Anda di halaman 1dari 5

Investigation of the Force Associated With the Formation of Lacerations and Skull Fractures

ABSTRACT
Pemeriksaan post mortem sering diandalkan untuk menentukan apakah perkiraan kematian akibat
natural, kecelakaan, bunuh diri, atau pembunuhan. Namun, pada banyak kasus mekanisme terjadinya
sebuah cedera tidak dapat ditentukan dengan tepat hanya berdasarkan pemeriksaan patologi. Metode
penentuan kekuatan hantaman terkait sebuah cedera saat ini terbatas pada sebuah skala yang subyektif
( mild, moderate, considerable, severe ). Studi ini bertujuan menginvestigasi patofisiologi dari cedera
kepala akibat kekerasan tumpul, terutama terkait timbunya serta bentuk dari sebuah laserasi. Sebuah
model eksperimen dibuat untuk mengetahui kekuatan yang diperlukan untuk menimbulkan kerusakan
pada kulit kepala dan tulang didalamnya pada specimen babi akibat satu hantaman fronto-parietal.
Hasilnya didapatkan bahwa dibutuhkan gaya minimal 4000 N untuk menimbulkan laserasi.
INTRODUCTION
Cedera pada Kulit
Sebuah luka didefinisikan sebagai kerusakan pada bagian tubuh apapun akibat aplikasi gaya mekanik.
Gaya mekanik berlebih terhadap jaringan tubuh dapat, pada beberapa kasus, menimbulkan laserasi
pada area yang terpengaruh dan pola laserasi yang timbul bergantung pada struktur dan sifat
biomekanik kulit. Struktur kulit yang terorganisir merupakan pelindung utama dari lingkungan luar,
termasuk trauma mekanik seperti gesekan, hantaman, tekanan, potongan, dan pencukuran. Kulit dapat
dibagi atas 2 lapisan utama; epidermis dan dermis. Ketebalan kulit normalnya berkisar 4 - 5 mm, dan
memiliki sifat mekanik yang bervariasi di setiap bagian. Pertahanan mekanik kulit umumnya terdapat di
dermis dalam bentuk kombinasi dari serat kolagen dan elastin. Susunan serat kolagen dan elastin pada
papillary dermis berorientasi vertical sedangkan pada reticular dermis menunjukkan jaringan yang lebih
tebal dan kasar dengan susunan longitudinal. Hal ini menghasilkan garis tegangan berkerut yang dikenal
sebagai Langer lines, dan merupakan factor intrinsic utama yang perlu dipertimbangkan dalam
interpretasi forensik dari laserasi
Pada saat kulit dalam keadaan relaxed, serat kolagen dan elastin .ketika beban diberikan pada kulit, kulit
merespon dengan menghamburkan energi melalui tegangan serat serat tersebut. Percobaan pada
kulit dapat menilai factor factor seperti kekuatan meregang, elastisitas dan densitas, sedangkan model
hewan memberikan informasi mengenai respon kulit terhadap peregangan, puntiran, kompresi dan
lekukan. Energi kinetik yang diserap oleh permukaan pada hantaman menyebabkan kulit mengalami
deformasi. Bila permukaannya melengkung atau ireguler, deformasi ini dapat memperbesar area
kontak, menyebarkan tekanan yang diterima dan mengurangi cedera yang dihasilkan. Bila terjadi
hantaman oblique dengan sudut kontak antara 0-90 , hanya fraksi dari energi kinetik yang dapat
disalurkan sehingga kerusakan yang timbul lebih kecil dibandingkan hantaman normal.

Fraktur Kepala
Fraktur kepala timbul ketika tekanan yang diberikan melebihi kekuatan atau sthreshold maksimum dari
elastisitas calvaria. Fraktur yang timbul dipengaruhi oleh tingkat tekanan, massa obyek, bentuk dan
kecepatan benturan, anatomi local serta status fisiologis tulang, termasuk ketebalan dan lokasi
benturan.
Fraktur kepala merupakan sarana yang dapat digunakan untuk membantu interpretasi lokasi benturan,
tenaga dan bentuk dari benda yang terkait. Fraktur linear atau curvilinear mengindikasikan kontak
antara kepala dengan obyek yang relative lebar, seperti yang sering terjadi saat jatuh atau pada
hantaman obyek yang rata. Benturan yang lebih terfokus, seperti dari palu, punya kecenderungan untuk
mendorong sebagian kecil dari tulang ke dalam jaringan otak.
Jatuh dan Hantaman
Jatuh melibatkan kepala yang bergerak menghampiri obyek yang tidak dapat digerakkan seperti lantai.
Jatuh dapat melibatkan berbagai bentuk benturan, seperti jatuh dari ketinggian tubuh, jatuh akibat
pukulan atau dorongan, atau jatuh dari ketinggian. Penilaian cedera akibat pemukulan dapat menjadi
rumit, karena korban dapat menerima banyak hantaman dari berbagai obyek atau dari aksi fisik seperti
menendang, memukul, dan menginjak. Korban juga dapat terjatuh di sepanjang kejadian.pola cedera
yang timbul bervariasi tergantung pada lokasi tan tenaga yang digunakan.
Ada angapan bahwa trauma tumpul membutuhkan energi yang lebih besar untuk dapat menimbulkan
laserasi dibandingkan dengan trauma tajam. Aturan Hat Brim Line ( HBL ) telah disarankan digunakan
untuk membedakan jatuh dan hantaman dimana dilaporkan oleh Ehrlich et al dan Kremer et al bahwa
laserasi lebih dari 6cm indikatif dengan hantaman dari suatu obyek. Namun, evaluasi sistematis dari
pendekatan ini menyimpulkan bahwa ketepatan aturan HBL belum dapat dipastikan. Kremer et al. juga
menyebutkan perlunya kriteria tambahan melalio analisa lokasi serta frekuensi laserasi untuk dapat
mengaitkan tenaga dengan pola yang dihasilkan.
MATERIALS AND METHODS
Review Kasus Trauma Tumpul
Sebuah studi retrospektif dilakukan dengan meliputi 377 kasus cedera kepala dimana dilakukan autopsi
ole Irish State Pathologist Office dari Januari 2000 hingga Desember 2009. Dari kasus kasus tersebut,
287 kasus mencakup trauma tumpul dan dibagi atas sub kategori lebih jauh berdasarkan jenis cedera
yang dialami. Kasus dimana informasi yang tersedia terbatas, melibatkan kecelakaan kendaraan
bermotor dan luka tembak tidak dimasukkan.
Percobaan Trauma Tumpul Menggunakan Model Babi
Untuk mengaitkan mekanika benturan dengan patofisiologi perubahan pada kulit kepala, simulasi dari
sebuah benturan di desain untuk menyerupai jatuh ke lantai, injakan, dan hantaman dari 2 obyek
tumpul berbeda, palu dan gagang sapu kayu.
Data morfologi dan fungsional menunjukkan bahwa kulit babi paling menyerupai kulit manusia. Meyer
et al. pada 1978 mengemukakan kemungkunan untuk menggunakan kulit babi sebagai model
eksperimen untuk penelitian kulit manusa, sebuah pendapat yang didukung oleh kemiripan
perbandingan dermis dan epidermis serta pergantian epidermis pada kulit babi dan kulit manusia.
Sebuah tes disiapkan untuk menilai benturan perpendicular fronto-parietal pada kepala babi terhadap
obyek obyek ( palu, gagang sapu, sepatu, dan lantai kayu ). Palu dan gagang sapu digunakan untuk
menggambarkan trauma hantaman tumpul, sepatu digunakan untuk menggambarkan trauma akibat
penginjakan dan lantai kayu untuk menggambarkan trauma akibat jatuh.
Setiap obyek dijatuhkan dari ketinggian yang tetap ( 2.8 meter ) menggunakan alat mekanik. Beban pada
setiap obyek dimodifikasi dengan memperluas area benturan. Sebuah accelerometer digunakan untuk
merekam output maksimum voltase pada benturan. Voltase kemudian dikonversi menjadi kecepatan
dan dikombinasikan dengan pengukuran total beban dan tinggi jatuh untuk mendapatkan data.
18 eksperimen benturan dilakukan ( masing masing pada kepala babi yang berbeda ) untuk setiap
obyek dengan variasi beban untuk mendapatkan rentang dari tenaga per mekanisme cedera. Specimen
babi diberi benturan dalam 2 hingga 24 jam setelah mati.
RESULTS and DISCUSSION
Review Kasus Trauma Tumpul
287 kasus autopsi trauma kepala akibat kekerasan tumpul di review. Kasus kasus ini dibagi menjadi 2
kelompok; kasus yang diketahui penyebab cedera kepalanya ( 189 ) dan yang penyebabnya tidak
diketahui ( 97 ).
Kelompok tersebut kemudian dibagi lagi dengan kategori mekanisme trauma, yaitu jatuh ( dari
ketinggian, dari tangga, atau dipercepat ), hantaman ( benda tumpul, injak, tending, pukul, atau potong )
dan mekanisme multiple, dimana diduga terdapat lebih dari satu mekanisme. Pendekatan ini juga
disertai dengan investigasi pola cedera terkait dengan setiap mekanisme trauma.
Laserasi terdapat pada 44% kasus jatuh, 71% kranial. Pada kasus yang melibatkan hantaman benda
tumpul laserasi ditemukan pada 93% kasus, 89% kranial. Fraktur ditemukan pada 68% kasus jatuh dan
75% kasus hantaman tumpul, pada keduanya lebih dari 90% merupakan fraktur kranial.
Pola dari cedera yang didapat dari pemeriksaan kasus dimana mekanisme trauma diketahui,
diaplikasikan terhadap kasus kasus yang tidak diketahui penyebabnya, dengan tujuan mengidentifikasi
mekanisme trauma. Hasil yang didapat adalah kasus kasus tidak diketahui sulit untuk diidentifikasi
hanya berdasarkan pola cedera. Penggunaan database saja tidak mencukupi untuk menentukan
mekanisme terkait dengan sebuah cedera benturan, terutama dalam membedakan jatuh dengan
hantaman.

Percobaan Trauma Tumpul Menggunakan Model Babi
Simulasi trauma hantaman tumpul dilakukan pada specimen babi menggunakan alat yang didesain
khusus untuk memberikan hantaman dengan tenaga yang terukur menggunakan berbagai obyek. Pada
sebuah kondisi teoretikal, massa seberat 3.5 kg dijatuhkan dari ketinggian 2.8 m akan menghasilkan
percepatan benturan sebesar 7.4 m/s dan energi kinetim sebesar 96 joule. Jika energi ini diserap penuh
sehingga benturan obyek mempenetrasi hingga 0.03 m ( 3 cm ), penurunan kecepatan selama penetrasi
berkisar 900 m/s2 ( = 93 g )dan dapat diperkirakan tenaga benturan sebesar 3200 N.
Laserasi
Palu dan gagang sapu menghasilkan jumlah laserasi terbanyak diantara obyek percobaan lainnya.
Jumlah terbesar tekanan per benturan didapatkan pada benturan palu. Pola cedera dari benturan palu
dan gagang sapu indikatif terhadap benda yang digunakan dan menghasilkan laserasi berbentuk bulan
sabit pada palu dan linear pada gagang sapu. Hanya satu laserasi yang timbul pada injakan sepatu
dengan gaya 5259 N. gaya rata rata injakan seperti dicatat oleh Farrugia et al adalah 3500 N. hasil
percobaan juga menunjukkan bahwa hanya pada jatuh dengan gaya lebih dari 4300 N dapat terjadi
laserasi, meski tidak ditemukan di semua kasus.
Hasil menyeluruh mengindikasikan bahwa gaya minimum yang dapat diasosiasikan dengan
terbentuknya laserasi adalah sedikitnya 4000 N. hal ini sesuai dengan penemuan Whittle et al. dimana
gaya yang dibutuhkan untuk merobek kulit manusia didapatkan antara 2-10 kN.
Fraktur
Percobaan ini menunjukkan peningkatan yang stabil pada insidensi separasi sutura seiring dengan
peningkatan gaya pada palu, gagang sapu dan lantai kayu. Depresi tulang merupakan cedera kedua
terbanyak yang ditemukan dalam percobaan ini, yang ditemukan pada kasus kasus dengan benturan
yang lebih fokal pada sutura regio fronto-parietal. Separasi sutura terjadi sedikit lebih jarang pada
benturan oleh gagang sapu, meski tetap meningkat seiring dengan gaya yang diberikan. Percobaan palu,
gagang sapu dan lantai kayu masing masing hanya menimbulkan 1 fraktur linear. Namun, tetap perlu
dicatat bahwa pada kasus ini tulang mungkin telah mengalami pelemahan secara kongenital atau
sebelum dilakukan penelitian. Benturan dengan sepatu menghasilkan separasi sutura terbanyak, meski
pada gaya rendah.
Pola Cedera Gabungan
23% kasus jatuh dan 70% kasus hantaman tumpul menunjukkan adanya laserasi dan fraktur. Ini
menandakan bahwa keberadaan laserasi dan fraktur meningkatkan keyakinan dalam membedakan
mekanisme cedera ( jatuh atau hantaman ). Hal ini didukung kuat oleh penemuan percobaan, dimana
kejadian laserasi lebih sering ditemukan pada kasus dengan cedera terfokus ( palu dan gagang sapu )
dan bentuk laserasi menunjukkan benda yang digunakan ( laserasi berbentuk bulan sabit pada palu d.an
linear pada gagang sapu ). Pola tunggal juga terlihat pada kulit akibat benturan sepatu. Separasi sutura
merupakan cedera kepala yang paling umum pada keempat percobaan, terutama pada sepatu sehingga
kurang tepat untuk digunakan dalam diferensiasi mekanisme trauma.

Anda mungkin juga menyukai