * 175 * 13
2
13
24
* 240
24
13
0,66 1
5 , 1
= 59 ton < P
u1
+P
u2
(=100 ton) perlu pengaku
vertikal
(4) Tekuk Web Bergoyang
Sisi tekan flens fixed terhadap rotasi
2,3 2,75
5000
300
13
52 -
2
700
2
L
b
t
h
b
f
w
R
n
OK
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 1
ANALISIS PLASTIS BALOK
Suatu balok dapat mencapai tahanan plastisnya menjelang kegagalannya. Hal ini
dapat tercapai bila masalah tekuk lokal dan tekuk torsi lateral dapat dicegah. Bila
suatu balok sederhana yang dibebani dengan suatu beban terpusat ditengah
bentangnya mencapai plastifikasi maka panjang sendi plastis dapat ditentukan sebagai
berikut:
l
Z
S
M
M
p
y
p
y
Dari diagram momen dapat di turunkan hubungan
1
M
M
2
2
1
p
y
1
- 1
/2 /2
(1- ) /2
P
My
Mp
P
p y
My
Mp
M
4
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Untuk profil-I yang terlentur terhadap sumbu kuat penampang ~ 1,13 maka
0,12
1,13
1
- 1 ; dan untuk profil-I yang terlentur terhadap sumbu lemah ~1,5
maka
3
1
1,5
1
- 1 . Meskipun demikian, didalam praktek sendi plastis umumnya
dianggap berupa titik.
Lendutan di tegah bentang adalah
EI
P
48
1
3
Pada saat leleh
y
y 4
1
4M
P M P
EI
M
12
1
4M
EI 48
1
2
y y
3
y
Pada saat plastis
EI
M
12
1
S
2
y
y p
Redistribusi Gaya-dalam
Pada struktur-struktur statis tertentu hanya diperlukan satu sendi plastis untuk
mencapai mekanisme keruntuhan. Pada struktur-struktur statis tak tentu yang sangat
khusus, mekanisme keruntuhan juga dapat di capai melalui terbentuknya seluruh
sendi plastis pada saat yang bersamaan. Dalam hal ini terbentuknya mekanisme
keruntuhan pada stuktur statis tak tentu identik dengan pada struktur statis tertentu.
Namun demikian, secara umum, pada stuktur statis tak tentu, terbentuknya sendi
plastis atau kelompok sendi plastis akan terjadi secara berurutan hingga tercapainya
mekanisme keruntuhan yang menjadi akhir dari riwayat suatu struktur.
My
M
p
y p
Pengaruh geometri
penampang
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Tinjau contoh berikut ini,
P 889
6000
4000 * 2000 * P b a P
M
2
2
2
2
A
P 593
6000
4000 * 2000 * 2P b a 2P
M
3
2 2
3
2 2
B
P 444
6000
4000 * 2000 * P b a P
M
2
2
2
2
C
EI
P
10 * 790
6000 * 3
4000 * 2000
EI
P
I E 3
b a P
6
3
3 3
3
3 3
B
Saat titik A mencapai sendi plastisnya maka
M
A
=M
P
889
M
P atau M P 889
P
P
Untuk profil IWF 300.300.10.15 dimana Z
x
=1.464.750 mm
3
, I
x
=20,4 * 10
7
mm
4
,
dan M
P
=35 * 10
7
N-mm
Maka ton 39
889
10 * 35
P
7
7 5
4
6 6
B
10 * 20,4 * 10 * 2
10 * 39
10 * 790
EI
P
10 * 790
= mm 55 , 7
dan strukturnya menjadi
P
B
a =2000 b =4000
=6000
A C
P =39 ton
B C
Mp =35 t-m
A
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 4
dengan M
B
= 593 P =593 * 39 * 10
4
= 23 * 10
7
N mm
M
C
= 444 P =444 * 39 * 10
4
= 17 * 10
7
N mm
sehingga sisa tahanan di B & C adalah
M
B
=M
P
M
B
=35 * 10
7
23 * 10
7
=12 * 10
7
N mm
M
C
=M
P
M
C
=35 * 10
7
17,3 * 10
7
=17,7 * 10
7
N mm
Bila kepada beban P diberikan tambahan menjadi P + ' P maka momen di A tak akan
bertambah, sedang momen-momen di B dan C akan bertambah, hingga terjadi sendi
plastis di B dengan struktur termodifikasi sebagai berikut.
2 a
2
ab P'
' M
3
2
B
= P' 1037 6000 * 2 2000
2
4000 * 2000 * ' P
3
2
a
2
b a P'
' M
2
C
= P' 889 6000 2000
6000 * 2
4000 * 2000 * ' P
2
a 3
I E 12
b a P'
'
3
3 2
B
=
EI
P'
10 * 1,975 2000 6000 * 3
6000 * EI * 12
4000 * 2000 * ' P
9
3
3 2
Saat titik B mencapai plastifikasi maka
B B
M ' M
1037 P = 12 * 10
7
P = 11,6 ton
mm - N 10 * 10,3 10 * 11,6 * 889 P' 889 ' M
7 4
C
EI
P'
10 * 1,975 '
9
B
mm 5,62
10 * 20,4 * 10 * 2
10 * 11,6
* 10 * 1,975
7 5
4
9
P
B C
A
a =2000 b =4000
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 5
dan strukturnya menjadi,
dengan sisa tahanan di C adalah
' M - M ' M
C C C
mm - N 10 * 7,4 10 * 10,3 - 10 * 17,7
7 7 7
Kepada beban ' P masih dapat diberikan tambahan menjadi ' P + " P . Momen di B
tidak akan bertambah, namun momen di C akan bertambah dengan struktur statis
tertentu berikut,
M
C
= " P 4000
EI
P"
10 * 2,13 P"
EI
4000
3
1
EI
b
P"
3
1
"
10
3 3
B
Saat titik C mencapai plastifikasi maka
' M M
C C
4000 " P = 7,4 * 10
7
" P =1,85 * 10
4
N
10 * 20,4 * 10 * 2
10 * 1,85
* 10 * 2,13
EI
P"
10 * 2,13 "
7 5
4
10 10
B
=9,67 mm
P
B C A
Mp Mp
P
B C
b =4000
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Ringkasan:
Saat terbentuk satu sendi plastis:
P
1
=39 ton
B1
=7,55 mm
Saat terbentuk dua sendi plastis:
P
2
=P
1
+ ' P =39 +11,6 =50,6 ton
B2
=
B1
+ '
B
=7,55 +5,62 =13,17 mm
Saat terbentuk tiga sendi plastis:
P
3
=P
2
+ " P =50,6 +1,85 =52,45 ton
B3
=
B2
+ "
B
=13,17 +9,67 =22,84 mm
Sehingga kurva beban vs defleksi adalah:
Dengan demikian, meskipun batas elastis struktur terjadi pada P =39 ton, namun
dengan melakukan redistribusi gaya-dalam, maka struktur tersebut dapat memikul P
=52,45 ton.
Beban Plastis Cara Kesetimbangan
Bila tidak diperlukan informasi mengenai kurva beban vs defleksi maka penentuan
beban plastis dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pertama-tama tentukan
konfigurasi sendi plastis sehingga terbentuk struktur statis tertentu. Pada saat tersebut
lakukan analisis kesetimbangan, maka akan diperoleh beban plastis yang
menyebabkan mekanisme.
runtuh
P
P3 =52,45
P2 =50,6
0
0
B1 =7,55 B2 =13,17
B3 =22,84 B
P1 =39
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Contoh:
1)
p A
M P
4
1
M
M 4
P
p
2)

b P
p p B
M M -
a b P
M
7
p
10 * 35 * 2 *
4000 * 2000
6000
2M
b a
P

=52,5 ton
3) PR:
P
B
a b
P
B C
A
Mp
Mp
2000
P P
1000 3000
6000
P
A
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Beban Plastis Cara Energi
Cara energi lebih mudah dilakukan daripada cara kesetimbangan. Prinsipnya adalah
energi-dalam harus sama dengan energi-luar pada saat terbentuknya mekanisme
keruntuhan. Energi terjadi bila gaya melakukan translasi dan momen melakukan
rotasi. Lakukan hal ini untuk seluruh kemungkinan mekanisme keruntuhan. Beban
plastis yang terkecil dari seluruh mekanisme yang mungkin adalah beban plastis yang
menentukan.
Contoh
1)
2
2
M P
p
p
M 4
P
2)
2 M 2
a
b
M b P
p p

P
b
1
a
1
2M
p
ton 52,5
4000
1
2000
1
10 * 35 * 2
7
3) PR:
Catatan: Semua ketentuan pada Peraturan Struktur Baja Indonesia, Butir 7.5, harus
dipenuhi.
Mp
Mp
2 / 2 /
P
2000
P P
1000 3000
6000
Mp
M
p
b/a
P
Mp
M
p
b
b a
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB VII
SAMBUNGAN
7.1 BAUT DAN KELING
Sambungan baut dapat terbuat dari baut mutu tinggi atau mutu normal.
Sambungan keling umumnya terbuat dari mutu normal.

Sambungan baut mutu tinggi mengandalkan gaya tarik awal yang terjadi karena
pengencangan awal. Gaya tersebut dinamakan proof load. Gaya tersebut akan
memberikan friksi. Sehingga sambungan baut mutu tinggi hingga taraf gaya
tertentu dapat merupakan tipe friksi (serviceability limit state); sambungan jenis
ini baik untuk gaya bolak-balik. Untuk taraf gaya yang lebih tinggi, sambungan
tersebut merupakan tipe tumpu (strength limit state).

Baut mutu normal dipasang tanpa gaya tarik awal dan merupakan tipe tumpu.
Sedangkan sambungan keling dipasang dengan pemanasan awal. Pada saat
membara material keling diselipkan ke lubang keling dan salah satu ujungnya
dipukul sementara ujung lainnya ditahan. Pukulan tersebut akan membentuk
kepala keling pada ujungnya dan badan keling akan mengisi penuh lubang keling.
Pada saat pendinginan, lubang keling akan memberikan gaya tarik awal, sehingga
sambungan akan menjadi sangat fit.

Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi dipasang dengan
mula-mula melakukan kencang tangan dan diikuti dengan setengah putaran
setelah kencang tangan; atau menggunakan kunci torsi yang telah dikalibrasi
demikian sehingga menghasilkan setengah putaran setelah kencang tangan.

Pada saat ini sambungan dengan baut biasanya lebih ekonomis daripada dengan
keling. Berikut adalah spesifikasi baut dan keling,

Baut Mutu d
b
Proof Stress Kuat Tarik
(mm) (70% f
u
, MPa) (f
u
, MPa)
A307 Normal 6,4 10,4 - 410
A325 Tinggi 12,5 25,4 585 825
28,6 38,1 510 725
Keling Normal - 370

Perhitungan proof load adalah sebagai berikut:

Proof load = Proof Stress * A
s

A
s
=
2
b
n
0,9743
- d
4
mm
2


dimana d
b
adalah diameter nominal baut, dan
n adalah jumlah ulir per mm
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Tahanan Tarik Baut/Keling

Tahanan tarik nominal satu baut/keling, R
n
:

R
n
=
b
u
f A
s

Dimana
b
u
f adalah kuat tarik baut (MPa)
A
s
=
2
b
n
0,9743
- d
4
mm
2

n adalah jumlah ulir per mm
Karena A
s
=0,75 0,79 A
b
maka
R
n
=
b
u
f (0,75 A
b
)
dimana A
b
adalah luas bruto satu baut


Tahanan Geser Baut

Tahanan geser nominal satu baut/keling, R
n
:

R
n
= m A
b

u
* faktor reduksi

m A
b
(0,6
b
u
f ) * 0,8 tanpa ulir pada bidang geser
=
m (0,75 A
b
) (0,6
b
u
f ) * 0,8 dengan ulir pada bidang geser

0,50 m
b
u
f A
b
tanpa ulir pada bidang geser
~
0,40 m
b
u
f A
b
dengan ulir pada bidang geser

Disini telah dianggap luas neto adalah 0,75 luas bruto,
u
=0,60
b
u
f , dan m adalah
jumlah bidang geser.


Tahanan Tumpu



p
u
= 0,6
p
u
f untuk material pelat






L
d
t
Tu
p
u
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 3

u
T
R
n
= 2 t [L d/2]
p
u

= 1,2
p
u
f dt [L/d ]
Untuk
3
2
2
d
L
R
n
= 2,6
p
u
f dt
Untuk baut tepi R
n
= L t
p
u
f

Dalam peraturan diambil
R
n
= 2,4
p
u
f dt untuk semua jenis lubang
R
n
= 2,0
p
u
f dt untuk lubang sela panjang arah gaya.

J arak antar baut 3d; jarak baut tepi dengan ujung pelat 1 d. Untuk
mengurangi bahaya korosi, jarak baut tepi terhadap ujung pelat 12 t 150
mm.


Lubang Tersusun

Potongan 1 leleh A
g
= b t

Potongan ABCDE fraktur
A
n
= t [b 3 (d +1 mm)]





Potongan ABFDE fraktur A
n
= t
2
2
1
1
2
1
2
1
g 4
s

g 4
s
) mm 1 (d 3 - b

Potongan ABFGH fraktur A
n
= t
2
2
2
1
2
1
2
1
g 4
s

g 4
s
) mm 1 (d 3 - b











s1
A
Pu
b
s2
g1
g2
B
C
D
E H
G
F
I
tarik
geser
geser
fraktur
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 4
g = g
a
-
2
t
a
+g
b
-
2
t
b

= g
a
+g
b
(t
a
+t
b
)
umumnya t
a
=t
b
=t
g = g
a
+g
b
- t












Contoh:











Baut: jumlah 4 Pelat: tebal = 18 mm
d
b
= 22 mm lebar = 200 mm

b
u
f = 825 MPa lubang standar
jumlah bidang geser, m =1 f
y
= 240 MPa

p
u
f = 370 MPa

Tanpa ulir pada bidang geser

Leleh pada pelat: T
n
= f
y
A
g
= 0,9 * 240 * 18 * 200 = 78 ton
Fraktur pada pelat: T
n
= f
u
A
n

= 0,75 * 370 * [200 2 (22 + 3)] * 18 = 75 ton

Geser pada baut: R
n
= 0,75 * (0,5
b
u
f ) m (A
b
* 4)
= 0,75 * 0,5 * 825 * 1 * * 22
2
* 4
= 47 ton
ga
gb
ta
tb
tarik
geser
75/2
T
75/2
75
T
T
T
200
18
80
60
60
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Tumpu pada pelat: R
n
= 0,75 (2,4
p
u
f d t) * 4
= 0,75 [2,4 * 370 * (22 +1) * 18] * 4
= 112 ton

Tahanan sambungan adalah 47 ton

R
n
T
u

47 ton 1,2D +1,6L

Bila D =L/2 maka 47 ton 2,2 L
L 21,4 ton
D 10,7 ton

J adi beban kerja yang boleh terjadi adalah W = L +D = 32,1 ton


Sambungan Tipe Friksi (BMT) LRFD

V
u
V
n


V
n
= 1,13 * Proof load * m untuk satu baut

dimana m adalah jumlah bidang geser.

= 0,35

1 untuk lubang standar
0,85 untuk lubang besar dan sela pendek
0,7 untuk lubang sela panjang arah gaya
0,6 untuk lubang sela panjang // arah gaya

Pada kombinasi geser +tarik untuk b.m.t pada sambungan tipe friksi berlaku:


Load Proof 1,13
n T
- 1 V
n
V
u
n
u


dimana T
u
/n adalah gaya tarik terfaktor untuk satu baut




=
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Kombinasi Geser dan Tarik pada Sambungan Tipe Tumpu

Ada dua kriteria yang harus dipenuhi:
0,4
b
u
f m dengan ulir pada bidang geser
1) f
uv
=
b
u
A n
V

0,5
b
u
f m tanpa ulir pada bidang geser

2) R
n
= f
t
A
b

n
T
u


dimana
807 1,9 f
uv
621 dengan ulir pada bidang geser
A325: f
t

807 1,5 f
uv
621 tanpa ulir pada bidang geser

A307: f
t
410 1,9 f
uv
310

= 0,75 ; n adalah jumlah baut;
m adalah jumlah bidang geser

Penjelasan persamaan di atas adalah sebagai berikut. Persamaan interaksi geser
tarik merupakan persamaan lingkaran berikut ini,

1
R
R

R
R
2
nv
uv
2
nt
ut


dimana R
ut
, R
uv
masing-masing adalah gaya tarik dan geser terfaktor
R
nt
, R
nv
masing-masing adalah tahanan nominal tarik dan geser

t
,
v
masing-masing adalah faktor tahanan tarik dan geser
(
t
=
v
= 0,75)


Dalam peraturan digunakan persamaan linier berikut ini


nv v
uv
nt t
ut
R
R

R
R
C




Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 7

R
R
nt t
ut











nv v
uv
R
R


Untuk persamaan linier digunakan nilai C =1,3.

Persamaan linier tersebut ditulis kembali sebagai berikut:

R
ut
1,3
t
R
nt

nv v
uv
R
R

t
R
nt


atau f
ut

t
f
t

dimana, f
ut
=
b
ut
A
R

f
t
= 1,3
nv v
nt
b
nt
R
R
-
A
R
f
uv

f
uv
=
b
uv
A
R


mengingat,
b
nt
A
R
= 0,75
b
u
f dan

0,4 m
b
u
f dengan ulir pada bidang geser

b
nv
A
R
=
0,5 m
b
u
f tanpa ulir pada bidang geser







1,0
1,0
lingkaran
linier
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 8
maka

v
m 4 , 0
75 , 0
f
uv
dengan ulir pada bidang geser
f
t
= 1,3 * 0,75
b
u
f

v
m 5 , 0
75 , 0
f
uv
tanpa ulir pada bidang geser

f
t
0,75
b
u
f

atau dalam peraturan digunakan untuk A325 (f
u
b
=825 MPa (untuk diameter baut
25,4 mm),
v
=0,75 dan m =1)
1,9 f
uv
dengan ulir pada bidang geser
f
t
= 807
1,5 f
uv
tanpa ulir pada bidang geser

f
t
621 MPa

0,4 m
b
u
f dengan ulir pada bidang geser
f
uv

b
uv
A
R

0,5 m
b
u
f tanpa ulir pada bidang geser

Contoh:

A325
b
u
f = 825 MPa
n = 6
P
w
= 30 ton
d
b
= 22 mm
D = 2 L



D +L = 3 L = 30 ton L = 10 ton
D = 20 ton

P
u
= 1,2 D +1,6 L = 1,2 * 20 +1,6 * 10 = 40 ton
T
u
=
5
4
* 40 = 32 ton
V
u
=
5
3
* 40 = 24 ton



PW
4
3
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 9

(a) Untuk sambungan tipe tumpu tanpa ulir pada bidang geser
Geser: f
uv
=
2
4
1
4
b
u
22 * * 6
10 * 24

A n
V
=105 MPa
0,5
b
u
f m = 0,5 * 0,75 * 825 * 1 = 309 MPa
f
uv
< 0,5
b
u
f m OK

Tarik: f
t
= 807 1,5 f
uv
621
= 807 1,5 * 105 = 650 MPa
f
t
= 621 MPa

R
n
= f
t
A
b
= 0,75 * 621 * * 22
2

= 17,7 ton
6
32

n
T
u
= 5,3 ton
R
n
>
n
T
u
OK

(b) Untuk sambungan tipe friksi (LRFD)
V
n
= 1,13 * Proof Load * m


= 1,13 * 0,35 * 1 * Proof Load

Proof Load = 0,75 A
b
* Proof Stress
= 0,75 * * * 22
2
* 585 = 16,7 ton

V
n
= 1,13 * 0,35 * 1 * 16,7 = 6,6 ton

V
n
= 1 * 6,6 ton = 6,6 ton

6
24

n
V
u
= 4 ton
V
n

16,7 * 1,13
6 32
- 1 6,6
1,13
n T
- 1
u
Load Proof
= 4,7 ton

Load Proof 1,13
n T
- 1 V
n
V
u
n
u
OK
Contoh:









Vu Mu
40
200
150
260
370
410
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 10

V
u
= 6,5 * 10
4
N d
b
= 16 mm
M
u
= 6,3 * 10
7
N-mm n = 8
Proof Stress =585 MPa Tanpa ulir pada bidang geser

b
u
f = 825 MPa

Geser: f
uv
=
2
4
1
4
b
u
16 * * 8
10 * 6,5

A n
V
= 40 MPa
0,5
b
u
f m = 0,5 * 0,75 * 825 * 1 = 309 MPa
f
uv
< 0,5
b
u
f m OK
f
t
= 807 1,5 f
uv
= 807 1,5 * 40 = 747 621

ambil f
t
= 621 MPa











a f
y
b = n * (n
i
A
b
f
t
)
a =
200 * 240
) 621 * 16 * * * (2 * 4

b f
) f A (n * n
2
4
1
y
t b i
= 20,8 mm
M
n
= n
i
A
b
f
t
(40 + 150 + 260 + 370) a f
y
b
2
a

= 25 * 10
4
* 820 * 20,8
2
* 240 * 200
= 19,5 t-m

M
d
= M
n
= 0,75 * 19,5 = 14,6 t-m > M
u
(=6,3 t-m) OK


Geser Eksentris









Mu =6,3 t-m
40
b =200
150
260
370
410
a
fy
ni Ab ft = 2 * * 16
2
* 621 = 25 ton
P
M =P . e
e
=
P
+
c.g
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 11


a) Analisis elastis bebas friksi, pelat kaku, baut elastis
Dua cara
b) Analisis plastis pusat rotasi sesaat, deformasi baut sebanding
terhadap jarak baut dari pusat rotasi sesaat.

a) Analisis Elastis











n
1 i
xi yi yi xi
M ) e R e R (
n adalah jumlah baut
Asumsi: R
xj
=
yi
yj
e
e
R
xi

R
yj
=
xi
xj
e
e
R
yi


Persamaan momen menjadi,

R
x1
e
y1
+R
x2
e
y2
+ .. + R
xn
e
yn


+R
y1
e
x1
+R
y2
e
x2
+ .. + R
yn
e
xn
= M

R
x1
e
y1
+R
x1

1 y
2
2 y
e
e
+ .. + R
x1

1 y
2
yn
e
e

+R
y1
e
x1
+R
y1

1 x
2
2 x
e
e
+ .. + R
y1

1 x
2
xn
e
e
= M

R
x1
=
1 x
1 y
e
e
R
y1


M
exi
y
x
c.g
Ryi Ri
Rxi
eyi
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 12
J adi, ) e ........ (e ) e ........ e (
e
R
2
xn
2
x1
2
yn
2
1 y
1 x
1 y
= M
) e ...... (e ) e ...... (e
e M
R
2
xn
2
x1
2
yn
2
y1
x1
1 y


) e ...... (e ) e ...... (e
e M
R
2
xn
2
x1
2
yn
2
y1
y1
x1


n
P
R
v


R
1
=
2
x1
2
v 1 y
R ) R R (

R
yi
=
2
yj
2
xj
xi
e e
e M
; R
xi
=
2
yj
2
xj
yi
e e
e M


R
i
=
2
xi
2
v yi
R ) R R (

Contoh:




2
xj
e = 50
2
* 6 = 15000 mm
2

2
yj
e = 75
2
* 4 = 22500 mm
2

M
u
= 11 * (50 +75) * 10
4
= 1,375 t-m

Baut 4: R
y4
=
37500
50 * 10 * 1,375

22500 15000
e M
7
4 x u
= 1,8 ton

R
x4
=
37500
75 * 10 * 1,375

22500 15000
e M
7
4 y u
= 2,75 ton

R
v
=
6
000 . 110
= 1,8 ton
R
4u
=
2 2
2,75 1,8) (1,8 = 4,53 ton
R
4n
= 0,5
b
u
f A
b
m (tanpa ulir pada bidang geser)
R
4n
= R
4u
d
b
= 13,7 mm
ambil d
b
= 14 mm P
u
= 11,6 ton
50
75
50 75
3
2
1
6
5
4
75
Pu =11 ton
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 13
R
4n
=0,75 * 0,5 f
u
b
A
b
m
=0,75 * 0,5 * 825 * * 14
2
* 1 =4,76 * 10
4
N
P
u
= 1,2 D +1,6 L
anggap D =2 L 11,6 = 2,4 L +1,6 L = 4 L
L =2,9 , D =5,8 dan W =L +D =8,7 ton

Baut friksi pada lubang standar ( =1)
V
n
= 1 * 1,13 * * Proof Load * m
= 1,13 * 0,35 * [ * 14
2
* 585 * 0,75] * 1
= 2,7 ton
P
u
=
76 , 4
7 , 2
* 11,6 = 6,6 = 1,2 * 2 L +1,6 L
L = 1,65
D = 3,3
W = 4,95 ton

b) Analisis Plastis: (Paling rasional)
i) Tipe tumpu













sin
i
=
i
p i
d
y - y
; cos
i
=
i
p i
d
x - x


d
i
= [(x
i
x
p
)
2
+(y
i
y
p
)
2
]



r
0
= - x
p
cos - y
p
sin

H = 0 R
di
sin
i
P
u
sin = 0 ................................ (1)
V = 0 R
di
cos
i
P
u
cos = 0 ............................... (2)
M = 0 R
di
d
i
P
u
(e +r
0
) = 0 .................................. (3)


yi
e
r0
di
i
i
Rdi
c.g
-yp
xi
- xp
prs
Pu
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 14


R
di
= R
ni
[1 exp (-0,4
i
)]
0,55


dimana R
ni
adalah tahanan nominal satu baut

i
adalah perpindahan baut i dalam mm,
dengan
max
= 8,6 mm


Selesaikan Persamaan (2) untuk P
u
diperoleh
P
u
=
cos
R
ni
[1 exp (-0,4
i
)]
0,55

i
p i
d
x - x
............. (4)

Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (1) diperoleh

R
ni
[1 exp (-0,4
i
)]
0,55

i
p i
d
y - y

tan R
ni
[1 exp (-0,4
i
)]
0,55

i
p i
d
x - x
= 0 ................. (5)

Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (3) diperoleh

R
ni
[1 exp (-0,4
i
)]
0,55
d
i
[e (x
p
cos +y
p
sin )] *


cos
1
R
ni
[1 exp (-0,4
i
)]
0,55

i
p i
d
x - x
= 0 ............. (6)

Bila digunakan baut-baut yang identik maka Persamaan(5) dan (6) menjadi:
[1 exp (-0,4
i
)]
0,55

i
p i
d
y - y

tan [1 exp (-0,4
i
)]
0,55

i
p i
d
x - x
= 0 ............. (7)
[1 exp (-0,4
i
)]
0,55
d
i
[e (x
p
cos +y
p
sin )] *


cos
1
[1 exp (-0,4
i
)]
0,55

i
p i
d
x - x
= 0 .......... (8)

Persamaan (7) dan (8) akan diselesaikan untuk x
p
, y
p
dan P
u
diperoleh melalui
Persamaan (4).
Catatan:
i
=
max
i
d
d
*
max
=
max
i
d
d
8,6

d
max
=max {d
i
}
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 15


Contoh:

Ulangi contoh sebelumnya dengan cara analisis plastis dan tanpa ulir pada
bidang geser. Gunakan baut mutu tinggi (A325) dengan d
b
= 14 mm.




=0





R
ni
= 0,5
b
u
f A
b
m untuk i = 1, , 6
= 0,5 * 825 * * 14
2
* 1
= 6,35 ton

d
b
= 14 mm x
p
= -51,46 mm Pers. (7) = 0
= 0 rad y
p
= 0 mm Pers. (8) = -0,0029
e = 125 mm d
max
= 126
r
1
= 0,5 R
di
= 4,76E+04 N
f
= 0,75 P
u,geser
= 1,31E+05 N
t
p
= 12 mm P
u,tumpu
= 6,71E+05 N
f
u
= 370 MPa P
u
= 1,31E+05 N


Pers. (7) Pers. (8)
No.
baut
x
i
y
i
d
i i
Sum 1 Sum 2 Sum 1 Sum 2
1
2
3
4
5
6
-50
-50
-50
50
50
50
75
0
-75
75
0
-75
75,01
1,46
75,01
126,17
101,46
126,17
5,11
0,10
5,11
8,60
6,92
8,60
0,93
0,00
-0,93
0,58
0,00
-0,58
0,02
0,17
0,02
0,79
0,96
0,79
69,51
0,25
69,51
123,93
97,90
123,93
0,02
0,17
0,02
0,79
0,96
0,79
0,00 2,75 485,03 2,75



yi
xi
1
2
3
4
5
6
75
75
75
50 50
Pu
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 16
P
u
=13 ton vs 11,6 ton dengan cara elastis
13 = 1,2 (2 L) +1,6 L = 4 L L = 3,25
D = 6,5 +
W = 9,75 ton
ii) Tipe friksi

Serupa dengan tipe tumpu tapi R
di
konstan sebagai berikut:

R
di
= R
n
= * 1,13 * * Proof Load * m

dimana m adalah jumlah bidang geser
= 0,35

1 untuk lubang standar
0,85 untuk lubang besar dan sela pendek
0,7 untuk lubang sela panjang arah gaya
0,6 untuk lubang selan panjang // arah gaya

J adi persamaan kesetimbangan menjadi

H = 0 R
n
h
i
sin
i
P
u
sin = 0 .......................... (1)
V = 0 R
n
h
i
cos
i
P
u
cos = 0 ......................... (2)
M = 0 R
n
h
i
d
i
P
u
(e +r
0
) = 0 ............................ (3)

dimana h
i
=
max i
i
) d (
d
adalah fungsi deformasi untuk baut friksi.

Selesaikan Persamaan (2) untuk P
u
diperoleh
P
u
=
max i
n
) d (
R
cos
(x
i
x
p
) ................................... (4)

Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (1) dan sederhanakan diperoleh

(y
i
y
p
) tan (x
i
x
p
) = 0 .................................... (5)

Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (3) dan sederhanakan diperoleh

cos
1
- d
2
i
[e - (x
p
cos +y
p
sin )] (x
i
x
p
) = 0 .... (6)
Persamaan (5) dan (6) akan diselesaikan untuk x
p
, y
p
dan P
u
dan diperoleh
dari Persamaan (4).

Contoh:

Selesaikan contoh sebelumnya untuk sambungan tipe friksi.
R
di
= R
n
= * 1,13 * * Proof Load * m
=
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 17
= 1 * 1,13 * 0,35 * [ * 14
2
* 0,75 * 585] * 1
= 2,7 ton

f
= 1 x
p
= -50 mm Pers. (5) = 0
R
di
= 2,70E+04 N y
p
= 0 mm Pers. (6) = -0
= 0 rad P
u
= 6,48E+04 N
e = 125 mm d
max
= 125,00 mm

Pers. (5) Pers. (6)
No.
baut
x
i
y
i
d
i
h
i
Sum 1 Sum 2 Sum 1 Sum 2
1
2
3
4
5
6
-50
-50
-50
50
50
50
75
0
-75
75
0
-75
75,00
0,00
75,00
125,00
100,00
125,00
0,60
0,00
0,60
1,00
0,80
1,00
75,00
0,00
-75,00
75,00
0,00
-75,00
0,00
0,00
0,00
100,00
100,00
100,00
5625,00
0,00
5625,00
15625,00
10000,00
15625,00
0,00
0,00
0,00
100,00
100,00
100,00
0,00 300,00 52500,00 300,00

P
u
=6,50 ton = 1,2 (2 L) +1,6 L = 4 L
L = 1,63
D = 3,25 +
W = 4,88 ton

Resume:








Anatomi Baut Dalam Tarik

Saat pengencangan


C
i
= T
b

p
= t
E A
C
p p
i

b
= t
E A
T
b b
b

Sambungan
geser eksentris
plastis
elastis
tumpu: P
u
=13 ton (100%)
friksi: P
u
=6,5 ton (50%)

tumpu: P
u
=11,6 ton (90%)
friksi: P
u
=6,6 ton (50%)
t
p
Ap
Ep
Ab
Eb
b
Tb
Ci
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 18
Saat pembebanan sambungan



T
f
= C
f
+P
C
f
0










Ada dua kasus yang akan ditinjau

1) C
f
> 0 T
f
= C
f
+P
2) C
f
= 0 T
f
= P

p
b
Tf
Cf
P/2 P/2
Cf
Tb =Ci
P >0
Ci =Tb
P >0
P =0
P
Tf
pelat baut
P =0
Cf =0
Tb =Ci
P
P
P
~ b
~ p
Cf
Tf
Tf
baut
pelat
Ab/Ap Tb
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 19
Kasus 1) C
f
> 0
b
= t
E A
T - T
b b
b f


b
=
p


p
= t
E A
C - C
p p
f i



p p
b b
b f
E A
E A
T - T (T
b
T
f
+P)

P
E A
E A

E A
E A
1 T
E A
E A
1 T
p p
b b
p p
b b
b
p p
b b
f



T
f
= T
b
+
b b p p
b b
E A E A
E A
P ------- C
f
> 0

Kasus 2) C
f
= 0 T
f
= P

P T
b
=
p p
b b
E A
E A
T
b



p p
p p b b
E A
E A E A
P T
b



Resume: (E
b
=E
p
)

P
p
p b
A
A A
T
b
T
f
= T
b
+
p b
b
A A
A
P

P >
p
p b
A
A A
T
b
T
f
= P


Contoh:

Suatu sambungan tarik dengan baut A325, d
b
=22 mm, jumlah baut 4 buah, A
p
=
25000 mm
2
. Berapakah beban kerja maksimum yang dapat diberikan sebelum
terjadi separasi pada pelat sambungan. Anggap D = L


Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 20
J awab:
b
u
f = 825 MPa
Proof Stress = 585 MPa
T
b
= Proof Stress * n * 0,75 A
b

= 585 * 4 * 0,75 * * 22
2
= 67 ton

Saat terjadi separasi,

P =
p
p b
A
A A
T
b

= 67 *
25000
25000 22 * 4
2
4
1
= 71 ton
71 = 1,2 D +1,6 L = 1,2 ( L) +1,6 L = 1,9 L

L = 37
D = 9 +
W = 46 ton



7.2 SAMBUNGAN LAS

Las:

Ukuran las adalah seperti ditunjukkan berikut ini:






Bila t <6,4 mm maka a
max
= t , dan
Bila t 6,4 mm maka a
max
= t 2 mm






Bila t =t
1
=t
2
maka t
e
=t





amax =t
t <6,4 mm
t1 t2
t
e
=t
1
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 21








Bila 45
o
< <60
o
maka t
e
= D 3 mm
Bila 60
o
maka t
e
= D



Tahanan Nominal Las

Las tumpul:
Tarik/tekan: R
nw
= t
e
f
y
per mm
Geser: R
nw
= t
e
(0,6 f
y
) per mm

dimana f
y
adalah kuat leleh material baja yang disambung

Las sudut: R
nw
= t
e
(0,6 f
uw
) ............................... las
atau: R
nw
= t
e
(0,6 f
u
) ................................. bahan dasar

Perencanaan Las LRFD

R
nw
R
u

= 0,90 untuk leleh
= 0,75 untuk fraktur


Las Tumpul (penetrasi penuh)

1) Tarik/tekan normal terhadap luas efektif
R
nw
= 0,9 t
e
f
y
........................... bahan dasar
R
nw
= 0,9 t
e
f
yw
.......................... las
2) Geser terhadap luas efektif
R
nw
= 0,9 t
e
(0,6 f
y
) ................... bahan dasar
R
nw
= 0,8 t
e
(0,6 f
uw
) ................. las




D te
te =0,707a
a
a
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 22
Las Sudut:

R
nw
= 0,75 t
e
(0,6 f
uw
) ............... las
R
nw
= 0,75 t (0,6 f
u
) .................. bahan dasar

Contoh:










f
uw
= 490 MPa
f
u
= 370 MPa

a
max
= t 2 mm
= 7 2 = 5 mm

t
e
= 0,707 * a
max
= 0,707 * 5 = 3,54 mm


a) R
nw
= 0,75 t
e
(0,6 f
uw
) ............... las

= 0,75 * 3,54 * 0,6 * 490 L
w
30 * 10
4


L
w
384 mm (menentukan)

b) R
nw
= 0,75 t (0,6 f
u
) ................ bahan dasar

= 0,75 * 7 * 0,6 * 370 L
w
30 * 10
4


L
w
257 mm

L
w
= 390 mm








20
t =7 mm
70
Pu =60 ton
70
Lw1 =244
Lw3 =76
Lw2 =
x =20
70
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 23
20
390
L 70 70 *

L L L
70 * L 2 L * L
x
w3
2
2
1
w3 w2 w1
w3 w2 w2


L
w3
= 76 mm
L
w1
= 390 70 76 = 244 mm


Sambungan Geser Eksentris
Cara Elastis













Prosedur: 1) Tentukan I
x
, I
y
I
p

2) Tentukan A
3) Hitung
A
P
dan
A
P

uy
'
uy
ux '
ux

4) Tentukan titik terjauh dari c.g x
max
, y
max
dan hitung

p
max u "
ux
I
y T

p
max u "
uy
I
x T


5)
2
1
2 "
ux
'
ux
2 "
uy
'
uy u
) ( ) ( 0,6 f
uw


dimana = 0,75








L2
L1
L1
Pux
Puy
c.g
te
te
x
y
T
te
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 24
Contoh:


e e
t 500 t 200) 150 * (2 A

mm 45 t
t 500
75 * 150 * 2
x
e
e

D =L

P
w
=D +L =2L =8 ton
L =4 ton
D =4 ton

P
u
=1,2 D +1,6 L =1,2 * 4 +1,6 * 4 =11,2 ton

4
e
6 2
e
3
e x
mm t 10 * 3,67 2 * 100 * t * 150 200 * t *
12
1
I

2 * 45 - 75 * 150 * t 150 * t *
12
1
45 * t * 200 I
2
e
3
e
2
e y



4
e
6
mm t 10 * 1,24

4
e
6
y x p
mm t 10 * 4,91 I I I

0 '
x


e e
4
uy
y
t
224
t 500
10 * 11,2
A
P
'

e e
6
4
p
max u
x
t
696

t 10 * 4,91
100 * 305 * 10 * 11,2

I
y T
"

e e
6
4
p
max u
y
t
731

t 10 * 4,91
105 * 305 * 10 * 11,2

I
x T
"

uw
e
2
1
2
e e
2
e
u
f 0,6
t
1182

t
731

t
224

t
696


f
uw
=490 MP
a

t
e
5,34 mm
=0,75
atau a 7,58 mm
y
305
te
100
100
200
x
45
105
150
Pu =11,2 ton
x
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 25
Cara Plastis
















sin y - cos x - r
p p 0


0 sin P - sin R 0 H
u i di
.................................................. (1)
0 cos P - cos R 0 V
u i di
................................................. (2)
0 ) r (e P - d R 0 M
0 u i di
.................................................. (3)


i e i
1,5
uw i ni di
h t sin 0,5 1 f 0,6 h R R
dimana h
i
=
0,3
mi
i
mi
i
0,9 - 1,9

a 2 10 * 8,23
32 , 0
i
3 -
mi



32 , 0
i
3 - e
2 10 * 8,23 *
0,707
t


derajat dalam 2 t 0,0116
i
32 , 0
i e


a 6 0,0428
65 , 0
i ui



e
-3 65 , 0
i e
t 10 * 9,47 6 t 0,0605

min
j
uj
i i
d
d
Lw
i
2
0
i
y
x
Lw
-xp
c.g
i i
Rdi
-yp
di
prs
Pu

e
r0

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 26

min
j
e
3 - 65 , 0
j e
i
d
t 10 * 9,47 6 t 0,0605
d

min
j
3 - 65 , 0
j
e i
d
10 * 9,47 6 0,0605
t d








i
+
i
-
i
=
2


i
=
2
+
i
-
i








i
p i
i
d
y - y
sin

2
1
2
p i
2
p i i
y - y x - x d
i
p i
i
d
x - x
os c

min
j
3 - 65 , 0
j
32 , 0
i e
e i
mi
i
d
10 * 9,47 6 0,0605

2 t 0,0116
t d



min
j
3 - 65 , 0
j
32 , 0
i
i
d
10 * 9,47 6 0,0605

2 0,0116
d


Selesaikan Persamaan (2) untuk P
u
diperoleh
cos R
cos
1
P
i di u
.............................................. (4)

Sustitusi P
u
ke Persamaan (1) dan (3) di dapat

R
di
sin
i
tan R
di
cos
i
=0
0
i

2

c.g
xi
xp
prs
yp
yi
i
di
i
i
i - i
i
i
Rdi
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 27
R
di
d
i
- 0 cos R
cos
1
sin y cos x - e
i di p p


Untuk nilai f
uw
t
e
yang identik diperoleh

0
d
x - x
h sin 0,5 1 tan -
d
y - y
h sin 0,5 1
i
p i
i i
1,5
i
p i
i i
1,5
.. (5)

cos
1
* sin y cos x - e - d h sin 0,5 1
p p i i i
1,5

0
d
x - x
h sin 0,5 1 *
i
p i
i i
1,5
........................................................... (6)
Persamaan (5) dan (6) di selesaikan untuk x
p
, y
p
, dan P
u
diperoleh dari Persamaan
(4) atau


cos
L
cos h sin 0,5 1 f t 0,6 P
w
i i i
1,5
uw e u


Contoh:
Selesaikan contoh soal las sebelumnya dengan cara plastis (t
e
=5,34 mm, L
w
=50
mm).



P
u
=20 ton 100 %

Cara elastis:
P
u
=11,2 ton 56 %








1 2 3
4
5
6
7
10 9 8
150
100
100
105 45
305
x
y
Pu =?
S
a
m
b
u
n
g
a
n
S
i
n
d
u
r

P
.

M
a
n
g
k
o
e
s
o
e
b
r
o
t
o


2
8

S
T
R
E
N
G
T
H

O
F

F
I
L
L
E
T

W
E
L
D

f


=

0
,
7
5

x
p

=

-
4
1
,
7
3

m
m

P
e
r
s
a
m
a
a
n

(
5
)

=

1
.
1
1
0
2
E
-
1
6

f
u
w

=

4
9
0

M
P
a

y
p

=

0

m
m

P
e
r
s
a
m
a
a
n

(
6
)

=

-

0
.
0
1
5
1


=

0

r
a
d

P
u

=

2
0
2
,
2
4
3

N

e

=

3
0
5

m
m

t
e

=

5
,
3
4

m
m

L
w

=

5
0

m
m











P
e
r
s
a
m
a
a
n

(
5
)

P
e
r
s
a
m
a
a
n

(
6
)

i

x
i

y
i

0
<
i
<
1
,
5
7
d
i

0
<
i
<
1
,
5
7

i

i
/
m
i

h
i

S
u
m

1

S
u
m

2

S
u
m

1

S
u
m

2

1

8
0

1
0
0

0
.
0
0
0
0

1
5
7
.
5
4

0
.
8
8
3
1

0
.
6
8
7
7

1
.
3
4

0
.
9
8

0
.
8
3
1

1
.
0
1

2
0
6
.
3
2

1
.
0
1

2

3
0

1
0
0

0
.
0
0
0
0

1
2
3
.
0
7

0
.
6
2
2
2

0
.
9
4
8
6

0
.
9
4

1
.
0
0

0
.
9
9
1

0
.
7
1

1
5
0
.
0
7

0
.
7
1

3

-
2
0

1
0
0

0
.
0
0
0
0

1
0
2
.
8
3

0
.
2
1
4
0

1
.
3
5
6
8

0
.
5
8

0
.
9
3

0
.
9
5
7

0
.
2
1

1
0
0
.
2
1

0
.
2
1

4

-
4
5

7
5

1
.
5
7
0
8

7
5
.
0
7

1
.
5
2
7
2

1
.
6
1
4
4

0
.
7
6

0
.
9
8

1
.
4
6
3

-
0
.
0
6

1
0
9
.
9
2

-
0
.
0
6

5

-
4
5

2
5

1
.
5
7
0
8

2
5
.
2
1

1
.
4
4
0
7

1
.
7
0
0
9

0
.
2
5

0
.
7
7

1
.
1
4
1

-
0
.
1
5

2
9
.
0
2

-
0
.
1
5

6

-
4
5

-
2
5

1
.
5
7
0
8

2
5
.
2
1

1
.
4
4
0
7

-
1
.
7
0
0
9

0
.
2
5

0
.
7
7

-
1
.
1
4

-
0
.
1
5

2
9
.
0
2

-
0
.
1
5

7

-
4
5

-
7
5

1
.
5
7
0
8

7
5
.
0
7

1
.
5
2
7
2

-
1
.
6
1
4
4

0
.
7
6

0
.
9
8

-
1
.
4
6

-
0
.
0
6

1
0
9
.
9
2

-
0
.
0
6

8

-
2
0

-
1
0
0

0
.
0
0
0
0

1
0
2
.
3
3

0
.
2
1
4
0

-
1
.
3
5
6
8

0
.
5
8

0
.
9
3

-
0
.
9
6

0
.
2
1

1
0
0
.
2
1

0
.
2
1

9

3
0

-
1
0
0

0
.
0
0
0
0

1
2
3
.
0
7

0
.
6
2
2
2

-
0
.
9
4
8
6

0
.
9
4

1
.
0
0

-
0
.
9
9

0
.
7
1

1
5
0
.
0
7

0
.
7
1

1
0

8
0

-
1
0
0

0
.
0
0
0
0

1
5
7
.
5
4

0
.
8
8
3
1

-
0
.
6
8
7
7

1
.
3
4

0
.
9
8

-
0
.
8
3

1
.
0
1

2
0
6
.
3
2

1
.
0
1










0
.
0
0

3
.
4
4

1
1
9
1
.
0
8
3
.
4
4


Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 29
Beban Eksentris Normal pada Las










w e
u
max , u
L 2t
P

2
3



w e
u
u
L 2t
P



2
w e
u
3
w e 12
1
w
u
u
L t
e P 3

L t 2
2
L
M


uw
2
w w e
u 2 2
uR
f 0,6
L
e
9
4
1

L t
P


dan a =t
e
/ 0,707
=0,75
f
uw
adalah kuat tarik material las


Contoh:


Tentukan ukuran las, a?

f
uw
=490 MPa

P
u
=(1,2 +1,6)
2
1
P
w
=28 ton



uw
2
w w e
u
f 0,6
L
e
9
4
1
L t
P


Pu
e 2te
Lw
u u
u, max
Vu Mu
Vu
Pw =20 t
100
300
D =L

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 30
2
w w uw
u
e
L
e
9
4
1

L f 0,6
P
t


2
4
300
100
9
4
1

300 * 490 * 0,75 * 0,6
10 * 28


=4,73 mm

mm 6,7 a
0,707
4,73
a



Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 1
Tahanan Elemen Pelat akibat Tekanan Seragam

Kuat tekuk elastis elemen pelat akibat tekan seragam adalah

f
cr
= k
2 2
2
(b/t) ) - (1 12
E


dimana k adalah konstanta yang besarnya bergantung pada tipe tegangan, kondisi
tumpuan sisi pelat, perbandingan lebar terhadap panjang, dan terhadap tebal
pelat [lihat Grafik A].





































Grafik A


16
kaku
A
kaku
kaku
B
sendi
sendi
C
sendi
kaku
D
bebas
a
b
sendi
E
bebas
sisi beban kaku
sisi beban sendi
14
12
10
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5
kmin =0,425
kmin =1,277
kmin =4,00
kmin =5,42
kmin =6,97
A
B
C
D
E
a/b
K
o
e
f
i
s
i
e
n

T
e
k
u
k

k

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Elemen pelat yang tertekan dari suatu komponen struktur pada umumnya dikategorikan
dalam dua kelas yaitu elemen dengan pengaku (elemen yang ditumpu pada kedua
sisinya yang sejajar dengan arah kerja gaya, kasus A s/d C), dan elemen tanpa pengaku
(elemen yang ditumpu pada salah satu sisinya yang sejajar dengan arah kerja gaya,
sedang sisi lainnya berada pada posisi bebas, kasus D & E).








Elemen pelat dengan pengaku










Elemen pelat tanpa pengaku

Hubungan antara regangan aksial dengan gaya normal pada suatu elemen pelat
digambarkan berikut ini.

Perhatikan bahwa kuat pasca tekuk lebih besar pada elemen dengan b/t yang lebih besar.
Untuk nilai b/t yang lebih kecil kuat pasca tekuk menjadi lebih kecil, dan seluruh
elemen pelat dapat mencapai batas lelehnya atau bahkan hingga strain hardening
sehingga f
cr
/f
y
>1.

Persamaan kuat tekuk elastis dapat ditulis sebagai berikut:


2
c y
2 2
2
y
cr
1

f (b/t) ) - (1 12
Ek

f
f

b
t
b
b
t
t
b
t
fcr
fcr
fy
Pasca tekuk
Pasca tekuk
t
b
<<
t
b
>>


aksial
b t
b
t
t
b
b
t
b
t
P
Sendi
P
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 3
atau
Ek
f ) - (1 12

t
b

2
y
2
c

























Tahanan pelat akibat tekan pada sisinya dapat ditentukan oleh salah satu dari berikut ini:
1) Strain hardening untuk
c

2) Leleh pada
c
~0,5 ~0,6
3) Tekuk inelastis
4) Tekuk elastis,
c
~1,4
5) Pasca tekuk,
c
>1,5


Batasan
r
:

Batas kelangsingan
r
adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat
dicapai kuat leleh tanpa terjadi tekuk lokal. Secara ideal hal ini diperoleh bila f
cr
=f
y

atau
c
=1 yaitu pada titik A, atau


y
2 2
2
cr
f
(b/t) ) - (1 12
Ek
f

atau dengan mengambil =0,3 dan E =200.000 MPa maka


y
f
k
425
t
b

sh ~15 ~20 y y
Daerah plastis Daerah strain hardening
fy
0,5
1,0
0,17 0,46 0,58 1,0
2
1,5
A
Tekuk elastis
Tekuk inelastis: Teg. sisa dan cacat
leleh
Pelat tanpa pengaku
Pelat dengan pengaku
kolom
Strain hardening
y
f
cr
f
c
0,70
r
2
c
1
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Mengingat adanya tegangan sisa dan cacat maka
c
umumnya diambil <1, dan
c
=0,7
dianggap cukup mewakili.

J adi
y y
c
f
k
297,5
f
k
425
t
b


Lihat Tabel 4.5-1 Konsep Peraturan Baja Indonesia.
Tabel 4.5-1
Perbandingan Maksimum Lebar terhadap Tebal untuk Elemen Tertekan
(Simbol mengacu pada Gambar 4.5-1).
J enis Elemen Perbandingan
lebar terhadap
tebal
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal
( )
p

(kompak)
r

(tak-kompak)
Pelat sayap balok-I dan kanal
dalam lentur
b/t
y
f / 170 [c]
r y
f f / 370 [e]
Pelat sayap balok-I hibrida
atau balok tersusun yang di
las dalam lentur

b/t
yf
f / 170
e r yf
k / ) f f (
420
[e][f]
Pelat sayap dari komponen-
komponen struktur tersusun
dalam tekan

b/t -
e y
k / f / 290 [f]

Sayap bebas dari profil siku
kembar yang menyatu pada
sayap lainnya, pelat sayap
dari komponen struktur kanal
dalam aksial tekan, profil
siku dan plat yang menyatu
dengan balok atau komponen
struktur tekan
b/t -
y
f / 250

(k =0,70)

Sayap dari profil siku
tunggal pada penyokong,
sayap dari profil siku ganda
dengan pelat kopel pada
penyokong, elemen yang
tidak diperkaku, yaitu, yang
ditumpu pada salah satu
sisinya
b/t -
200/ f
y

(k =0,425)

Pelat badan dari profil T d/t -
335/ f
y

(k =1,277)

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Tabel 4.5-1 (Lanjutan)
Perbandingan Maksimum Lebar terhadap Tebal untuk Elemen Tertekan
(Simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).
J enis Elemen Perbandingan
lebar
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal
terhadap tebal
( )
p

(kompak)
r

(tak-kompak)
Pelat sayap dari penampang
persegi panjang dan
bujursangkar berongga
dengan ketebalan seragam
yang dibebani lentur atau
tekan; pelat penutup dari
pelat sayap dan pelat
diafragma yang terletak di
antara baut-baut atau las
b/t
y
f / 500



y
f / 625

(k =4,4)


Bagian lebar yang tak
terkekang dari pelat penutup
berlubang [b]
b/t -
y
f / 830

(k =6,97)

Bagian-bagian pelat badan
dalam tekan akibat lentur [a]
h/t
w
y
f / 680 . 1 [c]
y
f / 550 . 2 [g]

Bagian-bagian pelat badan
dalam kombinasi tekan dan
lentur
h/t
w
Untuk
N
u
/
b
N
y
<0,125 [c]
y b
u
y
N
N
f
75 , 2
1
680 . 1
[g]
y b
u
y
N
N
f
74 , 0
1
550 . 2
Untuk N
u
/
b
N
y
>0,125
[c]
y y b
u
y
f N
N
f
665
33 , 2
500


Elemen-elemen lainnya yang
diperkaku dalam tekan
murni; yaitu dikekang
sepanjang kedua sisinya
b/t
h/t
w
-
y
f / 665

(k =5,0)


Penampang bulat berongga
Pada tekan aksial
Pada lentur
D/t [d]
-
14.800/f
y


22.000/f
y
62.000/f
y

[a] Untuk balok hibrida, gunakan kuat leleh pelat
sayap f
yf
sebagai ganti f
y
.
[b] Ambil luas neto plat pada lubang terbesar.
[c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis sebesar 3.
Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi
diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar.
[d] Untuk perencanaan plastis gunakan 9.000/f
y
.
[e] f
r
=tegangan tekan residual pada pelat sayap
=70 MPa untuk penampang dirol
=115 MPa untuk penampang dilas
[f]
w
e
t / h
k
4
tapi, 0,35 <k
e
<0,763
[g]
y
f adalah kuat leleh minimum.
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 6

Gambar 4.5-1 Simbol untuk beberapa variabel penampang.
Batasan
p
:

Batas kelangsingan
p
adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat
dicapai penguatan regangan atau strain hardening (
sh
~ 15 ~20
y
) tanpa terjadi tekuk
lokal. Meskipun hal ini umumnya menjadi perhatian pada flens tekan dan sejenisnya
dari suatu komponen struktur lentur, namun tidak menjadi pertimbangan utama pada
batang tekan.

Untuk elemen tanpa pengaku diambil
c
=0,5 dan k =0,425 sehingga diperoleh,

y
f
138

t
b


Namun, mengingat didalam kenyataannya regangan yang terjadi hanya mencapai
7 ~9
y
maka persyaratan tersebut diatas menjadi


y
f
170

t
b


Untuk kasus elemen dengan pengaku diambil
c
=0,6 dan k =4 sehingga diperoleh,

y
f
500

t
b


Lihat Tabel 4.5-1 Konsep Peraturan Baja Indonesia.
b
h
t
f
t
w
t
f
t
t
h
c
b
h
b
h
c
h
b
b
h
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Tahanan Tekuk dan Pasca-Tekuk Elemen Pelat













Elemen pelat dengan pengaku (a)













Elemen pelat tanpa pengaku (s)


Pengaruh terhadap Tahanan Tekan Kolom

Untuk pelat dengan pengaku,

P
n
= A
ef
. f
max
=
g
ef
A
A
f
max
A
g
= Q
a
A
g
f
max

A
ef

dimana Q
a
= A
ef
/A
g
1

Untuk pelat tanpa pengaku,

P
n
=
rerata
f A
g
=
max
rerata
f
f
f
max
A
g
= Q
s
f
max
A
g


rerata
f

dimana, Q
s
=
max
rerata
f
f
1
fmax
b
f(x)
X
f(x)
simetri
sendi
fmax
be /2
=
be /2 be adalah lebar efektif
Daerah tak efektif pada pasca tekuk
fmax
b
f(x)
X
f(x)
tak simetri
sendi
frerata <fmax
=
Tegangan tereduksi supaya
tidak terjadi tekuk
bebas sendi bebas
b
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Untuk suatu penampang tekan yang mengandung pelat dengan pengaku dan pelat tanpa
pengaku,

P
n
=
rerata
f A
ef
=
max
rerata
f
f

g
ef
A
A
f
max
A
g


= Q
s
Q
a
f
max
A
g
= Q f
max
A
g


dimana Q = Q
s
Q
a
1

Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebal elemen lebih
besar daripada nilai
r
pada Tabel 4.5-1, tahanan aksial rencana komponen struktur
tekan dihitung sebagai berikut:

N
d
=
c
N
n


dimana
c
= 0,85
N
n
= A
g
f
cr
=A
g

y
f
atau f
cr
=
y
f

untuk
c
Q 25 , 0 maka
Q
1

untuk Q 25 , 0 <
c
< Q 2 , 1 maka
Q 0,67 - 1,6
1,43/Q

c

untuk
c
Q 2 , 1 maka
2
c
1,25

dimana A
g
adalah luas penampang bruto
f
cr
adalah kuat kritis penampang
f
y
adalah kuat leleh material
















i
L
dan
E
f
k
y
c
0.0
0.5
1.0
0 1 2
c
Q=1.00
Q=0.90
Q=0.80
Q=0.70
Q=0.60
Q=0.50
Q=0.40
Q=0.30
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Hasil perhitungan tekuk lentur tersebut harus dibandingkan dengan hasil perhitungan
tekuk lentur torsi dan/atau tekuk torsi (lihat topik bahasan selanjutnya), serta
tahanannya diambil yang terkecil diantara ketiganya.


Faktor Bentuk untuk Penampang dengan Elemen dengan Pengaku

Bila perbandingan lebar terhadap tebal (b/t) dari elemen dengan pengaku yang dibebani
secara seragam melebihi
r
, maka lebar efektif, b
e
, harus digunakan untuk menghitung
besaran-besaran penampang komponen struktur.

a) Untuk flens-flens bujur sangkar dan persegi panjang dengan tebal seragam:

bila
f
625

t
b
maka
b
e
= b
) t / b (
1
f
170
- 1
f
t
855


b) Untuk elemen lainnya yang dibebani secara seragam:

bila
f
665

t
b
maka
b
e
= b
) t / b (
1
f
150
- 1
f
t
855

dimana b adalah lebar elemen
b
e
adalah lebar efektif
t adalah tebal
f =
g u
A P

dan Q
a
=
g
e g
g
ef
A
t ) b - (b - A

A
A

A
g
adalah luas bruto penampang komponen struktur.


c) Untuk penampang bulat yang dibebani secara seragam:

22.000/f
y
<D/t < 90.000/f
y

Q
a
=
3
2

) t / D ( f
7600
y


dimana D adalah diameter luar
t adalah tebal penampang

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 10

Faktor Bentuk untuk Penampang dengan Elemen tanpa Pengaku

Bila perbandingan lebar terhadap tebal dari elemen tanpa pengaku yang dibebani secara
seragam melebihi
r
maka harus digunakan faktor reduksi Q
s
.
a) Untuk siku tunggal:

bila
y
f 200 < b/t <
y
f 400

Q
s
= 1,340 1,7 * 10
-3
(b/t)
y
f

bila b/t >
y
f 400

Q
s
=
2
y
(b/t)
1

f
000 . 106


b) Untuk flens, siku, dan pelat yang melekat (projecting) pada profil rol atau
komponen struktur tekan lainnya,

bila
y
f 250 < b/t <
y
f 460

Q
s
= 1,415 1,65 * 10
-3
(b/t)
y
f

bila b/t >
y
f 460

Q
s
=
2
y
(b/t)
1

f
000 . 138


c) Untuk flens, siku, dan pelat yang melekat pada profil tersusun atau komponen
struktur tekan lainnya,

bila
e y
k f 285 < b/t <
e y
k f 525

Q
s
= 1,415 1,43 * 10
-3
(b/t)
e y
k f

bila b/t
e y
k f 525

Q
s
= 180.000
2
y
e
(b/t)
1

f
k





Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Koefisien k
e
dihitung sebagai berikut:

(a) Untuk profil I

k
e
=
w
t / h
4
, 0,35 k
e
0,763

dimana: h adalah tinggi web
t
w
adalah tebal web

(b) Untuk profil lainnya

k
e
= 0,763

d) Untuk badan dari profil T:

bila
y
f 335 < b/t <
y
f 460

Q
s
= 1,908 2,7 * 10
-3
(b/t)
y
f

bila b/t
y
f 460

Q
s
=
2
y
(b/t)
1

f
000 . 138


dimana b adalah lebar elemen tanpa pengaku
t adalah tebal elemen tanpa pengaku
f
y
adalah kuat leleh material


Perhitungan Tahanan Nominal Akibat Tekuk Lentur pada Penampang Langsing

Untuk tekan axial:
1) Gunakan penampang bruto, P
n
= f
cr
A
g
=A
g

y
f
2) Gunakan penampang bruto pada perhitungan jari-jari girasi atau k
c
L/i

Untuk lentur:
Gunakan parameter penampang tereduksi untuk balok dengan flens dari elemen dengan
pengaku.

Untuk balok-kolom:
1) Gunakan luas bruto untuk P
n

2) Gunakan parameter penampang tereduksi untuk lentur pada penampang dengan
elemen dengan pengaku untuk M
nx
dan M
ny

3) Gunakan Q
a
dan Q
s
untuk menentukan P
n

4) Gunakan f
cr
dari perhitungan tekuk torsi-lateral untuk balok; f
cr
Q
s
f
cr
pada
penampang berelemen tanpa pengaku.
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 12
Contoh:
Tentukan tahanan rencana, P
d
, untuk kolom dengan penampang siku tidak sama kaki
200.100.10 di bawah ini.
A. Data material:
f
y
=240 MPa; E =200.000 MPa
B. Data penampang 200.100.10
A =2920 mm
2
;
r
z
=21,4 mm; r
y
=66,6 mm;
I
z
=1,33 * 10
6
mm
4
; I
y
=1,3 * 10
7
mm
4


C. Kelangsingan batang/ elemen
OK 200 766 , 74
4 , 21
2000 * 8 , 0
r
* k
z
z z
z
OK 200 024 , 24
6 , 66
2000 * 8 , 0
r
* k
y
y y
y
langsing Penampang 91 , 12
240
200
f
200
20
10
200
t
h
y

82 , 25
240
400
f
400
20
t
h
91 , 12
240
200
f
200
y y

0,813 240 *
10
200
* 10 * 7 , 1 340 , 1 f *
t
h
* 10 * 7 , 1 340 , 1 Q
3
y
3
s

D. Pemeriksaan tekuk lentur terhadap sumbu lemah
E
f
*
y
z
cz
000 . 200
240
*
766 , 74
824 , 0 ;
s
cz
s
Q
1,2
0,824
Q
25 , 0


s cz s
z
Q * * 67 , 0 6 , 1
1
*
Q
43 , 1
813 , 0 * 824 , 0 * 67 , 0 6 , 1
1
*
813 , 0
43 , 1
596 , 1
ton 3 , 37
~
596 , 1
240
* 2920 * 85 , 0
f
* A * 85 , 0 P P
z
y
g n d


y
z
y
z
c.g.
1
0


h
=
2
0
0

10
b=100
Pd
L =2000 mm
Pd
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB VIII
TORSI
Fenomena torsi banyak dijumpai antara lain pada balok spandrel, pada balok-
balok yang memiliki balok anak dengan bentang-bentang yang tidak sama
panjang, dan kasus-kasus lainnya. Penampang yang paling efisien untuk memikul
torsi adalah penampang bulat berongga tertutup. Irisan datar pada penampang
tersebut akan tetap datar sebelum dan setelah bekerjanya torsi.

Pada penampang lainnya (tidak bulat), irisan datar tidak akan tetap datar selama
bekerjanya torsi dan hal ini disebut gejala warping.

Pengaruh torsi murni (Saint Venant)

Torsi

Pengaruh warping

Torsi Murni Pada Penampang Homogen

Tinjau penampang berikut dimana pengaruh warping dapat diabaikan selama
bekerjanya torsi:



d adalah perubahan
sudut pada selang dx





dan kelengkungan torsi, , adalah:


dx
d


serta dx =r d atau =r
dx
d
= r ( adalah regangan geser)

Tegangan geser akibat torsi menurut hukum Hooke adalah:
= G
dan torsi, T, adalah demikian sehingga
dT = dA r
dx
r
d
x
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 2
atau T = dA G r dA r G rdA
2


=
dx
d
GJ dA r G
2


dimana J = dA r
2
adalah momen inersia polar terhadap pusat berat ,
G adalah modulus geser.

J adi
GJ
T

dx
d
dan tegangan geser, , menjadi


J
Tr
G r G

artinya tegangan geser torsi sebanding dengan jarak dari titik pusat torsi.

Untuk penampang persegi panjang J =
3
t b
3
1
, dan untuk penampang I, , T nilai
J =
3
t b
3
1
.

Contoh:

J =
2
0
r
r
3 2
2
1
d dr r dA r r
1
<r
2


=
4
1
4
2
4
r - r
2
1

r
r
r
4
1
2
1
2

=
2
1
2
2 1 2 1 2
2
1
2
2
2
1
2
2
r r r r r - r
2
r r r - r
2
1

J =
2
1
2
2 1 2
r r r r
2
t


Bila r
2
=r
1
+t dan r
2
2
=(r
1
+t)
2
=r
1
2
+2 r
1
t +t
2


maka J =
2
t
(2r
1
+t) (2r
1
2
+2 r
1
t +t
2
)
untuk r
1
=0 J =
2
t
t
3
=
2
t
4
=
32
(2t)
4
=
32
1
d
4

Meskipun pada penurunan ini J adalah momen inersia polar terhadap pusat berat namun dari
penurunan yang lebih umum dapat ditunjukkan bahwa J adalah konstanta torsi, dan tidak selalu
sama dengan momen inersia polar. Untuk selanjutnya J akan dinamakan konstanta torsi.
r1
r2
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 3

max
=
3 4
32
1
d
T 16

d
2
d
T

J
2
d
T





Untuk: t 0 maka J =
2
1
2
1
2
1
1
1
r
t

r
t
2 2 r
r
t
2 r
2
t


= 0 1 0 2 r t
3
1


=
8
2r
t 2 ~ 0 1 r t 2
3
1
3
1


= d t
4
1
3


2 3
4
1
max
d t
2T
~
d t
t
2
d
T

J
t
2
d
T


Sekarang tinjau penampang sembarang berikut ini:















Keseimbangan kupon dalam arah x memberikan

0 ds dx
x
t dx ds
s
t
x


atau
x
t -
s
t
x

d
t
d
t
ds
c.g
y
z
s
dx
x
x
x
ds
dx

x
ds
s

z
z
y
2
2
EI
M
-
1

dx
v d


y,v
Mz Mz
x
x
s
y
z
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 4
dimana z
I - I I
I M - I M
y
I - I I
I M - I M

2
z y z y
yz z z y
2
z y z y
yz y y z
x

Catatan: Pada persamaan diatas, tanda negatif pada Pers. (10) Bab 8 telah berubah
menjadi positif karena disini perjanjian sumbu-s mengikuti arah jarum
jam, sedangkan Pers. (10) sesuai vektoral.

dan z
I - I I
I V - I V
y
I - I I
I V - I V

x
2
z y z y
yz y z z
2
z y z y
yz z y y
x


sehingga
s
0
2
z y z y
yz z y y
ds yt
I - I I
I V - I V
- t


s
0
2
z y z y
yz y z z
ds zt
I - I I
I V - I V
-

dimana
x
M
V dan
x
M
V
y
z
z
y


Sekarang tinjau kembali penampang berikut











Titik (y
o
, z
o
) adalah demikian sehingga torsi terhadap titik 0 adalah nol, jadi

0 ds
ds
r d
t x r - y V z V -
0
o z o y


dimana r =y j +z k
dr =dy j +dz k

sehingga r x dr =(y j +z k) x (dy j +dz k)
= (y dz z dy) i

dan
0
o z o y
dy z - dz y t - y V - z V
j
k
i
Vy
Vz
z
s=0
y
s=
r
yo
0 (cg)
t
zo
sc
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 5

s
0
s
0
yz z z
s
0
s
0
yz y y
0
2
yz z y
ds yt I - ds zt I V ds zt I - ds yt I V
I - I I
1


dy z - dz y *

J adi,

0
s
0
s
0
yz y 2
yz z y
o
dy z - dz y ds zt I - ds yt I
I - I I
1
z

0
s
0
s
0
yz z
2
yz z y
o
dy z - dz y ds yt I - ds zt I
I - I I
1 -
y











(y
o
, z
o
) disebut koordinat pusat geser (shear center)

Contoh
Menentukan pusat geser penampang profil


b q x
o



w f
f
t d t b 2
t b


w f
w
t d t b 2
t d
2 - 1


0
s
0 x 0
s
0
s
0
xy y
2
xy x y
o
dy x - dx y ds yt
I
1
dy x - dx y ds xt I - ds yt I
I - I I
1
x

I
xy
=0
x
sc
c.g
y
s2
s1
s3
b (1 - ) b
q
d
/
2
d
/
2
b
z
s=0
y
s=
yo
zo
cg
sc
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 6

Hitung
s
0
ds yt

1) 0 <s <b:

1 f 1 f
s
0
s
0
s t
2
d
- ds t
2
d
- ds yt
1


s
1
=0 x =- (1 - ) b x =s
1
(1 - ) b
s
1
=b x = b s
1
=x +(1 - ) b

b - 1 x t
2
d
- ds yt
f
s
0

Untuk x = b b t
2
d
- ds yt
f
s
0



1
0
s
0
dy x - dx y ds yt

dx
2
d
- b - 1 x t
2
d
-
f
b
b - 1 -


b - 1 -
b
bx - 1 x
2
1
t
4
d

2
f
2


2 2 2 2
f
2
b - 1 b - 1 - b
2
1
t
4
d


- 1 - 2 1 -
2
1
b t
4
d

2 2 2
f
2


2
f
2
b t d
8
1


2) b <s <b +d:

2
s
0
2 w f
s
0
ds y t b t
2
d
ds yt

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 7
s
2
=
2
d
- s y
2
d
y
2


=
2 w
s
0
2 f
ds t
2
d
- s b t
2
d
2


=
2 w
2
2
w
f
s t
2
d
- s
2
t
b t
2
d


2
d
y
2
t d
-
2
d
y
2
t
b t
2
d
- ds yt
w
2
w
f
s
0

Untuk
2
d
y b t
2
d
- ds yt
f
s
0



2
1
s
0
dy x - dx y ds yt

dy b -
2
d
y
2
t d
-
2
d
y
2
t
b t
2
d
-
2
d
2
d
w
2
w
f


2
d
2
d
2
w
2
d
2
d
3
w
2
d
2
d
f

2
d
y
2
1

2
t d

2
d
y
3
1

2
t
- y b t
2
d
b

3
w
3
w f
2
d t
4
1
d t
6
1
- b t d
2
1
b

w
3
f
2
t d
12
1
b t d
2
1
b

Karena
2
f
3
w
2
f
3
w x
2
d
b t d t
12
1

2
d
b t 2 d t
12
1
I

maka
2
1
s
0
x
I b dy x - dx y ds yt




Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 8
3) b +d <s <2b +d:


3 f
s
0
f 3
s
0
ds t
2
d
b t
2
d
ds yt
3


=
3 f f
s t
2
d
b t
2
d


s
3
=- x + b

x - b t
2
d
b t
2
d
- ds yt
f f
s
0



3
2
s
0
dy x - dx y ds yt

dx
2
d
x - b t
2
d
b t
2
d
-
b - 1 -
b
f f


b
b - 1 -
x - b
2
1
- bx -
2
d
t
2
2
f


2 2
f
2 2
2
f
d b t
8
1
b
2
1
- b
2
d
t



2
f
2
0
s
0
x
b t d
4
1
I b dy x - dx y ds yt


x
2 2
f 2
f
2
x
x
o
I 4
b d t
b b t d
4
1
I b
I
1
x


x
2 2
f
o
I 4
b d t
q b - x


dy x - dx y ds yt I - ds xt I
I - I I
1
y
0
s
0
s
0
yx x
yx
2
x y
o


dy x - dx y ds xt
I
1 -

0
s
0 y

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Hitung
s
0
ds xt
1) 0 <s <b:
s
0
ds xt = ds x t
1
s
0
1 f


s
1
=x +(1 - ) b x =s
1
(1 - ) b


1
2
1 f 1 f
s
0
1
bs - 1 - s
2
1
t ds t b - 1 - s
1


b - 1 x b - 1 - b - 1 x
2
1
t
2
f


Untuk 1 - 2
2
t b
b - 1 - b
2
1
t ds x t b x
f
2 s
0
2 2
f


0
s
0
dy x - dx y ds xt

dx
2
d
- b - 1 x b - 1 - b - 1 x
2
1
t
b
b - 1 -
2
f


b - 1 -
b
b - 1 x
2
1
b - 1 - b - 1 x
6
1

2
t d
-
2 3
f


2 2
1
-
6
1

2
b t d
- b - 1
2
1
- b
6
1

2
t d
-
3
f 3 3 f


w f
f
3
f
3
f
t d t b 2
t b
3 - 2
12
b t d

2
-
3
1

2
b t d


w f
f w f 3
f
t d t b 2
t b 3 - t d 2 t b 4
b t d
12
1


w f
w f 3
f
t d t b 2
t d 2 t b
b t d
12
1


Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 10
2) b <s
2
<b +d:
2
s
0
2 w
f
2
0
ds x t 1 - 2
2
t b
ds xt
s


2 w
f
2
s t b 1 - 2
2
t b


dimana y
2
d
s atau
2
d
- s y
2 2



y
2
d
t b 1 - 2
2
t b

w
f
2


untuk d t b 1 - 2
2
t b
ds xt
2
d
y
w
s
0
f
2


0
s
0
dy x - dx y ds xt

dy b -
2
d
y t b 1 - 2
2
t b

2
d
2
d
w
f
2


2
d
2
d
2
w
f
2
-

2
d
y
2
1
t b y 1 - 2
2
t b
b -

2
w
f
2
d
2
1
t b 1 - 2
2
d t b
b -

d t 1 - 2 t b
2
d b
-
w f
2


0
t d t b 2
t d t b
-
t d t b 2
t d -
t b
2
d b
-
w f
w f
w f
w
f
2








Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 11
3) b +d <s
3
<2b +d:

3
s
0
3 f w
f
2 s
0
s d x t d t b 1 - 2
2
t b
ds xt

s
3
=
3
s - b x x - b


3
s
0
3 f 3 w
f
2
s d t s - b d t b 1 - 2
2
t b



f
2
3 3 w
f
2
t s
2
1
- s b d t b 1 - 2
2
t b



2
f w
f
2
x - b
2
1
- x - b b t d t b 1 - 2
2
t b


0
s
0
dy x - dx y ds xt

dx
2
d
x - b
2
1
- x - b b t d t b 1 - 2
2
t b

b - 1 -
b
2
f w
f
2


b
b - 1 -
x - b
6
1
x - b
2
1
b - t b - d t b b - 1 - 2
2
t b

2
d

3 2
f w
f
2

3 3
f w
2 f
3
b
6
1
b
2
1
- t d t b 1 - 2
2
t b

2
d


f f w f f
2
t b
6
1
t b
2
1
- d t - t b
2
1
t b b
2
d


d t - t b t b 1 - b
2
d

w f 3
2
f 2
1 2


w f
f
w f
w f
f
f 2
1
2
t d t b 2
t b
t d - t b
3
2

t d t b 2
t b
t b 1 - b
2
d


w f
w f
f
3
t d 2 - t b -
t d t b 2
t b d

12
1

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 12
1) +2) +3):

w f
w f
f
3
w f
w f 3
f
t d 2 - t b -
t d t b 2
t b d

12
1
0
t d t b 2
t d 2 t b
b t d
12
1
=0

J adi
0
s
0 y
o
dy x - dx y ds xt
I
1 -
y

0 0
I
1

y


Tegangan pada Profil Gilas I

Pada profil gilas I dapat dibedakan dua jenis torsi, yaitu torsi murni dan torsi
warping. Pada torsi murni (atau biasa juga disebut torsi Saint-Venant), suatu irisan
rata akan tetap rata selama terjadinya torsi. Besar torsi murni, T
s
, sebanding
dengan kelengkungan torsi, , dimana tetapan kesebandingannya adalah GJ , atau


dx
d
GJ T
s


yang mana T
s
adalah torsi murni,
G adalah modulus geser,
J adalah konstanta torsi, dan

dx
d
adalah kelengkungan torsi.

dan tegangan geser akibat torsi murni adalah


J
r T

s
s


dimana r adalah jarak dari pusat berat

s
adalah tegangan geser akibat torsi murni

untuk profil I, , T maka
3
3
1
bt J .







Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 13
Selanjutnya torsi warping dapat dijelaskan berikut ini,


kecil untuk
2
t - d
w
f
f


dan
3
3
f
3
f
3
dx
d

2
t - d

dx
w d





T
w
=+V
f
(d-t
f
)

Untuk flens atas berlaku,
f
f
3
f
3
f
f
2
f
2
EI
V
-
dx
w d
atau
EI
M
-
dx
w d


dan diperoleh,
3
3
f
f f
dx
d

2
t - d
EI - V

sehingga torsi warping, T
w
, menjadi


3
3
w
3
3
2
f
f w
dx
d
EC -
dx
d

2
t - d
EI - T
dimana
2
t - d
I C
2
f
f w
adalah tetapan torsi warping untuk profil I dan torsi
total T
x
menjadi:


3
3
w w s x
dx
d
EC -
dx
d
GJ T T T

atau
w
x
w
3
3
EC
T
-
dx
d

EC
GJ
-
dx
d
0 <x <

Solusi homogen (T
x
=0):

0
dx
d
k
dx
d
h 2
3
h
3
0 <x <

dimana,
w
2
EC
GJ
k


h
=A e
rx
;
h
' =Ar e
rx
;
h
" =Ar
2
e
rx
;
h
''' =Ar
3
e
rx

y
Vf
wf
Vf
z d - tf

2
t - d
f

2
t - d
f

Tw
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 14
J adi Ar
3
e
rx
k
2
Ar e
rx
=0

r (r
2
k
2
) =0

r
1
=0; r
2
=k; r
3
=-k

dan
h
=A e
kx
+B e
-kx
+C

Solusi umumnya adalah

=
h
+
p
=A e
kx
+B e
-kx
+C+
p

Contoh:













0 0
dx
dT
x ii
0 0
dx
dT
x ii



p
=C
1
+C
2
x

p
i
=C
2
;
p
ii
=0

x 0
EC
T
-
dx
d
k -
dx
d
w
x
p 2
3
p
3


2 / x 0
EC
2
T
- C
EC
GJ
- 0
w
2
w


x
2GJ
T
C
GJ
2
T
C
1 p 2




Z
T
2
T
2
T

x
+
_
2
T
2
T

T
x

=0 = 0 =0
x =0
x =
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 15
dan x
2GJ
T
C e B e A
kx - kx



2GJ
T
e Bk - e Ak
kx - kx i



-kx 2 kx 2
e Bk e Ak
ii



-kx 3 kx 3
e Bk - e Ak
iii



B - A
0 C

B A 0 0 x
C B A 0 0 x
ii


x
2GJ
T
e - e A
kx - kx


0
2GJ
T
e e Ak
2
x
2
k -
2
k
i



2
k
2
k
e e
1

2GJ k
T
- A

kx -
e e
e - e

2GJ k
T
-
2
k
2
k
-kx kx


Catatan: sinh z =
2
e - e
-z z


cosh z =
2
e e
-z z


J adi =
2
k
cosh
kx sinh
- kx
2GJ k
T



i
=
2
k
cosh
kx cosh
- 1
2GJ
T



ii
=
2
k
cosh
kx sinh k
-
2GJ
T


Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 16
-1
x =0
x =
0
+
1
2
x
2
T
T
w

2
T
T
s

iii
=
2
k
2
cosh
kx cosh
k -
2GJ
T


J adi T
s
=GJ
i
=
2
k
cosh
kx cosh
- 1
2GJ
T
GJ

=
2
k
cosh
kx cosh
- 1
2
T


T
w
=-EC
w

iii
=
2
k
2
w
cosh
kx cosh
k -
2GJ
T
EC -

=
2
k
cosh
kx cosh

2
T


dan
2
T
T T T
s w x










Tegangan Torsi

Akibat torsi Saint Venant, tegangan torsi,
s
, pada satu flens adalah sebagai
berikut:

dx
d
Gt
J
t T

f
f s
s


Akibat torsi warping, tegangan torsi,
w
, pada satu flens adalah sebagai berikut
(lihat geser pada balok):


t I
S V

f f
f
w


dan
t I
S V

f f
max f
max , w


Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 17
dimana
3
3
f
f f
dx
d

2
t - d
EI - V



S
max
=
8
t b

4
b
t
2
b
f
2
f



t I
1

8
t b

dx
d

2
t - d
EI -
f f
f
2
3
3
f
f max , w



3
3
f
2
dx
d

2
t - d

8
b
E

sehingga
3
3
f
2
f max w, s max
dx
d

2
t - d

8
b
E
dx
d
Gt

Tegangan normal pada flens,
fw
, akibat warping adalah:


f
f
fw
I
x M


dimana
2
t - d
dan w
dx
w d
-
EI
M
f
f
2
f
2
f
f


atau
2
2
f
f f
dx
d

2
t - d
EI - M

Tegangan normal maksimum pada flens akibat warping,
fw,max
terjadi pada x =
b/2 atau


f
2
2
f
f
f
f
max fw,
I
2
b

dx
d

2
t - d
EI -
I
2
b
M



2
2
f
dx
d

4
t - d Eb
-







tf
b/2
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 18

Tw
2
k
f f
w
f
cosh
kx cosh

t - d 2
T

t - d
T
V
f
t - d
f
w
f
t - d
T
V


f f
w
t - d
T

t - d
T

2
k
cosh
kx cosh

t - d 2
T
V
f
f

f
t - d 2
T

Sekarang perhatikan berikut ini. Torsi warping pada penampang profil I adalah:


2
k
w
cosh
kx cosh

2
T
T



dan gaya lintang ekivalen yang diakibatkannya adalah:


2
k
cosh
kx cosh

t - d 2
T

t - d
T
V
f f
w
f



M
f
= dx
cosh
kx cosh

t - d 2
T
dx V
2
k
2
0 f
2
0
f



2
k
2
k
f
cosh
sinh

k
1

t - d 2
T


2
k
tanh
k
2

4
T

cosh
sinh

k
1

2
T
t - d M
2
k
2
k
f f




Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 19
atau
4
T
t - d M
f f


dimana
2
k
tanh
2
k
1






k /2
0,25 0,50 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0
0,98 0,92 0,76 0,60 0,48 0,39 0,33 0,25 0,20


Untuk kasus-kasus lainnya lihat tabel.

Catatan: Dalam penurunan metoda diatas telah dianggap bahwa torsi warping
sama dengan torsi luar dan torsi murni adalah nol (T=T
w
, T
s
=0). Hal ini hanya
terjadi pada saat
dx
d
0, atau pada potongan simetri. Dengan demikian
pemeriksaan tahanan torsi dengan metode tersebut diatas tidak dapat dilakukan
disebarang potongan kecuali pada potongan simetri.


Prosedur pemeriksaan tahanan torsi pada potongan simetri menjadi sebagai
berikut:
Pada ujung bebas tepi flens:
1. Cari
2. Hitung M
f
(d-t
f
) = * M
0
M
f
=
(M
0
= T atau
8
1
T
2
, dan seterusnya)
3. Hitung
fw, max
=
f
f
I
2 b M

4. Hitung pengaruh-pengaruh
fw, max
terhadap tahanan penampang.


Pada tengah flens (titik pertemuan dengan web):
1. Tentukan torsi yang bekerja pada potongan simetri T
x
(=T/2, T /2, dst),
atau gambar bidang torsinya. Pada bidang simetri tersebut T
w
=T
x
dan
T
s
=0.
/2 /2
T
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 20
2. Tentukan
f
w
f
t d
T
V dan hitung
f f
max f
w
I t
S V
.
3. Periksa kombinasi & menggunakan lingkaran Mohr, dan
bandingkan dengan kuat rencana.



Contoh:

Suatu profil IWF 300x300x10x15 dengan panjang =8 m dibebani oleh D =400
kg/m dan L = 600 kg/m terhadap sumbu kuatnya. Kedua beban D dan L
tersebut membuat eksentrisitas sebesar 100 mm terhadap sumbu y-y sebagai
berikut:







Periksa tahanan ditumpuan.


J awab:






q
u
= 1,2 D +1,6 L = 1,2 * 400 +1,6 * 600
= 1440 kg/m = 14,4 N/mm

T
u
= q
u
100 mm = 14,40 N/mm * 100 mm
= 1440 N-mm/mm

Lentur: M
ux
=
12
1
q
u

2
=
12
1
* 14,4 N/mm * 8000
2
mm
2

= 7,68 * 10
7
N-mm

Torsi: M
f
(d-t
f
) = (
12
1
T
u

2
)


(d-t
f
) = 300 t
f
= 300 - 15 = 285 mm

k
2
=
w
EC
GJ
C
w
= I
f

2
t d
2
f
G =
) (1 2
E
J =
3
1
b t
3

x
y
Tu
D & L
x x
y
y
100 mm
=8000
D & L
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 21
2 2 f
2
max
mm 750 . 168 15 * 300 *
8
1
8
t b
S
I
f
=
12
1
t
f
b
3
=
12
1
* 15 * 300
3
= 33,75 * 10
6
mm
4


J =
3
1
b t
3
= 2 * [
3
1
* 300 * 15
3
] +
3
1
* (300 2 * 15 ) * 10
3


= 0,765 * 10
6
mm
4


C
w
= I
f

2
t d
2
f
= 33,75 * 10
6
*
2
285
2
= 1,37 * 10
12
mm
6


k
2
=
2
7 -
6
4
12
6
w
mm
1
10 * 2,15
mm
mm
10 * 37 , 1
10 * 765 , 0

0,3) (1 2
1

C
J

) (1 2
1


k = 4,63 * 10
-4

mm
1


k = 4,63 * 10
-4

mm
1
* 8000 mm = 3,7065


Tabel 8.6.3, SJ 4
th
, hal. 449

k
3,0 0,88 k = 3,7065
4,0 0,81 = 0,83

M
f
(d-t
f
) =
2
u 12
1
T
= 0,83 *
2 2
12
1
mm 8000 *
mm'
mm - N
1440 *
= 6,37 * 10
9
N-mm
2

M
f
=
mm
mm N
285
10 * 6,37
2 9
= 2,24 * 10
7
N-mm


Periksa penampang ditumpuan:

Ujung bebas flens:

un
=
y
uy
x
ux
S
M

S
M

b
f
y


Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 22
M
ux
= 7,68 * 10
7
N-mm
M
uy
= 2 * 2,24 * 10
7
N-mm = 4,48 * 10
7
N-mm
S
x
= 1360 * 10
3
mm
3
; S
y
= 450 * 10
3
mm
3

un
=
3 3
7
3 3
7
mm 10 * 450
mm - N 10 * 4,48

mm
mm N
10 * 1360
10 * 7,68

= (56,47 +99,56) MPa = 156,03 MPa < (0,9 * 240 = 216 MPa) OK


Tengah flens:

un
=
2
w
2
ux ux
2 2

b
f
y

MPa 24 , 28
mm 10 * 1360 * 2
mm - N 10 * 7,68
S 2
M
2
3 3
7
x
ux ux

N 210 . 20
mm 15 300
mm 2 / 000 . 8 * ' mm / mm N 440 . 1
t d
T
V
f
w
f

MPa 74 , 6
10 * 75 , 33 * 15
750 . 168 * 210 . 20
I t
S V
6
f f
max f
w

un
= MPa 27 , 57 74 , 6 24 , 28 24 , 28
2 2
<(0,9*240 =216 MPa) OK
Tekuk Lentur Torsi:

Persamaan tekuk Euler adalah sebagai berikut:
EI
2
2
dx
u d
+P u = 0

atau EI
x
1
= -M(x)
=
-P u(x)

Turunkan dua kali diperoleh
-q(x) = P
2
2
dx
u d

Catatan:
x
M
V
x
x
,
2
2
x x
x
x
M
x
V
q


Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 23
Perhatikan batang tekan dengan panampang berikut

q(x,r) =-P
2
2
dx
) r , x ( u d
=-
x
t dr
2
2
dx
d
(r ) =-
x
t r dr
2
2
dx
d

-d
2
T
x
= q(x,r) dx r = -
x
t r
2

2
2
dx
d
dx dr
dT
x
=
x

2
2
dx
d
dx
A
2
tr dr (*)


Telah didapat sebelumnya
T
x
= GJ
dx
d
- E C
w

3
3
dx
d


Turunkan sekali didapat


4
4
w 2
2
x
dx
d
C E -
dx
d
GJ
dx
T d

=
x

2
2
dx
d
A
2
tr dr [dari (*)]





x
y
z
x
x
t
t
u(x,r) =r
xx
r
dx
dr
x

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 24
sehingga didapat,
4
4
dx
d
+ p
2

2
2
dx
d
= 0

dimana p
2
=
w
A
2
x
C E
GJ - dr tr


Solusinya adalah,

2
2
dx
d
= A
1
*
sin px +A
2
*
cos px


dx
d
= -
p
A
*
1
cos px +
p
A
*
2
sin px +A
3


= -
2
*
1
p
A
sin px -
2
*
2
p
A
cos px +A
3
x +A
4


atau (x) = A
1
sin px +A
2
cos px +A
3
x +A
4


Bila ujung-ujungnya tak dapat berotasi maka =0 pada x =0, , dan harus
harmonik A
3
=A
4
=0 dan A
2
=0 , (x = ) = 0 = A
1
sin p

p = n , n = 1, 2,

p
2
=
w
A
2
x
2
Kx
2 2
C E
GJ - dr tr

n



Untuk n =1
x
=
e
= GJ
C E
I
1
2
Kx
w
2
ps
...................................(1)


dimana I
ps
=
A
2
tr dr = I
zs
+I
ys
terhadap pusat geser.

Persamaan tekuk torsi tersebut di atas berlaku dengan cukup teliti untuk
penampang-penampang dengan dua sumbu simetri yang orthogonal, dan
umumnya digunakan untuk penampang langsing, >
r
. Dalam hal ini tekuk torsi
terjadi terhadap pusat geser yang berimpit dengan pusat berat.

Pada penampang dengan satu sumbu simetri maka tekuk torsi yang terjadi
terhadap pusat gesernya senantiasa dibarengi dengan translasi pusat beratnya
terhadap sumbu simetrinya sehingga menghasilkan apa yang dinamakan tekuk
lentur torsi. Untuk tekuk lentur torsi pada sebarang penampang dengan satu
sumbu simetri digunakan,
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 25
e
=
2
ey ex
ey ex ey ex
) (
H 4
- 1 - 1
H 2
...................................(2)


ex
=
ps
2
Kx
w
2
I
1
GJ
C E


ey
=
E
2
y
2
;
y
=
y
Ky
i

H = 1
ps
pc
2
0
2
0
2
0
I
I
r
y z


A
I I
y z r
y z
2
0
2
0
2
0

I
ps
= A
2
0
r

dimana A adalah luas penampang,
z
0
, y
0
adalah koordinat pusat geser terhadap sumbu utama yang melalui
pusat berat,
I
z
, I
y
adalah momen inersia terhadap sumbu utama yang melalui pusat
berat,

0
r adalah jari-jari girasi polar terhadap pusat geser,
Sumbuy adalah sumbu simetri.

Untuk penampang yang tidak memiliki sumbu simetri maka tekuk lentur torsi
pada sebarang penampang dihitung menurut persamaan pangkat tiga berikut ini,
dengan
e
adalah akar terkecilnya:
0
r
y
r
z
2
0
0
ez e
2
e
2
0
0
ey e
2
e ez e ey e ex e
......(3)
dimana
ez
=
E
2
z
2
;
z
=
z
Kz
i
.


Tahanan Tekan
Tahanan tekan komponen struktur tekan dengan juga memperhatikan tekuk torsi
dan/atau tekuk lentur torsi ditetapkan berikut ini,


e
=
e y
f
1)
e

Q
25 , 0
maka = 1/Q
cg
sc
z
y
y0
cg
sc
z
y
y0
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 26
2)
Q
25 , 0
<
e
<
Q
2 , 1
maka =
Q 0,67 - 6 , 1
Q / 43 , 1
e

3)
e

Q
2 , 1
maka = 1,25
2
e


dan f
cr
=
y
f

N
n
= A
g
f
cr
= A
g
f
y
/


Contoh:









A = 5.990 mm
2

r
z
= 36,4 mm
r
y
= 75,1 mm
BJ 37: (f
y
=240 MPa, f
u
=370 MPa)

3
w
3
f
ht bt
3
1
J ;
3
w
3
3
f
3
W
t h
4
t b
36
1
C ; Q: adalah pusat geser (SC)
J =(300*15
3
+142,5*10
3
)/3=385.000 mm
4
;

C
W
=(0,25*300
3
*15
3
+142,5
3
*10
3
)/36=71,32*10
7
mm
6

I
ps
=A (r
y
2
+r
z
2
+y
0
2
)
A
I
r
ps 2
0
75,1
2
+36,4
2
+17,31
2
=7.264,61
0
r 85,23 mm

Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni)

Flens Web
Tidak ada ketentuan 15
10
150

t
d
w

21,62
240
335

f
335
y


w
t
d
(=15) <
y
f
335
(=21,62)
Penampang tak-kompak Q=1

L =4000 mm
Nu
Nu =80 t
T 150.300
150
b=300
tf =15
tw =10
y
y
z z
y0 =17,31
Q
h =142,5
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 27
Arah z: (sumbu lemah)
L
kz
= k
cz
L =0,8 * 4000 = 3200 mm; 88
36,4
3200

r
L

z
k
z

0,97
10 * 200
240

88

E
f

3
y
z
cz

96 * 0,85
80

N
N
n c
u
= 0,98 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)

Arah y: (sumbu kuat)
L
ky
= k
cy
L =0,8 * 4000 = 3200 mm; 43
75,1
3200

r
L

y
k
y

0,47
10 * 200
240

43

E
f

3
y y
cy

129 * 0,85
80

N
N
n c
u
= 0,73 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)

Arah x: (torsi)
L
kx
= k
cx
L =1,0 * 4000 = 4000 mm
ex
=
ps
2
Kx
w
2
I
1
GJ
C E

=
61 , 264 . 7 * 990 . 5
1
000 . 385 * 10 * 80
000 . 4
10 * 32 , 71 * 000 . 200
3
2
7 2
=710 MPa
ey
=
2
2
2
y
2
43
000 . 200 E
1.068 MPa
H= 0,9588
7.264,61
36,4 75,1

y r r A
r r A
I
I
2 2
2
0
2
z
2
y
2
z
2
y
ps
pc

e
=
2
ey ex
ey ex ey ex
) (
H 4
- 1 - 1
H 2

=
2
) 068 . 1 710 (
9588 , 0 * 068 . 1 * 10 7 * 4
- 1 - 1
9588 , 0 * 2
068 . 1 710
=665 MPa
0,25< 0,6
665
240

f

e
y
e
<1,2 1,19
0,6 * 0,67 - 1,6
1,43

x

cr
=
1,19
240
= 200 MPa; N
n
= 5.990 * 200 =120 ton
120 * 0,85
80

N
N
n c
u
= 0,78 < 1 OK
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 28
Dari contoh tersebut terlihat bahwa untuk penampang tak-kompak (dan kompak)
tekuk lentur torsi lebih kritis daripada tekuk lentur terhadap sumbu kuat.

Contoh:
Tentukan tahanan rencana, P
d
, untuk kolom dengan penampang siku tidak sama
kaki 200.100.10 di bawah ini.













A. Data material:
f
y
=240 MPa E =200.000 MPa =0,3
B. Data penampang 200.100.10
A =2920 mm
2
r
z
=21,34 mm
I
z
=1,33 * 10
6
mm
4
r
y
=66,72 mm
I
y
=1,3 * 10
7
mm
4
z
0
=58,26 mm
y
0
=31,12 mm
C. Perhitungan G, J, C
w
,
2
0
r
MPa 10 * 692 , 7
3 , 0 1 * 2
000 . 200
1 * 2
E
G
4


4 4 3 3 3 3
mm 10 * 9,667 10 * 195 10 * 95 *
3
1
t * h t * b *
3
1
J

6 8 3 3 3 3 3 3 3 3
w
mm 10 * 298 , 2 10 * 195 10 * 95 *
36
1
t * h t * b *
36
1
C
2
7 6
2 2 y z 2
0
2
0
2
0
mm 22 , 9270
2920
10 * 1,3 10 * ,33 1
12 , 31 26 , 58
A
I I
y z r
Q: shear center
y
z
y
z
Q
c.g.
y0 =31.12
b=95
20.1
1
0

z0 =58.26
6
9
.
3
h
=
1
9
5

10
14.9 Pd
L =2000 mm
Pd
3
2
3
1
ht bt
3
1
J
3
2
3 3
1
3
W
t h t b
36
1
C
c.g.
Q
t1
t
2
b
h
h
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 29
D. Kelangsingan batang/ elemen
OK 200 97 , 74
34 , 21
2000 * 8 , 0
r
* k
z
z z
z

OK 200 98 , 23
72 , 66
2000 * 8 , 0
r
* k
y
y y
y


langsing Penampang 91 , 12
240
200
f
200
20
10
200
t
' h
y

82 , 25
240
400
f
400
20
t
' h
91 , 12
240
200
f
200
y y

0,813 240 *
10
200
* 10 * 7 , 1 340 , 1 f *
t
' h
* 10 * 7 , 1 340 , 1 Q
3
y
3
s


E. Pemeriksaan tekuk lentur - torsi
MPa 81 , 3432
98 , 23
000 . 200 * E *
MPa 20 , 351
97 , 74
000 . 200 * E *
2
2
2
y
2
ey
2
2
2
z
2
ez

2
0
2
x
w
2
ex
r * A
1
* J * G
* k
C * E *


22 , 9270 * 2920
1
* 10 * 667 , 9 * 10 * 692 , 7
2000 * 8 , 0
10 * 298 , 2 * 000 . 200 *
4 4
2
8 2

MPa 25 , 281
Persamaan pangkat tiga untuk menentukan tekuk lentur-torsi:
0
r
y
- -
r
z
- - - - -
2
0
0
ez e
2
e
2
0
0
y e e
2
e z e e y e e x e e

Persamaan tersebut diatas dapat dituliskan sebagai berikut:
0 c - * b * a -
e
2
e
3
e

dimana:

H
* H
r
y
* H
r
z
a
ey 2
0
2
0
ez 2
0
2
0
ex

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 30

H
* * *
b
ey ez ey ex ez ex


H
* *
c
ez ey ex


2
0
2
0 z y
z y
ps
pc
z y * A I I
I I
I
I
H
529 , 0
10 * 707 , 2
10 * 433 , 1
26 , 58 12 , 31 * 2920 10 * 33 , 1 10 * 3 , 1
10 * 33 , 1 10 * 3 , 1
7
7
2 2 6 7
6 7


Akar-akar real persamaan pangkat tiga tersebut dapat ditentukan dengan:
a
3
1
3
cos 2S
1 e

2T
Q
- cos
1 -

a
3
1
120
3
cos 2S
o
2 e
b - a
3
1
R
2

a
3
1
240
3
cos 2S
o
3 e

3
a
27
2
- c - b . a .
3
1
Q
R
3
1
S
3
R
27
1
T
3
2 2
10 * 236 , 5
529 , 0
81 , 3432 * 529 , 0
22 , 9270
12 , 31
20 , 351 * 529 , 0
22 , 9270
26 , 58
25 , 281
a


6
10 * 288 , 4
529 , 0
81 , 3432 * 20 , 351 25 , 281 20 , 351 * 25 , 281
b

8
10 * 405 , 6
529 , 0
20 , 351 * 81 , 3432 * 25 , 281
c

6 6
2
3 2
10 * 850 , 4 10 * 288 , 4 10 * 236 , 5
3
1
b a
3
1
R

3 6
10 * 271 , 1 10 * 850 , 4 *
3
1
R
3
1
S

9
3
6 3
10 * 055 , 2 10 * 850 , 4 *
27
1
R *
27
1
T
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 31
9 3 8 6 3
10 * 788 , 3 10 * 236 , 5 *
27
2
10 * 405 , 6 10 * 288 , 4 * 10 * 236 , 5 *
3
1
Q

o
9
9
1
831 , 22
10 * 055 , 2 * 2
10 * 788 , 3
cos
MPa 4265,65 10 * 236 , 5 *
3
1
3
831 , 22
cos * 10 * 271 , 1 * 2
3
o
3
1 e

MPa 193,34 10 * 236 , 5 *
3
1
120
3
831 , 22
cos * 10 * 271 , 1 * 2
3 o
o
3
2 e

MPa 776,63 10 * 236 , 5 *
3
1
240
3
831 , 22
cos * 10 * 271 , 1 * 2
3 o
o
3
3 e

MPa 193
e

11 , 1
193
240
f
e
y
e

331 , 1
813 , 0
2 , 1
Q
2 , 1
s
277 , 0
813 , 0
25 , 0
Q
25 , 0
s


895 , 1
0,813 * 11 , 1 * 67 , 0 6 , 1
1
*
813 , 0
43 , 1

Q * * 67 , 0 6 , 1
1
*
Q
43 , 1

Q
1,2
11 , 1
Q
25 , 0
s e s s
e
s

ton 4 , 31
~
895 , 1
240
* 2920 * 85 , 0
f
* A * 85 , 0 P P
y
g n d

G. Pemeriksaan tekuk lentur terhadap sumbu lemah
ton 3 , 37
~
596 , 1
240
* 2920 * 85 , 0
f
* A * 85 , 0 P P
z
y
g n d

(Lihat contoh pada Bab Elemen Pelat Tipis.)

H. Kesimpulan
P
d
=31,4 ton (mekanisme yang menentukan: tekuk lentur torsi)
Dari contoh tersebut terlihat bahwa untuk penampang langsing tekuk lentur
torsi dapat menjadi lebih kritis daripada tekuk lentur terhadap sumbu lemah.
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 32
Resume
Profil dengan dua sumbu simetri
Untuk penampang kompak dan tak-kompak ( <
r
) dari komponen struktur tekan
yang memiliki dua sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil I dan
palang, maka Q=1 dan gejala tekuk torsi tidak perlu diperhatikan. Bila
penampangnya langsing ( >
r
) maka gejala tekuk torsi harus diperhitungkan
menggunakan Pers. (1). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab
Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil
dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk torsi.

Profil dengan satu sumbu simetri
Untuk penampang kompak dan tak-kompak ( <
r
) dari komponen struktur tekan
yang memiliki satu sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil siku ganda
sama kaki dan profil T sama kaki, maka Q=1; gejala tekuk lentur torsi
diperhitungkan menggunakan Pers. (2). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah
sesuai Bab Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya
diambil dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan
tekuk lentur torsi. Bila penampangnya kompak atau tak-kompak maka pengaruh
warping dapat diabaikan (C
w
=0).

Profil tanpa sumbu simetri
Untuk penampang komponen struktur tekan yang tak memiliki sumbu simetri,
termasuk didalamnya adalah profil siku tak sama kaki, profil Z dan profil T tak
sama kaki, maka gejala tekuk lentur torsi harus diperhatikan menggunakan Pers.
(3). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab Komponen Struktur
Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil dari yang menentukan
antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk lentur torsi. Bila
penampangnya kompak atau tak-kompak maka pengaruh warping dapat diabaikan
(C
w
=0).

Secara umum bila pusat berat tidak sama dengan pusat geser maka tiga persamaan
diferensial akan saling bergantung yaitu persamaan diferensial tekuk lentur
terhadap sumbu lemah z, persamaan diferensial tekuk lentur terhadap sumbu
kuat y, dan persamaan tekuk torsi terhadap pusat geser.
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 1
d
(R 1) p
p
Mp
My
Mr
0
max
2
3
1
4
Elastis
Inelastis
Plastis
M
o
m
e
n

Defleksi
b
tf
tw
Lb
M M
Gambar1 Suatu balok sederhana berpenampang kompak dibebani momen konstan, M,
dengan bentang tak-terkekang L
b
.
TEKUK TORSI LATERAL
Perhatikan gambar balok berikut ini:
Tinjau suatu balok profil-I yang dibebani tehadap sumbu kuatnya . Titik-titik pada
potongan A & B dikekang dalam arah lateral, dan flens atas dalam keadaan tertekan
sehingga berpotensi mengalami tekuk. Karena web memberikan kekangan menerus
pada arah vertikal maka kemungkinan terjadinya tekuk flens adalah dalam arah lateral.
Namun, karena sisi tarik berada dalam keadaan yang relatif stabil maka proses tekuk
lentur dalam arah lateral tersebut akan dibarengi dengan proses torsi sehingga terjadi
tekuk torsi lateral.
Secara umum keruntuhan balok disebabkan oleh:
1) Tekuk lokal flens akibat tekan
2) Tekuk lokal web akibat tekan lentur
3) Tekuk torsi lateral
Ketiga penyebab tersebut dapat terjadi pada kondisi elastis ataupun inelastis. Perhatikan
Gambar 1 berikut ini:

Tekuk torsi lateral tidak perlu ditinjau bila balok dibebani terhadap sumbu lemah; namun pengaruh
kelangsingan penampang tetap harus diperhitungkan.
tekan
A B
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Bila L
b
cukup kecil, L
b
L
pd
, maka M dapat mencapai M
p
dengan deformasi yang besar
yang ditunjukkan oleh kapasitas rotasi R
p
dimana faktor daktilitas R 3. Hal tersebut
digambarkan oleh kurva 1.
Bila L
b
diperbesar L
pd
<L
b
<L
p
maka besar M dapat mencapai M
p
namun dengan
kapasitas rotasi yang lebih kecil, R <3. Lihat kurva 2. Bila L
p
<L
b
<L
r
maka M hanya
dapat mencapai M
r
=S
x
(f
y
f
r
) <M
y
dengan kapasitas rotasi yang terbatas - kurva 3.
Bila L
b
>L
r
maka M <M
r
dengan kapasitas rotasi yang sangat terbatas kurva 4.
Tekuk torsi lateral elastis (L
b
L
r
).
x y z
x 1
dx
dv
dx
dw
y
-
dx
dv
1
z
-
dx
dw
- 1
dx
dw
L
y
w
x
z z
x
y
M0
z
dx
dv
y
-v
x
x
M0
x
Tampak atas
Tampak samping
y
z
z
w
-v
M0
M0
M0 cos M0
y
M0 sin M0
M
z
= M
0
cos M
0
M
y
M
0
M0
Mx
Mz
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Dengan anggapan sudut dan perpindahan kecil maka, pada bidang x y.
cos M M
1
I E
0 z'
y
z
atau
0
2
2
z
M
dx
v d
I E
pada bidang x z.
M - M -
1
I E
0 y'
z
y
atau
-M
dx
w d
I E
0
2
2
y
................................................................. (1)
Persamaan untuk torsi pada profil I adalah
3
3
w ' x
dx
d
C E -
dx
d
GJ T
yang mana
0 x' ' x
M
dx
dw
M T
J adi
3
3
w 0
dx
d
C E -
dx
d
GJ
dx
dw
M
turunkan:
4
4
w
2
2
2
2
0
dx
d
C E -
dx
d
GJ
dx
w d
M
gunakan Pers. (1)
4
4
w
2
2
y
2
0
dx
d
C E -
dx
d
GJ
I E
M
sederhanakan diperoleh
0
C I E
M
-
dx
d
C E
GJ
-
dx
d
w y
2
2
0
2
2
w
4
4
atau
0 -
dx
d
2 -
dx
d
2
2
4
4
......................................................... (2)
dengan
w y
2
2
0
w
C I E
M
dan
C E
GJ
2
Persamaan karakteristik dari Pers. (2) adalah
0 - r 2 - r
2 4
r
2 2
r
2
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 4
r
2
1
riil, positif
- i r
2 2
2
imajiner, positif
- r
2
3
riil, negatif
- i - - r
2 2
4
, imajiner, negatif
dan
x r
4
x r
3
x r
2
x r
1
4 3 2 1
e A e A e A e A
Karena harmonik maka A
1
=A
3
=0
-iqx
4
iqx
2
e A e A
dimana - q
2
qx sin i qx cos A qx sin i qx cos A
4 2
qx sin A qx cos A
6 5
Karena =0 pada x =0 dan x =L maka
A
5
=0 dan sin qL =0 qL =n
untuk n =1 -
L
q
2
dan -
L
2
2
2
w w y
2
2
0
2
w
2EC
GJ
C I E
M
2EC
GJ
Pada saat M
0
menyebabkan instabilitas maka
C I E
2EC
GJ
-
2EC
GJ
L
M M
w y
2
2
w
2
w
2
2
cr 0

w
2
2
4
4
w y
EC
GJ
L L
C I E
E I GJ C I
L
E
L
M
y w y
2
cr
Bila momen yang bekerja tidak konstan maka persamaan diatas menjadi
GJ I E C I
L
E
L
C M
y w y
2
b cr
atau
2
2
w
2
y
2
b cr
L
1 2
1
C
J
1
i
L
E
C f * (1~1,5) (buktikan)
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Tekuk torsi lateral inelastis (L
b
<L
r
)
Sekarang perhatikan Gambar 2 berikut ini:
Gambar 2
Bila L
b
<L
r
pada Gambar 1, maka sebagian serat tekan akan teregang hingga >
y
=
f
y
/ E dan M >M
r
. Potensi tekuk yang terjadi pada keadaan ini adalah tekuk torsi lateral
inelastis. Meskipun kekakuan torsi tidak terlalu terpengaruh oleh tegangan sisa, namun
tahanan flens tekan sangat terpengaruh oleh tegangan sisa tersebut. Dalam keadaan ini
tahanan momen elastis maksimum M
r
menjadi,
M
r
=S
x
(f
yf
f
r
)
dimana S
x
adalah modulus penampang
f
yf
adalah kuat leleh flens
f
r
adalah tegangan sisa
Panjang bentang tak terkekang
Bila diharapkan tahanan lentur balok dapat mencapai M
p
dengan kapasitas rotasi yang
tidak terlalu besar (R ~1) maka pada keadaan ini M
0
=M
cr
=M
p
. Pada situasi ini
umumnya pengaruh kekakuan torsi murni dapat diabaikan terhadap pengaruh warping
sehingga diperoleh
I C E
L
M M
y w
2
b
2
p 0
untuk M
p
=Z
x
f
y
C
w
=I
f
(d t
f
)
2
/ 2 =I
y
(d t
f
)
2
/ 4
dan substitusikan diperoleh
2
f
2
y
2
b
2
y x
4
t - d I
E
L
f Z

2
t - d
i A E
L 2
t - d
I E
L
f 2
y
2
b
2
f
y
2
b
2
Mp
p sh
M M
Kapasitas
rotasi
perlu
Rotasi
M
o
m
e
n

Mp
y sh
Regangan flens rerata
Awal
penguatan
regangan
(R 1) p (R 1) y
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 6
dan
x
f
y
2
y
b
Z
A t - d
f 2
E
i
L
2
f w f f x
t -
2
d
t t - d t b Z
f w f
2t - d t t b 2 A
f f w f f
f f w f
x
f
t -
2
d
t -
2
d
t t - d t b
t - d 2t - d t t b 2
Z
t - d A
=2 ~2,7
namun dalam kasus ini diambil 1,5
Z
t - d A
x
f
sehingga
y y
2
y
b
f
1200
f 2
1,5 * 200.000 *
i
L
Bila dikehendaki suatu kapasitas rotasi yang lebih besar (1 <R <3) maka nilai E pada
persamaan diatas direduksi menjadi 42,5% untuk mendapatkan
yf y
p
f
790
i
L
Bila diinginkan suatu kapasitas rotasi R yang lebih besar lagi untuk keperluan analisis
plastis dimana R 3 maka nilai E direduksi menjadi 25% atau 60 E/f
y
(untuk f
y
=240
MPa) sehingga diperoleh
y
2
y
2
y
pd
f
9500
1,5
f
E
60
2 i
L
untuk kasus momen konstan.
Untuk kasus dengan momen gradien, percobaan menunjukan bahwa persamaan diatas
menjadi
y
2 1
y
pd
f
M M 15000 25000
i
L
dimana 1 M M
2 1
adalah negatif untuk kelengkungan tunggal dan positif untuk
kelengkungan ganda.
Untuk perencanaan sendi plastis pada daerah gempa besar dimana diperlukan R =7 ~9
maka reduksi E dapat dilakukan menjadi 20% untuk memperoleh
y y
ps
f
8500
i
L
untuk
kasus momen konstan.
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Bila karena sesuatu dan lain hal hanya diperlukan tahanan momen M =M
r
maka hal ini
dapat dicapai dengan mengatur panjang tak terkekang L
b
=L
r
dengan
E I GJ C I
L
E
L
f - f S M M
y w y 2
r
2 2
r
r yf x r cr
atau 0 C I E - L E I GJ -
L
f - f S
w y
2 2 2
r y
2
4
r
2
r yf
2
x
atau 0
f - f S 2
C I E
- L
f - f S 2
E I GJ
- L
2
1
2
r yf
2
x
w y
2 4
2
r
2
r yf
2
x
2
y 4
r
2
r yf
2
x
w y
2 4
2
2
r yf
2
x
2
y
2
r yf
2
x
2
y
2
r
f - f S
C I E
f - f S 2
E I GJ
f - f S 2
E I GJ
L
karena
2
y y
i A I dan
1 2
E
G maka
J A
1
E
f - f S 4
J i
C
1 4 1 1
1
J A
f - f S 2
E
i
L
2 2
2
r y
2
x 2
2
y
w
2
r yf x
2
y
r
atau
*
2
*
1
y
r
X 1 1 X
i
L
dimana
1
J A
f - f S 2
E
X
r yf x
*
1
;
2
*
1
2
y
w *
2
X J i
C
1 4 X .
Hubungan antara panjang bentang tak terkekang (L
b
) terhadap tahanan lentur balok
diperlihatkan pada Gambar 3 berikut ini,
Gambar 3
Teori
Perencanaan
W16 x 26
Mp
Mr
0,5 Mp
I
Plastis
II
Inelastis
III
Elastis
8 0 16 24
Lb
Lr
Lp
Lpd Lps
Cb =1.0
M M
M
0.5 M
Cb =1.3
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Perencanaan Balok I terhadap Lentur pada Sumbu Kuat (LRFD)
Persyaratan berikut harus dipenuhi
b
M
n
M
u
dimana
b
=0,9
M
n
adalah tahanan lentur nominal
M
u
adalah momen batas atau terfaktor
Perhatikan Gambar 4 berikut ini,
Gambar 4
Kasus 1a (L
b
L
ps
):
M
n
=M
p
Kapasitas rotasi R =7 ~9 sesuai untuk perencanaan gempa
Penampang harus kompak ( <
p
)
Lihat juga ketentuan perencanaan tahan gempa pada peraturan baja yang baru.
y y
ps
f
8500
i
L
Kasus 1b (L
b
L
pd
):
M
n
=M
p
Kapasitas rotasi 3 R <7 sesuai untuk perencanaan plastis
Penampang kompak ( <
p
)
y
2 1
y
pd
f
M M 15.000 25.000
i
L
Kasus
2
Kasus
3a& 3b
inelastis elastis
0 Lps Lpd Lp Lr
Mr
Mp
Kasus 1, Mn =Mp (1a& 1b)
daerah perencanaan plastis
T
a
h
a
n
a
n

L
e
n
t
u
r

N
o
m
i
n
a
l
,

M
n
Panjang bentang tak terkekang, Lb
Kasus
4a& 4b
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 9
dimana 1 M M
2 1
adalah negatif untuk kelengkungan tunggal, dan positif untuk
kelengkungan ganda; f
y
adalah kuat leleh profil (MPa).
Kasus 2 (L
pd
<L
b
<L
p
):
M
n
=M
p
Kapasitas rotasi 1 <R <3 sesuai untuk perencanaan umum
Penampang kompak ( <
p
)
yf y
p
f
790
i
L
dimana f
yf
adalah kuat leleh flens (MPa).
Kasus 3a (L
p
<L
b
<L
r
):
M
r
M
n
<M
p
Kapasitas rotasi sangat terbatas, R <1
Penampang kompak ( <
p
)
p r
p r
p b
p
p r
b r
b n
M M
L - L
L - L
M
L - L
L - L
C M
dimana
C B A max
max
b
M 3 M 4 M 3 M 5 , 2
M 12,5
C
dan
*
2
*
1
y
r
X 1 1 X
i
L
1
J A
f - f S
000 . 315
X
r yf x
*
1
;
2
*
1
2
y
w *
2
X J i
C
1 4 X
dan
r yf x r
f - f S M
C
b
adalah faktor modifikasi momen gradien sepanjang bentang tak-terkekang yang
ditinjau
M
A
adalah momen pada bentang tak-terkekang
M
B
adalah momen pada bentang tak-terkekang
M
C
adalah momen pada bentang tak-terkekang
M
max
adalah momen maximum pada bentang tak-terkekang yang ditinjau
S
x
adalah modulus penampang
f
yf
adalah kuat leleh flens
f
r
adalah tegangan sisa =
las profil untuk MPa 115
gilas profil untuk MPa 70
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 10
J adalah konstanta torsi,
3
t b
3
1
J
adalah konstanta Poisson
C
w
adalah konstanta warping, [profil-I:
2
f
3
f
2
f
f w
t d b t
24
1
2
t d
I C ]
A adalah luas penampang profil-I,
I
y
adalah momen inersia dua flens profil-I terhadap sumbu-y,
A
I
i
y
y
adalah jari-jari giras terhadap sumbu-y.
Kasus 3b (L
p
<L
b
< L
r
):
M
r
M
n
<M
p
Kapasitas rotasi sangat terbatas, R <1
Penampang tak kompak (
p
< <
r
)
p r
p r
p
p
p r
r
1 n
M M
-
-
M
-
-
M
p r
p r
p b
p
p r
b r
b 2 n
M M
L - L
L - L
M
L - L
L - L
C M
M
n
=min {M
n1
, M
n2
}
Kasus 4a (L
b
>L
r
):
M
n
<M
r
Penampang tak kompak (
p
< <
r
)
GJ I E C I
L
E
L
C M
y w y
2
b b
b n
Kasus 4b (L
b
>L
r
):
M
n
<M
r
Penampang langsing ( >
r
)
Lihat topik balok pelat berdinding penuh.
Perencanaan bresing
Bresing direncanakan terhadap gaya axial sebesar N =0,02 P dimana P adalah gaya
axial yang bekerja pada komponen struktur tekan yang dikekang.
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 1
Balok Pelat Berdinding Penuh

Struktur balok pelat berdinding penuh pada kasus tertentu dapat memberikan efisiensi
yang lebih baik dan untuk bentang antara 20 ~50 meter dapat menjadi lebih ekonomis.
1) Keadaan batas tekuk torsi lateral (penampang kompak).







2) Keadaan batas tekuk lokal flens







3) Keadaan batas tekuk lokal web








Tahanan lentur dan geser balok pelat berdinding penuh sangat bergantung pada pelat
web. Pelat web yang terlalu langsing dapat bermasalah:
1) Tekuk lentur pada web akan mengurangi tahanan lentur elastis penampang;
2) Tekuk lokal flens pada arah vertikal;
3) Tekuk web karena geser.
Mp
Mr
p =
yf
790
r =
y
r
i
L

=
y
b
i
L

Mn
Cb=1
Mn
Mp
Mr
p =
yf
170
r =
e yf
k 115
420

=
f
f
t
2 / b

tak kompak langsing
kompak
kompak
tak kompak langsing
Mp
Mr
p =
y
1680

r =
y
2550

5 , 1
h
a
bila
115
95000
yf yf
= t / h
(Balok pelat berdinding penuh)
5 , 1
h
a
bila
5250
yf

Mn
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Pada balok pelat berdinding penuh umumnya dijumpai pengaku vertikal untuk
meningkatkan tahanan geser pelat web.
Tekuk Vertikal Pelat Flens
Batas kelangsingan maximum pelat web dimaksudkan untuk beberapa tujuan yaitu
menghambat tekuk vertikal dan tekuk torsi pelat flens.







Analisis tekuk vertikal dilakukan sebagai berikut:
















Tegangan vertikal akibat gaya flens adalah

c
=
h
2

t
A

t dx
d A
f
w
f f
w
f f

Tekuk vertikal
Tekuk torsi
Tekuk lateral
Af f
Af f d
Af f
d
h h h

d
h/2
h/2
d
dx = d
d
dx
d

2
h

f

Af f
Af f
Af f
Af f
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Persamaan kuat kritis pada pelat tipis adalah

h/t 1 12
E k

2
w
2
2
cr









Untuk kasus seperti sketsa diatas k =1, dan dari
c
=
cr
diperoleh

2
w
2
2
w
f f f
h/t - 1 12
E
t h
A 2

atau

f f f
w
2
2
w
1

A
A

- 1 4 2
E

t
h

dimana A
w
=h t
w
Bila pada pelat flens diperhitungkan adanya tegangan sisa
r
dan
f
=
yf
maka

f
=(
r
+
yf
)/E
sehingga
r yf yf f
2
w
2 2
w
A - 1 24
A E

t
h

bila A
w
/A
f
=0,5 dan
r
=115 MPa maka

115
95000

t
h
yf yf
w
................................................................ (1)
Persamaan (1) dikembangkan untuk web tanpa pengaku vertikal.

Nilai maximum h/t
w
LRFD
Pada peraturan Persamaan (1) menjadi

115
95000

t
h
yf yf
w
untuk 5 , 1
h
a

sendi
bebas
sendi
h
dx
c
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 4
a


Parameter kekakuan rotasi
tepi pelat
sendi h
44
39.6
36
28
23.9
0.3 0.7 1.1 1.5 1.9 2.3
=0 (sendi)
=3
=10
=100
= (jepit)
N
i
l
a
i


k

sendi
a/ h
dan
yf
w
5250

t
h
untuk 5 , 1
h
a

Tekuk Lentur Web
Pada saat balok pelat berdinding penuh memikul lentur maka bagian pelat web yang
dekat dengan flens tekan cenderung mengalami tekuk seperti skema dibawah ini.




Persamaan stabilitas pelat adalah

cr
=
2
w
2
2
t / h 1 12
E k

dengan k dijelaskan pada gambar berikut














J adi dengan E =200 GPa dan =0,3 maka

cr
=
2
w
t / h
000 . 320 . 4
untuk k =23,9 (sendi-sendi)
dan
cr
=
2
w
t / h
000 . 158 . 7
untuk k =39,6 (jepit-jepit)
h
a
t w
web tekan
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Karena kondisi jepitan pelat web sangat bervariasi dari kasus-ke-kasus dan kondisi jepit
ini hampir sunguh-sunguh terjadi pada pelat web yang dilas terhadap flens maka
umumnya diambil kondisi 90% kearah jepitan,

cr
=
2
w
t / h
000 . 450 . 6

atau agar tekuk lentur pada web dapat dihindari maka

cr cr w
2550 000 . 450 . 6
t
h







Bila pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens tidak ditinjau, dan hanya
memperhatikan kelangsingan web saja maka hubungan M
n
/M
y
versus =h/t
w
untuk BJ
37 diperlihatkan secara skematis berikut ini,







Bila pengaruh tekuk lentur web diperhitungkan dalam menghitung tahanan lentur balok
pelat maka

r r
y
n
) ( 1
M
M

Dari eksperimen dapat ditunjukan bahwa

r
r
a 300 1200
a

dimana a
r
= 10
A
A
fc
w

y
y
2550

Tegangan sisapadaweb diabaikan
cr
2550

w
t / h
y
n
M
M

1,0
Penguatan
regangan
y
y
daerah perencanaan
balok pelat minimum
tekuk lentur web
cr
2550

Tekuk vertikal flens
=h/tw
=339
untuk 5 , 1
h
a

=325
untuk 5 , 1
h
a

r =165 p=108

BJ 37
240
2550

240
1680

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 6

y
r
2550


w
t
h

1,5
h
a
bila
) 115 (
95000
5 , 1
h
a
bila
5250

yf yf
yf

M
y
=S
x

y

Sehingga diperoleh,
M
n
=S
x

y
yf w r
r
2550
t
h
a 300 1200
a
1
Persamaan tersebut berlaku tanpa mempertimbangkan tekuk torsi lateral dan tekuk lokal
flens. Bila hal tersebut diperhitungkan maka kuat leleh harus diganti dengan kuat kritis
akibat pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens, sehingga didapat
M
n
=S
x

cr

yf w r
r
2550
t
h
a 300 1200
a
1
=S
x

cr
R
PG

dimana

cr
ditentukan dengan memperhatikan pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk
lokal flens tekan.
R
PG
=1- 0 , 1
2550
t
h
a 300 1200
a
yf w r
r

a
r
= 10
A
A
fc
w

J adi dengan adanya pengaruh tekuk lentur pada web, tahanan lentur balok pelat sama
dengan kuat kritisnya dikalikan modulus penampang terkoreksi akibat tekuk lentur pada
web. Pada balok pelat hibrida dimana pada umumnya kuat leleh web lebih rendah
daripada kuat leleh flens maka faktor koreksi akibat perbedaan kuat leleh tersebut
diperhitungkan dalam perhitungan tahanan lentur balok pelat, sehingga
M
n
=S
x

cr
R
PG
R
e

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 7
dimana 1,0
a 2 12
) m m 3 ( a 12
R 0
r
3
r
e
. Untuk balok homogen R
e
=1.
m =
yfc
yw

Tahanan Geser Pelat Web
Tegangan normal kritis untuk pelat tipis ditentukan oleh persamaan berikut ini:

cr
=
2 2
2
t b 1 12
E k

Persamaan tersebut untuk tegangan geser pada balok pelat menjadi

cr
=
h/t 1 12
E k
2 2
v
2
......................................................................... (2)
dengan k
v
=5 +
2
) h / a (
5
.
Namakan C
v
=
cr
/
yw
maka Persamaan (2) menjadi
C
v
=
yw
2 2
v
2
yw
cr
(h/t) ) (1 12
E k

Dengan E =200 GPa , =0,3 dan
yw
=0,6
yw
diperoleh C =
yw
2
w
) t / h (
k 000 . 304

Persamaan tersebut diatas berlaku untuk daerah tekuk elastis.
Untuk daerah tekuk inelastis, tegangan kritis dinyatakan sebagai

cr
,
inel
=
e cr, al proporsion batas

Tegangan geser batas proporsional diambil sebesar 0,8
yw
dan
yw e , v e , cr
C
sehingga

e , inel , v
yw
inel , cr
C 8 , 0 C
=
yw
2
w
) t / h (
k 304.000
8 , 0
=
yw w
k
t / h
490

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Untuk
cr
=
y
maka C ,
inel
=1 dan diperoleh

yw w
k
490
t
h

Untuk
cr
=0,8
y
maka C ,
inel
=C ,
e
=0,8 dan diperoleh

yw w
k
610
t
h








Sehingga tahanan geser nominal menjadi
V
n
=
cr
A
w
=
w y
y
cr
A
=C
y
A
w
=C (0,6
yw
)A
w


dan V
d
= V
n
w yw v
A 6 , 0 C 9 , 0

=0,54 C
yw
A
w


dengan
C =1 bila
yw
v
w
k
490
t
h
(web leleh)
C =
yw w
k
t / h
490
bila 490
yw w yw
k
610
t
h k
(tekuk web inelastis)
C
v
=
yw
2
w
) (h/t
k 000 . 304
bila
yw w
k
610
t
h
(tekuk web elastis)

Catatan: Bila 260
t
h
w
maka pengaku vertikal harus senantiasa terpasang.

C , el=
yw
2
w
) t / h (
k 000 . 304

C =
y
cr

C , inel=
yw w
k
t / h
490

1,0
0,8
leleh inelastis elastis
yw
k
490
yw
k
610
w
t / h
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Tahanan Geser Nominal termasuk Aksi Medan Tarik
Suatu balok pelat berdinding penuh dapat mengalami tekuk akibat geser. Tahanan pasca
tekuk dapat diperoleh dari mekanisme rangka batang yang digambarkan sebagai berikut:






Mekanisme rangka batang tersebut yang terjadi pada pasca tekuk dinamakan aksi
medan tarik (tension-field action) karena tarikan-tarikan dipikul oleh pelat web
sedangkan tekanan-tekanan dipikul oleh pengaku vertikal.
Kurva C
v
vs h/t
w
dengan memperhatikan tahanan pasca tekuk adalah sebagai berikut:








Tahanan geser V
n
yang disumbangkan oleh tahanan tekuk, V
cr
, dan tahanan medan
tarik, V
tf
, adalah sebagai berikut:
V
n
=V
cr
+V
tf

dimana V
cr
=C
v

y
A
w
sedangkan V
tf
didapat berikut ini.

Arah Optimum Aksi Medan Tarik
h tw


h cos
t

T
Vtf
P
C =
y
cr

1,0
0,8
penguatan regangan
dapat tanpa
pengaku vertikal
perlu pengaku
vertikal
Pascatekuk -
Aksi Medan Tarik
(perlu pengaku vertikal)

490
yw
k

610
yw
k

260
h/tw
Tanpatekuk
akibat geser
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 10
V
tf
=T sin
T =
t
t
w
h cos
cos tan a - h S
sin a - cos h
S t T
w t

sin S t sin T V
w t tf

sin a - cos h sin t
w t

sin a - 2 sin
2
h
t
2
w t

Bila diberikan h dan a maka sudut akan menjadi demikian sehingga V
tf
maximum
atau
cos sin 2a - 2 cos h 0
d
V d
tf

2 sin a - 2 cos h
atau
h
a
1

a
h
2 tan

2
h
a
1
1
2 sin

2
2
h
a
1
h
a
- 1
2
1

2
2 cos - 1
sin





Vtf S
h a tan
a
atan
T
h
t

1
2
a/h
2
h
a
1
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 11











Kesetimbangan horizontal memberikan
cos sin a t F
w t f

2 sin a t
2
1

w t

Dari kesetimbangan momen diperoleh
0 a
2
V
-
2
h
F
tf
f

atau
a
h
F V
f tf

2 sin h t
2
1

w t


2
w t
h
a
1
1
h t
2
1


Teori keruntuhan berdasarkan energi distorsi memberikan (untuk kasus dua dimensi):

2
y 2 1
2
2
2
1
- ........................................................................... (3)






tan =
3
1
3
1
1


= 1 - 3
- y/ 3
1
y
B
y/ 3
1=- 2= cr
(geser murni)
- y
A
- y
2
y
a
h
asin

a

h/2
Fw
Ff
a
Ff + Ff
Fw
2
V
tf

PS
t
2
V
tf

a/2 a/2
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 12






cr t 1


cr 2

Persamaan (3) pada segmen AB dapat didekati sebagai berikut:

2 y 1
1 - 3
atau
cr y cr t
1 - 3 -

cr y t
3 -
maka
V
y
cr
y
cr
y
t
C - 1 - 1 3 - 1
dan
y V t
C - 1
dan tahanan aksi medan tarik menjadi,

2
w t tf
h
a
1
1
h t
2
1
V
=
2
w yw v
a/h 1
1
h t C - 1
2
1

dan tahanan geser nominal, V
n
, menjadi

tf cr n
V V V

2
w yw v w y v
h
a
1
1
A C - 1
2
1
A C

2
v
v w y
h
a
1 2
C - 1 3
C A

2
v
v w yw n
h
a
1 ,15 1
C - 1
C A 0,6 V

t
t
cr
1
t
cr
cr
2
cr
cr
t
1
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 13
Gaya pada pengaku vertikal menjadi

sin
sin sin a t P
2
w t s


2
w yw v
h
a
1
h
a
- 1
2
1
a t C - 1
bila a/h dianggap 1 maka

w v yw s
t a C - 1 0,15 P
dan luas pengaku vertikal A
st


yst
w v yw
yst
s
st
t a C - 1 0,15

P
A
di peraturan di syaratkan
0 t 18 -
V
V
C - 1 h t D 0,15 A
2
w
n v
u
v w
yst
yw
st

dimana:
yst
adalah kuat leleh pengaku vertikal

pelat rtikal pengaku ve satu untuk
siku rtikal pengaku ve satu untuk
rtikal pengaku ve sepasang untuk

2,4
1,8
1
D

Persamaan Interaksi Geser Lentur
Bila balok pelat berdinding penuh direncanakan memikul geser dengan
memperhitungkan pengaruh aksi medan tarik maka persamaan interaksi geser-lentur
harus dipenuhi.










n
u
M
M

1,0
0,75
A
B
0,6
n
u
V
V
1
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 14
Persamaan garis AB adalah
1,375
V
V

0,4
0,25
-
M
M
n
u
n
u

atau 375 , 1
V
V
0,625
M
M
n
u
n
u

J adi bila 0,6 < 1
V
V
n
u

dan 0,75 < 1
M
M
n
u

atau 0,6
u
n
M
V
<
u
u
M
V
<
u
n
M
V
............................................................ (4)
dan
u
n
V
M 75 , 0
<
u
u
V
M
<
u
n
V
M


n
u
u
u
n
u
M 75 , 0
V

M
V

M
V
.................................................................... (5)








atau bila 0,6
n
n
u
u
n
n
M 75 , 0
V

M
V

M
V
.......................................................... (6)
maka persamaan interaksi geser-lentur berikut harus dipenuhi,
1,375
V
V
0,625
M
M
n
u
n
u

dimana =0,9
M
n
& V
n
masing-masing adalah tahanan lentur dan geser nominal balok pelat
berdinding penuh.
M
u
& V
u
masing-masing adalah momen dan geser terfaktor yang bekerja pada
balok pelat berdinding penuh.

n
n
M
V
6 , 0
u
n
M
V
6 , 0
u
u
M
V

Persamaan (4)
n
u
M
V

u
n
M
V

n
n
M
V

n
u
M 75 , 0
V

n
n
M 75 , 0
V

Persamaan (5)
Persamaan (6)
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 15
Bila Persamaan (6) tidak terjadi maka
M
u
M
n
dan V
u
V
n


Balok Biasa
Suatu balok pelat akan menjadi balok biasa bila pengaku vertikalnya dihapuskan.
Penghapusan tersebut dilakukan bila h/t
w
260 dan bila persyaratan berikut dipenuhi.
Dalam kasus tanpa pengaku vertikal nilai k
v
=5.
1. Rezim penguatan regangan

yw
yw
v
w
1100

k
490
t
h

dan tahanan geser nominal menjadi (C
v
=1)

w yw n
A 0,6 V
2. Rezim tekuk geser inelastis

yw
w
yw
1380

t
h

1100


v w yw n
C A 0,6 V


t
h
1100
C
yw
w
v

3. Rezim tekuk geser elastis

yw
w
1380

t
h
260

v w yw n
C A 0,6 V


t
h
000 . 520 . 1
C
yw
2
w
v

Bila 260
t
h
w
harus selalu digunakan pengaku vertikal.
J adi pengaku vertikal tidak diperlukan bila,
1) 260
t
h
w

dan 2)
v w yw n
C A 0,6 V
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 16
Persyaratan Aksi Medan Tarik
Bila 260
t
h
w
harus selalu digunakan pengaku vertikal,
dan bila
w yw v
u
A 0,6 C
V
maka diperlukan sumbangan dari aksi medan tarik
sehingga juga diperlukan pengaku vertikal, dan

2
v
v w yw
u
h
a
1 1,15
C - 1
C A 0,6
V

Aksi medan tarik hanya boleh dipertimbangkan bila 3 ,
t h
260
min
h
a
2
w
. Bila
persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka nilai C
v
dihitung dengan k
v
=5 +
2
) h / a (
5
; bila
3 ) h / a ( maka k
v
=5. Aksi medan tarik tidak boleh digunakan pada panel ujung atau
panel yang berdekatan dengan panel berlubang, semua pada panel balok hibrida, panel
pada web-tapered. Tahanan geser dihitung sebagai
w yw v n
A 0,6 C V .






Flens tarik
Flens tekan
Las intermiten
tw
4 tw minimum
6 tw maksimum
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 17
Perencanaan Balok Pelat Berdinding Penuh





a) Bila 1,5
h
a
maka
yf w
5250

t
h

b) Bila 1,5
h
a
maka
115
95.000

t
h
yf yf
w

dimana:
a adalah jarak bersih antar pengaku vertikal
h adalah jarak bersih seperti ditunjukkan sketsa berikut




yf
adalah kuat leleh pelat sayap
Pada balok tanpa pengaku vertikal, 260
t
h
w

Tahanan Lentur Rencana
Parameter kelangsingan
a) Tekuk torsi lateral

T
b
r
L

yf
p
790

yf
r
2000


b PG
C 1.970.000 C

C B A max
max
b
3M M 4 M 3 M 5 , 2
M 12,5
C

h
a a
h h h
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 18
A B C
Lb / 4 Lb / 4 Lb / 4 Lb / 4
Mmax
Lb





r
T
adalah jari-jari girasi dari pelat sayap tekan +1/3 dari pelat badan tertekan
terhadap sumbu T.






L
b
adalah jarak terbesar dari titik-titik yang tidak dikekang secara lateral pada suatu
balok.

b) Tekuk lokal pelat sayap

f
f
t
2 b


yf
p
170


yf
e
r
k
600
C
PG
=180.000 k
e
C
b
=1
dimana
w
e
t h
4
k dan 0,35 k
e
0,763





T
1/6 h
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 19
Kuat kritis
Bila <
p
maka
cr
=
yc


p
< <
r
maka
yc
p r
p
yc b cr

-
-

2
1
- 1 C
>
r
maka
2
PG
cr
C

Kuat kritis,
cr
, diambil untuk kedua kasus pada (a) dan (b), dan diambil nilai terkecil.

Tahanan Lentur Nominal
a) Pelat sayap tertarik hingga leleh

yt e xt n
R S M
b) Tekuk pelat sayap tekan

cr e PG xc n
R R S M
dimana:
1,0
2550
-
t
h

a 300 1200
a
- 1 R
cr
w
c
r
r
PG

R
e
adalah faktor penampang hibrida
1
2a 12
m - 3m a 12
R 0
r
3
r
e
. Untuk balok homogen R
e
=1.
10
A
A
a
fc
w
r
, adalah perbandingan luas penampang pelat badan terhadap luas
penampang pelat sayap tekan

cr
yw
yc
yw
, max m

cr
adalah kuat kritis pelat sayap tekan

yt
adalah kuat leleh pelat sayap tarik

yc
adalah kuat leleh pelat sayap tekan
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 20
S
xc
adalah modulus penampang terhadap pelat sayap tekan, I
x
/ y
c

S
xt
adalah modulus penampang terhadap pelat sayap tarik, I
x
/ y
t

h
c
adalah dua kali jarak dari titik berat penampang ke lokasi baut terdekat pada
pelat badan tekan atau jarak dari sisi-sisi dalam dari pelat sayap atas dan bawah
bila digunakan las pada penampang simetris.

Tahanan Lentur Rencana
M
d
=
b
M
n

dimana
b
=0,9

Tahanan Geser Rencana dengan Aksi Medan Tarik
a. Untuk
yw
v
w
k
490
t
h


yw w n v d
A 0,6 0,9 V V
b. Untuk
yw
v
w
k
490
t
h


2
v
v yw w n v d
h
a
1 1,15
C - 1
C * A 0,6 0,9 V V
dimana
y
cr
v
C dihitung sebagai berikut:
Bila
yw
v
w yw
v
k
610
t
h

k
490

w
yw v
v
t h
k 490
C
Bila
yw
v
w
k
610
t
h


2
w
yw v
v
t h
k
304.000 C
Nilai k
v
ditentukan dengan
2
v
h
a
5
5 k .
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 21
Untuk panel-panel ujung balok pelat berdinding penuh homogen, semua panel pada
balok hibrida dan balok dengan perubahan pelat badan (web-tapered), serta bila a/h >3
atau a/h >[ 260 / (h/t
w
)]
2
, aksi medan tarik tidak boleh diperhitungkan, dan
V
d
=
v
V
n
=(0,9) (0,6 A
w

yw
C
v
)
dimana C
v
dihitung dengan k
v
=5 +
2
) h / a (
5
, kecuali bila a/h>3 maka k
v
=5.

Pengaku Vertikal
Pengaku vertikal tidak diperlukan bila
a) 260
t
h
w

dan b)
v w yw v u
C A 0,6 V
dimana C
v
ditentukan dengan k
v
=5 +
2
) h / a (
5
dan
v
=0,9.









Bila direncanakan untuk aksi medan tarik, luas pengaku vertikal A
st
ditentukan sebagai
berikut:
0 t 18 - C - 1 h t D 0,15 A
2
w v w
st y
yw
st

dimana :

y st
adalah kuat leleh pengaku vertikal

Namun demikian, pengaku vertikal dapat dipasang atau dipertahankan atau bahkan
ditambah untuk meningkatkan k
v
dalam upaya menaikkan tahanan geser.
tw

a a

tw
a
I a t
w
3
j
0,5 2 -
h
a
2,5
j
2

a
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 22

pelat rtikal pengaku ve satu untuk
siku rtikal pengaku ve satu untuk
rtikal pengaku ve sepasang untuk
4 , 2
8 , 1
1
D
Interaksi Geser Lentur
Bila
n
n
u
u
n
n
M 0,75
V

M
V

M
V
6 , 0 untuk balok-balok pelat berdinding penuh dengan pelat
badan yang direncanakan terhadap aksi medan tarik harus memenuhi persyaratan
tambahan dibawah ini
1,375
V
V
0,625
M
M
n
u
n
u

dimana M
n
dan V
n
masing-masing adalah tahanan lentur dan geser nominal balok
pelat berdinding penuh, =0,9

Perencanaan Pelat Sayap
1. Perbandingan lebar pelat sayap terhadap tinggi, b
f
/ d, antara 0,3 (untuk balok
rendah) hingga 0,2 (untuk balok tinggi).
2. Lebar pelat sayap adalah kelipatan 50 mm.
3. Ketebalan pelat sayap adalah kelipatan 2 mm (t
f
18 mm), 3 mm (18 mm <t
f
36
mm), 6 mm (t
f
>36 mm).
4. Bila ada bahaya stabilitas lateral maka buat =
p
f
f
~
t
2 b
pada posisi momen
maksimum, t
f
dapat direduksi pada posisi-posisi lainnya.
5. Pada balok pelat yang stabil dalam arah lateral, reduksi luas flens dapat dilakukan
dengan mengurangi tebal, lebar atau kedua-duanya. Dari sisi lelah, reduksi lebar
lebih baik dari pada reduksi tebal. Transisi tebal atau lebar tidak melebihi 1 : 2,5.

Tinggi Optimum Balok Pelat

w
w
t
h
tetap
Tinggi Optimum,
y cr
3
cr
w u

2
M 3
h

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 23
Luas balok pelat,
w
2
w
2
w
2
f w t
h 2

h

h
A A A

2
3
w
2 2
2
u
mm

M
18

Berat per satuan panjang,

mm
N


M
18 10 * 7,84 A 3
w
2 2
2
u 5 -
t

Catatan: =7,84 * 10
-5
N/mm
3


Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 1
DIAGRAM ALIR
PERENCANAAN BALOK PELAT BERDINDING PENUH

Diberikan: b
t
t
t
f
yt
f
yw
V
u
r
T1

b
=0,9
b
c
t
c
f
yc
M
u
M
max
f
yst

D M
A
k
b

M
B


w
w
t
h

h
a
L
b
M
C




Tekuk torsi - lateral

T b
/r L =

yc p
f 790/ =

yc r
f 2000/ =

C
b
C B A max
max
3M + 4M + 3M + M 2,5
M 12,5


b PG
C 1.970.000 = C
Tekuk lokal pelat sayap

) /(2t b =
c c


yc p
f 170/ =

0,763
4
= k < 35 , 0
w
e


yc e r
/f k 600 =

e PG
k 180.000 = C

C
b 1

Call f
cr1
f
cr
=min [f
cr1
, f
cr2
] Call f
cr2


f
M

2
3
= h 3
cr
w u


A
t
=b
t
t
t

A
c
=b
c
t
c

t
w
=h/
w

A
w
=t
w
h =h
2
/
w

a = h
d = h + t
t
+t
c


At
Aw
x x
ycg
tw
Ac t
c

kb
bt
b
c

tt
h d
hc/2
h
kb
Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 2
y
cg
=
t w c
t t t w c c
A + A + A
2 / t A + t + /2 h' A + /2) t - (d A
; h
c
=2 (d - t
c
- k
b
- y
cg
)
I
T
=
3
w
3
c c
t /6) (h'
12
1
+ b t
12
1
; A
T
=
w c c
t /6 h' + b t
r
T
=
T
T
A
I
; is it close to r
T1
? write r
T

I
x
=
2
cg c c
3
c c
) y - /2 t - (d A + t b
12
1
+
2
t cg w
3
w
/2) h' - t - (y A + h' t
12
1

+
2
t cg t
3
t t
12
1
/2) t - (y A + t b
S
xt
=I
x
/ y
cg
; S
xc
=I
x
/ (d - y
cg
)
a
r
=A
w
/ A
c
10;
cr
yw
yc
yw
f
f
,
f
f
max m
1
2a + 12
) m - (3m a + 12
R 0
r
3
r
e
; untuk balok homogen R
e
=1.
R
PG
=1 -
a
1200 + 300 a

h
t
-
2550
f
1
r
r
c
w cr
(SNI Baja: h h
c
, f
yf
f
cr
)


Catatan:
1.
2
2
w
2
y
2
b cr
L
1 2
1
C
J
1
i
L
E
C f
Bila 0
C
J
w
untuk kasus tekuk torsi lateral elastis maka
i
L
C 1.970.000
f
2
y
b
cr
.
Bila f
cr
=f
r
=f
y
/2 dan C
b
=1 maka
y
y y
r
r
f
2.000
f
1.970.000 * 2
i
L
.

2. See Table 4.5-1.
yf
e
e yf
e r yf
r
f
k
600
k f
240
115 240
420
k f f
420


2
y
e
2
y
2
2
2
c
y
cr
t b f
k 000 . 180
t / b
1
Ek
f 1 12
1
f
f
.
Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 3
revise
t
M
d
=
b
M
n

M
u
M
d

y
revise
M
n1
=S
xt
R
e
f
yt
M
n
=min [M
n1
, M
n2
] M
n2
=S
xc
R
PG
R
e
f
cr

V
u
V
d

revise
Call pengaku
t
y
tanpa aksi medan tarik
stop
aksi medan tarik
(perlu pengaku)
V
u
V
d

t
y
stop
Call PIGL
Call pengaku
V
d
=0,9 . 0,6 .
w
2
yw
/ h f *
C
V
+
1-C
1,15 1 +
V
2

(260/
w
)
2

t
C
v
=1
Untuk panel-panel ujung, panel
dekat lubang, panel balok
hibrida, web-tapered TFA=0;
untuk lainnyaTFA=1.
Bila >3, TFA=0, kv=5; bila
3, kv=kv+5/
2
yc
w
f
5250

=a/h
1,5
revise
1,5
t
t
y
w
>490
k
f
v
yw

t
y
) 115 f ( f
000 . 95
yc yc
w
t
TFA
Call C
V

0
1
y
TFA=0
y
V
d
=0,9 . 0,6 . C
v

w
2
yw
/ h f














































Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 4
return
t
y
M
M
V
V
u
d
u
d
+ 0,625 1,375 revise
t
y
return
n
n
u
u
n
n
M 75 , 0
V

M
V

M
V 6 , 0
y
t
j =0,5 j <0,5
A
st
=
f
f
yw
yst
0,15 D h / (1- C )
V
V
- 18
h
2
w v
u
d w
2

return
j = 2 -
5 , 2
2

3
w
4
j/ h I

w
<490
k
f
v
yw

No need of vertical
stiffener
y
t
1
TFA
0
w
260
y
t
(no requirement on Ast

only on I )
k
v
=5
y
t
(no requirement on Ast only on I )
Subroutine Persamaan Interaksi Geser - Lentur (PIGL)
























Subroutine Pengaku




















Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Subroutine f
cr
:





















Subroutine C
v
:





w
v
yw
k
f
490
w
v
yw
k
f
610
490 610
k
f
k
f
v
yw
w
v
yw

w
return
return
C
v
= 1,0
C
v
w
= 304.000
(k / f )
v yw
2
C
v
=
k / f
v yw
w
490
return
<
p

(kompak)
>
r

(langsing)
p
< <
r

(non-kompak)
return
return f
cr
= f
yc
f
cr
=
C
PG
2

yc
p r
p
2
1
yc b cr
f
-
-
- 1 f C = f
return
Sindur P. Mangkoesoebroto 1
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
PERENCANAAN PLASTIS RANGKA SEDERHANA

Pendahuluan
Dalam perencanaan elastis struktur rangka (frame dan gable frame) yang menjadi dasar
perhitungan tahanan struktur adalah kapasitas tahanan penampang pada lokasi dimana
terjadi gaya-gaya-dalam maksimum atau lokasi kritis. Sedangkan dalam perencanaan
plastis, tahanan struktur ditentukan oleh tahanan seluruh struktur pada saat terjadinya
mekanisme; pada saat mana penambahan beban tidak lagi dimungkinkan mengingat
deformasi yang terjadi telah menjadi terlalu besar.

Profil yang umum digunakan dalam perencanaan plastis adalah bentuk IWF atau H yang
masuk dalam kategori kompak dan dimaksudkan agar penampang komponen struktur
dapat mencapai tahanan plastisnya tanpa mengalami local buckling dengan kapasitas rotasi
yang cukup besar, R=3~7. Selanjutnya, untuk menjamin terpenuhinya kapasitas rotasi
tersebut maka disetiap lokasi terbentuknya sendi plastis kedua flens harus terkekang secara
lateral. Disamping itu, panjang bentang tak-terkekang maksimum L
b
, adalah sesuai dengan
pasal 7.5.2 SNI 03 1729-2000, L
b
L
pd
.

Perlu diperhatikan pula peryaratan perencanaan sambungan rangka kaku (rigid frame knee)
untuk menjamin terbentuknya sendi plastis. Sambungan harus mempunyai tahanan yang
lebih tinggi daripada komponen struktur yang dihubungkan padanya. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai indeks keandalan, untuk komponen struktur adalah =3 sedangkan untuk
sambungan 4,5. Selanjutnya diharapkan sendi plastis terbentuk di luar daerah sambungan
yaitu disalah satu ujung komponen struktur yang terhubung pada sambungan. Menurut SNI
1729 2000, pada pasal 15.7.2.1 disebutkan bahwa untuk perencanaan sambungan balok-ke-
kolom pada Sistem Pemikul Beban Gempa maka rotasi inelastis sekurang-kurangnya harus
dapat mencapai 0,03 radian.

Disamping itu perencanaan sambungan harus memperhatikan tiga hal berikut:
1. Mampu mentransfer momen ujung balok dan kolom;
2. Mampu mentransfer geser ujung balok ke kolom;
3. Mampu mentransfer geser pada ujung kolom ke balok.

Perencanaan sambungan balok-ke-kolom dan daerah panel untuk Sistem Rangka Pemikul
Momen Khusus harus selalu memperhatikan pasal 15.7 pada SNI 1729 2000. Lihat juga
materi kuliah Beban Terpusat Pada Balok sebagai referensi perencanaan daerah panel dan
pengaku yang diperlukan.
Mekanisme Keruntuhan Plastis
Sebelum tahanan plastis struktur rangka ditentukan, terlebih dulu perlu diketahui
mekanisme-mekanisme yang mungkin terjadi pada struktur. Pada umumnya masing-
masing mekanisme keruntuhan akan menghasilkan beban batas yang berbeda-beda. Nilai
beban batas terkecil yang akan menentukan tahanan struktur.

Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Beberapa mekanisme yang mungkin terjadi pada struktur rangka adalah:
1. Mekanisme balok;
2. Mekanisme panel;
3. Mekanisme join;
4. Mekanisme gable;
5. Mekanisme kombinasi.

Ilustrasi masing-masing mekanisme keruntuhan dapat dilihat pada gambar-gambar berikut
ini.















(a) Mekanisme balok









(b) Mekanisme panel (c) Mekanisme join










(d) Mekanisme gable
Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana


















(e) Mekanisme kombinasi

Metode Analisis Plastis
Metode yang umum digunakan dalam analisis plastis adalah metode kesetimbangan dan
metode energi. Dalam bahasan ini akan diuraikan metode energi yang untuk beberapa
kasus lebih mudah digunakan, dapat dilihat pada contoh-contoh dibawah ini.

Contoh 1
Mekanisme keruntuhan diperlihatkan dalam gambar dibawah. Lokasi sendi plastis
diasumsikan, dan dari hubungan geometri dapat ditentukan sudut . Kerja eksternal yang
dilakukan oleh beban luar sama dengan energi regangan internal akibat momen-momen
plastis yang bekerja membentuk rotasinya masing-masing.











Kerja eksternal =Kerja internal

) 2 ( M
2
L
W
p n

L
8M
W
p
n

L/2
Wn
L
Wn


2
L
Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
2
1
3
4
5
6
7
0,5Wn
Wn Wn
9 m
2,25 m
4,5 m
Contoh 2







Mekanisme 1 Mekanisme 2

Kemungkinan-kemungkinan mekanisme keruntuhan diperlihatkan dalam gambar diatas.

(a) Mekanisme 1
h
4M
W
) ( M h W 0,5
p
n
p n


(b) Mekanisme 2
1
h
L
2
h
M 4
h L
8M
W
) 2 (2 M
2
L
W h W 0,5
p p
n
p n n


Contoh 3



















Mekanisme 1



2


h

0,5Wn

Wn
3 2
1 4
L
Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
















Mekanisme 2
























Mekanisme 3


a. Mekanisme 1

n p
p n
W 25 1 , 1 M
.2 M 4,5 W 0,5


b. Mekanisme 2
Untuk membahas mekanisme yang lebih kompleks ini, digunakan konsep pusat sesaat
(instantaneous center). Bila sendi plastis terbentuk pada titik 5 dan 6, maka ada tiga
benda rigid, yang berotasi pada saat struktur tersebut mulai bergerak. Segmen 1-2-3-4-
5 berotasi terhadap titik 1; segmen 6-7 berotasi terhadap titik 7; segmen 5-6 berotasi
1
2
3
4
5
6
7
2

2

5
2
3

2
3

6
0
3
4,5
9
x
4
3

1
4
3

2
3
3
4
5
6 6
7
4

4

0
18
4,5
x
Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
dan bertranslasi yang besarnya ditentukan oleh gerakan titik 5 dan 6 pada segmen-
segmen kaku di dekatnya. Bila benda tersebut kaku, titik 5 tegak lurus terhadap garis
1-5, dan titik 6 tegak lurus terhadap garis 6-7. Dengan demikian titik 5 dan 6 dapat
dianggap berotasi terhadap titik 0, perpotongan dari garis 1-5 dan garis 6-7; yakni pusat
sesaatnya.

Langkah pertama dalam metode energi yang menggunakan pusat sesaat adalah
menentukan lokasi titik pusat sesaat; karena titik 5 adalah 6,75 m ke arah horisontal
dan 5,625 m kearah vertikal dari titik 1, sedang jarak vertikal ke titik 0 dari titik 7
adalah:

m 7,5 x ;
6,75
5,625
9
x


Selanjutnya, sudut acuan ditentukan seperti terlihat dalam gambar diatas (Mekanisme
2). Dengan perbandingan, sudut rotasi terhadap titik 0 adalah 3 2. Segmen benda kaku
5-6 berotasi melalui sudut 3 2 ini. Dengan proporsi inversi sebagai jarak 0-5 adalah ke
1-5, rotasi benda kaku 1-2-3-4-5 terhadap titik 1 adalah:


2
,
2
3
4
3
4
1


Rotasi sendi plastis relatif pada titik 5 adalah:

2
2
3
2


Rotasi sendi plastis relatif pada titik 6 adalah:

5 , 2
2
3


Untuk menghitung kerja eksternal yang dilakukan oleh beban-beban luar, perlu
dihitung perpindahan vertikal pada titik 3 dan 5, dan perpindahan horisontal pada titik
2.

Perpindahan vertikal titik 3 sama dengan sudut rotasi kali proyeksi horisontal titik 2 ke
3. Beban pada titik 3 bergerak secara vertikal menempuh jarak:

. 1,125 (2,25)
2

Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

Beban pada titik 5 bergerak vertikal sejarak:

3,375 (6,75)
2


Beban pada titik 2 bergerak horisontal sejarak:

2,25 (4,5)
2

Maka, persamaan energi selengkapnya menjadi:

Kerja eksternal =Kerja internal

) 2,5 (2 M ) (3,375 W ) (1,125 W ) (2,25 0,5W
p n n n


n n p
W 1,25 W
4,5
5,625
M


c. Mekanisme 3
Pusat sesaat ditentukan dengan memotongkan garis 1-3 dengan garis 6-7:

m 5 , 2 2 x ;
25 , 2
625 , 5
9
x


Bila didefinisikan pada gambar diatas (Mekanisme 3), sudut rotasi terhadap titik 0
adalah /4, karena jarak 0-6 adalah empat kali jarak 6-7. Karena jarak 0-3 adalah tiga
kali jarak 3-1, sudut 3-1-3 adalah 3 /4 (3 kali sudut rotasi terhadap 0).

Kerja eksternal yang dilakukan oleh berbagai beban adalah:

Beban pada 2, W
4
6,75
4,5
4
3
W 0,5
n n


Beban pada 3, W
4
6,75
2,25
4
3
W
n n


Beban pada 5, W
4
2,25
2,25
4
W
n n


Energi regangan internalnya adalah:

Momen pada 3, M
4 4
3
M
p p

Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana

Momen pada 6,
4
5
M
4
M
p p



Kerja eksternal =Kerja internal

4
5
1
p
M
4
2,25
4
6,75
4
6,75
n
W

4
9
M
4
15,75
W
p n


W 1,75 W
9
15,75
M
n n p
Menentukan

Perencanaan Plastis dengan Metode LRFD
(Dikutip dari SNI 03-1729-2000 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung)
7.5 Analisis plastis
7.5.1 Penerapan
Pengaruh gaya-dalam di sebagian atau seluruh struktur dapat ditetapkan
menggunakan analisis plastis selama batasan pada Butir 7.5.2 dipenuhi. Distribusi
gaya-gayadalam harus memenuhi syarat keseimbangan dan syarat batas.

7.5.2 Batasan
Bila metode plastis digunakan, semua persyaratan dibawah ini harus dipenuhi,
yaitu:

a) Kuat leleh baja yang digunakan tidak melebihi 450 MPa;
b) Pada daerah sendi plastis, tekuk setempat harus dapat dihindari dengan
mensyaratkan bahwa perbandingan lebar terhadap tebal b/t, lebih kecil
daripada
p
. Nilai
p
tersebut ditetapkan sesuai dengan Tabel 7.5-1;
c) Pada rangka dengan bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada kolom yang
diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban horizontal terfaktor
tidak diperkenankan melampaui 0,85 A
b
f
y.

Pada rangka tanpa bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada kolom yang
diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban horizontal terfaktor
tidak diperkenankan melampaui 0,75 A
b
f
y

Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
d) Parameter kelangsingan kolom
c
tidak boleh melebihi 1,5 k
c
. Nilai k
c

ditetapkan sesuai dengan Butir 7.6.3.2 atau 7.6.3.3 (
y
f
E
5 , 1
r
L
=
y
f 2100 , dimana L adalah panjang teoritis).
e) Untuk komponen struktur dengan penampang kompak yang terlentur
terhadap sumbu kuat penampang, panjang bagian pelat sayap tanpa
pengekang lateral, L
b
, yang mengalami tekan pada daerah sendi plastis yang
mengalami mekanisme harus memenuhi syarat L
b
L
pd
, yang ditetapkan
berikut ini:

(i) Untuk profil I simetris tunggal dan simetris ganda dengan lebar
pelat sayap tekan sama dengan atau lebih besar daripada lebar pelat
sayap tarik dan dibebani pada bidang pelat sayap

L
pd
=
y
y
2
1
f
r
M
M
15.000 25.000
(7.5-1)
Keterangan:

f
y
adalah kuat leleh material, MPa
M
1
adalah momen ujung yang terkecil, N-mm
M
2
adalah momen ujung yang terbesar, N-mm
r
y
adalah jari-jari girasi terhadap sumbu lemah, mm
(M
1
/M
2
) bertanda positif untuk kasus kelengkungan ganda
dan negatif untuk kasus kelengkungan tunggal
L
pd
dinyatakan dalam mm
(ii) Untuk komponen struktur dengan penampang persegi pejal dan
balok kotak simetris

L
pd
=
y
y
y
y
2
1
f
r 21.000
f
r
M
M
21.000 35.000
(7.5-2)
Tidak ada batasan terhadap L
b
untuk komponen struktur dengan
penampang melintang bulat, atau bujursangkar, atau penampang
yang terlentur terhadap sumbu lemah.
f) Tahanan komponen struktur harus direncanakan sesuai dengan Butir
7.4.3.3;
g) Tahanan lentur komponen struktur komposit harus ditentukan berdasarkan
distribusi tegangan plastis.
Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
7.5.3 Anggapan analisis
Gaya gaya-dalam ditetapkan menggunakan analisis plastis kaku.
Dalam analisis plastis harus dapat dianggap bahwa sambungan-sambungan dapat
memobilisasikan kekuatan penuhnya atau sebagian dari kekuatan penuhnya, selama
kekuatan sambungan-sambungan tersebut direncanakan untuk tujuan ini, dan
selama:
a) untuk sambungan dengan kekuatan penuh, yang kapasitas momen
sambungannya tidak kurang dari kapasitas momen penampang komponen-
komponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa
sehingga kapasitas rotasi sambungan pada setiap sendi plastis tidak terlampaui
pada saat terjadinya mekanisme;
b) untuk sambungan dengan sebagian dari kekuatan penuhnya, yang kapasitas
momen sambungannya dapat lebih kecil daripada kapasitas momen komponen-
komponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa
sehingga memungkinkan terjadinya semua sendi plastis yang diperlukan untuk
terjadinya mekanisme, sedemikian rupa sehingga kapasitas rotasi sambungan
pada setiap sendi plastis tidak terlampaui.
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 1
KOMBINASI LENTUR DAN TEKAN
Perhatikan balok diatas dua tumpuan dengan beban terdistribusi, momen-momen dan
gaya-gaya aksial dikedua ujungnya, berikut ini,
Kelengkungan
EI
M
-
1
x
dan EI
1
- v . P M M M M
p s p x
dimana M
p
adalah momen orde pertama, dan
M
s
adalah momen orde kedua.
Secara umum untuk dua dimensi, kelengkungan dinyatakan sebagai berikut,
2
3
2
i
ii
v 1
v 1
untuk
ii i
v
1
maka 1 v dan diperoleh
EI
M
- v
EI
P
v
p ii
atau
EI
M
- v
EI
P
v
ii
p ii iv
Karena
EI
M
- v
EI
M
- v
ii
x iv x ii
maka
EI
M
-
EI
M
-
EI
P
EI
M
-
ii
p
x
ii
x
atau M
x
ii
+k
2
M
x
=M
p
ii
=-q(x)
dimana
EI
P
k
2
dan
2
2
dx
x M d
- x q
V
M1
X V
P
q
M2
P
x
Mx
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Solusi homogen dari persamaan di atas adalah
M
xh
=A sin kx +B cos kx
Dan solusi umumnya
M
x
=M
xh
+M
xk
(q)
=A sin kx +B cos kx +M
xk
(q)
dimana
EI
P
k
Kasus 1:
x
L
M - M
M M
1 2
1 p
M
p
ii
=0
J adi M
x
=A sin kx +B cos kx
x =0 M
x
=M
1
=B
x =L M
x
=M
2
=A sin kL +B cos kL

kL sin
kL cos M - M
A
1 2
dan kx cos M
kL sin
kx sin
kL cos M - M M
1 1 2 x
Supaya M
x
menjadi maximum maka 0
dx
dM
x
atau 0 kx sin M k -
kL sin
kx cos
k kL cos M - M
dx
dM
1 1 2
x
tan
kL sin M
kL cos M - M
kx
1
1 2
kL sin M kL cos M - M
2 2
1
2
1 2
M
1
sin kL
M
2
- M
1
cos kL
kx
v
M1
P
L
M2 M1
P X
M2
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 3
sin
kL sin M kL cos M - M
kL cos M - M
kx
2 2
1
2
1 2
1 2
cos
kL sin M kL cos M - M
kL sin M
kx
2 2
1
2
1 2
1
J adi
kL sin M kL cos M - M
kL cos M - M
kL sin
kL cos M - M
M
2 2
1
2
1 2
1 2 1 2
max x

kL sin M kL cos M - M
kL sin M
M
2 2
1
2
1 2
1
1
kL sin M kL cos M - M
kL sin
1
2 2
1
2
1 2
2
1 2 1
2
2
M kL cos M M 2 - M
kL sin
1
kL sin
M
M
kL cos
M
M
2 - 1 M M
2
2
2
1
2
1
2 max x
..................... (1)
Bila M
1
=0 maka
kL sin
M
M
2
max x
Bila sin kL =0 2, 1, n n L
EI
P
kL
1 n
L
EI
P
2
2
M
x max
Ms
P.v
M2
P
P
Mp
M2
X
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Bila M
2
=M
1
=M maka
kL sin
kL cos 2 - 2
M M
2
max x
.................................... (2a)

kL cos 1
2
M
kL cos - 1
kL cos - 1 2
M
2
2 kL sec M
2 kL cos
1
M ........................ (2b)
Pada saat tekuk M 1 n
2 2
kL
max x
Kasus 2:
M
p
= qx (L x), M
p
i
= qL qx, M
p
ii
=-q
Solusi khusus, M
xk
=Cx +D
M
xk
i
=C
M
xk
ii
=0
J adi 0 +k
2
(Cx +D) =-q
C =0 ; D =-q/k
2
M
xk
=-q/k
2
dan M
x
=A sin kx +B cos kx q/k
2
pada x =0 M
x
=0 =B q/k
2
B =q/k
2
x =L M
x
=0 =A sin kL +q/k
2
cos kL - q/k
2
kL cos - 1
kL sin k
q
A
2
Ms
M
P
M
P
Mp
M
P.v
x P
P
q
L
v
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 5
dan
2 2 2 x
k
q
- kx cos
k
q
kx sin
kL sin k
kL cos - 1 q
M
kx sin
k
q
- kx cos
kL sin k
kL cos - 1 q
0
dx
dM
x
kL sin
kL cos - 1
kx tan
kL sin kL cos - 1
kL cos - 1
kx sin
2 2
kL sin kL cos - 1
kL sin
kx os c
2 2
1 -
kL sin kL cos - 1
kL sin
kL sin kL cos - 1
kL cos - 1
kL sin
kL cos - 1
k
q
M
2 2 2 2
2
max x
1 -
kL sin
kL sin kL cos - 1
k
q
2 2
2
1 -
2
kL
sec
k
q
2
) 1 - 2 / kL sec (
kL
8
qL
8
1
M
2
2
max x
Perbesaran Momen
Komponen struktur dengan satu kelengkungan tanpa translasi pada ujungnya
x
dianggap bentuk sinus
P
V
PO
SO
P
V
PO
~
) ( P
SO PO P.v
Mp
Ms
SO
R
R
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Anggap,
L
x
sin P M
so po s
Reaksi balok konjugate adalah
dx
L
x
sin P dx M R
2 L
o
2 L
o
so po s
0
2 L
L
x
cos
L
P -
so po
L
P
so po
Lendutan
so
adalah:
2 L
o
s so po so
dx x -
2
L
M -
2
L L
P I E
2 L
o
so po so po
dx
L
x
sin x -
L
x
sin
2
L
* P -
2
L L
P
dx
L
x
sin x
L
2
L
-
2
L
P
2 L
o
2
so po
0
2 L
L
x
sin
L
P
2
2
so po
so po
2
2
L
P
atau
e
so po
2 2
so po so
P
P
L EI
P
dimana
2 2
e
L EI P dan
e
P
P
atau
po so
- 1
jadi
po po po so po
- 1
1
- 1
v
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 7
dan
so po po so po max x
P M M M M
- 1
P
M
po
po
dimana
E EI
PL
P
P
2
2
2
2
e
atau
- 1
1
M
P
1 M M
po
po
po max x

- 1
1
M L
EI
1 M
po
po
2
2
po

- 1
1
1 -
M L
EI
1 M
po
2
po
2
po
*
1 po max x
B M M ............................................................................ (3)
dimana
*
1
B =
- 1
1
1 -
M L
EI
1
po
2
po
2
=
- 1
C
*
m
dan
*
m
C =1 + 1 1 -
M L
EI
po
2
po
2
dan 1 -
M L
EI
po
2
po
2
Perhatikan komponen struktur dengan momen-momen ujung berikut ini
M1
x
M1
P
P
M2
Mx max
M2
M2 M1
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Demikian sehingga M
x max
>M
2
dan terjadi diantara kedua tumpuan. Akan di cari M
E
demikian sehingga menjadi
J adi dari Persamaan (1) dan (2)
2
2
1
2
1 2
max x
M
M
kL cos
M
M
2 - 1
kL sin
M
M

kL/2 cos
M
) kL cos - 1 ( 2
kL sin
M
E E

) L k cos - 1 ( 2
M
M
kL cos
M
M
2 - 1
M M
2
2
1
2
1
2 E
Dari Persamaan (3)
M
x max
=M
po
*
1
B =M
E
*
1
B
dimana
*
1
B =
- 1
1
1 -
M L
EI
1
po
2
po
2
Lendutan orde pertama ditengah bentang akibat momen M
E
,
po
, ditentukan sebagai
berikut:
EI
po
=M
E
2
L
2
L
- M
E
8 / L M
4
L
2
L
2
E
Sehingga
*
1
B =
- 1
0,2337 1
- 1
1
1 -
8
1
2
= kL
kL L k
EI
PL
P
P
2
2
2
2 2
2
2
e
ME
ME
Mx max
L/2 L/2
ME
ME
2
L M
E
2
L M
E
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 9
kL
2 / kL cos
1
*
1
B
0,1 0,99 1,137 1,137
0,2 1,4050 1,3102 1,3084
0,3 1,7207 1,5333 1,5287
0,4 1,9869 1,8322 1,8225
J adi M
x max
=
- 1
0,2337 1
M ~
kL/2 cos
M
E
E
=
- 1
0,2337 1
*
kL) cos - (1 2
M
M
kL cos
M
M
2 1
M
2
2
1
2
1
2
=
1 2
m
2
B M
- 1
C
M
dimana C
m
=
*
m
C
0,2337 1 *
kL) cos - (1 2
M
M
kL cos
M
M
2 1
2
2
1
2
1
.................. (4)
- 1
C
B
m
1
Dalam peraturan digunakan hubungan yang lebih sederhana, yaitu:
C
m
=0,6 +0,4 (M
1
/ M
2
) ............................................................. (5)
dan ketelitiannya diperlihatkan berikut ini untuk nilai
1
C
m
:
Persamaan (1) Persamaan (4) Persamaan (5)
M1/M2 0.8 0.5 0 -0.5 -0.8 0.8 0.5 0 -0.5 -0.8 0.8 0.5 0 -0.5 -0.8
kL
0.05 0.70 1.00 1.00 0.97
0.1 0.99 1.05 1.00 1.04 1.00 1.02 0.89
0.2 1.40 1.19 1.06 1.01 1.19 1.05 1.01 1.15 1.00 0.75
0.3 1.72 1.39 1.20 1.01 1.38 1.19 1.01 1.31 1.14 0.86
0.4 1.99 1.65 1.41 1.09 1.64 1.40 1.09 1.53 1.33 1.00
0.5 2.22 2.03 1.71 1.26 1.01 2.01 1.70 1.25 1.00 1.84 1.60 1.20 0.80
0.6 2.43 2.60 2.18 1.54 1.08 2.57 2.15 1.52 1.06 2.30 2.00 1.50 1.00
0.7 2.63 3.55 2.97 2.04 1.25 1.01 3.49 2.92 2.00 1.23 0.99 3.07 2.67 2.00 1.33 0.93
0.8 2.81 5.45 4.55 3.07 1.69 1.10 5.34 4.46 3.01 1.66 1.07 4.60 4.00 3.00 2.00 1.40
0.9 2.98 11.18 9.32 6.23 3.19 1.54 10.89 9.08 6.07 3.11 1.50 9.20 8.00 6.00 4.00 2.80
K
o
m
b
i
n
a
s
i

L
e
n
t
u
r

d
a
n

T
e
k
a
n
S
i
n
d
u
r

P
.

M
a
n
g
k
o
e
s
o
e
b
r
o
t
o

1
0

0
,
8
-
M M
2 1
0
,
5
-
M M
2 1
2 1
M M
0
,
8

0
,
5

0

P
e
r
s
a
m
a
a
n

(
4
)

P
e
r
s
a
m
a
a
n

(
5
)

2 1
M M
>

0

u
n
t
u
k

k
e
l
e
n
g
k
u
n
g
a
n

t
u
n
g
g
a
l

P
u
M
1
P
u
M
2
M
2

M
1
M max /M 2
=
P
u
/
P
e
= C
m
/(1- )
M
1
M
2
M
1
M
2
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Catatan:
e
u
P
P
Kasus
C
m
*
(Momen positif)
1
P
1+0,2
Mm
1,0
M M
w
P
P P
2
L
P P
Q
w
P P
w
P P
Q 2
L
P P
P P
2
L
Q
2
3
4
5
6
7
+
Mm
+
Mm
+
-
- -
+
+
-
- -
+
Mm
Mm
Mm
+
C
m
*
(Momen negatif)
1- 0,3
1- 0,2
1- 0,4
1- 0,4
1- 0,6
1- 0,4
1- 0,4
1- 0,3
1- 0,2
-
-
-
Nilai C
m
*
untuk balok tanpa translasi pada tumpuan
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 12
Tahanan nominal - Instabilitas pada Bidang Lentur
Tahanan balok-kolom, dimana tekuk torsi lateral dan tekuk lokal dapat dihindarkan dan
lentur terjadi terhadap satu sumbu, akan tercapai bila terjadi instabilitas pada bidang
lentur (tanpa torsi).
Persamaan diferensial balok-kolom, termasuk pengaruh orde kedua, menunjukkan
bahwa pengaruh gaya normal dan momen tidak dapat disuperposisikan, ini adalah
kasus non-linier.
Kurva persamaan interaksi untuk profil-I tertentu tanpa goyangan dengan f
y
=230 MPa,
f
r
=70 MPa, dan terlentur terhadap sumbu kuat adalah seperti berikut ini.
Persamaan interaksi menjadi:
1
M
M
P
P
n
u
n
u
................................................................................ (6)
dimana P
u
adalah gaya tekan terfaktor
P
n
adalah tahanan nominal sebagai fungsi dari
M
u
adalah momen terfaktor termasuk pengaruh orde kedua
M
u
=M
po
*
1
B = M
po
- 1
C
*
m
; M
po
= M
E
=coef x M
p max
M
p max
adalah momen orde pertama terfaktor maksimum

EI
L P
P
P
2
2
u
e
u
*
m
C =Lihat bahasan sebelumnya
M
n
=M
p
untuk balok kompak yang terkekang secara lateral.
atau Persamaan (6) dapat ditulis sebagai berikut:
1
- 1
C
M
M
P
P
m
n
u
n
u
0 0.2 0.4 0.6 1.0 0.8
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0=
x
r
L
20
40
60
80
100
120
M
2
P
P
L
M
M
y
u
P
P
M
u
/ M
p
(M
1
/ M
2
=1)
0 0.2 0.4 0.6 1.0 0.8
40
60
0=
x
r
L
80
100
120
M
2
L
P
P
M
0.5 M
M
u
/ M
p
(M
1
/ M
2
=-0.5)
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 13
1,0
0 0,5 1,0
1,18
1
- 1
P
P
y
u
0
r
L
x
y
u
P
P
1,0
M 1,18
M
P
P
p
u
y
u
0,5
Solusi eksak
x x
p u
M M
Tahanan Nominal Persamaan Interaksi
Perencanaan balok-kolom dilakukan dengan bantuan persamaan interaksi.
Kasus 1 - Tanpa Instabilitas
Pada lokasi dimana tidak dapat terjadi instabilitas ( 0) berlaku
1,0
M 1,18
M
P
P
p
u
y
u
dan 1,0
M
M
p
u
dimana
y g y
A P
Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 1.
Kasus 2 - Instabilitas pada Bidang Lentur
1
- 1 M
M
P
P
p
E
n
u
dimana P
n
adalah tahanan nominal sebagai fungsi dari
M
E
=C
m
M
ui
C
m
=coef x
*
m
C ;
*
m
C =1 +
P
e
=
2
EI / L
2
=P
u
/ P
e
M
ui
adalah momen orde pertama terfaktor maksimum pada arah i.
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 14
Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 2.
Kasus 3 - Instabilitas akibat Tekuk Torsi Lateral
1
P / P - 1 M
M C
P
P
e u n
ui m
n
u
Kasus 4 - Lentur Dua Arah
1
P P - 1 M
C M
P P - 1 M
C M
P
P
ey u ny
my uy
ex u nx
mx ux
n
u
Cara Perencanaan LRFD
1) Untuk 0,2
P
P
n c
u
1,0
M
M
M
M
9
8
P
P
ny b
uy
nx b
ux
n c
u
2) Untuk 0,2
P
P
n c
u
1,0
M
M
M
M
P 2
P
ny b
uy
nx b
ux
n c
u
1,0
0
0,5
1,0 C
1,0
P P - 1 M
M
P
P
m
e u p
ui
n
u
Solusi eksak
40
r
L
x
80
120
0,5
x x
n
u
P
P
P
M
M
P
p ui
M M
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 15
dimana P
u
adalah gaya aksial terfaktor
P
n
adalah tahanan minimum sebagai fungsi dari
M
u
adalah momen terfaktor termasuk pengaruh orde kedua
M
n
adalah tahanan lentur dengan memperhatikan semua pengaruh
instabilitas, bila ada,
c
adalah faktor tahanan tekan =0,85
b
adalah faktor tahanan lentur =0,9
tx 2x ntx 1x ux
M B M B M adalah momen terfaktor dalam arah-x termasuk
pengaruh orde kedua
M
nx
adalah tahanan lentur dalam arah-x
M
uy
, M
ny
serupa M
ux
, M
nx
untuk arah-y
Koefisien Perbesaran Momen - LRFD
Komponen struktur pada rangka tak bergoyang
1,0
P / P - 1
C
B
e1 u
m
1
a) Untuk komponen struktur pada rangka tak bergoyang dengan beban transversal
diantara kedua tumpuannya,
C
m
=coef x
*
m
C dan
*
m
C = 1
P
P
1
1 e
u
C
m
=1 bila kedua tumpuan tak terkekang terhadap rotasi
=0,85 bila kedua tumpuan terkekang terhadap rotasi
b) Untuk komponen struktur pada rangka tak bergoyang tanpa beban-beban
transversal, tapi dengan momen ujung-ujung M
1
, M
2
dengan M
2
M
1
C
m
=0,6 +0,4 M
1
/ M
2
bila M
1
dan M
2
menyebabkan kelengkungan tunggal
C
m
=0,6 - 0,4 M
1
/ M
2
bila M
1
dan M
2
menyebabkan kelengkungan ganda
P
e1
adalah tahanan tekan kolom yang ditinjau, dalam keadaan tak bergoyang.
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 16
Komponen struktur pada rangka bergoyang
Berikut diberikan faktor perbesaran untuk rangka bergoyang bila pengaruh P- tidak
ditinjau.
M
t1
+ M
t2
= H
u
L
dan
u
OH
h u h OH
H
f H f

Bila pengaruh P - di tinjau maka M
t1
B
2
M
t1
dan M
t2
B
2
M
t2
serta
OH SH
(lihat gambar berikut).
B
2
(M
t1
+M
t2
) =H
u
L +P
u SH
..................................................... (7)
L
P
H f
SH u
u h SH
L
P
H
H
SH u
u
u
OH
OH
u
SH u
OH
H L
P
OH u u
u
OH SH
P - H L
H L
Pu
B2 Mt1 Hu
Hu
B2 M t2
Pu
L
Pu
L
P
H
SH u
u
Pu
SH
L
P
H
SH u
u
Pu
Mt1 Hu
Hu
M t2
Pu
L
Pu
Hu
Hu
Pu
OH
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 17
Dari Persamaan (7) di peroleh
OH u u
u
OH u u u 2
P - H L
H L
P L H H L B
OH u u
OH u OH u u
2
P - H L
P P - H L
B
u
OH u
2
H L
P
- 1
1
B
Untuk suatu kolom yang berada diantara dua lantai diafragma maka
u u u u
H H dan P P
Sehingga
L H
P
- 1
1
B
OH
u
u
2
Sebagai alternatif dapat di hitung
e2
u
2
P
P
- 1
1
B
dan M
u
=B
1
M
nt
+B
2
M
t
dimana M
nt
adalah momen yang timbul hanya akibat beban gravitasi tanpa ada
goyangan
M
t
adalah momen akibat goyangan dan gaya-gaya lateral lainnya.
Nilai M
u
juga dapat diperoleh dari analisis P - dimana semua pengaruh non-linieritas
langsung di perhitungkan.
P
u
adalah jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban gravitasi untuk seluruh
kolom pada satu tingkat yang ditinjau,
P
e2
adalah jumlah tahanan tekan seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjau,
dalam keadaan bergoyang,
H
u
adalah jumlah gaya horizontal terfaktor yang menghasilkan
OH
pada tingkat
yang ditinjau,
L adalah tinggi tingkat.

Anda mungkin juga menyukai